PERAN PENEGAK HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN BOM IKAN OLEH NELAYAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG THE ROLE OF LAW ENFORCER ON FISH BOMB UTILIZATION BY FISHERMEN IN TELUK LAMPUNG Sandra Devita Kusumaningsari, Marsetio dan Yusnaldi Universitas Pertahanan ([email protected]) Abstrak - Wilayah perairan Lampung memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar dengan produktifitas ekosistem yang tinggi. Mengingat potensi sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan aset yang dapat menunjang perekonomian negara, maka wilayah perairan yang luas menjadi tanggung jawab besar dalam mengelola dan mengamankannya dari segala aktifitas pelanggaran di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran penegak hukum terhadap penggunaan bom ikan oleh nelayan di Perairan teluk Lampung ditinjau dari perspektif sosiologisnya, Peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung serta koordinasi yang dilakukan antara DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair Polda Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara sebagai sumber data primer dan pengumpulan dokumen, buku serta jurnal serta materi audio dan visual sebagai sumber data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 di Provinsi Lampung. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pertama, ditinjau dari perspektif sosiologisnya, kegiatan penangkapan menggunakan bom ikan merupakan tradisi yang ilegal secara hukum dan tergolong tradisi yang disfungsional yang tetap dipertahankan sehingga dibutuhkan kearifan lokal untuk mencegah dan menghukum pelakunya; kedua, Peran DKP dalam penegakan hukum terhadap penggunaan bom ikan oleh nelayan adalah peranan nyata yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya seperti pembinaan, penyuluhan dan koordinasi; dan ketiga, koordinasi yang dilakukan oleh DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair Polda Lampung sudah terjalin cukup baik dalam hal patroli pengawasan di perairan namun dibutuhkannya kepercayaan, kepemimpinan serta kolaborasi agar terwujud koordinasi yang baik antara penegak hukum. Kata Kunci : Peran; Penegakan Hukum; Bom Ikan; Teluk Lampung Abstract - Lampung waters have marine and fisheries resources are large with high ecosystem productivity. Given the potential for fisheries and marine resources is an asset that can support the country’s economy, the broad waters become liable to the management and safekeeping of all activities in the waters violations. This study aims to analyze the role of law enforcement against blast fishing by fishermen in the waters of The Gulf of Lampung in terms of sociological perspective, role of marine and Fisheries Agency of Lampung Province and coordination between DKP Lampung Province, Navy and Directorate of Polda Lampung Polair. The method used in this research is descriptive analysis with qualitative approach. Data collection techniques is made by observation and interview as the primary data source and collection of documents, books and journals as well as audio and visual material as a secondary data source. This research was conducted in November 2016 in the Province of Lampung. The results of this study found that the first, in terms in sociological perspective, fishing activity using fish bombs is a tradition that is legally and illegaly classified as dysfunctional tradition that is maintained so that the local wisdom needed to prevent and punish perpetrators; second, the role of the DKP in law enforcement against blast fishing by fishermen is the Anacted Role performed in accordance with the duties and functions such as coaching., counseling and coordination; and third, coordination conducted by DKP Lampung Province, Navy, Directorate of Polda Lampung Polair already established quite well in terms of surveillance patrol in the waters, but the need for trust, leadership and collaboration in order to realize better coordination between law enforcement agencies. Keywords : Role, Law Enforcement, a Bomb Fish, The Gulf of Lampung mengelola sumber daya yang terkandung 1. Pendahuluan S ecara geografis Provinsi Lampung di terletak pada kedudukan 103⁰ terintegrasi 40”(BT) - 105⁰ 50” (BT) Bujur geografis dalamnya. Tanpa yang pengamatan memadai, Indonesia yang letak strategis Timur dan 3⁰ 45” (LS) - 6⁰ 45” (LS) Lintang membuka peluang terjadinya pencurian Selatan. Provinsi Lampung meliputi areal dan pemanfaatan sumberdaya laut secara daratan seluas 35.288,35 km2 termasuk ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan 132 pulau sekitarnya. Luas laut yang negara apabila kemampuan pengawasan meliputi jarak 12 mil laut dari garis pantai terbatas. Masalah penangkapan ikan yang merupakan kewenangan perairan secara ilegal (illegal fishing), masih marak laut Provinsi Lampung diperkirakan ± terjadi di perairan Indonesia. Kemampuan 24.820 km 2 (Pemerintah Provinsi dalam melakukan pengawasan dan Lampung, 2007). Panjang garis pantai pengendalian dinilai terbatas, karena Provinsi kemampuan Lampung 1.105 km yang sarana dan prasarana membentuk 4 wilayah pesisir, yaitu Pantai pengawasan yang kita miliki belum cukup Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), mendukung Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km) pengawasan. dan Pantai Timur (270 km). untuk tugas-tugas Wilayah perairan Teluk Lampung Wilayah perairan yang luas menjadi yang luas mengharuskan pengelolaan tanggung jawab besar dalam mengelola terhadap sumberdaya ikan di perairan dan Untuk Teluk Lampung harus diupayakan, hal ini mengamankan laut yang begitu luas, karena telah ada indikasi terjadinya “over diperlukan kekuatan dan kemampuan fishing” (tangkap lebih). Indikasi ini dibidang dan terlihat di Pusat Pendaratan Ikan, yaitu teknologi kelautan modern serta sumber dengan semakin kecilnya ukuran dan daya volume hasil tangkapan ikan nelayan di mengamankannya. maritim manusia berupa yang alat handal untuk sekitar Teluk Lampung (TARAM, 2007). menyebabkan kasus-kasus pelanggaran Masih terdapatnya armada perikanan masih sering terjadi. Selama tahun 2011, yang Polair menggunakan bahan peledak, sudah berhasil mengungkap seperti yang dilakukan beberapa nelayan puluhan kasus penangkapan ikan dengan bagan merupakan ancaman yang besar bahan peledak (Bakar, 2012) Bahkan terhadap kelestarian sumberdaya ikan penangkapan ikan dengan menggunakan terutama di kawasan Teluk Lampung bom di perairan Lampung ini diduga rusak 70 % (estimasi dari survei Manta tow berkelompok dan terorganisasi. Selain itu, dan LIT (dikutip dalam Renstra PWP untuk peralatan yang digunakan seperti Provinsi Lampung, 2000). jenis bom ikan yang digunakan dari Maraknya aksi penangkapan ikan keterangan para pelaku didapat dari dengan bom ikan ini menjadi peran DKP, membeli di tengah laut dan juga ada yang TNI AL dan Polair dalam pencegahan, membuat sendiri (Taunuzi, 2015). pengawasan hukum Tujuan terhadap penggunaan bom ikan oleh menganalisis nelayan di perairan Teluk Lampung yang terhadap penggunaan bom ikan oleh menjadi wilayah pembinaan kemaritiman nelayan, menganalisis peran DKP dalam oleh sosiologis penegakan hukum terhadap penggunaan penggunaan bom ikan oleh nelayan bom ikan oleh nelayan dan menganalisis sering Teluk koordinasi yang dilakukan oleh DKP terkait Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair penegakan hukum di laut terhadap Polda Lampung dalam penegakan hukum penggunaan bom oleh nelayan kemudian bagi pelaku pengeboman ikan oleh penangkapan, penyidikan oleh Polair. nelayan di Perairan Teluk Lampung. DKP dan yang dilakukan Lampung. Peran penegakan secara di perairan TNI AL Tesis ini mengangkat peran DKP mulai dalam pencegahan dan pengawasan di laut yang berkoordinasi dengan TNI AL dan Polair terhadap penanganan penggunaan bom ikan oleh nelayan di perairan Teluk Lampung. Keterbatasan pengawasan terhadap luasnya perairan teluk pesisir Lampung penelitian ini perspektif adalah sosiologis 2. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan menggunakan didefinisikan paradigma sebagai kualitatif sebagai suatu proses penelitian yang dilakukan untuk Perikanan Provinsi Lampung, Direktur memahami manusia Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah menciptakan Lampung, Kasubdit Gakkum Pol Air Polda gambaran menyeluruh dan kompleks Lampung, Pjs. Perwira Staf Operasi Lanal yang Lampung, Ketua Yayasan Ekowisata CIKAL, atau masalah-masalah sosial dengan disajikan melaporkan dengan pandangan kata-kata, terinci yang Ketua Pokmaswas Kabupaten Pesawaran diperoleh dari para sumber informasi, Lampung, Ketua Pokmaswas Kabupaten serta dilakukan dalam latar (setting) yang Lampung alamiah (Creswell, 2013). Pengumpulan penelitian. Selatan, Nelayan di lokasi data dilakukan dengan cara observasi di Teknik analisis data yang digunakan lapangan dan wawancara mendalam dalam penelitian ini adalah analisis data sebagai data primer dengan beberapa kualitatif, informan terkait penggunaan bom ikan diberikan Miles & Huberman (dikutip oleh nelayan. Sedangkan pengumpulan dalam Herdiansyah, 2014) dimana teknik data berupa dokumen, buku dan jurnal analisis data model interaktif ini terdiri sebagai data sekunder. atas empat tahapan yang harus dilakukan. Subjek penelitian merupakan pihak- Tahapan mengikuti pertama konsep adalah yang tahap pihak yang terlibat secara langsung pengumpulan data, tahapan kedua adalah sebagai pemberi informasi dan data. Data tahap reduksi data, tahapan ketiga adalah yang diperoleh dari subjek penelitian tahap display data, dan tahapan keempat kemudian adalah bentuk didokumentasikan transkrip, rekapitulasi dalam data tahap penarikan kesimpulan dan/atau tahap verifikasi. mentah atau catatan observasi lapangan. Untuk menguji keabsahan data yang Subjek penelitian dalam penelitian ini didapat sehingga benar-benar sesuai adalah dengan tujuan dan maksud penelitian, Kepala UPTD Pengembangan Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran maka peneliti menggunakan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi triangulasi. Triangulasi data adalah teknik Lampung, Kepala Seksi Pengawasan dan pemeriksaan data yang memanfaatkan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan sesuatu yang lain diluar data tersebut Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk Provinsi Lampung, Kepala Seksi Konservasi sebagai dan Tata Ruang Dinas Kelautan dan Adapun triangulasi yang digunakan dalam keperluan pengecekan pembanding data teknik atau tersebut. penelitian ini adalah triangulasi dengan peneliti sumber berarti penegak hukum terhadap penggunaan membandingkan dan mengecek derajat bom ikan oleh nelayan di Perairan Teluk balik kepercayaan suatu informasi yang Lampung dengan menggunakan konsep diperoleh melalui waktu dan alat yang keamanan maritim, teori peran, teori berbeda efektivitas hukum, teori tradisi dan konsep dan metode, dengan yang metode kualitatif (Moleong, 2012). Gambar 1 dalam menganalisis peran pembangunan perikanan berkelanjutan. merupakan kerangka pemikiran penelitian yang digunakan oleh Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 3. HASIL DAN PEMBAHASAN dalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Km2. Posisi perairan Lampung yang Wilayah perairan Teluk Lampung meliputi strategis karena sebagian besar terletak luas wilayah 3.865 km2 dengan panjang di garis pantai 140 km, dan jumlah pulau- tersebut kaya akan keanekaragaman pulau kecil mencapai 51 buah. Perairan hayati laut (Syetiawan, 2015). Sebagai Teluk Lampung adalah sebuah teluk di daerah yang memiliki wilayah perairan perairan Selat Sunda yang terletak di yang cukup luas, Lampung memiliki selatan Lampung. Di teluk ini, bermuara 2 sumber daya perikanan laut yang cukup sungai yang membelah kota Bandar besar, terutama di sekitar Pantai Timur Lampung. Teluk ini berada di antara Kota (Laut Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Lampung) dan Teluk Semangka, dan Selatan Pesawaran. Pantai Barat. Terumbu karang di Provinsi Pelabuhan Panjang juga terdapat di Teluk Lampung tersebar di empat kabupaten ini. Pulau Pasaran, Pulau Sabesi, Pulau yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan, Sebuku, Pulau Legundi, Pulau Kelagian, Lampung Pulau Condong Laut, Pulau Tangkil, Pulau Sedangkan padang lamun berada di Tegal dan pulau kecil lainnya adalah Lampung gugusan kepulauan yang berada di Teluk Pesawaran. dan Lampung. Kabupaten Wilayah merupakan pesisir pertemuan Lampung antara selat Sunda Jawa), membuat Selat Timur, Barat, Menurut kawasan Sunda dan Pesawaran. Tanggamus Renstra (Teluk dan Pengelolaan dua Wilayah Pesisir Lampung (2000), potensi fenomena, yaitu Laut (Laut Jawa dan terumbu karang sebagai objek wisata dan Samudera Hindia) dan darat (Pegunungan habitat ikan masih cukup besar, dengan Bukit Barisan Selatan dan dataran rendah penutupan lebih dari 50% di kawasan alluvial di bagian timur propinsi ini) Teluk Lampung. Penangkapan ikan di laut (TARAM, 2007). merupakan penting Potensi Sumberdaya Laut Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luasan perairan laut (12 mil) 24.820 Km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk di kegiatan untuk ekonomi provinsi ini, yang karena kontribusinya dalam penyediaan protein hewani. Produksi perikanan laut yang didaratkan di Teluk Lampung sekitar 51.000 ton/tahun, di Pantai Timur sekitar 43.000 ton/tahun dan di Pantai Barat sebanyak-banyaknya dengan cara mudah, sekitar murah dan cepat, untuk pemenuhan 10.000 ton/tahun. Fakta ini membuktikan bahwa perairan Lampung kebutuhan kaya dengan hasil perikanan dan ikan resiko rusaknya sumber daya ikan di laut. merupakan salah satu sumber mata Adanya peningkatan permintaan ikan di pencarian utama bagi masyarakat di pasaran dimana para nelayan harus Provinsi Lampung. mampu Penggunaan Bom Ikan dalam Penangkapan Kejahatan bisa terjadi dimana saja. Namun, lokasi kejahatan paling aman terletak di tengah laut lepas. Lokasi tersebut jauh dari jangkauan saksi mata masyarakat dan aparat penegak hukum, nelayan di Perairan Teluk Lampung dalam melakukan aksi penangkapan ikan ilegal di laut seperti melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom ikan). Penangkapan ikan dengan bom merupakan masalah khusus di Teluk Lampung. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan telah dimulai pada tahun 1975 setelah diperkenalkan oleh salah satu keluarga Bugis. Aktivitas penggunaan bom ikan tersebut membuat wilayah kerusakan di perairan Teluk Lampung, Pantai Barat dan Pantai Timur tersebar merata sekitar 200-an kilometer. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi dan faktor sosial. Dari faktor ekonomi, untuk menangkap ikan pokok tanpa memikirkan memenuhinya demi mendapatkan pendapatan harian yang tidak menentu, kemudian adanya perakit dan ada pemasok bom sehingga ada nelayan yang memilih cara-cara praktis tapi merusak lingkungan karena tidak mampu membeli alat tangkap yang diperbolehkan. Sedangkan dari faktor sosial diketahui bahwa penggunaan bom ikan di Lampung mulai marak sejak era reformasi dan terus berlangsung sampai sekarang. Sehingga kebiasaan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan ini bagi nelayan tertentu, sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dan bergantian dari generasi ke generasi di suatu keluarga nelayan. Mental dan kepribadian nelayan yang terbentuk adalah lebih suka menangkap ikan dalam waktu singkat dan mendapatkan hasil yang banyak. Mereka menganggap bahwa populasi ikan masih banyak di lautan dan tidak akan habis, sehingga perbuatan merusak ini terus selalu dilakukan oleh nelayan pelaku pengeboman ikan tanpa memikirkan dampaknya di lingkungan laut ekosistem habitat masa yaitu terumbu dari depan ikan merusaknya karang dan bagi sebagai mengganggu bom ikan. Penangkapan dengan menggunakan bom ikan ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari, dilakukan saat pengawasan aparat sedang longgar 2. keberlanjutan perikanan. Perlu waktu 10 tahun bagi terumbu Luasnya perairan dan banyaknya karang untuk pulih seperti sedia kala. pulau-pulau di perairan Teluk Lampung Setelah serta terumbu karang di pantai kurangnya pengawasan oleh terdekat rusak, nelayan harus berlayar penegak hukum, maka para nelayan lebih jauh untuk menangkap ikan. Hal itu memiliki ruang gerak yang bebas untuk berarti menambah biaya bahan bakar, melancarkan logistik, dan waktu tempuh. Faktor risiko dengan menggunakan bom ikan. Bahan akibat cuaca buruk juga lebih tinggi dan baku yang mudah diperoleh, proses mengancam keselamatan nelayan1. perakitan yang sederhana, dan jumlah kegiatan penangkapan Para pelaku penangkapan dengan tangkapan yang lebih banyak dalam menggunakan bom ikan ini dapat merakit waktu singkat, membuat masyarakat bom ikan sendiri dengan memperoleh nelayan bahan-bahan dari penyalur yang ada di penangkapan ikannya dengan bom. pulau-pulau alat Ancaman resiko cacat dan kematian Lampung. Nelayan pelaku pengeboman yang mungkin terjadi bisa diabaikan, ikan biasanya terdiri dari 2-3 orang untuk pengalaman yang tinggi serta rendahnya mencari ikan dengan perahu bagan pengetahuan serta faktor kebutuhan congkel atau kapal ketingting (perahu ekonomi yang dialami oleh nelayan dapat bermesin tempel) disertai bahan peledak menjadi pemicu (bom ikan) siap ledak atau dalam bentuk nelayan menggunakan kemasan tersebut. Kondisi seperti ini apabila tetap botol perairan melengkapi Teluk dilengkapi sekitar setempat kratingdeng sumbu, dengan detonator yang menyebabkan alat tangkap dan dilakukan oleh nelayan, bisa berdampak beberapa kantong potasium, belerang, buruk bagi kelestarian dan keberlanjutan asam sulfat sebagai campuran membuat sumberdaya ikan. 1 2 Toga Mahaji, Wawancara Kepala UPTD Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran DKP Provinsi Lampung tanggal 22 November 2016 Toga Mahaji, Wawancara Kepala UPTD Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran DKP Provinsi Lampung tanggal 22 November 2016 Para pelaku tersebut merakit sendiri lain (detonator, potasium (ampo), serbuk bomnya, hal ini dilakukan agar tangkapan korek api, botol kosong kratingdeng, ikan lebih banyak. Untuk ukuran 1 kaleng cat brown). Mereka pakai sumbu kilogram bom ikan bisa membuat 15 buah buatan bom ikan dengan ukuran sirup obat batuk menggunkan benang jahit yang mirip anak-anak. Bom ikan yang dikemas sumbu buatan pabrik. Untuk penyulut ukuran ini bisa menghasilkan daya ledak sumbu mencapai 2-3 meter persegi. Daya ledak nyamuk bakar. Botol bekas minuman bom ikan yang dikemas ukuran botol berenergi yang berisi bahan peledak minuman energi mencapai 3-5 meter (serbuk ampo dan serbuk brown atau persegi. Sedangkan, yang pakai botol pengapian) kecap potongan bisa mencapai 7-10 meter modifikasi mereka di yang menggunakan tutup sandal dililit obat menggunakan jepit. Bom ini persegi3Dibawah ini merupakan gambar merupakan high explosive (berdaya ledak ikan hasil tangkapan dengan bom ikan tinggi), jika meledak tidak hanya ikan diperoleh Ikan jenis campuran sebanyak ± yang mati namun terumbu karang juga 200 kg hasil penangkapan di Kapal KM hancur Omega Jaya 6 pada tanggal 29 Maret gambar bahan perakit bom ikan yang 2016. diperoleh Bahan pembuat bom ikan antara 4 . Berikut dibawah ini adalah dari kasus penangkapan tanggal 29 Maret 2016. Gambar 2. Ikan Hasil Tangkapan dengan Bom Ikan (Sumber: DitPolair Polda Lampung, 2016) 3 Kombes Pol Rudi Hermanto, S.IK, Wawancara Direktur Polair Polda Lampung tanggal 23 November 2016 4 AKBP M. Fauzi., S.IK.,S.H., M.M, Wawancara Kasubdit Gakkum Polair Polda Lampung 23 November 2016 Gambar 3. Bahan Perakit Bom Ikan (Sumber: DitPolair Polda Lampung, 2016) Bahan peledak atau bom ikan tersebut berbahan dari racikan bom atau potasium yang telah dicampur dengan membahas dalam tinjauan aspek sosiologi. Ditinjau dari perspektif sosiologi, Cat Brown, satu kaleng kecil cat brown, bahwa satu buah pirek atau pipet kaca, empat dengan menggunakan bahan peledak buah tutup botol yang terbuat dari bahan bom ikan di Perairan Teluk Lampung sendal jepit berwarna biru dan putih, merupakan hal yang sudah ada dan botol kecil campuran sebanyak 15 (lima dilakukan dari sejak lama yang akhirnya belas) botol yang dimasukan di dalam menjadi suatu tradisi turun temurun yang bekas pelampung. diperoleh Penggunaan Bom Ikan Oleh Nelayan ditinjau dari Perspektif Sosiologis Sekarang ini keamanan maritim memiliki kajian atau cakupan yang sangat luas meliputi persoalan atau permasalahanpermasalahan seperti keamanan ekonomi, politik, lingkungan, sosial dan penegakan hukum. Sejalan dengan itu Buzan (2009) menyatakan bahwa dalam analisa studi keamanan perlunya kegiatan dari penangkapan keluarga ikan terdahulu. Sebagaimana pendapat dari Max Weber (dikutip dalam Ritzer, 2005), bahwa tradisi merupakan bagian dari tindakan sosial. Max Weber mengklasifikasikan tindakan sosial kedalam 4 tipe yaitu traditional yaitu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging. Nelayan pelaku pengeboman ikan di Perairan Teluk Lampung menganggap bahwa dengan keahlian penangkapan menggunakan bom ikan ikan merupakan kegiatan yang dilakukan turun menggunakan bahan peledak, selain itu temurun. Kegiatan penangkapan ikan merupakan kegiatan penangkapan yang dengan menggunakan bom ikan ini ilegal melanggar hukum. Sesuai dengan merupakan tradisi yang ilegal secara yang dikemukakan oleh Shils dalam hukum. Sesuai dengan konsep tradisi Sztompka (2010) bahwa tradisi yang dalam ilmu sosiologi bahwa disisi lain dipelihara bukan karena pilihan sadar tradisi juga dapat berakibat disfungsional. tetapi karena kebiasaan. Tradisi tersebut Dalam dipertahankan bukan karena dihargai hal ini, disfungsional tradisi adalah berakibat bahwa tradisi mungkin dapat membahayakan karena tetapi dinilai sebagai cara hidup yang tidak menyusahkan. kadar khususnya karena tidak semua yang Menurut Shils “Manusia tak mampu berasal dari masa lalu bernilai baik. hidup tanpa tradisi meski mereka sering Disamping tersebut merasa tak puas terhadap tradisi mereka” dipelihara bukan karena pilihan sadar (Sztompka, 2010). Maka Shils menegaskan tetapi karena kebiasaan semata dan juga bahwa suatu tradisi memiliki fungsi bagi dipertahankan bukan karena dihargai masyarakat antara lain sebagai: pertama, atau dipuja tetapi dinilai sebagai cara tradisi hidup temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, itu juga yang tradisi tidak menyusahkan (Sztompka, 2010). merupakan kebijakan turun keyakinan norma dan nilai yang kita anut Dipertahankannya tradisi kini serta di dalam benda yang diciptakan dalam di masa lalu. Dalam hal ini kegiatan penangkapan ikan ini oleh nelayan di penangkapan dengan menggunakan bom Lampung ikan penggunaan bom ikan dikarenakan kondisi di Perairan Teluk Lampung perekonomian mereka yang tergolong merupakan tindakan yang sudah dari masih dibawah. Mereka nelayan yang dahulu dilakukan oleh para nelayan menggunakan dalam pendahulunya namun tidak mengandung penangkapan ikan beranggapan akan norma dan nilai yang dapat dianut oleh lebih mudah memperoleh ikan di laut generasi selanjutnya serta tidak dapat dengan serta dikatakan yang Kedua, tradisi memberikan legitimasi banyak walaupun tanpa mereka sadari terhadap pandangan hidup, keyakinan, sangat pranata, dan aturan yang sudah ada. bom cara mendapatkan yang hasil besar ikan praktis tangkapan resiko dengan sebagai suatu kebijakan. Semuanya ini memerlukan pembenaran ikan agar dapat mengikat anggotanya. Bisa mendapatkan hasil tangkapan yang lebih dikatakan “selalu seperti itu” atau orang banyak yang keyakinan sehari-harinya. Namun, tindakan ini tidak demikian” meski dengan resiko yakni dapat dijadikan sebagai tempat pelarian bahwa tindakan pengeboman ikan dalam dari hal ini di Perairan Teluk Lampung adalah ketidakpuasan kehidupan modern karena hal di masa lalu yang sama untuk tindakan ini tidak menjamin kehidupan dilakukan di masa sekarang dan dapat yang lebih baik di masa depan. Tindakan diterima. Ketiga, tradisi menyediakan penggunaan simbol yang penangkapan merupakan tindakan yang loyalitas melanggar hukum bahkan ada sanksi primordial terhadap bangsa, komunitas serta hukuman penjara apabila dilakukan. selalu mempunyai identitas meyakinkan, kolektif memperkuat dan kelompok. Dimana dalam fungsi ini, tradisi memiliki peranan untuk mengikat anggotanya dalam bidang tertentu. Bila dikaitkan dengan fungsi ini, tindakan yang dilakukan oleh nelayan di Perairan Teluk Lampung tidak mencerminkan simbol identitas kolektif tetapi justru dapat memicu konflik keamanan seperti konflik antar nelayan pengguna bom ikan dengan yang tidak. Keempat, tradisi membantu menyediakan kekecewaan kehidupan tempat dan modern. mengesankan masa pelarian, ketidakpuasan Tradisi yang lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis. Inilah yang menjadikan alasan nelayan dalam penggunaan bom dalam penangkapan demi memenuhi keluhan, untuk kebutuhan kekecewaan bom dan ikan dalam Peran DKP dalam Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Bom Ikan Kegiatan mengeksploitasi sumber daya alam laut, sangatlah rentan akan rusaknya lingkungan laut yang mana hal ini dapat disebabkan oleh cara penangkapan yang merusak (destructive) atau tidak ramah lingkungan dan segala aktivitas lainnya yang merugikan belum lagi kondisi seperti ini akan menciptakan munculnya konflikkonflik sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi atau aturan yang mengatur yang dibuat oleh negara dalam hal ini pemerintah. Regulasi atau aturan menjadi negara hukum tersebut sebagai telah pranata kehidupan sosial masyarakat atau sebagai suatu institusi yang berlangsung dalam masyarakat, menerima asupan-asupan menggunakan bom ikan. Maka dari itu (sengketa atau konflik) dari bidang pendekatan sosiologis yang dilakukan ekonomi, politik dan budaya (Rahardjo, oleh 2014) yang terjadi dalam masyarakat, Lampung untuk mencegah terjadinya dengan tersebut penggunaan bom ikan oleh nelayan mempunyai makna sebagai alat kontrol adalah dengan menstrukturkan hal yang sosial dalam kehidupan masyarakat. tidak ada menjadi ada, misalnya membuat kata lain hukum Dinas Kelautan dan Provinsi Penelitian ini mengangkat peran issue tentang apa yang akan terjadi jika penegak hukum dalam hal ini peran Dinas melakukan pengeboman ikan atau biasa Kelautan terhadap disebut pamali, sehingga pengeboman bom ikan oleh ikan dapat diluruskan bahwa hal ini nelayan di perairan Teluk Lampung. Peran bukanlah merupakan suatu tradisi tetapi Dinas Kelautan dan Perikanan tidak hanya tindakan ini dapat dihilangkan dan tidak pendekatan keamanan yang dilakukan diteruskan. dan Perikanan aktivitas penggunaan tapi juga pendekatan secara sosiologis. Menurut Hess (dikutip dalam Berdasarkan teori peran (Cohen, 2009), Sundaya, 2011), penegakan hukum atau dalam hal ini DKP sudah melakukan law enforcement secara umum mengacu peranan nyata (Anacted Role) yaitu pada suatu sistem dimana anggota dengan menjalankan peran sesuai dengan masyarakat bertindak secara terorganisir tugas pokok dan fungsinya serta peran untuk yang dianjurkan (Prescribed Role) yaitu menemukan dan menghukum orang yang cara yang diharapkan masyarakat dalam melanggar menjalankan melalui berlaku di masyarakat. Istilah penegakan pembinaan, penyuluhan dan koordinasi hukum mencakup satu kesatuan antara yang pengawasan, peran dilakukan masyarakat tertentu antara melalui DKP dan pembentukan kelompok pengawas masyarakat. Selain itu DKP memiliki peran untuk bisa menangani konflik yang terjadi yaitu konflik peranan (Role conflict) antara nelayan yang menggunakan bom ikan dalam penangkapan dengan yang tidak mematuhi aturan hukum dan dengan norma penyelidikan yang hingga penahanan pelanggar hukum. Koordinasi Penegak Hukum Untuk mengatasi aksi penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan di laut oleh nelayan, tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja. Keterbatasan kemampuan dan sarana prasarana yang dimiliki oleh Kolaborasi masing-masing luasnya merupakan kunci penting keberhasilan perairan yang harus dijaga menjadi alasan penegakan hukum salah satunya dalam untuk menjalin koordinasi dan kerjasama pemberantasan dengan instansi penegak hukum lainnya. bom ikan dalam penangkapan ikan oleh Selama nelayan di Lampung. ini instansi upaya dan koordinasi dan (collaboration). tindakan Hal ini penggunaan kerjasama antar instansi sudah terjalin Kepercayaan adalah suatu perasaan cukup baik. Terkait patroli gabungan, DKP suatu orang dalam hal ini terhadap berkoordinasi dengan Polair atau TNI kemampuan orang lainnya yang didukung Angkatan Laut karena DKP masih minim oleh tindakan masa lalu mereka (Lopus, pengalaman 2016). Membangun kepercayaan yang di lapangan walaupun memang ada kewenangan5. dimaksud dalam hal ini adalah antara Oleh karena itu, dalam upaya pencegahan serta pemberantasan aktivitas illegal fishing ini, diperlukannya instansi yang satu dengan yang lain yaitu DKP, TNI AL dan Polair. Pemimpin adalah navigator yang keterlibatan antara berbagai pihak terkait menggunakan seperti instansi pemerintah dan aparat memimpin suatu lembaga dengan sukses. penegak Pemimpin bertindak sebagai mentor dan hukum Pengawasan, serta masyarakat. pengendalian dan memainkan peta peran untuk berjalan penting daam penegakan hukum yang cepat dan tegas mengembangkan personil, manajemen oleh lembaga yang berwenang di perairan lembaga dan mencapai tujuan serta dalam sasaran. hal ini Dinas Kelautan dan Kepemimpinan adalah hal Perikanan (DKP), TNI AL, dan Polair penting yang didapatkan bukan hanya membutuhkan dukungan peralatan dan dari sekedar pelatihan, kualifikasi atau teknologi yang memadai, selain itu yang pemungutan suara terbanyak (Crosby, dibutuhkan 2008) untuk membangun kerja sama serta koordinasi yang kuat antara Kolaborasi bukan hal yang mudah. dua atau lebih instansi adalah Kepercayan Adanya signifikansi perebutan kekuasaan (trust), Kepemimpinan (leadership) dan dalam kolaborasi merupakan salah satu 5 Sukarsono, Wawancara Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung tanggal 24 November 2016 hambatan. sukses Namun, memiliki Kolaborasi tujuan yang yang sama, desakan kuat sistem, ditindaklanjuti digunakan penangkapan lalu dilakukan perspektif untuk mendorong perubahan hukum Polair untuk yang bekerja konsisten bersama-sama penyidikan. (Trott, 2011). Dalam hal ini terbangunnya dikatakan oleh Soekanto (2010), bahwa kepercayaan, kepemimpinan yang baik apabila seseorang melaksanakan hak dan serta kewajibannya kekuatan pada bersama, kolaborasi diciptakan seluruh dan yang antara seharusnya ketiga lembaga penegak hukum yang berbeda yaitu DKP, TNI AL dan Polair namun bertanggung jawab untuk memberikan suatu oleh dengan Sesuai adanya proses dilakukan dengan sesuai yang dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dalam hal ini memiliki pelayanan, penegakan yang sama dan peran yang sangat penting dalam prioritas publik yang sama yaitu demi pengawasan sumberdaya kelautan dan menjaga keamanan di perairan dari segala perikanan serta pengendalian terhadap tindak pelanggaran di laut. segala bentuk aktivitas yang mengancam Pembagian peran dan koordinasi keamanan keberadaan sumberdaya ikan yang dilakukan berjalan dengan cukup serta ekosistem laut yang ada. Masalah baik antara ketiga lembaga tersebut penanganan tindakan penangkapan ikan dengan serta dengan bom ikan ini merupakan masalah masyarakat nelayan dan pesisir setempat serius yang harus ditangani dengan cara sebagai mata dan telinga ketiga instansi yang benar, cepat dan tepat karena penegak hukum tersebut dalam upaya wilayah pengawasan merupakan melibatkan dan peran penanganan kasus perairan wilayah Teluk yang Lampung luas dan penggunaan bom ikan di Perairan Teluk memiliki kaya akan sumber daya alam Lampung mengenai sehingga harus dapat dikelola dengan pelanggaran yang terjadi di Perairan Teluk cara yang arif dan bijaksana sehingga Lampung akan disampaikan oleh nelayan tidak merusak ekosistem lingkungan laut setempat kepada lembaga terkait, baik yang ada. ini. Informasi Dinas Kelautan dan Perikanan, Polair Penegakkan hukum dapat ataupun TNI AL yang sedang melakukan diterapkan dalam persoalan penangkapan patroli di lokasi yang sama dan terdekat. ikan dengan menggunakan bom ikan, Kemudian demikian seperti yang dikatakan oleh laporan tersebut Lawrence Meir Friedman bahwa berhasil atau tidaknya penegakan Sehubungan dengan pengawasan hukum aparat penegak hukum terhadap tindakan bergantung pada 3 (tiga) unsur, salah pelanggaran hukum di laut salah satunya satunya yaitu struktur hukum. Struktur aktivitas pengeboman ikan, maka sesuai hukum terdiri dari lembaga hukum yang pasal 66 ayat (3) Undang-undang No.45 dimaksudkan untuk menjalankan semua Tahun 2009 tentang perubahan atas perangkat Undang-undang hukum yang ada. No.31 Tahun 2004 Bagaimanapun juga hukum tidak dapat tentang perikanan menyebutkan bahwa berjalan atau ditegakkan bila tidak ada aparat penegak hukum yang melakukan aparat penegak hukum yang kredibilitas, pengawasan perikanan adalah Penyidik kompeten dan lemahnya aparat independen, karena Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan penegak hukum dalam hal ini PPNS Perikanan Dinas mengakibatkan penegakan hukum tidak Kelautan dan perikanan (DKP) Provinsi berjalan sebagaimana yang diharapkan. Lampung, TNI AL dalam hal ini Lanal Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus pengawasan mampu dan memberikan bertindak tegas Lampung dan Dit Polair Polda Lampung. Kewenangan dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum dalam menangani terhadap pelaku aktivitas penggunaan masalah bom ikan dalam penangkapan sesuai penangkapan ikan dengan menggunakan dengan substansi hukum yaitu aturan, bom ikan menjadi tugas dari ketiga norma dan pola perilaku nyata manusia instansi tersebut. yang berada tersebut. dalam Jadi sistem substansi hukum hukum di perairan khususnya Ketiga aparat penegak hukum ini dalam menjalankan kewenangannya menyangkut segala peraturan perundang- dengan berupaya semaksimal mungkin undangan yang berlaku yang memiliki untuk kekuatan mengikat dan menjadi pedoman pencegahan, bagi penegak hukum dalam rangka penindakan meminimalisir atau menghapus kegiatan kejahatan di laut khususnya penggunaan melanggar hukum atau illegal di wilayah bom ikan dalam penangkapan ikan di perairan Teluk Lampung. Perairan melakukan baik tindakan pengawasan terhadap Teluk dan segala Lampung, tindak walaupun faktanya penggunaan bom ikan dalam penangkapan ini masih sangat marak Perikanan terjadi di Perairan Lampung. Dalam hal ini melakukan patroli sewaktu-waktu dan dapat dilihat bahwa budaya hukum atau setiap saat jika ada laporan. Di dalam kesadaran hukum yang dimiliki oleh melaksanakan kegiatan patroli di perairan masyarakat Teluk nelayan pesisir masih dan masyarakat DKP Lampung, Provinsi Pihak Lampung DKP selalu rendah karena belum melakukan koordinasi dengan Polisi Air adanya kepatuhan nelayan dalam menaati (Polair), Angkatan Laut dan Pemerintah hukum yang berlaku. Provinsi Lampung. Namun, bila dilihat dari Kendala yang dihadapi oleh ketiga perbandingan jumlah titik-titik yang instansi ini saat melakukan pengawasan rawan pengeboman ikan dengan jumlah di Perairan Teluk Lampung yaitu Pertama, operasi luasnya wilayah perairan yang harus dilakukan, dijaga atau diawasi tidak sebanding sebanding karena masih banyak titik dengan jumlah personil dan jumlah rawan pengeboman ikan yang belum operasi patroli yang dilakukan. Kaya akan mendapatkan operasi pengawasan. potensi sumberdaya laut menjadikan patroli pengawasan yang dikatakan tidak dapat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Perairan Teluk Lampung tidak lepas dari Provinsi campur tangan orang-orang yang akan pengawasan laut hanya memiliki 1 unit melakukan eksploitasi pemanfaatan dan kapal patroli jenis speed rider ukuran 500 pengelolaan di wilayah ini, oleh sebab itu PK dan personil PPNS yang terdiri dari 12 keberlanjutan di wilayah Perairan Teluk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lampung menjadi sangatlah utama untuk dengan rincian 7 PPNS Daerah dan 5 PPNS dijaga Perikanan dengan personil yang baru kondisnya dan dilestarikan keberadaannya. Lampung, dalam operasi dilantik dan memiliki sertifikat sebanyak 3 Seperti yang telah dijelaskan di orang dari 12 orang jumlah PPNS. subbab sebelumya bahwa menanggapi Dikarenakan jumlah personil yang berhak adanya keluhan nelayan tentang aktivitas melakukan pengawasan dan penyidikan pengeboman ikan di wilayah perairan masih sedikit dengan 1 unit kapal patroli Teluk Lampung, Dinas Kelautan Perikanan speedboat yang mengadakan patroli di perairan Teluk melakukan pengawasan Lampung yang mana sudah menjadi membuat kegiatan rutin dilakukan setiap saat. PPNS membantu dalam mendapatkan informasi pos-pos digunakan maka pengawas dalam DKP untuk terkait aktivitas pengeboman ikan yang Lanal Lampung. Danlanal berkoordinasi dilakukan oleh nelayan dari masyarakat dengan phak pemerintah daerah terkait, atau pokmaswas. untuk bersama-sama membangun daerah Sedangkan TNI AL sesuai dengan yang diamanatkan dalam, Undang- pesisir yang kondusif serta berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi undang Republik Indonesia Nomor 34 masyarakat sekitar dan hasil nyata yang Tahun 2004 tentang TNI pada pasal 9 langsung dirasakan. butir b, yaitu tugas Angkatan Laut adalah “menegakkan hukum dan menjaga Sementara untuk Dit Polair Polda Lampung dalam menunjang operasi keamanan di wilayah laut yurisdiksi pengawasan laut memiliki 7 unit Kapal nasional sesuai dengan ketentuan hukum Type C2 (Panjang 15 m dan lebar 8 m), 14 nasional dan hukum internasional yang unit Kapal Type C3 (Panjang 10 m dan telah diratifikasi.” Keberadaan Pos AL lebar 4 m) serta 10 unit Perahu Karet. yang ada di sekitar perairan Lampung Sedangkan Polisi Sat Polair Jajaran Polres cukup memberikan efek rasa takut Polda Lampung memiliki 2 unit Kapal Type terhadap nelayan yang akan melakukan C2 dan 3 unit Kapal Type C3 yang aktivitas penangkapan ikan dengan bom digunakan untuk ikan. pengawasan di Pengawasan yang dilakukan operasi wilayah patroli pengawasan terbatas karena jumlah personil dan bagian timur, barat dan selatan. Jumlah armada kapal patroli yang tidak dapat personil tersebar di Satuan Polair Polres mengawasi seluruh wilayah perairan, Jajaran Polda Lampung sebanyak 38 namun personil yang ada akan tanggap personil tersebar pada 5 satuan polisi apabila mendengar suara dentuman bom perairan di wilayah polda lampung. dan langsung menuju lokasi ledakan. Dan Jumlah sarana dan personil tersebut Posal/Posmat yang perannya sebagai masih belum memadai sehingga masih perwakilan TNI AL khususnya Lanal terbatasnya Lampung yang langsung bersentuhan pengawasan untuk mengamankan tindak pada masyarakat dan pemerintah darah kejahatan di laut apabila dibandingkan setempat agar menjalankan fungsinya dengan luasnya wilayah perairan yang sebagai Pembina potensi maritim, sebagai dijaga. Dari berbagai penjelasan diatas fungsi bidang operasional dan intelijen maka dapat diperoleh bahwa peranan dalam melakukan merupakan aspek dinamis berupa pengawasan aparat, tetapi tidak mudah tindakan atau perilaku yang dilaksanakan untuk menangkap rantai nelayan pelaku oleh orang lain atau badan atau lembaga pengeboman ikan ini. Para nelayan pelaku yang menempati atau mengaku suatu pengeboman ini berkoordinasi dengan posisi dalam sistem sosial. nelayan lainnya untuk mengawasi dan Kedua, vonis pidana yang dijatuhkan memberikan info dari pos-pos kepada nelayan pelaku penggunaan bom pengawasan apabila akan dilakukan nya ikan dalam penangkapan ikan masih patroli. Bahkan seringnya informasi yang sangat ringan. Dalam menjatuhkan vonis, bocor ke telinga nelayan mengenai terkadang aparat masih memiliki rasa pengawasan dan penangkapan yang akan kasihan terhadap pelaku karena kondisi dilakukan menjadi hambatan tersendiri, kehidupan mereka yang masih dalam ketika kategori menengah kebawah, sehingga pengeboman sudah tidak ada siapa-siapa vonis yang dijatuhkan hanya beberapa disana. petugas datang ke lokasi bulan atau maksimal 2 tahun tergantung Keempat, bahan baku dari bom ikan peran dari masing-masing pelaku. Tidak ini sangat mudah untuk didaptkan bahkan dipungkiri bahwa dengan cara mudah dan para pelaku ini dapat merakitnya sendiri. singkat, hasil tangkapan yang diperoleh Ukuran dari bom ikan ini pun disesuaikan dari penangkapan ikan dengan bom ini dengan kebutuhan mereka atau pesanan, memperoleh hasil yang cukup melimpah botol besar untuk yang daya ledaknya sehingga masih lebih tinggi sedangkan semakin kecil demi ukuran botol yang digunakan makan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari semakin kecil daya ledaknya tetapi tetap tanpa peduli akan resiko yang akan saja dapat berefek merusak lingkungan mereka tanggung apabila tertangkap oleh laut. Bahan-bahan kimia sebagai bahan aparat penegak hukum atau bahaya campuran pembuatan bom ikan ini dapat terkena bom tersebut. dibeli di toko kimia dengan mudah. para mempertahankan nelayan cara ini Ketiga, para pelaku bisa dikatakan Peran serta masyarakat sudah sangat mahir dalam melakukan aksi terselenggaranya ini. Walaupun aparat sudah mengetahui sangat titik-titik yang menjadi daerah rawan kesadaran yang sejati pada masyarakat pengeboman terhadap dan menjadi daerah penegakan dalam dibutuhkan. hukum hukum Menumbuhkan sangatlah penting. Menurut Soekanto (2010) bahwa tidak compulsion. Cara ini sengaja menciptakan setiap yang suatu situasi tertentu, sehingga warga bertujuan supaya masyarakat menaati tidak punya pilihan lain kecuali mematuhi hukum, menghasilkan sebuah kepatuhan. hukum. Memang dengan menggunakan Ada kemungkinan bahwa kegiatan atau cara ini, tercipta suatu situasi dimana usaha tersebut justru menghasilkan sikap warga masyarakat terpaksa melakukan dan tindakan yang bertentangan dengan atau tidak melakukan sesuatu (Soekanto, tujuannya. 2010) kegiatan atau Misalnya, usaha kalau ketaatan terhadap hukum dilakukan hanya dengan Dalam rangka memaksimalkan mengetengahkan sanksi-sanksi negatif pengawasan dan penegakkan hukum yang berwujud hukuman apabila hukum dalam dilanggar, menghilangkan maka mungkin warga mengurangi bahkan aktivitas pengeboman masyarakat hanya taat saat ada petugas ikan di Perairan Teluk Lampung, maka saja. Cara coercive seperti ini yang akan aparat penegak hukum melakukan upaya- menghasilkan ketaatan yang semu di upaya dengan melakukan operasi patroli masyarakat, gabungan juga akan menimbulkan antar instansi, melakukan anggapan bahwa hukum dan penegak penyuluhan dan pembinaan kepada para hukum sebagai suatu yang menakutkan. nelayan baik pelaku bom ikan maupun Cara-cara lain yang dapat diterapkan nelayan dan masyarakat pesisir lainnya, adalah cara yang lunak (persuasion), sosialisasi mengenai aturan hukum dan dengan tujuan agar warga masyarakat sanksi yang dikenai apabila melakukan dapat tindakan mengetahui dan memahami yang melanggar hukum, sehingga ada kesesuaian dengan penggunaan nilai penangkapan ikan dan penggunaan alat yang dianut oleh masyarakat. Caranya dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi sehingga secara berulang menimbulkan kali suatu bom ikan seperti dalam tangkap yang tidak ramah lingkungan. Aparat hukum selain harus memberikan sanksi yang tegas bagi yang penghargaan tertentu terhadap hukum melakukan (cara sebutan melakukan pembinaan terhadap nelayan agaknya dan masyarakat pesisir agar aktivitas menyudutkan warga masyarakat adalah pengeboman ikan yang sudah secara ini pervasion). dikenal Cara dengan lain yang pelanggaran juga harus turun temurun dilakukan ini tidak lagi dilakukan yaitu pelatihan dan dengan memberikan pengetahuan b. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung memiliki peranan tentang nyata dan peranan yang dianjurkan pengembangan ekonomi produktif kreatif dalam pelaksanaan tugas pokok dan nelayan dan masyarakat desa pesisir fungsinya salah satunya adalah dengan melalui pengembangan hasil-hasil laut mealkukan pembinaan, penyuluhan dan pariwisata misalnya. Hal ini sebagai serta koordinasi. Selain itu juga konflik upaya yang dapat dilakukan oleh nelayan peranan dalam penanganan konflik apabila sedang musim paceklik dengan antara nelayan yang menggunakan melalui paguyuban bom ikan dengan yang tidak melalui nelayan sehingga atau kelompok pengembangan ekonomi kreatif ini dapat terus berjalan dan berkembang. Dit Polair Polda Lampung sudah Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Penangkapan dengan menggunakan bom ikan merupakan tradisi yang ilegal secara hukum dan tergolong tradisi yang disfungsional atau kebiasaan yang tidak baik dari masa lalu yang Perairan patroli pengawasan dan upaya penegakan hukum di perairan namun jumlah ketersediaan personil armada serta tidak sebanding dengan luas wilayah yang dijaga. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan bom dan pesisir ikan oleh nelayan di Perairan Teluk Lampung belum Lampung, maka peneliti memberikan nelayan Teluk terjalin cukup baik dalam hal itu dipertahankan. masyarakat c. Koordinasi yang dilakukan oleh DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan 4. KESIMPULAN DAN SARAN tetap issue tentang pengeboman ikan Selain memiliki aturan yang dibuat oleh saran antara lain yaitu: masyarakat untuk a. Perlu pendekatan sosial ekonomi melindungi sumberdaya alam dan laut kepada masyarakat nelayan serta yang dapat dijadikan kearifan lokal program untuk mencegah dan menghukum pemecahan pelaku pengeboman ikan. melaksanakan setempat terpadu sebagai masalah ini, program solusi dengan berkaitan dengan usaha penangkapan ikan kesadaran bahwa penangkapan ikan untuk pemenuhan ekonomi dengan dengan menggunakan bahan peledak tetap menjaga kelestarian ekosistem adalah tradisi atau perilaku yang tidak perairan. Program dari Pemerintah baik untuk meningkatkan taraf kehidupan lingkungan masyarakat pesisir (nelayan) dengan mengganggu mempermudah sistem penjualan ikan sumberdaya hasil tangkapan nelayan di tempat Lampung. pelelangan ikan, adanya perbaikan c. Kunci dan merusak penting kelestarian sehingga akan keberlanjutan laut dari di Perairan keberhasilan mutu ikan yang dijual oleh nelayan koordinasi antara dua instansi atau agar lebih adalah dengan menumbuhkan siap ekspor sehingga keuntungan nelayan jauh lebih besar kepercayaan, dengan hasil kepemimpinan serta kolaborasi yang tangkapan bom untuk dapat dijual baik. Ketiga hal tersebut dilakukan (tidak laku ekspor), meningkatkan demi terwujudnya koordinasi yang ekonomi produktif kreatif masyarakat baik diantara penegak hukum. melarang ikan memiliki jiwa melalui hasil laut dan pengembangan pariwisata terpadu pembentukan melalui paguyuban atau kelompok nelayan sehingga dapat mewujudkan terbentuknya Desa Maritim Terpadu. b. Diperlukannya aturan dari masyarakat setempat sebagai suatu kearifan lokal untuk meminimalisir bahkan menghilangkan penggunaan bom ikan tindakan dalam penangkapan oleh nelayan dengan melakukan pendekatan yang dimulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa untuk memberikan DAFTAR PUSTAKA Buzan, B. 1991. People, State, And Fear ; A Agenda For Internasional Security Studies In The Post Cold Era 2nd edition. London : Harvester Whatsheaf. Cohen, B. J. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rineka Cipta. Jakarta. Creswell, J. W. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, kuantitatif, dan Mixed. Edisi Ketiga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Crosby, C. F. 2008. A Leadership Guide For Combination Fire Departments. International Association of Fire Chiefs. Herdiansyah, H. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Cetakan Ketiga. Salemba Humanika. Jakarta. ISBNN.978-6028555-25-8 Lopus, L. 2016. Building Organizations. BCW Blog.bcwinstitute.org Trust in Institute. Rahardjo, M. D. 2014. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Penerbit Mizan. Bandung Ritzer, G. 2005. Teori Sosial PostModern. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Soekanto, S. 2010. Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. ISBN:979-421-009-9. Sundaya, Y. 2011. Analisis Keuntungan dan Peluang Penggunaan Alat Tangkap Legal dan Illegal di Kabupaten Indramayu. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sztompka, P. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Cetakan ke 5 Prenada. Jakarta. TARAM dan DKP Lampung. 2007. Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung. Provinsi Lampung. Taunuzi, I. 2015. Sat Polair, TNI AL dan DPKP Lampung Barat Tangkap Kapal Nelayan Pembom Ikan di Cagar Alam Laut Pesisir Barat. Dikutip melalui www.tribratanews.com diakses pada 28 Agustus 2016 pukul 19.20 WIB Trott, W., and Miles, E. 2011. Collaborative Working. Institute For Goverment. London. www.instituteforgoverment.org.uk Perundang-undangan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantie Tijdelijke Byzondere Strafbepelingen” (Stbl. 1948 No.17) dan undang-undang Republik Indonesia dahulu No.8 tahun 1948 Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, tentang senjata api dan bahan peledak.