HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN

advertisement
1
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN
KECENDERUNGAN DEPRESI PADA REMAJA
Era Sukmawati dan Rosita Yuniati
Universitas Setia Budi Surakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik ada atau tidaknya hubungan
antara konsep diri dengan kecenderungan depresi pada remaja. Subyek penelitian
sebanyak 70 siswa yang diambil dari dua kelas yaitu kelas 2 IPA1 dan 2 IPS1 di SMA
Santo Yosef Surakarta. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang negatif antara
konsep diri dengan kecenderungan depresi pada remaja, dengan nilai koefisien korelasi
Pearson (rxy) sebesar -0,655 (p < 0,05), yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsep
diri yang dimiliki maka akan semakin rendah kecenderungan depresinya. Nilai
determinan (R2) sebesar 0,429, yang berarti sumbangan konsep diri terhadap
munculnya kecenderungan depresi adalah 42,9 % sedangkan untuk sisanya 57,1%
disumbangkan oleh faktor-faktor lain baik dari faktor internal maupun faktor eksternal.
Kata kunci : konsep diri, kecenderungan depresi
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa
yang menyenangkan, karena di masa ini
muncul pola pikir yang individual tanpa
ingin bergantung lagi dengan orang
dewasa, dan penuh kebebasan untuk
menemukan jati diri remaja dengan
berbagai cara. Remaja berusaha
memperoleh jati diri dengan membentuk
citra atau image tentang diri remaja, dan
upaya ini terakumulasi dalam suatu
konsep yang berisikan gambaran
tentang bagaimana setiap remaja
mampu mempersepsi diri. Remaja
sebagai penerus generasi bangsa yang
memiliki
banyak
kesempatan
berasosiasi
secara
bebas
untuk
melakukan banyak hal, namun justru
banyak remaja mengalami tekanan dan
tuntutan. Remaja memiliki keinginan
yang kuat untuk melepaskan diri dari
keterikatan, tuntutan, dan tekanan dari
orang dewasa khususnya orang tua,
sehingga remaja mencari dukungan
sosial melalui teman sebaya. Teman
sebaya (peer group) menjadi sarana
sekaligus tujuan dalam pencarian jati
diri remaja. Memasuki masa remaja
berarti memasuki tahap storm and
stress dalam perkembangan jiwa
manusia, yaitu masa remaja yang
penuh dengan masalah, tuntutan, dan
tekanan dalam hidupnya. Sikap, pikiran,
pemahaman, penentuan pendapat,
serta
emosinya
masih
terus
berkembang dan belum stabil. Remaja
menginginkan
dan
menuntut
kebebasan, tetapi remaja sering takut
bertanggungjawab akan akibatnya dan
meragukan kemampuannya untuk dapat
mengatasi
tanggungjawab
tersebut
(Hurlock, 1980). Kenyataannya, banyak
remaja lebih mudah mengalami depresi
dalam menghadapi banyak masalah
dan tekanan tersebut. Hal ini sesuai
dengan
faktor
psikososial
yang
merupakan salah satu faktor penyebab
depresi pada remaja, diantaranya
remaja yang mengalami depresi lebih
sering mengalami peristiwa yang negatif
dibandingkan
dengan
peristiwaperistiwa yang menyenangkan, selain
itu remaja yang mengalami depresi
sering
mempunyai
defisit
dalam
ketrampilan sosial (Soetjiningsih, 2004).
Kecenderungan depresi pada
remaja relatif tinggi, dengan kata lain
2
remaja rentan memiliki kecenderungan
depresi. Hal ini terbukti melalui
beberapa
penelitian,
antara
lain
penelitian yang pernah dilakukan oleh
Ibrahim (dalam Sinta, 2002) terhadap
158 siswa laki-laki dan perempuan di
delapan SMU Negeri di Jakarta, yaitu
berusia 15-20 tahun. Angka depresi
pada siswa-siswi tersebut 14,58% lakilaki
dan
15,25%
perempuan.
Selanjutnya penelitian Prawirohusodo
(dalam Sinta, 2002) dari 100 siswa SMU
ternyata ada 37 siswa yang mengalami
depresi. Kemudian dalam penelitian
Prabandari
(dalam
Sinta,
2002)
ditemukan bahwa dari 223 mahasiswa,
115 mahasisiwa (51,57%) mengalami
depresi, sedangkan pada penelitian
Pangesti
(dalam
Sinta,
2002)
menemukan
bahwa
dari
111
mahasisiwa baru, 61 mahasiswa
mengalami depresi juga. Penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat
(dalam Aulia, 2004), bahwa 3.971
remaja berusia 15-24 tahun pada tahun
2001 bertindak bunuh diri karena
depresi, yakni 86% adalah laki-laki dan
14% adalah perempuan.
TINJAUAN PUSTAKA
Depresi diartikan sebagai suatu
bentuk emosional yang bercirikan
kesedihan yang hebat, merasa akan
kegagalan dan ketidakberhargaan, dan
penarikan diri dari orang lain (Sue dkk,
1986). Trisna (dalam Hadi, 2004) juga
mengatakan bahwa depresi adalah
suatu perasaan sendu atau sedih yang
biasanya
disertai
dengan
diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh,
mulai perasaan murung sedikit sampai
keadaan tidak berdaya. Beck (1985)
menggambarkan
depresi
sebagai
keadaan abnormal pada seseorang
yang ditunjukkan dengan tanda-tanda
dan gejala-gejala seperti suasana hati
yang murung, sikap pesimistik dan
nihilistik, kehilangan spontanitas, dan
tanda-tanda vegetatif yang spesifik.
Menurut
Beck,
seseorang
yang
mengalami
depresi
cenderung
membandingkan diri dengan orang lain,
meyakinkan diri dengan evaluasi diri
yang negatif, pikiran-pikiran yang negatif
atau disebut dengan kognitif depresif
yang dapat menyebabkan depresi atau
bahkan memperburuk keadaan atau
kondisi yang bersifat negatif.
Kecenderungan depresi pada
remaja itu sendiri disebabkan karena
beberapa hal, salah satunya karena
konsep diri yang rendah. Penyebab
kecenderungan depresi ini dikemukakan
oleh beberapa ahli, antara lain menurut
pendapat Beck (dalam Soetjiningsih,
2004) dengan model cognitif-behavioral,
depresi terjadi karena pandangan yang
rendah terhadap diri sendiri (konsep diri
yang rendah), interpretasi yang negatif
terhadap pengalaman hidup dan
harapan yang negatif terhadap diri
sendiri,
interpretasi
yang
negatif
terhadap pengalaman hidup dan
harapan yang negatif untuk masa
depan.
Ketiga
pandangan
ini
menyebabkan timbulnya depresi, rasa
tidak berdaya, dan putus asa. Menurut
Seligman (dalam Sinta, 2002), remaja
yang mempunyai sikap optimis yang
rendah dalam kehidupan sehari-hari,
akan mudah cenderung untuk depresi
yang ditunjukkan dengan kecemasan
dan tidak berdaya, prestasi di sekolah
kurang, dan merasa tidak mempunyai
harapan. Remaja yang memiliki konsep
diri yang rendah ketika menghadapi
suatu permasalahan, maka remaja itu
akan bersikap pesimis, menyerah pada
masalah, tidak berdaya, merasa putus
asa, dan akibatnya depresi. Menurut
Lubis (dalam Allyah, 2004), seorang
psikolog Universitas Indonesia, jika
seseorang termasuk tipe yang selalu
memiliki
penilaian
terhadap
diri
cenderung rendah, ditambah orang
tersebut juga punya karakter yang
tertutup, kecenderungan depresi akan
lebih
mudah
menyerang.
Jika
seseorang selalu menilai rendah
terhadap diri sendiri, maka akan
3
menjadi orang yang pesimis dan
hopeless. Seseorang yang mempunyai
karakter tertutup, maka akan cenderung
memendam dan menumpuk masalah,
sehingga cenderung untuk depresi.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
meneliti kecenderungan depresi yang
dialami pada remaja yang kemudian
dihubungkan dengan konsep dirinya.
Pada dasarnya remaja yang
berkonsep diri rendah lebih cenderung
mengalami depresi, karena remaja
selalu memandang dirinya rendah,
merasa tidak berdaya, tidak mampu
melakukan segala sesuatu, maka
remaja ini akan tertekan sendiri dan
cenderung untuk depresi, seperti
murung, tidak bersemangat, pesimis,
dan lain-lainnya. Seseorang yang
cenderung selalu menilai rendah
kepada diri sendiri, ditambah orang
tersebut juga punya karakter yang
tertutup, kecenderungan depresi akan
lebih mudah menyerang.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Variabel
tergantung
dalam
penelitian ini adalah kecenderungan
depresi, sedangkan variabel bebasnya
adalah konsep diri.
Dalam penelitian ini yang
menjadi subjek penelitian adalah siswasiswi kelas dua SMA Santo Yosef
Surakarta yang memiliki usia antara 1518 tahun, dengan jumlah 39 siswa kelas
dua IPA2 dan 40 siswa kelas dua IPS2,
namun ada 13 siswa yang mengerjakan
skala tidak lengkap sehingga jumlah
total skala berkurang menjadi 66 total
skala kelas dua IPA2 dan IPS2.
Alat pengumpul data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
skala. Skala yang digunakan sebagai
berikut:
1. Skala Konsep Diri
Skala
konsep
diri
yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah skala konsep diri hasil
modifikasi skala yang disusun oleh
Sari
(2005),
namun
sebelum
dilakukan uji coba (try out)
dimodifikasi kembali oleh peneliti
dengan mengurangi beberapa butir
aitem berdasarkan aspek-aspek
konsep diri yang dikemukakan oleh
Fitts (dalam Takaranita, 2001), yang
meliputi penilaian terhadap diri
sendiri, bagaimana memandang diri
pribadi,
bagaimana
harapan
terhadap diri sendiri, pandangan
terhadap
perilakunya
sendiri,
pandangan tentang fisiknya sendiri,
pandangan diri terhadap moral dan
etika, pandangan diri terhadap harga
diri menjadi anggota keluarga,
interaksi terhadap orang lain, dan
penilaian
terhadap
prestasi
akademik yang dimiliki. Konsep diri
yang dimiliki oleh subjek penelitian
ditunjukkan oleh skor total yang
diperoleh dari subyek penelitian
pada skala konsep diri. Skala
konsep
diri
disajikan
dalam
pernyataan
favorabel
dan
unfavorabel dengan lima alternatif
jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S
(sesuai), N (netral), TS (tidak
sesuai), dan STS (sangat tidak
sesuai). Skala konsep diri terdiri dari
59 aitem dengan indeks korelasi
aitem-total yang berkisar antara
0,2584 sampai dengan 0,6741. Uji
reliabilitas skala ini dilakukan
dengan teknik Alpha Cronbach
dengan koefisien sebesar 0,9276.
2. Skala Depresi
Skala depresi yang digunakan
dalam peneltian ini adalah Beck
Depression Inventory yang disusun
oleh Beck (1985), namun telah
dimodifikasi oleh Burns (1988), yang
mana kategori sikap dan gejala
depresi yang dikemukakan oleh
Beck tersebut adalah kesedihan,
pesimisme,
perasaan
gagal,
ketidakpuasan, perasaan bersalah,
perasaan akan hukuman, perasaan
tidak suka terhadap diri sendiri,
4
depresi tersebut benar-benar teruji
validitas aitemnya dan reliabilitas
alat ukurnya karena skala depresi
yang digunakan merupakan skala
depresi yang sudah terstandardisasi.
Koefisien korelasi aitem-total yang
berkisar antara 0,3100 sampai
dengan 0,5753. Uji reliabilitas skala
ini dilakukan dengan teknik Alpha
Cronbach dengan koefisien sebesar
0,8347.
Untuk
menguji
hipotesis
digunakan tehnik korelasi product
moment,
dengan
menggunakan
bantuan komputer yaitu program atau
software yang dugunakan adalah
Statistic Product and Service Solution
(SPSS) for windows.
menyalahkan diri sendiri, keinginan
bunuh diri, frekuensi menangis,
mudah marah, cenderung menarik
diri dari lingkungan, tidak mampu
mengambil keputusan, perasaan
akan perubahan gambaran tubuh,
kemunduran
dalam
bekerja,
perasaan mudah lelah, hilang nafsu
makan, penurunan berat badan,
kecemasan akan kesehatan tubuh,
dan hilangnya minat seks. Skala
depresi yang digunakan terdiri dari
21 kelompok pernyataan yang
masing-masing kelompok terdiri dari
empat pernyataan. Skala depresi
atau Beck Depression Inventory
diujicobakan terlebih dahulu hanya
untuk pembuktian bahwa skala
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi Pearson (rxy)
sebesar 0,655 (negatif) dengan p = 0,00 (p < 0,01) serta koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,429. Hipotesis diterima dengan taraf signifikansi 99% dan ada 1% yang
mungkin terjadi kesalahan sampel. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,429
menunjukkan bahwa sumbangan efektif konsep diri terhadap munculnya kecenderungan
depresi adalah sebesar 42,9%, sedangkan untuk sisanya 57,1% disumbangkan oleh
faktor-faktor lain baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Korelasi Product
Moment dari Pearson bertanda negatif (-0,655) yang menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsep diri maka semakin rendah kecenderungan depresi dan sebaliknya,
semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi kecenderungan depresi. Mean empirik
variabel konsep diri adalah 230,4 lebih tinggi dari mean hipotetiknya yaitu 177,
sedangkan mean empirik variabel kecenderungan depresi adalah 14,16 lebih rendah
dari mean hipotetiknya yaitu 31,5. Artinya secara umum subjek penelitian yang memiliki
konsep diri yang tinggi maka akan memiliki kecenderungan depresi yang rendah.
Gambaran subjek berdasarkan konsep diri dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Gambaran Subjek
Berdasarkan Konsep Diri
Kategori
Frekuensi Presentase
Sedang
Tinggi
Sangat
Tinggi
3
40
27
4,29 %
57,14 %
38,57 %
Berdasarkan gambaran subjek pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa untuk
kategori rendah maupun sangat rendah pada subjek tidak ada (0%), dan lebih banyak
subjek yang berada dalam kategori konsep diri tinggi sebesar 57,14 % dan sangat tinggi
5
sebesar 38,57 %. Gambaran subjek berdasarkan kecenderungan depresi dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2.
Gambaran Subyek
Berdasarkan Konsep Diri
Kategori
Frekuensi Presentase
Naik turunnya perasaan ini
25
35,71 %
tergolong wajar
Rasa murung yang ringan
17
24,29 %
Garis-garis depresi klinis
15
21,43 %
Depresi sedang
12
17,14 %
Depresi parah
1
1,43 %
Berdasarkan gambaran subjek
pada tabel 2, maka dapat disimpulkan
bahwa kategori depresi ekstrim pada
subjek tidak ada (0 %), dan variabel
kecenderungan depresi lebih banyak
subjek berada pada kategori perasaan
yang tergolong wajar sebesar 35,71 %
dan rasa murung yang ringan sebesar
24,29 %.
Hasil perhitungan terhadap uji
normalitas
menunjukkan
variabel
konsep diri berdistribusi normal dengan
nilai Z = 0,532 dan nilai p = 0,940
(p>0,05). Sementara itu, untuk variabel
kecenderungan depresi adalah normal
dengan nilai Z = 0,712 dan nilai p =
0,691 (p > 0,05). Hubungan antara
konsep diri dengan kecenderungan
depresi dikatakan linear apabila p <
0,05. Hasil pengujian yang diperoleh
adalah nilai F = 61,172 dan p = 0,000
yang menunjukkan bahwa hubungan
kedua variabel linier yaitu variabel
konsep
diri
dengan
variabel
kecenderungan depresi.
Hasil analisis data dengan
subyek penelitian kelas dua SMA Santo
Yosef Surakarta menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara
konsep diri dengan kecenderungan
depresi. Hal ini ditunjukkan oleh
besarnya koefisien korelasi rxy = -0,655
dengan p = 0,000 (p < 0,05), artinya
semakin tinggi konsep diri yang dimiliki
maka semakin rendah kecenderungan
depresinya, dan sebaliknya semakin
rendah konsep diri yang dimiliki maka
semakin
tinggi
kecenderungan
depresinya. Hasil analisis data pada
subyek penelitian siswa-siswi kelas 2
SMA
Santo
Yosef
Surakarta
menunjukkan bahwa konsep diri yang
dimiliki tinggi sehingga secara otomatis
kecenderungan depresinya pun rendah.
Hal ini merupakan kebalikan dari teori
yang dinyatakan oleh Beck (1985),
bahwa konsep atau penilaian diri yang
rendah dapat menyebabkan terjadinya
depresi.
Persentase sumbangan efektif
konsep
diri
yang
memunculkan
terjadinya kecenderungan depresi yaitu
sebesar 42,9 %, Sehingga sisa dari
sumbangan efektif tersebut yang
sebesar 57,1 % dapat disebabkan oleh
faktor-faktor lain, baik faktor internal
maupun
faktor
eksternal.
Hasil
penelitian juga ditemukan beberapa
kasus bahwa subjek yang memiliki
konsep diri yang tinggi namun tetap saja
memiliki kecenderungan depresi pada
siswa-siswi kelas 2 SMA Santo Yosef
Surakarta sebagai subjek penelitian,
sehingga konsep diri bukan secara
murni sebagai pemicu munculnya
kecenderungan depresi, namun kasuskasus dari data yang diperoleh tersebut
ditemukan
bahwa
kecenderungan
depresi terjadi antara lain karena faktor
usia, dimana subjek tersebut berada
pada tahap usia remaja tengah. Pada
tahap remaja tengah, remaja masih
6
memiliki emosi yang labil dan akan
menghadapi berbagai masalah yang
semakin kompleks baik masalah
perbedaan pendapat dengan orangtua
atau orang dewasa, masalah mata
pelajaran yang semakin banyak materi
yang diperoleh dari sekolah, dan masih
banyak masalah lain terlebih masalah
dengan
teman-teman
sebayanya,
sehingga remaja menjadi bingung dan
emosinya pun tidak menentu. Hal ini
sesuai
dengan
pendapat
yang
dikemukakan
oleh
Blos
(dalam
Sarwono, 2000) yaitu pada tahap
perkembangan remaja madya, remaja
berada dalam kondisi kebingungan
karena tidak tahu harus memilih yang
mana, yaitu peka atau tidak peduli,
ramai-ramai atau sendiri, optimis atau
pesimis, idealis atau materialis, dan
sebagainya. Jenis kelamin juga cukup
berpengaruh
terhadap
munculnya
kecenderungan depresi. Di lihat dari
data yang diperoleh, lebih banyak jenis
kelamin laki-laki yang mengalami
kecenderungan depresi dari pada jenis
kelamin perempuan. hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
National Household Survey on Drug
Abuse di Amerika pada tahun 1991
(Santoso, 2006) yang menyatakan
bahwa remaja berusia 12-17 tahun
mengalami
ketergantungan
dan
penyalahgunaan narkoba dan remaja
dengan jenis kelamin laki-laki memiliki
jumlah 7,4 juta jiwa lebih tinggi
dibanding wanita dengan jumlah 5,4 juta
jiwa, dimana narkoba merupakan usaha
untuk melarikan diri dari perasaan
frustrasi dan depresi sebagai akibat dari
lingkungan kompetitif yang dihadapi
(Butler dalam Kaplan dalam Santoso,
2006). Oleh karena remaja dalam
keadaan bingung dan emosi yang masih
labil maka remaja lebih mudah
mengalami kecenderungan depresi.
Keutuhan
orangtua
juga
sangat
berpengaruh bagi kehidupan anaknya.
Data yang berkasus menunjukkan
bahwa ada beberapa subjek yang
sudah tidak memiliki ayah atau ibu,
orangtua yang bercerai, bahkan kedua
orangtua subjek tersebut masih hidup
bersama
namun
tetap
memiliki
kecenderungan
depresi
walaupun
konsep dirinya tinggi. Subjek yang
kedua orangtuannya sudah tidak utuh
baik salah satu orangtuanya sudah
meninggal atau orangtuanya yang
bercerai, tidaklah heran jika subjek
memiliki kecenderungan depresi. Hal ini
terjadi karena sosok figur lekat subjek
sudah hilang yang mana orangtua
adalah
pendukung
utama
bagi
perkembangan anak-anaknya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah diperoleh maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan
negatif yang sangat signifikan antara
konsep diri dengan kecenderungan
depresi. Hal ini berarti semakin tinggi
konsep diri yang dirasakan oleh remaja
maka
akan
semakin
rendah
kecenderungan depresi, begitu juga
sebaliknya semakin rendah konsep diri
yang dirasakan oleh remaja maka
semakin tinggi kecenderungan depresi.
Konsep diri setiap individu bisa berbeda
antara individu satu dengan individu
lainnya disebabkan karena kemampuan
seseorang dalam mempersepsi diri
sendiri yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil kesimpulan di
atas maka dapat diberikan beberapa
saran terhadap berbagai pihak yang
berkepentingan dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Bagi orangtua.
Orangtua
merupakan
pengaruh yang sangat besar bagi
perkembangan anak-anak, sehingga
pola asuh orangtua yang diterapkan
pun sebaiknya pola asuh yang
demokratis.
Pola
asuh
yang
demokratis ini terjadi secara dua
arah yaitu antara orangtua dan
anak.
Orangtua
memberikan
kebebasan kepada anak untuk
7
berpendapat sehingga anak dapat
mengutarakan segala keinginan dan
harapan-harapannya secara terbuka
kepada orangtua. Namun ketetapan
peraturan yang diberikan orangtua
pun harus tetap ada dan bersifat
bijaksana.
2. Bagi siswa.
Konsep diri yang tinggi pada
siswa dipertahankan agar menjadi
optimal sehingga dalam kehidupan
sehari-hari para siswa tersebut
dapat menjalani dengan penuh rasa
percaya diri, optimis, dan tetap
semangat, sehingga akan terhindar
dari kecenderungan depresi.
3. Bagi sekolah.
Agar
mempertahankan
konsep diri siswa yang tinggi untuk
menjadi optimal, maka sekolah perlu
mengadakan
program-program
khusus, seperti outbound training,
pengembangan diri, dan programprogram lainnya yang memacu para
siswa untuk lebih percaya diri dan
mampu menghadapi tantangan yang
terjadi di masa remaja hingga masamasa berikutnya.
4. Bagi peneliti selanjutnya.
Dari penelitian ini dibuktikan
bahwa konsep diri yang dimiliki oleh
siswa kelas 2 SMA Santo Yosef
Surakarta adalah tinggi, sehingga
kecenderungan depresinya pun
menjadi
rendah.
Namun
ada
beberapa
kasus
terjadi
yang
menyatakan
bahwa
walaupun
konsep diri yang dimiliki siswa tinggi
namun kecenderungan depresinya
pun juga tinggi. Dilihat dari data
yang diperoleh peneliti ada faktorfaktor lain selain konsep diri sebagai
pemicu terjadinya keocenderungan
depresi pada remaja, sehingga
untuk peneliti berikutnya dapat
meneliti lebih dalam lagi faktor-faktor
lain yang telah ditemukan tersebut
sebagai
pemicu
terjadinya
kecenderungan
depresi
pada
remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Allyah. 2004. Hallo, Depresi Itu Basi
Lagi.
Artikel.
Jakarta:
http://www.kompas.com.
Astuti, Y.D. 1996. Konsep Diri dan Sikap
Agresi pada Siswa SMU “17”
I di Yogyakarta. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Yogyakarta:
Fakultas
Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Aulia, L. 2004. Mereka Butuh Perhatian
dan
Pengertian.
Artikel.
Jakarta:
http://www.kompas.com
Beck, A.T. 1985. Depression Cause and
Treatment.
Philadelphia:
University of Pensylvania
Burns,
S. 1988. Terapi Kognitif:
Pendekatan
Baru
Bagi
Penanganan Depresi (alih
bahasa:
Drs.
Santoso).
Jakarta: Erlangga
Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya.
Yogyakarta: Tugu
Hurlock,
E.B.
1980.
Psikologi
Perkembangan. Edisi ke
Lima. Jakarta: Erlangga.
Santoso, B. 2006. Narkoba dan Remaja.
Artikel.
Jakarta.
http://groups.google.co.id/gro
up/psikologi-indonesia
Sari, S.D. 2005. Konsep Diri Yang
Berasal
Dari
Keluarga
Broken Home. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma
Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja.
Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada
8
Sinta, N.C. 2002. Hubungan Antara
Optimisme dengan Depresi
pada Remaja. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang
Remaja
dan
Permasalahannya.
Denpasar: CV Sagung Seto.
Sue, D., Derald, Stanley. 1986.
Understanding
Abnormal
Bahavior. Edisi ke Dua.
Boston: Houghton Mifflin
Company.
Susanto, A. 2001. Hubungan Antara
Konsep Diri dan Prestasi
Belajar Siswa Kelas Dua
SMU Negeri I Sukadana
Lampung
Timur.
Skripsi
(tidak
diterbitkan).
Yogyakarta:
Universitas
Sanata Dharma
Tarakanita, I. 2001. Hubungan Status
Identitas
Etnik
dengan
Konsep Diri Mahasiswa.
Jurnal. 8-9. Vol.7. No.1.
Bandung: Fakultas Psikologi
Universitas Padjajaran.
http://www.sekolahindonesia.com. 2000.
Kenapa Bisa Terjadi Stres
dan Depresi. Artikel. Jakarta.
Download