PROSES PENGULANGAN BAHASA KEI Oleh Dzul Kifli Rettob, S.Pd., M.Pd* Wa Hasiana Kasim, S.Pd** * Staf Pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura ** Guru Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 9 Ambon Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan deskripsi tentang proses pengulangan dalam bahasa Kei. Pendekatan kualitatif dan metode penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan fenomena kebahasaan secara apa adanya berdasarkan data bahasa yang diperoleh di lapangan. Kerangka teori yang digunakan adalah teori linguistik struktural. Penentuan informan menggunakan teknik snowball. Teknik analisis data menggunakan pendekatan daur (cycle) yang dimulai dari: (1) pengumpulan data, (2) antisipasi, (3) reduksi data, (4) pemaparan data, (5) simpulan dan verifikasi. Berdasarkan hasil inventarisasi dan analisis data penelitian maka proses pengulangan dalam bahasa Kei terdiri atas (a) pengulangan seluruh (dwilingga), (b) pengulangan sebagian (dwipurwa), (c) pengulangan berubah bunyi (dwilingga salin swara), (d) pengulangan berimbuhan (dwiwasana), dan (e) pengulangan semu. Kata-kata kunci: Proses, Pengulangan, dan Bahasa Kei. PENDAHULUAN Bahasa daerah (BD) merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional yang mengandung nilai-nilai luhur kebudayaan masyarakat pendukungnya dan berfungsi sebagai alat komunikasi baik dalam kehidupan sosial, pemerintahan, pendidikan, agama, dan lain-lain. BD perlu terus dipelihara dan dikembangkan guna menunjang pembangunan nasional. UUD 1945 bab XV pasal 36, telah mengamanatkan bahwa BD yang dipakai oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia perlu dipelihara dan dikembangkan sekalipun ruang lingkupnya kecil dan sangat terbatas. Pasal 32 UUD 1945 juga diamanatkan bahwa negara menghormati dan memelihara BD sebagai bagian dari kebudayaan nasional. BK merupakan salah satu BD di Indonesia yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. BK berpotensi berpengaruh dalam menunjang pelaksanaan program pembangunan. Hal ini dapat dikaji melalui data penutur BK. Berdasarkan data agregat kependudukan Dinas Kependudukan Kab. Maluku Tenggara tanggal 16 Maret 2009 sebanyak 108.888 penduduk, sedangkan data agregat kependudukan Dinas Kependudukan Kota Tual, tanggal 18 Maret 2009 sebanyak 62.885 penduduk. Total penduduk di Kepulauan Kei pada Maret 2010 mencapai angka 171.773 orang. Jumlah tersebut bila dikurangi penduduk yang bukan bersuku Kei, anak di bawah lima tahun, dan sebagian besar penduduk di kecamatan Kei Besar Utara Timur yang Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 91 berbahasa Banda Ely, maka penutur BK pada bulan Maret 2009 berjumlah ±111.651 orang penutur (65% penduduk). Ada sekitar 6.000 BD di seluruh dunia, 300 di antaranya terancam punah, di antara 6.000 itu, ±700 berada di Indonesia (Matsuura dalam Rettob, 2010:3). Sejalan dengan itu Sugono (2008), menyatakan bahwa penelitian BD di Indonesia hingga saat ini belum selesai dilakukan, namun data sementara menunjukkan 746 BD di Indonesia, sembilan di Papua dan satu BD di Maluku Utara yang terancam punah. Lebih lanjut, Bolton dan Tjia (2007:1) menyatakan bahwa di provinsi Maluku dan Maluku Utara terdapat 132 BD, 129 masih hidup dan 3 sisanya sudah punah. Jumlah tersebut hanya ±28 BD yang telah diteliti. Menyikapi hal tersebut, Gubernur Maluku dalam sambutan Kongres Internasional Bahasa-bahasa di Indonesia Timur tahun 2007 di Ambon, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Maluku bertekad melaksanakan pembinaan BD yakni upaya peningkatkan mutu pemakaian BD. Pembinaan BD di Maluku akan lebih diarahkan pada dunia persekolahan yang dianggap basis untuk pembinaan BD (Ralahalu, 2007:6). Hal tersebut patut disambut positif, namun masih ada rasa pesimis tentang pelaksanaannya. Kenyataan menunjukkan bahwa sejak Kurikulum Pendidikan tahun 1975 dan 1984, telah mengamanatkan pelaksanaan mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok). Kepmendikbud nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 telah mempertegas penyelenggaraan pengajaran Mulok di tingkat pendidikan SD. KTSP kembali mengamanatkan penyelenggaraan mata pelajaran Mulok. Kurikulum silih berganti dengan amanat pelaksanaan mulok, namun hingga saat ini BD di Maluku, khususnya BK belum tersentuh untuk dipelajari di sekolah sebagai mata pelajaran Mulok. Kendalanya adalah belum tersedia bahan bacaan atau referensi yang memadai, baik kamus, tata bahasa, dan lain-lain serta belum tersedianya tenaga pendidik profesional berkualifikasi pendidikan bahasa daerah. Fokus penelitian ini adalah proses pengulangan dalam BK. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan deskripsi dan penjelasan rinci tentang proses pengulangan BK. Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini mencakup manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini digunakan dalam pengembangan penelitian sejenis dan acuan penyusunan Tata Bahasa dan Kamus BK. Secara praktis, hasil penelitian ini dijadikan (a) bahan bacaan dalam bidang linguistik; (b) sumber pembelajaran; dan c) bahan bandingan terhadap studi bahasa-bahasa daerah di nusantara. KAJIAN TEORI Penelitian tentang proses pengulangan BK berpijak pada anggapan bahwa bahasa merupakan kumpulan pola atau kaidah yang sistematik. Penelitian tentang proses pengulangan BK ini digunakan teori linguistik struktural dalam menganalisis data. Tranger dalam Sukaryana (1997:4) menyatakan, analisis struktural yang bersifat sinkronis, yang berusaha memerikan apa adanya tentang proses pengulangan dan dianalisis sesuai dengan pemakaiannya dalam masyarakat bersangkutan. Analisis struktural bertitik tolak dari prinsip- Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 92 prinsip analisis deskriptif, yaitu (1) harus didasarkan pada apa yang diucapkan penutur, (2) bentuk adalah primer dan kebiasaan pemakaian adalah yang sekunder, (3) bagian bahasa tidak dapat dianalisis secara tepat tanpa merujuk bagian-bagian lain, dan (4) bahasa selalu berubah (Nida, 1963:2-3). Secara singkat dapat dikatakan bahwa analisis proses pengulangan BK bertolak dari analisis kata. Sebagai teori acuan utama dalam penelitian ini digunakan pendapat Ramlan (1965), Keraf (1991), Samsuri (1991), Nida (1963), Bloomfield (1953), dan Kridalaksana (1982) dan ahli yang mendukung. Berikut ini dikemukakan sebagian dari teori-teori tersebut. Pengulangan atau reduplikasi merupakan salah satu wujud proses morfologis. Reduplikasi sebagai proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhun, sebagian (partsial), maupun dengan perubahan fonem (Chaer, 2003:182). Selanjutnya (Chaer, 2003:286) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan alat morfologi yang produktif di dalam pembentukan kata. Ramlan (1965:63) mengatakan bahwa reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatika, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Lebih lanjut Ramlan (1965:69) menyatakan bahwa ada empat jenis pengulangan dalam bahasa Indonesia, diantaranya pengulangan secara keseluruhan, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem. Dalam linguistik Indonesia sudah lama lazim dipakai sekumpulan istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa; yaitu: (a) dwilingga, yakni pengulangan morfem asal, seperti dalam (Indonesia) meja-meja ‘meja-meja’, (Sunda) mlaki-mlaki ‘berjalan-jalan’, dan lain sebagainya; (b) dwilingga salin swara, yakni pengulangan morfem asal dengan perubahan fokal dan fonem lainnya: bola-bali ‘bolak-balik’. (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabe pertama, seperti (Sunda) lalaki ‘lelaki’ dan papancang ‘tunangan’, dan (Indonesia) lelaki dan pepatah; (d) dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, misalnya (Jawa) cenges ‘tertawa’ menjadi cengenges ‘selalu tertawa’; (e) trilingga, yakni pengulangan morfem asal sampai dua kali, misalnya (bahasa Sunda, dan kini juga dialek Jakarta) dig, dag, dug ‘waswas’ (Verhaar, 2008:152). Lebih rinci, Badudu (1980:21) mengatakan bahwa ada lima jenis pengulangan dalam bahasa Indonesia, yaitu: a. Pengulangan penuh, adalah semua kata ulang yang dihasilkan oleh perulangan unsurnya secara penuh, misalnya gedung-gedung, jalanjalan, makan-makan. b. Pengulangan berimbuhan, adalah semua kata ulang yang salah satu unsurnya berimbuhan:awalan, sisipan atau akhiran, misalnya berjalan-jalan, berlari-lari. c. Pengulangan berubah bunyi adalah pengulangan yang terjadi dengan perubahan bunyi baik pada unsur pertama maupun unsur kedua, misalnya cerai-berai. d. Pengulangan semu, adalah pengulangan yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang seperti itu. Bila tidak diulang maka komponennya tidak mempunyai makna, atau Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 93 mempunyai makna lain yang tidak ada hubungannya dengan kata ulang tersebut, misalnya ubur-ubur, kupukupu. e. Pengulangan dwipurwa, adalah pengulangan yang berasal dari komponen yang mulanya diulang, kemudian berubah menjadi sepatah kata dengan bentuk seperti itu, misalnya laki = lelaki, tangga = tetangga, tamu = tetamu METODE PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan fenomena alamiah yang berhubungan dengan morfologi BK, khususnya proses pengulangan. Dengan demikian lebih tepat digunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian deskriptif untuk menjelaskan fenomena kebahasaan secara apa adanya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2006:6). Hal ini dipertegas oleh Sunarto (2001:132) bahwa paradigma penelitian kualitatif adalah bersifat fenomenalogik, yang berorientasi pada proses berupa katakalimat yang menggambarkan karakteristik atau perilaku objek penelitian yang tidak bermakna numerik. Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Kei provinsi Maluku. Objek penelitian ini adalah BK, khususnya tentang proses pengulangan. Penutur asli (native speaker) BK merupakan informan dalam penelitian ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Spradley (1997:35) informan haruslah penutur asli yang diminta oleh peneliti untuk berbicara dalam bahasanya sendiri. Penentuan informan dengan menggunakan teknik snowball dengan kriteria (1) penutur asli; (2) berumur 16 sampai dengan 60 tahun; (3) pendidikan minimal sekolah dasar; (4) tidak cacat wicara; (5) dapat berbahasa Indonesia dengan baik; (6) bersikap terbuka dan jujur; dan (7) memiliki daya ingat yang baik dan suka berbicara (Taryono dalam Sulissusiawan dkk., 1995:5). Teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik angket, observasi, dan wawancara. Teknik angket digunakan untuk memperoleh data identitas informan dan memperoleh kosakata BK. Teknik observasi digunakan untuk mengamati fenomena penggunaan BK dalam kehidupan bermasyarakat. Observasi dilakukan dengan dua cara, yakni observasi partisipan (participation observation) dan observasi nonpartisipan atau tersamar (covert participation). Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang fenomena penggunaan BK dan pandangan tokoh pemerintahan, tokoh adat, serta pemerhati BK terhadap kelestarian BK dan sekaligus untuk klarifikasi data yang meragukan. Proses analisis data dilaksanakan secara terus menerus sejak awal penelitian hingga kesimpulan dan verifikasi. Penelitian kualitatif biasanya sulit ditentukan batas antara pengambilan dan analisis data, karena itu teknik daur (sycle) digunakan, yaitu pengambilan data berlangsung secara serempak dengan analisis data, dan berlangsung terus-menerus. Teknik analisis data dengan pendekatan daur dimulai dari: (1) pengumpulan data, (2) antisipasi, (3) reduksi data, (4) pemaparan data, (5) simpulan dan verifikasi (Sunarto, 2001:157-158). Untuk menguji keabsahan data penelitian, maka digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 94 pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif (Sunarto, 2001:140). Triangulasi yang digunakan mencakup triangulasi dengan sumber, peneliti lain, dan teori. Triangulasi sumber untuk membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu data diperoleh dari informan dalam waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi dengan peneliti lain, yaitu dengan memanfaatkan peneliti lain untuk pengecekan derajat kepercayaan data. Triangulasi dengan teori, yaitu menguraikan proses morfologis BK, kemudian membandingkan atau mencari penjelasan pembanding atau penyaing. Hal seperti ini dikatakan oleh Patton dalam Moleong (2006:178) sebagai penjelasan banding (rival explanation), dan biasanya dapat dianalisis dengan cara induktif atau secara logika. PEMBAHASAN Pengulangan Seluruh atau Pengulangan Murni (dwilingga) Pengulangan seluruh ditemui dalam BK dan penggunaannya sangat produktif. Bentuk pengulangan yang terjadi pada jenis ini dilakukan dengan cara kata atau lingga pertama diulang secara keseluruhan atau utuh. Pengulangan ini hanya terjadi pada bentuk asal atau kata dasar. Yang menjadi dasar pengulangan adalah bentuk dasarnya. Pada umumnya pengulangan jenis ini dalam BK terjadi pada kata dasar yang hanya terdiri dari satu suku kata. Kata dasar yang diulang pada bagian ini berjenis kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan. Pengulangan pada bagian ini tidak mengubah golongan kata atau jenis kata. Apabila bentuk dasarnya berjenis kata kerja, maka kata ulang yang dihasilkan dari proses pengulangan juga berjenis kata kerja. Begitu pula dengan kata benda, kata sifat, dan kata bilangan. Misalnya, kata kerja sung ‘tusuk’ mengalami proses pengulangan menjadi kata ulang sung-sung ‘tusuk-tusuk’ berjenis kata kerja. Kata sifat bok ‘baik’ menjadi kata ulang bok-bok ‘baik-baik’ berjenis kata sifat. Makna pengulangan seluruh dalam bahasa Kei dijelaskan sebagai berikut: 1) menyatakan makna ‘banyak’, misalnya: kader ‘kursi’ → kader-kader ’kursi-kursi’ vat ‘wanita’ → vat-vat ‘wanitawanita’ 2) menyatakan makna ‘benyak tak tentu’, misalnya: daf ‘lapis’ → daf-daf ’lapislapis’ ras ‘rasa’ → ras-ras ’rasarasa’ 3) menyatakan makna ‘pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang’, misalnya: rok ‘iris’ → rok-rok ‘iris-iris’ tur ‘tunjuk’ → tur-tur ‘tunjuktunjuk’ 4) menyatakan makna ‘paling, lebih ….. lagi (intensitas)’, misalnya ket ‘pendek’ → ket-ket ‘pendekpendek’ kot ‘kecil’ → kot-kot ‘kecilkecil’ 5) menyatakan makna ‘sekaligus atau kolektif’, misalnya: lim ‘lima’ → lim-lim ‘ limalima’ tel ‘tiga’ → tel-tel ‘tiga-tiga’ 6) menyatakan makna ‘perbuatan yang tersebut pada kata dasar dilakukan dengan enaknya’, misalnya: ba ‘jalan’ → ba-ba ‘jalan-jalan’ Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 95 dok ‘duduk’ duduk’ tub ‘tidur’ tidur’ → dok-dok → tub-tub ‘duduk‘tidur- Pengulangan Sebagian (dwipurwa) Pengulangan sebagian ditemui juga dalam BK. Penggunaannya sangat produktif. Pengulangan pada bagian ini titemui dalam empat bentuk; (1) pengulangan sebagian fonem; (2) pengulangan suku awal; (3) pengulangan suku tengah; dan (4) pengulangan suku akhir. Apabila sebuah kata dasar hanya terdiri dari satu suku kata yang terbentuk dari tiga huruf, maka bentuk yang diulang adalah dua fonem yang berdekatan, biasanya berbentuk konsunan dan fokal. Misalnya, fla ‘lari’, soi ‘tari’ wujud bentuk ulang menjadi flala ‘lari-lari’, so-soi ‘tari-tari’. Apabila pada kata dasar yang hanya terdiri dari satu suku kata yang terbentuk dari empat huruf, maka bentuk yang diulang adalah dua fonem konsonan dan satu fonem fokal. Fonem fokal biasanya diapit oleh dua fonem konsunan. Misalnya, bran ‘laki’, vled ‘banyak’ wujud bentuk ulang menjadi bran-ran ‘laki-laki’, vled-led ‘banyak-banyak. Pengulangan sebagian suku awal sangat produktif dan dilakukan dengan cara mengulang suku awal pada kata dasarnya. Pengulangan pada bagian ini terjadi pada kata dasar yang terdiri dari dua suku kata, misalnya laai ‘besar’, udan ‘sedikit’, doot ‘hujan’, sikar ‘nyanyi’ wujud bentuk ulang menjadi lalaai ‘besar-besar’, ud-udan ‘sedikitsedikit’, do-doot ‘hujan-hujan’, dan siksikar ‘nyanyi-nyanyi’. Pengulangan sebagian suku tengah dilakukan dengan cara mengulang suku tengah pada kata dasarnya. Pengulangan pada bagian ini terjadi pada kata dasar yang terdiri dari tiga suku kata, misalnya kanimun ‘utuh’, manelat ‘gadis’, aliman ‘berat’ wujud bentuk ulang menjadi kanim-nimun ‘utuh-utuh’, manel-nelat ‘gadis-gadis’, dan alim-liman ‘berat-berat’ Pengulangan sebagian suku akhir dilakukan dengan cara mengulang suku akhir pada kata dasarnya. Pengulangan pada bagian ini terjadi pada kata dasar yang terdiri atas dua suku kata, misalnya fangnan ‘sayang’, kabav ‘pendek’, wujud bentuk ulang menjadi fangna-nan ‘sayang-sayang’ dan kabav-bav ‘pendek-pendek’. Kata dasar yang diulang pada bagian ini berjenis kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan. Pengulangan sebagian tidak mengubah golongan kata atau jenis kata seperti pada kata dasar. Makna pengulangan sebagian sebagai salah satu proses morfologis bahasa Kei dijelaskan sebagai berikut: 1) menyatakan makna ‘banyak, semua’, misalnya: yanat ‘anak’ → yan-yanat ’anak-anak’ manelat ‘gadis’ → manel-nelat ‘gadis-gadis’ 2) menyatakan makna ‘banyak tak tentu’, misalnya: doot ‘hujan’ → do-doot ’hujanhujan’ malit ‘tertawa’ → mal-malit ’tertawa-tertawa’ 3) menyatakan ‘pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang’, misalnya: sidak ‘cabut’ → sid-sidak ‘cabut-cabut’ suman ‘terus’ → sum-suman ‘terus-terus’ 4) menyatakan ‘perbuatan yang tersebut pada kata dasar dilakukan dengan enaknya’, misalnya: Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 96 sikar ‘nyanyi’ → sik-sikar ‘nyanyinyanyi’ fla ‘lari’ → fla-la ‘lari-lari’ 5) menyatakan makna paling, sangat, lebih ….. lagi (intensitas), misalnya laai ‘besar’ → la-laai ‘besarbesar’ tunan ‘betul’ → tun-tunan ‘betul-betul’ aliman ‘berat’ → alim-liman ‘berat-berat’ 6) menyatakan makna ‘agak’, misalnya kabav ‘pendek’ → kabav-bav ‘pendek-pendek’ udan ‘sedikit’ → ud-udan ‘sedikit-sedikit’ 7) menyatakan makna ‘sekaligus atau kolektif’, misalnya: faak ‘empat’ → fa-faak ‘empat-empat’ ratut ‘ratus, seratus’ → rat-ratut ‘ratus-ratus, seratus-seratus’ Pengulangan Berubah Bunyi atau Fonem (dwilingga salin swara) Pengulangan berubah bunyi atau perubahan fonem ditemui juga dalam BK dan penggunaannya sangat produktif. Pengulangan pada bagian ini ditemui dalam empat bentuk, yakni pengulangan (1) perubahan bunyi vokal pada kata yang terdiri dari satu suku kata ; (2) perubahan salah satu bunyi vokal kembar; (3) perubahan bunyi pada suku awal; dan (4) perubahan bunyi pada suku akhir. Bentuk pengulangan perubahan bunyi vokal pada kata bersuku satu dilakukan dengan cara mendahulukan kata yang mengalami perubahan bunyi di depan, kemudian diikuti oleh kata dasarnya. Fonem vokal yang distribusinya banyak mengalami perubahan bunyi adalah fonem /a/ yang berubah menjadi fonem /i/. Misalnya, kata-kata mal ‘malu’, sak ‘angkat’ mengalami pengulangan fonem vokal menjadi mil-mal ‘malu-malu’, sik-sak ‘angkat-angkat’ dan lain-lain. Bentuk pengulangan perubahan salah satu bunyi vokal kembar pada kata yang bersuku satu dilakukan dengan cara menghilangkan salah satu dari vonem vokal kembar, kemudian menggantikan vokal yang masih melekat pada kata dasar dengan vokal /i/, dan selanjutnya mendahulukan kata yang mengalami perubahan bunyi di depan dan diikuti oleh kata dasarnya. Fonem vokal yang distribusinya banyak mengalami perubahan bunyi pada umumnya berfonem vokal ganda /a/. Misalnya, kata-kata laar ‘darah’, baar ‘bengkak’ mengalami pengulangan fonem vokal kembar menjadi lir-laar ‘darah-darah’, bir-baar ‘bengkakbengkak’ dan lain-lain. Bentuk pengulangan perubahan bunyi pada suku awal dilakukan dengan mendahulukan suku awal yang mengalami perubahan bunyi kemudian diikuti dengan bentuk dasarnya. Bunyi atau fonem yang mengalami perubahan bunyi pada pengulangan suku awal umumnya yang bervokal /a/ dan berubah menjadi vokal /i/ bila kata dasarnya diulang. Misalnya, kata-kata samang ‘tembus’, labak ‘raba’, bangil ‘pukul’ mengalami pengulangan perubahan suku awal menjadi sim-samang ‘tembustembus’, lib-labak ‘raba-raba’, bingbangil ‘pukul-pukul’. Vokal /u/ juga ditemukan pada suku pertama kata dasar dan mengalami perubahan fonem menjadi /i/, namun tidak produktif. Misalnya pada kata vurik ‘cuci’mengalami pengulangan perubahan fonem suku awal menjadi virvurik ‘cuci-cuci’. Bentuk pengulangan perubahan bunyi pada suku akhir dilakukan dengan mendahulukan kata yang mengalami Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 97 perubahan bunyi kemudian diikuti dengan bentuk dasarnya. Fonem yang mengalami perubahan bunyi adalah fonem vokal /a/ yang terdapat pada suku kata terakhir dan berubah menjadi vokal /i/. Misalnya, misal ‘umpama’, wahan ‘rupa, akhir’ yang mengalami pengulangan fonem suku akhir menjadi misil-misal ‘umpama-umpama, perumpamaan’, wihin-wahan ‘rupa-rupa, akhir-akhir’. Bentuk ini tidak produktif karena hanya ditemukan pada beberapa kata. Kata yang digunakan menjadi dasar pengulangan pada bagian ini berjenis kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Jenis kata lainnya tidak ditemukan. Pengulangan perubahan bunyi tidak mengubah golongan kata atau jenis kata seperti pada kata dasar. Apabila bentuk dasarnya berjenis kata kerja, maka kata ulang yang dihasilkan dari proses pengulangan sebagian juga berjenis kata kerja, begitu pula dengan kata benda, dan kata sifat. Makna pengulangan perubahan bunyi dalam BK dijelaskan sebagai berikut: 1) menyatakan makna ‘banyak, semua’, misalnya: laar ‘darah’ → lir-laar ‘darah-darah’ bangil ‘bangil’ → bing-bangil ’pukul-pukul’ 2) menyatakan makna ‘banyak tak tentu’, misalnya: ham ‘bagi’ → him-ham ’bagibagi’ rangit ‘ikat’ → ring-rangit ’ikat-ikat’ savar ‘siul’ → siv-savar ’siulsiul’ 3) menyatakan makna ‘pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang’, misalnya: wer ‘tarik’ → wir-wer ‘tariktarik’ fan ‘panah’ → fin-fan ‘panah-panah’ 4) menyatakan makna ‘hal atau perbuatan yang berhubungan dengan kata dasar’, misalnya: haar ‘rombak’ → hir-haar ‘rombakrombak’ pak ‘pakai’ → pik-pak ‘pakaipakai’ 5) menyatakan makna ‘paling, sangat, lebih ….. lagi (intensitas)’, misalnya mang ‘lambat, lama’ → mingmang ‘lambat-lambat, lama-lama’ rak ‘kacau’ → rik-rak ‘kacau-kacau’ 6) menyatakan makna ‘agak’, misalnya mal ‘malu’ → mil-mal ‘malu-malu’ baar ‘bengkak’ → bir-baar ‘bengkak-bengkak’ Pengulangan berimbuhan (dwiwasana) Pengulangan berimbuhan ditemui juga dalam BK dan penggunaannya sangat produktif. Pengulangan pada bagian ini ditemui dalam empat bentuk yakni (1) pengulangan berimbuhan awalan; (2) bersisipan; (3) berakhiran; dan (4) berimbuhan gabung. Pembentukkannya dilakukan dengan cara, kata dasar mulamula diulang, kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata-kata fla ‘lari’, ba ‘jalan’, wer ‘tarik’, mula-mula diulang sehingga menjadi fla-la ‘lari-lari’, ba-ba ‘jalan-jalan’, wir-wer ‘tarik-tarik’. Kemudian kata-kata tersebut diberi imbuhan menjadi naflala ‘berlari-lari’, enba-ba ‘berjalan-jalan’, dan kafwir-wer ‘tarik-menarik’. Pengulangan berimbuhan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau jenis kata. Kata yang digunakan menjadi dasar pengulangan pada bagian ini berjenis kata benda, kata Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 98 kerja, kata sifat dan kata bilangan. Apabila bentuk dasarnya berjenis kata kerja, maka kata ulang yang dihasilkan dari proses pengulangan berimbuhan juga berjenis kata kerja, begitu pula dengan jenis kata lainnya. Arti pengulangan berimbuhan dalam BK dijelaskan sebagai berikut: 1) menyatakan makna ‘perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai, dengan kata lain menyatakan ‘saling atau berbalasan’’, misalnya wer ‘tarik’ → kafwir-wer ‘tarik-menarik’ tun ‘tembak’ → kaftin-tun ‘tembak-menembak’ laan ‘kejar’ → kafli-laan ‘berkejar-kejaran’ 2) menyatakan makna ‘pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang atau berkali-kali’, misalnya: bangil ‘pikul’ → nafbingbangil ‘memukul-mukul’ ras ‘cakar, rasa’ → kabris-ras ‘mencakar-cakar’ val ‘balik’ → nafvid-vadil ‘mebulak-balik’ 3) menyatakan makna ‘perbuatan yang berhubungan dengan kata dasar’, misalnya: fla ‘lari’ → nafla-la ‘berlari-lari’ hal ‘lepas’ → navhil-hal ‘terlepas-lepas’ 4) menyatakan makna ‘banyak’, misalnya bran ‘laki’ → baran-ran ‘laki-laki’ daf ‘lapis’ → daf-dafin ’berlapis-lapis’ 5) menyatakan makna ‘paling, sangat, terlalu, lebih ….. lagi (intensitas)’, misalnya ngrutun ‘hangus’ → ngaritrutun ‘paling hangus’ moan ‘diam’ → kamimoan ‘terlalu diam’ 6) menyatakan makna ‘dalam keadaan tertentu’, misalnya kid ‘belah, pecah’ → natkidkidik ‘terpecah-pecah, terbelah-belah’ val ‘balik’ → natvidvadil ‘terbulak-balik’ kid ‘belah’ → kid-kidin ‘sebelah-sebelah’ 7) menyatakan makna ‘agak, menyerupai, atau sedikit bersifat seperti tersebut pada kata dasar’, misalnya ritin ‘dangkal’ → ngarit-ritin ‘kedangkal-dangkalan’ tom ‘kuning’ → hatom-tom ‘kekuning-kuningan’ kabav ‘pendek’ → nafkabavbav ‘kependek-pendekan’ 8) menyatakan makna ‘kelipatan’, misalnya tel ‘tiga’ → antel-tel ‘bertiga-tiga’ faak ‘empat’ → anfa-faak ‘berempat-empat’ Pengulangan semu Pengulangan semu ditemui pula dalam BK. Penggunaannya cukup produktif. Kata-kata yang tergolong dalam pengulangan semu adalah bentuk ulang dan bukan kata ulang, karena terdapat pengulangan bentuk tetapi bukan merupakan kata dasar yang diulang. Penulisannya tidak dibubuhi tanda pisah diantara bentuk ulang tersebut. Bentuk pengulangan ini titemui dalam dua bentuk, yakni pengulangan semu yang komponennya tidak bermakna dan pengulangan semu yang komponennya bermakna. Bentuk pengulangan yang komponennya tidak bermakna adalah bila kata tersebut dijabarkan atas bentuk atau suku katanya, maka komponennya Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 99 tidak mempunyai makna. Dengan kata lain bila tidak diulang maka komponennya tidak bermakna. Misalnya, kata kankan ‘nyamuk’ bila dijabarkan berdasarkan komponennya, maka kan tidak memiliki makna. Pengulangan semu yang komponennya bermakna bila kata dasarnya dijabarkan atas komponenkomponen atau suku-suku kata, maka suku katanya bermakna, walaupun maknanya tidak berhubungan dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata ngarngar ‘kodok’, bila dijabarkan dalam suku katanya maka ngar bermakna yakni ‘robek’. Kata ngar ‘robek’ bila diulang menjadi ngarngar ‘kodok’ maka maknanya tidak berhubungan dengan bentuk dasarnya. Penjelasan di atas juga tampak pada kata-kata seperti sitsit ‘bule, turis, bermata sipit’, balbal ‘kabel, kawat’, kerker ‘ikan garopa’, kaskas ‘ilmu penawar hati, guna-guna’, hoho ‘tombak’, karkar ‘kudis, kurap’. Bentuk yang diulang pada kata-kata tersebut ditemui dalam BK, yakni sit ‘kucing’, bal ‘bola’, mel ‘tumbuh’, ri ‘jenis rumput’, ker ‘garuk’, ho ‘tungku’, kar ‘coret’. Bentukbentuk tersebut bila diulang, maka maknanya tidak ada hubungannya dengan bentu dasarnya. KESIMPULAN Penelitian ini berhasil mengungkapkan lima bentuk proses pengulangan dalamg BK, yakni: (1) pengulangan seluruh atau dwilingga; (2) pengulangan sebagian atau dwipurwa yang terbagi dalam empat bentuk yaitu (a) pengulangan sebagian fonem; (b) pengulangan suku awal; (c) pengulangan suku tengah; dan (d) pengulangan suku akhir; (3) pengulangan perubahan bunyi atau dwilingga salin swara yang terbagi lagi dalam empat bentuk yaitu (a) pengulangan perubahan bunyi vokal; (b) pengulangan perubahan salah satu bunyi vokal kembar; (c) pengulangan perubahan bunyi pada suku awal; dan (d) pengulangan perubahan bunyi pada suku akhir; (4) pengulangan berimbuhan atau dwiwasana yang terdiri atas empat bentuk, yakni (a) pengulangan berawalan; (b) pengulangan bersisipan; (c) pengulangan berakhiran; dan (d) pengulangan berimbuhan gabung. Bentuk pengulangan kata dasar sebelum kata tersebut diimbuhan dapat berupa pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, dan pengulangan berubah bunyi; dan (5) pengulangan semu, ditemui dalam dua bentuk, yakni (a) pengulangan semu yang komponennya tidak bermakna, dan (2) pengulangan semu yang komponennya bermakna. SUMBER RUJUKAN Badudu, J.S. 1980. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.Bloomfield, Leonard. 1953. Language. Chicago: Ann Arbour. Bolton, Rosemari dan Johnny Tjia. Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Tana di Maluku. Makalah Kongres Internasional. Ambon, 5 – 7 Agustus 2007. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Moleong, J. Lexi. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 100 Bandung: PT. Remaja Pembinaan dan Pengembangan Rosdakarya. Bahasa Depdikbud. Nida, Eugena. A. 1963. Morphology. Sunarto. 2001. Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu The Descriptive Analysis of Sosial dan Pendidikan. Surabaya: Words. Ann Arbor: The University Unesa University Press. Verhaar, J. W. M. 2008. Asas-Asas Linguistik of Michigan Umum. Yogyakarta: Gajah Mada Ralahalu, Karel Albert. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam University Press. Wiyanto, Asul. 1986. Tata Bahasa Menangani Bahasa-Bahasa Daerah Maluku. Naskah Pedagogis Bahasa Indonesia. Bandung: sambutan Gubernur Maluku Angkasa. dalam pembukaan Konggres Internasional Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia Wilayah Timur. Ambon, 5 – 7 Agustus 2007. Ramlan. M. 1965. Morfologi. Suatu Tinjauan Deskriptif. Jogyakarta: UP. Karyono. Rettob, Dzul Kifli. 2010. Proses Morfologis Bahasa Kei. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. (belum dipublikasikan). Samsuri. 1991. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga. Santoso, Kusno Budi. 1990. Problematika Bahasa Indonesia, Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. Jakarta: Rineka Cipta. Sitindaon, Gustaf. 1984. Pengantar Linguistik dan Tata Bahasa, Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Spradley James, P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sukaryana, I Nengah., dkk. 1997. Struktur Bahasa Mambai. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sulissusiawan, Akhadi, Sena, Nyoman. Susilo, Yunus. 1999. Fonologi Bahasa Bedayuh. Jakarta: Pusat Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10. 101