7 Tabel 3 Dominansi Marga (%Fatela) berdasarkan zonasi kedalaman laut Zonasi Pesisir Paparan Dalam Lereng Kontinental I Lereng Kontinental II Abisal 1 Tubinella (19,17) Cibicides (15,89) Uvigerina (52,30) Bolivina (31,39) Cibicides (15,70) Marga Dominan ke- (% Fatela) 2 3 4 Spiroloculina Bolivina Cibicides (8,33) (6,67) (5,83) Quinqueloculina Gavelinonion Spiroloculina (13,13) (11,47) (11,27) Euuvigerina Neouvigerina Rectobolivina (16,24) (3,50) (2,18) Uvigerina Dentalina Sphaerogypsina (10,30) (7,58) (5,52) Quinqueloculina Uvigerina Streblus (7,90) (6,81) (4,97) Foraminifera bentik dominan menurut dominansi Fatela Marga Foraminifera bentik dominan di Selat Makassar secara umum adalah Uvigerina (27,05%). Selanjutnya berturutturut adalah Bolivina (8,82 %), Euuvigerina (8,00 %), dan Cibicides (7,02 %) yang termasuk ke dalam kategori marga aksesoris. Seratus sembilan belas marga lainnya merupakan marga Foraminifera bentik kategori langka/jarang/kebetulan. Marga Foraminifera bentik dominan berdasarkan zonasi kedalaman laut yaitu berbeda-beda sesuai dengan zonasinya, kecuali pada zona Paparan Dalam dan Abisal yang memiliki 2 marga tertinggi yang sama (Tabel 3). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 258 jenis Foraminifera bentik yang termasuk ke dalam 123 marga. Setelah diidentifikasi berdasarkan Graham & Militante (1959), umumnya, jenis Foraminifera bentik di Selat Makassar serupa dengan kawasan Samudera Pasifik, khususnya kawasan Filipina. Indeks-indeks dan kelimpahan marga serta hubungannya dengan kedalaman laut secara umum Menurut Rositasari (komunikasi pribadi 2007), keragaman Foraminifera bentik di Selat Makassar termasuk kedalam kategori tinggi. Namun, berdasarkan rata-rata indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’(log2)), diketahui bahwa keragaman jenis di Selat Makassar termasuk kategori sedang (H’(log2) = 3,81). Meskipun demikian, nilai rata-rata H’(log2) yang mendekati nilai 4 menunjukkan bahwa keragaman jenis di Selat Makassar adalah cukup tinggi. Nilai indeks Kemerataan Pielou (J’) menunjukkan bahwa kelimpahan jenis 5 Uvigerina (5,00) Bolivina (10,79 Cibicides (2,07) Archaias (4,296) Pyrgo (4,84) Foraminifera bentik di Selat Makassar adalah merata. Hal tersebut didukung dengan nilai rata-rata indeks sebesar 0,86 yang berarti mendekati kemerataan sempurna. Berdasarkan grafik hubungan indeks keragaman Shannon-Wiener (H’(log2)), kemerataan Pielou (J’), dan kekayaan Margalef (d) dengan kedalaman laut, terlihat adanya kecenderungan nilai indeks H’(log2) dan nilai indeks d menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman laut. Hal tersebut memperlihatkan bahwa jenis-jenis bentik yang berhasil beradaptasi di laut dalam adalah terbatas. Dengan kata lain, jenis-jenis Foraminifera bentik yang hidup di Selat Makassar dibatasi oleh tingkat kedalaman laut. Hubungan indeks J’ dengan kedalaman laut memperlihatkan kecenderungan yang meningkat seiring bertambahnya kedalaman laut. Hal tersebut berarti penyebaran jenisjenis Foraminifera bentik di Selat Makassar adalah semakin merata seiring dengan bertambahnya kedalaman laut. Hubungan Kelimpahan Marga dengan kedalaman laut secara umum (Gambar 6) memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun seiring dengan semakin tinggi kedalaman laut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Haq & Boersma (1978), menyatakan bahwa semakin besar kedalaman air laut, maka jenis bentik akan semakin berkurang. Indeks-indeks dan kelimpahan marga serta hubungannya dengan kedalaman laut berdasarkan zonasi kedalaman Murgese & Deckker (2005); serta Rathburn & Corliss (1994) telah melakukan pembagian zona pada penelitian mereka. Meskipun pembagian zona dan pendekatan analisis pada penelitian ini berbeda dengan yang mereka lakukan, pada dasarnya menggunakan prinsip yang sama. Kesamaannya yaitu melihat hubungan struktur dan kelimpahan Foraminifera dengan faktor-faktor 8 lingkungan yang mempengaruhinya berdasarkan zonasi kedalaman laut. Perbandingan pembagian zona yang dilakukan di Selat Makassar dengan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Murgese & Deckker (2005); serta Rathburn & Corliss (1994) dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun perbandingan marga-marga yang ditemukan pada ketiga lokasi penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Beberapa marga yang disebutkan Murgese & Deckker (2005); serta Rathburn & Corliss (1994), seperti Oridorsalis, Epistominella, dan Siphonina tidak ditemukan dalam penelitian di Selat Makassar (Tabel 5). Hal ini diduga karena perbedaan lokasi penelitian, sehingga terjadi perbedaan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap beberapa marga Foraminifera bentik. Hasil perhitungan beberapa indeks yang dikaji di Selat Makassar menunjukkan kecenderungan sama, baik pada analisis secara umum maupun secara zonasi, kecuali pada Indeks Kemerataan Pielou. Pada Indeks Pielou pada analisis secara umum memperlihatkan peningkatan seiring dengan kedalaman laut (Gambar 4). Indeks Pielou pada analisis zonasi memperlihatkan kecenderungan penurunan seiring ber- tambahnya kedalaman laut (Gambar 8). Perbedaan kecenderungan tersebut disebabkan adanya perbedaan indeks di zona Lereng Kontinental II (Tabel 2). Nilai indeks Pielou berdasarkan analisis zonasi memiliki keunikan, yaitu nilai indeks Pielou mulai dari zona Pesisir hingga Lereng Kontinental I berada pada kisaran 0,8. Kemudian, pada zona Lereng Kontinental II nilainya naik pada kisaran 0,9. Indeks Pielou turun kembali hingga kisaran 0,8 di zona Abisal (Tabel 2). Indeks Pielou ditujukan untuk mengukur meratanya kelimpahan jenis yang tersebar dalam suatu komunitas. Berdasarkan indeks ini, habitat ideal bagi Foraminifera bentik di Selat Makassar yaitu area yang berada pada zona Lereng Kontinental II. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemerataan yang tinggi di zona ini. Di sisi lain, Kelimpahan Marga tertinggi bukan pada zona Lereng Kontinental II, melainkan di zona Lereng Kontinental I (Tabel 2). Hal ini juga berarti zona Lereng Kontinental I merupakan habitat ideal bagi Foraminifera bentik. Tabel 4 Perbandingan pembagian zonasi penelitian Nama peneliti (Lokasi penelitian) Murgese & Deckker (Samudera Hindia sebelah Timur) Rathburn & Corliss (Laut Sulu) Zonasi di Selat Makassar Lereng Lereng Kontinental I Kontinental II Pesisir Paparan Dalam - - 700 - - Core 510 m dpl hingga 4.335 Core 1.005 dan 2.000 m dpl Abisal m dpl. Core 3.000 dan 4.000 m dpl Tabel 5 Perbandingan marga-marga Nama Jenis Nummoloculina Epistominella Pyrgo Oridorsalis Cibicidoides Murgese & Deckker (2005) Ada Ada Ada Ada Ada Rathburn & Corliss (1994) Ada Ada Penelitian di Selat Makassar Ada, tapi tidak termasuk 5 dominan Tidak Ada Dominan ke-5 di Abisal Tidak Ada Cibicides, termasuk 5 dominan di semua zonasi kecuali di Lereng Kontinental II Ada Sangat dominan di Lereng Kontinental I, ke-5 Uvigerinid Ada di pesisir, dan ke-3 di Abisal Dominan ke-3 di Pesisir dan ke-1 di Lereng Bolivina Ada Kontinental II Tidak Ada Siphonina Ada Gyroidinoides Ada Gyroidina, tidak termasuk ke dalam 5 dominan Catatan: Uvigerinid adalah kelompok marga Foraminifera bentik yang mirip dengan Uvigerina. 9 Adanya 2 zona yang berpotensi menjadi habitat ideal bagi Foraminifera bentik diduga disebabkan oleh dua faktor yang berbeda. Zona Lereng Kontinental II dapat dijadikan habitat ideal karena ditunjukkan dengan nilai indeks kemerataan Pielou yang tinggi. Indeks Pielou yang tinggi tersebut diduga lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik seperti kuat arus air, salinitas, kandungan oksigen terlarut dan sebagainya. Pada zona Lereng Kontinental I, diduga lebih banyak dipengaruhi oleh sumber nutrisi yang terdapat pada sedimen, terutama sedimen yang berasal dari Sungai Mahakam. Pada zona Lereng Kontinental I diketahui bahwa Kelimpahan Marganya merupakan yang tertinggi diantara zona lainnya. Dengan tidak adanya data sekunder mengenai sedimen dan faktor-faktor fisik/ lingkungan, maka penulis hanya mampu menduga penyebab keunikan nilai indeks Kemerataan Pielou dan Kelimpahan Marga berdasarkan zonasi tersebut di atas. Namun, secara keseluruhan terlihat bahwa nilai indeks Kemerataan Pielou, baik berdasarkan hasil analisis secara umum maupun berdasarkan zonasi kedalaman laut, berada pada kisaran yang lebih besar dari nilai 0,8. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemerataan jenis di Selat Makassar adalah tinggi. Secara keseluruhan, kedua analisis, baik secara umum maupun zonasi kedalaman, menunjukkan hasil struktur komunitas yang sama di Selat Makassar. Foraminifera bentik dominan menurut dominansi Fatela Uvigerinid mendominasi seluruh area di Selat Makassar, terdiri dari 3 marga yaitu, Uvigerina, Euuvigerina, dan Neouvigerina. Uvigerinid ditemukan dalam jumlah besar hanya di stasiun 24, yaitu sebesar 106.569 individu per gram sedimen. Adapun beberapa contoh spesimen dapat dilihat di Lampiran 2. Barker (1960), menyatakan bahwa uvigerinid tidak ditemukan pada laut dangkal (0-180 m dpl). Namun, di Selat Makassar uvigerinid juga ditemukan di laut dangkal, yaitu di St. 17, 18, 25, dan 27. Guimerans & Currado (1999) menemukan bahwa pola sebaran uvigerinid dipengaruhi oleh faktor sedimen, yaitu pada sedimen lumpur-pasiran. Mendes et al (2004) menemukan Uvigerinid pada jenis sedimen lumpuran pasiran bioklastik berkerakal (ciri khas sedimentasi sungai) di laut dangkal (sekitar -95 m). Mendukung kedua pernyataan tersebut, Rositasari (2007 komunikasi pribadi) menyatakan bahwa uvigerinid merupakan Foraminifera bentik oportunis, ditemukan pada setiap tingkat kedalaman laut, bahkan ditemukan juga pada perairan keruh dengan tingkat oksigen rendah. Di Selat Makassar, uvigerinid ditemukan melimpah di laut dangkal dan diduga bersedimen lumpur-pasiran bioklastik (area utara dan timur laut Selat Makassar), yang berasal dari hasil sedimentasi aktif Sungai Sangkulirang. Uvigerinid merupakan spesimen umum di Selat Makassar yang pola sebarannya lebih dipengaruhi tipe sedimen daripada kedalaman laut. Pola sebaran uvigerinid di Selat Makassar berdasarkan analisis zonasi terlihat sangat dominan di Lereng Kontinental I. Hal tersebut wajar karena stasiun 24 berada pada zonasi Lereng Kontinental I. Uvigerinid ditemukan sebagai peringkat ke 5 paling dominan pada zona Pesisir, peringkat ke 2 pada zona Lereng Kontinental II, peringkat ke 3 pada zona Abisal. Uvigerinid tidak termasuk ke dalam 5 peringkat paling dominan di zona Paparan Dalam (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa pola sebaran uvigerinid di Selat Makassar tidak tergantung kepada kedalaman laut. Pola sebaran uvigerinid di Selat Makassar merupakan salah satu keunikan struktur komunitas Foraminifera bentik. Secara umum, pola sebaran Foraminifera bentik pada laut dalam disebabkan oleh rendahnya energi air pasang dan kandungan oksigen, serta butiran sedimen, dan lapisan air dingin yang berhubungan dengan arus naik (upwelling) musiman (Mendes et al. 2004). SIMPULAN Di Selat Makassar, Foraminifera bentik pada contoh sedimen ditemukan sedikitnya 258 jenis yang termasuk kedalam 123 marga. Secara umum, keragaman dan kekayaan jenis Foraminifera bentik termasuk kategori sedang (rata-rata nilai H’(log2) sebesar 3,82) dengan tingkat kemerataan sebesar 0,86. Marga Foraminifera bentik dominan secara umum berturut-turut adalah Uvigerina, Bolivina, Euuvigerina, dan Cibicides, sedangkan Foraminifera bentik dominan berdasarkan zonasi kedalaman yaitu Tubinella (Pesisir), Cibicides (Paparan Dalam dan Abisal), Uvigerina (Lereng Kontinental I) dan Bolivina (Lereng Kontinental II). Struktur komunitas Foraminifera di Selat Makassar memperlihatkan pola sebaran yang dipengaruhi oleh kedalaman laut.