II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jagung Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan seperti bahan dasar atau bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, dextrin, aseton, gliserol, perekat, tekstil dan asam organik bahan bakar nabati, sayuran dan bahan kertas serta pembuatan pupuk kompos dan kayu bakar (Barus et al. 2013) Tanaman jagung merupakan keluarga gramineae, seperti kebanyakan jenis rumput-rumputan. Tetapi jagung yang termasuk genus zea ini hanya memiliki satu spesies tunggal. Tanaman jagung cocok ditanam di indonesia karena cocok dengan kondisi tanah dan ilkimnya yang sesuai. Di samping itu tanaman jagung tidak banyak menuntut persyaratan tumbuh yang banyak serta pemeliharaanyapun lebih mudah, maka wajar jika banyak petani yang mengusahakan lahannya untuk menanam tanaman jagung (Aak 2010). Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Subekti et al. 2007) Kebutuhan hara pada tanaman jagung antara lain : Sedikit N, P, dan K diserap tanaman pada pertumbuhan fase 2, dan serapan hara sangat cepat terjadi selama fase vegetatif dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-menerus diserap tanaman sampai mendekati matang, sedangkan K terutama diperlukan saat silking. Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga jantan, lalu dialihkan ke biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K tertinggal di batang. Dengan 3 4 demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K tidak. (Syafruddin et al. 2007) Syarat tanah yang ideal yang di kehendaki tanaman jagung, diantara pH 5,6-7,5, dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumusol, dan tanah berpasir. Tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu merupakan tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Namun tanah dengan tekstur berat (grumusol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik, asalkan pengelolaan tanahnya tepat. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8% karena kemungkinan terjadi erosi sangat kecil (Purnomo, Heni 2007). Keadaan iklim di daerah yang akan dijadikan lahan untuk bertanam tanaman jagung memiliki curah hujan 100-200 mm/bulan dengan penyerapan merata, intensitas sinar 100%, teperatur 130C -380 C. Suhu optimum 240C-300C. Tinggi tempat 0-1.300 mdpl dan tipe iklim A-E oldeman (Sudadi, Widada 2001). Budiadaya tanaman jagung memiliki banyak keuntungan antara lain dari segi pengelolaanya, tanaman jagung tidak memerlukan perawatan yang intensif dan dapat ditanam hampir disemua jenis tanah. Resiko kegagalan tanaman jagung sangat kecil dibandingkan dengan budidaya tanaman palawija lainya (Purwono, Rudi 2005). B. Alfisol Tanah alfisol banyak ditemukan di daerah amerika timur laut, Kanada tenggara, dan eropa barat laut. Iklim yang menguntungkan dan tanah dengan kesuburan serta sifat fisika yang agak baik menjadikan tanah alfisol salah satu ordo tanah yang paling produktif untuk pertanian (Foth 1994). Alfisols adalah tanah yang mengalami pelapukan intensif dan perkembangan lanjut, sehingga terjadi perlindian unsur basa, bahan organik, dan silika. Dengan meninggalkan senyawa seskuioksida dengan sisanya yang berwarna merah (Suryono et al. 2012) Alfisol di daerah Malang Selatan banyak di kelola untuk pertanian lahan kering dengan tanaman budidaya dominan berupa palawija seperti ubi kayu, jagung dan kacang-kacangan (Prasetyo et al. 2014). Tanah alfisol dicirikan oleh 5 horizon elluviasi dan illuviasi yang jelas. Jenis tanah alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90- 200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah coklat sampai merah, tekstur tanah klei dengan struktur gumpal bersudut (Nurcahyani et al. 2014) Pada tanah Alfisol Jumantono memiliki rata-rata pH sebesar 5,79. pH tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Pada pengukuran bahan organik di tanah Alfisol sebesar 1,303 % yang menunjukkan bahwa bahan organik pada tanah Alfisol sangat rendah. Kandungan bahan organik yang rendah mempengaruhi KTK pada tanah yang diketahui sebesar 20,60 me%. Sebab bahan organik dalam tanah berfungsi sebagai penyedia sebagian besar daya tukar kation terutama pada tanah-tanah masam. Tanah Alfisol Jumantono memiliki kandungan N total sebesar 0,173 % dan K tertukar sebesar 0,153 me% (Syarif 2013). Tanah alfisol ini kurang subur karena memiliki pH masam dan K, P dan KTK yang rendah megindikasikan kesuburan tanah yang rendah (Minardi 2002) , Wijanarko et al. (2007) menambahkan bahwa tanah alfisol mengandung Ca-dd dan Mg-dd yang juga berstatus sedang hingga tinggi, konsentrasi Fe dan Zn tinggi,Status C-organik umumnya rendah yaitu < 2%. Alfisol memiliki ciri penting: (a) perpindahan dan akumulasi liat di horison B membentuk horison argilik pada kedalaman 23-74 cm, (b) kemampuan memasok kation basa sedang hingga tinggi yang memberikan bukti hanya terjadi pelindian/pencucian sedang, (c) tersedianya air cukup untuk pertumbuhan tanaman selama tiga bulan atau lebih (Soil Survei Staff 1975 Cit. Widjanarko et al. 2007) C. Pupuk organik Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman (Setyorini 2005). Pupuk organik ditandai dengan ciri: 1) nitrogen terdapat dalam persenyawaan 6 organik sehinga mudah diserap tanaman 2) tidak meninggalkan sisa asam anorganik di dalam tanah 3) mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi misal hidratang (Murbandono 2010). Keunggulan pupuk organik adalah tersedianya hara bagi tanaman, baik hara makro maupun mikro yang relatif lengkap dibanding pupuk anorganik. Keuntungan lain adalah dapat meningkatkan kesuburan tanah, menambah unsur hara mikro tanah, menggemburkan tanah, memperbaiki kemasaman tanah, memperbaiki porositas tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyediakan oksigen bagi perakaran (Asgnat 2013). Selain itu Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi makhluk hidup di dalam tanah. Perbaikan sifat biologi tanah terjadi karena meningkatnya populasi dan keragaman biota tanah. Selain itu penambahan bahan organik dapat merangsang pertumbuhan tanaman karena mengandung auksin, vitamin, dan asam organik. Selain itu penambahan bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah, seperti kapasitas tukar kation, pH tanah, dan kandungan mineral dalam tanah (Wahyono et al. 2011). Kuantitas dan kualitas input bahan organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat oganik degan C/N rasio sempit (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan dengan C/N lebar (>25) maka mendorong imobilisasi, pembentukan humus, akumulasi bahan organik, dan peningkatan struktur tanah. Input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat dekomposisi (Supriyadi 2008). Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S,serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman. Bahan organik sumber nitrogen (protein)pertamatama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik 7 mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi (Agusni, Halus 2012). Pupuk organik pada umumnya dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, meningkatkan nutrisi bagi tanaman, pertumbuhan yang lebih baik pada fase vegetatif, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman (Aisha et al. 2014). Menurut Mulyani et al. (2013) Perbaikan sifat fisika tanah yang dapat terjadi dari penambahan bahan organik adalah: (a) mengurangi laju perkolasi, dan (b) meringankan pengolahan tanah. Pupuk organik mampu meningkatkan kondisi daerah perakaran (struktur, kelembaban dan lain-lain) dan juga pertumbuhan tanaman yang didorong dengan peningkatan populasi mikroorganisme (Shaheen et al. 2007 Cit. Mofunanya et al. 2014). Pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Bagi pupuk padat yang keadaanya demikian bila terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pergerakan-pergerakan sehingga keadaanya menjadi keras., selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukkan pupuk itu menjadi sukar menembus/merembes ke dalamnya. Dalam keadaan demikian peran jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi keperluan pertumbuahan tanaman mengalami hambatan , perubahan berlangsung secara perlahan-lahan. Pada perubahan-perubahan ini kurang sekali terbentuk panas. Keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk sapi adalah pupuk dingin (Sutedjo 2010). Pupuk kandang sapi mengandung C-organik sebesar 38,38% sehingga mampu meningkatkan kandungan bahan organik dalam media tanam (Nurlaeny et al. 2012) D. Abu vulkanik Gunung Kelud Dalam abad XX tercatat telah lima kali letusan magmatik gunung kelud (1731 m) yaitu pada tahun 1901, 1919,1951,1966, dan 1990. Kajian atas proses,tipe dan produk letusan gunung kelud pada tanggal 10 Februari 1990 memberikan kejalasan karakteristik letusan gunung api ini, yaitu bertipe St. Vincent dengan tinggi tiang asap letusan mencapailebih dari 10 km dan 8 memuntahkan 150-200 juta m3 dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari 10 jam) (Pratomo 2006). Erupsi Gunung Kelud secara umum mempunyai sifat eksplosif. Erupsi terjadi dengan tanda yang minim, tidak terjadi erupsi dari kecil kemudian membesar, tetapi terjadi erupsi sangat singkat dan langsung membesar. Sifat erupsi tersebut disebabkan oleh besarnya kandungan gas dan kentalnya magma, namun sifat erupsi ini berubah dari sifat eksplosif menjadi efusif pada aktivitas bulan November 2007 dengan membentuk kubah lava yang memenuhi danau kawah (Humaida et al. 2011). Perubahan kawah menjadi kubah tersebut mengakibatkan letusan yang lebih besar pada tahun 2014. Pada Februari 2014, letusan Gunung Kelud bersifat eksplosif dengan lontaran batu dan kerikil hingga radius 8 km serta mengarah ke utara. Jumlah material yang dikeluarkan ± 150jt m³ (Syiko et al. 2014) Pada waktu meletus, abu vulkanik mengandung silica mineral dan bebatuan, denga unsur paling umum adalah sulfat, klorida, natrium, kalsium, dan Mg serta fluoride. Jika unsur-unsur itu dalam bentuk oksida seperti SiO2, Al2O3, Fe203, CaO, MgO, K2O, NaO2 dan SO2 terkena hujan maka akan berubah menjadi hidroksida. Pada kondisi pH lingkungan yang umum di jumpai pada tanah, maka hidroksida alkali dan alkain akan larut dengan menyisakan hidrosida besi, aluminium dan silikat. Kehilangan unsur alkalin akan menyebabkan turunnya tingkat hara pada material vulkanik tersebut bagi tanaman (Rahayu et al. 2014) Abu vulkanik yang ada di dalam tanah dalam jumlah besar berbentuk gelas vulkanik dan mineral-mineral yang tak berstrukur yang kaya akan aluminium (Al) dan besi (Fe) yang diproduksi selama proses pelapukan (Wada 1989 Cit.Nanko et al. 2014). Kelarutan Al yang masih tinggi dalam media tanam dapat menghambat perkembangan jaringan, pemanjangan akar dan pembelahan sel-sel akar sehingga menghambat pertumbuhan dan selanjutnya berpengaruh terhadap bobot kering pupus tanaman. Demikian juga dengan unsur Fe yang merupakan hara mikro esensial, diperlukan oleh tanaman hanya dalam jumlah sedikit. Selain dapat mengikat unsur P, bila konsentrasi Fe di dalam media tanam berlebih, maka Fe dapat menjadi racun bagi tanaman. Akibatnya, daya serap 9 perakaran tanaman menurun sehingga kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi, pertumbuhan menjadi terhambat dan akhirnya berpengaruh terhadap bobot kering pupus tanaman (Nurlaeny, Simarmata 2014) Menurut Zuarida (1999), abu vulkanik Gunung Kelud Jawa Timur mengandung 45,9% SiO2 dan mineral yang dominan adalah plagioklas intermedier. Abu vulkanik Gunung Kelud dapat meningkatkan pH tanah, meningkatkan tinggi tanaman, berat kering tanaman dan akar jagung. Semakin halus abu vulkan semakin efektif terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Abu vulkanik punya pH yang rendah hal ini menyebabkan kondensasi mineral asam yang kuat (terutama H2SO4 dan HCl). Asam kuat yang melapisi permukaan menyebabkan material abu yang mengendap menjadi rusak , hal ini berpotensi membawa racun seperti Cr dan ini memudahkanya lepas ke lingkungan (Cronin 2014) Penambahan abu vulkanik dalam jangka pendek berpengaruh negatif Kesuburan tanah karena kandungan mineral abu mungkin tidak tersedia untuk diambil tanaman sehingga perlu dibantu dengan pemupukan untuk memelihara kesuburan tanah. Dalam jangka panjang, penambahan abu vulkanik merupakan penambah hara dan cadangan mineral. Dengan berjalannya waktu, pelapukan mineral-mineral menjadi sumber penambah kation dan anion yang kemudian dapat dimanfaatkan tanaman (Rostaman et al. 2011) Debu dan pasir vulkanik, yang masih segar, akan melapisi permukaan tanah sehingga tanah mengalami proses peremajaan (rejuvinate soils). Debu yang menutupi lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk dan dimulai proses pembentukan (genesis) tanah yang baru. Debu vulkanik yang terdekomposisi di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam (Fiantis 2006). Adanya residu bahan organik yang bersumber dari sisa-sisa pupuk kandang sapi serta gulma yang dibenamkan dan akar tanaman jagung di dalam kombinasi media tanam akan meningkatkan kadar air serta kapasitas pegang air di dalam media tanam tersebut, 10 sehingga proses pelapukan abu vulkanik dapat dipercepat dan melepaskan unsurunsur hara (Damayanti et al. 2014). Pelapukan material piroklastik (Abu vulkanik) merupakan proses geokimia yang penting untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Proses pelapukan dipengaruhi keadaan iklim, yaitu suhu, tekanan, dan kelembaban, serta komposisi mineral. Proses pelapukan dapat dipercepat dengan menambahkan bahan organik dan akar tanaman (Kusumarini et al. 2014). Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis 2006). Hasil pelapukan abu vulkanik lainnya antara lain alofan dan silikat. Permukaan alofan memiliki sifat –sifat seperti pertukaran kation dan anion, jerapan senyawa organik dan anorganik, dan kemasaman berasal dari gugus fungsional silanol (Si-OH) dan aluminol (Al-OH dan ALOH2; -OH dan –OH2) berkoordinat tunggal/monodental) yang dapat dipengaruhi ataupun bahanbahan lainnya (Sukmawati 2011) E. Magnesium Magnesium tanah berasal dari mineral kelam seperti biotit, garam seperti MgSO4 atau kapur CaMg(CO3)2 atau dolomit. Magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk Mg++ (Soewandita 2008). Serapan Mg oleh tanaman di pengaruhi oleh (a) kadar Mg dalam tanah (b) tingkat kejenuhan Mg (c) sifat dan kadar ion lain dalam kompleks jerapan (d) tipe kadar lempung (Afandie, Nasih 2002). Magnesium akan menjadi bebas ketika bahan induknya mengalami pemupukan . Keadaan ini dapat menyebabkan (a) magnesium hilang bersama air perkolasi, (b) magnesium diserap oleh tanaman atau organisme hidup lainnya, (c) diadsorbsi oleh partikel liat dan (d) diendapkan menjadi mineral sekunder. Ketersediaan magnesium bagi tanaman akan berkurang pada tanah-tanah yang mempunyai kemasaman tinggi (Tampubolon 2014). Magnesium merupakan unsur yang mudah tercuci besarnya laju pencucian dipengaruhi oleh jumlah magnesium dalam mineral tanah, laju pelapukan, intensitas pelindihan dan penyerapan oleh tanaman. Kadar Mg total di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik, rabuk, mineral Mg, Kapur, Pupuk (Ariyanti et al. 2010). 11 Magnesium merupakan unsur yang tidak tergantikan (essensial) untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman. Mempunyai peran penting dalam tanaman termasuk sebagai co-factor enzim utuk peroksida (POX), enzim untuk ketahanan tanaman, Rubisco (ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase), dan enzim utama dalam fotosintesis (Hawskesford et al. 2012 Cit. Martins et al. 2015). Magnesium merupakan unsur utama dalam pembentukan hijau daun dan pembentukan jaringan tunas/meristem , membantu penyebaran fosfor ke seluruh organ (Tedjaswarana,Wuryaningsih 2009) , oleh karena itu kekurangan Mg yang tersedia bagi tanaman akan menimbulkan gejala-gejala yang tampak pada bagian daun ,terutama pada daun-daun tua. Klorosis tampak di antara tulang-tulang daun, sedangkan tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian diantara tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak merah kecoklatan. Daun-daun ini akan mudah tebakar oleh teriknya sinar matahari karena tidak mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak berubah menjadi coklat tua /kehitaman dan mengkerut (Sutejo, Kartasapoetra 1990)