peningkatan kualitas tanah bekas tambang nikel

advertisement
PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL
UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI
MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS
IKBAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Kualitas
Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi
melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
April 2016
Ikbal
NIM P052130251
RINGKASAN
IKBAL. Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media
Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan
Kompos. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SRI WILARSO BUDI R.
Reklamasi lahan bekas tambang adalah salah satu kegiatan yang harus
dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan. Lahan
bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi fisik, kimia dan biologi
tanah yang kurang baik. Kerusakan fisik tanah meliputi pemadatan tanah,
kerusakan struktur dan stabilitas tanah, bentuk lahan berubah dan tanah kurang
menyimpan air. Kerusakan kimia terdiri atas pH yang masam, defisiensi unsur
hara serta pencemaran logam berat di tambang-tambang tertentu, sedangkan
secara biologi terkait dengan peranan mikroorganisme di dalam tanah. Keadaan
lahan pascatambang ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Sebagai akibatnya tanaman tidak dapat berkembang secara normal,
kerdil, merana dan mati. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan tanah yang
tidak subur ini, penambahan bahan amelioran seperti bahan humat dan kompos
mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kesuburan tanah. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap
sifat-sifat kimia tanah, logam berat Cr dan Ni dalam tanah dan pertumbuhan
tanaman revegetasi.
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Penelitian
dilakukan di rumah kaca dan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang (Persero)
Tbk., Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Percobaan I
yang dilakukan di rumah kaca area pembibitan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial 2 faktor. Dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0;
0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan merupakan campuran kotoran
guano, kotoran kambing dan sekam padi. Pemberian dosis kompos terdiri dari 3
taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/polybag. Percobaan II dilakukan di lahan bekas
tambang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2
faktor. Dosis bahan humat yang digunakan terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan
1.0 ml/lubang tanam. Dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5
kg/lubang tanam. Kedua percobaan menggunakan tanaman sengon sebagai
tanaman uji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan I, pemberian bahan
humat dapat meningkatkan C-organik dan N-total tanah. Pemberian kompos
maupun kombinasi bahan humat dan kompos berpengaruh terhadap peningkatan
C-organik, N-total, kejenuhan basa, P, dan kation basa tanah yang dipertukarkan
(Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd). Perlakuan dengan kompos saja dan kombinasi
bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia
dibandingkan humat. Namun, terjadi peningkatan logam berat Ni tersedia dalam
tanah. Hal ini diduga kompos yang digunakan mengandung Ni dalam jumlah yang
besar. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pemberian
bahan humat dan kompos berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, panjang akar
dan biomassa. Selain itu, bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata
pada panjang akar dan biomassa, namun tidak memiliki interaksi yang nyata pada
tinggi tanaman. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang
akar dan biomassa adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg.
Pada Percobaan II, pemberian kompos saja dan kombinasi bahan humat dan
kompos dapat meningkatkan N-total, P , KTK, kejenuhan basa dan kation basa
tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd) dibandingkan bahan
humat. Pemberian kompos dan humat serta kombinasi keduanya mampu
menurunkan logam berat Cr tersedia, kecuali perlakuan bahan humat 0.5 ml
belum mampu menurunkan logam berat Cr tersedia. Pada parameter logam berat
Ni tersedia dalam tanah, perlakuan humat saja mampu menurunkan kandungan Ni
tersedia dalam tanah lebih baik dibandingkan kompos dan kombinasi bahan humat
dan kompos. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa
pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter
batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman. Bahan humat dan
kompos memiliki interaksi yang nyata pada panjang akar dan biomassa, namun
tidak memiliki interaksi yang nyata pada tinggi tanaman, diameter batang dan
bintil akar. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar,
dan bintil akar adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg,
sedangkan perlakuan terbaik dalam meningkatkan diameter batang dan biomassa
tanaman adalah perlakuan bahan humat 1.0 ml dan kompos 2.5 kg.
Kata kunci: bahan humat, kompos, sengon, reklamasi, tambang nikel
SUMMARY
IKBAL. Improvement of Soil Quality in the Former Nickel Mining Area for
Growth Media of Revegetation Plants through Utilization of Humic Materials and
Compost. Supervised by ISKANDAR and SRI WILARSO BUDI R.
Mine reclamation is one of the activities to be carried out by any company
conducting mining activities. Land after mining significantly shows unfavorable
physical, chemical and biological soil. Physical damage to soil includes soil
compaction, damage to the structure and stability of the soil, landform changes
and low soil water retention. Chemical damage consists of acidic pH, nutrient
deficiency, heavy metal pollution in mines certain; while biologically it’s
related to the role of microorganisms in the soil. The state of post-mining
land will affect plant growth and development. As a result the plant cannot
develop normally i.e. dwarf, wither and die. Therefore, to improve the condition
of poor soils, the addition ameliorant materials such as humic materials and
compost must be carried out in order to improve soil fertility.
The objective of this study was to analyze the effect of humic materials and
compost to the soil chemical properties, Cr and Ni in soil and revegetation plant
growth . This study was conducted from January to August 2015. The study was
conducted in a greenhouse and mined lands of PT. Aneka Tambang (Persero)
Tbk., Pomalaa sub-district, Kolaka district, Southeast Sulawesi. Experiment I
conducted in a greenhouse as a nursery area by using completely randomized
design factorial 2 factors. Humic material dosage consisted of three levels: 0.0;
0.5; and 1.0 ml/polybag. Compost was mixed guano dung, goat dung and rice
husk. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5 kg/polybag.
Experiment II was conducted in mined land using a randomized block design
factorial 2 factors. Humic material dosage used consisted of three levels: 0.0; 0.5;
and 1.0 ml/hole. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5
kg/planting hole. Both experiments used sengon plants as test plants.
The results showed that in the first experiment, administration of humic
materials and compost could increase organic C and total soil N. Or a
combination of humic materials and compost had effect on the increase in organic
C, total-N, base saturation, P and alkaline soil cation exchange (Ca-dd, Mg-dd, Kdd, and Na-dd). Treatment with compost alone and the combination of humic
materials and compost reduced Cr heavy metal available than humic material.
However, there was an increase in Ni heavy metal in the soil. It’s expect cause Ni
contained in the highest of compost. Observations on the plant growth showed
that the humic materials and compost had real effect on plant height, root length
and biomass. In addition, humic materials and compost had significant effect on
root length and biomass, but had no real effect on plant height. The best treatment
for increased plant height, root lenght and biomass was the treatment of humic
material 0.5 ml and 2.5 kg of compost.
In the Experiment II, composting alone and combinations of humic
materials and compost improved total-N, P, CEC, base saturation and alkaline soil
cations that are exchanged (Ca-dd, Mg-dd, K-dd and Na-dd) compared humic
materials. Composting and humic as well as a combination of both were able
to reduce Cr available, except humic materials treatment with a dose of 0.5 ml of
humic materials. For Ni heavy metals avalaible in the soil, humic materials
treatment alone was the combination of humic materials and compost.
Observations on plant growth showed that the humic materials and compost
increased plant height, stem diameter, root length, nodules and biomass
plants. Humic materials and compost had significant interaction on root lenght
and biomass, but had no real interaction on plant height , stem diameter and root
nodules. The best treatment for increasing plant height, root lenght, and the nodule
was the treatment of humic material 0.5 ml and 2.5 kg of compost, while the best
treatment for increasing stem diameter and plant biomass was the treatment of
humic materials 1.0 ml and 2.5 kg of compost.
Keywords: humic materials, compost, sengon, reclamation, nickel mine
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL
UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI
MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS
IKBAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Widiatmaka, M.Sc
Judul Tesis : Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media
Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan
Humat dan Kompos
Nama
: Ikbal
NIM
: P052130251
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Iskandar
Ketua
Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 17 Maret 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ialah
Perbaikan Kualitas Tanah, dengan judul “Peningkatan Kualitas Tanah Bekas
Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui
Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos”.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus
kepada Bapak Dr Ir Iskandar dan Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS
selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan,
memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan
masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian
sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua
orang tua tercinta Ayahanda Dising, BA dan Ibunda (Almh.) Sunimbar atas segala
doa, kasih sayang dan kelembutan hati, pengorbanan, keteladanan, semangat
untuk selalu pantang menyerah, kesederhanaan hidup yang diajarkan serta
dorongan untuk terus mencari ilmu. Adik-adikku Rika Fitriani S, Satriawati
S.Kep, Akmal Latorumo, Irhab Latorumo dan Azmi Alfiyah yang telah
memberikan dukungan moril dan materil dengan penuh keikhlasan, mengajarkan
makna persaudaraan dan semangat tolong menolong. Spesial terimaksih kepada
tante Muliani dan Ibu Rosalnawati S.Pd atas doa dan semangat yang diberikan
kepada saya serta Bapak Nino, Apri dan Bang Mul yang telah banyak memberi
saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taufik dari PT.
Aneka Tambang (Persero) Tbk., Bapak Agus beserta staf Mining Environmental
PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yang telah membantu selama pengumpulan
data.
Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan
bermanfaat bagi masyarakat. Amin.
Bogor,
April 2016
Ikbal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Kerangka Pemikiran
1.6. Hipotesis Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Tanah Pascatambang
2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang
2.3. Pemanfaatan Bahan Organik
3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
3.2. Bahan dan Alat
3.3. Rancangan Penelitian
3.4. Percobaan Rumah Kaca
3.5. Percobaan Lapangan
3.6. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman
3.7. Pengukuran Panjang Akar
3.8. Perhitungan Bintil Akar
3.9. Biomassa Tanaman
3.10. Analisis Tanah
3.11. Parameter Pengamatan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca
4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah
4.1.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah
4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon
4.2. Percobaan Lapangan
4.2.1. Kandungan Unsur Hara Tanah
4.2.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah
25
4.2.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon
5 PEMBAHASAN UMUM
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
xii
xii
1
3
3
3
4
5
6
6
7
10
13
13
13
13
14
16
17
17
17
17
17
18
18
18
18
20
20
24
24
26
30
36
36
37
37
44
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Matriks Penelitian
14
Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Rumah Kaca
15
Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Lapangan
16
Parameter dan Metode Pengamatan Sifat Kimia dan Logam Berat Tanah 18
Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Rumah Kaca
19
Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah pada percobaan Rumah
Kaca
20
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman
Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca
21
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar
22
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca
23
Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Lapangan
24
Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah Percobaan Lapangan
26
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman
Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan
26
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Diameter Batang
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan
27
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan
29
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Bintil Akar
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan
29
Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa
Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan
30
DAFTAR GAMBAR
5
1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
2 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur ke 3 sampai 9 MST pada Percobaan
Rumah Kaca
21
3 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan
Lapangan
27
4 Diameter Batang Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan
Lapangan
28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Rumah Kaca
2 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Panjang Akar pada Percobaan Rumah Kaca
3 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Biomassa pada Percobaan Rumah Kaca
45
45
46
4 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Lapangan
5 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Diameter Batang pada Percobaan Lapangan
6 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Panjang Akar pada Percobaan Lapangan
7 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Bintil Akar pada Percobaan Lapangan
8 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos
terhadap Biomassa Tanaman pada Percobaan Lapangan
9 Dokumentasi Pembibitan Sengon PT. Atam (Persero) Tbk.
10 Dokumentasi Pembibitan pada Percobaan Rumah Kaca
11 Dokumentasi Percobaan Lahan Bekas Tambang Nikel
12 Hasil Analisis Tanah pada Percobaan Rumah Kaca dan Lapangan
47
47
48
49
50
50
51
51
52
1
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumberdaya alam nonhayati berupa sumberdaya mineral
yang tersebar hampir di seluruh kawasan nusantara. Sumberdaya mineral di
Indonesia terdiri atas batubara, minyak bumi, emas, timah, besi, nikel dan lainlain dengan beragam kualitas dan kuantitas yang dikandungnya. Potensi yang
besar dan kualitas produk mineral yang baik telah mengundang investor lokal,
internasional dan perusahaan negara untuk mengelola dan menggali kandungan
mineral yang terkandung di dalam tanah. Keberadaan sumberdaya mineral adalah
salah satu modal dasar yang bermanfaat dalam rangka pembangunan nasional,
sehingga perlu pengawasan yang ketat dalam pengelolaannya dan bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat yang selaras dengan lingkungannya.
PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Sulawesi Tenggara merupakan
perusahaan yang mengelola tambang nikel dan mengolahnya dari bahan mentah
menjadi bahan baku setengah jadi. Lokasi pengolahan tambang nikel PT. Aneka
Tambang (Persero) Tbk. terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan penambangan nikel ini dilakukan di darat
dengan menerapkan teknik penambangan terbuka (open pit mining) yaitu
pembukaan dan pengupasan hutan serta penggalian tanah untuk mengambil
kandungan nikel yang terdapat di dalamnya. Berbagai dampak dapat disebabkan
oleh kegiatan penambangan nikel, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Dampak positif akibat kegiatan penambangan, antara lain meningkatkan
penghasilan masyarakat, memberikan akses lapangan kerja, perekonomian daerah
bergerak lebih cepat dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, juga dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan hidup di sekitar wilayah penambangan
nikel, seperti gangguan kesehatan manusia, perubahan bentang alam, penurunan
estetika lingkungan, habitat hidup flora dan fauna menjadi rusak serta penurunan
kualitas air dan tanah.
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu dilakukan
secara sungguh-sungguh dan konsisten agar dapat tercipta kualitas lingkungan
hidup yang lebih baik sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan
maksud mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam berbagai upaya
untuk memelihara kelangsungan dan daya dukung serta daya tampung lingkungan
hidup. Salah satu upaya untuk memulihkan lingkungan penambangan adalah
melalui kegiatan reklamasi. Reklamai lahan bekas tambang adalah salah satu
kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan
penambangan. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7
Tahun 2014, menjelaskan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan
memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai peruntukannya. Namun, upaya reklamasi yang dilakukan sering
menghadapi kendala-kendala, seperti terjadinya pemadatan tanah, kondisi pH
tanah rendah, populasi mikroorganisme berguna menjadi berkurang dan terjadinya
pencemaran logam-logam berat dalam tanah. (Setyaningsih 2007; Tamin 2010).
2
Sariwahyuni (2012) dalam penelitiannya mengenai lahan bekas tambang
nikel menunjukkan bahwa kondisi pH tanah bekas tambang nikel bersifat masam,
memiliki kandungan Ni tinggi, ketersediaan fosfat rendah dan produktivitas lahan
berkurang. Penelitian pada lahan bekas tambang nikel Pomalaa pernah dilakukan
oleh Widiatmaka et al. (2010) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman di
lahan revegetasi masih rendah dengan melihat ukuran daun yang kerdil, volume
dan diameter tanaman yang kecil. Penyebab utamanya adalah akibat adanya
defisiensi unsur hara seperti K, Ca, Fe, Cu dan Mn. Selain unsur hara tanaman
yang rendah, lahan tambang nikel di Pomalaa merupakan tanah-tanah yang
terbentuk dari bahan induk batuan beku basa atau ultra basa yang memiliki
kandungan logam berat yang mencapai kadar toksik pada tanaman, antara lain Ni
dan Cr. Sementara logam Pb dan Cd memiliki kadar yang masih relatif aman.
Sembiring dan Simon (2008) mengemukakan bahwa lahan bekas
penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami
pemadatan dan kerusakan struktur tanah, sehingga menyebabkan kurangnya
kemampuan tanah dalam menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan dan
musim kemarau tanah menjadi keras dan padat, akibatnya tanah mudah terjadi
erosi dan tanaman sulit tumbuh. Strategi yang perlu diterapkan pada perbaikan
sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi), antara lain pemberian top soil,
pemupukan dasar dan pemberian bahan organik serta penanaman tanaman yang
mudah tumbuh atau tanaman lokal (Rahmawaty 2002). Salah satu bahan organik
yang menjadi alternatif untuk memperbaiki sifat-sifat tanah adalah bahan humat
dan kompos.
Pemberian bahan humat dan kompos merupakan salah satu upaya yang
perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Bahan humat merupakan bahan yang memiliki potensi
dalam memperbaiki kondisi tanah dengan kemampuannya untuk berinteraksi
dengan ion logam, oksida dan hidroksida, termasuk zat pencemar lainnya
(Schnitzer dan Khan 1978). Kompos merupakan bahan yang telah mengalami
pelapukan dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan seperti: dedaunan, dedak
padi, jerami, dan rumput-rumputan. Kompos yang baik akan memperkaya bahan
makanan bagi tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sifatsifat tanah (Zhen et al. 2014). Menurut Munawar (2011) bahwa kompos memiliki
kemampuan memperbaiki kondisi tanah, tidak menyebabkan polusi air dan tidak
memiliki biji-biji gulma. Peranan bahan organik mempengaruhi pertumbuhan
tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Keberadaan bahan bio-organik
(bahan humat dan kompos) dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, antara lain
merangsang terjadinya granulasi agregat dan memantapkannya serta
meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat dan menyimpan air (Brady
1974). Selain itu, kompos juga terbukti mampu meningkatkan KTK tanah untuk
perbaikan daya jerap kation dan peningkatan kation-kation tanah yang dapat
dipertukarkan serta mempermudah ketersediaan hara makro dan mikro. Terhadap
sifat biologi, kompos merupakan bahan baku untuk perkembangan
mikroorganisme dan bahan humat dapat berperan menstimulasi peningkatan
aktivitas mikroorganisme, sehingga struktur tanah menjadi gembur dan
mengembalikan kesuburan tanah (Chelik et al. 2010; David et al. 2014).
Mengingat pentingnya pemanfaatan bahan humat dan kompos dalam
memperbaiki kondisi tanah, maka perlu dilakukan penelitian pada tanah bekas
3
tambang nikel agar diperoleh takaran yang baik untuk perbaikan kualitas tanah,
sehingga tanaman dapat memperlihatkan pertumbuhan yang baik.
1.2. Perumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahan tambang yang
cukup besar, khususnya tambang nikel. Keberadaan tambang nikel menjadi
sumber pendapatan yang penting bagi negara karena dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan nasional dan daerah. Bahkan, hadirnya perusahaan tambang nikel
dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan dan peluang
usaha masyarakat setempat melalui penerimaan tenaga kerja, kesempatan
membuka usaha mikro, dan pemberdayaan masyarakat melalui program CSR.
Namun di sisi lain, aktivitas penambangan juga memberikan dampak negatif bagi
lingkungan hidup, seperti menurunnya unsur hara tanah, berkurangnya
sumberdaya air, vegetasi dan ancaman kepunahan hewan liar, pencemaran tanah
dan kondisi sosial masyarakat, khususnya di lahan bekas tambang. Apabila
kondisi ini tidak dicarikan solusi perbaikan kualitas tanah dapat berdampak
terhadap sifat tanah yang semakin memburuk, terjadi erosi dan mengganggu
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana pemberian bahan humat dan kompos dapat memperbaiki sifat
kimia tanah di lahan bekas tambang nikel?
2. Bagaimana kondisi logam berat tanah di lahan bekas tambang nikel yang
diberikan bahan humat dan kompos?
3. Apakah pertumbuhan tanaman revegetasi di lahan bekas tambang nikel akan
bertambah jika diberikan bahan humat dan kompos?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menjelaskan
pengaruh bahan humat dan kompos dalam memperbaiki sifat tanah bekas tambang
nikel dan pertumbuhan tanaman. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap sifat-sifat kimia tanah.
2. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah.
3. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang sifat-sifat kimia tanah dan kandungan logam
berat tersedia pada tanah pascatambang nikel.
2. Bagi perusahaan tambang dapat menjadi referensi alternatif untuk
memanfaatkan bahan humat dan kompos dalam reklamasi tambang.
3. Membantu pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kompos yang baik
untuk peningkatan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman.
4
1.5. Kerangka Pemikiran
Aktivitas penambangan nikel dilakukan dengan menerapkan teknik
penambangan terbuka, sehingga pembukaan dan pengupasan hutan alami tidak
dapat dihindarkan lagi. Hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar
lahan bekas tambang dan perubahan bentang alam, seperti topografi, vegetasi
penutup, pola hidrologi, perubahan struktur tanah, pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat serta mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak
dapat ditempuh melalui reklamasi. Kegiatan mereklamasi lahan merupakan bagian
dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penambangan untuk memastikan agar
upaya perbaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan penambangan dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan mempertimbangkan karakteristik
lokasi seperti kondisi fisik, kimia, dan biologi lahan serta tanaman revegetasi yang
digunakan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha reklamasi tambang
antara lain kondisi iklim mikro yang belum sesuai, sifat fisik kimia tanah pucuk
yang tidak memadai, kekurangan tanah pucuk, tingkat erosi yang tinggi, kondisi
tanah yang masam, akumulasi logam-logam berat khususnya Cr, Ni dan lain-lain.
Reklamasi yang dilakukan secara buruk akan mewariskan isu sulit bagi
pemerintah, masyarakat dan perusahaan dan akhirnya merusak reputasi industri
penambangan secara keseluruhan. Karena akses ke sumberdaya-sumberdaya
semakin terikat dengan reputasi industri, maka proses penutupan yang efektif dan
reklamasi tambang yang memuaskan menjadi sangat penting terhadap
kemampuan perusahaan untuk mengembangkan proyek-proyek baru. Telah
banyak penelitian yang dilakukan guna memperbaiki kualitas tanah, namun belum
sepenuhnya memberikan harapan besar terhadap peningkatan kualitas tanah.
Dibutuhkan penelitian yang komprehensif untuk lebih meningkatkan
kualitas tanah dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation tanah yang rendah
untuk penyerapan unsur hara makro dan mikro oleh tanaman, pembenahan tanah
dan peningkatan kemampuan pengikatan air pada lahan bekas tambang.
Penggunaan bahan humat dan kompos yang diaplikasikan bersama tanaman
revegetasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah lahan bekas tambang,
khususnya pada lahan bekas tambang nikel. Oleh karena itu, evaluasi terhadap
kondisi tanah diperlukan dalam upaya penilaian keberhasilan pelaksanaan
pengelolaan lahan bekas tambang yang ramah lingkungan. Untuk mengetahui
lebih jelas penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian disajikan
dalam ilustrasi Gambar 1.
5
Aktivitas penambangan
Pencemaran lahan
bekas tambang
Perubahan bentang
alam
Gangguan sosial
masyarakat
Reklamasi lahan tambang
Reklamasi buruk
mewariskan isu
sulit bagi
pemerintah,
masyarakat dan
industri
Kendala-kendala:
 Sifat kimia tanah rendah
 pH rendah
 Pencemaran tanah
 Bakteri berkurang, dll.
Bahan humat
Kompos
Peningkatan kualitas tanah dan
pertumbuhan tanaman
Analisis sifat kimia
tanah
Analisis logam berat
tanah
Analisis pertumbuhan
tanaman
Evaluasi kondisi tanah di lahan
pascatambang
Ruang Lingkup
Penelitian
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran
1.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda
terhadap sifat kimia tanah.
2. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda
terhadap kandungan logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah.
3. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda
terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Tanah Pascatambang
Kegiatan penambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah
berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun terakhir, perkembangan
teknologi pengolahan semakin meningkat dan ekstraksi bijih kadar rendah
menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai
lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Apabila kegiatan penambangan terus
dibiarkan tanpa ada upaya perbaikan lingkungan dapat berdampak terhadap
kerusakan lingkungan hidup, seperti hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah,
hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai
dan perubahan bentuk lahan (BAPEDAL 2001).
Kegiatan penambangan yang kurang produktif dapat berpengaruh pada
kesuburan tanah sehingga tanaman sulit mengalami pertumbuhan. Sembiring dan
Simon (2008) menjelaskan bahwa lahan bekas penambangan secara nyata
memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami kerusakan struktur dan pemadatan
sehingga berefek negatif terhadap sistem tata air dan aerasi yang secara langsung
dapat mempengaruhi fungsi dan perkembangan akar. Rusaknya struktur tanah
juga berdampak pada tanah yang kurang mampu menyimpan dan meresapkan air
pada musim hujan, sehingga terjadi erosi tanah. Sebaliknya pada musim kemarau
tanah menjadi keras dan padat, sehingga tanah menjadi sulit untuk diolah. Selain
itu, wilayah pascatambang merupakan tanah dengan pH yang rendah (masam),
miskin air dan unsur hara. Kondisi ini adalah hambatan utama untuk pertumbuhan
tanaman (Pietrzykowski et al. 2013).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa akibat dari kegiatan penambangan secara
fisik dapat mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah,
mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan (Setyaningsih 2007). Lahan
bekas tambang tertentu dapat juga memiliki kandungan logam berat dalam tanah
dalam jumlah yang tinggi. Logam-logam yang berada dalam tanah pascatambang
sebagian adalah logam berat pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika
terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam
tersebut ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang
digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman
ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang (Yu et al. 2013).
Menurut Verloo (1993) dalam Notohadiprawiro (2006), bahwa logam berat
yang terdapat di dalam tanah menjadi berbagai fraksi atau bentuk, antara lain:
1. Larut air, berada dalam larutan tanah.
2. Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites) pada koloid
tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion.
3. Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak
terlarutkan
4. Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan
5. Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat dan sulfida
6. Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.
Unsur logam yang berada dalam larutan tanah dapat juga berbentuk
senyawa kompleks elektrolit atau non-elektrolit atau berbentuk Ln+. Senyawa non-
7
elektrolit bermuatan bersih netral (Ln+.Am-,o)o, sedangkan senyawa elektrolit dapat
bermuatan bersih positif, negatif atau amfoter (Ln+.Am-,o)+,-,+. “A” merupakan
suatu senyawa anion atau molekul mineral atau organik alami atau sintetik
(Notohadiprawiro 2006).
2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang
Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang kompleks dan sangat
rumit, memiliki resiko yang besar, bersifat jangka panjang, melibatkan teknologi
tinggi, padat modal dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor.
Selain itu, kegiatan penambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar,
sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai
pascatambang, diantaranya adalah kegiatan perbaikan kualitas tanah. Salah satu
tujuan utama perbaikan kualitas tanah pascapenambangan dalam jangka panjang
adalah membangun ekosistem hutan yang berkelanjutan dengan meningkatkan
unsur hara tanah dan pertumbuhan tanaman (Pietrzykowski et al. 2013). Kunci
utama dalam keberhasilan upaya reklamasi lahan kritis adalah pemilihan jenisjenis tanaman, dengan memperhatikan kendala yang ada yaitu kesuburan yang
rendah dan sifat fisik yang jelek. Jenis tanaman yang dapat beradaptasi baik dan
cepat tumbuh (tanaman pioner), misalnya jenis tanaman penutup tanah
(leguminose dan rumput-rumput) dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk
memperbaiki sifat tanah dan mempercepat perbaikan atau terbentuknya media
tumbuh tanaman (Tala’ohu dan Irawan 2014).
a) Reklamasi Lahan Pascatambang
Reklamasi adalah suatu usaha untuk memulihkan atau mengembalikan
lahan yang rusak sebagai akibat adanya kegiatan penambangan, sehingga dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya (Latifah 2005).
Selanjutnya Sembiring dan Simon (2008) menjelaskan bahwa reklamasi seringkali
menjadi bagian dari kegiatan penambangan, sehingga dibutuhkan pendekatan
teknis dan dukungan dari disiplin ilmu yang lain. Penyelenggaraan reklamasi
tambang dapat membuka peluang investasi untuk investor sektor lain, seperti
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, permukiman, pariwisata dan
kawasan perindustrian. Setiap keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang
merupakan promosi bagi keberlanjutan usaha penambangan. Keberlanjutan terjadi
tidak terlepas dari perencanaan penambangan yang baik dan menghasilkan
reklamasi yang baik pula. Akibatnya dampak negatif dari setiap penambangan
dapat dikendalikan.
Kebijakan reklamasi telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan
antara lain a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara; b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; c) Peraturan Pemerintah
Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan ; d) Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Berdasarkan Lampiran V Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan
Reklamasi, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun
2008, reklamasi yang mengarah kepada revegetasi lahan bekas tambang dinilai
8
dari berbagai aspek yang terkait dengan penyiapan lahan dan revegetasi. Kedua
hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal reklamasi. Untuk
memperoleh hasil revegetasi yang baik, kondisi kesuburan media tanam, dalam
hal ini tanah pucuk yang disebarkan pada lahan yang sudah ditata ulang, perlu
mendapat perhatian. Paramater-parameter yang menyangkut kebutuhan tanaman
untuk tumbuh dengan baik perlu diperhatikan. Pembatas pertumbuhan tanaman
yang menyangkut tanah, baik pembatas fisik maupun pembatas kimia perlu diatasi
dengan cara yang tepat.
Tahapan reklamasi akibat proses alihfungsi lahan bekas tambang menjadi
lahan revegetasi yang baru terdiri atas (i) pemulihan fungsi lahan yang
mengalami kerusakan dan bersifat kritis melalui kegiatan penanaman vegetasi
reklamasi, (ii) peningkatan fungsi lahan kritis dan lahan rusak yang sudah
dipulihkan agar menjadi lahan yang produktif dan (iii) pemeliharaan fungsi lahan
yang fungsinya telah dipulihkan dan ditingkatkan tersebut agar tidak kembali
menjadi lahan kritis dan lahan rusak (Hermawan 2002). Menurut Iskandar (2008a)
bahwa reklamasi lahan tambang meliputi proses penutupan tambang (mine
closure) yang disertai kegiatan pengaturan kembali kontur lahan agar diperoleh
kondisi stabil (Landscaping) dan revegetasi (revegetation) pada lahan yang
distabilisasi.
Rahmawaty (2002) mengemukakan bahwa kegiatan reklamasi terhadap
ekosistem yang rusak memiliki tiga tujuan yaitu protektif, produktif dan
konservatif. Protektif dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan, mempercepat
penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah. Produktif
mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil fertility) yang lebih produktif,
sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga
dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan
lain-lain), yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Konservatif
adalah usaha untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami ke
arah peningkatan keanekaragaman hayati spesies lokal, serta menyelamatkan dan
pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial lokal yang telah langka.
Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan
reklamasi adalah rekayasa perbaikan tanah dengan teknologi tanah. Tindakan
perbaikan kualitas tanah yang dilakukan tergantung kepada karakteristik fisik
kimia tanah. Pemberian bahan organik umumnya dapat memperbaiki kualitas fisik
dan kimia tanah, namun kelangkaan bahan organik sering menjadi kendala.
Pemberian senyawa humat diharapkan dapat menggantikan peran bahan organik
konvensional yang umum digunakan (Iskandar 2008a). Menurut Tala’ohu dan
Irawan (2014), bahwa tanah yang telah ditata dapat dilakukan penanaman, berupa
tanaman penutup tanah dan jenis kayu yang berasal dari kelompok kacangkacangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah
terjadinya erosi. Selain itu, kacang-kacangan berperan sebagai sumber pupuk
hijau karena kemampuannya mengikat dan mengelola mineral dalam tanah seperti
nitrogen dan fosfor. Selain itu, penanaman tanaman kacang-kacangan akan
membuat tanah menjadi lebih gembur. Apabila turun hujan, akan lebih banyak air
yang terserap.
9
b) Sengon sebagai Tanaman Revegetasi Lahan Pascatambang
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang
rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas
penggunaan kawasan hutan (Permenhut No. P.4/Menhut-II/2011). Revegetasi
umumnya dilakukan dalam tiga tahap, mulai dari penanaman vegetasi penutup
tanah (cover crops), kemudian penanaman pohon cepat tumbuh (fast growing
species) dan terakhir menanam tanaman sisipan dengan jenis pohon hutan klimaks
(climax species) (Darmawan dan Irawan 2009). Lebih lanjut Iskandar (2008b)
mengemukakan bahwa tanaman yang digunakan untuk revegetasi adalah tanaman
yang dinilai mampu mempercepat dan meningkatkan keberhasilan usaha
reklamasi, misalnya tanaman asli lokal maupun tanaman kehutanan introduksi.
Sebelum revegatasi dilakukan terlebih dahulu ditanami oleh tanaman cover crop
dengan tujuan untuk mengatasi terjadinya erosi dan meningkatkan kadar bahan
organik secara merata dalam tanah.
Upaya merevegetasi lahan bekas tambang perlu pemilihan cover crop yang
baik. Hal inilah yang dapat menentukan keberhasilan reklamasi lahan
pascatambang. Kriteria cover crop yang baik yaitu mudah ditanam, cepat tumbuh
dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau jamur (fungi), mudah terdekomposisi,
serta tidak berkompetisi dengan tanaman pokok serta tidak melilit (Ambodo
2008). Selain vegetasi penutup, perlu dilakukan pula penanaman tanaman berkayu
dan pemeliharaan tanaman agar lahan tambang bisa kembali seperti semula.
Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim
penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga
perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi
mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi
evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik.
Kriteria pemilihan jenis yang berpotensi untuk revegetasi lahan
pascatambang adalah pohon yang bersifat intoleran, yaitu tahan hidup pada
tempat terbuka. Jenis-jenis pohon yang intoleran umumnya ditemukan pada
hutan-hutan sekunder dan sebagian merupakan jenis-jenis pionir. Salah satu
tanaman yang biasa digunakan dalam revegetasi lahan bekas tambang adalah
tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Sengon juga memiliki sifat intoleran
dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan kritis, di tanah-tanah kering
maupun lembab sehingga cocok digunakan sebagai tanaman revegetasi. Tanaman
ini dapat tumbuh pada iklim basah sampai agak kering dengan hujan rata-rata
2000-2700 mm/tahun (Adnan 2012). Selain itu, sengon memiliki kemampuan
menyuburkan tanah, bahkan semua tanaman yang hidup di bawahnya dapat
tumbuh dengan baik. Selain itu, sengon dapat ditanam pada lahan yang tidak
subur meskipun tidak diberikan pupuk. Hal ini karena tanaman sengon dapat
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya (Krisnawati et
al. 2011).
Sengon merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan telah banyak
dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari nilai guna kayu sengon
yang cukup tinggi sehingga pemasarannya relatif mudah. Kayu sengon bisa
digunakan untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Tanaman sengon
mempunyai banyak kelebihan dan manfaat diantaranya tidak terlalu menuntut
syarat tumbuh yang tinggi, kayunya sebagai bahan baku pulp dan kertas, peti
10
kemas, daunnya digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman konservasi tanah
karena dapat meningkatkan unsur hara nitrogen dalam tanah (Suhartati 2007).
Sengon prosfektif untuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani hutan
rakyat di pedesaan dan berperan positif secara lingkungan dalam hal pengurangan
emisi CO2 (Dwi et al. 2009).
2.3. Pemanfaatan Bahan Organik
Pemberian bahan organik merupakan tindakan pengelolaan untuk
memperbaiki kesuburan tanah, seperti perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan organik dapat
meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik, sehingga menunjang
produksi yang maksimal. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik (N, P
dan K) merupakan suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman.
Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di
dalam tanah. Adapun fungsi bahan organik, yakni (1) memperbaiki struktur tanah,
(2) menambah ketersediaan unsur N, P dan S, (3) meningkatkan kemampuan
tanah mengikat air, (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan (5)
mengaktifkan mikroorganisme (Leiwakabessy et al. 2003; Hardjowigeno 2010).
Penelitian yang dilakukan Hermawan (2002) menjelaskan bahwa pemberian
bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, Ntotal, P-tersedia dan K-tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, dan
K tanaman serta meningkatkan produksi tanaman kedelai.
Bahan organik dalam tanah, terbagi atas bahan organik kasar dan bahan
organik halus (humus). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan
mengalami proses pelapukan dan perombakan untuk menghasilkan humus (Sarief
1985). Humus memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi,
sehingga pada musim kemarau tanah tidak mudah kering. Dengan terikatnya air
oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter dan Hay
1998).
Pembentukan bahan organik dalam tanah memiliki peran untuk mengatur
pasokan hara tanaman sehingga mudah tersedia bagi tanaman. Kemampuan
lainnya adalah dapat mengurangi toksisitas logam, misalnya Al dan Mn pada
tanah yang masam (Munawar 2011). Menurut Tan (1998), bahan organik
merupakan bahan yang memiliki kemampuan dalam pelepasan unsur hara
maupun perbaikan siklus O2 serta menaikkan pH, sehingga fosfat dapat tersedia
dalam jumlah yang banyak. Sariwahyuni (2012), pernah melaporkan bahwa lahan
bekas tambang nikel yang diberikan bahan organik dengan takaran 400 g/polybag
(B2) atau setara dengan 19 ton/ha bersama bakteri Bacillus megaterium dan
Pseudomonas aeruginosa terhadap tanaman jagung memberikan peningkatan
kandungan fosfat secara signifikan, mengurangi kemasaman tanah, menurunkan
konsentrasi Ni (II) dalam tanah dan meningkatkan bobot biji tanaman jagung.
Lebih lanjut dijelaskan Munawar (2011) bahwa bahan organik adalah pemasok
unsur hara di dalam tanah melalui proses mineralisasi dan tersimpan dalam bentuk
serasah organik.
Kegiatan penambangan nikel seringkali mengakibatkan penurunan kualitas
tanah dengan memperlihatkan ketidaksuburan tanah. Kondisi ini menyebabkan
tanaman akan sulit untuk tumbuh, akar tanaman sukar menembus tanah, tanaman
11
menjadi kerdil dan lain sebagainya. Upaya memperbaiki kualitas tanah perlu
dilakukan dengan pemberian bahan organik (bahan humat dan kompos).
a) Bahan Humat
Munawar (2011) menyebutkan bahwa bahan organik halus atau humus
dalam tanah digolongkan dalam 3 fraksi kimia meliputi:
1. Asam fulvat memiliki ciri-ciri: berwarna terang, larut di dalam asam dan basa,
dan paling mudah terombak oleh mikroba (15-50 tahun).
2. Asam humat memiliki ciri-ciri: berwarna sedang, larut di dalam basa tetapi
tidak larut dalam asam dan memiliki potensi degradasi sedang (100 tahun atau
lebih).
3. Humin mempunyai ciri-ciri: tidak larut dalam asam maupun basa dan memiliki
kemampuan menahan serangan mikroba.
Istilah asam humat dikemukakan oleh Berzelius pada tahun 1830 dengan
menggolongkan fraksi humat ke dalam: 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut
dalam basa, 2) Asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi yang larut dalam asam,
dan 3) Humin, yakni bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga
disebut sebagai ulmat dan humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun 1840.
Tahun 1912, Olden mengusulkan penggunaan nama asam fulvat untuk
menggantikan istilah asam krenik dan apokrenik. Sekarang senyawa humat
didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning
hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan 1998;
Millar 1959; Stevenson 1994).
Pemanfaatan bahan humat dapat dilakukan untuk mengelola air limbah,
remidiasi tanah tercemar, peningkatan hasil pertanian dan melindungi produksi
tanaman. Jika dilihat dari sisi produktivitas pertanian dan biokontrol, bahan humat
bermanfaat dalam perbaikan agregasi tanah, nutrisi tanaman dan perkembangan
mikroorganisme tanah yang bukan bersifat patogen (Pereira et al. 2014). Bahan
humat adalah bahan yang terbesar dari bahan organik dan memiliki peran dalam
reaksi kimia yang kompleks dalam tanah. Bahan humat sangat sulit mengalami
penguraian apabila berinteraksi antara fase mineral tanah sehingga
mikroorganisme tanah tidak dapat menggunakannya secara langsung. Bahan
humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida,
hidroksida, mineral dan senyawa organik, termasuk polutan yang beracun
sekalipun (Albers et al. 2008; Cattani et al. 2009).
Bahan humat merupakan bahan organik yang terdapat banyak di alam.
Pemberian bahan humat dapat berpengaruh positif terhadap fisiologi tanaman,
memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sehingga mempengaruhi serapan hara
lebih baik dan pembentukan sistem perakaran tanaman. Bahan humat memainkan
peran penting dalam mengendalikan perilaku dan mobilitas pencemar di
lingkungan dan berkontribusi secara substansial dalam meningkatkan status
kesuburan tanah. Penggunaan bahan humat dalam remediasi logam berat dapat
mengurangi dan menghindari kontaminasi berlebih dari aluminium, chromium
dan Arsenik. Selain itu, juga dapat berinteraksi dengan molekul organik
xenobiotik seperti pestisida (Janos et al. 2009; Trevisan et al. 2010).
Zat humat merupakan senyawa makromolekul organik yang bersifat
heterogen, terdiri dari asam humat, asam fulvat, dan humin. Bahan humat dapat
12
meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan tanah terutama pada sifat-sifat
fisik tanah melalui perbaikan struktur tanah, sebagai sumber nutrisi dan mineral
untuk diserap oleh tanaman dan sebagai media kegiatan mikroorganisme tanah
yang penting dalam siklus kehidupan di bumi. Selanjutnya mempengaruhi
fisiologis, metabolisme dan proses perkembangan tanaman. Selain itu, zat humat
diserap oleh tanaman melalui aktivasi dari membran plasma H+-ATPase, respirasi
dan aktivasi gen yang terlibat dalam nitrat (NO3). Penelitian telah menunjukkan
bahwa penggunaan bahan humat fraksi berat molekul tinggi dan rendah dapat
memacu pembukaan stomata dalam proses respirasi. Selain meningkatkan
komposisi bahan organik tanah, bahan humat merupakan bahan yang efektif
dalam mekanisme pemulihan lingkungan melalui kegiatan fitoremediasi (Schmidt
et al. 2008).
Bahan humat adalah senyawa organik alami, dimana 50-90% berasal dari
gambut, batubara serta dari bahan organik tak hidup yang berasal dari tanah dan
ekosistem air. Bahan humat memiliki peranan dalam melindungi mikroorganisme
tanah dan tanaman tingkat tinggi dari kondisi iklim yang ekstrim dan tekanan
teknogenik, misalnya polusi, radiasi UV, organisme patogen dan infeksi virus
(Kulikova et al. 2010). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), bahwa senyawa
humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi, mengikat dan mereduksi ion-ion
logam dalam tanah sehingga jumlahnya dapat berkurang.
Baldotto et al. (2011) mengatakan bahwa pemberian asam humat mampu
merangsang pertumbuhan akar Arabidopsis thaliana L. Selain itu, asam humat lebih
stabil diisolasi dari tanah yang mengalami pelapukan yang rendah. Kondisi tanah liat
dan kejenuhan basa yang tinggi dapat memberikan stimulasi fisiologi terbaik bagi
tanaman Arabidopsis. Berikut urutan peningkatan pembentukan akar dan panjang
akar lateral pada masing-masing tanah yang diberikan asam humat:
Luvisol>Chernosol>Acrisol>Latosol.
b) Kompos
Kompos merupakan campuran bahan organik yang telah terdekomposisi
baik sebagian atau seluruhnya, berasal dari hewan atau tanaman dan mungkin
mengandung abu, kapur dan bahan senyawa kimia lain. Bahan yang dapat
dikomposkan dapat berasal dari limbah pertanian, seperti jerami, serasah daun,
sekam padi, ampas tebu, atau kotoran cair atau padat dari manusia dan hewan,
juga dapat berasal dari sampah rumah tangga dan residu hutan (Gaur 1982; Millar
1959).
Kompos merupakan bahan organik yang kaya nutrisi, seperti nitrogen dan
fosfor. Pemberian kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah,
meningkatkan pertumbuhan tanaman, menahan hama dan penyakit pada tanaman.
serta merangsang serapan hara dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam
tanah (Ahmad et al. 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Zhen et al. (2014)
menyimpulkan bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan keragaman
bakteri dan jamur seiring meningkatnya total karbon dalam tanah. Peningkatan
mikroorganisme dalam tanah memicu tersedianya unsur hara N yang tinggi untuk
pertumbuhan tanaman. Selain meningkatkan unsur hara tanah,
sejumlah
penelitian melaporkan bahwa aplikasi kompos dapat menekan penyakit pada
tanaman. Zaller (2006), melaporkan bahwa pemberian ekstrak kompos ke daun
13
tanaman dengan teknik penyemprotan secara signifikan mengurangi infeksi
bakteri Phytophthora infestans.
Kompos mampu menyediakan unsur hara yang lengkap bagi tanaman dan
memiliki kemampuan untuk merangsang penyerapan hara di dalam tanah,
sehingga dapat dibutuhkan tanaman untuk peningkatan produktivitas tanaman.
Nikos et al. (2012) melaporkan bahwa aplikasi kompos mampu meningkatkan
bobot buah segar tanaman tomat. Lebih lanjut Luis dan Gonzales (2014)
menjelaskan bahwa penambahan kompos secara signifikan berpengaruh pada
peningkatan perkecambahan biji, pertumbuhan bibit dan pemanjangan akar
tanaman. Penelitian yang dilakukan Wahjudin (2003) menyimpulkan bahwa
pemberian kompos pada tanah dengan tambahan 2% kompos dari jerami padi
yang masih mentah (C/N>45) dapat meningkatkan kandungan asam humat pada
bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam
humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji.
3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Lokasi
penelitian dilakukan di rumah kaca dan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang
(Persero) Tbk., di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, kompos,
pupuk NPK, bibit sengon dan biji sengon. Kompos yang digunakan merupakan
campuran kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi. Peralatan yang
digunakan antara lain: (1) Peralatan tanam meliputi: cangkul, sekop, ayakan kawat
dan bor manual, (2) Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3): sepatu, helm
safety, dan kaca mata, (3) Peralatan pendukung seperti plastik, label, meteran,
aquades, karung, media tanah, botol ukur, pipet, water sprayer, alat tulis, kamera,
buku catatan, serta (4) bahan dan peralatan untuk analisis tanah dan tanaman.
3.3. Rancangan Penelitian
Percobaan dilakukan di dua lokasi secara paralel dengan menggunakan
tanaman sengon. Percobaan I dilakukan di rumah kaca area persemaian
menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 faktor. Percobaan II
dilakukan di lokasi lahan bekas tambang nikel menggunakan rancangan acak
kelompok pola faktorial 2 faktor. Bahan tanah percobaan berasal dari lahan bekas
tambang yang telah ditimbun tanah top soil. Matriks penelitian dapat dilihat pada
Tabel 1.
14
Tabel 1 Matriks Penelitian
Tujuan
Jenis dan
Sumber Data
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
Analisis Data
Menguji dan
menganalisis pengaruh
pemberian bahan humat
dan kompos terhadap
sifat-sifat kimia tanah.
Data primer
dari hasil
pengambilan
sampel tanah
Hasil analisis
laboratorium
Analisis
dengan AAS
dan deskriptif
Menguji dan
menganalisis pengaruh
pemberian bahan humat
dan kompos terhadap
kandungan logam berat
Cr dan Ni tersedia
dalam tanah.
Menguji dan
menganalisis pengaruh
pemberian bahan humat
dan kompos terhadap
pertumbuhan tanaman
revegetasi.
Data primer
dari hasil
pengambilan
sampel tanah
berikut
Hasil analisis
laboratorium
Analisis
dengan AAS
dan deskriptif
Data primer
dari hasil
pengukuran
tanaman
Pengukuran
tanaman
Analisis
pertumbuhan
dan ANOVA
Keluaran
Data Kualitas sifat
kimia tanah
sesudah perlakuan
dalam
mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman
Informasi mengenai
kadar logam berat
yang tersedia dalam
tanah
Informasi tentang
pertumbuhan
tanaman revegetasi
3.3.1. Percobaan Rumah Kaca
a) Pengambilan Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan di areal pascapenambangan nikel PT.
Aneka Tambang (Persero) Tbk. secara komposit dari 21 titik sampel pada
kedalaman ± 10-20 cm yang dapat mewakili keadaan areal tambang secara umum.
b) Pemilihan Biji
Biji sengon (Paraserianthes falcataria) dipilih yang baik dengan teknik
merendam dalam air dingin. Biji yang tenggelam menunjukkan biji yang baik
untuk disemaikan. Selanjutnya dilakukan pematahan dormansi biji dengan
merendam biji tersebut dalam air panas yang telah mendidih dan dibiarkan dingin
sampai sekitar 12 jam (Sudomo 2012).
c) Persiapan Media Tumbuh
Tanah dikeringkan dan diayak dengan ayakan kawat ukuran 5 x 5 mm2.
Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran polybag.
Tanah dalam polybag diberikan pupuk NPK 10 g sebagai pupuk dasar.
Selanjutnya diinkubasi selama 14 hari. Biji sengon dikecambahkan pada mika
berukuran 30 x 30 cm2 selama 1 minggu dan diberi penutup untuk mengurangi
evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media.
15
d) Perbaikan Kualitas Tanah
Dosis bahan humat pada penelitian terdahulu untuk tanah seluas 1 hektar
atau setara dengan berat tanah 2.000 ton adalah 15 liter humat yang belum
diencerkan (Herjuna 2011). Pada penelitian ini dosis dinaikkan menjadi 100
liter/ha. Berat tanah dalam setiap polybag adalah 10 kg atau 0.01 ton berat kering
udara, sehingga dosis pemberian bahan humat adalah sebanyak (0.01/2000) x 100
liter = 0.5 ml/polybag. Oleh karena itu, dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf,
yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan adalah campuran
kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1.
Pemberian dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0, 1.0; dan 2.5 kg/polybag.
Dari kedua bahan tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang diulang
sebanyak 3 kali pada masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh 3 x 3 x 3 = 27
polybag. Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah,
setelah masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Kompos
juga diberikan ke tanah dan dicampur secara homogen. Dosis bahan humat dan
kompos yang diaplikasikan dalam media polybag dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan bahan humat dan kompos pada percobaan rumah kaca
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
Bahan humat pekat (ml/polybag)
0.0
0.0
0.0
0.5
0.5
0.5
1.0
1.0
1.0
Kompos (kg/polybag)
0.0
1.0
2.5
0.0
1.0
2.5
0.0
1.0
2.5
e) Penanaman
Kecambah sengon yang telah tumbuh dipindahkan ke polybag. Kadar air
dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, sehingga
diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.
f) Waktu Pengukuran
Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu
setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala dengan interval waktu setiap 3
minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran panjang akar dan biomassa dilakukan pada
akhir pengamatan atau 9 minggu setelah tanam (MST).
16
3.3.2. Percobaan Lapangan
a) Persiapan lahan
Lahan yang disiapkan adalah tanah yang telah ditimbun top soil. Petak ukur
dibuat seluas 26 m x 6 m (p x l) dengan jarak antara tanaman adalah 2 m x 2 m
(Krisnawati et al. 2011). Setiap lubang tanam, tanah dicangkul pada luasan 0.5 m
x 0.5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm. Kelompok atau petak
ukur penanaman dibagi 3 blok di lahan bekas tambang (dianggap sebagai 3
ulangan), sehingga terdapat 27 satuan percobaan (3 x 3 x 3). Petak ukur dibatasi
oleh bambu dan pita penanda.
b) Pemilihan bibit
Bibit sengon yang diujikan diperoleh dari lokasi pembibitan PT. Aneka
Tambang (Persero) Tbk. dengan mempertimbangkan persamaan umur, kesehatan
dan diameter tanaman (Herjuna 2011).
c) Perbaikan Kualitas Tanah
Perlakuan pembanding dilakukan berdasarkan aplikasi kompos yang biasa
digunakan oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yakni dengan dosis 4 kg
kompos sisa tanaman untuk setiap lubang tanam. Dosis kompos yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari perlakuan PT. Aneka Tambang
(Persero) Tbk. dan mengacu pada percobaan Widuri dan Yasir (2013), yaitu
kompos yang digunakan berupa campuran kotoran kelelawar (guano), kotoran
kambing dan sekam padi dengan perbandingan 2:1:1. Taraf yang digunakan
masing-masing 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/lubang tanam. Bahan humat yang diperlukan
dalam penelitian ini terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/lubang tanam.
Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah, setelah
masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Penelitian ini
menggunakan tambahan pupuk dasar NPK sebanyak 10 g untuk seluruh satuan
percobaan. Bahan humat dan kompos yang diaplikasikan dalam lubang tanam
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perlakuan bahan humat dan kompos pada percobaan lapangan
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
Bahan humat pekat
(ml/lubang tanam)
0.0
0.0
0.0
0.5
0.5
0.5
1.0
1.0
1.0
Kompos
(kg/lubang tanam)
0.0
1.0
2.5
0.0
1.0
2.5
0.0
1.0
2.5
17
d) Waktu Pengukuran
Pengukuran tinggi tanaman dan diameter batang dimulai pada saat
tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala
dengan interval waktu pengukuran setiap 3 minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran
panjang akar, bintil akar dan biomassa dilakukan pada akhir pengamatan atau 9
minggu setelah tanam (MST).
3.4. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman
Pengukuran dilakukan terhadap seluruh tanaman pada setiap minggunya
selama 9 minggu. Pengukuran tinggi dan diameter batang tanaman pertama
dilakukan pada 3 minggu setelah tanam (MST). Tinggi tanaman diukur 1 cm dari
permukaan tanah sampai ke ujung titik pertumbuhan batang. Diameter batang
diukur dengan menggunakan kaliper dalam satuan cm. Pengukuran diameter
diukur pada titik 1 cm dari permukaan tanah (Sukarman et al. 2012).
3.5. Pengukuran Panjang Akar
Akar yang digunakan untuk pengukuran masih dalam keadaan segar dan
telah dibersihkan dari tanah yang menempel. Pengukuran panjang akar tanaman
dilakukan mulai dari pangkal batang hingga ujung akar pokok (akar primer).
Waktu pengukuran dilakukan setelah tanaman dicabut dari media tanam.
3.6. Perhitungan Bintil Akar
Perhitungan bintil akar dilakukan pada akhir tanam dengan menghitung
bintil akar efektif berdasarkan proporsi bintil akar berwarna merah muda (Setiadi
1989).
3.7. Biomassa Tanaman
Biomassa tanaman sengon percobaan rumah kaca dan lapangan diukur
setelah dipanen atau pada umur 9 minggu setelah tanam (MST). Variabel yang
diamati meliputi biomassa total (bobot kering akar dan bobot kering tajuk) dimana
komponen tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam.
Metode yang digunakan yakni dengan pemanenan individu tanaman yang
didasarkan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan yang cukup rendah dan
komunitas tumbuhan dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa dengan
metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam
suatu unit area contoh.
3.8. Analisis Tanah
Analisis sifat-sifat kimia dan logam berat tanah dilakukan sesudah
percobaan. Sampel tanah yang dianalisis dikumpulkan secara komposit dan
quartering terlebih dahulu kemudian dibawa untuk dianalisis di laboratorium
18
Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hasil analisis tanah yang telah diperoleh dari
laboratorium selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
3.9. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan sifat kimia dan logam berat Ni dan Cr tersedia dalam
tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Parameter dan metode pengamatan sifat kimia dan logam berat tanah
Parameter pengamatan
pH (H2O dan KCl)
C-organik
N-total
P-tersedia
Kapasitas Tukar Kation
Kejenuhan basa
K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd
Ni-tersedia
Cr-tersedia
Metode
pH meter dengan ekstrak 1:5
Walkley dan Black
Kjeldahl
Olsen/Bray 1
NH4-Acetat 1N, pH7
Perhitungan
NH4-Acetat 1N, pH7
Ekstrak DTPA
Ekstrak DTPA
Data parameter pertumbuhan diolah menggunakan analisis ragam
(ANOVA) dan dihitung menggunakan program SPSS. Bila terdapat perbedaan
yang nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan
taraf 5%.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca
4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah
Unsur hara memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman setelah
berkecambah. Tersedianya hara yang cukup dalam tanah dapat mempermudah
penyerapan hara oleh akar tanaman. Berdasarkan hasil uji tanah di laboratorium
diperoleh sifat-sifat kimia tanah yang tersaji pada Tabel 5.
19
Tabel 5 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah pada percobaan rumah kaca
pH
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
H2O
KCl
5.4
5.5
5.5
5.5
5.7
5.5
5.6
5.4
5.2
5.3
5.3
5.3
5.3
5.6
5.4
5.4
5.3
5.1
Corganik
Ntotal
---------% -------1.44
0.11
3.10
0.20
3.82
0.23
1.03
0.13
2.86
0.23
3.90
0.20
1.64
0.12
2.29
0.16
2.95
0.28
P
-ppm6
47
111
5
159
239
46
14
56
KTK
Cadd
Mgdd
Kdd
Nadd
------------------cmolc/kg----------------10.01 1.18 7.33 1.04 0.16
16.47 8.73 8.50 3.31 0.87
14.49 13.17 9.42 5.23 1.31
9.75 0.88 7.18 0.91 0.16
12.67 8.40 7.83 2.49 0.62
14.44 10.50 8.16 3.70 0.86
8.89 1.01 6.33 0.89 0.10
11.91 5.71 9.08 2.42 0.62
12.92 11.13 8.73 4.33 1.24
KB
--%-97
> 100
> 100
94
> 100
> 100
94
> 100
> 100
Hasil analisis tanah (Tabel 5) menunjukkan bahwa pH tanah pada semua
perlakuan tidak berubah dan bersifat masam. Nilai pH ekstrak KCl sedikit lebih
rendah dibandingkan nilai pH ekstrak H2O yang menunjukkan rendahnya muatan
negatif tanah.
Kandungan C-organik dan N total tanah dengan penambahan kompos lebih
tinggi dibandingkan penambahan bahan humat. Untuk semua perlakuan
kombinasi bahan humat dan kompos, kandungan C-organik dan N-total
meningkat lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan bahan organik mampu meningkatkan kandungan C dan N,
sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.
Selain itu, kandungan C dan N yang optimum akan membantu bakteri dalam
mineralisasi sehingga unsur hara meningkat (Djajadi dan Gilkes 1997).
Perlakuan penambahan bahan humat maupun kompos dan kombinasinya
dapat meningkatkan kadar P lebih tinggi dibandingkan kontrol, kecuali pada
perlakuan H1P0 dan H2P1. Lindiawati dan Hardayanto (2002) menjelaskan
bahwa pemberian kompos dapat melepaskan unsur hara P ke dalam tanah lebih
cepat karena adanya kandungan fosfat yang cukup tinggi pada kompos, terutama
yang berasal kotoran hewan. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2009)
menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan humat dan kompos pada media tailing
telah merubah karakter media tailing murni dengan ketersediaan P yang tinggi
dalam tanah. Hal ini karena adanya interaksi dari fosfor dengan senyawa humat
membentuk senyawa kompleks fosfohumat. Bentuk kompleks fosfohumat dapat
terjadi dengan adanya ion logam yang berfungsi sebagai jembatan antara senyawa
humat dengan ion fosfor (Al-fosfohumat), sehingga ion P dapat tersedia dalam
tanah (Tan 1998).
Kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah meningkat dengan perlakuan
kompos dibandingkan kontrol. Bahan humat dalam penelitian ini relatif tidak
berpengaruh terhadap peningkatan KTK dibandingkan kontrol. Dalam hal ini
pengaruh bahan humat tertutupi oleh pengaruh kompos terhadap KTK. Pemberian
kompos juga meningkatkan basa dalam tanah secara signifikan, khususnya pada
Ca, Mg, K dan Na.
Untuk kation basa tanah yang dapat dipertukarkan menunjukkan bahwa
perlakuan kompos mampu meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd
dalam tanah dibandingkan bahan humat yang cenderung relatif sama dengan
20
kontrol, sedangkan semua perlakuan dengan kombinasi bahan humat dan kompos
cenderung meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd dalam tanah.
4.1.2. Kandungan Logam Berat tersedia dalam Tanah
Tanah merupakan media bagi tanaman dalam melangsungkan pertumbuhan
dan perkembangan dengan mengambil unsur hara dalam tanah. Selain unsur hara,
berbagai macam logam berat terkandung dalam tanah yang dapat menjadi toksik
bagi tanaman apabila berada dalam kadar yang tinggi. Peningkatan kadar logam
berat tanah sering dipicu oleh adanya aktivitas manusia, misalnya kegiatan
penambangan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kadar logam berat
Cr dan Ni tersedia dalam tanah setelah diberikan perlakuan menggunakan bahan
dan kompos.
Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa pemberian kompos serta
kombinasi bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia
dalam tanah, sebaliknya terjadi peningkatan pada logam berat Ni tersedia dalam
tanah. Hal ini diduga bahwa kadar Ni yang terdapat dalam kompos berada dalam
jumlah besar dibandingkan bahan humat, sehingga terjadi peningkatan jumlah Ni
tersedia dalam tanah. Sementara untuk penurunan logam berat Cr tersedia dalam
tanah dapat disebabkan oleh adanya peran kompos dalam mengurangi pengaruh
buruk logam berat.
Tabel 6 Kandungan logam berat tersedia dalam tanah pada percobaan rumah kaca
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
Cr
Ni
------------------------------ppm---------------------------------1.50
92.69
0.38
160.36
0.39
210.67
2.10
94.71
0.44
160.70
0.51
195.96
2.81
75.75
0.47
124.62
0.54
179.91
4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon
a) Tinggi Tanaman
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian bahan
humat dan kompos pada lahan bekas tambang nikel terhadap tinggi tanaman
sengon pada saat panen yaitu 9 MST. Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian
bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi nyata terhadap
tinggi tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama
terhadap rata-rata tinggi tanaman pada kontrol, namun berbeda dengan H0P1,
H0P2, H1P1, H1P2, H2P1 dan H2P2. Rata-rata tinggi tanaman yang paling besar
dimiliki perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 21.57 cm dibandingkan perlakuan
21
lainnya. Pada perlakuan bahan humat maupun kompos, parameter tinggi tanaman
yang paling tinggi diperoleh dari perlakuan kompos dibandingkan bahan humat.
Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman
sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca
Bahan Humat
H0
H1
H2
Kompos
P0
P1
P2
-------------------------------------cm----------------------------------7.40 ± 0.98a
11.77 ± 1.60bc
12.87 ± 2.67c
a
cd
7.72 ± 0.54
14.00 ± 3.06
21.57 ± 1.72e
8.83 ± 0.58ab
11.60 ± 3.35bc
16.53 ± 1.53d
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Pertambahan tinggi tanaman sengon yang dihubungkan dengan fungsi
waktu mulai 3 sampai 9 MST disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Tinggi tanaman sengon pada umur 3 sampai 9 MST
percobaan rumah kaca
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan sengon yang
paling baik yaitu sengon yang ditanam pada media campuran H1P2, yaitu bahan
humat 0.5 ml dengan kompos 2.5 kg. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan
bahwa terjadi pertambahan tinggi tanaman yang terus meningkat seiring
bertambahnya waktu. Perlakuan H1P2 cenderung meningkat lebih cepat
dibandingkan perlakuan lainnya. Namun pada perlakuan kontrol, H1P0 dan H2P0
cenderung mengalami pertumbuhan yang melambat.
Dikemukakan oleh Tan (1998) bahwa senyawa humat mempunyai peranan
yang sangat menguntungkan terhadap peningkatan unsur hara tanah dan juga
pertumbuhan tanaman. Senyawa tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan
tanaman melalui peranannya dalam mempercepat proses respirasi, meningkatkan
permeabilitas sel serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Selain humat,
kompos juga memiliki peran meningkatkan kesuburan tanah dengan kandungan
bahan organik yang tinggi, kandungan unsur hara makro dan mikro tinggi,
22
meningkatkan efisiensi phytoextraction tanah tercemar logam berat (Smolinska
2014), dan meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah (Zhen et al. 2014).
Menurut Francis et al. (2010), penambahan kompos juga dapat meningkatkan
kadar bahan organik dan meningkatkan porositas tanah, stabilitas struktural,
kelembaban, dan ketersediaan hara, serta aktivitas biologis.
b) Panjang Akar
Perakaran tanaman sengon mungkin berbeda dengan tanaman tahunan
lainnya karena mampu bersimbiosis dengan mikroba untuk memfiksasi unsur hara
nitrogen dari udara maupun air hujan. Pada penelitian ini tidak dilakukan
penghitungan bintil akar karena belum ditemukan pada akar saat pencabutan
tanaman, sehingga pengukuran dilakukan hanya panjang akar. Hasil penelitian
(Tabel 8) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan
pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap panjang akar. Perlakuan H0P1, H1P0,
H1P1, H2P0 dan H2P1 memberikan pengaruh yang sama terhadap panjang akar
pada kontrol, namun berbeda dengan H0P2, H1P2 dan H2P2. Hasil penelitian
menggambarkan bahwa parameter panjang akar yang lebih tinggi dimiliki oleh
perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 5.90 cm dibandingkan perlakuan lainnya.
Tabel 8 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar
tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca
Bahan Humat
H0
H1
H2
Kompos
P0
P1
P2
---------------------------------cm-----------------------------------4.33±0.15a
4.63±0.15ab
4.80±0.10b
4.37±0.12a
4.47±0.15ab
5.90±0.36d
a
ab
4.40±0.17
4.57±0.31
5.38±0.06c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Bahan humat dan kompos berfungsi dalam menyediakan unsur hara yang
cukup bagi tanaman dan memperbaiki aerasi tanah sehingga terjadi aktivitas
mikroorganisme untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan akar (Djajadi
dan Gilkes 1997). Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Herjuna (2011)
bahwa pada tanah-tanah dengan kandungan P tersedia cukup besar (percobaan
rumah kaca) terjadi perkembangan perakaran yang cukup pesat. Lebih lanjut
dikemukakan oleh Leiwakabessy et al. (2003) bahwa kandungan fosfat yang
cukup dalam tanah dapat memperbesar pertumbuhan akar. Penelitian yang
dilakukan oleh Canellas et al. (2002) menjelaskan bahwa asam humat yang
diisolasi dari kompos kotoran ternak cacing menunjukkan adanya peningkatan
perkembangan akar lateral tanaman jagung (Zea mays) dan merangsang membran
plasma H+- ATPase.
23
c)
Biomassa Tanaman
Biomassa tanaman merupakan berat keseluruhan atau volume tanaman
dalam suatu area atau volume tertentu (Sutaryo 2009). Berikut disajikan biomassa
tanaman sengon hasil percobaan rumah kaca pada Tabel 9.
Tabel 9 Pengaruh bahan humat dan kompos terhadap biomassa tanaman sengon
umur 9 MST pada percobaan rumah kaca
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
Rata-rata
Komponen Biomassa
Bagian Bawah
Bagian Atas
Total
Tanah
Tanah
Biomassa
(Akar = A)
(Pucuk = P)
------------------------------------g-----------------------------0.02
0.07
0.09 ± 0.00ab
0.02
0.16
0.18 ± 0.07b
0.03
0.30
0.33 ± 0.04c
0.02
0.03
0.05 ± 0.00a
0.03
0.42
0.45 ± 0.04d
0.08
0.61
0.69 ± 0.09f
0.02
0.07
0.09 ± 0.00ab
0.03
0.39
0.42 ± 0.01cd
0.05
0.52
0.57 ± 0.12e
0.03
0.29
Rasio
P/A
0.28
0.13
0.10
0.67
0.07
0.13
0.28
0.07
0.09
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Hasil penelitian (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan
kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap biomassa
tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama terhadap
biomassa tanaman pada kontrol namun berbeda dengan H0P1, H0P2, H1P1,
H1P2, H2P1 dan H2P2. Hasil uji terlihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan
H1P2 memiliki rata-rata biomassa yang terbaik dibandingkan tanaman yang diberi
perlakuan lainnya. Besarnya biomassa pohon di bawah permukaan tanah berada
pada kisaran 0.02-0.08 g/tanaman (rata-rata 0.03), sedangkan besarnya biomassa
pohon di atas permukaan tanah berkisar antara 0.03-0.61 g/tanaman (rata-rata
0.29). Nisbah yang dihasilkan dari biomassa tanaman bagian bawah tanah (akar)
dan bagian atas tanah berkisar antara 0.07-0.67.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian bahan organik dapat
menciptakan kondisi tanah lebih baik untuk penyediaan unsur hara yang cukup,
sehingga akar tanaman sengon dapat menyerap air dan unsur hara dalam tanah
dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Hardjowigeno (2010) bahwa
membaiknya faktor lingkungan akan mempengaruhi perkembangan akar tanaman
untuk menyerap unsur hara lebih baik dan meningkatkan biomassa tanaman.
Selain itu, melalui pemberian kompos mampu merangsang metabolisme dan
proses fisiologi pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman akan
meningkat (Valarini et al. 2009). Penambahan kompos, vermikompos dan humat
ke media pot menunjukkan perbaikan kesuburan tanah yang ditandai pertumbuhan
24
tanaman yang meningkat, peningkatan produksi bahan kering, efisiensi
penggunaan hara (Lazcano dan Dominguez 2011; Petrus et al. 2010).
4.2. Percobaan Lapangan
4.2.1. Kandungan Unsur Hara Tanah
Dinamika unsur hara sangat menentukan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Sebagian besar tanaman menyerap unsur hara dari tanah untuk
digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil analisis sifatsifat kimia tanah disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah pada percobaan lapangan
pH
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
PT.Antam
H2O
KCl
6.8
6.9
6.7
7.0
6.7
6.5
7.0
6.8
6.8
7.0
6.3
6.3
6.2
6.4
6.3
6.3
6.4
6.4
6.3
6.3
Corganik
Ntotal
---------% ------1.79
0.09
1.39
0.14
1.75
0.20
0.95
0.07
1.68
0.15
1.79
0.21
1.08
0.13
1.23
0.08
1.25
0.14
2.98
0.26
P
-ppm5
13
27
9
21
17
5
12
10
11
KTK
Cadd
Mgdd
Kdd
Nadd
----------------------cmolc/kg------------8.45 0.63 2.57 0.07 0.06
9.25 2.77 2.35 0.07 0.10
9.72 3.72 2.55 0.25 0.10
7.35 1.27 2.50 0.05 0.10
7.97 2.39 2.42 0.06 0.05
8.62 2.20 2.39 0.09 0.03
7.88 0.57 2.40 0.01 0.04
7.75 2.39 2.48 0.10 0.15
9.69 1.95 2.60 0.07 0.07
11.40 5.88 2.84 0.78 0.13
KB
--%-39
57
68
53
62
55
38
66
52
84
Hasil analisis (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan
kompos tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Perlakuan kombinasinya
menunjukkan bahwa keberadaan kompos dalam jumlah yang tinggi dengan
campuran bahan humat dapat mempengaruhi pH menjadi sedikit mengalami
penurunan. Penurunan pH tanah diduga akibat proses mineralisasi dari kompos
yang berasal dari campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi
sehingga menghasilkan senyawa asam organik yang dapat membuat tanah
menjadi lebih masam.
Kandungan C-organik tanah setelah penambahan kompos relatif lebih tinggi
dibandingkan setelah penambahan bahan humat. Semua perlakuan menunjukkan
bahwa hanya perlakuan H1P2 yang mengalami peningkatan kandungan C-organik
tanah dibandingkan kontrol. Demikian pula pada kandungan N-total tanah
menunjukkan bahwa penambahan kompos dapat meningkatkan N-total tanah
dibandingkan bahan humat. Kombinasi bahan humat dan kompos dapat
meningkatkan ketersediaan N-total tanah lebih besar dibandingkan kontrol,
kecuali perlakuan perlakuan H2P1. Penambahan bahan organik mampu
meningkatkan kandungan C dan N, sehingga mampu meningkatkan kesuburan
tanah dan pertumbuhan tanaman serta membantu bakteri dalam mineralisasi
sehingga unsur hara meningkat (Judoamidjojo et al. 1989; Djajadi dan Gilkes
1997).
Perlakuan bahan humat dan kompos maupun kombinasinya dapat
meningkatkan kadar P lebih tinggi dibandingkan kontrol, kecuali pada perlakuan
H1P0 yang relatif sama. Hal ini diduga bahwa penambahan bahan organik yang
25
berasal dari kotoran hewan memiliki kandungan P yang tinggi. Pengaruh bahan
humat dalam meningkatkan P tersedia dalam tanah adalah karena kemampuan
bahan humat dalam menjerap Al dari ikatan Al-P sehingga ion P menjadi tersedia
dalam tanah (Suwarno dan Idris 2007; Herjuna 2011).
Kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah dengan perlakuan kompos
meningkat lebih tinggi dibandingkan bahan humat. Jika dilihat dari kombinasinya,
perlakuan H1P2 dan H2P2 memiliki nilai KTK yang tinggi dibandingkan kontrol
serta perlakuan H1P1 dan H2P1. Analisis ini juga menjelaskan bahwa semakin
tinggi kadar kompos yang dicampur dengan bahan humat maka nilai KTK dalam
tanah semakin meningkat. Pada parameter kejenuhan basa (KB) menunjukkan
bahwa perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan perlakuan bahan humat.
Secara umum perlakuan bahan humat dan kompos serta kombinasinya memiliki
nilai KTK lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan H2P0.
Pada parameter kation basa tanah yang dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K dan
Na) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan kompos secara keseluruhan
belum memperlihatkan perubahan yang berarti dalam meningkatkan kation basa
tanah yang dipertukarkan, terutama pada unsur Mg, K, dan Na. Namun pada unsur
Ca dapat dipertukarkan menunjukkan bahwa perlakuan kompos serta kombinasi
bahan humat dan kompos dapat meningkatkan kandungan Ca dipertukarkan lebih
tinggi dibandingkan perlakuan bahan humat dan kontrol.
Brady (1974) mengemukakan bahwa dilihat dari sifat kimia tanah, bahan
humat dan kompos telah terbukti mampu meningkatkan KTK dan berpengaruh
terhadap perbaikan daya jerap kation sehingga memungkinkan peningkatan
kation-kation yang dapat dipertukarkan. Pengikatan unsur N, P dalam bentuk
organik atau dalam tubuh mikroorganisme akan menghindarkan tercucinya unsurunsur tersebut dan kemudian akan tersedia kembali. Dengan menambah aktivitas
mikroba yang berguna bagi tanah dapat mengembalikan kesuburan tanah dan
memperbaiki tanaman yang kurang sehat dan stagnasi.
4.2.2. Kandungan Logam Berat tersedia dalam Tanah
Tanah secara alami mengandung logam-logam berat dengan konsentrasi
yang berbeda-beda. Seringkali logam berat tanah berada dalam konsentrasi yang
tinggi, sehingga menyulitkan bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Hasil
analisis (Tabel 11) menunjukkan bahwa terjadi penurunan logam berat Cr tersedia
dalam tanah dengan pemberian kompos dan bahan humat serta kombinasinya,
kecuali perlakuan H1P0. Terlihat bahwa pemberian kompos cenderung
meningkatkan kadar Ni dalam tanah.
26
Tabel 11 Kandungan logam berat tersedia dalam tanah pada percobaan lapangan
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
PT. ANTAM
Cr
Ni
----------------------------ppm--------------------------------9.35
34.75
6.93
37.70
5.42
42.66
9.47
34.75
7.21
35.97
6.87
41.56
8.45
30.52
7.56
35.43
7.18
44.97
1.12
180.74
4.2.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon
a) Tinggi Tanaman
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kompos berpengaruh
nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dibandingkan bahan humat. Kedua
bahan ini tidak terdapat interaksi yang nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman.
Hasil uji pada Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan H2P2 memiliki rata-rata
tinggi terbaik dibandingkan dengan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk. dan
perlakuan lainnya, namun tidak jauh berbeda dengan perlakuan H1P1, H2P1,
H0P2 dan H1P2. Hal ini diduga bahwa diawal pertumbuhan, tanaman sengon
terlihat menggugurkan daunnya untuk mengurangi proses penguapan. Unsurunsur hara yang tersedia dalam tanah akan digunakan untuk memperbaiki kembali
organ-organ yang gugur seperti organ daun. Oleh karena itu melalui pemberian
kompos, kebutuhan unsur hara tanaman sudah terpenuhi.
Tabel 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman
sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan
Bahan
Humat
H0
H1
H2
Kompos
P0
P1
P2
---------------------------cm------------------------53.53 ± 2.21a
76.30 ± 18.70b
86.53 ± 6.40b
a
b
56.50 ± 10.82
82.87± 6.23
88.73 ± 7.84b
59.90 ± 5.28a
84.43 ± 9.58b
89.53 ± 5.02b
Pupuk
PT ANTAM
65.77±7.25*
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding.
Grafik pertambahan tinggi tanaman sengon yang dihubungkan dengan
fungsi waktu mulai 3 MST sampai 9 MST dapat dilihat pada Gambar 3.
27
Gambar 3 Tinggi tanaman sengon pada umur 3 sampai 9 MST
percobaan lapangan
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pertumbuhan sengon yang
paling baik adalah sengon ditanam pada media campuran H1P2, yaitu bahan
humat 0.5 ml dengan kompos 2.5 kg. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan
bahwa tanaman relatif mengalami pertambahan tinggi yang belum signifikan
dibandingkan kontrol pada umur 3 MST dan 6 MST.
b) Diameter Batang
Hasil Analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kompos memiliki
pengaruh yang nyata terhadap diameter batang dibandingkan bahan humat. Selain
itu, bahan humat dan kompos tidak memiliki interaksi yang nyata terhadap
penambahan diameter batang. Hasil uji pada Tabel 13 memperlihatkan bahwa
perlakuan H2P2 memiliki rata-rata diameter batang yang terbaik dibanding
tanaman yang diberi perlakuan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk dan kontrol.
Namun tidak berbeda nyata pada perlakuan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2 dan H2P1.
Hal ini disebabkan pemberian kompos sudah mampu menyediakan unsur hara
untuk pertambahan diameter batang tanaman. Selain itu, dapat diduga pada
tanaman umur semai pertumbuhan tinggi lebih dominan terjadi dan tidak terlepas
dari sifat fisiologi dan respon tanaman sehingga unsur hara yang tersedia dalam
tanah masih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman.
Tabel 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap diameter batang
tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan
Kompos
Bahan
Pupuk
P0
P1
P2
PT ANTAM
Humat
----------------------------------cm-------------------------H0
0.77 ± 0.06a
1.50 ± 0.20b
1.57 ± 0.21b
a
b
0.77 ± 0.06*
H1
0.77 ± 0.12
1.43 ± 0.15
1.53 ± 0.15b
H2
0.90 ± 0.00a
1.53 ± 0.31b
1.60 ± 0.10b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding.
28
Disajikan pula pengukuran pertambahan diameter batang tanaman sengon
mulai umur 3 MST sampai 9 MST pada Gambar 4.
Gambar 4 Diameter batang sengon pada umur 3 sampai 9 MST
percobaan lapangan
Gambar di atas menunjukkan bahwa pertambahan diameter sengon yang
paling baik hingga umur 9 MST yaitu sengon ditanam pada media campuran
H2P2 yaitu bahan humat 1.0 ml dengan kompos 2.5 kg, meskipun secara
keseluruhan pertambahan diameter batang belum menunjukkan perubahan yang
berarti dan relatif hampir sama pada umur 3 MST. Namun pada umur 6 hingga 9
MST telah menunjukkan pertambahan diameter yang cukup baik dibandingkan
dengan kontrol.
c) Panjang Akar dan Bintil Akar
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan
kompos berpengaruh nyata terhadap peningkatan panjang akar tanaman. Dilihat
dari interaksinya menunjukkan bahwa bahan humat dan kompos memiliki
interaksi yang nyata terhadap panjang akar. Hasil uji (Tabel 14) terlihat bahwa
perlakuan H1P2 memiliki rata-rata panjang akar yang terbaik dibanding tanaman
yang diberi perlakuan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk, kontrol dan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pemberian bahan humat dan kompos
memicu peningkatan unsur-unsur hara dalam tanah karena dapat mengaktifkan
mikroba tanah yang berfungsi untuk mempercepat sistem humifikasi dan aktivitas
nitrogenase sehingga dapat bermanfaat untuk mempercepat pembentukan humus
pada daerah perakaran tanaman, merubah hara dalam bentuk metal organik yang
lebih mudah diserap oleh tanaman melalui proses aliran massa dan difusi, serta
dapat memperbaiki kondisi fisik tanah dan mempercepat perkembangan akar
tanaman. Keberadaan bahan organik (kompos dan bahan humat) juga dapat
mempengaruhi sifat fisik tanah, diantaranya akan merangsang terjadinya granulasi
agregat dan mamantapkannya, meningkatkan kemampuan dalam mengikat air
(Ayowole et al. 2014; Siczek et al. 2014).
29
Tabel 14 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar
tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan
Bahan
Humat
H0
H1
H2
Kompos
P0
P1
P2
----------------------------cm-------------------------12.07 ± 0.60a
13.70 ± 0.70b
17.80 ± 0.36e
13.03 ± 0.70b
16.50 ± 0.36d
25.57 ± 0.25g
c
b
15.47 ± 0.21
13.80 ± 0.26
24.23 ± 0.32f
Pupuk
PT ANTAM
14.57 ± 1.01*
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding
Hasil analisis (Tabel 15) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan
kompos berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman, namun belum
memperlihatkan interaksi yang nyata terhadap bintil akar. Hasil uji terlihat bahwa
perlakuan H1P2 memiliki rata-rata jumlah bintil akar yang terbaik, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan H0P2 dan H2P2. Hal ini disebabkan penambahan
bahan humat dan kompos terhadap media tanam dapat membantu penyediaan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman, terutama ketersediaan unsur N yang
difiksasi oleh aktivitas simbiosis akar tanaman dengan bakteri Rhizobium. Akar
merupakan bagian tanaman yang langsung memanfaatkan unsur hara dalam tanah
untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Tanaman sengon dikenal bahwa pada
bagian akarnya dapat digunakan untuk melakukan simbiosis dengan bakteri
Rhizobium dalam menambat nitrogen bebas (Munawar 2011; Althabegoiti et al.
2014).
Tabel 15 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap bintil akar
tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan
Bahan
Humat
H0
H1
H2
Kompos
P0
P1
P2
----------------------------cm-------------------------2.33 ± 0.58a
4.33 ± 1.15ab
10.33 ± 0.58e
a
bc
3.67 ± 0.58
6.33 ± 0.58
11.33 ± 2.08e
4.33 ± 0.58ab
7.67 ± 1.15cd
9.67 ± 2.08de
Pupuk
PT ANTAM
5.00 ± 1.00*
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding
d) Biomassa Tanaman
Pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan menghitung biomassa
total yang berada di bawah permukaan tanah seperti bobot kering akar dan atas
permukaan tanah yaitu bobot kering tajuk (batang, ranting, dan daun) (Sutaryo
2009). Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian
bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata dalam
meningkatkan biomassa tanaman. Hasil uji pada Tabel 16 menunjukkan bahwa
tanaman yang diberi perlakuan H2P2 memiliki rata-rata biomassa yang terbesar
dibanding tanaman yang diberi perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan H1P2. Hasil analisis rasio biomassa dalam penelitian ini
30
menunjukkan bahwa besarnya biomassa pohon di bawah permukaan tanah berada
pada kisaran 2.77-15.00 g/tanaman (rata-rata 7.08), sedangkan besarnya biomassa
pohon di atas permukaan tanah berkisar antara 5.97-56.45 g/tanaman (rata-rata
27.39). Nisbah yang dihasilkan dari biomasa tanaman bagian bawah tanah (akar)
dan bagian atas tanah berkisar antara 0.15-0.46. Nisbah ini lebih besar dari yang
dilaporkan oleh Elias et al. (2010) dalam penelitiannya di hutan tanaman
menemukan bahwa rasio akar/tanaman bagian atas sengon dari berbagai umur
berkisar antara 0.13 dan 0.42.
Tabel 16 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap biomassa
tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan
Perlakuan
H0P0
H0P1
H0P2
H1P0
H1P1
H1P2
H2P0
H2P1
H2P2
PT ANTAM
Rata-rata
Komponen Biomassa
Bagian Bawah
Bagian Atas
Total
Tanah
Tanah
Biomassa
(Akar = A)
(Pucuk = P)
----------------------------------g-----------------------------4.00
9.90
13.9 ± 0.72a
5.90
15.87
21.7 ± 2.23c
6.70
44.53
51.24 ± 2.41d
2.77
5.97
8.73 ± 1.31a
5.03
18.33
23.73 ± 1.65c
15.00
48.90
64.90 ± 3.62e
4.40
15.43
19.83 ± 5.46b
7.47
31.10
38.57 ± 6.09c
12.43
56.45
69.17 ± 2.66e
4.23*
17.13*
21.37 ± 5.78*
7.08
27.39
Rasio
P/A
0.40
0.37
0.15
0.46
0.27
0.31
0.28
0.24
0.22
0.25
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
(taraf α=5%). *angka digunakan sebagai pembanding.
5 PEMBAHASAN UMUM
Berdasarkan seluruh pengamatan yang telah dilakukan dapat dikatakan
bahwa peningkatan kualitas tanah bekas tambang nikel melalui pemberian bahan
organik dapat mencerminkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Jika melihat
pengaruh kompos dan bahan humat terhadap sifat-sifat kimia tanah menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan C-organik, N total, P, KTK, kation basa yang
dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan Na-dd) serta kejenuhan basa
dibandingkan kontrol. Sebagaimana yang dikemukakkan Hermawan (2002)
bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah, N total, P
tersedia, K tersedia, dan meningkatkan serapan hara N, P, dan K tanaman. Hal ini
menunjukkan adanya peran bahan humat dan kompos dalam menyediakan nutrisi
seperti N, P, K, Ca, Mg, Na dan Mn. Unsur hara yang tersedia dengan jumlah
yang cukup dalam tanah dapat mempengaruhi proses fisiologi dan metabolisme
tanaman lebih baik serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Palanivell et al.
2013).
31
Lahan bekas tambang nikel, selain pH dan unsur hara yang rendah, juga
logam-logam berat sering kali berada dalam konsentrasi yang toksik sehingga
mengganggu pertumbuhan tanaman. Logam-logam berat, sepert Ni dan Cr di
lahan bekas tambang nikel berada pada kadar tinggi (Widiatmaka et al. 2010).
Logam berat Ni dalam konsentrasi rendah memiliki peran penting bagi tumbuhan
untuk pembentukan biji, diperlukan oleh enzim urease untuk memecah urea,
membebaskan N menjadi bentuk tersedia bagi tanaman dan diperlukan untuk
penyerapan Fe oleh tanaman. Sementara Cr belum diketahui manfaatnya bagi
tumbuhan (Munawar 2011; Kubicka et al. 2015). Hasil penelitian yang telah
dilakukan di lahan bekas tambang nikel memperlihatkan pada penelitian ini
bahwa penambahan bahan humat dan kompos mampu menurunkan konsentrasi
logam berat Cr, sedangkan logam berat Ni tidak mengalami penurunan. Hal ini
diduga karena kompos mengandung kadar Ni cukup besar.
Menurut Verloo (1993 dalam Notohadiprawiro 2006), bahwa ketersediaan
logam berat tanah sangat dipengaruhi pH, reaksi pengkompleksan, KTK, dan
Anion dalam larutan tanah. pH larutan tanah memiliki pengaruh terhadap
kelarutan unsur logam berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap.
Jika pH meningkat, maka KTK juga mengalami peningkatan, sehingga logam
berat terjerap lebih banyak atau lebih kuat serta mengakibatkan mobilitas logam
berat menjadi menurun. Dalam reaksi pengkompleksan, seringkali ion logam
berat terkoordinasi pada senyawa organik, terutama asam-asam humat dan fulvat,
membentuk khelat. Selain itu, mekanisme penjerapan logam berat tanah dapat
terjadi dengan melibatkan anion dalam larutan tanah. Hal ini tergantung pada
macam anion, dimana anion yang terjerap dapat membantu penjerapan kation
logam berat. Keadaan ini menyebabkan peningkatan kerapatan muatan negatif
pada permukaan komponen penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap
menghalangi penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan.
Tanaman biasanya melakukan mekanisme umum dalam mempertahankan
homeostasis di bawah konsentrasi ion logam berat yang tinggi. Namun, ada
sebagian tanaman yang tidak mampu bertahan dalam waktu lama pada kondisi
logam berat yang tinggi. Pada konsentrasi tinggi dan waktu yang relatif lama,
logam berat dapat mengganggu aktivitas kerja enzim dengan struktur protein atau
mengganti elemen penting yang mengakibatkan gejala defisiensi. Sebagai
konsekuensinya, terjadi gejala menyerupai klorosis, pertumbuhan yang lambat,
akar kecokelatan yang menurunkan efektivitas, berpengaruh terhadap fotosistem,
gangguan terhadap siklus sel dan akhirnya mati (Szczygłowska et al. 2011;
Boardman et al. 2013). Konsentrasi logam berat yang tinggi dalam tanah secara
negatif dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta mengganggu fungsi
metabolisme dalam tanaman, termasuk fisiologis dan proses biokimia,
penghambatan fotosintesis, dan respirasi dan degenerasi organel sel utama,
bahkan menyebabkan kematian tanaman. Oleh karena itu, pemberian bahan
organik dapat berpengaruh untuk mengurangi sifat racun dari logam berat dengan
membentuk senyawa kompleks (Lone et al. 2008; Hur et al. 2011). Pemberian
bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan
mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal.
Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai
sumber energinya. Pemberian kompos dan bahan humat mampu meningkatkan
asam-asam organik dengan berat molekul yang tinggi, mampu menahan laju
32
aliran logam berat dalam jumlah tinggi hanya sampai akar sehingga residu logam
ditemukan di akar lebih tinggi dan secara nyata mampu menahan penyerapan
logam berat oleh tanaman. (Fleming et al. 2013; Kumpiene et al. 2013).
Pemberian bahan organik pada tanah yang terpapar dengan logam berat ini
merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki pH tanah, C-total dan KTK, agar
unsur logam berat tersebut terikat secara kuat dalam sistem tanah membentuk
kompleks.
Jumlah logam berat yang diserap tumbuhan ditentukan oleh berbagai
faktor tanah dan biologi (macam, fase pertumbuhan dan fase perkembangan
tumbuhan) (Verloo 1993 dalam Notohadiprawiro 2006). Tanah yang memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan asam-asam organik,
sehingga mampu menahan laju aliran logam berat hanya sampai akar tanaman
(Vivas et al. 2006). Selain itu, tumbuhan yang terkontaminasi logam berat dapat
melakukan mekanisme pertahanan dengan mengeluarkan protein fitokhelatin
sebagai protein pertahanan dan pengikat logam berat ke dalam tubuh tumbuhan.
Setelah masuk ke dalam sel, logam berat berikatan dengan fitokhelatin dan
membentuk kompleks logam-khelat yang akan ditranspor ke vakuola untuk
mengurangi efek toksiknya bagi tumbuhan (Hidayati 2005).
Jika melihat pengaruh yang baik terhadap peubah-peubah seperti tinggi
tanaman, diameter batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman, dapat
dikatakan bahwa pemberian kombinasi bahan humat dan kompos mampu memacu
pertumbuhan tanaman sengon menjadi lebih baik dibanding kontrol. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Palanivell et al. (2013) yang menjelaskan bahwa
pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter
batang, dan produksi kering tanaman jagung. Penelitian dilakukan oleh Wang et
al. (2014) menyebutkan bahwa pemberian kompos secara nyata meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Pernah dilaporkan juga oleh Petrus et al. (2010)
menyebutkan bahwa penambahan atau aplikasi humat dari kompos limbah sagu
dapat meningkatkan produksi tanaman bahan kering dan serapan hara.
Hasil percobaan rumah kaca dan lapangan memperlihatkan bahwa
pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap tinggi tanaman sengon dibandingkan kontrol. Peningkatan tinggi
tanaman terjadi karena adanya peningkatan unsur hara N, P, K, dan kapasitas
tukar kation yang terjadi akibat pemberian bahan humat dan kompos pada tanah
sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman. Menurut Tan (1998) peningkatan hara terlarut dalam tanah dapat
menyebabkan tanaman menyerap unsur hara dalam tanah yang digunakan untuk
pertumbuhannya. Bahan organik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
peningkatan ketersediaan fosfor bagi tanaman, karena: (1) pembentukan senyawa
fosfohumik yang lebih mudah diserap tanaman, (2) reaksi pertukaran dengan ionion humat, (3) terbungkusnya partikel Fe2O3 oleh humus, sehingga mengurangi
kapasitas fiksasi tanah, dan (4) membentuk senyawa kompleks yang stabil
(khelat) dengan besi dan aluminium (Leiwakabessy et al. 2003). Tirta (2006) juga
menjelaskan bahwa kandungan nitrogen yang tinggi menyebabkan pertumbuhan
vegetatif (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, jumlah tunas,
jumlah akar, dan panjang akar) lebih baik, karena fungsi nitrogen dapat
meningkatkan jumlah dan luas daun. Selain itu, luasnya permukaan daun juga
berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Unsur Kalium juga banyak terlibat
33
dalam proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan dan
tanaman serta ketahanan terhadap cekaman. Jika mengalami pelapukan akibat
pemberian bahan organik, mineral-mineral K anorganik akan melepaskan ion K
dan dijerap oleh koloid liat dan organik sebagai ion K+ dapat ditukar dan
dibebaskan ke dalam larutan tanah sehingga mudah tersedia bagi tanaman
(Munawar 2011).
Secara fisiologis diketahui bahwa tinggi merupakan pertumbuhan dari
tanaman secara vertikal dan setiap harinya mengalami perubahan. Pada usia awal
pertumbuhan tanaman, sel-sel secara aktif membelah dan tumbuh pada bagian
terujung dari tanaman, disebut daerah pertumbuhan primer atau promeristem.
Selain itu, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor,
antara lain: sinar matahari, suhu, udara, air dan unsur hara yang terkandung dalam
tanah. Faktor ini memiliki korelasi positif yang kuat dalam menentukan sifat-sifat
tanah menjadi kondusif bagi pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2010;
Munawar 2011).
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain hasilnya menyebutkan
bahwa pemberian asam humat dan kompos mampu memacu pertumbuhan tinggi
tanaman Vitex pinnata lebih baik selama umur 8 bulan (Widuri dan Yasir 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan Mansur et al. (2007) juga mengatakan bahwa
pemberian kompos dapat meningkatkan pertumbuhan Shorea becariana di lahan
bekas tambang batubara PT Maruwai Coal. Penelitian yang dilakukan oleh
Syukur dan Nur (2006) menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah tanaman
obat dan kotoran sapi takaran 20 ton/ha mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman kedelai sampai minggu ke-16. Penelitian juga dilakukan oleh Palanivell
et al. (2015) menyebutkan bahwa pemberian bahan humat meningkatkan
pertumbuhan tinggi tanaman padi.
Sementara itu pada pengamatan diameter batang, hasil penelitian
menunjukkan bahwa peranan kompos lebih baik dalam meningkatkan diameter
batang dibanding bahan humat dan kontrol. Perlakuan terbaik dalam
meningkatkan diameter batang adalah H2P2, namun tidak berbeda nyata dengan
H0P1, H0P2, H1P1, H1P2 dan H2P1. Hal ini sejalan dengan peneltian Palanivell
(2013), bahwa kompos jerami padi mampu meningkatkan diameter batang
tanaman jagung dan meningkatkan serapan kation dibandingkan bahan humat.
Peningkatan diameter batang dan tinggi tanaman menyebabkan peningkatan
biomassa tanaman. Sebagaimana dikemukakkan oleh Chelik et al. (2010), bahwa
kompos menyediakan unsur hara makro tambahan dan mikro yang penting bagi
pertumbuhan tanaman. Selain itu, kompos mampu memperbaiki struktur tanah
dan meningkatkan porositas tanah dan penetrasi akar di tanah. Pertumbuhan akar
yang baik memungkinkan tanaman menyerap air dan nutrisi penting untuk
digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan
kompos memberikan pengaruh terhadapat peningkatan panjang akar dan bintil
akar lebih baik dibandingkan kontrol. Marschner et al. (1987) menjelaskan bahwa
bahan organik jika diberikan ke tanah secara langsung dapat menyediakan nutrisi
untuk pertumbuhan akar. Dilaporkan pula oleh Novizan (2002) bahwa pemberian
kompos memacu pertumbuhan akar muda dan penyerapan sumber hara yang
sangat esensial seperti sumber N, P, dan S. Demikian pula halnya bahan humat
dapat membantu meningkatkan masukan (uptake) nutrisi melalui konversi hara
34
menjadi bentuk tersedia serta menstimulasi peningkatan aktivitas mikrobiologi
tanah serta merangsang pertumbuhan akar lebih baik (Baldotto et al. 2011; David et
al. 2014). Li et al. (2010) juga melaporkan bahwa pemberian bahan organik
meningkatkan ketersediaan P yang cukup tinggi dalam tanah sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan panjang akar tanaman. selain itu, pemberian
bahan organik mampu memicu pertumbuhan mikroorganisme untuk merangsang
pertumbuhan akar dengan melepaskan hormon auksin. Hormon ini berperan
penting dalam penyerapan air dan unsur hara oleh akar. Mikroorganisme yang
paling banyak berperan dalam pertumbuhan akar sengon adalah bakteri
Rhizobium. Mikroorganisme ini bersimbiosis dengan akar tanaman sengon
membentuk bintil akar. Bakteri yang aktif memfiksasi nitrogen ditandai dengan
pembentukan pigmen hemoprotein (lehemoglobin). Nitrogen yang terfiksasi
sebagai amoniak dikeluarkan dari bakteroid ke sel-sel tanaman legum dan dibawa
sebagai senyawa C-N ke dalam sistem vaskuler (Munawar 2011).
Berdasarkan pengamatan biomassa tanaman diperoleh fakta bahwa
perlakuan bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang nyata dalam
meningkatkan biomassa tanaman. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Palanivell et al. (2013) yang menunjukkan bahwa penggunaan
kompos dan bahan humat mampu meningkatkan produksi bahan kering atau
biomassa tanaman jagung. Peningkatan biomassa yang signifikan merupakan efek
sinergis dari bahan humat dan kompos dari dalam tanah. Pasokan substrat organik
melalui pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah
yang berperan dalam penguraian senyawa organik dan memperbaiki struktur
tanah, agregasi dan aerasi, meningkatkan kapasitas menahan air serta
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Suharja 2009; Paat 2011). Unsur
hara yang tersedia bagi tanaman akan diserap dan digunakan untuk menyusun
bagian tubuh tanaman. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan untuk menyusun
bagian-bagian tubuh tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman, sehingga
produksinya pun berbeda (Hardjowigeno 2010).
Dikemukakan pula oleh Suprihatno et al. (2012), bahwa akumulasi
peningkatan biomassa ini dapat disebabkan oleh ketersediaan unsur hara, kondisi
tanah dan iklim setempat. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis
yang dilakukan oleh daun tanaman, karena hasil fotosintesis yang berupa
karbohidrat akan ditranslokasikan ke organ lain seperti batang, ranting dan akar.
Unsur hara yang memiliki peran penting dalam proses fotosintesis adalah
magnesium dapat ditukar karena merupakan bahan utama dalam pembentukan
klorofil. Peran lain Mg yakni mampu mengaktikan enzim ribulosa-1.5-bifosfatkarboksilase/oksigenase (rubisco), glutamin sintetase atau glutathione synthase,
dan berperan asimilasi karbon, nitrogen, dan belerang, peningkatan transpor hara
oleh floem (Cakmak et al. 1994), dan serta menurunkan pengaruh toksik dari Mn
(Mou et al. 2011). Jika Mn dalam tanah menurun maka terjadi peningkatan Mg
pada akar muda dan daun tanaman (Jezek et al. 2014).
Menurut Sutaryo (2009), biomassa tanaman memiliki peran penting dalam
siklus biogeokimia terutama siklus karbon. Tanaman akan mengurangi karbon di
atmosfer (CO2) dengan memproduksi karbohidrat dan menyimpan dalam
tubuhnya, seperti dalam akar, umbi, batang, daun dan buah melalui proses
fotosintesis. Sampai waktunya karbon tersebut tersiklus kembali ke atmosfer dan
menempati sejumlah kantong karbon, seperti biomassa atas permukaan, biomassa
35
bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Keseluruhan
hasil dari proses fotosintesis ini biasa disebut dengan produktifitas primer.
Namun, melalui respirasi sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui
proses dekomposisi dan hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Selain itu, adanya
suksesi alami dan aktifitas manusia, seperti pemanenan, silvikltur dan degradasi
dapat menyebabkan perubahan kuantitas biomassa.
Keseluruhan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologis yang
terjadi di dalam tubuh tanaman tersebut, yaitu proses fotosintesis, respirasi, dan
penyerapan air serta mineral. Proses-proses fisiologis di atas dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti media tanam, sinar matahari dan cuaca. Media tanam
juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan hara,
ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan
pergerakan serta penetrasi akar (Daniel et al. 1987).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa bahan humat dan kompos dapat
menjadi alternatif untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Bahan humat yang digunakan berasal dari ekstrak batubara
jenis lignit dengan ciri berwarna coklat yang merupakan batubara muda menurut
istilah geologi. Batubara jenis lignit diekstrak menjadi bahan humat cair yang
mengandung antara lain asam fulvat, asam humat dan humin (Herjuna 2011).
Kompos yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran kotoran
guano, kotoran kambing dan sekam padi. Bahan humat dan kompos yang
digunakan untuk peningkatan kualitas tanah di lahan bekas tambang menunjukkan
peran positif dalam meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman,
meskipun beberapa parameter sifat tanah, seperti ketersediaan logam berat belum
menurun drastis dan juga beberapa parameter pertumbuhan tidak menunjukkan
interaksi antara kedua bahan tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Pemanfaatan bahan humat dan kompos telah banyak digunakan di negaranegara maju untuk mengganti peran pupuk kimia yang digunakan dalam jumlah
berlebih. Palanivell et al. (2013) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik
untuk perbaikan kualitas tanah dapat mengurangi jumlah penggunaan pupuk
kimia 90%. Selain itu, pemanfaatan bahan organik menjadi alternatif untuk
menghindari terjadinya pencemaran udara, air, dan polusi udara melalui
pembuangan limbah dan pembakaran. Upaya pemanfaatan limbah bahan organik
telah banyak dilakukan untuk perbaikan tanah-tanah pertanian yang kurang subur,
karena bahan organik mengandung unsur hara yang penting untuk pertumbuhan
tanaman. Laporan mengenai pemanfaatan bahan organik (bahan humat dan
kompos) dalam bidang pertambangan belum banyak dilakukan, khususnya pada
pertambangan nikel. Melalui kemampuan bahan humat dalam mengikat dan
mereduksi ion-ion logam dalam tanah serta kandungan unsur hara yang lengkap
dimiliki oleh kompos menjadi dasar untuk perbaikan lahan bekas tambang nikel.
Penggunaan bahan humat dan kompos sebagai alternatif ameliorasi tanah
dilakukan sejak berkembangnya sistem pertanian organik dan sistem pertanian
alami dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Selain itu,
semakin mahalnya sumber energi untuk pembuatan pupuk, menyebabkan harga
pupuk buatan semakin mahal dan penggunaan berlebih dari pupuk kimia dapat
merusak tanah dan mikroorganisme (Suwarno dan Idris 2007).
Secara ekonomi pemanfaatan bahan organik, seperti bahan humat dan
kompos dapat menekan pengeluaran biaya pemupukan yang tinggi, memiliki
36
harga terjangkau dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat serta menekan
penggunaan pupuk kimia. Namun, mengingat kebutuhan pemupukan di lahan
bekas tambang yang sangat besar belum mampu menunjang ketersediaan bahan
organik secara kontinyu. Sebagai contoh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. di
Sulawesi Tenggara melakukan pemberian kompos di setiap lubang tanam yaitu 4
kg (Taufik 2015, komunikasi pribadi). Apabila dikonversi dalam luasan hektar,
dengan jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, maka jumlah tanaman sengon
adalah sebanyak (10000 / 4) = 2500 tanaman. Dengan demikian, jumlah kompos
yang diperlukan adalah (4 x 2500) = 10000 kg/ha atau 10 ton/ha. Sementara,
luasan kegiatan reklamasi lahan setiap tahun bukan hanya 1 hektar, tetapi sampai
ratusan hektar. Hal ini menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk
menambahkan pupuk jenis yang lain agar pemupukan di lahan reklamasi tambang
dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Penyebab utama kedua bahan yang digunakan dalam penelitian ini belum
dapat diterapkan dalam reklamasi skala besar adalah karena di daerah Sulawesi
Tenggara belum terdapat industri skala besar untuk menyediakan stok bahan
humat dan kompos bagi kebutuhan reklamasi tambang. Oleh karena itu, agar
bahan humat dan kompos dapat digunakan untuk kegiatan perbaikan kualitas
tanah dibutuhkan upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk
dengan memperhatikan 4 hal berikut: (1) tepat jenis yaitu memiliki kombinasi
jenis pupuk berdasarkan komposisi unsur hara utama dan tambahan berdasarkan
sifat kelarutan, sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara dan sifat tanahnya, (2)
tepat waktu dan frekuensi yakni harus memperhatikan logistik pupuk, iklim dan
sifat fisik tanah, (3) tepat dosis yaitu dosis pupuk yang digunakan berdasarkan
analisa status hara tanah dan kebutuhan tanaman; dan (4) tepat cara yaitu cara
pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk, umur tanaman dan jenis
tanah (Rachman 2009).
6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan kompos maupun
kombinasi bahan humat dan kompos berpengaruh terhadap peningkatan Corganik, N-total, P, KTK dan kation basa tanah dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, Kdd, dan Na-dd). Kompos berperan penting dalam menurunkan kadar Cr tersedia
dalam tanah tetapi meningkatkan logam berat Ni tersedia dalam tanah yang terjadi
karena diduga kandungan logam berat Ni dalam kompos tersedia dalam jumlah
besar. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar dan
biomassa adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml/polybag dan kompos 2.5
kg/polybag.
Percobaan lapangan menunjukkan bahwa pemberian kompos serta
kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan N-total, P, KTK,
Kejenuhan basa dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd,
dan Na-dd) dibandingkan bahan humat. Pengamatan pada kandungan logam berat
tanah menunjukkan bahwa perlakuan kompos, bahan humat dan kombinasinya
37
mampu menurunkan logam berat Cr. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan
panjang akar dan bintil akar adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml/lubang tanam
dan kompos 2.5 kg/lubang tanam, sedangkan perlakuan terbaik dalam
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang dan biomassa tanaman adalah
perlakuan bahan humat 1.0 ml/lubang tanam dan kompos 2.5 kg/lubang tanam.
6.2. Saran
Perlunya dilakukan analisis lanjutan untuk penyerapan logam berat Ni dan
Cr pada jaringan tumbuhan seperti akar, batang dan daun. Penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi PT Aneka Tambang (persero) Tbk. untuk dapat
menggunakan bahan humat dan kompos dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 2012. Potensi jenis pohon lokal cepat tumbuh untuk pemulihan
lingkungan lahan pascatambang batubara (studi kasus di PT. Singlurus
Pratama, Kalimantan Timur) [tesis]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
Ahmad R, Jilani G, Arshad M, Zahir ZA, Khalid A. 2007. Bio-conversion of
organic wastes for their recycling in agriculture: an overview of
perspectives and prospects. Ann Microbiol. 57:471-479.
Albers CN, Banta GT, Hansen PE, Jacobsen OS. 2008. Effect of different humic
substances on the fate of diuron and its main metabolite 3,4-dichloroaniline
in soil. Environ Sci Technol. 42(23):8687-8691.
Althabegoiti MA, Orrillo EO, Lozano L, Tejerizo GT, Rogel MA, Mora J,
Romero EM. 2014. Characterization of Rhizobium grahamii
extrachromosomal replicons and their transfer among rhizobia. Microbiol.
14(4):2-14.
Ambodo AP. 2008. Rehabilitasi pasca tambang sebagai inti dari rencana
penutupan tambang. Makalah Seminar dan Workshop Reklamasi dan
Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang. Pusdi Reklatam. Bogor.
Ayowole OA, Inselsbacher E, Nasholm T. 2014. Direct estimation of mass flow
and diffusion of nitrogen compounds in solution and soil. New Phytol.
201(3):1056-1064.
Baldotto AM, Muniz CR, Baldotto LEB, Dobbss BL. 2011. Root growth of
Arabidopsis thaliana (L.) Heynh. treated with humic acids isolated from
typical soils of Rio de Janeiro State, Brazil. Rev. Ceres (Impr.). 58(4):504511.
[BAPEDAL] Badan Pengembangan dan Pengendalian Dampak Lingkungan.
2001. Aspek Lingkungan dalam Amdal Bidang Pertambangan. Jakarta (ID):
Pusat Pengembangan dan Penerapan Bapedal.
Boardman FO, Balgobin A, Pillay B. 2013. Bioavailability of heavy metals in
soil: impact on microbial biodegradation of organic compounds and possible
improvement strategies. Int J Mol Sci. 14(5):10197-10228.
38
Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils. New York (US):
MacMillan.
Cakmak I, Hengeler C, Marschner H. 1994. Partitioning of shoot and root dry
matter and carbohydrates in bean plants suffering from phosphorus,
potassium and magnesium deficiency. J Exp Bot. 45:1245-1250.
Canellas PL, Olivares LF, Facanha OLA, Facanha RA. 2002. Humic acids
isolated from earthworm compost enhance root elongation, lateral root
emergence, and plasma membrane H+-ATPase activity in maize roots. Plant
Physiol. 130(4):1951-1957.
Cattani I, Zhang H, Beone GM, Del RAA, Boccelli R, Trevisan M. 2009. The role
of natural purified humic acids in modifying mercury accessibility in water
and soil. J Environ Qual. 38(2):493-501.
Chelik I, Gunal H, Budak M, Akpinar C. 2010. Effects of long-term organic and
mineral fertilizers on bulk density and penetration resistance in semi-arid
Mediterranean soil conditions. Geoderma. 160(2):236-243.
Daniel TW, Helm JA, Baker FS. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Yogyakarta
(ID): UGM Pr.
Darmawan A, Irawan MA. 2009. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara PT
Berau Coal, Kaltim. Workshop IPTEK Penyelamatan Hutan melalui
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batubara. Banjarmasin.
David J, Smejkalova D, Hudecova S, Zmeskal O, Wandraszka VR, Gregor T,
Kucerik J. 2014. The physico-chemical properties and biostimulative
activities of humic substances regenerated from lignite. J Springerplus.
3(1):165.
Djajadi, Gilkes RJ. 1997. Changes in soil strenght due to addition an removal of
organic matter. Agrivita. 20(4):150-153.
Dwi HR, Susi, Ragil BWMP. 2009. Kajian sengon (Paraserianthes falcataria)
sebagai pohon bernilai ekonomi dan lingkungan. J Hutan Tanaman. 6(2):113.
Elias, Wistara JN, Dewi M, Purwitasari H. 2010. Model persamaan karbon akar
pohon dan root-shoot massa karbon. JMHT. 3:113-117.
Fauziah BA. 2009. Pengaruh asam humat dan kompos aktif untuk memperbaiki
sifat tailing dengan indikator pertumbuhan tinggi semai Enterolobium
cyclocarpum Griseb dan Altingia excelsa Noronhae [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fitter, Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Fleming M, Yiping T, Ping Z, McBridge BM. 2013. Extractability and
bioavailability of Pb and As in historically contaminated orchard soil:
effects of compost amendments. Environ Pollut. 177:90-97.
Francis I, Sarung M, Vereecke D. 2010. The gram-positive side of plant microbe
interactions. Environ Microbiol. 12:1-12.
Gaur AC. 1982. A Manual of Rural Composting. Rome (IT): FAO United Nation.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pr.
Haug, R.T. 1980. Composting Engineering. Amerika (US): Technomic.
Herjuna S. 2011. Pemanfaatan bahan humat dan abu terbang untuk reklamasi
lahan bekas tambang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
39
Hermawan A. 2002. Pemberian kompos isi rumen-abu sekam padi dan pupuk
NPK terhadap beberapa karakteristik kimia tanah ultisols dan keragaan
tanaman kedelai. J Tanah Trop. 15:7-13.
Hidayati N. 2005. Phytoremediation and potency of hyperaccumulator plants.
Hayati. 12(1):35-40.
Hur M, Kim Y, Lagu RH, Kim JM, Choi MI, Yi H. 2011. Effect of genetically
modified poplars on soil microbial communities during the
phytoremediation of waste mine tailings. Appl Environ Microbiol.
77(21):7611-7619.
Iskandar. 2008a. Rekayasa perbaikan kualitas tanah pada kegiatan reklamasi lahan
bekas tambang. Prosiding Seminar dan Workshop Reklamasi dan
Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang. Pusdi Reklatam. Bogor.
Iskandar. 2008b. Teknik keberhasilan reklamasi dan penutupan tambang:
keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang untuk tujuan revegetasi.
Disampaikan dalam “Pertemuan Teknis Lingkungan dan Penyerahan
Penghargaan Lingkungan Penambangan”, Ditjen Minerba Pabum, Dept.
ESDM. Pusdi Reklatam. Bogor.
Janos P, Hula V, Bradnova P, Pilarova V, Sedlbauer J. 2009. Reduction and
immobilization of hexavalent chromium with coal and humate based
sorbent. Chemosphere. 75(6):732-8.
Jezek M, Geilfus MC, Bayer A, Muhling HK. 2014. Photosynthetic capacity,
nutrient status, and growth of maize (Zea mays L.) upon MgSO4 leaf
application. Front Plant Sci. 5:781.
Judoamidjojo RM, Sa’id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. PAU Bioteknologi.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria
(L.) Nielsen: ekologi, silvikultur dan produktivitas [Internet]. [Waktu dan
tempat tidak diketahui]. Bogor (ID): CIFOR. hlm 1-24; [diunduh 2015 okt
8]. Tersedia pada:www.cifor.org/publications/pdf.
Kubicka K, Cymerman SA, Kolon K, Kosiba P, Kempers JA. 2015. Chromium
and nickel in Pteridium aquilinum from environments with various levels of
these metals. Environ Sci Pollut Res Int. 22: 527-534.
Kulikova AN, Perminova VI, Badun AG, Chernysheva GM, Koroleva VO,
Tsvetkova AE. 2010. Estimation of uptake of humic substances from
different sources by escherichia coli cells under optimum and salt stress
conditions by use of tritium-labeled humic materials. Appl Environ
Microbiol. 76(18):6223-6230.
Kumpiene J, Desogus P, Schulenburg S, Arenella M, Renella G, Brannvall E,
Lagerkvist A, Andreas L, Sjoblom R. 2013. Utilisation of chemically
stabilized arsenic-contaminated soil in a landfill cover. Environ Sci Pollut
Res Int. 20(12): 8649-8662.
Latifah S. 2005. Analisis vegetasi hutan alam [Internet]. [diunduh 2015 Desember
3]. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/pdf.
Lazcano C, Dominguez J. 2011. The use of vermicompost in sustainable
agriculture: impact on plant growth and soil fertility. Soil Nutriens. 336.
Leiwakabessy FMUM, Wahjudin, Suwamo. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
40
Li GH, Shen BJ, Zhang SF, Lambers H. 2010. Localized application of soil
organic matter shifts distribution of cluster roots of white lupin in the soil
profile due to localized release of phosphorus. Ann Bot. 585-593.
Lindiawati D, Handayanto E. 2002. Pengaruh penambahan pupuk kandang
terhadap mineralisasi N dan P dari biomassa tumbuhan dominan di lahan
berkapur di Malang Selatan. Agrivita. 24(2):127-135.
Lone MI, Dia ZL, Stoffella PJ, Yang X. 2008. Phytoremediation of heavy metal
polluted soils and water: progresses and perspectives. J Zhejiang Univ Sci B.
9(3):210-220.
Luis ABN, Gonzales L. 2014. Germination and early growth of Brassica juncea
in copper mine tailings amended with technosol and compost. Scientific
World Journal.1-32
Mansur I, Prematury R, Dewi. 2007. Species trial for revegetation of mining site
at PT Maruwai Coal (BHP Biliton) Central Kalimantan. Project Report.
Bogor.
Marschner H, Romheld V, Cakmak I. 1987. Root induced changes of nutrient
availability in the rhizosphere. Journal of Plant Nutrition. 10:1175-1184.
Millar CE. 1959. Soil Fertility. New York (US): J Wiley.
Mou D, Yao Y, Yang Y, Zhang Y, Tian C, Achal V. 2011. Plant high tolerance to
excess manganese related with root growth, manganese distribution and
antioxidative enzyme activity in three grape cultivars. Ecotoxicol. 74:776786.
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr.
Nikos T, Gouma S, Dagianta E, Saridakis C, Papamichalaki M, Goumas D,
Manios T. 2012. Use of fertigation and municipal solid waste compost for
greenhouse pepper cultivation. Scientific World Journal. 173-193.
Notohadiprawiro T. 2006. Logam Berat dalam Pertanian. Repro: Ilmu Tanah.
UGM.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agro Media
Pustaka.
Paat FJ. 2011. Simulations biomass of roots, stems, leaves and seeds of hybryd
maize in some of the nitrogen treatments. Eugenia. 17(1):35-45.
Palanivell P, Susilawati K, Ahmed OH, Nik Muhammad M. 2013. Compost and
crude humic substances produced from selected wastes and their effects on
Zea mays L. nutrient uptake and growth. Scientific World Journal. 12601271.
Palanivell P, Ahmed HO, Majid AMN, Jalloh BM, Susilawati K. 2015. Improving
lowland rice (Oryza sativa L. cv. MR219) plant growth variables, nutrients
uptake, and nutrients recovery using crude humic substances. Scientific
World Journal. 906-925.
Pereira GM, Neta SCL, Fontes FPM, Souza NA, Matos CT, Sachdey LR,
Santos VA, Souza GOM, Andrade SAVM, Paulo MMG. 2014. An
overview of the applicability of vermicompost: from waste water
treatment to the development of sensitive analytical methods. Scientific
World Journal. 1311-1327.
Petrus AC, Ahmed OH, Nik Muhammad M, Nasir HM, Jiwan M. 2010. Effect of
K-N-humates on dry matter production and nutrient use efficiency of maize
in Sarawak, Malaysia. Scientific World Journal. 1282-1292.
41
Pietrzykowski M, Wos B, Haus N. 2013. Scots pine needles macronutrient (N, P,
K, CA, MG, and S) supply at different reclaimed mine soil substrates as an
indicator of the stability of developed forest ecosystems. Environ Monit
Assess. 185(9): 7445-7457.
Rachman B. 2009. Kebijakan subsidi pupuk: tinjauan terhadap aspek teknis,
manajemen dan regulasi. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(2):131-146.
Rahmawaty. 2002. Restorasi lahan bekas tambang berdasarkan kaidah ekalogi.
Sumatera Utara (ID): USU Digital Library.
Sarief SE. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung (ID): Pustaka Buana.
Sariwahyuni. 2012. Rehabilitasi lahan bekas tambang PT. Incosorowako dengan
bahan organik, bakteri pelarut fosfat dan bakteri pereduksi nikel. J Riset
Industri. 5(2):149-155.
Schmidt W, Santi S, Pinton R, Varanini Z. 2008. Water extractable humic
substances alter root development and epidermal cell pattern in Arabidopsis.
Plant and Soil. 300(2):259-267.
Schnitzer MS, Khan U. 1978. Soil Organic Matter. Amsterdam (ID): Elsevier
Science.
Sembiring S, Simon. 2008. Sifat kimia dan fisik tanah pada areal bekas tambang
bauksit di Pulau Bintan, Riau. Info Hutan. 5(2):123-134.
Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor (ID):
PAU IPB.
Setyaningsih L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos
aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach
Linn) pada media tailing tambang emas Pongkor [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Siczek A, Juli J, Wielbo G, Kidaj D, Szarlip P. 2014. Symbiotic activity of pea
(Pisum sativum) after application of nod factors under field conditions. Int J
Mol Sci. 15(5): 7344-7351.
Smolinska B. 2014. Green waste compost as an amendment during induced
phytoextraction of mercury-contaminated soil. Environ Sci Pollut Res
Int. 22(5): 3528-3537.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. New
York (US): J Wiley.
Sudomo A. 2012. Perkecambahan benih sengon (Falcataria moluccana (MIQ.)
Barneby dan J.W. Grimes) pada 4 jenis media. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM: Sains, Teknologi, dan Kesehatan. 3(1):37-42.
Sugito Y. 2005. Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia, Potensi dan
Kendalanya. Bagpro PKSDM Ditjen Dikti Depdiknas kerjasama dengan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Suharja. 2009. Biomassa, kandungan klorofil dan nitrogen daun dua varietas cabai
(Capsicum annum L.) pada berbagai perlakuan pemupukan [tesis].
Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Suhartati. 2007. Pengaruh perlakuan awal terhadap viabilitas benih sengon butoh
(Enterolobium cyclocarpum Griseb). J Hutan Tanaman. 4(1):189-197.
Sukarman R, Kainde, Rombang J, Thomas A. 2012. Pertumbuhan bibit sengon
(Paraserianthes falcataria L.) pada berbagai media tumbuh. Eugenia.
18(3):215-220.
42
Suprihatno B, Hamidy R, Amin B. 2012. Analisis biomassa dan cadangan karbon
tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens). J Lingk. 6(1):82-92.
Sutaryo D. 2009. Perhitungan biomassa: sebuah pengantar untuk studi karbon dan
perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.
Suwarno, Idris K. 2007. Potential and possibility of direct use of guano as
fertilizer in Indonesia. J Tanah dan Lingk. 9(1):37-43.
Syukur A, Nur IA. 2006. Kajian pengaruh pemberian macam pupuk organik
terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai pada ultisol. J Ilmu Tanah dan
Lingk. 6(2):124-131.
Szczygłowska M, Piekarska A, Konieczka P, Namieśnik J. 2011. Use of Brassica
Plants in the Phytoremediation and Biofumigation Processes. Int J Mol Sci.
12(11):7760-7771.
Tala’ohu SH, Irawan. 2014. Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara.
Prosiding Pembahasan Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Tamin RP. 2010. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Mic)
pada media pasca penambangan batu bara yang diperkaya fungi mikoriza
arbuskula, limbah batubara dan pupuk NPK [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Tan KH. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gomardi DH, penerjemah. Yogyakarta
(ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Principle of Soil Chemistry.
Tirta IG. 2006. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A.
Rich.). Biodiversitas 7:81-84.
Trevisan S, Francioso O, Quaggiotti S, Nardi S. 2010. Humic substances
biological activity at the plant soil interfac: from environmental aspects to
molecular factors. Plant Signal Behav. 5(6):635-643.
Valarini PJ, Curaqueo G, Seguel A, Karina M, Rubio R, Cornejo P, Borie F. 2009.
Effect of compost application on some properties of a volcanic soil from
Central South Chile. Chilean Journal. 69(3):416-425.
Vivas A, Barea JM, Biro B, Azcon R. 2006. Effectiveness of autochthonous
bacterium and mycorrhizal fungus on Trifolium growth, symbiotic
development and soil enzymatic activities in Zn contaminated soil. J Appl
Microbiol. 100:587-598.
Wahjudin HUM. 2003. Manfaat derivat asam fenolat dan karboksilat dari kompos
sisa tanaman terhadap kandungan unsur beracun (Al dan Fe) dalam tanah
vertic hapludult dari Gajrug, Banten [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Wang L, Sun X, Suyan L, Zhang T, Zhang W, Penghui Z. 2014. Application of
organic amendments to a coastal saline soil in North China: effects on soil
physical and chemical properties and tree growth. Plos One. 9(2):89-185.
Widiatmaka, Suwarno, Kusmaryandi N. 2010. Karakteristik pedologi dan
pengelolaan revegetasi lahan bekas tambang nikel: studi kasus lahan bekas
tambang nikel Pomalaa, Sulawesi Tenggara. J Tanah Lingk. 12(2):1-10.
Widuri SA, Yasir I. 2013. Pertumbuhan laban (Vitex pinnata) dengan perlakuan
asam humat dan kompos di lahan pascatambang batubara PT. Singlurus
Pratama, Kalimantan Timur. Makalah Seminar Penelitian. Samboja (ID):
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam.
43
Yu X, Li Y, Zhang C, Liu H, Liu J, Zheng W, Kang X, Leng X, Zhao K, Gu Y,
Zhang X, Xiang Q, Chen Q. 2016. Culturable heavy metal-resistant and
plant growth promoting bacteria in V-Ti magnetit mine tailing soil from
Panzhihua, China. Plos one. 9(9):1-30.
Zaller JG. 2006. Foliar spraying of vermicompost extracts: effects on fruit quality
and indications of late-blight suppression of field grown tomatoes. Biol
Agric Hortic. 24:165-180.
Zhen Z, Liu H, Wang N, Guo L, Meng J, Ding N, Wu G, Jiang G, Lin X.W. 2014.
Effects of manure compost application on soil microbial community
diversity and soil microenvironments in a temperate cropland in China. Plos
One. 9(10):1-12.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap tinggi tanaman pada percobaan rumah kaca.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TINGGITANAMAN
Source
Type III Sum of Squares
df
a
Corrected Model
Intercept
HUMAT
KOMPOS
HUMAT * KOMPOS
Error
Total
Corrected Total
487.540
4218.750
66.169
359.147
62.224
75.160
4781.450
562.700
Mean Square
8
1
2
2
4
18
27
26
F
Sig.
60.942
14.595
4218.750 1.010E3
33.084
7.923
179.573
43.006
15.556
3.726
4.176
.000
.000
.003
.000
.022
a. R Squared = ,866 (Adjusted R Squared = ,807)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
1
N
Tanpa Pupuk
3
Tanpa pupuk B
3
Tanpa pupuk C
3
Pupuk kompos C
3
Pupuk Kompos
3
Pupuk kompos tinggi
3
Pupuk kompos B
3
Pupuk kompos tinggi C
3
Pupuk kompos tinggi B
3
2
7.4000
7.7233
8.8333
Sig.
3
8.8333
11.6000
11.7667
.425
.111
4
11.6000
11.7667
12.8667
14.0000
.201
5
14.0000
16.5333
.145
21.5667
1.000
Lampiran 2 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap panjang akar pada percobaan rumah kaca.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PANJANGAKAR
Source
Corrected Model
Intercept
HUMAT
KOMPOS
HUMAT * KOMPOS
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum of
Squares
a
7.080
613.470
.482
5.202
1.396
.700
621.250
7.780
df
Mean Square
8
1
2
2
4
18
27
26
.885
613.470
.241
2.601
.349
.039
F
22.757
1.577E4
6.200
66.886
8.971
Sig.
.000
.000
.009
.000
.000
46
Hasil
Duncan
Subset
kompos
N
1
tanpa pupuk
tanpa pupuk B
tanpa pupuk C
kompos B
kompos C
kompos
kompos tinggi
kompos tinggi C
kompos tinggi B
Sig.
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
4.3333
4.3667
4.4000
4.4667
4.5667
4.6333
3
4
4.4667
4.5667
4.6333
4.8000
5.4333
.114
.072
5.9000
1.000
1.000
Lampiran 3 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap biomassa pada percobaan rumah kaca.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BIOMASSA
Source
Type III Sum of
Squares
df
a
Corrected Model
Intercept
HUMAT
KOMPOS
HUMAT * KOMPOS
Error
Total
Corrected Total
1.283
2.714
.193
.948
.142
.064
4.061
1.347
Mean Square
8
1
2
2
4
18
27
26
F
.160
2.714
.097
.474
.036
.004
Sig.
45.104
763.267
27.157
133.254
10.003
.000
.000
.000
.000
.000
a. R Squared = ,952 (Adjusted R Squared = ,931)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
Tanpa pupuk B
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk C
Pupuk Kompos
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos C
Pupuk kompos B
Pupuk kompos tinggi C
Pupuk kompos tinggi B
Sig.
N
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
.0400
.0900
.0933
2
3
4
5
6
.0900
.0933
.1833
.3267
.4167
.4167
.4467
.5700
.314
.085
.081
.546 1.000
.6900
1.000
47
Lampiran 4 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap tinggi tanaman pada percobaan lapangan.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TinggiTanaman
Source
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
a
5438.715
153378.704
292.979
159.059
4958.634
28.044
1222.921
160040.340
6661.636
10
1
2
2
2
4
16
27
26
543.871
153378.704
146.489
79.529
2479.317
7.011
76.433
F
Sig.
7.116
2.007E3
1.917
1.041
32.438
.092
.000
.000
.179
.376
.000
.984
a. R Squared = ,816 (Adjusted R Squared = ,702)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk B
Tanpa pupuk C
Pupuk Kompos
Pupuk kompos B
Pupuk kompos C
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos tinggi B
Pupuk kompos tinggi C
Sig.
N
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
53.533
56.500
59.900
76.300
82.867
84.433
86.533
88.733
89.533
.117
.411
Lampiran 5 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap diameter batang pada percobaan lapangan.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:DIAMETERBATANG
Source
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Type III Sum of
Squares
a
3.227
44.853
.060
.047
3.109
.011
.440
48.520
df
Mean Square
10
1
2
2
2
4
16
27
.323
44.853
.030
.023
1.554
.003
.028
F
11.733
1.631E3
1.091
.848
56.525
.101
Sig.
.000
.000
.360
.446
.000
.981
48
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:DIAMETERBATANG
Source
Type III Sum of
Squares
df
a
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Corrected Total
3.227
44.853
.060
.047
3.109
.011
.440
48.520
3.667
Mean Square
10
1
2
2
2
4
16
27
26
.323
44.853
.030
.023
1.554
.003
.028
F
11.733
1.631E3
1.091
.848
56.525
.101
Sig.
.000
.000
.360
.446
.000
.981
a. R Squared = ,880 (Adjusted R Squared = ,805)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk B
Tanpa pupuk C
Pupuk kompos B
Pupuk Kompos
Pupuk kompos tinggi B
Pupuk kompos C
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos tinggi C
Sig.
N
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
.7667
.7667
.9000
.366
1.4333
1.5000
1.5333
1.5333
1.5667
1.6000
.290
Lampiran 6 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap panjang akar pada percobaan lapangan.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PANJANGAKAR
Source
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum of
Squares
a
570.684
7718.231
.459
78.083
433.183
58.959
2.975
8291.890
573.659
a. R Squared = ,995 (Adjusted R Squared = ,992)
df
Mean Square
10
1
2
2
2
4
16
27
26
57.068
7718.231
.229
39.041
216.591
14.740
.186
F
306.941
4.151E4
1.233
209.984
1.165E3
79.278
Sig.
.000
.000
.318
.000
.000
.000
49
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk B
Pupuk Kompos
Pupuk kompos C
Tanpa pupuk C
Pupuk kompos B
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos tinggi C
Pupuk kompos tinggi B
Sig.
N
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
5
6
7
12.067
13.033
13.700
13.800
15.467
16.500
17.800
24.233
1.000
.054
1.000
1.000
1.000
1.000
25.567
1.000
Lampiran 7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap bintil akar pada percobaan lapangan.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BINTILAKAR
Source
Type III Sum of
Squares
df
a
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Corrected Total
255.556
1200.000
3.556
13.556
224.667
13.778
22.444
1478.000
278.000
Mean Square
10
1
2
2
2
4
16
27
26
25.556
1200.000
1.778
6.778
112.333
3.444
1.403
F
18.218
855.446
1.267
4.832
80.079
2.455
Sig.
.000
.000
.308
.023
.000
.088
a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,869)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk B
Pupuk Kompos
Tanpa pupuk C
Pupuk kompos B
Pupuk kompos C
Pupuk kompos tinggi C
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos tinggi B
Sig.
N
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2.3333
3.6667
4.3333
4.3333
.074
3
4.3333
4.3333
6.3333
.066
4
6.3333
7.6667
.187
5
7.6667
9.6667 9.6667
10.3333
11.3333
.055
.121
50
Lampiran 8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos
terhadap biomassa tanaman pada percobaan lapangan.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:BIOMASSA
Type III Sum of
Squares
Source
df
a
Corrected Model
Intercept
Ulangan
HumatHumat
Kompos
HumatHumat * Kompos
Error
Total
Corrected Total
12076.262
32337.854
40.357
896.590
10808.579
330.735
165.125
44579.240
12241.386
Mean Square
10
1
2
2
2
4
16
27
26
1207.626
32337.854
20.179
448.295
5404.290
82.684
10.320
F
Sig.
117.015
3.133E3
1.955
43.438
523.656
8.012
.000
.000
.174
.000
.000
.001
a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,978)
Hasil
Duncan
Subset
Perlakuan
N
Tanpa pupuk B
Tanpa Pupuk
Tanpa pupuk C
Pupuk Kompos
Pupuk kompos B
Pupuk kompos C
Pupuk kompos tinggi
Pupuk kompos tinggi B
Pupuk kompos tinggi C
Sig.
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
5
8.7333
13.9000
19.8333
21.7667
23.3667
38.5667
51.2367
.066
.220
1.000
64.9000
69.1667
1.000
.123
Lampiran 9. Dokumentasi pembibitan sengon PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Bibit sengon
Penyiraman bibit sengon
51
Lampiran 10. Dokumentasi pembibitan pada percobaan rumah kaca
Rumah kaca untuk lokasi pembibitan
Pembibitan sengon percobaan I
Tanaman sengon yang kerdil
Tanaman sengon yang tumbuh
baik
Lampiran 11. Dokumentasi percobaan lahan bekas tambang nikel
Area penanaman sengon
Blok penanaman sengon
Pembuatan plot
Penanaman sengon
52
Tanaman sengon yang kerdil
Tanaman sengon yang tumbuh baik
Lampiran 12. Hasil analisis tanah pada percobaan rumah kaca dan lapangan
53
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Otole pada tangga 5 Februari 1990 sebagai anak
pertama pasangan Dising, BA dan Sunimbar (Almh.). Penulis menyelesaikan
pendidikan Sarjana di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Haluoleo Kendari dan lulus pada
tahun 2012. Pada Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di program
Magister Sains (S-2) di Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan setelah berhasil menjadi penerima Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(BPP-DN DIKTI) calon dosen tahun 2013.
Download