BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan harapan masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan agar menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun sehat mental dan sosial seperti cerdas, kreatif, tangguh, bermoral tinggi dan berguna bagi masyarakat.1 Upaya untuk mewujudkan sumber daya tersebut harus dimulai sejak bayi berada dalam kandungan. Pengalaman anak sejak dini sangat besar pengaruhnya dalam meletakkan dasar-dasar kepribadiannya kelak serta merupakan pondasi dari perkembangan jiwanya. Anak merupakan dambaan setiap keluarga. Setiap keluarga mengharapkan anaknya tumbuh kembang secara optimal (sehat fisik, mental atau kognitif, dan sosial).2 Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses perkembangan. Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti. Perkembangan yang pesat terjadi pada usia 1-3 tahun. Perkembangan pada masa ini merupakan masa perkembangan yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting.3 Tiga tahun pertama merupakan periode keemasan (golden period) atau jendela kesempatan (window of opportunity) atau masa kritis (critical period) untuk optimalisasi tumbuh kembang dan merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan seorang anak menjadi dewasa yang unggul dikemudian hari. 4 Adanya konsep periode kritis memperjelas bahwa usia 3 tahun pertama kehidupan merupakan masa penting dalam pencegahan penyimpangan perkembangan maupun mengoptimalkan perkembangan. Pada usia 3 tahun pertama kehidupan 1 terdapat periode dimana pada bagian otak tertentu masih sedang dalam pertumbuhan intensif atau fleksibel. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 jumlah balita sebanyak 19.104.193 dari jumlah penduduk sekitar 248.422.956 jiwa atau sekitar 7,69%. Di Amerika serikat anak-anak yang terdeteksi gangguan perkembangan sebelum usia sekolah sebesar 20-30%, dan di Indonesia sekitar 45,12%. Di Amerika serikat gangguan perkembangan ditemukan pada 12-16% populasi anak. Suatu penelitian di Indonesia menunjukan bahwa 20-30% anak balita mengalami gangguan perkembangan, sebagian besar mengalami keterlambatan pada aspek motorik kasar dan bahasa atau bicara, yang sebagian besar diakibatkan kurangnya stimulasi.4 Proses perkembangan merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik atau keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis dan sosial. 3 Para ahli psikologi sepakat bahwa perkembangan kognitif seorang anak paling tidak dipengaruhi oleh 3 faktor. Faktor yang pertama adalah faktor hereditas, faktor kematangan individu dan faktor terakhir adalah faktor belajar.6 Masalah tumbuh kembang akan lebih banyak ditemukan pada bayi-bayi yang memiliki resiko tinggi saat persalinan. Bayi-bayi tersebut mengalami gangguan tumbuh kembang seperti neonatus kurang bulan atau prematur, perdarahan intraventrikular dan lain-lain . Saat ini tingkat kejadian persalinan prematur pada Ibu hamil cukup tinggi. Setiap tahun di dunia, sekitar 15 juta bayi terlahir prematur. Di Indonesia, menurut 2 WHO (2013), 1 dari 6 kelahiran bayi mengalami prematur. Artinya, dari 100 bayi yang lahir, sebanyak 15,5 bayi di antaranya mengalami kelahiran prematur. Angka kejadian prematur khususnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mencapai 667 kasus dalam 3 tahun terakhir. Prematuritas merupakan masalah kesehatan yang utama, karena merupakan risiko tinggi untuk dampak gangguan perkembangan. Antara 30-60% dari bayi yang sangat prematur (UK <30 minggu) akan mengalami gangguan kognitif dan cacat. 10 Dari beberapa literatur dilaporkan keterlambatan perkembangan dalam pembangunan sosial emosi dengan peningkatan prevalensi kecemasan, depresi dan gangguan perhatian. Anak-anak yang lahir prematur (<37 minggu kehamilan) lahir dengan berat badan lahir rendah (<2500) telah meningkatkan resiko masalah gangguan perkembangan. 11 Menurut WHO 2-5% dari anak-anak menderita disfungsi otak minor, termasuk gangguan motorik halus.26 Data yang diperoleh dari Poli Tumbuh Kembang RSUP Dr. Sardjito bulan Januari-Agustus 2015 sebanyak 58,5% anak yang dinilai perkembangannya mengalami gangguan perkembangan. Bayi kelahiran prematur memiliki risiko tinggi yang perlu diwaspadai. Penanganan dan perawatan bayi prematur kadang menjadi kurang optimal, padahal penanganan bayi prematur memerlukan ketelitian dan perhatian yang serius dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan. Risiko bagi bayi yang lahir prematur akan mengalami beberapa komplikasi kesehatan, seperti gangguan pernafasan, gangguan otak, jantung, gangguan saluran cerna, kuning, dan rentan terhadap infeksi. Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada kelahiran 3 prematur seperti penyakit paru-paru kronis, gangguan penglihatan, pendengaran, palsi serebral dan gangguan tumbuh kembang lainnya. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu anak sudah cukup banyak, namun upaya itu lebih banyak terfokus pada pembinaan perkembangan fisik dan kecerdasannya, misalnya peningkatan status gizi, pencegahan penyakit dengan melakukan imunisasi, penyediaan sarana pendidikan yang baik. 3 Masih sangat sedikit upaya yang dilakukan untuk membina perkembangan mental anak, padahal masalah tersebut perlu ditangani dengan baik agar anak dapat berkembang secara normal. Metode deteksi dini untuk mengetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat saat ini. Demikian pula dengan skrining untuk mengetahui penyakitpenyakit yang potensial dapat mendeteksi gangguan perkembangan anak. Deteksi dini kelainan perkembangan anak sangat berguna agar diagnosis maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal, sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal mungkin.5 Beberapa penelitian di luar negeri dan dalam negeri menunjukan bahwa faktor risiko perinatal sangat berperan dalam menentukan perkembangan anak. Sebagian besar penelitian menunjukan bahwa semakin kecil berat lahir dan umur kehamilan maka risiko terjadinya gangguan perkembangan semakin besar. Dari fenomena di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Prematuritas dengan Perkembangan Anak Umur 1-3 Tahun di RSUP Dr. Sardjito.” 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara prematuritas dengan perkembangan anak umur 1-3 tahun di RSUP Dr. Sardjito?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan prematuritas dengan perkembangan pada anak umur 1-3 tahun di RSUP Dr. Sardjito. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui insiden atau kejadian gangguan perkembangan anak yang lahir pada usia kehamilan 34-37 minggu. b. Mengetahui insiden atau kejadian gangguan perkembangan anak yang lahir pada usia kehamilan <34 minggu. c. Mengetahui Relatif Risk (RR) prematuritas terhadap kejadian gangguan perkembangan anak usia 1-3 tahun. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar terhadap mata ajaran yang berhubungan dengan prematuritas dan perkembangan anak. b. Sebagai referensi bagi mahasiswa kebidanan khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang gangguan perkembangan anak. 5 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini akan meningkatkan kewaspadaan bagi praktisi atas kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan anak melalui pemantauan kehamilan khususnya untuk menghindari terjadinya persalinan prematur. b. Menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran orangtua untuk memeriksakan kehamilan secara rutin untuk dilakukan skrining perkembangan kehamilan sehingga bayi lahir secara matur. E. Keaslian Peneletian 1. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2004 oleh saudara pramudito dengan judul “Masa Gestasi Kurang Bulan Sebagai Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Pada Usia 6 Sampai 36 Bulan”. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah “Hubungan Prematuritas dengan Perkembangan Anak Umur (1-3) tahun”. Persamaannya terletak pada variabel independennya yaitu bayi kurang bulan atau prematur sedangkan perbedaannya dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel dependen. Variabel dependen pada peneliti dahulu yaitu Usia 6 sampai 36 bulan sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini variabel dependennya adalah anak pada usia 1-3 tahun. Perbedaan lainnya terletak pada pengklasifikasian umur kehamilannya, peneliti terdahulu mendapatkan hasil penelitian bahwa masa gestasi kurang bulan terutama 32-36 minggu, tidak terbukti merupakan faktor risiko gangguan perkembangan. Sehingga peneliti terdahulu merekomendasikan untuk melakukan penelitian selanjutnya, oleh karena itu 6 peneliti melakukan penelitian dengan pengklasifikasian umur kehamilan <34 dan 34-37 minggu karena dalam salah satu literatur dikatakan terdapat faktor resiko yang tinggi untuk usia kehamilan <34 minggu terhadap kelahiran bayi, begitu juga dengan usia kehamilan 34-37 minggu. 2. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2003 oleh saudara Anurudha budi santoso dengan judul “Hubungan Antara Kelahiran Prematur dengan Tumbuh Kembang Anak Pada Usia 1 Tahun”. Peneliti terdahulu mendapatkan hasil bahwa adanya peningkatkan risiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan kelahiran prematur dan asfiksia. Penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah “Hubungan Prematuritas dengan Perkembangan Anak Umur 1-3 tahun”. Persamaannya terletak pada variabel independennya yaitu prematur sedangkan perbedaannya dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel dependen. Variabel dependen pada peneliti dahulu yaitu Usia 1 Tahun sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini variabel dependennya adalah pada anak usia 1-3 tahun. Alasan peneliti melakukan penelitian pada usia 1-3 tahun karena masa tersebut merupakan periode keemasan atau masa kritis dalam optimalisasi proses tumbuh kembang. 7