Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi Di Rumah Sakit Umum

advertisement
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi Di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau Najori, Tjahjono Kuntjoro, Fitri Haryanti Abstract
Background: Public service Act No. 25/2009 obliges hospitals to plan, specify and implement
service standard and quality of service based on service variety. Sanggau District Hospital is a
public facility that has to improve quality of health service. One of services directly related to
patients is anesthesia nursing service.
Objective: In general the study aimed to identify quality of anesthesia nursing service from
aspects of workload, standard of anesthesia nursing service at Sanggau District Hospital and
understanding on regulation of anesthesia nursing service at Sanggau District Hospital.
Method: The study was descriptive qualitative with case study method and presented in narrative
format. Data were obtained through observation using check list, interview and questionnaire for
stakeholders.
Result: Quality of anesthesia nursing service was improved, as viewed from decreased prevalence
or failure in anesthesia intervention below the standard of minimum service since anesthesia nurses
were concerned and complied with standard of profession and patient safety. Service improvement
was not supported by adequate quantity of anesthesia nurses, standard facilities, and standard
operational procedures. Diverse views of professional organization on regulation of anesthesia
nursing service did not disrupt anesthesia nursing service. Service was a priority; anesthesia
intervention was carried out according to regulation and authority of anesthesia nurses.
Suggestion: Sanggau District Hospital should make analysis of need for nurses and doctors,
measurement and standard of hospital minimum service, provide standard operational procedure,
standard facilities and found hospital quality assurance team as well as give socialization and
understanding on regulation about the limit and authority in making anesthesia nursing
intervention.
Keywords: quality of service, workload, anesthesia nursing, authority, regulation
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan
setiap orang. Para ahli kedokteran dan kesehatan termasuk profesi keperawatan senantiasa
berusaha meningkatkan mutu dirinya, profesinya, maupun peralatan kedokteran, khususnya
manajemen mutu pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan. Keperawatan sebagai salah satu profesi,
mempunyai kedudukan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan serta merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan di Indonesia.1
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang.
Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan
prima rumah sakit, Adapun faktor yang dominan yang mempengaruhi mutu adalah sumber daya
manusia. Sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam pemberian pelayanan kepada
pasien yang paling banyak jumlahnya adalah perawat dan bidan yaitu 40%.2
1
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang efisien dan efektifif, dibutuhkan
kesesuaian tenaga keperawatan yang mencakup jumlah, jenis dan kualifikasi dengan kebutuhan
pelayanan yang diperlukan.2. Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus
dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan
serta mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia, alat maupun dana, sehingga
dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, baik kepada pasien, keluarga dan
masyarakat.3
Pelayanan operasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh dokter spesialis yang telah
melalui tahapan-tahapan prosedur pemeriksaan yang intensif dan merupakan harapan kesembuhan
bagi pasien, termasuk resiko besar yang menyertai, maka adanya upaya Quality
Assurance/menjaga mutu sangat penting bagi menunjang keberhasilan, mutu pelayanan
anestesi/operasi akan berperan penting dalam membangun citra rumah sakit, sebab pelayanan
anestesi merupakan pelayanan rumah sakit secara keseluruhan, maka harus dapat menjaga mutu
pelayanan rumah sakit.4
Mutu pelayanan adalah ukuran dari penilaian atas beberapa unit pelayanan, penilaian mutu
erat hubungan dengan proses penyusunan standar pelayanan, meliputi empat langkah utama, yaitu
menentukan kebutuhan dan lingkup standar, menyusun standar, menerapkan standar, evaluasi, dan
pembaruan (updating) standar. Ada 3 (tiga) pendekatan penilaian standar mutu ,yaitu (1) Standar
struktur yang meliputi aspek fisik, sarana organisasi dan sumber daya manusia (2) Standar proses,
tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan. (3) Standar hasil, outcome dari proses kegiatan
pelayanan yang diharapkan.5
Dalam era globalisasi ini berkembang cara pandang baru, lingkungan usaha semakin cepat
berubah, persaingan semakin tajam, dan hanya pelayanan yang berkualitas yang dihasilkan sumber
daya manusia berkualitas yang mampu bertahan. Pelayanan prima atau excellent service adalah
pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan.6
Rasio tenaga kesehatan perawat anestesi dengan tenaga perawat umum pada RSUD
Sanggau, Dimana jumlah tenaga yang paling banyak adalah perawat, dibandingkan dengan tenaga
Perawat Anestesi. Adapun jumlah tenaga perawat yang berpendidikan DIII Keperawatan
berjumlah 107 orang atau 36,6% dari jumlah 293 pegawai dan Perawat anestesi berjumlah 2 orang
atau 0,6%, perawat pelatihan anestesi 2 orang atau 0,6%, sedangkan perawat yang berpendidikan
Sekolah Perawat Kesehatan (perawat Pemula) berjumlah 23 orang atau 7,8% dari jumlah 293
pegawai. Perawat yang berpendidikan Sarjana Keperawatan 1 orang atau 0,3%.
Tabel 1. Indikator pelayanan kesehatan di RSUD Sanggau
No
INDIKATOR
TAHUN 2006
TAHUN 2007 TAHUN 2008
1.
BOR (%)
52,7%
58,94%
50,3%
2.
LOS (hari)
3,6
3,4
1,0
3.
TOI (hari)
4,1
3,24
1,3
4.
BTO (kali)
41,7
48,4
42,4
5.
NDR
1,3
1,42
0,3
6.
GDR
2,7
2,24
1,1
Sumber data: Profil RSUD sanggau tahun 2006, 2007 dan 2008.
2
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Tingkat keberhasilan dan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dapat dilihat dari segi
mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator Bed Occupancy Rate (BOR)
pemanfaatan/ pemakaian tempat tidur pada Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau berfluktuasi
setiap tahunnya, ditinjau dari parameter yang ideal antara 60-85% menunjukkan BOR Rumah
Sakit Umum Daerah Sanggau dibawah nilai ideal.
Rata-rata pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau berdasarkan
Average Length Of Stay (LOS) menunjukkan lamanya perawatan dari standar/ideal 6-9 hari. Ratarata hari, tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya Turn Over Interval
(TOI) menunjukkan sesuai dengan idealnya tempat tidur kosong hanya dalam waktu 1-3 hari.
Frekwensi pemakaian tempat tidur, berapa kali dalam satu satuan waktu tertentu Bed Turn Over
(BTO) menunjukkan satu tempat tidur yang dipakai satu tahun idealnya 40-50 kali. Adanya
peningkatan yang tidak terlalu jauh dari standar/ideal. Net Death Rate (NDR) dan Gross Death
Rate (GDR) menunjukkan penurunan yang sangat berarti.
Penelitian dilakukan di RSUD Sanggau khususnya kamar operasi. Dasar pengambilan
penelitian dikamar operasi karena banyaknya jumlah jumlah tindakan anestesi yang diakukan oleh
perawat anestesi, tahun 2006 jumlah 853 pasien rata-rata 71 pasien/bulan, tahun 2007 jumlah 799
pasien rata-rata 67 pasien/bulan, tahun 2008 jumlah 929 pasien rata-rata 77 pasien/bulan. Depkes,
pemenuhan kebutuhan tenaga disesuaikan beban kerja atau kelas rumah sakit tipe C menyatakan
tindakan anestesi sebanyak 100 (seratus) pasien kebawah tindakan setiap bulan dibutuhkan 2 (dua)
orang tenaga dokter anestesi, 10 (sepuluh) orang perawat anestesi. Sementara RSUD Sanggau
mempunyai tenaga perawat anestesi 4 (empat) orang, dokter anestesi tidak ada.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran tentang pelayanan
keperawatan anestesi di RSUD Sanggau. Sedangkan tujuam khusus penelitian ini adalah
mengetahui standar mutu pelayanan keperawatan anestesi, beban kerja perawat anestesi dan
pemahaman tentang regulasi pelayanan keperawatan anestesi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif dengan rancangan studi kasus.7
Penelitian dilakukan di RSUD Sanggau khususnya kamar operasi, fokus penelitian adalah perawat
anestesi, subyek penelitian adalah perawat bedah yang bersedia menjadi observer. Teknik
triangulasi sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, peneliti
menggunakan observasi partisipatik, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data
yang sama secara serempak. Responden penelitian adalah: Direktur RSUD Sanggau, kabid
pelayanan, kasi pelayanan, kasi humas dan hukum, komite medis dan kepala ruangan kamar
operasi, responden pendukung tentang regulasi pelayanan keperawatan anestesi adalah organisasi
profesi, IDSAI, PPNI dan IPAI.
Pengelolaan data disajikan dalam bentuk naratif dari hasil observasi dan wawancara,
penghitungan jumlah Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) akibat tindakan anestesi, dilakukan
dengan menggunakan persentasi dari jumlah pasien yang dilakukan tindakan anestesi dalam satu
tahun. Penghitungan pemenuhan kebutuhan tenaga perawat dan perawat anestesi dilakukan dengan
menggunakan formulasi dari Depkes, Gillies dan Illias.
3
Working Paper Series No.
Bulan 20..
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau
Pelayanan keperawatan anestesi merupakan karakteristik yang berbeda dari pelayanan
keperawatan secara umum, aspek yang sangat menentukan keberhasilan dalam melakukan
tindakan anestesi adalah bagaimana skill dan kompetensi seorang perawat anestesi. Quality
assurance pelayanan anestesi merupakan tolak ukur pelayanan rumah sakit secara keseluruhan.
Hasil/outcome pelayanan operasi/anestesi dari aspek klinis adalah
Tabel 2. Pelaksanaan standar mutu pelayanan anest.esi di RSUD Sanggau
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
Standar mutu pelayanan
keperawatan anestesi
Dengan
sempurna
Pre anestesi
Pemeriksaan pasien sebelum
tindakan anestesi di ruang
perawatan
Serah terima pasien di kamar
operasi
Memeriksapersiapan/identitas
pasien sebelum operasi
dilaksanakan
Menerima pelimpahan
wewenang dalam melakukan
tindakan anestesi
Mengecek mesin dan alat
anestesi
dilaksanakan
Menanyakan riawayat
penyakit lain dan obat yang
dilaksanakan
pernah dipakai
Inform concent
dilaksanakan
Penjelasan tentang
bahaya/resiko tindakan
dilaksanakan
anestesi
Premedikasi
-
Dilaksanakan
Tidak dengan
sempurna
tidak
-
tidak
-
tidak
-
-
tidak
-
-
-
-
-
-
-
-
dilaksanakan
dikamar operasi
Maintenance anestesi
Perawat anestesi didampingi
oleh dokter anestesi
Perawat anestesi
Tidak selalu
didampingi oleh perawat
didampingi
anestesi lain
Tindakan anestesi sesuai
dilaksanakan
sop
sesuai standar
tidak
-
4
Working Paper Series No.
Bulan 20..
13.
14
15.
16.
17.
18.
19.
Memonitor tanda-tanda
vital pasien selama anestesi
Pasca anestesi
Memberikan obat analgetik
Memantau tanda-tanda
vital di RR
Serah terima pasien pindah
keruangan
Menilai alderete score
Membereskan alat-alat
setelah tindakan anestesi
Membuat laporan kegiatan
tindakan anestesi
profesi
dilaksanakan
-
-
dilaksanakan
dilaksanakan
-
-
dilaksanakan
-
-
dilaksanakan
dilaksanakan
-
-
dilaksanakan
-
-
Dari hasil observasi pelaksanaan tindakan keperawatan anestesi di RSUD Sanggau, dapat
disimpulkan bahwa umumnya proses kegiatan pre, maintenance, dan pasca anestesi yang
dilakukan perawat anestesi dilaksanakan dengan sempurna, kepatuhan perawat anestesi terhadap
standar profesi secara terstruktur dilakukan dengan baik, beberapa proses pelayanan tidak dengan
sempurna dilakukan, menunjukan kegiatan tersebut tidak harus dilaksanakan dan tidak berdampak
resiko terhadap pelayanan keperawatan anestesi. Tidak dilaksanakan proses pelayanan
keperawatan anestesi karena keterbatasan tenaga perawat anestesi di RSUD Sanggau.
Ketepatan dan kepatuhan dalam melakukan tindakan anestesi yang dilakukan oleh perawat
anestesi dalam menghindari kejadian yang tidak diharapkan adalah:
“kejadian kematian dalam melakukan tindakan anestesi, tergantung dari kasus yang
dtangani dan mempunyai resiko yang berat, yang tak memungkinkan untuk dirujuk”.
(Responden 7).
No
1.
2.
3.
Tabel 3. Data kematian (death) tindakan operasi/anestesi di meja operasi
RSUD Sanggau
Tahun
Jumlah pasien
Jumlah kematian
%
di meja operasi
2006
853 pasien
2 pasien
0,23
2007
799 pasien
3 pasien
0,37
2008
929 pasien
2 pasien
0,21 00
Jumlah
2581 pasien
7 pasien
0,27
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan keperawatan anestesi yang
dilakukan oleh perawat anestesi di kamar operasi, menunjukkan kualitas pelayanan membaik,
ditandai dengan jumlah kematian (death) dimeja operasi dalam melakukan tindakan anestesi
cenderung menurun, dari laporan tahunan kegiatan anestesi dan wawancara didapatkan data
jumlah kematian tahun 2006 dari jumlah 853 pasien, yang meninggal dimeja operasi sebanyak 2
pasien atau 0,23%, tahun 2007 dari jumlah 799 pasien, yang meninggal dimeja operasi sebanyak 3
5
Working Paper Series No.
Bulan 20..
pasien atau 0,37%, tahun 2008 dari jumlah 929 pasien sebanyak 2 pasien atau 0,21%. Kematian
pasien di meja operasi berdasarkan standar atau patokan kesepakatan SPM Rumah Sakit ≤1% 8.
Dari aspek efektivitas pelayanan keperawatan anestesi di kamar operasi mengambarkan,
bahwa kualitas pelayanan keperawatan anestesi di kamar operasi RSUD Sanggau, yang dilakukan
oleh perawat anestesi adanya kepatuhan terhadap standar profesi yang merupakan panduan dalam
melakukan tindakan anestesi. Kompetensi, skill, pengetahuan dan pengalaman perawat anestesi
merupakan faktor pendukung dalam melakukan tindakan anestesi. Kemampuan perawat anestesi
dalam melakukan tindakan anestesi sangat terbatas sesuai dengan standar profesi yang ditetapkan,
untuk menghindari dari kecelakaan/kematian, pada kasus yang tidak sesuai
kompetensi/kemampuan perawat anestesi, dilakukan rujuk ke RSU Dokter Soedarso Pontianak.
“Komplikasi pasien yang dilakukan tindakan anestesi yang berpengaruh terhadap
pembiusan sering terjadi yaitu, lama bangunnya setelah operasi akibat dosis yang
berlebihan, reaksi berlebihan, dan salah penempatan endotraccheal tube”. (Responden 6)
Tabel 4. Komplikasi overdosis dan salah penempatan endotracheal tube tindakan anestesi di
RSUD Sanggau
No Tahun Jumlah
Jenis kegagalan tindakan anestesi
pasien
Overdosis
%
Salah
%
obat
penempatan
anestesi
endotracheal
tube
1.
2006
853 pasien
10 pasien
1,17
8 pasien
0,9
2.
2007
799 pasien
9 pasien
1,12
6 pasien
0,7
3.
2008
929 pasien
6 pasien
0,6
4 pasien
0,4
Jumlah 2581 pasien
25 pasien
0,9
18 pasien
0,7
Hasil pengumpulan data dan wawancara yang dilakukan terhadap perawat anestesi tentang
komplikasi anestesi karena overdosis obat anestesi, dan salah penempatan endotracheal tube,
tergambar dari: Overdosis obat anestesi tahun 2006 dari jumlah 853 pasien, ada 10 pasien
komplikasi overdosis obat anestesi atau 1,17%, tahun 2007 jumlah 799 pasien ada 9 pasien atau
1,12%, tahun 2008 jumlah 929 pasien ada 6 pasien atau 0,6%. Kesalahan penempatan
endotracheal tube tahun 2006 dari jumlah 853 pasien, kesalahan penempatan endotracheal tube 8
pasien atau 0,9%, tahun 2007 jumlah 799 pasien, 6 pasien atau 0,7%, tahun 2008 jumlah 929
pasien, 4 pasien atau 0,4%. Standar mutu atau patokan kesepakatan yang ditetapkan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalah ≤ 6% 8.
Penurunan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan keperawatan anestesi yang
dilakukan oleh perawat anestesi, merupakan gambaran kecermatan tindakan anestesi dan
monitoring pasien selama proses pembedahan berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara, faktor
keselamatan pasien merupakan proritas dalam menjaga image individu perawat anestesi, yang
menjadi sangat penting dalam melakukan tindakan anestesi adalah, keterampilan (skill) dan
pengalaman yang dimiliki oleh perawat anestesi sangat bervariasi.
Tindak lanjut dari menjaga mutu, aspek keselamatan pasien dalam melakukan tindakan
anestesi selalu menjadi prioritas, pelaksanaan tindakan anestesi tidak selalu selalu didampingi oleh
perawat anestesi lainnya, hal ini memungkinkan pada kasus-kasus tertentu yang beresiko berat
didampingi perawat senior anestesi.
6
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Resiko kegagalan dalam tindakan anestesi dalam melakukan pemasangan endotracheal
tube, dapat dihindari dengan melakukan alternative lain teknik anestesi yaitu dengan face mask,
dengan batasan yang dilakukan dalam tindakan anestesi sesuai standar profesi adalah pada ASA 1
(satu) dan 2 (dua)9, diluar ASA tersebut dilakukan rujukan pada rumah sakit provinsi, pada kasus
emergency dilakukan apabila tidak memungkinkan pasien dirujuk, dilakukan imform concent dan
penjelasan.
Complain rate atau keluhan pasien dan keluarga terhadap tindakan yang dilakukan oleh
perawat anestesi.
“Saya merasa tenaga perawat anestesi dalam melakukan tindakan pembiusan sangat
terampil dan sangat membantu, tetapi terlalu lama waktu tunggu operasi dan tidak sesuai
jadwal/giliran operasi, waktu bangunnya dari operasi juga terlalu lama”. (Responden 6)
“Setelah operasi saya merasa pusing, mual dan mata agak kabur dan merasa
mengambang akibat obat bius, bekas operasi sangat sakit dan nyeri”. (Responden 6)
Ketepatan waktu sangat tergantung bagaimana akses pelayanan yang tepat, waktu tunggu
operasi tidak terlalu lama, dan waktu tindakan anestesi dari pasien ke pasien yang lain tidak terlalu
lama10. Faktor lamanya penjadwalan operasi, karena prosedur pemeriksaan penunjang dan
persiapan operasi yang tidak dipersiapkan sebelumnya seperti jadwal visite dokter tidak tepat
waktu, pengambilan resep obat yang lama, menunggu giliran operasi selanjutnya dan petugas
anestesi yang tidak lengkap dikarenakan jadwal piket anestesi sistem oncall.
Komplikasi yang terjadi pada pasien setelah dilakukan operasi, berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan pada pasien diantaranya merasa pusing, mual, mata agak kabur, merasa
mengambang akibat obat bius dan bekas operasi terasa sakit, merupakan reaksi normal dari
pengaruh obat anestesi, perawat anestesi selalu memberikan obat analgetik. Kejadian tidak
diharapakan (KTD) dari pasca operasi dapat dihindari dengan melakukan koordinasi antara
perawat anestesi dengan perawat ruangan dalam pengawasan dan monitoring di ruang perawatan
pasien.
“Sistem pengaturan masalah jasa pelayanan belum diatur, sistem yang dipakai adalah
sistem patok, dengan ketentuan banyak atau sedikit tindakan anestesi sudah dipatok”.
(Responden 9).
Sistem jasa pelayanan yang didapat perawat anestesi saat ini adalah tidak melihat dari
jumlah tindakan anestesi atau persentasi setiap tindakan anestesi, berdasarkan sistem patok yang
diterima setiap bulannya. Dan belum diatur berdasarkan beban kerja perawat anestesi.
2. Beban Kerja Perawat Anestesi di RSUD Sanggau
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga
kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan1. Produktivitas
tenaga kesehatan dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebihan, sementara beban kerja tersebut
disebabkan oleh jumlah tenaga kesehatan yang belum memadai.
Beban kerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan tanggapan responden yaitu perawat
anestesi di kamar operasi terhadap beban kerja yang dirasakan dalam menyelesaikan tindakan
anestesi. Dari hasil wawancara yang dilakukan, perawat anestesi menyatakan:
7
Working Paper Series No.
Bulan 20..
“Selain jumlah perawat anestesi yang kurang, jumlah operasi yang ditangani oleh perawat
anestesi dalam satu hari 2-3 pasien, termasuk cito dengan jumlah perawat 4 orang dengan
sistem oncall, danjam kerja perawat anestesi melebihi dari 8 jam kerja”. (Responden 7)
Tabel 5. Pembedahan dan Anestesi di Kamar Operasi RSUD Sanggau tahun 2006
Spesialis
Bedah
Obgin
Jumlah
Khusus
elekt dar
if
urat
3
7
3
7
Golongan Pembedahan
Besar
Sedang
elekt dar elekt dar
if
urat
if
urat
318 131 114
45
108
98
29
426 229 143
45
Jumlah
Kecil
elekt dar
if
urat
-
elekti
f
435
137
572
daru
rat
183
98
281
Tabel 6. Pembedahan dan Anestesi di Kamar Operasi RSUD Sanggau tahun 2007
Spesialis
Bedah
Obgin
Jumlah
Khusus
elekt dar
if
urat
2
2
-
Golongan Pembedahan
Besar
Sedang
elekt dar elekt dar
if
urat
if
urat
201 112
98
22
98
109 107
48
299 221 205
70
Jumlah
Kecil
elekt dar
if
urat
2
2
-
elekti
f
303
205
508
daru
rat
134
157
291
Tabel 7. Pembedahan dan Anestesi di Kamar Operasi RSUD Sanggau tahun 2008
Spesialis
Golongan Pembedahan
Jumlah
Khusus
Besar
Sedang
Kecil
elekt dar elekt dar elekt dar elekt dar elekti daru
if
urat
if
urat
if
urat
if
urat
f
rat
287 141 127
35
414
176
Bedah
102 179
25
33
127
212
Obgin
389 320 152
68
541
388
Jumlah
Tindakan anestesi di kamar operasi tahun 2006 dengan tindakan darurat adalah 32,94
persen, sedangkan tindakan operasi elektif adalah 67,06 persen dari jumlah 853 pasien, tahun 2007
dengan tindakan darurat adalah 36,42 persen, tindakan operasi elektif adalah 63,58 persen dari
jumlah 799 pasien, tahun 2008 dengan tindakan darurat/ adalah 41,77 persen, tindakan operasi
elektif adalah 58,23 persen dari jumlah 929 pasien, semua tindakan dilakukan oleh perawat
anestesi tanpa dokter anestesi.
Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang
digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau
dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan
berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas11.
8
Working Paper Series No.
Bulan 20..
“Selama tindakan anestesi maka peran perawat anestesi adalah berkolaborasi dengan
dokter spesialis anestesi dalam memberikan pelayanan anestesi, apabila dokter anestesi
ada. Apabila tidak ada dokter anestesi maka peran perawat berdasarkan kompetensinya
dalam memberikan pelayanan anestesi, mulai prosedur pre, intra dan pasca anestesi
(recovery room)”. (Responden 7)
Peran perawat anestesi dalam pelayanan keperawatan anestesi adalah membantu dokter
anestesi/mitra dokter anestesi dalam melakukan tindakan anestesi, serta berkolaborasi dengan
dokter anestesi. Tanpa dokter anestesi peran/tanggung jawab tersebut diambil alih operator,
perawat anestesi melakukan tindakan anestesi sesuai dengan kompetensi dan batas kewenangan.
3. Standar Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau
a. Standar Tenaga Perawat anestesi
Ketenagaan keperawatan di RSUD Sanggau yang ada saat ini adalah 130 perawat terdiri
dari DIII keperawatan 107 perawat, SPK 23 perawat, berdasarkan formulasi perhitungan Gillies12,
jumlah perawat yang dibutuhkan adalah 66 perawat, rasio kebutuhan Permenkes 262/1979 kelas
rumah sakit tipe C adalah 1(satu) tenaga perawat berbanding 1(satu) tempat tidur, kelebihan tenaga
perawat di RSUD Sanggau dikarenakan tidak dilakukan analisis kebutuhan tenaga. Sehingga
dalam pergantian shift pagi, sore dan malam melebihi dari 2(dua) perawat.
Formula Permenkes 262/1979 dengan metode rasio tidak dapat menghitung kebutuhan
tenaga secara menyeluruh hanya menggunakan jumlah Tempat Tidur (TT), di kamar operasi
sebagai denominator yang dilakukan oleh perawat anestesi. Kelebihan tenaga perawat di RSUD
Sanggau tidak seimbang dengan jumlah tenaga perawat anestesi yang hanya 4 orang perawat
anestesi. Kebutuhan tenaga perawat anestesi 5 (lima) orang perawat anestesi, ditambah perawat
RR yang terampil dalam penangganan gawat darurat 1(satu) orang13.
Depkes, memperhitungkan jumlah tenaga perawat anestesi berdasarkan jumlah jenis
operasi, jumlah kamar operasi dan pemakaian kamar operasi yang diprediksikan 6 jam sehari, serta
tingkat ketergantungan pasien operasi besar, sedang dan kecil, dengan jumlah operasi 3 pasien
sehari termasuk darurat, yang dibutuhkan 3 (tiga) orang perawat anestesi dengan 1(satu) orang
cadangan dari tim inti. Di RR yang dibutuhkan tenaga perawat anestesi 1(satu) orang perawat
anestesi14.
Tenaga perawat anestesi segi efektivitas dan efisiensi dari sumber daya manusia RSUD
sanggau, berdasarkan formulasi kebutuhan tenaga perawat anestesi belum mencukupi dari aspek
jumlah/kuantitas tenaga 4(empat) orang perawat anestesi, kompetensi seorang perawat sangat
ditentukan kualitas dalam melakukan tindakan anestesi, dimana 2(dua) perawat pendidikan DIII
keperawatan anestesi, 2 (dua) perawat pelatihan anestesi, selain bekerja berdasarkan tugas pokok
selaku pembiusan pasien, perawat anestesi merangkap pada ruang recovery room. Bekerja sistem
oncall dan tidak berdasarkan shift.
b. Standar Sarana Prasarana Kamar Operasi RSUD Sanggau
Kelengkapan sarana prasarana dalam penelitian ini adalah ala-alat yang dibutuhkan
perawat anestesi untuk melaksanakan tindakan anestesi. Hasil observasi dilakukan perawat
anestesi terhadap kelengkapan fasilitas dari aspek kuantitas dan kualitas alat cukup memadai,
terutama pada kamar operasi 1(satu), mesin anestesi sudah standar, sementara kamar operasi
2(dua) belum standar sehingga frekwensi tindakan anestesi lebih banyak dilakukan pada kamar
9
Working Paper Series No.
Bulan 20..
operasi 2 (dua). Sistem inhalasi baik kamar operasi 1 dan 2 tidak sentral, hal ini dilakukan agar
memudahkan untuk mengetahui dalam pengontrolan isi tabung dan menghindari kejadian yang
tidak diharapkan seperti tertukarnya tabung oxygen dan N2O.
Recovery room merupakan ruangan perawatan sementara pasien setelah operasi,
peralatan/obat bersifat emergency sangat dibutuhkan untuk menghindari kejedian yang tidak
diharapkan, aldrette score merupakan score yang menjadi pedoman perawat anestesi menilai
perkembangan pasien, pada nilai 8-9 jumlah score pasien dapat dipindahkan ruang perawatan, nilai
5/4 keruang perawatan intensif/ICU
Kualitas pelayanan keperawatan anestesi didukung SDM yang terampil dan cukup serta
peralatan yang memadai sesuai standar. Kamar operasi adalah merupakan pelayanan yang
berhubungan langsung dengan pasien yang lebih banyak mempergunakan alat medis maupun non
medis, kerusakan alat sangat mempengaruhi performan kerja perawat anestesi. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan terhadap perawat anestesi, pengadaan alat-alat kamar operasi yang
diajukan oleh perawat anestesi sangat lambat ditanggapi oleh pihak manajemen dengan alasan
bahwa masih sangat tergantung dana dari pemda, kerusakan alat tidak cepat diperbaiki dan harus
dikirim ke Jakarta, karena kurangnya SDM dan cadangan alat yang dimiliki oleh RSUD Sanggau.
“Kurang tanggapnya pihak manajemen dalam menangani masalah laporan permintaan
alat dan masalah kerusakan alat. Alat yang rusak harus dikirim pusat (Jakarta) karena
tidak bisa di tangani oleh RSUD Sanggau, permintaan alat harus menunggu dana dari
pemerintah daerah”. (Responden 7)
c. Standar Operasional Prosedur Kamar Operasi RSUD Sanggau
Standar operasional prosedur harus dimiliki oleh setiap instalansi di rumah sakit. Pasal 53
UU No.23 tahun 199217 tentang tanggungjawab tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar pelayanan rumah sakit dan harus dibekali
peraturan, pedoman, standar dan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan anestesiologi dan
reanimasi di rumah sakit.
No
Tabel 8. Standar operasional prosedur kamar operasi RSUD Sanggau
Kegiatan
Temuan observasi
1.
Sop teknik intubasi endotracheal
2.
Sop Pengecekan mesin anestesi
Tidak ada
3.
Sop penggunaan mesin anestesi
Tidak ada
4.
Sop penggunaan monitor
Tidak ada
5.
Sop penggunaan syringe pump
Tidak ada
6.
Sop penggunaan puls oximeter
Tidak ada
7.
Sop penggunaan oxigen
Buku standar profesi
Buku standar profesi
10
Working Paper Series No.
Bulan 20..
8.
Sop pemakaian tensi meter elektrik
Tidak ada
9.
Sop penggunaan oxygen central/manual
Tidak ada
10.
Sop penggunaan suction unit
Tidak ada
11.
Sop penggunaan infusion pump
Tidak ada
12.
Sop penatalaksanaan pre dan pasca anestesi
Buku standar profesi
13.
Sop Penatalaksanaan intra anestesi
Buku standar profesi
14.
Sop premedikasi
Buku standar profesi
15.
Sop anestesi umum pada orang dewasa
Buku standar profesi
16.
Sop anestesi paediatrik
Buku standar profesi
17.
Sop perawatan pasca bedah/ruang pulih
Sop penyuluhan pada pasien yang akan di
operasi/anestesi
Buku standar profesi
18.
19.
Sop Penanggulangan henti jantung(cardiac
arrest)
20.
Sop evaluasi pasien pasca bedah/anestesi
Buku standar profesi
Buku standar profesi
Tidak ada
Permasalahan yang dihadapi rumah sakit dalam membuat standar operasional prosedur
(SOP) untuk menciptakan mutu pelayanan keperawatan anestesi yang baik tentunya memiliki
komitmen rumah sakit tersebut, ada lima faktor yang dapat menghambat dalam pembuatan SOP15,
yaitu:
1) Kurangnya waktu bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan SOP, meskipun pada akhirnya
dengan dengan melaksanakan SOP dapat mengurangi terjadinya komplikasi dan rujukan
sehingga akan menghemat waktu dalam penanganan pasien.
2) Kurangnya dana, menyebabkan pelayanan menjadi tidak menyenangkan.
3) Faktor organisasi, misalnya kurangnya dukungan dari rumah sakit atau adanya prioritas yang
berbeda.
4) Faktor professional, yaitu adanya konflik antara keperluan yang berbeda dari tiap-tiap tenaga
kesehatan dengan kebutuhan pasien.
5) Faktor individual, yaitu kurangnya pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan.
11
Working Paper Series No.
Bulan 20..
SOP merupakan kebijakan bersama antara pelaksana dan manajemen rumah sakit yang
ditelaah secara seksama dan diputuskan menjadi standar prosedur yang baku, mempunyai waktu
berlakunya, harus komitmen dalam pelaksanaanya16. Otoritas profesi yang diberikan oleh lembaga
profesi atau pemerintah yang berupa regulasi dalam standar operasional dalam melaksanakan
aktivitas klinis, diberikan wewenang dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan batas-batas
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki dalam prakteknya.
Hasil wawancara mengambarkan komitmen manajemen rumah sakit dalam menjalankan
undang-undang dalam membuat standar operasional prosedur belum terlaksana, faktor individu
kurangnya komitmen dan pengetahuan memahami undang-undang, faktor professional adanya
konflik yang berbeda dari tiap-tiap tenaga kesehatan dan faktor organisasi kurangnya dukungan
dari rumah sakit dengan pelaksana pelayanan kesehatan. SOP yang ada pada kamar operasi dibuat
sesuai standar profesi keperawatan anestesi.
4. Pemahaman Terhadap Regulasi Pelayanan Keperawatan Anestesi
“Implementasi dari UUPK Nomor 29 Tahun 2004 adalah Permenkes RI Nomor 512 Tahun
2007, bagi perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi tentunya sangat
diperlukan apalagi tindakan anestesi merupakan tindakan medis, perawat anestesi dalam
melakukan pelayanan keperawatan anestesi maka payung hukumnya adalah UU nomor 23
Tahun 1992, PP Nomor 32 Tahun 1996, permenkes 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Praktik Perawat serta Permenkes RI tentang Standar Profesi Perawat Anestesi No.779
tahun 2008”. (Responden 11)
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 199617 bahwa tenaga kesehatan pasal 21 ayat 1)
perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan. Pasal 22 ayat 1) bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam
melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan identitas dan tata kesehatan pribadi
3. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
5. Membuat dan memelihara rekam medis.
Undang-undang Kesehatan tahun 1992 tentang kesehatan pasal 32 ayat 4) Pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 53
ayat 1) tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya. Ayat 2) tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Kewenangan perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari dokter anestesi pada daerah yang mempunyai dokter anestesi, bagi
daerah yang tidak mempunyai dokter anestesi pelimpahan kewenangan dalam melakukan tindakan
anestesi dapat dilakukan oleh dokter operator atau direktur rumah sakit, yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan standar pelayanan anestesi dan reanimasi rumah sakit dari
Depkes RI tahun 1999 dan permenkes Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 9.
12
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Pedoman pelaksanaan pelayanan berhubungan dengan pendelegasian wewenang dalam
ilmu manajemen ada empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan: a) pendelegasian
menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan, b) pendelegasian melimpahkan
wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan tugas, c) penerima delegasi baik implicit
atau exsplisit menimbulkan kewajiban dan tanggungjawab, d) pendelegasian menerima
pertanggung jawaban bawahan akan hasil yang dicapai. Alasan pendelegasian untuk membantu
pelayanan adalah dengan a) menetapkan tujuan, b) tegaskan tanggung jawab dan wewenang, c)
berikan motivasi kepada bawahan, meminta penyelesaian kerja, d) berikan latihan, e) adakan
pengawasan yang memadai16.
“Surat Izin Perawat (SIP),Surat Izin Kerja (SIK), lisensi, sertifikasi dan standar profesi
sudah ada, merupakan kekuatan legalitas perawat dalam melakukan tindakan anestesi”.
(Responden 8)
Pemahaman tentang regulasi pelayanan keperawatan anestesi pada setiap individu perawat
anestesi mempunyai perbedaan, yang membedakan aspek sertifikasi antara perawat anestesi
dengan perawat pelatihan dari pendidikan atau kompetensi. Peran tanggungjawab perawat anestesi
lebih besar dari peran perawat pelatihan, lisensi merupakan pengakuan legal dari lembaga yang
kompeten yaitu dinas kesehatan setempat, SIP, SIK dan SIPP merupakan salah satu lisensi yang
dimiliki oleh perawat anestesi, dimana lisensi bersifat permanen untuk menjalankan praktek atau
kegiatan tindakan anestesi.
KESIMPULAN
1. Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau:
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dari tindakan anestesi yang dilakukan oleh perawat
anestesi 3 (tiga) tahun 2006,2007,2008 dari jumlah 2581 pasien meninggal dimeja operasi
5 (lima) pasien atau 0,19% dari standar pengukuran menurut SPM Rumah Sakit ≤ 1%,
tingkat dimensi mutu tergambarnya efektivitas pelayanan bedah sentral dan keperawatan
anestesi serta kepedulian terhadap keselamatan pasien. Komplikasi overdosis dan salah
penempatan endotracheal tube akibat tindakan anestesi 3 (tiga) tahun terakhir dari 2581
pasien jumlah komplikasi overdosis 25 pasien atau 0,9%, kegagalan salah penempatan
endotracheal tube dari jumlah 2581 pasien kegagalan 18 pasien atau 0,7%. Standar SPM
RS ≤ 6%. Dimensi mutu tergambarnya kecermatan tindakan anestesi dan monitoring pasien
selama proses tindakan anestesi.
b. Pelaksanaan tindakan anestesi pre, maintenance dan pasca anestesi outcome yang ditemui
beberapa aspek tidak dilakukan karena keterbatasan tenaga dan tidak ada prosedur yang
buat rumah sakit.
c. Jasa pelayanan/reward system belum diatur dalam peraturan daerah, berdasarkan peraturan
internal rumah sakit, jasa pelayanan menggunakan sistem patok, tidak berdasarkan pada
kasus/persentasi tindakan anestesi.
2. Beban Kerja Perawat Anestesi di RSUD Sanggau
a. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien dilakukan tindakan anestesi oleh perawat
anestesi, tahun 2006 kasus operasi elektif 67,06 persen, kasus emergency 32,94 persen,
tahun 2007 kasus operasi elektif 63, 58 persen, kasus emergency 36,42 persen, tahun 2008
kasus elektif 58,23 persen, kasus emergency 41, 77 persen.
13
Working Paper Series No.
Bulan 20..
b. Ketergantungan tindakan anestesi lebih banyak pada kasus elektif, dengan keterbatasan
tenaga sistem oncall dilakukan pada kasus-kasus emergency
3. Standar Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau
a. Tenaga perawat anestesi yang ada saat ini di RSUD Sanggau 4 (empat) orang atau 3,0%
dari jumlah perawat RSUD sanggau 130 perawat, terdiri dari 2 (dua) orang perawat DIII
Keperawatan Anestesi, 2 (dua) orang perawat pelatihan, tanpa dokter anestesi. Estimasi
jumlah tenaga perawat anestesi ideal hasil perhitungan sesuai beban kerja adalah 5 orang
dengan 1 (satu) orang perawat mahir anestesi di recovery room (RR), analisis kebutuhan
tenaga RSUD Sanggau belum pernah dilakukan.
b. Kuantitas dan kualitas peralatan kamar operasi memadai, RSUD Sanggau mempunyai 2
(dua) kamar operasi, kamar operasi 1(satu) lengkap peralatan sesuai standar, kamar operasi
2(dua) belum lengkap peralatan mesin anestesi tidak standar, frekwensi tindakan anestesi
lebih dominan dilakukan pada kamar operasi 1(satu), sistem inhalasi masih belum sentral,
masih sistem manual.
c. RSUD Sanggau belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang baku, perawat
anestesi dalam melakukan tindakan anestesi berpedoman pada buku standar pelayanan
anestesi dan reanimasi di rumah sakit yang diterbitkan Depkes melalui permenkes.
4. Pemahaman Terhadap Regulasi Pelayanan Keperawatan anestesi
Yang menjadi landasan legal pelaksanaan tindakan keperawatan
anestesi:
1. Regulasi internal: Hospital bylaws belum berjalan sesuai dengan fungsinya, komite
keperawataan RSUD Sanggau belum terbentuk, SOP belum baku secara tertulis dan
privileging sesuai standar profesi yang mempunyai batas kewenangan perawat anestesi dan
kompetensinya.
2. Regulasi eksternal: Undang-undang Nomor: 23 tahun 1992, PP No. 32 tahun 1996,
permenkes No. 512 tahun 2007, permenkes No. 1239 tahun 2001 dan permenkes No.779
tahun 2008.
SARAN
1. Kepada Direktur RSUD Sanggau Kabupaten Sanggau diharapkan:
a. Membuat badan mutu/tim mutu rumah sakit, yang melibatkan semua unsur medis dan
keperawatan rumah sakit.
b. Melakukan analisis kebutuhan tenaga sesuai prioritas kebutuhan rumah sakit
c. Melakukan sistem pembagian jasa pelayanan sesuai dengan beban kerja.
d. Membuat standar operasional prosedur (SOP), dengan mengacu pada buku standar profesi
perawat anestesi sesuai dengan permenkes
e. Membuat payung hukum dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan, dengan
membuat surat pelimpahan wewenang tindakan anestesi kepada perawat anestesi.
2. RSUD, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Sanggau pada tingkat daerah, merekrut
tenaga dengan memberikan kesempatan kepada perawat untuk pendidikan dan pelatihan
keperawatan anestesi. Dan mengusahakan memenuhi kebutuhan dokter spesialis anestesi
sesuai standar rumah sakit.
3. Peran pemerintah dalam hal ini adalah komite akreditasi rumah sakit (KARS), lebih proaktif
dalam melakukan dan mengevaluasi mutu pelayanan rumah sakit, terutama rumah sakit daerah
yang belum terakreditasi.
14
Working Paper Series No.
Bulan 20..
DAFTAR PUSTAKA
1.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1982) Sistem Kesehatan Nasional: Jakarta:
Depkes RI.
2.
Departemen Kesehatan Reoublik Indonesia (2002) Standar Tenaga Keperawatan di Rumah
Sakit: Jakarta: Depkes RI.
3.
Suyanto (2008) Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit:
Yoyakarta: Mitra Cendikia.
4.
Sabarguna, S.B. (2008) Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit: Jakarta: Sagung Seto.
5.
Koentjoro.T. (2007) Regulasi Kesehatan di Indonesia: Yogayakarta: Penerbit Andi.
6.
Ratminto dan Winarsih. (2008) Manajemen Pelayanan Kesehatan. : Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
7.
Yin, R.K (2008) Studi Kasus Desain dan Metode.Penerjemah, M.Djauzi. Mudzakir (2002):
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
8.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik (2007) Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.
9.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) Standar Pelayanan Anestesiologi dan
Reanimasi di Rumah Sakit: Jakarta: Depkes RI.
10. Pohan,I. (2002) Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan:
Jakarta: EGC.
11. Badan Kepegawaian Negara (2004) Pengukuran kapasistas Kelembagaan di Lingkungan
Badan
Kepegawaian
Negara
(internet),
Available
From:
Jakarta.
BKN:http//www.bkn.go.id/buku penelitian /2004/BAB II (accessed 20 Mei 2009)
12. Gillies. (1994) Nursing Management; A System to Approach, third edition, W.B.Saunders
Co. Philadelphia.
13. Ilyas.Y. (2004) Perencanaan SDM Rumah Sakit Teori, Metode, dan Formula. Fakultas
Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia. Jakarta
14.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) Standar Manajemen Keperawatan dan
Kebidanan di Sarana Kesehatan, Direktorat Pelayanan Keperawatan,Ditjen Yanmedik,
Jakarta
15. Wright, J. & Hill,P. (2003) Clinical Governance. Newcastle: Elsevier Science Limited.
16. Handoko. H. (1984) Manajemen : Yogyakarta : BPFE
17. Undang-undang No.32 tahun 1996 tenaga kesehatan.Jakarta: Depkes RI.
15
Download