III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Proyek Gittinger (1986) mendefinisikan proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Kadariah, dkk. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point). Definisi lain menyebutkan bahwa studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir 2003). Husnan dan Suwarsono (2000) mengemukakan kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat investasi yang terdiri dari : 1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut sebagai manfaat finansial) yang berarti apakah proyek itu dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan risiko proyek tersebut. 2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional) yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara. 3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek. Menurut Gittinger (1986), dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan secara bersama-sama dalam menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya. Aspek-aspek tersebut antara lain : 1. Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek penting yang terlebih dahulu harus dianalisis sebelum memutuskan untuk memulai atau mengembangkan suatu usaha. Kelayakan aspek pasar akan sangat berkaitan dengan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dalam usaha, karena aspek ini akan menentukan besarnya penekanan biaya pemasaran dan peningkatan nilai jual output yang dapat diupayakan. Analisis aspek pasar pada studi kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan prakiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan (Nurmalina et al. 2009). Permintaan dikaji secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan, dan proyeksi permintaan. Hal-hal yang dikaji dalam penawaran meliputi penawaran dalam negeri maupun luar negeri, bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Kajian aspek harga meliputi perbandingan dengan produk saingan yang sekelas dan apakah ada kecenderungan perubahan harga atau tidak. Program pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix) serta market share yang bisa dikuasai perusahaan atau dapat diserap oleh bisnis dari keseluruhan pasar potensial yang merupakan keseluruhan jumlah produk yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu. 2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Aspek teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis mengkaji beberapa hal yaitu lokasi bisnis, luas produksi untuk mencapai kondisi yang ekonomis, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi 33 (Nurmalina et al. 2009). Analisis aspek teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang diusulkan. Hubungan-hubungan tersebut seperti potensi bagi pembangunan, ketersediaan air, salinitas air, suhu udara dan pengadaan input produksi yang sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Aspek-aspek lain dari analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan. 3. Aspek Manajemen dan Hukum Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksanaan proyek, jadwal penyelesaian proyek dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bagaimana bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan anggota direksi dan tenaga inti (Nurmalina et al. 2009). Evaluasi aspek manajemen diantaranya meliputi jumlah dan persyaratan tenaga manajemen, anggaran balas jasa karyawan yang diperlukan, berapa macam tugas operasi proyek yang memerlukan keahlian khusus. Analisis pada aspek ini adalah analisis mengenai ketepatan dalam penetapan institusi atau lembaga proyek dan analisis tentang posisi kerja yang harus diisi dengan pekerja yang ahli. Dalam aspek hukum memerlukan beberapa hal yang harus dipenuhi dalam proyek atau usaha seperti bentuk badan usaha yang digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak menjamin dana, akta, sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Di samping hal tersebut aspek hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama (networking) dengan pihak lain. 4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Aspek sosial merupakan aspek yang mempertimbangkan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar atau sesuatu yang erat kaitannya dengan keberlangsungan perusahaan. Pertimbangan-pertimbangan sosial lainnya juga harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang 34 diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut. Aspek sosial harus mempertimbangkan secara teliti pengaruh negatif dan positif dari keberadaan proyek yang diusahakan atau didirikan di daerah tersebut (Umar 2005). Dari segi ekonomi suatu usaha dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat luas. Adanya bisnis secara sosial, ekonomi, dan budaya diharapkan lebih banyak memberikan manfaat dibandingkan kerugiannya. Suatu bisnis tidak akan ditolak masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara ekonomi memberikan kesejahteraan. 5. Aspek Lingkungan Analisis terhadap aspek lingkungan merupakan suatu analisis yang berkenaan dengan implikasi lingkungan yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan lingkungan tersebut harus dipikirkan secara cermat. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri, sebab tidak ada usaha yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Hufschmidt et al. 1987). Misal, bagaimana dampak limbah usaha terhadap lingkungan sekitar. 6. Aspek finansial Aspek finansial berkaitan dengan pengaruh secara finansial terhadap proyek yang sedang dilaksanakan. Hal ini menggambarkan keuntungan atau manfaat yang diterima perusahaan secara internal dari adanya proyek tersebut. Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruhpengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung di dalamnya. Analisis finansial meninjau proyek dari sudut peserta proyek (pelaku proyek) secara individu. 3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis proyek agribisnis adalah biaya-biaya langsung 35 seperti biaya investasi, biaya operasional, dan biaya lain-lain. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti : tanah, bangunan, pabrik, mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja. 3. Biaya lainnya yaitu pajak, bunga dan pinjaman. Sedangkan menurut Kadariah (1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan atau dari penurunan biaya. 2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dynamic secondary effect, misalnya perubahan dalam produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh keahlian. 3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan distribusi Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger 1986). 36 3.1.3 Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan investasi diukur berdasarkan ukuran kriteria-kriteria investasi. Kirteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money (nilai waktu uang) yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai pada masa sekarang, sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger 1986). Konsep nilai waktu uang (time value of mone) menyatakan bahwa nilai sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (future value). Ada dua faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang) dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah 1999). Kadariah, et.al (1999) mengungkapkan bahwa kedua unsur tersebut berhubungan timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui proses “discounting”. 3.1.4 Analisis Finansial Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahunnya. Analisis finansial juga merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan 37 apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono 2000). Analisis finansial terdiri dari: 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat suku bunga tertentu. Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: • NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan. • NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaliknya tidak dilaksanakan. • NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi. 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value yang negatif. Kriteria investasi berdasarkan Net B/C adalah: • Net B/C > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan • Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan • Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi 3. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return (IRR) adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol. Gittinger (1986) 38 menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Payback Period (PP) atau tingkat pengembalian investasi juga merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). 5. Analisis Laba Rugi Usaha Perhitungan rugi laba usaha mengkaji mengenai penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Menurut Gittinger (1986), laporan rugi laba juga merupakan suatu laporan yang menunjukkan hasilhasil operasi perusahaan selama waktu tersebut. Laporan rugi laba ini atau usaha yang dijalankan mendapatkan keuntungan ataukah mendapatkan kerugian selama waktu proyek. Laba ialah apa saja yang tersisa setelah dikurangkannya pengeluaran-pengeluaran yang timbul di dalam memproduksi barang atau jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan menjual barang atau jasa tersebut. 3.1.5 Analisis Sensitivitas Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu proyek sehingga perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisis kelayakan proyek yang telah dilakukan (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas dilakukan dengan 39 mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan perubahan beberapa unsur dan menentukan pengaruh dari perubahan pada hasil semula. Proyek pada sektor pertanian dapat berubah-ubah akibat dari empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi. Permasalahan ini timbul karena banyak faktor yang tidak terkendali. Setiap kemungkinan perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan sebaiknya dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas (Gittinger 1986). Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah analisis nilai pengganti (switching value). Analisis switching value ini merupakan cara perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari peningkatan harga input atau perubahan maksimum dari penurunan harga output dan jumlah produksi yang masih dapat ditoleransi. Analisis ini menunjukkan sampai berapa persen perubahan yang terjadi pada variabel (yang diduga bisa menyebabkan perubahan) sampai menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C sama dengan satu, dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku sehingga proyek dikatakan masih tetap layak untuk dijalankan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Program revolusi hijau yang diadakan sejak tahun 1970-an mulai kini dirasa sangat merugikan lingkungan. Perubahan yang terjadi tidak hanya meningkatkan produktifitas pertanian, tetapi menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dalam jangka panjang. Revolusi hijau yang menginstruksikan pemakaian pupuk anorganik secara intensif menyebabkan sebagian besar petani Indonesia masih memiliki ketergantungan bahwa pupuk adalah urea (urea minded). Akibatnya tanah menjadi jenuh dan kandungan organik tanah (humus) menurun drastis sehingga seiring waktu tingkat kesuburan tanah pertanian Indonesia berubah menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66 persen dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada di Indonesia 8). 8) Sakina, NN. op.cit. Hal 2 40 Selain itu, material sisa hasil pertanian yang tidak termakan manusia telah membentuk kumpulan sampah organik dan kemudian menjadi masalah bagi lingkungan bila tidak ada tindakan pengelolaan. Dilain pihak, adanya kebijakan ekonomi oleh Menteri Perdagangan Marie Pangestu yang mengizinkan ekspor pupuk lebih besar ke luar negeri telah mendorong terjadinya peningkatan harga pupuk setiap kali musim tanam. Akibatnya, pasokan pupuk kepada petani menjadi berkurang sehingga harga pupuk meningkat lebih dari 40 persen 9). Departemen Pertanian mencetuskan sistem pertanian organik (organic farming) yang bertemakan “Go Organic 2010” sebagai alternatif solusi dari masalah tersebut. Konsep pertanian organik ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan yang berbasis anorganik untuk disubstitusikan dengan bahan yang berbasis organik. Salah satunya yaitu dengan menambahkan pupuk organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Pada tahun 2008 terdapat selisih yang cukup besar antara kebutuhan dan ketersediaan pupuk organik di Indonesia bila dibandingkan dengan jenis pupuk lainnya yaitu sebesar 16.655.000 ton. Berdasarkan hasil survey tim PT Petrokimia Organik pada tahun 2009 Propinsi Jawa Barat menempati urutan kelima terbesar dalam selisih jumlah permintaan potensial terhadap serapan permintaan pupuk organik yaitu sebesar 72.136 ton pupuk organik. Sedangkan permintaan potensial pupuk organik di Kota dan Kabupaten Bogor pada tahun 2008 mencapai 22.200 kg per bulan. Besarnya kebutuhan terhadap pupuk organik menunjukkan adanya potensi pengembangan industri pupuk di wilayah Kabupaten Bogor melalui usaha penyediaan pupuk organik. Hal ini turut didukung oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bogor bersama pihak LPS-DD (Lembaga Pertanian Sehat-Dompet Dhuafa) melalui pelaksanaan Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S) Bogor yang diikuti oleh Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari di Desa Ciburuy dengan mengusahakan pembuatan pupuk kompos untuk memanfaatkan limbahlimbah pertanian. Pengusahaan pupuk kompos yang dijalankan oleh unit usaha KKT Lisung Kiwari ini merupakan satu-satunya usaha pengomposan yang terdapat di Desa 9) [MDR] Media Data Riset PT. op.cit. Hal 3 41 Ciburuy. Perkembangan usaha pengomposan itu sendiri terbilang cukup fluktuatif selama dua tahun awal produksinya karena ketidakpastian pesanan yang diterima dari LPS. Namun sejak tahun 2008 hingga saat ini permintaan LPS kepada unit usaha KKT Lisung Kiwari cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008 tren tanaman hias sedang booming dan sejak tahun 2009 terjadi perluasan permintaan pada pasar petani organik. Secara keseluruhan, jumlah pesanan dari LPS mencapai 22,27 ton per bulan. Pengusahaan pupuk kompos yang dijalankan unit usaha KKT Lisung Kiwari belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dikarenakan kapasitas produksinya masih terbatas. Dengan kapasitas produksi rata-rata sebesar 12 ton per bulan, unit usaha baru mampu memenuhi 53,88 persen atau separuh dari pasar potensial yang ada. Kondisi tersebut mendorong unit usaha untuk meningkatkan jumlah produksinya. Oleh karena itu, analisis kelayakan terhadap usaha pengolahan pupuk kompos menjadi penting untuk dilakukan agar dapat menilai apakah usaha pengolahan pupuk kompos yang sedang berjalan saat ini dan pengembangan usaha layak untuk dipertahankan dan dikembangkan atau tidak. Kriteria kelayakan ditinjau dari aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Variabelvariabel aspek pasar meliputi permintaan, penawaran, harga jual produk, pemasaran, serta perkiraan penjualan. Analisis terhadap aspek teknis meliputi lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi. Analisis aspek manajemen dan hukum meliputi manajemen sumber daya manusia, bentuk organisasi, dan struktur organisasi usaha. Analisis terhadap aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta lingkungan mengkaji pengaruh negatif dan positif dari pengusahaan pupuk kompos terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dilihat dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Sedangkan aspek finansial terdiri dari analisis finansial dan analisis sensitivitas. Pengukuran analisis finansial menggunakan kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Net B/C Rasio, dan Payback Period. Analisis finansial menerapkan dua skenario perhitungan. Penentuan skenario usaha didasarkan atas potensi pasar LPS yang belum terpenuhi. Analisis kelayakan finansial skenario I 42 didasarkan pada kondisi usaha yang dijalankan saat ini dengan kapasitas produksi sebesar 12 ton per bulan. Analisis kelayakan finansial skenario II mengacu pada kondisi pengembangan usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi menjadi 21 ton per bulan dengan memperluas petakan pengomposan ukuran 87,5 m2 untuk memenuhi seluruh permintaan dari LPS pada kedua segmen pasar tersebut. Pada pengukuran analisis sensitivitas menggunakan metode nilai pengganti (switching value) untuk melihat batas kelayakan dari unit usaha jika terjadi perubahan pada faktor harga bahan baku akibat pengaruh cuaca, pada faktor jumlah produksi akibat pasokan bahan baku yang berkurang, dan faktor harga jual pupuk kompos akibat peningkatan kadar air pada pupuk kandang yang digunakan. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi mengenai pelaksanaan dan pengembangan usaha pupuk kompos selanjutnya. Kerangka pemikiran operasional pengusahaan pupuk kompos ini dapat dilihat pada Gambar 1. 43 • • • • Ketergantungan pupuk anorganik Penurunan tingkat kesuburan tanah pertanian Masalah limbah organik Kenaikan harga pupuk anorganik Gagasan Departemen Pertanian “Go Organic 2010” • Potensi pasar organik • Besarnya potensi pertanian wilayah Kabupaten Bogor • Dukungan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dengan LPS-DD Pupuk organik Pengusahaan pupuk kompos KKT Lisung Kiwari • Satu-satunya usaha di Desa Ciburuy • Besarnya permintaan pada sasaran pasar • Kapasitas produksi terbatas Kelayakan non finansial: • Aspek pasar • Aspek teknis • Aspek manajemen dan hukum • Aspek sosial, ekonomi, dan budaya • Aspek lingkungan • Kelayakan finansial (NPV, Ner B/C, IRR, PP) • Analisis sensitivitas Kondisi saat ini Layak Pengembangan usaha Tidak Layak Dapat diusahakan dan dikembangkan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 44