Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 KAJIAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB ADIPARWA1 Oleh : I Gusti Bagus Ngurah Abstrak Kitab Adiparwa merupakan bagian dari Mahabarata di dalam cerita-cerita Adiparwa mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat tinggi yang dapat dipergunakan sebagai cermin dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan Adiparwa di kelangan umat Hindu masih terbatas adanya, sedangkan nilai-nilai pendidikan yang terkandugn didalamnya apabila dikaji, disebarkan dan diamalkan akan dapat mengarahkan manusia ke jalan yang baik dan bahagia lahir dan batih terutama untuk membina mental spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menggali kandungan nilai-nilai pendidikan yag terdapat dalam kitab Adiparwa dan untuk mengetahui relevansinya terhadap pendidikan agama Hindu. Berdasarkan analisa kitab Adiparwa mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam pendidikan agama Hindu seperti pendidikan kerohanian etika dan moral yaitu tentang perbuatan baik, hormat-menghormati antara sesama manusia, hormat terhadap orang tua, patuh, disiplin, jujur dan bertanggung jawab. Semua itu adalah untuk menuju ketentraman umat manusia dan kehidupan yang bahagia lahir dan batin. Kata Kunci: Adiparwa, Mahabarata, Pendidikan Hindu Abstract Adiparwa scripture is part of Mahabharata which contain high education values that can be used as a mirror in daily life. Adiparwa existence still limited among Hindus whereas the education values which contain inside of it if be reviewed, propagated and practiced will be able to guide people toward good path and to aim body and soul happiness especially to build spiritual mind. This study intends to explore the content of education values which contained inside Adiparwa scripture and to determine its relevance to Hindu education. Based on the analysis, Adiparwa contains values that can be used as guidance in Hindu education such as spirituality ethics and moral education which is about good attitude, respect to each other, respect to parents, obedient, discipline, honest and responsible. All of it is intended to aim mankind peacefulness and to aim happily body and soul life. Keywords: Mahabharata, Adiparwa, Hindu Education 1 Di review oleh I Ketut Ulianta 80 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Pendahuluan Sebagai bagian dari warga bangsa umat Hindu harus berkonstribusi terhadap pembangunan bangsa. Dalam rangka meningkatkan peran serta umat Hindu maka pembinaan umat menjadi bagian penting dan perlu ditingkatan dengan berbagai upaya dan tindakan nyata. Era globalisasi, perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan membawa dunia semakin terbuka seolah tanpa batas dan membawa berbagai pengaruh pada semua aspek kehidupan. Untuk menyaring/memfilter pengaruh negatif umat Hindu perlu meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama di dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan menunjukan berbagai hal merebak dimasyarakat bangsa kita seperti korupsi kriminalitas, pemakaian obat terlarang, pencurian, perkelahian antar warga, mencerminkan rendahnya pengamalan ajaran agama atau rendahnya etika dan tata susila yang melandasi perilaku masyarakat. Terlihat adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi secara normatif dengan perilaku realitas kehidupan nyata sehari-hari dimasyarakat. Ajaran agama yang dihayati, dimengerti dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari hendaknya mendasari perilaku, moral dan menjadi filter dalam menangkal pengaruh negatife yang ada jika pendidikan agama yang diperoleh masyarakat benar-benar menginternalisasi tidak saja sebatas teori tanpa praktek dan gersang. Agama merupakan jalan lengkap dengan papan petunjuk yang menuntun umat manusia kearah yang benar menuju tujuan hidup yang dalam agama Hindu adalah disebut Moksa. Kitab suci Weda sebagai sumber pokok ajaran agama Hindu hendaknya dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk memahami Weda diperlukan pemahaman berjenjang dan komprehensif dalam arti setiap orang yang ingin memahami Weda sebaiknya dari pengetahuan sederhana sampai yang lebih dalam dan luas dengan berbagai referensi. Dalam Sarasamuccaya dikatakan Weda hendaknya dipelajari dengan sempurna melalui jalan mempelajari Itihasa dan Purana. Demikian pula seperti yang ditulis dalam Vayu Purana hendaknya weda dijelaskan melalui sejarah(Itihasa) dan Purana(sejarah dan metologi). Ini dimaksudkan bahwa seseorang yang ingin mempelajari Weda hendaknya 81 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 memulai dari yang mudah untuk dipelajari kemudian secara berkelanjutan menuju yang lebih kompleks. Kitab Adiparwa sebagai bagian I dari 18 Parwa (Asta Dasar Parwa) dalam Kitab Mahabharata menjadi kajian dalam penelitian ini. Mahabharata adalah termasuk Itihasa yang direkomendasikan untuk dipelajari sebagai awal dalam memahami Weda. Sebagai bagian sumber ajaran agama Hindu Adiparwa akan dikaji dari nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang terkandung di dalamnya, melalui sebuah judul kajian yaitu : “Kajian Nilai-nilai Pendidikan Dalam Kitab Adiparwa” Dalam setiap Parwa dari Mahabharata tentunya selalu terdapat nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya, dan untuk memudahkan untuk dipelajari tentu akan menjadi mudah bila kita mampu untuk menggali, menganalisis, membreakdown bagian demi bagian dan mengelompokkan termasuk nilai-nilai pendidikan yang mana terkandung dalam setiap Parwa tersebut. Dalam hal ini peneliti memfokuskan diri pada mengkaji Adiparwa sebagai parwa pertama. Adapun perumusan masalah yang diajukan dalam penulisan ini adalah Nilai-nilai pendidikan apa saja yang diungkap dalam Adiparwa ? Kajian ini memiliki tujuan mendalami isi cerita Itihasa umumnya dan cerita Adipawa khususnya melalui kajian terhadap nilai-nilai pendidikan yang diajarkan didalamnya serta untuk mengetahui nilai-nilai moral dan etika yang terkandung dalam cerita Adiparwa dalam relevansinya dengan pendidikan agama Hindu. Kitab Suci Weda Kitab Weda dapat dibagi dari dua pendekatan yaitu etimologi dan semantik. Kata Weda berasal dari kata Vid yang artinya mengetahui dan Weda berarti pengetahuan. Dalam pengertian semantic Weda berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual, kebijaksanan tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama Hindu. Weda adalah keseluruhan susastra yang muncul berabad-abad yang silam yang diturunkan serta diteruskan dari generasi kegenerasi melalui tradisi lisan Maharsi Manu membagi jenis isi Weda ke dalam dua kelompok besar (Gde Puja :1998 : 36) yaitu : Weda Sruti dan Weda Smerti. Kelompok Weda Sruti hanya memuat Wahyu dan kelompok Weda Smrti memuat penjelasan tentang Weda Sruti. 82 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Weda Sruti adalah sabda suci Tuhan (Brahman) yang langsung didengar atau diterima oleh para Maharsi. Berdasarkan sifat isinya Weda Sruti dibagi atas tiga bagian yaitu : Bagian Mantra yang terdiri atas empat himpunan (Samhita yang disebut Catur Weda yaitu : Reg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda. Bagian Brahmana berisi himpunan doadoa yang dipergunakan untuk keperluan Yadnya. Tiap-tiap Mantra memiliki Brahmana. Bagian Upanisad merupakan himpunan mantra-mantra yang membahas berbagai aspek mengenai hakekat Brahman, Atma, Karma dan Maya serta hal-hal lain yang bersifat rahasia. Tiap-tiap mantra mempunyai Upanisad tersendiri. Weda Smrti adalah kelompok Weda yang lahir dari ingatan para Maharsi sebagai penjelasan terhadap Weda Sruti. Isinya tidak bertentangan dengan Weda Struti. Weda Smrti digolongkan ke dalam kelompok yaitu : Kelompok Wedangga yang terdiri dari enam bidang weda yaitu : Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa. Kelompok Upaweda adalah bagian Weda Smrti yang juga sangat penting. Cara Penyampaiannya mempergunakan ilustrasi cerita dalam bentuk prosa agar lebih mudah dihayati oleh umat. Kelompok Upaweda terdiri dari cabang ilmu pengetahuan yang terdiri dari : Jenis Purana. Purana memuat ceritacerita kuno yang menggambarkan pembuktian hokum yang pernah dilaksanakan dan juga memuat tentang cerita penciptaan alam, cerita tentang tanda-tanda terjadinya Pralaya, cerita yang menjelaskan silsilah Dewa Bharata, cerita mengenai jaman Manu dan Manwantra serta cerita tentang silsilah Surya Wangsa dan Candra Wangsa. Jenis Itihasa merupakan kisah sejarah masa lalu. Dalam kisah ini selalu ada dua tokoh yang berbeda (rwa bhineda yang selalu bergulat untuk saling menguasai yaitu tokoh Dharma dan Adharma. Jenis Itihasa merupakan epos besar yang terdiri dari dua macam yaitu : Kitab Ramayana dan Kitab Mahabharata. Kitab Ramayana mengisahkan perjalanan hidup Rama Dewa sebagai Awatara Wisnu untuk membasmi Raja Rahwana yang sangat lalim yang perbuatannya selalu bertentangan dengan Dharma. Kitab ini terdiri dari 7 Kanda.Kitab Ramayana adalah karya besar Maharsi Walmiki yang terdiri dari 24000 stansa yang dibagi dalam tujuh bagian yang disebut kanda yaitu Bala Kanda, Ayodya Kanda, Aranya Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Uttara Kanda. Kitab Mahabharata yaitu menceritakan kisah tentang perjalanan keluarga Bharata dimana mereka sesame saudara sepupu melakukan peperangan yang dikenal dengan perang Bharatayuda. Perang ini lebih dikenal dengan perang Dharma melawan Adharma. Kitab Mahabharata ini terdiri dari 18 Parwa (Asta Dasa Parwa) yaitu : Adiparwa, Sabdhaparwa, 83 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salwaparwa, Sautikaparwa, Striparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswemedaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, Swargarohanaparwa. Disini terlihat Adiparwa adalah Parwa pertama dalam kitab Mahabharata. Jenis lainya yang masih termasuk kelompok Upaweda yaitu : Jenis Arthasastra, Jenis Ayurweda, Jenis Gandharwaweda. Menurut (Titib: 1996) Weda Smrti terdiri dari : Wedangga, Upaweda dan Upangaweda. Yang termasuk Upangaweda yaitu Mimamsa yang terdiri dari Purwamimamsa dan Uttaramimamsa; Nyaya terdiri dari Nyaya Waisesika dan Samkhya; Purana terdiri dari 18 Mahapurana, 18 Upapurana dan Itihasa (Ramayana dan Mahabharata). Adiparwa Dalam Kitab Suci Weda Adiparwa merupakan bagian dari isi kitab suci Weda. Adiparwa memuat penafsiran ajaran Weda yang dilaksanakan dalam kehidupan keagamaan Hindu. Adiparwa disajikan secara berjenjang berlanjut pada Parwa-parwa berikutnya. Adiparwa merupakan bagian dari Asta Dasa Parwa dalam cerita Mahabharata, merupakan hasil budaya susastra luhur, merupakan susastra yang menyimpan berbagai tatanan kehidupan manusia. Isi kandungannya tetap seirama dengan perkembangan jaman. Adiparwa dapat dijadikan suatu media yang memuat cerita-cerita untuk dapat memudahkan bagi umat umumnya dan umat Hindu Khususnya untuk mengenal, mempelajari, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaranajaran yang terjandung didalam kitab suci Weda. Manusia hendaknya mampu meningkatkan kualitas dirinya baik secara individu maupun secara kelompok. Untuk meningkatkan kualitas diri tersebut, seyogyanya manusia mengisi dirinya dengan ilmu pengetahuan baik melalui pendidikan formal maupun non formal memanfaatkan media yang ada maupun membaca buku-buku maupun kitab suci yang relevan. Kitab Adiparwa yang menjadi obyek penelitian adalah seri Mahabharata yang diterjemahkan oleh I Gusti Made Widia yang diterbitkan oleh CV. Kayumas Denpasar adalah salah satu Parwa yang termasuk dalam Itihasa. Adi Parwa dipandang sarat mengandung nilainilai pendidikan moral, etika dan spiritual. Nilai-nilai tersebut apabila digali, dianalisis dan kemudian dikemas sedemikian rupa sesuai dengan situasi dan kondisi dan waktu dapat menjadi alternative sebagai metoda dan media dalam pembelajaran agama Hindu. 84 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Disampaikan melalui segenap potensi dan kesempatan yang tersedia baik melalui meda cetak maupun elektronik serta mass media lainnya seperti pementasan seni budaya baik modern maupun tradisional akan memiliki nilai tambah dan efektif untuk pembelajaran Agama Hindu. Melalui Media Cetak, dapat dikemas menarik dalam bentuk komik, melalui Media elektronik dapat dibuat film sejenis film kartun atau sinetron. Melalui Penyuluhan tradisional bisa dijadikan prolog untuk menarik perhatian umat untuk fokus memperhatikan wejangan atau dharmawacana dan juga dapat disampaikan melalui pertunjukan-pertunjukan tradisional seperti Drama gong, sentratari, wayang kulit, wayang orang, topeng bondres dengan mengambil lakon salah satu ceritera dalam Adiparwa. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dari semua mahluk hidup cintaan Sang Hyang Widhi Wasa, hanya manusia yang dikaruniai dapat melaksanakan perbuatan baik dan buruk. Seperti yang dimuat di dalam kitab Sarasamuscaya pada sloka II dikatakan “Leburlah ke dalam perbuatan baik segala perbuatan buruk itu”. Kalau kita renungkan kembali lebih mendalam keberadaan manusia ini dapat di uraikan sebagai berikut : Lahir menjadi manusia adalah makhluk yang utama, Manusia dapat berbuat baik atau buruk, Manusia dapat berbuat jasa dan dosa juga manusia mampu menolong dirinya untuk berbuat baik. Ajaran Hindu membedakan jenis kehidupan ke dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok Eka Pramana, Kelompok Dwi Pramana, dan Kelompok Tri Pramana. Eka Pramana dimiliki kelompok tumbuh-tumbuhan yaitu mempunyai kekuatan untuk tumbuh; Dwi Pramana yaitu mempunyai kekuatan/kemampuan untuk tumbuh/bergerak dan bersuara, yang termasuk dalam kelompok ini adalah binatang; dan kelompok Tri Pramana yaitu mempunyai kekuatan untuk tumbuh, bersuara dan memiliki akal. Termasuk dalam kelompok ini dimiliki oleh manusia. Manusia diciptakan memiliki tiga kekuatan hidup. Secara lengkap menjelma sebagai manusia dikatakan paling sempurna atau paling baik karena memiliki unsure hidup yang lengkap yaitu Jasmani, rohani dan atman. Manusia juga memiliki Bayu/tenaga, sabda/bahasa, idep/pikiran, budi/kesadaran/kecerdasan, manah/kehendak/keinginan/cita-cita dan ambek/ semangat/sifat-sifat keakuan. 85 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Nilai kehidupan manusia adalah terletak sampai dimana manusia mampu berbuat kebajikan untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia terutama dalam usahanya membebaskan diri dari penderitaan hidup untuk menuju kebahagiaan hidup sejati yang menjadi tujuan hidupnya. Umat Hindu diharapkan dapat memanfaatkan hidup yang singkat ini dengan lebih banyak berbuat baik, karma yang biak akan membawa pada kebahagiaan hidup jasmani dan rohani atau Moksartham Jagadhita, benar-benar dapat terwujud dengan sempurna. Hindu mengajarkan melalui Catur Purusaartha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Dharma berarti hokum kebenaran dan kebajikan, segala bentuk perbuatan yang mulia, berbudi pekerti luhur, penuh pengabdian, tanpa pamrih, berdana punia, jujur serta pengorbanan yang tulus ikhlas demi kebahagiaan umat manusia, masyarakat, keluarga dan semua ciptaan Tuhan. Artha dalam bentuk segala harta benda yang dapat memberikan rasa bahagia yang merupakan suatu sarana penunjang untuk mencapai kesejahteraan hidu Kama merupakan naluri, keinginan atau nafsu yang dapat memberikan kepuasan dan kenikmatan hidup yang bergairah maju dan meningkat. Moksa adalah tujuan hidup yang sejati, yang kekal abadi, terbebas dari belenggu suka dan duka sehingga atman dapat bersatu dengan Brahman. Perilaku manusia dalam melaksanakan ajaran Dharma salah satu cara yaitu dengan melaksanakan Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha adalah tiga gerak perbuatan atau perilaku manusia yang harus disucikan dengan sebaik-baiknya yaitu Pikiran/manah, Perkataan/Wacika dan Perbuatan/Kaya. Dengan Tri Kaya Parisudha manusia dapat berbuat sesuatu baik untuk dirinya dan baik untuk makhluk lain dan lingkungannya. Agama Hindu juga mengajarkan Tat Twam Asi, yang mengajarkan kesosialan tanpa batas karena diketahui bahwa “Ia adalah Kamu” “Saya adalah Kamu”. Semua mahkluk adalah sama sehingga menolong diri sendiri berarti juga menolong diri sendiri. Demikian pula apabila menyaiti orang atau mahkluk lain berarti menyakiti diri sendiri. Ajaran ini mengajar orang untuk dapat mengendalikan diri dan ikut merasakan keadaan orang lain baik keluarga maupun masyarakat lingkungan. Konsep-konsep seperti diuraikan diatas yaitu Catur Purusaartha, Tri Kaya Parisudha dan Tat Twam Asi dijadikan landasan dalam menetapkan indikator-indikator yang 86 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 dipergunakan sebagai ukuran dalam menganalisis nilai-nilai pendidikan dalam kitab Adiparwa yang diuraikan sebagai berikut : 1. Intelektualitas Setiap orang hendaknya memiliki dan menumbuh kembangkan kecerdasan, kemuliaan, ringan tangan atau suka menolong, mampu menyingkirkan atau melenyapkan sifat buruk dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dilandasi ajaran agama. Peningkatan Ilmu pengetahuan itu dalam kehidupan manusia sangat besar artinya. Manusia yang multi dimensi dengan segala cita-cita dan harapannya, dengan segala bakat dan emosinya, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya dan dengan segala kekuatan dan kekurangannya perlu dikembangkan untuk dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Saat pengaruh perubahan demikian besarnya oleh kemajuan IPTEK ajaran agama adalah sarana untuk menyaring sejauh mana pemanfaatan IPTEK itu agar tidak berakibat buruk, inilah pentingnya penguasaan sehingga mudah dikendalikan. 2. Etika dan Moral Etika adalah ilmu tentang kesusilaan atau modal (Wahyudi : 1995:8) Sedangkah moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral juga diartikan sebagai sarana untuk mengurukur benar tidaknya tindakan manusia. Etika dan moral dapat diuraikan sub indikatornya sebagai berikut : a. Ketaatan dan kesetiaan Ketaatan, kepatuhan dan kesetiaan dimaksudkan menjunjung tingi segala aturan yang berlaku baik dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan tempat kerja maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas. 87 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 b. Kecintaan Kodrat manusia sebagai makhluk individu dan mkhluk social hamper dalam segala aspek kehidupan selalu memerlukan bantuan dari pihak lain atau orang lain sehingga mereka saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Manusia akan mempunyai arti dan dapat hidup diantara manusia lainnya, jika mereka dapat hidup bersama, tolong menolong, gotong royong, seimbang, selaras, serasi, saling menghormati dan mencintai sesame ciptaan Tuhan. c. Keihklasan Adalah keluhuran budi seseorang yang tampil dalam kehidupannya, rela berkorban demi kepentingan orang lain. Dalam perbuatan pengorbanannya adalah memberikan sesuatu secara ikhlas baik dalam wujud benda maupun bukan benda, secara sadar disertai dengan kehalusan jiwa untuk memenuhi harapan atau kepentingan orang lain/kepentingan umum tanpa mengharapkan balasan. d. Kebenaran Adalah perbuatan yang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan atas kelaziman-kelaziman yang sudah menetap di masyarakat. Untuk menentukan benar tidaknya suatu perbuatan yang menjadi tolok ukur adalah nilai-nilai agama. e. Kejujuran Artinya apa yang dilakukan seseorang sesuai dengan hati nuraninya Jujur berarti seseorang bersih batinnya atau hatnya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh norma-norma agama dan norma lain yang ada di masyarakat. Jujur berarti pula menepati janji atau menepati kesanggupan baik yang berbentuk kata-kata maupun yang masih dalam hati atau batin. Sikap jujur adalah sangat diperlukan untuk dipelajari dan dimiliki oleh setiap orang, sebab kejujuran akan mewujudkan keadilan, sedangkah keadilan akan menuntun kepada kemuliaan abadi. Kejujuran akan memberikan keberanian dan ketentraman hati serta kebajikan. Kejujuran sangat penting untuk dilaksanakan oleh setiap orang dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. 88 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 f. Tanggung Jawab Melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan, sesuai dengan ketentuanketentuan peraturan yang berlaku dengan sebaik-baiknya, memiliki kesanggupan dan kerelaan berkorban untuk mengutamakan kepentingan umum, masyarakat, bangsa, Negara serta mampu mempertanggung jawabkan hasil dari pelaksanaan tugas dan kewajibannya itu. g. Kemurahan hati/kebajikan Adalah wujud dari dharma, yakni berupa pemberian atau dana. Ada 2 wujud yang perlu diutamakan yaitu Dharmadana yaitu memberikan pendidikan budi pekerti yang luhur untuk merealisasikan ajaran agama dan Widyadana yaitu memberikan pengetahuaan, pendidikan kepada mereka yang masih terbelakang dan kurang terampil. h. Kesucian hati Berpikir jernih dan suci. Dengan kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, menghhancurkan pikiran untuk berbuat jahat. Kesucian hati atau hidup suci diamanatkan sebagai srana untuk mendekatkan diri dengna Tuhan Yang Maha Esa/Tuhan Yang Maha Esa i. Perbuatan dosa dan kejahatan Perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama atau kebajikan. Perbuatan jahat tidak berumur panjang dan pelaku kejahatan, selalu menderita. Orang harus membebaskan diri dari dosa dan kejahatan, caranya adalah menjauhi sifat-sifat yang buruk. Dinyatakan terjadinya dosa dari minuman keras, keadaan bahaya, perjudian, mencuri, narkoba dan perselingkuhan. Lebih jauh harus selalu diingat bahwa pelaku kejahatan tidak pernah tenteram. 3. Spiritual Nilai-nilai spiritual adalah nilai-nlai pada pembentukan jiwa yang murni yaitu segala hal-hal yang berkenaan dengan hidup hakiki. Berbudi luhur, berakhlak mulia, dengan sungguh-sungguh melaksanakan disiplin dan latihan rohani. Dilandasi dengan srada dan bhakti yang teguh dan mantap seseorang akan memperoleh kesucian diri dan akan menyadari adanya kebenaran sejati yaitu Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa. 89 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Sinopsis Adiparwa Secara ringkas Adiparwa, seri Maha Bharata yang diterjemahkan oleh Gusti Made Widia menceritakan antara lain sebagai berikut : Bhagawan Wyasa putra dari Maharsi Parasara menuliskan kitab Weda yang mashyur, menghadiahkan epos Mahabarata kepada dunia. Dalam penulisannya dibantu oleh Maharsi Ganapati. Pertama-tama epos tersebut diajarkan kepada Maharsi suka dan Maharsi Suka mengajarkan kepada pengikutnya. Bhagawan Narada mengajarkan kepada para dewa sedangkan Maharsi Suka mengajarkan kepada Gandarwa, Raksasa dan Yaksa. Maharsi Waisampayana menceritakan Maha Bharata pada waktu Parikesit melakukan upacara yadnya. Kemudia Suta mnenceritakan kepada sejumlah orang suci yang sedang berkumpul di Hutan Naimesa yang dipimpin oleh Rsi Saunaka sesuai dengan yang didengarkan atau diperoleh dari Maharsi Waisampayana. Suta secara ringkas menceritakan bahwa raja Santanu dengan istrinya Dewi Gangga berputra seorang yang diberi nama Dewa Bharata yang kemudian bergelar “Bhisma” karena sumpahnya untuk terus membujang seumur hidupnya. Raja Santanu berputra dua orang dari istri yang bernama Satyawati. Adapun putranya itu adalah Citrangada dan Wicitrawirya. Setelah Raja Santanu wafat digantikan oleh Citrangada menjadi raja dan kemudia Citrangada digantikan oleh Wicitrawirya. Wicitrawirya mempunyai anak dua orang yaitu Destrarasta dan Pandu. Destrarasta lebih tua tapi buta, Pandu dinobatkan menduduki tahta kerajaan. Pandu Melakukan kesalahan besar dan dikutuk oleh seorang Rsi sehingga untuk menebus dosanya ia lalu bertapa ke hutan didampingi oleh dua istrinya yaitu Dewi Kunti dan Dewi Madri. Selama di hutan dari Dewi Kunti berputra Yudistira, Bhima, dan Arjuna. Dan dari Dewi Madri berputra kembar Nakula dan Sahadewa. Raja Pandu wafat, putra-putranya yang terkenal dengan Panca Pandawa dipelihara oleh orang-orang suci di hutan. Pada waktu Yudistira berumur 16 tahun, para orang suci menghantarkan Pandawa ke Hastinapura menyerahkan kepada kakeknya Bhisma. Dalam waktu singkat Pandawa telah menguasai Weda dan ilmu yang berhubungan dengan Ksatria. 90 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Drestrarasta dengan permaisurinya Dewi Gandari memiliki putra yang disebut dengan Korawa. Putra yang tertua bernama Duryodana. Korawa memiliki sifat irihati kepada Pandawa dan sering membuat sengsara dan sakit hati kepada Pandawa dengan berbagai cara. Pandawa dan Korawa dibina dan dididik oleh Bhisma, Kripa dan Bhagawan Drona. Setelah menamatkan berbagai macam ilmu, kemudian diakhiri dengan tes ketangkasan. Saat itu muncul seseorang bernama Radeya menantang Arjuna tetapi karena persyaratan yang bertanding harus seorang ksatria, maka Duryodana mengangkat Radeya menjadi raja Negeri Angga (Ngawangga) kemudian bergelar Adipati Karna. Bhagawan Droma melepaskan dendamnya mengerahkan muridnya menyerang Prabu Drupada Raja Pancali. Prabu Drupada ditawan oleh Arjuna lalu diserahkan kepada Drona. Sifat iri hati dan dengki Korawa semakin bertambah lalu membuat rekayasa di Waranawata pada sebuah rumah lilin/kardus yang kemudian dibakar, namun Pandawa selamat atas petunjuk Widura selanjutnya mengembara ke hutan. Hutan tempat pengembaraan dihuni oleh dua raksasa kakak beradik, laki dan perempuan yaitu Hidimba dan Hidimbi. Hidimbi jatuh cinta kepada Bhima, tetapi Hidimba menantang Bhima berkelahi dan tewas. Bhima mengawini Hidimbi dan mempunyai anak bernama Gatot Kaca. Di Ekacakra, Pandawa membantu menentramkan daerah itu dengan membunuh Raksasa Bhaka yang selalu menggangu masyarakat desa Kampilya. Pandawa mendengar adanya sayembara memperebutkan Dewi Drupadi putri prabu Drupada. Pandawa menyamar sebagai brahmana mengikuti sayembara dan memenangkan Dewi Drupadi. Panca Pandawa kembali ke pondokkan di Ekacakra dan menyampaikan kepada ibunya bahwa saat kembali kerrumah membawa Bhiksa dan ibu Kunti menyampaikan bahwa Panca Pandawa dapat membagi bhiksa apapun yang dibawa. Atas jawaban ibu Kunti Pandawa mengawini Dewi Drupadi dan kemudian Pandawa dijemput pulang kembali ke Hastinapura. Pandawa di beri daerah Kandhawaprasta dan Yudistira dilantik menjadi raja. Wismakarna membangun istana yang indah di Kandhawaprasta atas perintah Dewa Indra dan ibukota negeri disebut Indraprasta. Arjuna melanggar aturan memasuki kamar pada saat Yudistira dan Drupadi sedang istirahat. Maksud Arjuna adalah mengambil senjata dalam membantu Brahmana yang sapi- 91 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 sapinya diambil pencuri. Karena pelanggaran tersebut sudah menjadi ketetapan Arjuna harus menghukum diri masuk hutan selama satu tahun sambil melaksanakan Tirta Yatra. Dalam pengembaraan di hutan Arjuna mengawini Dewi Ulupi putri raja Nagaloka dan kemudian di daerah Danalur mengawini putri raja Citrasena yang bernama Citragada. Di daerah Dwarawati Arjuna menyamar sebagai seorang Brahmana untuk bertemu dengan Dewi Subadra. Arjuna kawin lari dengan Dewi Subadra tetapi akhirnya perkawinannya direstui oleh Balarama dan Krishna saudara tua dari Dewi Subadra. Hutan Kandawa dibawah pengawasan Krishna dan Arjuna, seorang Brahmana lapar datang meminta makanan dan akan dimakan adalah hutan Kandawa tersebut. Brahmana tersebut tidak lain adalah Dewa Agni. Arjuna minta imbalan yaitu Busur Baruna dan tabung anak panah serta kereta dengan kuda-kudanya yang paling hebat. Krisnha dan Arjuna sebagai Nara-Narayana melindungi Dewa Agni sehingga Dewa Indra tidak mampu memadamkan api dan hutan Kandawa dilalap habis, Dewa Agni merasa puas. Asuramaya penghuni hutan Kandawaprasta diselamatkan oleh Krishna dan Arjuna pada waktu Dewa Agni memusnahkan hutan tersebut dan sebagai balas jasa ia membangun balai penghadapan untuk prabu Yudistira yang sangat indah yang menyamai istana Dewa Brahma. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Kitab Adiparwa Adiparwa yang merupakan bagian dari Astadasarparwa dalam cerita Mahabarata, menyimpan berbagai tatanan kehidupan manusia. Isinya tetap seirama dengan perkembangan jaman. Kajian atas Adiparwa untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, dan menggali nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang tersebar di dalam bagian-bagian cerita tersebut. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu dalam kitab Adiparwa terletak tersebar dan terpencar dan perlu diklasifikasikan. Dalam tulisan ini diklasifikasikan berdasarkan indikatorindikator yang telah diuraikan diatas yaitu : Nilai-nilai Intelektualitas Nilai-nilai intelektualitas terkandung dalam struktur Adiparwa sebagai berikut : 1. Enam belas tahun kemudian “.......Dia telah memiliki berbagai ilmu pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang ksatria, dia telah memperoleh pelajaran Weda. Dari Brihaspati Guru, dia telah 92 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 mempelajari ilmu politik. Atas perintahku Bhargawa musuh semua ksatria telah mengajarkan dia ilmu panah......” (nilai : intelektual; hal.15) 2. Putri seorang nelayan Raja para nelayan itu berkata : “Sudah dikatakan bahwa putra dari putriku akan menjadi ahli waris dari mahkota raja. Kalau Tuanku berjanji akan menjadikan anak yang dilahirkan oleh putriku sebagai raja Hastina sesudah Tuanku, aku akan memberikan putriku dengan senang hati”. (nilai : intelektualitas; hal 17) 3. Perkawinan Pandu dan Dristarasta Dia mengajar segala-galanya yang dipandang penting bagi pangeran-pangeran ksatria. Dristarasta diberikan kekuatan yang luar biasa. Pandu dididik menggunakan senjata panah sampai terbukti sangat ahli dalam hal memanah. Widura adalah paling bijaksana diantara tiga anak itu Pendidikan mereka sangat sempurna. (nilai : intelektual; hal. 35) 4. Lahirnya Pandawa dan Duryodana Tidaklah engkau bisa mengajarkan ilmu jampi-jampi itu kepadanya untuk memperoleh seorang anak ? Kunti bersedia melakukannya. Dia mengajarkan ilmu jampi-jampi itu kepada Madri. (nilai : intelektual; hal. 45) 5. Kedatangan Drona Kripa sangat tertarik akan penggunaan sejata. Dia mempelajarinya. Bisma berpikir bahwa dia adalah orang yang tepat untuk menjadi guru, untuk mengajar para pangeran itu. (nilai: intelektual; hal.59) Dia membuka cincin permatanya dari jari kelingkingnya dan menjatuhkannya ke dalam sumur. Selagi anak-anak yang keheran-heranan mengawasi orang itu melepaskan sebuah anak panah ke dalam sumur. Anak-anak bersandar di dinding batu sumur itu dan melihat bahwa anak panah itu telah menembus bola setelah melalui cincin. Orang itu melepaskan anak panah lainnya, yang menembus lagi ketiga kali, keempat kali dan seterusnya sehingga membentuk tali panah. Dengan menariknya dia memberikan bola itu kepada anak-anak serta menaruh cincinnya di jari manisnya lagi (nilai :intelektual; hal. 60) 6. Drona dan Drupada Drona tersenyum dan berkata : “Tuanku, aku menginginkan kekayaan yang ada padamu. Engkau adalah seorang ahli dalam ilmu panah memanah. Aku ingin menjadi muridmu dan belajar itu”. (nilai : intelektual; hal 61) 93 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Bisma berkata: “Engkau telah datang ketempat yang benar. Aku mempunyai cucu-cucu sampai seratus orang yang ingin sekali mempelajari tentang panah memanah.” “Menjadi kehormatan buat aku dan aku sangat gembira melatihnya menjadi ksatria dalam arti kata sebenarnya.” (nilai : intelektual; hal. 63) Di dalam kegembiraanya yang tak terhingga itu Drona mengajarkan Arjuna ilmu astra yang hebat yang disebut Brahmasirsa. (nilai : intelektual; hal. 64) 7. Ekalawya golongan Nishada Katanya: “Guruku, aku datang kepadamu untuk mempelajari ilmu panah. Terimalah aku menjadi muridmu.” (nilai : intelektual; hal.65) Dia menyebut patung ini sebagai simbol gurunya. Tiap-tiap dia menyembah patung ini dan kemudian berlatih memainkan busur. Dalam waktu singkat dia mendapatkan dirinya sudah sanggup mempelajari ilmu panah memanah dengan cepat. Yang demikian itu adalah magnetis dari suara keinginan hati. (nilai : intelektual; hal. 65) Semua pikiran-pikiran sadar atau tidak sadar seorang ditarik ke arah satu keinginan ini dan perbuatan seseorang hanyalah gema dari suara keinginan ini. (nilai : intelektual; hal. 65) Kecintaanya kepada hal-hal panah memanah dan kecintaannya kepada gurunya yang menolak mengambilnya sebagai murid dan bukan karena dia tidak mau, tetapi disebabkan oleh karena dia tidak bisa. Dua kecintaan ini membuat dia mengkonsentrasikan pikirannnya tentang panah memanah saja. Dia ingin menguasai seni itu. Segeralah dia menjadi mahir dalam seni itu. (nilai : intelektual; hal 65 8. Kutukan Bhagawan Bhargawa Radheya hanya condong kepada suatu hal; ilmu pengetahuan berarti kekuasaan; itu berarti kemasyuran; itu berarti penghargaan. Itulah satu-satunya yang berharga di dunia manusia (nilai : intelektual; hal 72) Aku merasa bangga dapat memiliki engkau sebagai muridku. Engkau terlalu jujur mencintai yang lebih tua. Selalu ingin berjalan menuju jalan kebenaran. Engkau harus mempergunakan yang telah engkau terima untuk menegakkan Dharma. Jangan engkau menggunakan untuk maksud-maksud yang adharma. (nilai : intelektual; hal. 71) 9. Komplotan Drona tersenyum dan berkata : “Ilmu dan kerendahan hati harus berjalan bersama-sama. Jangan berpikir bahwa dirimu sendiri terlalu tinggi.” (nilai : intelektual; hal. 89) 94 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 10. Di Waranawata Mereka telah memutuskan supaya kita terbakar di rumah ini yang diberi nama SIWA. Inilah yang dimaksud oleh paman Widura pada saat dia berkata bahwa aku harus membuat indrya-indryaku sadar. (nilai : intelektual; hal. 97) Tuhan berada di pihak kita. Dia yang melindungi kita selama tahun-tahun ini akan tetap melindungi kita lebih jauh.( nilai : intelektual; hal.97) 11. Kedatangan Bhagawan Daumya Dia berkata :”Engkau akan menjadi penguasa dunia. Engkau perlu mempunyai seorang guru, seorang kula guru. Engkau akan memerlukan pendeta yang tinggi. Dengan bantuan seorang brahmana yang menasehati engkau, engkau akan memerintah dunia seperti yang dilakukan oleh ayahmy.” (nilai : intelektual; hal. 125) Daumya sangat senang dengan kerendahan hatinya dan tingkah laku mereka. Dia setuju menjadi gurunya. (nilai : intelektual; hal. 125) Nilai-nilai Etika dan Moral Nilai-nilai intelektualitas terkandung dalam struktur Adiparwa sebagai berikut : Wanita itu tersenyum dan berkata : “... Tuanku tidak boleh menentang apapun yang aku perbuat dan bilamana itu terjadi, pada saat Tuanku mengingkari janji itu aku akan meninggalkan Tuanku untuk selama-lamanya.”( nilai : etika/moral : Kesetiaan; hal. 10) Sang Raja berkata dengan kasar kepadanya untuk pertama kalinya. Katanya :”Alangkah kejamnya perbuatan ini. Aku tidak dapat tahan lagi. Aku tidak tahu bahwa semua putraku dibunuh seperti ini.” (nilai : etika/moral :perbuatan dosa; hal. 11) Santanu mengangkat anaknya yang sedang menyembah serta memeluknya. Dewi Gangga berkata : “Inilah sebabnya aku datang. Aku membawa putra Tuanku kepada Tuanku. Ambillah dia untuk dapat menghibur hati Tuanku”. (nilai : etika; kesetiaan/ketaatan; hal. 15) Wanita itu berkata dengan lemah lembut : “Aku adalah seorang wanita nelayan. Ayahku adalah raja para nelayan. Adalah kewajibanku mendayung sampai diantara tepi sungai Yamuna ini.”(nilai etika/moral : tanggung jawab, kewajiban, hal. 16) Dewa Brata dengan segera menuju kehadapan ayahnya. Dia mempersembahkan wanita muda itu kepadanya dan berkata : “Ayah, aku telah membawanya untukmu. Berbahagialah ayah.” (nilai etika/moral : tanggung jawab; hal.20) 95 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Bisma memeluknya dan matanya basah dengan air mata kasih sayang dia mencintai saudaranya sebagai seorang ayah dan mencintai putranya. (nilai etika/moral : kecintaan dan kasih sayang; hal 22) Pangeran muda berkata : “ Aku berpikir bahwa tidaklah benar kalau mengawini seorang gadis yang hatinya dipegang oleh orang lain.” (nilai etika/moral :kecintaan, kasih sayang, kesucian hati, keiklasan; hal. 23) Karena menduga bahwa gurunya memanggilnya, Bisma terburu-buru menghadap. Dia berlutut dihadapannya dan berkata: “Apakah yang guruku kehendaki ?” (Nilai etika : ketaatan, kesetiaan; hal. 24) Tetapi Bisma ini berbeda. Dia adalah orang jujur. Aku tidak menemukan alasan untuk berkelahi dengannya. Dia bukan saja orang kuat, tetapi juga orang baik.” (Nilai etika/moral : kejujuran, kebajikan; hal. 27) Keturunan harus dilanjutkan. Aku telah memutuskan untuk berbuat sesuatu. Aku tahu untuk melanjutkan keturunan Kuru. Di atas pundakmulah dibebankan tugas untuk membuat keturunan Kuru hidup lagi (nilai etika/moral : tanggung jawab; hal 29) “Tetapi ibu, permintaanmu kepadaku untuk mengikuti peraturan itu salah dan tidak cocok. Aku telah mengambil sumpah bahwa di dalam hidupku tidak ada tempat buat wanita.” (nilai moral : ketaatan; hal 30) dan selanjutnya setiap struktur adiparwa terkandung nilai-nilai etika dan moral secara tersebar. Jadi secara garis besarnya untuk setiap struktur dari Adiparwa terkandung nilai-nilai intelektualitas, etika/moral maupun spiritual. Nilai etika/moral yang terkandung dalam setiap struktur Adiparwa yaitu nilai kesetiaan, perbuatan dosa, ketaatan, tanggung jawab, kecintaan dan kasih sayang, kesucian hati, keikhlasan, kejujuran, kebajikan, kebenaran, kemurahan hati, keadilan, perbuatan kejahatan. Nilai-nilai Spiritual Demikian juga nilai-nilai spiritual juga terdapat secara tersebut pada struktur adiparwa antara lain beberapa contoh berikut : Tuhan berada dipihak kita. Dia yang melindungi kita. Selama tahun-tahun ini akan tetap melindungi kita lebih jauh (nilai : spiritual) 96 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 Mantra-mantra keramat sudah diucapkan. Kurban persembahan kepada Tuhan sudah dituangkan ke dalam api. Suasan sepi hening sama sekali (nilai : spiritual) Drestajumena berkata : “Mengapa tentu saja Siapapun boleh mencoba, apapun dia. Apakah dia seorang brahmana, seorang ksatria. Seoran gwesya atau bahkan sudrapun ....aku menjamin engkau ....aku bersungguh-sungguh dalam janjiku ! (nilai : Spriritual) Aku pikir bahwa buku Raiwataka yang indah seperti kulihat ini membuat aku senang. Dalam ketenangannya aku dapat berkonsentrasi dalam samadiku (nilai : spiritual) Demikianlah bahwa nilai-nilai tersebut terdapat dalam Adiparwa. Kesimpulan Adiparwa merupakan susastra yang menceritakan segi kehidupan manusia, menggambarkan kehidupan masyarakat. Peristiwa yang terjadi merupakan keterkaitan hubungan antara seseorang dengan orang lain di masyarakat. Kitab ini mengandung nilainilai sesuai dengan ajaran agama Hindu. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam struktur Adiparwa antara lain Nilainilai intelektual, yaitu suatu nilai yang dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk meningkatkan dirinya dalam ilmu agama, kepemimpinan, politik dan lainnya. Nilai-nilai etika dan moral seperti kejujuran, kebenaran, kesucian hati, kebajikan, kemurahan hati dan tanggung jawab. Nilai-nilai yang bertentangan dengan etika moral seperti perbuatan kejahatan, perbuatan dosa yang seharusnya dihindari. Disamping nilai tersebut juga terkandung nilai-nilai spiritualitas seperti penegakan dharma, usaha penebusan dosa, pengendalian diri dan usaha memperoleh keseimbangan jiwa. 97 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 1/2012 DAFTAR PUSTAKA Puja Gede MA SH 1998 Weda- Pengantar Agama Hindu III, Paramita Surabaya Widia, I Gusti Made, Adiparwa (seri Mahabarata), CV. Kayumas Denpasar Wiana, Ketut 1995, Yadnya dan Bhakti (Dari Sudut Pandang Hindu, PT. Pustaka Manikgeni Titib, I Made, 1996, Weda Sabda Suci (Pedoman Praktis Kehidupan), Paramita Surabaya Arikunto, Dr Suharsimi, 1996, Prosedur-prosedur penelitian (suatu pendekatan praktek), PT. Rineka Cipta Jakarta Maswiara, I Wayan, 1997 Bhagawad Gita (Dalam Bahasa Inggris dan Indonesia), Paramita Surabaya Oka Netra, Drs. Anak Agung Gede, 1995, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Hanuman Sakti Jakarta 98