THE ROLE OF L-CARNITINE AND UBIQUINONE ON ENERGY SUPPLY OF CELLULAR MITOCHONDRIA IN CARDIOVASCULAR DISEASE Prof.Dr.dr.H. Djanggan Sargowo, SpPD.,SpJP (K), FIHA, FACC, FCAPS, FESC FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 1 Ringkasan Secara alami L-carnitin memiliki peran yang esensial dalam metabolisme asam lemak. Hanya jika berikatan dengan carnitine yang mengaktifkan acylcoenzyme-A esterase di sitosol maka asam lemak dapat masuk ke mitokondria, tempat terjadinya b oksidase. Carnitine juga berfungsi memindahkan benda-benda beracun dalam alur metabolik. Bukti klinis mengindikasikan bahwa carnitine memiliki peran dalam manajemen beberapa kelainan kardiovaskular. Suplementasi carnitine telah menunjukkan perbaikan kardiomiopati pada pasien defisiensi carnitine sistemik. Penelitian dengan binatang laboratorium dan percobaan klinis pada manusia membuktikan bahwa carnitine memiliki potensi dalam managemen sindrom iskemik akut maupun kronis. Penyakit vaskular perifer, gagal jantung kongestif, aritmia, dan kardiotoksisitas karena antlhracycline serta penyakit kardiovaskular lain dapat membaik dengan pemberian carnitine, meskipun saat ini data mengenai penggunaan carnitine masih dalam penelitian pendahuluan. Summary The naturally occurring compound L-carnitine plays an essential role in fatty acid metabolism. It is only by combining with carnitine that the adivated longchain fatty acyl coenzyme A esters in the cytosol are able to be transported to the mitochondrial matrix where b-oxidation occurs. Carnitine also functions in the removal of compounds that are toxic to metabolic pathways. Clinical evidence indicates that carnitine may have a role in the management of a number of cardiovascular disorders. Supplemental administration of carnitine has been shown to reverse cardiomyopathy in patients with systemic carnitine deficiency. Experimental evidence obtained in laboratory animals and the initial clinical experience in man indicate that carnitine may also have potential in the management of both chronic and acute ischemic syndromes. Peripheral vascular disease, congestive heart failure, cardiac arrhythmias, and anthracycline-induced cardiotoxicity are other cardiovascular conditions that may benefit from carnitine administration, although at this time data on the use of carnitine for these indications are very preliminary. 2 I. Pendahuluan Carnitine secara alami terdapat dalam tubuh ditemukan dalam jumlah besar di miokardium dan jaringan otot. Substansi ini merupakan faktor esensial dalam transportasi asam lemak rantai panjang dari sitoplasma ke mitokondria, dimana terjadi b oksidase yang membersihkan bahan-bahan beracun. Biosintesis (carnitine berkurang akibat adanya defek pada fungsi hati ataupun ginjal, peningkatan katabolisme, atau ketidakmampuan jaringan untuk mengekstrak carnitine dari darah dan menyimpannya. Kondisi ini dapat terjadi pada berbagai kondisi patologis atau berbagai akibat dari proses penuaan dan membawa pada defisiensi carnitine organ maupun sistemik. Konsekuensi dari hal tersebut adalah kemampuan memproduksi energi menjadi berkurang dan terjadi akumulasi patologis, terutama di sitoplasma, dari asam lemak bebas yang sangat beracun untuk membran sel. Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui secara kritis jalur carnitine pada kelainan kardiovaskular untuk memperkirakan potensi terapinya. Biokimia Carnitine dan hubungannya secara klinis Struktur formula L-carnitine, atau 3-hidroksi-4-N-asam trimetilaminobutirik adalah : H 2C H 2C H 2C N+CH2CHCH2=COOOH Meskipun sudah ada produksi carnitine campuran (DL-Carnitine) secara sintetis, tapi hanya L-isomer yang aktif secara metabolik. Fungsi utama carnitine adalah memfasilitasi transpor asam lemak rantai panjang yang ada di sitosol agar dapat melintasi membran dalam 3 mitokondria sampai matriks mitokondria, tempat terjadinya b oksidase. Membran mitokondria secara normal tidak permiabel terhadap koenzim-A (CoA) aktif yang terbentuk di sitosol melalui aksi asam lemak-CoA sintetase. Untuk memasuki mitokondria, acyl-CoA harus berikatan dengan L-carnitine untuk membentuk acylcarnitine, yang dapat penetrasi ke membran mitokondria. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim yang disebut carnitine acyltransferase I. Enzim lain yaitu carnitine translocase akan memediasi transpor acylcarnitine melintasi membran mitokondria bagian dalam.jika acylcarnitine telah memasuki. matriks mitokondria, carnitine acyltransferase II memfasilitasi regenerasi acyl CoA dan carnitine bebas. Acyl-oA kemudian mengalami B oksidase menjadi Acetyl-CoA dan akan memasuki siklus Krebs atau siklus Asam sitrat, yang akan memproduksi energi. Carnitine kembali ke sitosol dan bereaksi lagi dengan acyl-CoA. Derivat CoA dari asam lemak rantai panjang dapat mengalami b oksidasi sehingga dapat menghasilkan energi berupa molekul ATP, dan bahan toksik dapat dihilangkan dari proses ini. II. Efek Farmakologis dari Carnitine Efek Hemodinamik. Evaluasi efek hemodilusi carnitine pada binatang di laboratorium telah membuktikan efek inotropik positif dan efek vasodilator koroner secara langsung. Anjing yang dianestesi dan ditutup dadanya diberikan infus L-carnitine 80 mg/kg/BB/menit selama 8 menit menunjukkan adanya penurunan jantung sebesar 17%, peningkatan tekanan aorta dan ventrikel kiri sebesar 20%, dan peningkatan ”peak positive” ventrikel kiri dP/dt/efek aktivitas inotropik positif L-carnitine pada binatang tersebut disertai peningkatan aliran darah koroner sebesar 60% dan penurunan resistensi vaskular koroner. Penelitian terpisah meneliti efek DL-carnitine yang diberikan dalam infus secara intravena dengan dosis 70 mg/kg/menit pada jantung dan parameter hemodinamik pembuluh darah perifer dianestesi, dilakukan pembukaan dada pada anjing subjek. Infus carnitine dengan kecepatan 20 4 mg/kg/menit dan rnenghasilkan respon hemodinamik yang lebih sedikit, namun pada kecepatan 30 dan 40 mg/kg/menit menghasilkan efek inotropik positif yang sedikit lebih tinggi dan efek vasodilator yang nyata. Respon ini ditandai dengan reduksi resistensi vaskular pada koroner, pulmoner dan sistemik, tekanan nadi yang melebar dan peningkatan aliran darah koroner sirkumfleksa kiri dan aliran darah aorta. Pada kecepatan infus yang lebih besar, efek inotropik positif carnitine menjadi lebih nyata pada kecepatan 60 mg/kg/menit isi sekuncup menjadi dua kali lipat, hampir tiga kari lipat pada tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, peningkatan dP/dtmax pada ventrikel kiri dan peningkatan sebesar 38% kekuatan kontraksi ventrikel. Kegagalan propanolol atau reserpin untuk mengembalikan perubahan yang diinduksi infus carnitine mengindikasikan adanya efek hemodinamik pada binatang yang tidak dimediasi katekolamin. Efek metabolik. Penelitian lain memperkirakan camitine dapat memperbaiki perubahan metabolik yang berhubungan dengan iskemia miokard. Pemberian L-carnitine secara intravena pada anjing yang dianestesi dan dilakukan pembedahan dada, sebelum ligasi arteri koroner yang memperlihatkan penurunan carnitine bebas dan peningkatan acylcarnitine rantai panjang yang diobservasi pada daerah iskemik jantung pada binatang yang belum diterapi. Konsentrasi ATP pada daerah iskemik meningkat secara signifikan pada binatang yang diterapi dengan carnitine daripada kontrol. Efek yang dihasilkan dari infus L-carnitine intrakoroner setelah onset iskemia termasuk peningkatan carnitine bebas pada tingkat jaringan, acetylcarnitine, creatinine fosfat dan ATP, serta penurunan acylCoA esterase rantai panjang. Efek hemodinamik. Aktivitas inotropik positif dari carnitine pada binatang yang diobservasi di laboratorium juga ditemukan pada manusia. Efek ini muncul lebih nyata pada pasien yang terbukti terjadi penyakit jantung iskemik daripada individu normal. Pemberian L-carnitine secara intravena dengan dosis 40 mg/kg pada sukarelawan yang sehat selama 2 menit menghasilkan variasi 5 sedang pada denyut jantung dan tekanan arteri. Perubahan yang tidak signifikan pada periode pre-ejeksi (PEP), waktu ejeksi ventrikel kiri (LVET), dan rasio PEP/LVET dan perubahan yang tidak bermakna pada ekokardiografi menunjukkan penampilan jantung yang hampir sama dengan sebelumnya. Ketika peneliti yang sama meneliti 10 pasien dengan dugaan penyakit arteri koroner, manifestasi sebagai infark miokard atau angina pektoris, hanya sedikit perubahan tekanan arteri dan denyut jantung ketika diobservasi selama pemberian infus carnitine. Sepuluh menit setelah infus terjadi penurunan PEP sebanyak 10% dart reduksi sebanyak 3% muncul setelah infus 45 menit. LVET sedikit meningkat di atas harga normal selama periode infus. Penurunan maksimum dari rasio PEP/LVET sebanyak hampir 15% terjadi setelah 10 menit pemberian infus carnitine. Reduksi sebanyak 10% dari rasio ini muncul 45 menit setelah infus selesai. Pemeriksaan ekokardiografi pada penderita ini menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pergerakan ventrikel kiri setelah 40 mg/kg secara intravena selama 2 menit. Giordano dan kawan-kawan melaporkan efek unggul yang mirip pada jantung setelah pemberian carnitine dalam periode yang lebih lama pada 18 pasien angina pektoris dan gejala gagal jantung. Setelah 10 hari perawatan dengan infus carnitine 2 gram/hari, peningkatan signifikan dari PEP dan penurunan yang signifikan dari LVET dibandingkan dengan harga dasar. Perubahan ini menghasilkan penurunan yang signifikan pada rasio PEP/LVET. Efek hemodinamik carnitine selama stres takikardi yang diinduksi oleh olahraga maupun sebab lainnya juga dievaluasi pada pasien angina dan PJK. Perubahan denyut jantung, LVEDP atau fraksi ejeksi, dan tekanan sistolik ventrikel kiri pada 4 pasien yang diterapi dengan carnitine sebanyak 40 mg/kg tidak berbeda secara signifikan terhadap perubahan yang dialami 7 penderita yang menerima saline. Tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada tekanan sistolik atau denyut jantung maksimal, tapi dapat mengurangi peningkatan LVEDP yang diinduksi denyut jantung. Efek metabolik, observasi selama pemacu atrial cepat 6 pada pasien angina karena PJK mengindikasikan bahwa carnitine memiliki efek yang baik pada metabolisme miokardial pada asam lemak bebas laktat selama stres takikardi. Stres takikardi sebelum pemberian carnitine berhubungan dengan penurunan ekstraksi laktat pada miokardial. Pada satu studi dibuktikan bahwa pemberian L-carnitine infus sebelum periode takikardi sekunder menghasilkan konversi produksi latkat dan ekstraksinya. Peneliti grup kedua juga melaporkan peningkatan ekstraksi laktat miokardial setelah terapi DL-carnitine. Pada studi ketiga, reduksi ekstraksi laktat yang disebabkan stres takikardi menurun secara signifikan setelah dosis besar carnitine (140 mg/kg), diberikan secara bolus ekstravaskular dan dibandingkan dengan penderita yang sama sebelum pemberian carnitine dan pemberian placebo. ST segmen depresi dapat dikurangi selama stres takikardi pada pemberian carnitine jika dibandingkan dengan stres takikardi sebelum pemberian carnitine atau placebo. Karena carnitine terjadi secara endogen, farmakokinetiknya hanya dapat dipelajari pada kondisi khusus yang terkontrol dan dengan sangat hati-hati, mencakup penghitungan diet dan harga dasar pada urin dan serum. Pentingnya beberapa hal tersebut dapat menjelaskan kekurangan informasi mengenai farmakokinetik carnitine eksogen. A. Setelah pemberian intravena Data yang ada menunjukkan harga serum carnitine meningkat secara bertahap setelah pemberian infus L-isomer ataupun campuran. Pada sebuah studi, sukarelawan yang sehat diberikan dosis L-carnitine intravena dengan dosis 40 mg/kg menunjukkan serum puncak pada 1,612,3 µ M, 36 kali lebih tinggi dibanding konsentrasi awal. Peningkatan awal serum carnitine yang terjadi setelah pemberian intravena diikuti penurunan cepat. Konsentrasi serum carnitine kembali ke harga dasar hampir 12 jam setelah infus. Welling dan kawan-kawan menggunakan 2 model kompartemen untuk menjelaskan distribusi L-carnitine pada laki-laki dewasa setelah 7 pemberian L-carnitine intravena dosis 40 dan 60 mg/kg. Awalnya Lcarnitine didistribusi cepat ke hampir 20% volume cairan tubuh.pada batas tertentu L-carnitine didistribusikan pada 3 0 % berat badan, harga tetap dengan distribusi ekstensif ke cairan ekstraselular. Waktu paruh fase distribusi hampir setengah jam, dan fase beta terminal hampir 2-3 jam. Konsentrasi serum carnitine dideteksi Uematsu dan kawan-kawan pada subjek sehat yang diberikan L-carnitine intravena dengan dosis 20 60 mg/kg, lebih baik karena menggunakan model 3-kompartemen terbuka. Volume distribusi dari kompartemen sentral berkisar 0,11 - 0,20 L/kg dan berhubungan dengan volume cairan akstraselular. Carnitine didistribusikan secara bertahap pada 2 kompartemen perifer. Waktu paruh fase gamma dari hilangnya carnitine dari serum berkisar 10 - 23 jam. Pemberian carnitine intravena dieliminasi lewat urin. Rerata 24 jam urin dilaporkan Uematsu dan kawan-kawan setelah pemberian Lcarnitine intravena pada dosis yang bervariasi antara 20-60 mg/kg adalah 83,5%. Fraksi mayor carnitine diekspresikan tanpa diubah. B. Setelah pemberian oral Peningkatan kadar carnitive serum setelah pemberian secara oral 2 atau 6 gram L-carnitine lebih bertahap dan puncaknya tercapai lebih rendah daripada pemberian intravena. Konsentrasi serum maksimal terjadi setelah 3-9 jam setelah pemberian dosis 2 gram dan dosis 2,5, gram, dan 7 jam setelah pemberian dosis 6 gram. Hanya 1 ,021 µ mol carnitine, atau 8% dosis yang tersisa di urin setelah 24 jam pemberian oral L-carnitine. Setelah pemberian dosis 6 gram, di urin ditemukan 1 ,580 µ mol, hanya 4% dari dosis. Bioavailabilitas L-carnitine dosis 2 gram berkisar 9%-25%, dimana bioavailabilitas dosis 6 gram hanya 4%-10%. Area di bawah kurva waktu-konsentrasi tidak berbeda signifikan diantara kedua dosis. Penemuan ini memperkirakan saturasi absorbsi carnitine pada kadar dosis 2 gram. 8 C. Fungsi Ginjal dan Farmakokinetik Carnitine Meskipun hanya sedikit yang diketahui tentang akibat penyakit pada farmakokinetik carnitine, pengaruh fungsi ginjal terhadap konsentrasi L-carnitine total, bebas dan rantai pendek pada plasma dan urin, setelah dosis oral 1,500 atau 3,000 mg acetyl-L-carnitine telah diteliti. Peserta studi ini meliputi 6 subjek dengan fungsi ginjal normal dan 18 pasien dengan berbagai derajat kegagalan ginjal. Sebelum pemberian acetyl-L-carnitine, kadar kadar 4 bahan yang dipelajari yang berhubungan dengan klirens kreatinin. Kadar pada pasien dengan kerusakan ginjal tidak berbeda secara bermakna daripada mereka yang memiliki fungsi ginjal normal sampai klirens kreatinin jatuh di bawah 40 ml/menit. sedikit peningkatan konsentrasi plasma dari L-carnitine total, bebas, rantai pendek, dan acetyl yang cenderung lebih besar pada pasien dengan kerusakan ginjal yang lebih berat, ditemukan setelah pemberian acetyl-L-carnitine. Peningkatan dosis acetyl-L-carnitine dari 1,500 menjadi 3,000 mg memiliki efek pada konsentrasi puncak di plasma. Eliminasi urin dari keempat substansi menurun pada kerusakan ginjal progresif. Peningkatan eliminasi pada ginjal dan klirens ginjal terjadi pada dosis acetyl-L-carnitine yang lebih tinggi, diperkirakan mekanisme pengaturan homeostatik equilibrium dari L-carnitine dan substansi yang berhubungan bertahan pada penderita gangguan ginjal. D. Tolerabilitas terhadap carnitine K a r e n a L -carnitine merupakan substansi endogen, maka pemberian eksogen akan memiliki sedikit, jika ada, efek samping yang serius. Penelitian klinis L-carnitine pada terapi defisiensi carnitine primer dan penggunaannya pada penelitian kIinis pada penderita iskemik miokard, penyakit vaskular perifer, dan beberapa macam kelainan kardiovaskular lain telah mendukung perkiraan tersebut.efek samping yang telah dilaporkan adalah keluhan gastrointestinal ringan, seperti : mual dan muntah, kram perut, dan diare. Efek ini biasanya menghilang dengan pengurangan dosis carnitine. 9 III. Formulasi daft dosis carnitine Carnitine tersedia sebagai produk dalam bentuk tablet dan cairan, untuk pemberian secara oral dan untuk formulasi intravena. Dosis oral yang direkomendasikan untuk terapi defisiensi carnitine sistemik primer pada dewasa adalah 990 mg BID atau TID. Dosis infan dan anak-anak adalah 50 sampai 100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, sampai dosis maksimal 3 gram/hari. Dosis optimal carnitine untuk manajemen kelainan kardiovaskular lain belum didapatkan. Dua preparat lain, acetylcarnitine dan propionil carnitine, telah digunakan di Eropa. Acetyicarnitine dapat beredar ke otak, dan propionil carnitine dapat ditransport ke miokard. Di USA, carnitine juga tersedia sebagai suplemen kesehatan. Beberapa formulasi, belum terbukti aman dan efektif oleh Food and Drug Administration. Pabrik produk ini tidak perlu tunduk terhadap beberapa kebijakan yang mengatur standar minimum untuk produksi, proses, dan pengemasan produk. Penggunaan resep carnitine direkomendasikan hanya untuk terapi penyakit. IV. Kardiomiopati karena defisiensi Carnitine sistemik Sindrom defisiensi carnitine primer telah diklasifikasikan sebagai sistemik atau miopatik bentuk miopatik berhubungan dengan kadar normal serum carnitine tapi mendepresi konsentrasi otot lurik. Dan manifestasinya adalah kelemahan progresif dari otot lurik. Pada defisiensi carnitine sistemik kadar carnitine serum dan jaringan abnorma l t u r u n dan keterlibatan multisistem sering terjadi. Kardiomiopati adalah bentuk kardiak predominana dari sindrom sistemik. Gejala dan tanda lainnya dapat berupa ensefalopati, kejang, dan abnormalitas neurologist lain, hepatomegali, dan kelemahan otot lurik. Pemeriksaan histologis dari miokard, otot lurik atau jaringan hepar menunjukkan peningkatan deposit lemak dan agregasi mitokondria yang abnormal. Abnormalitas metabolik biasa terjadi pada pasien seperti hipoglikemia, hiperamonemia dan episode asidosis berulang. 10 Respon klinis yang dramatis dan cepat tampak pada fungsi kardiak yang terjadi pada pasien defisiensi carnitine sistemik yang diterapi dengan suplemen carnitine. Pada anak laki-laki usia 5½ tahun, fraksi ejeksi ventrikel kiri meningkat dari 39% menjadi 75% setelah terapi L-carnitine dengan dosis 990 mg TID selama 1 tahun. Setelah 2 bulan, rasio kardiothoraks pada anak ini menurun menjadi 0.57 dari 0,72 sebelum terapi. Gejala lain adalah perbaikan fungsi kardiak pada pasien yang diterapi carnitine termasuk penurunan dimensi ruang ventrikel kiri. Beberapa penelitian juga telah melaporkan penurunan amplituda gelombang T yang tinggi abnormal pada lead prekordial. Pada pasien yang diterapi oleh Waber dan kawan-kawannya, diskontinuitas digitalis dan diuretik menjadi mungkin setelah inisiasi terapi carnitine. Data ini mendukung bukti kuat yang memperkirakan bahwa terapi carnitine dapat memperbaiki manifestasi defisiensi carnitine pada jantung. Perbaikan manifestasi kardiak pada defisiensi carnitine sistemik termasuk peningkatan kekuatan otot, hilangnya abnormalitas neurologis dan regresi hepatomegali, juga terbukti pada pemberian suplemen carnitine. Terapi carnitine juga berhubungan dengan perbaikan gejala yang berhubungan dengan kelainan metabolik. V. Carnitine pada pengobatan iskemia miokard Reduksi aliran darah pada miokardium menyebabkan penurunan produksi energi karena jalur yang bergantung oksigen pada metabolisme asam lemak. Hal ini menyebabkan oksidasi asam lemak terakumulasi dalam bentuk acyl-coA ester rantai panjang, yang dapat menyebabkan kerusakan iskemik melalui berbagai mekanisme. Misalnya konsentrasi acyl-coA ester yang tinggi menghambat oksidasinya sendiri. Substansi ini dapat pula menghambat efek fatty acyl-CoA synthetase, enzim yang bertanggungjawab pada aktivasi asam lemak rantai panjang. Yang lebih penting, acyl-CoA ester memblok aktivitas adenine nucleotide translocase, yang memediasi perubahan ATP menjadi ADP dan melewati membran mitokondrial. Akibatnya ATP yang diproduksi dalam aliran darah kolateral 11 menjadi berikatan di mitokondria. Penurunan konsentrasi ATP di sitosol berhubungan dengan kombinasi antara penurunan metabolisme oksidatif dan penghambatan adenine nucleotide translocase yang menstimulasi aktifitas fosfofruktokinase, yang secara normal meregulasi laju glikolisis aerob, yang akan menjadi laktat. Penurunan kadar carnitine bebas telah dideteksi pada jaringan miokard pada binatang uji dengan penelitian iskemia, dan daerah nekrotik dari spesimen yang terkena infark miokard ditemukan dari otopsi manusia. Penurunan konsentrasi carnitine miokard dapat diperkirakan membatasi transpor acyl-CoA ester melalui membran mitokondria. Pada kondisi normal, carnitine juga menstimulasi piruvat dehidrogenase secara tidak langsung dengan menuriunkan rasio acetyl CoA/CoA. Defisiensi Carnitine berhubungan dengan iskemia miokard sehingga menghasilkan peningkatan rasio ini, dan akhirnya menghasilkan inhibisi piruvat dehydrogenase dan konversi piruvat menjadi laktat lebih jarang daripada masuknya ke dalam siklus asam sitrat. Telah diperkirakan bahwa pemberian carnitine eksogen dapat menurunkan kadar acyl-CoA ester yang berhubungan dengan iskemia karena pembentukan acylcarnitine, yang dipercaya kurang berbahaya bagi sel miokard. Carnitine juga dapat mempercepat laju glikolisis dengan menstimulasi piruvat dehydrogenase yang kemudian mengurangi asidosis metabolik yang mungkin terjadi selama iskemia. Pemberian carnitine eksogen pada binatang uji sebelum atau selama iskemia meningkatkan carnitine bebas dalam jaringan dan menurunkan konsentrasi acyl-CoA ester rantai panjang. Penurunan deviasi ST-segmen yang secara urnum berhubungan dengan indeks perluasan kerusakan miokard, juga, terbukti pada binatang uji yang diterapi carnitine. Terapi dengan DL-carnitine juga terbukti dapat memperbaiki hemodinamik asam lemak pada hati babi yang mengalami iskemia. Respon carnitine pada penelitian ini mendukung evaluasi carnitine untuk manajemen berbagai sindrom iskemik pada manusia. 12 A. Efek terhadap toleransi takikardi Beberapa penelitian memeriksa efek carnitine terhadap takikardi yang diinduksi atrial-pacing pada penderita iskemik yang berhubungan dengan PJK. Pemberian DL-carnitine ata u L -carnitine pada beberapa pasien berhubungan dengan efek yang baik. Thomsen dan kawan-kawan menemukan perbaikan yang signifikan pada durasi takikardi yang dapat ditoleransi dan disertai peningkatan denyut jantung maksimal setelah pemberian DL-carnitine dengan dosis 20 atau 40 mg/kg. Takikardi yang diinduksi stres meningkat pada LVEDP juga menurun pada pasien yang diterapi carnitine. Ferrari dan kawan-kawan menemukan reduksi LVEDP setelah pemberian L-carnitine secara infus dengan dosis 40 mg/kg pada pasien penyakit jantung iskemik. Robuzzi dan kawan-kawan menemukan carnitine membatasi peningkatan ST-depresi t i p e iskemik yang terjadi selama stres takikaradi. Ketiga peneliti menemukan perbaikan metabolisme laktat miokard setelah pemberian carnitine. A-V miokard berbeda untuk asam lemak bebas, namun diperkirakan dapat meningkatkan ekstraksi asam lemak miokard. B. Efek dalam Toleransi Berlatih Pemberian carnitine terhadap toleransi berlatih pada pasien PJK simptomatis telah membuktikan perbaikan dalam kapasitas berlatih dan manifestasi iskemia dari EKG. Peningkatan terjadi pada waktu latihan dan onset iskemia. Peningkatan maksimal meningkat dan derajat ST depresi menurun. Ekokardiorafi m e n u njukkan perbaikan fungsi ventrikel kiri setelah 30 hari terapi carnitine dengan dosis 2 gram/hari. C. Efek pada Gejala Perbaikan gejala juga terjadi pada penderita terapi carnitine. Orlando dan Rusconi menggunakan 2 mg carnitine BID atau TID untuk merawat pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil kronik. Setelah 2 bulan terapi carnitine, pasien melaporkan berkurangnya palpitasi, astenia, 13 dan nyeri prekordial. Kelas fungsional NYHA membaik pada 4 pasien, dan EKG abnormal sebelum terapi membaik pada 6 pasien. 5 pasien lainnya membaik 12% - 20% dalam hal pemendekan fraksi ventrikel kiri. D. Carnitine pada penderita Infark Miokard Akut Carnitine dapat mengurangi perluasan daerah nekrosis yang disebabkan infark miokard akut. Rebuzzi dan kawan-kawan menggunakan L-carnitine sebagai terapi tambahan pada 12 pasien dengan infark miokard gelombang Q, semua dirawat di rumah sakit selama 8 jam karena nyeri dada. Regimen L-carnitine mengandung 40 mg/kg/hari selama 5 hari pertama dirawat. 10 pasien selanjutnya yang menerima terapi standar sebagai kontrol. Enzim MB_CPK meningkat dan peningkatan maksimum secara signifikan lebih rendah pada pasien yang diterapi L-carnitine dibanding kontrol. Carnitine juga berhubungan dengan waktu total munculnya enzim dan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol, meski terjadi perbedaan antara kedua grup tidak signifikan. Efek antiaritmia carnitine disebutkan tapi tidak dievaluasi. E. Efek carnitine pada pasien dengan sindrom iskemik lainnya Efek carnitine pada bedah pintas aorta-koroner. B erdasarkan penelitian dengan model binatang yang iskemia, pemberian L-carnitine sebelum operasi digunakan untuk memperbaiki gangguan metabolik akibat iskemia pada pasien bedah pintas orta-koroner. Bohles dan kawankawan mengevaluasi efek suplementasi carnitine terhadap 20 penderita selama pembedahan. L-carnitine diberikan secara oral 1 gram/hari selama 2 hari sebelum pembedahan dan diberikan secara intravena 0,5 gram sesaat sebelum operasi. Penemuan penelitian ini dibandingkan dengan 20 pasien yang tidak mendapat L-carnitine. Konsentrasi carnitine miokard pada kedua grup serupa, namun carnitine bebas miokard meningkat dan acylcarnitine rantai panjang menurun secara signifikan pada pasien penerima suplemen carnitine. 14 Pasien tersebut. juga menunjukkan konsentrasi ATP miokard yang tinggi dibanding pasien yang tidak menerima carnitine. Kadar ATP yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi laktat yang rendah. F. Efek pada Penyakit vaskular perifer Sindrom Vasospastik. Pemberian carnitine 2 gram/hari selama 3 hari pada 16 pasien dengan gangguan vasospastik ekstremitas atas menunjukkan serangan menunjukkan perbaikan vasospastik berkurang. Pasien ini juga pletismografik, yang berhubungan dengan penurunan episode vasospastik. Penyakit vaskular aterosklerotik perifer. Oksidasi asam lemak merupakan sumber energi yang penting untuk otot lurik. Pada penderita obstruksi vaskular perifer metabolisme oksidasi otot lurik terganggu, sehingga terjadi gejala yang progresif. Beberapa gangguan metabolik tampak sebagai peningkatan acylcarnitine plasma setelah latihan ringan. Pada orang normal, peningkatan konsentrasi acylcarnitine plasma tampak hanya jika latihan maksimal atau lama. Pada satu penelitian double blind, crossover trial, 20 pasien dengan penyakit vaskular perifer diterapi dengan placebo dan L-carnitine dengan dosis 2 gram BID selama 3 minggu. Kapasitas berjalan membaik sampai 75% lebih baik daripada kapasitas berjalan pasien yang diberi placebo. Waktu berjalan meningkat 67% pada beberapa seri dari 8 pasien yang diberikan L-carnitine intravena. Carnitine juga mengurangi keluhan berjalan seperti arestesi, lelah, nyeri saat berjalan dan perasaan dingin. Hemodinamik regional dan umum tidak berubah setelah pemberian carnitine secara parenteral, diperkirakan efek menguntungkan dari jarak berjalan sehubungan dengan me t a b o l i k d a r i p a d a mekanisme hemodinamik. Carnitine menghambat peningkatan konsentrasi laktat vena dan rasio laktat/piruvat yang terlihat pada pasien dengan placebo selarna latihan dan setelah latihan. Penemuan ini berhubungan dengan stimulasi piruvat dehidrogenase yang berhubungan dengan reduksi yang diinduksi carnitine pada rasio acetyl CoA/CoA. Efek ini diperkirakan terjadi karena 15 penurunan produksi laktat dan peningkatan produksi energi karena oksidasi piruvat. Perbaikan pada respon hiperemik pada iskemia sementara terjadi pada pasien dengan penyakit vaskular perifer setelah pemberian L-carnitine intravena juga menunjukkan efek metabolik carnitine. Peningkatan adenosin sehubungan dengan peningkatan penggunaan ATP dapat terjadi untuk perbaikan fungsi sirkulasi. Peningkatan kapasitas berjalan juga tecatat pada pasien klaudikasio itermiten yang diterapi dengan acetylcarnitine. Pemberian parenteral 500mg/hari acetylcarnitine selama 30 hari diikuti terapi oral dengan dosis yang sama 3x sehari meningkatkan kapasitas berjalan pada 80% pasien. Presentase perbaikan pada populasi ini bervariasi dari 20% sampai 40%. VI. Carnitine pada Gangguan / Kardiovaskular lain A. Gagal jantung dan disfungsi ventrikel Pengurangan carnitine bebas yang signifikan dan peningkatan signifikan acylcarnitine rantai pendek dan rantai panjang telah dideteksi pada biopsi otot papillary dari pasien gagal jantung kronik karena katup. Penurunan konsentrasi carnitine juga dilaporkan pada biopsi endomiokardial pada pasien gagal jantung kongestif sekunder karena kardiomiopati dilatasi atau penyakit arteri koroner, valvular, atau penyakit jantung hipertensif. Dari penemuan ini diperkirakan suplementasi carnitine dapat memberi keuntungan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Kemungkinan terapeutik carnitine karena indikasi tersebut dievaluasi pada studi ltali melibatkan 38 pasien dengan gagal jantung kongestif sekunder karena iskemia atau penyakit jantung hipertensi. Semua penderita menerima terapi tradisional dengan digitalis dan diuretik, kemudian jika diperlukan, agen antiaritmia. 21 pasien juga diterapi dengan L-carnitine oral pada dosis 1 gram 2x sehari selama 45 hari. 17 yang lain menerima plasebo. 16 Kedua grup menunjukkan perbaikan yang sama d a l a m hal parameter subjektif dan objektif berdasarkanNYHA. Ekokardiografi mengukur pergerakan dan ukuran dinding ventrikel kiri. Perubahan pada EKG yang diperkirakan berupa iskemia menurun pada kedua grup, tapi perbaikan lebih bermakna pada pasien yang mendapatkan L-carnitine. Grup dengan terapi L-carnitine juga mengalami reduksi dalam insiden aritmia kardiak, ventrikular ekstrasistol, dan penggunaan digoksin berkurang secara bermakna. Observasi awal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai kerja L-carnitine sebagai terapi tambahan pada pasien gagal jantung kongestif. B. Carnitine pada Pencegahan Aritmia Kardiak Asam lemak ester yang terakumulasi sebagai hasil dari kerusakan oksidasi asam lemak menunjukkan aritmogenik pada kondisi tertentu. Reduksi ambang batas elektrik yang menginduksi atrial fi brilasi tampak pada kucing setelah pemberian carnitine intravena, diperkirakan carnitine bermanfaat untuk mencegah aritmia yang berhubungan dengan defisiensi carnitine pada manusia. Sebuah penelitian double blind memeriksa efek carnitine pada aritmia ventricular pada pasien infark miokard akut. 56 subjek menerima infuse L-carnitine 100 mg/kg atau placebo setiap 2 jam selama total 36 jam. Pada hari kedua penelitian PVC/jam, waktu dengan multifokal PVC, waktu dengan PVC sebagian dan episode ventricular takikardi sangat berkurang secara signifikan pada 28 pasien yang diterapi dengan L-carnitine dibandingkan 28 pasien yang menerima placebo. Efek antiaritmia ini juga diikuti peningkatan signifikan kadar carnitine bebas dalam serum dan urin selama 48 jam setelah terapi pada unit koroner. Hilangnya carnitine saat dialisa dapat pula berhubungan dengan munculnya aritmia kardiak pada penderita gagal ginjal selama hemodialisis. Suzuki dan kawan kawan melaporkan adanya reduksi signifikan dalam frekuensi ventricular aritmia pada 8 pasien hemodialisa yang diterapi dengan carnitine 2 mg/hari. Setelah 4 minggu pemberian carnitine, frekuensi PVC berkurang sampai 48%. Lebih dari 90% reduksi 17 terjadi pada 3 dari 7 pasien yang dievaluasi pada saat yang bersamaan. Setelah 8 minggu, frekuensi PVC berkurang 60%, dengan lebih dari 90% reduksi tampak pada 5 dari 8 pasien yang dievaluasi. Terapi carnitine juga menghasilkan peningkatan carnitine plasma, yang sangat menurun hingga dibawah harga normal saat awal terapi, dan reduksi konsentrasi puncak asam lemak bebas dalam plasma tampak 20 menit setelah hemodialisis. C. Carnitine pada Kardiotoksisitas karena Anthracycline Terjadinya kardiotoksisitas telah menghambat penggunaan antibiotik antineoplasma daunorubicin dan doxorubicin dalam jangka waktu lama. Manifestasi dini adalah takikardi sementara yang reversible, konstriksi arteri koroner dan peningkatan kadar serum isoenzim MB-CPK. Pada fase lanjut kerusakan sel terjadi diikuti gagal jantung kongestif dan abnormalitas EKG. Efek samping ini berhubungan dengan akumulasi asam lemak bebas dan acyl-CoA esters rantai panjang dan gangguan homeostasis kalsium sel. Bukt i s e b e lumnya menunjukkan carnitine memiliki potensial dalam prevensi kardiotoksisitas Anthracycline. Pada studi sebelumnya 8 pasien kanker yang diterapi daunorubicin atau doxorubicin diberikan 3gram/hari L-carnitine oral selama 2 hari sebelum dan setelah kemoterapi. Tidak ada peningkatan enzim MB-CPK pada semua pasien, dan beberapa menunjukkan penurunan yang signifikan. Leonard dan kawan-kawan mengevaluasi efek kardioprotektif carnitine pada 9 pasien yang mendapat derivat anthracycline sebagai terapi penyakitnya. Regimen yang digunakan 3 gram/ha r i L -carnitine secara oral selama 3 hari sebelum dan setelah pemberian anthracycline dan 1 gram inravena pada hari pemberian anthracycline. Tidak ada peningkatan enzim MB-CPK yang signifikan pada serum. Velositas maksimum dari circumferential fiber shortening(VCFmax) yang diukur pada ekokardiografi turun dibawah normal pada 1 pasien yang menerima daunorubicin 490 mg/m2, tapi terapi anthracycline tidak memiliki efek yang signifikan pada V C F max pada 8 pasien lainnya. Grup yang sama mengukur konduuksi VCF max signifikan pada 5 pasien kanker setelah 6 18 siklus terapi doxorubicin dan regimen carnitine yang sama . V C F max mengalami reduksi yang signifikan pada pasien yang menerima 4 siklus kemoterapi hanya dengan doxorubicine. Hasil ini mencengangkan dan memerlukan perhatian lebih karena biasanya merupakan penyakit progresif yang terapinya saat ini hanya transplantasi jantung. VII. Penutup Penelitian klinis membuktikan suplementasi carnitine dapat memperbaiki fungsi miokard pada pasien dengan defisiensi carnitine primer. Carnitine juga dapat memperbaiki takikardi dan meningkatkan tolerasi latihan dan menurunkan gejala dan tanda iskemik pada pasien PJK. Carnitine memiliki mekanisme aksi yang berbeda dibanding obat yang biasa digunakan utuk manajemen iskemia sehingga dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan dari penyakit ini. Carnitine dapat digunakan bersamaan dengan terapi standar yang dapat mengurangi cedera selular karena IMA. Informasi yang ada juga mengindikasikan bahwa carnitine memiliki jalur dalam manajemen berbagai kelainan kardiovaskula r . P e r baikan waktu berjalan dan pencegahan klaudikasio intermiter telah dilaporkan pada penderita penyakit vascular perifer yang diberi carnitine. Carnitine juga memiliki efek terapi potensial pada terapi gagal jantung kongestif, pencegahan aritmia kardiak dan kardiooksisitas yang berhubungan deng a n t erapi anthracycline. Banyak studi tambahan yang diperlukan sebelum jalur carnitine benar-benar jelas. Satu tantangan masa depan adalah menemukan terapi farmakologis yang lebih aman dan efektif, dan data menunjukkan carnitine seharusnya mendapat perhatian lebih. Dengan studi dibawah protokol yang ketat, kita seharusnya dapat menentukan jalur carnitine dalam terapi kardiovaskular. 19 VIII. DAFTAR PUSTAKA Brevetti G, Chiariello M, Ferulano G, et al. Increases in walking distance in patients with peripheral vascular disease treated with L-carnitine: A double-blind, cross-over study. Circulation 1988; 77: 767-773. Brooks H. Goldberg L. Holland R, et al. Carnitine-induced effects on cardiac and peripheral hemodynamics. J Clin Phar macol 1977; 17:561-568. Chapoy PR, Angelini C, Brown WJ, et al. Systemic carnitine deficiency-a treatable inherited lipid-storage disease presenting as Reye's syndrome. New Engl J Med 1980; 303:1389-1394. Ferrari R, Cucchini F, Visioli O. The metabolical effects of L-carnitine in angina pectoris. lnt J Cardiol 1984; 5:213-216. Folts JD, Shug AL, Koke JR. Bittar N. Protection of the ischemic dog myocardium, with carnitine. Am J Cardiol 1978; 41:1209-1214. Harper P, Elwin C-E. Cederblad G. Pharmacokinetics of intravenous and oral bolus doses of L-carnitine in healthy subjects. Eur J Clin Pharmacol 1988; 35:555-562. KelIy JG. Doyle GD, Laber MS, et al. Pharmacokinetics of oral acetyl-L-carnitine in renal impairment. Eur J Clin Pharmacol 1990; 38:309-312. Opie LH. Role of carnitine in fatty acid metabolism of normal and ischemic myocardium. Am Heart J 1979; 97:375-388. Rebouche CJ. Engel AG. Carnitine metabolism and deficiency syndromes. Mayo Clin Proc 1983; 58:533-540. Regitz V, Shug AL, Fleck E. Defective myocardial carnitine metabolismin congestive heart failure secondary to dilated cardiomyopathy and to coronary, hypertensive and valvular heart disease, Am J Cardiol 1990; 65:755-760. Spagnoli LG, Corsi M, Villaschi S, et al. Myocardial carnitine deficiency in acute myocardial infarction. Lancet 1982; 1:1419-1420. Suziki Y, Masumura Y, Kobayashi A, et al. Myocardial carnitine deficiency in chronic heart failure. Lancet 1982; 1:116. Suzuki Y. Kawikawa T, Yamazakj N. Effect of L-carnitine on cardiac hemodynamics. Jpn Heart J 1981; 22:219-225. Thomsen JH, Shung AL, Yap VU, et al. Improved pacing tolerance of the ischemic human myocardium after administration of carnitine. Am J Cardiol 1979; 43:300-306. Uematsu T. Itaya T, Nishimoto M. et al. Pharmacokinetics and safety of 1-carnitine infused I.V. in healthy subjects. Eur J Clin Pharmacol 1988; 34:213- 216. 20