PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS IKBAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Ikbal NIM P052130251 RINGKASAN IKBAL. Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SRI WILARSO BUDI R. Reklamasi lahan bekas tambang adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan. Lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang baik. Kerusakan fisik tanah meliputi pemadatan tanah, kerusakan struktur dan stabilitas tanah, bentuk lahan berubah dan tanah kurang menyimpan air. Kerusakan kimia terdiri atas pH yang masam, defisiensi unsur hara serta pencemaran logam berat di tambang-tambang tertentu, sedangkan secara biologi terkait dengan peranan mikroorganisme di dalam tanah. Keadaan lahan pascatambang ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebagai akibatnya tanaman tidak dapat berkembang secara normal, kerdil, merana dan mati. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan tanah yang tidak subur ini, penambahan bahan amelioran seperti bahan humat dan kompos mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kesuburan tanah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap sifat-sifat kimia tanah, logam berat Cr dan Ni dalam tanah dan pertumbuhan tanaman revegetasi. Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Penelitian dilakukan di rumah kaca dan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Percobaan I yang dilakukan di rumah kaca area pembibitan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 faktor. Dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan merupakan campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi. Pemberian dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/polybag. Percobaan II dilakukan di lahan bekas tambang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2 faktor. Dosis bahan humat yang digunakan terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/lubang tanam. Dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/lubang tanam. Kedua percobaan menggunakan tanaman sengon sebagai tanaman uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan I, pemberian bahan humat dapat meningkatkan C-organik dan N-total tanah. Pemberian kompos maupun kombinasi bahan humat dan kompos berpengaruh terhadap peningkatan C-organik, N-total, kejenuhan basa, P, dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd). Perlakuan dengan kompos saja dan kombinasi bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia dibandingkan humat. Namun, terjadi peningkatan logam berat Ni tersedia dalam tanah. Hal ini diduga kompos yang digunakan mengandung Ni dalam jumlah yang besar. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa. Selain itu, bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata pada panjang akar dan biomassa, namun tidak memiliki interaksi yang nyata pada tinggi tanaman. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg. Pada Percobaan II, pemberian kompos saja dan kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan N-total, P , KTK, kejenuhan basa dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd) dibandingkan bahan humat. Pemberian kompos dan humat serta kombinasi keduanya mampu menurunkan logam berat Cr tersedia, kecuali perlakuan bahan humat 0.5 ml belum mampu menurunkan logam berat Cr tersedia. Pada parameter logam berat Ni tersedia dalam tanah, perlakuan humat saja mampu menurunkan kandungan Ni tersedia dalam tanah lebih baik dibandingkan kompos dan kombinasi bahan humat dan kompos. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman. Bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata pada panjang akar dan biomassa, namun tidak memiliki interaksi yang nyata pada tinggi tanaman, diameter batang dan bintil akar. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar, dan bintil akar adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg, sedangkan perlakuan terbaik dalam meningkatkan diameter batang dan biomassa tanaman adalah perlakuan bahan humat 1.0 ml dan kompos 2.5 kg. Kata kunci: bahan humat, kompos, sengon, reklamasi, tambang nikel SUMMARY IKBAL. Improvement of Soil Quality in the Former Nickel Mining Area for Growth Media of Revegetation Plants through Utilization of Humic Materials and Compost. Supervised by ISKANDAR and SRI WILARSO BUDI R. Mine reclamation is one of the activities to be carried out by any company conducting mining activities. Land after mining significantly shows unfavorable physical, chemical and biological soil. Physical damage to soil includes soil compaction, damage to the structure and stability of the soil, landform changes and low soil water retention. Chemical damage consists of acidic pH, nutrient deficiency, heavy metal pollution in mines certain; while biologically it’s related to the role of microorganisms in the soil. The state of post-mining land will affect plant growth and development. As a result the plant cannot develop normally i.e. dwarf, wither and die. Therefore, to improve the condition of poor soils, the addition ameliorant materials such as humic materials and compost must be carried out in order to improve soil fertility. The objective of this study was to analyze the effect of humic materials and compost to the soil chemical properties, Cr and Ni in soil and revegetation plant growth . This study was conducted from January to August 2015. The study was conducted in a greenhouse and mined lands of PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Pomalaa sub-district, Kolaka district, Southeast Sulawesi. Experiment I conducted in a greenhouse as a nursery area by using completely randomized design factorial 2 factors. Humic material dosage consisted of three levels: 0.0; 0.5; and 1.0 ml/polybag. Compost was mixed guano dung, goat dung and rice husk. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5 kg/polybag. Experiment II was conducted in mined land using a randomized block design factorial 2 factors. Humic material dosage used consisted of three levels: 0.0; 0.5; and 1.0 ml/hole. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5 kg/planting hole. Both experiments used sengon plants as test plants. The results showed that in the first experiment, administration of humic materials and compost could increase organic C and total soil N. Or a combination of humic materials and compost had effect on the increase in organic C, total-N, base saturation, P and alkaline soil cation exchange (Ca-dd, Mg-dd, Kdd, and Na-dd). Treatment with compost alone and the combination of humic materials and compost reduced Cr heavy metal available than humic material. However, there was an increase in Ni heavy metal in the soil. It’s expect cause Ni contained in the highest of compost. Observations on the plant growth showed that the humic materials and compost had real effect on plant height, root length and biomass. In addition, humic materials and compost had significant effect on root length and biomass, but had no real effect on plant height. The best treatment for increased plant height, root lenght and biomass was the treatment of humic material 0.5 ml and 2.5 kg of compost. In the Experiment II, composting alone and combinations of humic materials and compost improved total-N, P, CEC, base saturation and alkaline soil cations that are exchanged (Ca-dd, Mg-dd, K-dd and Na-dd) compared humic materials. Composting and humic as well as a combination of both were able to reduce Cr available, except humic materials treatment with a dose of 0.5 ml of humic materials. For Ni heavy metals avalaible in the soil, humic materials treatment alone was the combination of humic materials and compost. Observations on plant growth showed that the humic materials and compost increased plant height, stem diameter, root length, nodules and biomass plants. Humic materials and compost had significant interaction on root lenght and biomass, but had no real interaction on plant height , stem diameter and root nodules. The best treatment for increasing plant height, root lenght, and the nodule was the treatment of humic material 0.5 ml and 2.5 kg of compost, while the best treatment for increasing stem diameter and plant biomass was the treatment of humic materials 1.0 ml and 2.5 kg of compost. Keywords: humic materials, compost, sengon, reclamation, nickel mine © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS IKBAL Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Widiatmaka, M.Sc Judul Tesis : Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos Nama : Ikbal NIM : P052130251 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Iskandar Ketua Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: 17 Maret 2016 Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ialah Perbaikan Kualitas Tanah, dengan judul “Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos”. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr Ir Iskandar dan Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan, memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Dising, BA dan Ibunda (Almh.) Sunimbar atas segala doa, kasih sayang dan kelembutan hati, pengorbanan, keteladanan, semangat untuk selalu pantang menyerah, kesederhanaan hidup yang diajarkan serta dorongan untuk terus mencari ilmu. Adik-adikku Rika Fitriani S, Satriawati S.Kep, Akmal Latorumo, Irhab Latorumo dan Azmi Alfiyah yang telah memberikan dukungan moril dan materil dengan penuh keikhlasan, mengajarkan makna persaudaraan dan semangat tolong menolong. Spesial terimaksih kepada tante Muliani dan Ibu Rosalnawati S.Pd atas doa dan semangat yang diberikan kepada saya serta Bapak Nino, Apri dan Bang Mul yang telah banyak memberi saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taufik dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Bapak Agus beserta staf Mining Environmental PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan bermanfaat bagi masyarakat. Amin. Bogor, April 2016 Ikbal DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Kerangka Pemikiran 1.6. Hipotesis Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Tanah Pascatambang 2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang 2.3. Pemanfaatan Bahan Organik 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Rancangan Penelitian 3.4. Percobaan Rumah Kaca 3.5. Percobaan Lapangan 3.6. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman 3.7. Pengukuran Panjang Akar 3.8. Perhitungan Bintil Akar 3.9. Biomassa Tanaman 3.10. Analisis Tanah 3.11. Parameter Pengamatan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca 4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah 4.1.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah 4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon 4.2. Percobaan Lapangan 4.2.1. Kandungan Unsur Hara Tanah 4.2.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah 25 4.2.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon 5 PEMBAHASAN UMUM 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii xii xii 1 3 3 3 4 5 6 6 7 10 13 13 13 13 14 16 17 17 17 17 17 18 18 18 18 20 20 24 24 26 30 36 36 37 37 44 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Matriks Penelitian 14 Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Rumah Kaca 15 Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Lapangan 16 Parameter dan Metode Pengamatan Sifat Kimia dan Logam Berat Tanah 18 Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Rumah Kaca 19 Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah pada percobaan Rumah Kaca 20 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 21 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar 22 Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 23 Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Lapangan 24 Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah Percobaan Lapangan 26 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 26 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Diameter Batang Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 27 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 29 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Bintil Akar Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 29 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 30 DAFTAR GAMBAR 5 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 2 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur ke 3 sampai 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 21 3 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan Lapangan 27 4 Diameter Batang Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan Lapangan 28 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Rumah Kaca 2 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar pada Percobaan Rumah Kaca 3 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa pada Percobaan Rumah Kaca 45 45 46 4 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Lapangan 5 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Diameter Batang pada Percobaan Lapangan 6 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar pada Percobaan Lapangan 7 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Bintil Akar pada Percobaan Lapangan 8 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa Tanaman pada Percobaan Lapangan 9 Dokumentasi Pembibitan Sengon PT. Atam (Persero) Tbk. 10 Dokumentasi Pembibitan pada Percobaan Rumah Kaca 11 Dokumentasi Percobaan Lahan Bekas Tambang Nikel 12 Hasil Analisis Tanah pada Percobaan Rumah Kaca dan Lapangan 47 47 48 49 50 50 51 51 52 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya alam nonhayati berupa sumberdaya mineral yang tersebar hampir di seluruh kawasan nusantara. Sumberdaya mineral di Indonesia terdiri atas batubara, minyak bumi, emas, timah, besi, nikel dan lainlain dengan beragam kualitas dan kuantitas yang dikandungnya. Potensi yang besar dan kualitas produk mineral yang baik telah mengundang investor lokal, internasional dan perusahaan negara untuk mengelola dan menggali kandungan mineral yang terkandung di dalam tanah. Keberadaan sumberdaya mineral adalah salah satu modal dasar yang bermanfaat dalam rangka pembangunan nasional, sehingga perlu pengawasan yang ketat dalam pengelolaannya dan bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang selaras dengan lingkungannya. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Sulawesi Tenggara merupakan perusahaan yang mengelola tambang nikel dan mengolahnya dari bahan mentah menjadi bahan baku setengah jadi. Lokasi pengolahan tambang nikel PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan penambangan nikel ini dilakukan di darat dengan menerapkan teknik penambangan terbuka (open pit mining) yaitu pembukaan dan pengupasan hutan serta penggalian tanah untuk mengambil kandungan nikel yang terdapat di dalamnya. Berbagai dampak dapat disebabkan oleh kegiatan penambangan nikel, baik yang bersifat positif maupun negatif. Dampak positif akibat kegiatan penambangan, antara lain meningkatkan penghasilan masyarakat, memberikan akses lapangan kerja, perekonomian daerah bergerak lebih cepat dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan hidup di sekitar wilayah penambangan nikel, seperti gangguan kesehatan manusia, perubahan bentang alam, penurunan estetika lingkungan, habitat hidup flora dan fauna menjadi rusak serta penurunan kualitas air dan tanah. Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten agar dapat tercipta kualitas lingkungan hidup yang lebih baik sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan maksud mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam berbagai upaya untuk memelihara kelangsungan dan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup. Salah satu upaya untuk memulihkan lingkungan penambangan adalah melalui kegiatan reklamasi. Reklamai lahan bekas tambang adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2014, menjelaskan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Namun, upaya reklamasi yang dilakukan sering menghadapi kendala-kendala, seperti terjadinya pemadatan tanah, kondisi pH tanah rendah, populasi mikroorganisme berguna menjadi berkurang dan terjadinya pencemaran logam-logam berat dalam tanah. (Setyaningsih 2007; Tamin 2010). 2 Sariwahyuni (2012) dalam penelitiannya mengenai lahan bekas tambang nikel menunjukkan bahwa kondisi pH tanah bekas tambang nikel bersifat masam, memiliki kandungan Ni tinggi, ketersediaan fosfat rendah dan produktivitas lahan berkurang. Penelitian pada lahan bekas tambang nikel Pomalaa pernah dilakukan oleh Widiatmaka et al. (2010) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman di lahan revegetasi masih rendah dengan melihat ukuran daun yang kerdil, volume dan diameter tanaman yang kecil. Penyebab utamanya adalah akibat adanya defisiensi unsur hara seperti K, Ca, Fe, Cu dan Mn. Selain unsur hara tanaman yang rendah, lahan tambang nikel di Pomalaa merupakan tanah-tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan beku basa atau ultra basa yang memiliki kandungan logam berat yang mencapai kadar toksik pada tanaman, antara lain Ni dan Cr. Sementara logam Pb dan Cd memiliki kadar yang masih relatif aman. Sembiring dan Simon (2008) mengemukakan bahwa lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami pemadatan dan kerusakan struktur tanah, sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan tanah dalam menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan dan musim kemarau tanah menjadi keras dan padat, akibatnya tanah mudah terjadi erosi dan tanaman sulit tumbuh. Strategi yang perlu diterapkan pada perbaikan sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi), antara lain pemberian top soil, pemupukan dasar dan pemberian bahan organik serta penanaman tanaman yang mudah tumbuh atau tanaman lokal (Rahmawaty 2002). Salah satu bahan organik yang menjadi alternatif untuk memperbaiki sifat-sifat tanah adalah bahan humat dan kompos. Pemberian bahan humat dan kompos merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahan humat merupakan bahan yang memiliki potensi dalam memperbaiki kondisi tanah dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida dan hidroksida, termasuk zat pencemar lainnya (Schnitzer dan Khan 1978). Kompos merupakan bahan yang telah mengalami pelapukan dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan seperti: dedaunan, dedak padi, jerami, dan rumput-rumputan. Kompos yang baik akan memperkaya bahan makanan bagi tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sifatsifat tanah (Zhen et al. 2014). Menurut Munawar (2011) bahwa kompos memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah, tidak menyebabkan polusi air dan tidak memiliki biji-biji gulma. Peranan bahan organik mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Keberadaan bahan bio-organik (bahan humat dan kompos) dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, antara lain merangsang terjadinya granulasi agregat dan memantapkannya serta meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat dan menyimpan air (Brady 1974). Selain itu, kompos juga terbukti mampu meningkatkan KTK tanah untuk perbaikan daya jerap kation dan peningkatan kation-kation tanah yang dapat dipertukarkan serta mempermudah ketersediaan hara makro dan mikro. Terhadap sifat biologi, kompos merupakan bahan baku untuk perkembangan mikroorganisme dan bahan humat dapat berperan menstimulasi peningkatan aktivitas mikroorganisme, sehingga struktur tanah menjadi gembur dan mengembalikan kesuburan tanah (Chelik et al. 2010; David et al. 2014). Mengingat pentingnya pemanfaatan bahan humat dan kompos dalam memperbaiki kondisi tanah, maka perlu dilakukan penelitian pada tanah bekas 3 tambang nikel agar diperoleh takaran yang baik untuk perbaikan kualitas tanah, sehingga tanaman dapat memperlihatkan pertumbuhan yang baik. 1.2. Perumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahan tambang yang cukup besar, khususnya tambang nikel. Keberadaan tambang nikel menjadi sumber pendapatan yang penting bagi negara karena dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional dan daerah. Bahkan, hadirnya perusahaan tambang nikel dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan dan peluang usaha masyarakat setempat melalui penerimaan tenaga kerja, kesempatan membuka usaha mikro, dan pemberdayaan masyarakat melalui program CSR. Namun di sisi lain, aktivitas penambangan juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup, seperti menurunnya unsur hara tanah, berkurangnya sumberdaya air, vegetasi dan ancaman kepunahan hewan liar, pencemaran tanah dan kondisi sosial masyarakat, khususnya di lahan bekas tambang. Apabila kondisi ini tidak dicarikan solusi perbaikan kualitas tanah dapat berdampak terhadap sifat tanah yang semakin memburuk, terjadi erosi dan mengganggu kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Sejauh mana pemberian bahan humat dan kompos dapat memperbaiki sifat kimia tanah di lahan bekas tambang nikel? 2. Bagaimana kondisi logam berat tanah di lahan bekas tambang nikel yang diberikan bahan humat dan kompos? 3. Apakah pertumbuhan tanaman revegetasi di lahan bekas tambang nikel akan bertambah jika diberikan bahan humat dan kompos? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menjelaskan pengaruh bahan humat dan kompos dalam memperbaiki sifat tanah bekas tambang nikel dan pertumbuhan tanaman. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap sifat-sifat kimia tanah. 2. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah. 3. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi tentang sifat-sifat kimia tanah dan kandungan logam berat tersedia pada tanah pascatambang nikel. 2. Bagi perusahaan tambang dapat menjadi referensi alternatif untuk memanfaatkan bahan humat dan kompos dalam reklamasi tambang. 3. Membantu pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kompos yang baik untuk peningkatan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman. 4 1.5. Kerangka Pemikiran Aktivitas penambangan nikel dilakukan dengan menerapkan teknik penambangan terbuka, sehingga pembukaan dan pengupasan hutan alami tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar lahan bekas tambang dan perubahan bentang alam, seperti topografi, vegetasi penutup, pola hidrologi, perubahan struktur tanah, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat serta mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak dapat ditempuh melalui reklamasi. Kegiatan mereklamasi lahan merupakan bagian dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penambangan untuk memastikan agar upaya perbaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan penambangan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan mempertimbangkan karakteristik lokasi seperti kondisi fisik, kimia, dan biologi lahan serta tanaman revegetasi yang digunakan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha reklamasi tambang antara lain kondisi iklim mikro yang belum sesuai, sifat fisik kimia tanah pucuk yang tidak memadai, kekurangan tanah pucuk, tingkat erosi yang tinggi, kondisi tanah yang masam, akumulasi logam-logam berat khususnya Cr, Ni dan lain-lain. Reklamasi yang dilakukan secara buruk akan mewariskan isu sulit bagi pemerintah, masyarakat dan perusahaan dan akhirnya merusak reputasi industri penambangan secara keseluruhan. Karena akses ke sumberdaya-sumberdaya semakin terikat dengan reputasi industri, maka proses penutupan yang efektif dan reklamasi tambang yang memuaskan menjadi sangat penting terhadap kemampuan perusahaan untuk mengembangkan proyek-proyek baru. Telah banyak penelitian yang dilakukan guna memperbaiki kualitas tanah, namun belum sepenuhnya memberikan harapan besar terhadap peningkatan kualitas tanah. Dibutuhkan penelitian yang komprehensif untuk lebih meningkatkan kualitas tanah dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation tanah yang rendah untuk penyerapan unsur hara makro dan mikro oleh tanaman, pembenahan tanah dan peningkatan kemampuan pengikatan air pada lahan bekas tambang. Penggunaan bahan humat dan kompos yang diaplikasikan bersama tanaman revegetasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah lahan bekas tambang, khususnya pada lahan bekas tambang nikel. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kondisi tanah diperlukan dalam upaya penilaian keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lahan bekas tambang yang ramah lingkungan. Untuk mengetahui lebih jelas penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian disajikan dalam ilustrasi Gambar 1. 5 Aktivitas penambangan Pencemaran lahan bekas tambang Perubahan bentang alam Gangguan sosial masyarakat Reklamasi lahan tambang Reklamasi buruk mewariskan isu sulit bagi pemerintah, masyarakat dan industri Kendala-kendala: Sifat kimia tanah rendah pH rendah Pencemaran tanah Bakteri berkurang, dll. Bahan humat Kompos Peningkatan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman Analisis sifat kimia tanah Analisis logam berat tanah Analisis pertumbuhan tanaman Evaluasi kondisi tanah di lahan pascatambang Ruang Lingkup Penelitian Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran 1.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap sifat kimia tanah. 2. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap kandungan logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah. 3. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi. 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Tanah Pascatambang Kegiatan penambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun terakhir, perkembangan teknologi pengolahan semakin meningkat dan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Apabila kegiatan penambangan terus dibiarkan tanpa ada upaya perbaikan lingkungan dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup, seperti hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai dan perubahan bentuk lahan (BAPEDAL 2001). Kegiatan penambangan yang kurang produktif dapat berpengaruh pada kesuburan tanah sehingga tanaman sulit mengalami pertumbuhan. Sembiring dan Simon (2008) menjelaskan bahwa lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami kerusakan struktur dan pemadatan sehingga berefek negatif terhadap sistem tata air dan aerasi yang secara langsung dapat mempengaruhi fungsi dan perkembangan akar. Rusaknya struktur tanah juga berdampak pada tanah yang kurang mampu menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan, sehingga terjadi erosi tanah. Sebaliknya pada musim kemarau tanah menjadi keras dan padat, sehingga tanah menjadi sulit untuk diolah. Selain itu, wilayah pascatambang merupakan tanah dengan pH yang rendah (masam), miskin air dan unsur hara. Kondisi ini adalah hambatan utama untuk pertumbuhan tanaman (Pietrzykowski et al. 2013). Lebih lanjut dijelaskan bahwa akibat dari kegiatan penambangan secara fisik dapat mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan (Setyaningsih 2007). Lahan bekas tambang tertentu dapat juga memiliki kandungan logam berat dalam tanah dalam jumlah yang tinggi. Logam-logam yang berada dalam tanah pascatambang sebagian adalah logam berat pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam tersebut ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang (Yu et al. 2013). Menurut Verloo (1993) dalam Notohadiprawiro (2006), bahwa logam berat yang terdapat di dalam tanah menjadi berbagai fraksi atau bentuk, antara lain: 1. Larut air, berada dalam larutan tanah. 2. Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites) pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion. 3. Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan 4. Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan 5. Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat dan sulfida 6. Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer. Unsur logam yang berada dalam larutan tanah dapat juga berbentuk senyawa kompleks elektrolit atau non-elektrolit atau berbentuk Ln+. Senyawa non- 7 elektrolit bermuatan bersih netral (Ln+.Am-,o)o, sedangkan senyawa elektrolit dapat bermuatan bersih positif, negatif atau amfoter (Ln+.Am-,o)+,-,+. “A” merupakan suatu senyawa anion atau molekul mineral atau organik alami atau sintetik (Notohadiprawiro 2006). 2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang kompleks dan sangat rumit, memiliki resiko yang besar, bersifat jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan penambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pascatambang, diantaranya adalah kegiatan perbaikan kualitas tanah. Salah satu tujuan utama perbaikan kualitas tanah pascapenambangan dalam jangka panjang adalah membangun ekosistem hutan yang berkelanjutan dengan meningkatkan unsur hara tanah dan pertumbuhan tanaman (Pietrzykowski et al. 2013). Kunci utama dalam keberhasilan upaya reklamasi lahan kritis adalah pemilihan jenisjenis tanaman, dengan memperhatikan kendala yang ada yaitu kesuburan yang rendah dan sifat fisik yang jelek. Jenis tanaman yang dapat beradaptasi baik dan cepat tumbuh (tanaman pioner), misalnya jenis tanaman penutup tanah (leguminose dan rumput-rumput) dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk memperbaiki sifat tanah dan mempercepat perbaikan atau terbentuknya media tumbuh tanaman (Tala’ohu dan Irawan 2014). a) Reklamasi Lahan Pascatambang Reklamasi adalah suatu usaha untuk memulihkan atau mengembalikan lahan yang rusak sebagai akibat adanya kegiatan penambangan, sehingga dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya (Latifah 2005). Selanjutnya Sembiring dan Simon (2008) menjelaskan bahwa reklamasi seringkali menjadi bagian dari kegiatan penambangan, sehingga dibutuhkan pendekatan teknis dan dukungan dari disiplin ilmu yang lain. Penyelenggaraan reklamasi tambang dapat membuka peluang investasi untuk investor sektor lain, seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, permukiman, pariwisata dan kawasan perindustrian. Setiap keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang merupakan promosi bagi keberlanjutan usaha penambangan. Keberlanjutan terjadi tidak terlepas dari perencanaan penambangan yang baik dan menghasilkan reklamasi yang baik pula. Akibatnya dampak negatif dari setiap penambangan dapat dikendalikan. Kebijakan reklamasi telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan antara lain a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; c) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan ; d) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Berdasarkan Lampiran V Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan Reklamasi, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008, reklamasi yang mengarah kepada revegetasi lahan bekas tambang dinilai 8 dari berbagai aspek yang terkait dengan penyiapan lahan dan revegetasi. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal reklamasi. Untuk memperoleh hasil revegetasi yang baik, kondisi kesuburan media tanam, dalam hal ini tanah pucuk yang disebarkan pada lahan yang sudah ditata ulang, perlu mendapat perhatian. Paramater-parameter yang menyangkut kebutuhan tanaman untuk tumbuh dengan baik perlu diperhatikan. Pembatas pertumbuhan tanaman yang menyangkut tanah, baik pembatas fisik maupun pembatas kimia perlu diatasi dengan cara yang tepat. Tahapan reklamasi akibat proses alihfungsi lahan bekas tambang menjadi lahan revegetasi yang baru terdiri atas (i) pemulihan fungsi lahan yang mengalami kerusakan dan bersifat kritis melalui kegiatan penanaman vegetasi reklamasi, (ii) peningkatan fungsi lahan kritis dan lahan rusak yang sudah dipulihkan agar menjadi lahan yang produktif dan (iii) pemeliharaan fungsi lahan yang fungsinya telah dipulihkan dan ditingkatkan tersebut agar tidak kembali menjadi lahan kritis dan lahan rusak (Hermawan 2002). Menurut Iskandar (2008a) bahwa reklamasi lahan tambang meliputi proses penutupan tambang (mine closure) yang disertai kegiatan pengaturan kembali kontur lahan agar diperoleh kondisi stabil (Landscaping) dan revegetasi (revegetation) pada lahan yang distabilisasi. Rahmawaty (2002) mengemukakan bahwa kegiatan reklamasi terhadap ekosistem yang rusak memiliki tiga tujuan yaitu protektif, produktif dan konservatif. Protektif dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan, mempercepat penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah. Produktif mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil fertility) yang lebih produktif, sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan lain-lain), yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Konservatif adalah usaha untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami ke arah peningkatan keanekaragaman hayati spesies lokal, serta menyelamatkan dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial lokal yang telah langka. Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan reklamasi adalah rekayasa perbaikan tanah dengan teknologi tanah. Tindakan perbaikan kualitas tanah yang dilakukan tergantung kepada karakteristik fisik kimia tanah. Pemberian bahan organik umumnya dapat memperbaiki kualitas fisik dan kimia tanah, namun kelangkaan bahan organik sering menjadi kendala. Pemberian senyawa humat diharapkan dapat menggantikan peran bahan organik konvensional yang umum digunakan (Iskandar 2008a). Menurut Tala’ohu dan Irawan (2014), bahwa tanah yang telah ditata dapat dilakukan penanaman, berupa tanaman penutup tanah dan jenis kayu yang berasal dari kelompok kacangkacangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah terjadinya erosi. Selain itu, kacang-kacangan berperan sebagai sumber pupuk hijau karena kemampuannya mengikat dan mengelola mineral dalam tanah seperti nitrogen dan fosfor. Selain itu, penanaman tanaman kacang-kacangan akan membuat tanah menjadi lebih gembur. Apabila turun hujan, akan lebih banyak air yang terserap. 9 b) Sengon sebagai Tanaman Revegetasi Lahan Pascatambang Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan (Permenhut No. P.4/Menhut-II/2011). Revegetasi umumnya dilakukan dalam tiga tahap, mulai dari penanaman vegetasi penutup tanah (cover crops), kemudian penanaman pohon cepat tumbuh (fast growing species) dan terakhir menanam tanaman sisipan dengan jenis pohon hutan klimaks (climax species) (Darmawan dan Irawan 2009). Lebih lanjut Iskandar (2008b) mengemukakan bahwa tanaman yang digunakan untuk revegetasi adalah tanaman yang dinilai mampu mempercepat dan meningkatkan keberhasilan usaha reklamasi, misalnya tanaman asli lokal maupun tanaman kehutanan introduksi. Sebelum revegatasi dilakukan terlebih dahulu ditanami oleh tanaman cover crop dengan tujuan untuk mengatasi terjadinya erosi dan meningkatkan kadar bahan organik secara merata dalam tanah. Upaya merevegetasi lahan bekas tambang perlu pemilihan cover crop yang baik. Hal inilah yang dapat menentukan keberhasilan reklamasi lahan pascatambang. Kriteria cover crop yang baik yaitu mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau jamur (fungi), mudah terdekomposisi, serta tidak berkompetisi dengan tanaman pokok serta tidak melilit (Ambodo 2008). Selain vegetasi penutup, perlu dilakukan pula penanaman tanaman berkayu dan pemeliharaan tanaman agar lahan tambang bisa kembali seperti semula. Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik. Kriteria pemilihan jenis yang berpotensi untuk revegetasi lahan pascatambang adalah pohon yang bersifat intoleran, yaitu tahan hidup pada tempat terbuka. Jenis-jenis pohon yang intoleran umumnya ditemukan pada hutan-hutan sekunder dan sebagian merupakan jenis-jenis pionir. Salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam revegetasi lahan bekas tambang adalah tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Sengon juga memiliki sifat intoleran dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan kritis, di tanah-tanah kering maupun lembab sehingga cocok digunakan sebagai tanaman revegetasi. Tanaman ini dapat tumbuh pada iklim basah sampai agak kering dengan hujan rata-rata 2000-2700 mm/tahun (Adnan 2012). Selain itu, sengon memiliki kemampuan menyuburkan tanah, bahkan semua tanaman yang hidup di bawahnya dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, sengon dapat ditanam pada lahan yang tidak subur meskipun tidak diberikan pupuk. Hal ini karena tanaman sengon dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya (Krisnawati et al. 2011). Sengon merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari nilai guna kayu sengon yang cukup tinggi sehingga pemasarannya relatif mudah. Kayu sengon bisa digunakan untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Tanaman sengon mempunyai banyak kelebihan dan manfaat diantaranya tidak terlalu menuntut syarat tumbuh yang tinggi, kayunya sebagai bahan baku pulp dan kertas, peti 10 kemas, daunnya digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman konservasi tanah karena dapat meningkatkan unsur hara nitrogen dalam tanah (Suhartati 2007). Sengon prosfektif untuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani hutan rakyat di pedesaan dan berperan positif secara lingkungan dalam hal pengurangan emisi CO2 (Dwi et al. 2009). 2.3. Pemanfaatan Bahan Organik Pemberian bahan organik merupakan tindakan pengelolaan untuk memperbaiki kesuburan tanah, seperti perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik, sehingga menunjang produksi yang maksimal. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik (N, P dan K) merupakan suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di dalam tanah. Adapun fungsi bahan organik, yakni (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menambah ketersediaan unsur N, P dan S, (3) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan (5) mengaktifkan mikroorganisme (Leiwakabessy et al. 2003; Hardjowigeno 2010). Penelitian yang dilakukan Hermawan (2002) menjelaskan bahwa pemberian bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, Ntotal, P-tersedia dan K-tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, dan K tanaman serta meningkatkan produksi tanaman kedelai. Bahan organik dalam tanah, terbagi atas bahan organik kasar dan bahan organik halus (humus). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan untuk menghasilkan humus (Sarief 1985). Humus memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi, sehingga pada musim kemarau tanah tidak mudah kering. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter dan Hay 1998). Pembentukan bahan organik dalam tanah memiliki peran untuk mengatur pasokan hara tanaman sehingga mudah tersedia bagi tanaman. Kemampuan lainnya adalah dapat mengurangi toksisitas logam, misalnya Al dan Mn pada tanah yang masam (Munawar 2011). Menurut Tan (1998), bahan organik merupakan bahan yang memiliki kemampuan dalam pelepasan unsur hara maupun perbaikan siklus O2 serta menaikkan pH, sehingga fosfat dapat tersedia dalam jumlah yang banyak. Sariwahyuni (2012), pernah melaporkan bahwa lahan bekas tambang nikel yang diberikan bahan organik dengan takaran 400 g/polybag (B2) atau setara dengan 19 ton/ha bersama bakteri Bacillus megaterium dan Pseudomonas aeruginosa terhadap tanaman jagung memberikan peningkatan kandungan fosfat secara signifikan, mengurangi kemasaman tanah, menurunkan konsentrasi Ni (II) dalam tanah dan meningkatkan bobot biji tanaman jagung. Lebih lanjut dijelaskan Munawar (2011) bahwa bahan organik adalah pemasok unsur hara di dalam tanah melalui proses mineralisasi dan tersimpan dalam bentuk serasah organik. Kegiatan penambangan nikel seringkali mengakibatkan penurunan kualitas tanah dengan memperlihatkan ketidaksuburan tanah. Kondisi ini menyebabkan tanaman akan sulit untuk tumbuh, akar tanaman sukar menembus tanah, tanaman 11 menjadi kerdil dan lain sebagainya. Upaya memperbaiki kualitas tanah perlu dilakukan dengan pemberian bahan organik (bahan humat dan kompos). a) Bahan Humat Munawar (2011) menyebutkan bahwa bahan organik halus atau humus dalam tanah digolongkan dalam 3 fraksi kimia meliputi: 1. Asam fulvat memiliki ciri-ciri: berwarna terang, larut di dalam asam dan basa, dan paling mudah terombak oleh mikroba (15-50 tahun). 2. Asam humat memiliki ciri-ciri: berwarna sedang, larut di dalam basa tetapi tidak larut dalam asam dan memiliki potensi degradasi sedang (100 tahun atau lebih). 3. Humin mempunyai ciri-ciri: tidak larut dalam asam maupun basa dan memiliki kemampuan menahan serangan mikroba. Istilah asam humat dikemukakan oleh Berzelius pada tahun 1830 dengan menggolongkan fraksi humat ke dalam: 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, 2) Asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi yang larut dalam asam, dan 3) Humin, yakni bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga disebut sebagai ulmat dan humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun 1840. Tahun 1912, Olden mengusulkan penggunaan nama asam fulvat untuk menggantikan istilah asam krenik dan apokrenik. Sekarang senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan 1998; Millar 1959; Stevenson 1994). Pemanfaatan bahan humat dapat dilakukan untuk mengelola air limbah, remidiasi tanah tercemar, peningkatan hasil pertanian dan melindungi produksi tanaman. Jika dilihat dari sisi produktivitas pertanian dan biokontrol, bahan humat bermanfaat dalam perbaikan agregasi tanah, nutrisi tanaman dan perkembangan mikroorganisme tanah yang bukan bersifat patogen (Pereira et al. 2014). Bahan humat adalah bahan yang terbesar dari bahan organik dan memiliki peran dalam reaksi kimia yang kompleks dalam tanah. Bahan humat sangat sulit mengalami penguraian apabila berinteraksi antara fase mineral tanah sehingga mikroorganisme tanah tidak dapat menggunakannya secara langsung. Bahan humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan senyawa organik, termasuk polutan yang beracun sekalipun (Albers et al. 2008; Cattani et al. 2009). Bahan humat merupakan bahan organik yang terdapat banyak di alam. Pemberian bahan humat dapat berpengaruh positif terhadap fisiologi tanaman, memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sehingga mempengaruhi serapan hara lebih baik dan pembentukan sistem perakaran tanaman. Bahan humat memainkan peran penting dalam mengendalikan perilaku dan mobilitas pencemar di lingkungan dan berkontribusi secara substansial dalam meningkatkan status kesuburan tanah. Penggunaan bahan humat dalam remediasi logam berat dapat mengurangi dan menghindari kontaminasi berlebih dari aluminium, chromium dan Arsenik. Selain itu, juga dapat berinteraksi dengan molekul organik xenobiotik seperti pestisida (Janos et al. 2009; Trevisan et al. 2010). Zat humat merupakan senyawa makromolekul organik yang bersifat heterogen, terdiri dari asam humat, asam fulvat, dan humin. Bahan humat dapat 12 meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan tanah terutama pada sifat-sifat fisik tanah melalui perbaikan struktur tanah, sebagai sumber nutrisi dan mineral untuk diserap oleh tanaman dan sebagai media kegiatan mikroorganisme tanah yang penting dalam siklus kehidupan di bumi. Selanjutnya mempengaruhi fisiologis, metabolisme dan proses perkembangan tanaman. Selain itu, zat humat diserap oleh tanaman melalui aktivasi dari membran plasma H+-ATPase, respirasi dan aktivasi gen yang terlibat dalam nitrat (NO3). Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan bahan humat fraksi berat molekul tinggi dan rendah dapat memacu pembukaan stomata dalam proses respirasi. Selain meningkatkan komposisi bahan organik tanah, bahan humat merupakan bahan yang efektif dalam mekanisme pemulihan lingkungan melalui kegiatan fitoremediasi (Schmidt et al. 2008). Bahan humat adalah senyawa organik alami, dimana 50-90% berasal dari gambut, batubara serta dari bahan organik tak hidup yang berasal dari tanah dan ekosistem air. Bahan humat memiliki peranan dalam melindungi mikroorganisme tanah dan tanaman tingkat tinggi dari kondisi iklim yang ekstrim dan tekanan teknogenik, misalnya polusi, radiasi UV, organisme patogen dan infeksi virus (Kulikova et al. 2010). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), bahwa senyawa humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi, mengikat dan mereduksi ion-ion logam dalam tanah sehingga jumlahnya dapat berkurang. Baldotto et al. (2011) mengatakan bahwa pemberian asam humat mampu merangsang pertumbuhan akar Arabidopsis thaliana L. Selain itu, asam humat lebih stabil diisolasi dari tanah yang mengalami pelapukan yang rendah. Kondisi tanah liat dan kejenuhan basa yang tinggi dapat memberikan stimulasi fisiologi terbaik bagi tanaman Arabidopsis. Berikut urutan peningkatan pembentukan akar dan panjang akar lateral pada masing-masing tanah yang diberikan asam humat: Luvisol>Chernosol>Acrisol>Latosol. b) Kompos Kompos merupakan campuran bahan organik yang telah terdekomposisi baik sebagian atau seluruhnya, berasal dari hewan atau tanaman dan mungkin mengandung abu, kapur dan bahan senyawa kimia lain. Bahan yang dapat dikomposkan dapat berasal dari limbah pertanian, seperti jerami, serasah daun, sekam padi, ampas tebu, atau kotoran cair atau padat dari manusia dan hewan, juga dapat berasal dari sampah rumah tangga dan residu hutan (Gaur 1982; Millar 1959). Kompos merupakan bahan organik yang kaya nutrisi, seperti nitrogen dan fosfor. Pemberian kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman, menahan hama dan penyakit pada tanaman. serta merangsang serapan hara dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah (Ahmad et al. 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Zhen et al. (2014) menyimpulkan bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan keragaman bakteri dan jamur seiring meningkatnya total karbon dalam tanah. Peningkatan mikroorganisme dalam tanah memicu tersedianya unsur hara N yang tinggi untuk pertumbuhan tanaman. Selain meningkatkan unsur hara tanah, sejumlah penelitian melaporkan bahwa aplikasi kompos dapat menekan penyakit pada tanaman. Zaller (2006), melaporkan bahwa pemberian ekstrak kompos ke daun 13 tanaman dengan teknik penyemprotan secara signifikan mengurangi infeksi bakteri Phytophthora infestans. Kompos mampu menyediakan unsur hara yang lengkap bagi tanaman dan memiliki kemampuan untuk merangsang penyerapan hara di dalam tanah, sehingga dapat dibutuhkan tanaman untuk peningkatan produktivitas tanaman. Nikos et al. (2012) melaporkan bahwa aplikasi kompos mampu meningkatkan bobot buah segar tanaman tomat. Lebih lanjut Luis dan Gonzales (2014) menjelaskan bahwa penambahan kompos secara signifikan berpengaruh pada peningkatan perkecambahan biji, pertumbuhan bibit dan pemanjangan akar tanaman. Penelitian yang dilakukan Wahjudin (2003) menyimpulkan bahwa pemberian kompos pada tanah dengan tambahan 2% kompos dari jerami padi yang masih mentah (C/N>45) dapat meningkatkan kandungan asam humat pada bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji. 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Lokasi penelitian dilakukan di rumah kaca dan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, kompos, pupuk NPK, bibit sengon dan biji sengon. Kompos yang digunakan merupakan campuran kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi. Peralatan yang digunakan antara lain: (1) Peralatan tanam meliputi: cangkul, sekop, ayakan kawat dan bor manual, (2) Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3): sepatu, helm safety, dan kaca mata, (3) Peralatan pendukung seperti plastik, label, meteran, aquades, karung, media tanah, botol ukur, pipet, water sprayer, alat tulis, kamera, buku catatan, serta (4) bahan dan peralatan untuk analisis tanah dan tanaman. 3.3. Rancangan Penelitian Percobaan dilakukan di dua lokasi secara paralel dengan menggunakan tanaman sengon. Percobaan I dilakukan di rumah kaca area persemaian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 faktor. Percobaan II dilakukan di lokasi lahan bekas tambang nikel menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 2 faktor. Bahan tanah percobaan berasal dari lahan bekas tambang yang telah ditimbun tanah top soil. Matriks penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. 14 Tabel 1 Matriks Penelitian Tujuan Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap sifat-sifat kimia tanah. Data primer dari hasil pengambilan sampel tanah Hasil analisis laboratorium Analisis dengan AAS dan deskriptif Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap kandungan logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi. Data primer dari hasil pengambilan sampel tanah berikut Hasil analisis laboratorium Analisis dengan AAS dan deskriptif Data primer dari hasil pengukuran tanaman Pengukuran tanaman Analisis pertumbuhan dan ANOVA Keluaran Data Kualitas sifat kimia tanah sesudah perlakuan dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman Informasi mengenai kadar logam berat yang tersedia dalam tanah Informasi tentang pertumbuhan tanaman revegetasi 3.3.1. Percobaan Rumah Kaca a) Pengambilan Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan di areal pascapenambangan nikel PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. secara komposit dari 21 titik sampel pada kedalaman ± 10-20 cm yang dapat mewakili keadaan areal tambang secara umum. b) Pemilihan Biji Biji sengon (Paraserianthes falcataria) dipilih yang baik dengan teknik merendam dalam air dingin. Biji yang tenggelam menunjukkan biji yang baik untuk disemaikan. Selanjutnya dilakukan pematahan dormansi biji dengan merendam biji tersebut dalam air panas yang telah mendidih dan dibiarkan dingin sampai sekitar 12 jam (Sudomo 2012). c) Persiapan Media Tumbuh Tanah dikeringkan dan diayak dengan ayakan kawat ukuran 5 x 5 mm2. Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran polybag. Tanah dalam polybag diberikan pupuk NPK 10 g sebagai pupuk dasar. Selanjutnya diinkubasi selama 14 hari. Biji sengon dikecambahkan pada mika berukuran 30 x 30 cm2 selama 1 minggu dan diberi penutup untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media. 15 d) Perbaikan Kualitas Tanah Dosis bahan humat pada penelitian terdahulu untuk tanah seluas 1 hektar atau setara dengan berat tanah 2.000 ton adalah 15 liter humat yang belum diencerkan (Herjuna 2011). Pada penelitian ini dosis dinaikkan menjadi 100 liter/ha. Berat tanah dalam setiap polybag adalah 10 kg atau 0.01 ton berat kering udara, sehingga dosis pemberian bahan humat adalah sebanyak (0.01/2000) x 100 liter = 0.5 ml/polybag. Oleh karena itu, dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan adalah campuran kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1. Pemberian dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0, 1.0; dan 2.5 kg/polybag. Dari kedua bahan tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali pada masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh 3 x 3 x 3 = 27 polybag. Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah, setelah masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Kompos juga diberikan ke tanah dan dicampur secara homogen. Dosis bahan humat dan kompos yang diaplikasikan dalam media polybag dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perlakuan bahan humat dan kompos pada percobaan rumah kaca Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 Bahan humat pekat (ml/polybag) 0.0 0.0 0.0 0.5 0.5 0.5 1.0 1.0 1.0 Kompos (kg/polybag) 0.0 1.0 2.5 0.0 1.0 2.5 0.0 1.0 2.5 e) Penanaman Kecambah sengon yang telah tumbuh dipindahkan ke polybag. Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, sehingga diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari. f) Waktu Pengukuran Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala dengan interval waktu setiap 3 minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran panjang akar dan biomassa dilakukan pada akhir pengamatan atau 9 minggu setelah tanam (MST). 16 3.3.2. Percobaan Lapangan a) Persiapan lahan Lahan yang disiapkan adalah tanah yang telah ditimbun top soil. Petak ukur dibuat seluas 26 m x 6 m (p x l) dengan jarak antara tanaman adalah 2 m x 2 m (Krisnawati et al. 2011). Setiap lubang tanam, tanah dicangkul pada luasan 0.5 m x 0.5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm. Kelompok atau petak ukur penanaman dibagi 3 blok di lahan bekas tambang (dianggap sebagai 3 ulangan), sehingga terdapat 27 satuan percobaan (3 x 3 x 3). Petak ukur dibatasi oleh bambu dan pita penanda. b) Pemilihan bibit Bibit sengon yang diujikan diperoleh dari lokasi pembibitan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dengan mempertimbangkan persamaan umur, kesehatan dan diameter tanaman (Herjuna 2011). c) Perbaikan Kualitas Tanah Perlakuan pembanding dilakukan berdasarkan aplikasi kompos yang biasa digunakan oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yakni dengan dosis 4 kg kompos sisa tanaman untuk setiap lubang tanam. Dosis kompos yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari perlakuan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan mengacu pada percobaan Widuri dan Yasir (2013), yaitu kompos yang digunakan berupa campuran kotoran kelelawar (guano), kotoran kambing dan sekam padi dengan perbandingan 2:1:1. Taraf yang digunakan masing-masing 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/lubang tanam. Bahan humat yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/lubang tanam. Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah, setelah masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Penelitian ini menggunakan tambahan pupuk dasar NPK sebanyak 10 g untuk seluruh satuan percobaan. Bahan humat dan kompos yang diaplikasikan dalam lubang tanam dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perlakuan bahan humat dan kompos pada percobaan lapangan Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 Bahan humat pekat (ml/lubang tanam) 0.0 0.0 0.0 0.5 0.5 0.5 1.0 1.0 1.0 Kompos (kg/lubang tanam) 0.0 1.0 2.5 0.0 1.0 2.5 0.0 1.0 2.5 17 d) Waktu Pengukuran Pengukuran tinggi tanaman dan diameter batang dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala dengan interval waktu pengukuran setiap 3 minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran panjang akar, bintil akar dan biomassa dilakukan pada akhir pengamatan atau 9 minggu setelah tanam (MST). 3.4. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman Pengukuran dilakukan terhadap seluruh tanaman pada setiap minggunya selama 9 minggu. Pengukuran tinggi dan diameter batang tanaman pertama dilakukan pada 3 minggu setelah tanam (MST). Tinggi tanaman diukur 1 cm dari permukaan tanah sampai ke ujung titik pertumbuhan batang. Diameter batang diukur dengan menggunakan kaliper dalam satuan cm. Pengukuran diameter diukur pada titik 1 cm dari permukaan tanah (Sukarman et al. 2012). 3.5. Pengukuran Panjang Akar Akar yang digunakan untuk pengukuran masih dalam keadaan segar dan telah dibersihkan dari tanah yang menempel. Pengukuran panjang akar tanaman dilakukan mulai dari pangkal batang hingga ujung akar pokok (akar primer). Waktu pengukuran dilakukan setelah tanaman dicabut dari media tanam. 3.6. Perhitungan Bintil Akar Perhitungan bintil akar dilakukan pada akhir tanam dengan menghitung bintil akar efektif berdasarkan proporsi bintil akar berwarna merah muda (Setiadi 1989). 3.7. Biomassa Tanaman Biomassa tanaman sengon percobaan rumah kaca dan lapangan diukur setelah dipanen atau pada umur 9 minggu setelah tanam (MST). Variabel yang diamati meliputi biomassa total (bobot kering akar dan bobot kering tajuk) dimana komponen tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Metode yang digunakan yakni dengan pemanenan individu tanaman yang didasarkan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan yang cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa dengan metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. 3.8. Analisis Tanah Analisis sifat-sifat kimia dan logam berat tanah dilakukan sesudah percobaan. Sampel tanah yang dianalisis dikumpulkan secara komposit dan quartering terlebih dahulu kemudian dibawa untuk dianalisis di laboratorium 18 Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hasil analisis tanah yang telah diperoleh dari laboratorium selanjutnya dianalisis secara deskriptif. 3.9. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan sifat kimia dan logam berat Ni dan Cr tersedia dalam tanah disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Parameter dan metode pengamatan sifat kimia dan logam berat tanah Parameter pengamatan pH (H2O dan KCl) C-organik N-total P-tersedia Kapasitas Tukar Kation Kejenuhan basa K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd Ni-tersedia Cr-tersedia Metode pH meter dengan ekstrak 1:5 Walkley dan Black Kjeldahl Olsen/Bray 1 NH4-Acetat 1N, pH7 Perhitungan NH4-Acetat 1N, pH7 Ekstrak DTPA Ekstrak DTPA Data parameter pertumbuhan diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dihitung menggunakan program SPSS. Bila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca 4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah Unsur hara memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman setelah berkecambah. Tersedianya hara yang cukup dalam tanah dapat mempermudah penyerapan hara oleh akar tanaman. Berdasarkan hasil uji tanah di laboratorium diperoleh sifat-sifat kimia tanah yang tersaji pada Tabel 5. 19 Tabel 5 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah pada percobaan rumah kaca pH Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 H2O KCl 5.4 5.5 5.5 5.5 5.7 5.5 5.6 5.4 5.2 5.3 5.3 5.3 5.3 5.6 5.4 5.4 5.3 5.1 Corganik Ntotal ---------% -------1.44 0.11 3.10 0.20 3.82 0.23 1.03 0.13 2.86 0.23 3.90 0.20 1.64 0.12 2.29 0.16 2.95 0.28 P -ppm6 47 111 5 159 239 46 14 56 KTK Cadd Mgdd Kdd Nadd ------------------cmolc/kg----------------10.01 1.18 7.33 1.04 0.16 16.47 8.73 8.50 3.31 0.87 14.49 13.17 9.42 5.23 1.31 9.75 0.88 7.18 0.91 0.16 12.67 8.40 7.83 2.49 0.62 14.44 10.50 8.16 3.70 0.86 8.89 1.01 6.33 0.89 0.10 11.91 5.71 9.08 2.42 0.62 12.92 11.13 8.73 4.33 1.24 KB --%-97 > 100 > 100 94 > 100 > 100 94 > 100 > 100 Hasil analisis tanah (Tabel 5) menunjukkan bahwa pH tanah pada semua perlakuan tidak berubah dan bersifat masam. Nilai pH ekstrak KCl sedikit lebih rendah dibandingkan nilai pH ekstrak H2O yang menunjukkan rendahnya muatan negatif tanah. Kandungan C-organik dan N total tanah dengan penambahan kompos lebih tinggi dibandingkan penambahan bahan humat. Untuk semua perlakuan kombinasi bahan humat dan kompos, kandungan C-organik dan N-total meningkat lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan organik mampu meningkatkan kandungan C dan N, sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, kandungan C dan N yang optimum akan membantu bakteri dalam mineralisasi sehingga unsur hara meningkat (Djajadi dan Gilkes 1997). Perlakuan penambahan bahan humat maupun kompos dan kombinasinya dapat meningkatkan kadar P lebih tinggi dibandingkan kontrol, kecuali pada perlakuan H1P0 dan H2P1. Lindiawati dan Hardayanto (2002) menjelaskan bahwa pemberian kompos dapat melepaskan unsur hara P ke dalam tanah lebih cepat karena adanya kandungan fosfat yang cukup tinggi pada kompos, terutama yang berasal kotoran hewan. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2009) menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan humat dan kompos pada media tailing telah merubah karakter media tailing murni dengan ketersediaan P yang tinggi dalam tanah. Hal ini karena adanya interaksi dari fosfor dengan senyawa humat membentuk senyawa kompleks fosfohumat. Bentuk kompleks fosfohumat dapat terjadi dengan adanya ion logam yang berfungsi sebagai jembatan antara senyawa humat dengan ion fosfor (Al-fosfohumat), sehingga ion P dapat tersedia dalam tanah (Tan 1998). Kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah meningkat dengan perlakuan kompos dibandingkan kontrol. Bahan humat dalam penelitian ini relatif tidak berpengaruh terhadap peningkatan KTK dibandingkan kontrol. Dalam hal ini pengaruh bahan humat tertutupi oleh pengaruh kompos terhadap KTK. Pemberian kompos juga meningkatkan basa dalam tanah secara signifikan, khususnya pada Ca, Mg, K dan Na. Untuk kation basa tanah yang dapat dipertukarkan menunjukkan bahwa perlakuan kompos mampu meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd dalam tanah dibandingkan bahan humat yang cenderung relatif sama dengan 20 kontrol, sedangkan semua perlakuan dengan kombinasi bahan humat dan kompos cenderung meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd dalam tanah. 4.1.2. Kandungan Logam Berat tersedia dalam Tanah Tanah merupakan media bagi tanaman dalam melangsungkan pertumbuhan dan perkembangan dengan mengambil unsur hara dalam tanah. Selain unsur hara, berbagai macam logam berat terkandung dalam tanah yang dapat menjadi toksik bagi tanaman apabila berada dalam kadar yang tinggi. Peningkatan kadar logam berat tanah sering dipicu oleh adanya aktivitas manusia, misalnya kegiatan penambangan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kadar logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah setelah diberikan perlakuan menggunakan bahan dan kompos. Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa pemberian kompos serta kombinasi bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia dalam tanah, sebaliknya terjadi peningkatan pada logam berat Ni tersedia dalam tanah. Hal ini diduga bahwa kadar Ni yang terdapat dalam kompos berada dalam jumlah besar dibandingkan bahan humat, sehingga terjadi peningkatan jumlah Ni tersedia dalam tanah. Sementara untuk penurunan logam berat Cr tersedia dalam tanah dapat disebabkan oleh adanya peran kompos dalam mengurangi pengaruh buruk logam berat. Tabel 6 Kandungan logam berat tersedia dalam tanah pada percobaan rumah kaca Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 Cr Ni ------------------------------ppm---------------------------------1.50 92.69 0.38 160.36 0.39 210.67 2.10 94.71 0.44 160.70 0.51 195.96 2.81 75.75 0.47 124.62 0.54 179.91 4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon a) Tinggi Tanaman Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian bahan humat dan kompos pada lahan bekas tambang nikel terhadap tinggi tanaman sengon pada saat panen yaitu 9 MST. Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama terhadap rata-rata tinggi tanaman pada kontrol, namun berbeda dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2, H2P1 dan H2P2. Rata-rata tinggi tanaman yang paling besar dimiliki perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 21.57 cm dibandingkan perlakuan 21 lainnya. Pada perlakuan bahan humat maupun kompos, parameter tinggi tanaman yang paling tinggi diperoleh dari perlakuan kompos dibandingkan bahan humat. Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca Bahan Humat H0 H1 H2 Kompos P0 P1 P2 -------------------------------------cm----------------------------------7.40 ± 0.98a 11.77 ± 1.60bc 12.87 ± 2.67c a cd 7.72 ± 0.54 14.00 ± 3.06 21.57 ± 1.72e 8.83 ± 0.58ab 11.60 ± 3.35bc 16.53 ± 1.53d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%) Pertambahan tinggi tanaman sengon yang dihubungkan dengan fungsi waktu mulai 3 sampai 9 MST disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Tinggi tanaman sengon pada umur 3 sampai 9 MST percobaan rumah kaca Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan sengon yang paling baik yaitu sengon yang ditanam pada media campuran H1P2, yaitu bahan humat 0.5 ml dengan kompos 2.5 kg. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan bahwa terjadi pertambahan tinggi tanaman yang terus meningkat seiring bertambahnya waktu. Perlakuan H1P2 cenderung meningkat lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Namun pada perlakuan kontrol, H1P0 dan H2P0 cenderung mengalami pertumbuhan yang melambat. Dikemukakan oleh Tan (1998) bahwa senyawa humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan terhadap peningkatan unsur hara tanah dan juga pertumbuhan tanaman. Senyawa tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Selain humat, kompos juga memiliki peran meningkatkan kesuburan tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi, kandungan unsur hara makro dan mikro tinggi, 22 meningkatkan efisiensi phytoextraction tanah tercemar logam berat (Smolinska 2014), dan meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah (Zhen et al. 2014). Menurut Francis et al. (2010), penambahan kompos juga dapat meningkatkan kadar bahan organik dan meningkatkan porositas tanah, stabilitas struktural, kelembaban, dan ketersediaan hara, serta aktivitas biologis. b) Panjang Akar Perakaran tanaman sengon mungkin berbeda dengan tanaman tahunan lainnya karena mampu bersimbiosis dengan mikroba untuk memfiksasi unsur hara nitrogen dari udara maupun air hujan. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan bintil akar karena belum ditemukan pada akar saat pencabutan tanaman, sehingga pengukuran dilakukan hanya panjang akar. Hasil penelitian (Tabel 8) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap panjang akar. Perlakuan H0P1, H1P0, H1P1, H2P0 dan H2P1 memberikan pengaruh yang sama terhadap panjang akar pada kontrol, namun berbeda dengan H0P2, H1P2 dan H2P2. Hasil penelitian menggambarkan bahwa parameter panjang akar yang lebih tinggi dimiliki oleh perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 5.90 cm dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 8 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca Bahan Humat H0 H1 H2 Kompos P0 P1 P2 ---------------------------------cm-----------------------------------4.33±0.15a 4.63±0.15ab 4.80±0.10b 4.37±0.12a 4.47±0.15ab 5.90±0.36d a ab 4.40±0.17 4.57±0.31 5.38±0.06c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%) Bahan humat dan kompos berfungsi dalam menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan memperbaiki aerasi tanah sehingga terjadi aktivitas mikroorganisme untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan akar (Djajadi dan Gilkes 1997). Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Herjuna (2011) bahwa pada tanah-tanah dengan kandungan P tersedia cukup besar (percobaan rumah kaca) terjadi perkembangan perakaran yang cukup pesat. Lebih lanjut dikemukakan oleh Leiwakabessy et al. (2003) bahwa kandungan fosfat yang cukup dalam tanah dapat memperbesar pertumbuhan akar. Penelitian yang dilakukan oleh Canellas et al. (2002) menjelaskan bahwa asam humat yang diisolasi dari kompos kotoran ternak cacing menunjukkan adanya peningkatan perkembangan akar lateral tanaman jagung (Zea mays) dan merangsang membran plasma H+- ATPase. 23 c) Biomassa Tanaman Biomassa tanaman merupakan berat keseluruhan atau volume tanaman dalam suatu area atau volume tertentu (Sutaryo 2009). Berikut disajikan biomassa tanaman sengon hasil percobaan rumah kaca pada Tabel 9. Tabel 9 Pengaruh bahan humat dan kompos terhadap biomassa tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 Rata-rata Komponen Biomassa Bagian Bawah Bagian Atas Total Tanah Tanah Biomassa (Akar = A) (Pucuk = P) ------------------------------------g-----------------------------0.02 0.07 0.09 ± 0.00ab 0.02 0.16 0.18 ± 0.07b 0.03 0.30 0.33 ± 0.04c 0.02 0.03 0.05 ± 0.00a 0.03 0.42 0.45 ± 0.04d 0.08 0.61 0.69 ± 0.09f 0.02 0.07 0.09 ± 0.00ab 0.03 0.39 0.42 ± 0.01cd 0.05 0.52 0.57 ± 0.12e 0.03 0.29 Rasio P/A 0.28 0.13 0.10 0.67 0.07 0.13 0.28 0.07 0.09 Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%) Hasil penelitian (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap biomassa tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama terhadap biomassa tanaman pada kontrol namun berbeda dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2, H2P1 dan H2P2. Hasil uji terlihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan H1P2 memiliki rata-rata biomassa yang terbaik dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan lainnya. Besarnya biomassa pohon di bawah permukaan tanah berada pada kisaran 0.02-0.08 g/tanaman (rata-rata 0.03), sedangkan besarnya biomassa pohon di atas permukaan tanah berkisar antara 0.03-0.61 g/tanaman (rata-rata 0.29). Nisbah yang dihasilkan dari biomassa tanaman bagian bawah tanah (akar) dan bagian atas tanah berkisar antara 0.07-0.67. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian bahan organik dapat menciptakan kondisi tanah lebih baik untuk penyediaan unsur hara yang cukup, sehingga akar tanaman sengon dapat menyerap air dan unsur hara dalam tanah dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Hardjowigeno (2010) bahwa membaiknya faktor lingkungan akan mempengaruhi perkembangan akar tanaman untuk menyerap unsur hara lebih baik dan meningkatkan biomassa tanaman. Selain itu, melalui pemberian kompos mampu merangsang metabolisme dan proses fisiologi pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman akan meningkat (Valarini et al. 2009). Penambahan kompos, vermikompos dan humat ke media pot menunjukkan perbaikan kesuburan tanah yang ditandai pertumbuhan 24 tanaman yang meningkat, peningkatan produksi bahan kering, efisiensi penggunaan hara (Lazcano dan Dominguez 2011; Petrus et al. 2010). 4.2. Percobaan Lapangan 4.2.1. Kandungan Unsur Hara Tanah Dinamika unsur hara sangat menentukan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Sebagian besar tanaman menyerap unsur hara dari tanah untuk digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil analisis sifatsifat kimia tanah disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah pada percobaan lapangan pH Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 PT.Antam H2O KCl 6.8 6.9 6.7 7.0 6.7 6.5 7.0 6.8 6.8 7.0 6.3 6.3 6.2 6.4 6.3 6.3 6.4 6.4 6.3 6.3 Corganik Ntotal ---------% ------1.79 0.09 1.39 0.14 1.75 0.20 0.95 0.07 1.68 0.15 1.79 0.21 1.08 0.13 1.23 0.08 1.25 0.14 2.98 0.26 P -ppm5 13 27 9 21 17 5 12 10 11 KTK Cadd Mgdd Kdd Nadd ----------------------cmolc/kg------------8.45 0.63 2.57 0.07 0.06 9.25 2.77 2.35 0.07 0.10 9.72 3.72 2.55 0.25 0.10 7.35 1.27 2.50 0.05 0.10 7.97 2.39 2.42 0.06 0.05 8.62 2.20 2.39 0.09 0.03 7.88 0.57 2.40 0.01 0.04 7.75 2.39 2.48 0.10 0.15 9.69 1.95 2.60 0.07 0.07 11.40 5.88 2.84 0.78 0.13 KB --%-39 57 68 53 62 55 38 66 52 84 Hasil analisis (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan kompos tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Perlakuan kombinasinya menunjukkan bahwa keberadaan kompos dalam jumlah yang tinggi dengan campuran bahan humat dapat mempengaruhi pH menjadi sedikit mengalami penurunan. Penurunan pH tanah diduga akibat proses mineralisasi dari kompos yang berasal dari campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi sehingga menghasilkan senyawa asam organik yang dapat membuat tanah menjadi lebih masam. Kandungan C-organik tanah setelah penambahan kompos relatif lebih tinggi dibandingkan setelah penambahan bahan humat. Semua perlakuan menunjukkan bahwa hanya perlakuan H1P2 yang mengalami peningkatan kandungan C-organik tanah dibandingkan kontrol. Demikian pula pada kandungan N-total tanah menunjukkan bahwa penambahan kompos dapat meningkatkan N-total tanah dibandingkan bahan humat. Kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan ketersediaan N-total tanah lebih besar dibandingkan kontrol, kecuali perlakuan perlakuan H2P1. Penambahan bahan organik mampu meningkatkan kandungan C dan N, sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman serta membantu bakteri dalam mineralisasi sehingga unsur hara meningkat (Judoamidjojo et al. 1989; Djajadi dan Gilkes 1997). Perlakuan bahan humat dan kompos maupun kombinasinya dapat meningkatkan kadar P lebih tinggi dibandingkan kontrol, kecuali pada perlakuan H1P0 yang relatif sama. Hal ini diduga bahwa penambahan bahan organik yang 25 berasal dari kotoran hewan memiliki kandungan P yang tinggi. Pengaruh bahan humat dalam meningkatkan P tersedia dalam tanah adalah karena kemampuan bahan humat dalam menjerap Al dari ikatan Al-P sehingga ion P menjadi tersedia dalam tanah (Suwarno dan Idris 2007; Herjuna 2011). Kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah dengan perlakuan kompos meningkat lebih tinggi dibandingkan bahan humat. Jika dilihat dari kombinasinya, perlakuan H1P2 dan H2P2 memiliki nilai KTK yang tinggi dibandingkan kontrol serta perlakuan H1P1 dan H2P1. Analisis ini juga menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar kompos yang dicampur dengan bahan humat maka nilai KTK dalam tanah semakin meningkat. Pada parameter kejenuhan basa (KB) menunjukkan bahwa perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan perlakuan bahan humat. Secara umum perlakuan bahan humat dan kompos serta kombinasinya memiliki nilai KTK lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan H2P0. Pada parameter kation basa tanah yang dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K dan Na) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan kompos secara keseluruhan belum memperlihatkan perubahan yang berarti dalam meningkatkan kation basa tanah yang dipertukarkan, terutama pada unsur Mg, K, dan Na. Namun pada unsur Ca dapat dipertukarkan menunjukkan bahwa perlakuan kompos serta kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan kandungan Ca dipertukarkan lebih tinggi dibandingkan perlakuan bahan humat dan kontrol. Brady (1974) mengemukakan bahwa dilihat dari sifat kimia tanah, bahan humat dan kompos telah terbukti mampu meningkatkan KTK dan berpengaruh terhadap perbaikan daya jerap kation sehingga memungkinkan peningkatan kation-kation yang dapat dipertukarkan. Pengikatan unsur N, P dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme akan menghindarkan tercucinya unsurunsur tersebut dan kemudian akan tersedia kembali. Dengan menambah aktivitas mikroba yang berguna bagi tanah dapat mengembalikan kesuburan tanah dan memperbaiki tanaman yang kurang sehat dan stagnasi. 4.2.2. Kandungan Logam Berat tersedia dalam Tanah Tanah secara alami mengandung logam-logam berat dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Seringkali logam berat tanah berada dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga menyulitkan bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Hasil analisis (Tabel 11) menunjukkan bahwa terjadi penurunan logam berat Cr tersedia dalam tanah dengan pemberian kompos dan bahan humat serta kombinasinya, kecuali perlakuan H1P0. Terlihat bahwa pemberian kompos cenderung meningkatkan kadar Ni dalam tanah. 26 Tabel 11 Kandungan logam berat tersedia dalam tanah pada percobaan lapangan Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 PT. ANTAM Cr Ni ----------------------------ppm--------------------------------9.35 34.75 6.93 37.70 5.42 42.66 9.47 34.75 7.21 35.97 6.87 41.56 8.45 30.52 7.56 35.43 7.18 44.97 1.12 180.74 4.2.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon a) Tinggi Tanaman Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kompos berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dibandingkan bahan humat. Kedua bahan ini tidak terdapat interaksi yang nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman. Hasil uji pada Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan H2P2 memiliki rata-rata tinggi terbaik dibandingkan dengan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk. dan perlakuan lainnya, namun tidak jauh berbeda dengan perlakuan H1P1, H2P1, H0P2 dan H1P2. Hal ini diduga bahwa diawal pertumbuhan, tanaman sengon terlihat menggugurkan daunnya untuk mengurangi proses penguapan. Unsurunsur hara yang tersedia dalam tanah akan digunakan untuk memperbaiki kembali organ-organ yang gugur seperti organ daun. Oleh karena itu melalui pemberian kompos, kebutuhan unsur hara tanaman sudah terpenuhi. Tabel 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan Bahan Humat H0 H1 H2 Kompos P0 P1 P2 ---------------------------cm------------------------53.53 ± 2.21a 76.30 ± 18.70b 86.53 ± 6.40b a b 56.50 ± 10.82 82.87± 6.23 88.73 ± 7.84b 59.90 ± 5.28a 84.43 ± 9.58b 89.53 ± 5.02b Pupuk PT ANTAM 65.77±7.25* Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding. Grafik pertambahan tinggi tanaman sengon yang dihubungkan dengan fungsi waktu mulai 3 MST sampai 9 MST dapat dilihat pada Gambar 3. 27 Gambar 3 Tinggi tanaman sengon pada umur 3 sampai 9 MST percobaan lapangan Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pertumbuhan sengon yang paling baik adalah sengon ditanam pada media campuran H1P2, yaitu bahan humat 0.5 ml dengan kompos 2.5 kg. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan bahwa tanaman relatif mengalami pertambahan tinggi yang belum signifikan dibandingkan kontrol pada umur 3 MST dan 6 MST. b) Diameter Batang Hasil Analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan kompos memiliki pengaruh yang nyata terhadap diameter batang dibandingkan bahan humat. Selain itu, bahan humat dan kompos tidak memiliki interaksi yang nyata terhadap penambahan diameter batang. Hasil uji pada Tabel 13 memperlihatkan bahwa perlakuan H2P2 memiliki rata-rata diameter batang yang terbaik dibanding tanaman yang diberi perlakuan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk dan kontrol. Namun tidak berbeda nyata pada perlakuan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2 dan H2P1. Hal ini disebabkan pemberian kompos sudah mampu menyediakan unsur hara untuk pertambahan diameter batang tanaman. Selain itu, dapat diduga pada tanaman umur semai pertumbuhan tinggi lebih dominan terjadi dan tidak terlepas dari sifat fisiologi dan respon tanaman sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah masih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Tabel 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap diameter batang tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan Kompos Bahan Pupuk P0 P1 P2 PT ANTAM Humat ----------------------------------cm-------------------------H0 0.77 ± 0.06a 1.50 ± 0.20b 1.57 ± 0.21b a b 0.77 ± 0.06* H1 0.77 ± 0.12 1.43 ± 0.15 1.53 ± 0.15b H2 0.90 ± 0.00a 1.53 ± 0.31b 1.60 ± 0.10b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding. 28 Disajikan pula pengukuran pertambahan diameter batang tanaman sengon mulai umur 3 MST sampai 9 MST pada Gambar 4. Gambar 4 Diameter batang sengon pada umur 3 sampai 9 MST percobaan lapangan Gambar di atas menunjukkan bahwa pertambahan diameter sengon yang paling baik hingga umur 9 MST yaitu sengon ditanam pada media campuran H2P2 yaitu bahan humat 1.0 ml dengan kompos 2.5 kg, meskipun secara keseluruhan pertambahan diameter batang belum menunjukkan perubahan yang berarti dan relatif hampir sama pada umur 3 MST. Namun pada umur 6 hingga 9 MST telah menunjukkan pertambahan diameter yang cukup baik dibandingkan dengan kontrol. c) Panjang Akar dan Bintil Akar Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos berpengaruh nyata terhadap peningkatan panjang akar tanaman. Dilihat dari interaksinya menunjukkan bahwa bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata terhadap panjang akar. Hasil uji (Tabel 14) terlihat bahwa perlakuan H1P2 memiliki rata-rata panjang akar yang terbaik dibanding tanaman yang diberi perlakuan perlakuan PT. Antam (Persero) Tbk, kontrol dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pemberian bahan humat dan kompos memicu peningkatan unsur-unsur hara dalam tanah karena dapat mengaktifkan mikroba tanah yang berfungsi untuk mempercepat sistem humifikasi dan aktivitas nitrogenase sehingga dapat bermanfaat untuk mempercepat pembentukan humus pada daerah perakaran tanaman, merubah hara dalam bentuk metal organik yang lebih mudah diserap oleh tanaman melalui proses aliran massa dan difusi, serta dapat memperbaiki kondisi fisik tanah dan mempercepat perkembangan akar tanaman. Keberadaan bahan organik (kompos dan bahan humat) juga dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, diantaranya akan merangsang terjadinya granulasi agregat dan mamantapkannya, meningkatkan kemampuan dalam mengikat air (Ayowole et al. 2014; Siczek et al. 2014). 29 Tabel 14 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan Bahan Humat H0 H1 H2 Kompos P0 P1 P2 ----------------------------cm-------------------------12.07 ± 0.60a 13.70 ± 0.70b 17.80 ± 0.36e 13.03 ± 0.70b 16.50 ± 0.36d 25.57 ± 0.25g c b 15.47 ± 0.21 13.80 ± 0.26 24.23 ± 0.32f Pupuk PT ANTAM 14.57 ± 1.01* Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding Hasil analisis (Tabel 15) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman, namun belum memperlihatkan interaksi yang nyata terhadap bintil akar. Hasil uji terlihat bahwa perlakuan H1P2 memiliki rata-rata jumlah bintil akar yang terbaik, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan H0P2 dan H2P2. Hal ini disebabkan penambahan bahan humat dan kompos terhadap media tanam dapat membantu penyediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, terutama ketersediaan unsur N yang difiksasi oleh aktivitas simbiosis akar tanaman dengan bakteri Rhizobium. Akar merupakan bagian tanaman yang langsung memanfaatkan unsur hara dalam tanah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Tanaman sengon dikenal bahwa pada bagian akarnya dapat digunakan untuk melakukan simbiosis dengan bakteri Rhizobium dalam menambat nitrogen bebas (Munawar 2011; Althabegoiti et al. 2014). Tabel 15 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap bintil akar tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan Bahan Humat H0 H1 H2 Kompos P0 P1 P2 ----------------------------cm-------------------------2.33 ± 0.58a 4.33 ± 1.15ab 10.33 ± 0.58e a bc 3.67 ± 0.58 6.33 ± 0.58 11.33 ± 2.08e 4.33 ± 0.58ab 7.67 ± 1.15cd 9.67 ± 2.08de Pupuk PT ANTAM 5.00 ± 1.00* Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%), *angka digunakan sebagai pembanding d) Biomassa Tanaman Pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan menghitung biomassa total yang berada di bawah permukaan tanah seperti bobot kering akar dan atas permukaan tanah yaitu bobot kering tajuk (batang, ranting, dan daun) (Sutaryo 2009). Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata dalam meningkatkan biomassa tanaman. Hasil uji pada Tabel 16 menunjukkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan H2P2 memiliki rata-rata biomassa yang terbesar dibanding tanaman yang diberi perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan H1P2. Hasil analisis rasio biomassa dalam penelitian ini 30 menunjukkan bahwa besarnya biomassa pohon di bawah permukaan tanah berada pada kisaran 2.77-15.00 g/tanaman (rata-rata 7.08), sedangkan besarnya biomassa pohon di atas permukaan tanah berkisar antara 5.97-56.45 g/tanaman (rata-rata 27.39). Nisbah yang dihasilkan dari biomasa tanaman bagian bawah tanah (akar) dan bagian atas tanah berkisar antara 0.15-0.46. Nisbah ini lebih besar dari yang dilaporkan oleh Elias et al. (2010) dalam penelitiannya di hutan tanaman menemukan bahwa rasio akar/tanaman bagian atas sengon dari berbagai umur berkisar antara 0.13 dan 0.42. Tabel 16 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap biomassa tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan lapangan Perlakuan H0P0 H0P1 H0P2 H1P0 H1P1 H1P2 H2P0 H2P1 H2P2 PT ANTAM Rata-rata Komponen Biomassa Bagian Bawah Bagian Atas Total Tanah Tanah Biomassa (Akar = A) (Pucuk = P) ----------------------------------g-----------------------------4.00 9.90 13.9 ± 0.72a 5.90 15.87 21.7 ± 2.23c 6.70 44.53 51.24 ± 2.41d 2.77 5.97 8.73 ± 1.31a 5.03 18.33 23.73 ± 1.65c 15.00 48.90 64.90 ± 3.62e 4.40 15.43 19.83 ± 5.46b 7.47 31.10 38.57 ± 6.09c 12.43 56.45 69.17 ± 2.66e 4.23* 17.13* 21.37 ± 5.78* 7.08 27.39 Rasio P/A 0.40 0.37 0.15 0.46 0.27 0.31 0.28 0.24 0.22 0.25 Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%). *angka digunakan sebagai pembanding. 5 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan seluruh pengamatan yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa peningkatan kualitas tanah bekas tambang nikel melalui pemberian bahan organik dapat mencerminkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Jika melihat pengaruh kompos dan bahan humat terhadap sifat-sifat kimia tanah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan C-organik, N total, P, KTK, kation basa yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan Na-dd) serta kejenuhan basa dibandingkan kontrol. Sebagaimana yang dikemukakkan Hermawan (2002) bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah, N total, P tersedia, K tersedia, dan meningkatkan serapan hara N, P, dan K tanaman. Hal ini menunjukkan adanya peran bahan humat dan kompos dalam menyediakan nutrisi seperti N, P, K, Ca, Mg, Na dan Mn. Unsur hara yang tersedia dengan jumlah yang cukup dalam tanah dapat mempengaruhi proses fisiologi dan metabolisme tanaman lebih baik serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Palanivell et al. 2013). 31 Lahan bekas tambang nikel, selain pH dan unsur hara yang rendah, juga logam-logam berat sering kali berada dalam konsentrasi yang toksik sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Logam-logam berat, sepert Ni dan Cr di lahan bekas tambang nikel berada pada kadar tinggi (Widiatmaka et al. 2010). Logam berat Ni dalam konsentrasi rendah memiliki peran penting bagi tumbuhan untuk pembentukan biji, diperlukan oleh enzim urease untuk memecah urea, membebaskan N menjadi bentuk tersedia bagi tanaman dan diperlukan untuk penyerapan Fe oleh tanaman. Sementara Cr belum diketahui manfaatnya bagi tumbuhan (Munawar 2011; Kubicka et al. 2015). Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan bekas tambang nikel memperlihatkan pada penelitian ini bahwa penambahan bahan humat dan kompos mampu menurunkan konsentrasi logam berat Cr, sedangkan logam berat Ni tidak mengalami penurunan. Hal ini diduga karena kompos mengandung kadar Ni cukup besar. Menurut Verloo (1993 dalam Notohadiprawiro 2006), bahwa ketersediaan logam berat tanah sangat dipengaruhi pH, reaksi pengkompleksan, KTK, dan Anion dalam larutan tanah. pH larutan tanah memiliki pengaruh terhadap kelarutan unsur logam berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Jika pH meningkat, maka KTK juga mengalami peningkatan, sehingga logam berat terjerap lebih banyak atau lebih kuat serta mengakibatkan mobilitas logam berat menjadi menurun. Dalam reaksi pengkompleksan, seringkali ion logam berat terkoordinasi pada senyawa organik, terutama asam-asam humat dan fulvat, membentuk khelat. Selain itu, mekanisme penjerapan logam berat tanah dapat terjadi dengan melibatkan anion dalam larutan tanah. Hal ini tergantung pada macam anion, dimana anion yang terjerap dapat membantu penjerapan kation logam berat. Keadaan ini menyebabkan peningkatan kerapatan muatan negatif pada permukaan komponen penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap menghalangi penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan. Tanaman biasanya melakukan mekanisme umum dalam mempertahankan homeostasis di bawah konsentrasi ion logam berat yang tinggi. Namun, ada sebagian tanaman yang tidak mampu bertahan dalam waktu lama pada kondisi logam berat yang tinggi. Pada konsentrasi tinggi dan waktu yang relatif lama, logam berat dapat mengganggu aktivitas kerja enzim dengan struktur protein atau mengganti elemen penting yang mengakibatkan gejala defisiensi. Sebagai konsekuensinya, terjadi gejala menyerupai klorosis, pertumbuhan yang lambat, akar kecokelatan yang menurunkan efektivitas, berpengaruh terhadap fotosistem, gangguan terhadap siklus sel dan akhirnya mati (Szczygłowska et al. 2011; Boardman et al. 2013). Konsentrasi logam berat yang tinggi dalam tanah secara negatif dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta mengganggu fungsi metabolisme dalam tanaman, termasuk fisiologis dan proses biokimia, penghambatan fotosintesis, dan respirasi dan degenerasi organel sel utama, bahkan menyebabkan kematian tanaman. Oleh karena itu, pemberian bahan organik dapat berpengaruh untuk mengurangi sifat racun dari logam berat dengan membentuk senyawa kompleks (Lone et al. 2008; Hur et al. 2011). Pemberian bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal. Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Pemberian kompos dan bahan humat mampu meningkatkan asam-asam organik dengan berat molekul yang tinggi, mampu menahan laju 32 aliran logam berat dalam jumlah tinggi hanya sampai akar sehingga residu logam ditemukan di akar lebih tinggi dan secara nyata mampu menahan penyerapan logam berat oleh tanaman. (Fleming et al. 2013; Kumpiene et al. 2013). Pemberian bahan organik pada tanah yang terpapar dengan logam berat ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki pH tanah, C-total dan KTK, agar unsur logam berat tersebut terikat secara kuat dalam sistem tanah membentuk kompleks. Jumlah logam berat yang diserap tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor tanah dan biologi (macam, fase pertumbuhan dan fase perkembangan tumbuhan) (Verloo 1993 dalam Notohadiprawiro 2006). Tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan asam-asam organik, sehingga mampu menahan laju aliran logam berat hanya sampai akar tanaman (Vivas et al. 2006). Selain itu, tumbuhan yang terkontaminasi logam berat dapat melakukan mekanisme pertahanan dengan mengeluarkan protein fitokhelatin sebagai protein pertahanan dan pengikat logam berat ke dalam tubuh tumbuhan. Setelah masuk ke dalam sel, logam berat berikatan dengan fitokhelatin dan membentuk kompleks logam-khelat yang akan ditranspor ke vakuola untuk mengurangi efek toksiknya bagi tumbuhan (Hidayati 2005). Jika melihat pengaruh yang baik terhadap peubah-peubah seperti tinggi tanaman, diameter batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman, dapat dikatakan bahwa pemberian kombinasi bahan humat dan kompos mampu memacu pertumbuhan tanaman sengon menjadi lebih baik dibanding kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Palanivell et al. (2013) yang menjelaskan bahwa pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan produksi kering tanaman jagung. Penelitian dilakukan oleh Wang et al. (2014) menyebutkan bahwa pemberian kompos secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pernah dilaporkan juga oleh Petrus et al. (2010) menyebutkan bahwa penambahan atau aplikasi humat dari kompos limbah sagu dapat meningkatkan produksi tanaman bahan kering dan serapan hara. Hasil percobaan rumah kaca dan lapangan memperlihatkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman sengon dibandingkan kontrol. Peningkatan tinggi tanaman terjadi karena adanya peningkatan unsur hara N, P, K, dan kapasitas tukar kation yang terjadi akibat pemberian bahan humat dan kompos pada tanah sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Tan (1998) peningkatan hara terlarut dalam tanah dapat menyebabkan tanaman menyerap unsur hara dalam tanah yang digunakan untuk pertumbuhannya. Bahan organik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan ketersediaan fosfor bagi tanaman, karena: (1) pembentukan senyawa fosfohumik yang lebih mudah diserap tanaman, (2) reaksi pertukaran dengan ionion humat, (3) terbungkusnya partikel Fe2O3 oleh humus, sehingga mengurangi kapasitas fiksasi tanah, dan (4) membentuk senyawa kompleks yang stabil (khelat) dengan besi dan aluminium (Leiwakabessy et al. 2003). Tirta (2006) juga menjelaskan bahwa kandungan nitrogen yang tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, jumlah tunas, jumlah akar, dan panjang akar) lebih baik, karena fungsi nitrogen dapat meningkatkan jumlah dan luas daun. Selain itu, luasnya permukaan daun juga berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Unsur Kalium juga banyak terlibat 33 dalam proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan dan tanaman serta ketahanan terhadap cekaman. Jika mengalami pelapukan akibat pemberian bahan organik, mineral-mineral K anorganik akan melepaskan ion K dan dijerap oleh koloid liat dan organik sebagai ion K+ dapat ditukar dan dibebaskan ke dalam larutan tanah sehingga mudah tersedia bagi tanaman (Munawar 2011). Secara fisiologis diketahui bahwa tinggi merupakan pertumbuhan dari tanaman secara vertikal dan setiap harinya mengalami perubahan. Pada usia awal pertumbuhan tanaman, sel-sel secara aktif membelah dan tumbuh pada bagian terujung dari tanaman, disebut daerah pertumbuhan primer atau promeristem. Selain itu, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain: sinar matahari, suhu, udara, air dan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Faktor ini memiliki korelasi positif yang kuat dalam menentukan sifat-sifat tanah menjadi kondusif bagi pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2010; Munawar 2011). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain hasilnya menyebutkan bahwa pemberian asam humat dan kompos mampu memacu pertumbuhan tinggi tanaman Vitex pinnata lebih baik selama umur 8 bulan (Widuri dan Yasir 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Mansur et al. (2007) juga mengatakan bahwa pemberian kompos dapat meningkatkan pertumbuhan Shorea becariana di lahan bekas tambang batubara PT Maruwai Coal. Penelitian yang dilakukan oleh Syukur dan Nur (2006) menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah tanaman obat dan kotoran sapi takaran 20 ton/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai sampai minggu ke-16. Penelitian juga dilakukan oleh Palanivell et al. (2015) menyebutkan bahwa pemberian bahan humat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman padi. Sementara itu pada pengamatan diameter batang, hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan kompos lebih baik dalam meningkatkan diameter batang dibanding bahan humat dan kontrol. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan diameter batang adalah H2P2, namun tidak berbeda nyata dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2 dan H2P1. Hal ini sejalan dengan peneltian Palanivell (2013), bahwa kompos jerami padi mampu meningkatkan diameter batang tanaman jagung dan meningkatkan serapan kation dibandingkan bahan humat. Peningkatan diameter batang dan tinggi tanaman menyebabkan peningkatan biomassa tanaman. Sebagaimana dikemukakkan oleh Chelik et al. (2010), bahwa kompos menyediakan unsur hara makro tambahan dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, kompos mampu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan porositas tanah dan penetrasi akar di tanah. Pertumbuhan akar yang baik memungkinkan tanaman menyerap air dan nutrisi penting untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh terhadapat peningkatan panjang akar dan bintil akar lebih baik dibandingkan kontrol. Marschner et al. (1987) menjelaskan bahwa bahan organik jika diberikan ke tanah secara langsung dapat menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan akar. Dilaporkan pula oleh Novizan (2002) bahwa pemberian kompos memacu pertumbuhan akar muda dan penyerapan sumber hara yang sangat esensial seperti sumber N, P, dan S. Demikian pula halnya bahan humat dapat membantu meningkatkan masukan (uptake) nutrisi melalui konversi hara 34 menjadi bentuk tersedia serta menstimulasi peningkatan aktivitas mikrobiologi tanah serta merangsang pertumbuhan akar lebih baik (Baldotto et al. 2011; David et al. 2014). Li et al. (2010) juga melaporkan bahwa pemberian bahan organik meningkatkan ketersediaan P yang cukup tinggi dalam tanah sehingga berpengaruh terhadap peningkatan panjang akar tanaman. selain itu, pemberian bahan organik mampu memicu pertumbuhan mikroorganisme untuk merangsang pertumbuhan akar dengan melepaskan hormon auksin. Hormon ini berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara oleh akar. Mikroorganisme yang paling banyak berperan dalam pertumbuhan akar sengon adalah bakteri Rhizobium. Mikroorganisme ini bersimbiosis dengan akar tanaman sengon membentuk bintil akar. Bakteri yang aktif memfiksasi nitrogen ditandai dengan pembentukan pigmen hemoprotein (lehemoglobin). Nitrogen yang terfiksasi sebagai amoniak dikeluarkan dari bakteroid ke sel-sel tanaman legum dan dibawa sebagai senyawa C-N ke dalam sistem vaskuler (Munawar 2011). Berdasarkan pengamatan biomassa tanaman diperoleh fakta bahwa perlakuan bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan biomassa tanaman. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palanivell et al. (2013) yang menunjukkan bahwa penggunaan kompos dan bahan humat mampu meningkatkan produksi bahan kering atau biomassa tanaman jagung. Peningkatan biomassa yang signifikan merupakan efek sinergis dari bahan humat dan kompos dari dalam tanah. Pasokan substrat organik melalui pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah yang berperan dalam penguraian senyawa organik dan memperbaiki struktur tanah, agregasi dan aerasi, meningkatkan kapasitas menahan air serta meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Suharja 2009; Paat 2011). Unsur hara yang tersedia bagi tanaman akan diserap dan digunakan untuk menyusun bagian tubuh tanaman. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan untuk menyusun bagian-bagian tubuh tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman, sehingga produksinya pun berbeda (Hardjowigeno 2010). Dikemukakan pula oleh Suprihatno et al. (2012), bahwa akumulasi peningkatan biomassa ini dapat disebabkan oleh ketersediaan unsur hara, kondisi tanah dan iklim setempat. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh daun tanaman, karena hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat akan ditranslokasikan ke organ lain seperti batang, ranting dan akar. Unsur hara yang memiliki peran penting dalam proses fotosintesis adalah magnesium dapat ditukar karena merupakan bahan utama dalam pembentukan klorofil. Peran lain Mg yakni mampu mengaktikan enzim ribulosa-1.5-bifosfatkarboksilase/oksigenase (rubisco), glutamin sintetase atau glutathione synthase, dan berperan asimilasi karbon, nitrogen, dan belerang, peningkatan transpor hara oleh floem (Cakmak et al. 1994), dan serta menurunkan pengaruh toksik dari Mn (Mou et al. 2011). Jika Mn dalam tanah menurun maka terjadi peningkatan Mg pada akar muda dan daun tanaman (Jezek et al. 2014). Menurut Sutaryo (2009), biomassa tanaman memiliki peran penting dalam siklus biogeokimia terutama siklus karbon. Tanaman akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) dengan memproduksi karbohidrat dan menyimpan dalam tubuhnya, seperti dalam akar, umbi, batang, daun dan buah melalui proses fotosintesis. Sampai waktunya karbon tersebut tersiklus kembali ke atmosfer dan menempati sejumlah kantong karbon, seperti biomassa atas permukaan, biomassa 35 bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini biasa disebut dengan produktifitas primer. Namun, melalui respirasi sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui proses dekomposisi dan hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Selain itu, adanya suksesi alami dan aktifitas manusia, seperti pemanenan, silvikltur dan degradasi dapat menyebabkan perubahan kuantitas biomassa. Keseluruhan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman tersebut, yaitu proses fotosintesis, respirasi, dan penyerapan air serta mineral. Proses-proses fisiologis di atas dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti media tanam, sinar matahari dan cuaca. Media tanam juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan hara, ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pergerakan serta penetrasi akar (Daniel et al. 1987). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa bahan humat dan kompos dapat menjadi alternatif untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahan humat yang digunakan berasal dari ekstrak batubara jenis lignit dengan ciri berwarna coklat yang merupakan batubara muda menurut istilah geologi. Batubara jenis lignit diekstrak menjadi bahan humat cair yang mengandung antara lain asam fulvat, asam humat dan humin (Herjuna 2011). Kompos yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi. Bahan humat dan kompos yang digunakan untuk peningkatan kualitas tanah di lahan bekas tambang menunjukkan peran positif dalam meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman, meskipun beberapa parameter sifat tanah, seperti ketersediaan logam berat belum menurun drastis dan juga beberapa parameter pertumbuhan tidak menunjukkan interaksi antara kedua bahan tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan bahan humat dan kompos telah banyak digunakan di negaranegara maju untuk mengganti peran pupuk kimia yang digunakan dalam jumlah berlebih. Palanivell et al. (2013) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik untuk perbaikan kualitas tanah dapat mengurangi jumlah penggunaan pupuk kimia 90%. Selain itu, pemanfaatan bahan organik menjadi alternatif untuk menghindari terjadinya pencemaran udara, air, dan polusi udara melalui pembuangan limbah dan pembakaran. Upaya pemanfaatan limbah bahan organik telah banyak dilakukan untuk perbaikan tanah-tanah pertanian yang kurang subur, karena bahan organik mengandung unsur hara yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Laporan mengenai pemanfaatan bahan organik (bahan humat dan kompos) dalam bidang pertambangan belum banyak dilakukan, khususnya pada pertambangan nikel. Melalui kemampuan bahan humat dalam mengikat dan mereduksi ion-ion logam dalam tanah serta kandungan unsur hara yang lengkap dimiliki oleh kompos menjadi dasar untuk perbaikan lahan bekas tambang nikel. Penggunaan bahan humat dan kompos sebagai alternatif ameliorasi tanah dilakukan sejak berkembangnya sistem pertanian organik dan sistem pertanian alami dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Selain itu, semakin mahalnya sumber energi untuk pembuatan pupuk, menyebabkan harga pupuk buatan semakin mahal dan penggunaan berlebih dari pupuk kimia dapat merusak tanah dan mikroorganisme (Suwarno dan Idris 2007). Secara ekonomi pemanfaatan bahan organik, seperti bahan humat dan kompos dapat menekan pengeluaran biaya pemupukan yang tinggi, memiliki 36 harga terjangkau dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat serta menekan penggunaan pupuk kimia. Namun, mengingat kebutuhan pemupukan di lahan bekas tambang yang sangat besar belum mampu menunjang ketersediaan bahan organik secara kontinyu. Sebagai contoh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. di Sulawesi Tenggara melakukan pemberian kompos di setiap lubang tanam yaitu 4 kg (Taufik 2015, komunikasi pribadi). Apabila dikonversi dalam luasan hektar, dengan jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, maka jumlah tanaman sengon adalah sebanyak (10000 / 4) = 2500 tanaman. Dengan demikian, jumlah kompos yang diperlukan adalah (4 x 2500) = 10000 kg/ha atau 10 ton/ha. Sementara, luasan kegiatan reklamasi lahan setiap tahun bukan hanya 1 hektar, tetapi sampai ratusan hektar. Hal ini menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk menambahkan pupuk jenis yang lain agar pemupukan di lahan reklamasi tambang dapat dilakukan secara berkesinambungan. Penyebab utama kedua bahan yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat diterapkan dalam reklamasi skala besar adalah karena di daerah Sulawesi Tenggara belum terdapat industri skala besar untuk menyediakan stok bahan humat dan kompos bagi kebutuhan reklamasi tambang. Oleh karena itu, agar bahan humat dan kompos dapat digunakan untuk kegiatan perbaikan kualitas tanah dibutuhkan upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk dengan memperhatikan 4 hal berikut: (1) tepat jenis yaitu memiliki kombinasi jenis pupuk berdasarkan komposisi unsur hara utama dan tambahan berdasarkan sifat kelarutan, sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara dan sifat tanahnya, (2) tepat waktu dan frekuensi yakni harus memperhatikan logistik pupuk, iklim dan sifat fisik tanah, (3) tepat dosis yaitu dosis pupuk yang digunakan berdasarkan analisa status hara tanah dan kebutuhan tanaman; dan (4) tepat cara yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk, umur tanaman dan jenis tanah (Rachman 2009). 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan kompos maupun kombinasi bahan humat dan kompos berpengaruh terhadap peningkatan Corganik, N-total, P, KTK dan kation basa tanah dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, Kdd, dan Na-dd). Kompos berperan penting dalam menurunkan kadar Cr tersedia dalam tanah tetapi meningkatkan logam berat Ni tersedia dalam tanah yang terjadi karena diduga kandungan logam berat Ni dalam kompos tersedia dalam jumlah besar. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml/polybag dan kompos 2.5 kg/polybag. Percobaan lapangan menunjukkan bahwa pemberian kompos serta kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan N-total, P, KTK, Kejenuhan basa dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd) dibandingkan bahan humat. Pengamatan pada kandungan logam berat tanah menunjukkan bahwa perlakuan kompos, bahan humat dan kombinasinya 37 mampu menurunkan logam berat Cr. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan panjang akar dan bintil akar adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml/lubang tanam dan kompos 2.5 kg/lubang tanam, sedangkan perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang dan biomassa tanaman adalah perlakuan bahan humat 1.0 ml/lubang tanam dan kompos 2.5 kg/lubang tanam. 6.2. Saran Perlunya dilakukan analisis lanjutan untuk penyerapan logam berat Ni dan Cr pada jaringan tumbuhan seperti akar, batang dan daun. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi PT Aneka Tambang (persero) Tbk. untuk dapat menggunakan bahan humat dan kompos dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Adnan. 2012. Potensi jenis pohon lokal cepat tumbuh untuk pemulihan lingkungan lahan pascatambang batubara (studi kasus di PT. Singlurus Pratama, Kalimantan Timur) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Ahmad R, Jilani G, Arshad M, Zahir ZA, Khalid A. 2007. Bio-conversion of organic wastes for their recycling in agriculture: an overview of perspectives and prospects. Ann Microbiol. 57:471-479. Albers CN, Banta GT, Hansen PE, Jacobsen OS. 2008. Effect of different humic substances on the fate of diuron and its main metabolite 3,4-dichloroaniline in soil. Environ Sci Technol. 42(23):8687-8691. Althabegoiti MA, Orrillo EO, Lozano L, Tejerizo GT, Rogel MA, Mora J, Romero EM. 2014. Characterization of Rhizobium grahamii extrachromosomal replicons and their transfer among rhizobia. Microbiol. 14(4):2-14. Ambodo AP. 2008. Rehabilitasi pasca tambang sebagai inti dari rencana penutupan tambang. Makalah Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang. Pusdi Reklatam. Bogor. Ayowole OA, Inselsbacher E, Nasholm T. 2014. Direct estimation of mass flow and diffusion of nitrogen compounds in solution and soil. New Phytol. 201(3):1056-1064. Baldotto AM, Muniz CR, Baldotto LEB, Dobbss BL. 2011. Root growth of Arabidopsis thaliana (L.) Heynh. treated with humic acids isolated from typical soils of Rio de Janeiro State, Brazil. Rev. Ceres (Impr.). 58(4):504511. [BAPEDAL] Badan Pengembangan dan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2001. Aspek Lingkungan dalam Amdal Bidang Pertambangan. Jakarta (ID): Pusat Pengembangan dan Penerapan Bapedal. Boardman FO, Balgobin A, Pillay B. 2013. Bioavailability of heavy metals in soil: impact on microbial biodegradation of organic compounds and possible improvement strategies. Int J Mol Sci. 14(5):10197-10228. 38 Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils. New York (US): MacMillan. Cakmak I, Hengeler C, Marschner H. 1994. Partitioning of shoot and root dry matter and carbohydrates in bean plants suffering from phosphorus, potassium and magnesium deficiency. J Exp Bot. 45:1245-1250. Canellas PL, Olivares LF, Facanha OLA, Facanha RA. 2002. Humic acids isolated from earthworm compost enhance root elongation, lateral root emergence, and plasma membrane H+-ATPase activity in maize roots. Plant Physiol. 130(4):1951-1957. Cattani I, Zhang H, Beone GM, Del RAA, Boccelli R, Trevisan M. 2009. The role of natural purified humic acids in modifying mercury accessibility in water and soil. J Environ Qual. 38(2):493-501. Chelik I, Gunal H, Budak M, Akpinar C. 2010. Effects of long-term organic and mineral fertilizers on bulk density and penetration resistance in semi-arid Mediterranean soil conditions. Geoderma. 160(2):236-243. Daniel TW, Helm JA, Baker FS. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Darmawan A, Irawan MA. 2009. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara PT Berau Coal, Kaltim. Workshop IPTEK Penyelamatan Hutan melalui Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batubara. Banjarmasin. David J, Smejkalova D, Hudecova S, Zmeskal O, Wandraszka VR, Gregor T, Kucerik J. 2014. The physico-chemical properties and biostimulative activities of humic substances regenerated from lignite. J Springerplus. 3(1):165. Djajadi, Gilkes RJ. 1997. Changes in soil strenght due to addition an removal of organic matter. Agrivita. 20(4):150-153. Dwi HR, Susi, Ragil BWMP. 2009. Kajian sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai pohon bernilai ekonomi dan lingkungan. J Hutan Tanaman. 6(2):113. Elias, Wistara JN, Dewi M, Purwitasari H. 2010. Model persamaan karbon akar pohon dan root-shoot massa karbon. JMHT. 3:113-117. Fauziah BA. 2009. Pengaruh asam humat dan kompos aktif untuk memperbaiki sifat tailing dengan indikator pertumbuhan tinggi semai Enterolobium cyclocarpum Griseb dan Altingia excelsa Noronhae [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fitter, Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Fleming M, Yiping T, Ping Z, McBridge BM. 2013. Extractability and bioavailability of Pb and As in historically contaminated orchard soil: effects of compost amendments. Environ Pollut. 177:90-97. Francis I, Sarung M, Vereecke D. 2010. The gram-positive side of plant microbe interactions. Environ Microbiol. 12:1-12. Gaur AC. 1982. A Manual of Rural Composting. Rome (IT): FAO United Nation. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pr. Haug, R.T. 1980. Composting Engineering. Amerika (US): Technomic. Herjuna S. 2011. Pemanfaatan bahan humat dan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 39 Hermawan A. 2002. Pemberian kompos isi rumen-abu sekam padi dan pupuk NPK terhadap beberapa karakteristik kimia tanah ultisols dan keragaan tanaman kedelai. J Tanah Trop. 15:7-13. Hidayati N. 2005. Phytoremediation and potency of hyperaccumulator plants. Hayati. 12(1):35-40. Hur M, Kim Y, Lagu RH, Kim JM, Choi MI, Yi H. 2011. Effect of genetically modified poplars on soil microbial communities during the phytoremediation of waste mine tailings. Appl Environ Microbiol. 77(21):7611-7619. Iskandar. 2008a. Rekayasa perbaikan kualitas tanah pada kegiatan reklamasi lahan bekas tambang. Prosiding Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang. Pusdi Reklatam. Bogor. Iskandar. 2008b. Teknik keberhasilan reklamasi dan penutupan tambang: keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang untuk tujuan revegetasi. Disampaikan dalam “Pertemuan Teknis Lingkungan dan Penyerahan Penghargaan Lingkungan Penambangan”, Ditjen Minerba Pabum, Dept. ESDM. Pusdi Reklatam. Bogor. Janos P, Hula V, Bradnova P, Pilarova V, Sedlbauer J. 2009. Reduction and immobilization of hexavalent chromium with coal and humate based sorbent. Chemosphere. 75(6):732-8. Jezek M, Geilfus MC, Bayer A, Muhling HK. 2014. Photosynthetic capacity, nutrient status, and growth of maize (Zea mays L.) upon MgSO4 leaf application. Front Plant Sci. 5:781. Judoamidjojo RM, Sa’id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. PAU Bioteknologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen: ekologi, silvikultur dan produktivitas [Internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Bogor (ID): CIFOR. hlm 1-24; [diunduh 2015 okt 8]. Tersedia pada:www.cifor.org/publications/pdf. Kubicka K, Cymerman SA, Kolon K, Kosiba P, Kempers JA. 2015. Chromium and nickel in Pteridium aquilinum from environments with various levels of these metals. Environ Sci Pollut Res Int. 22: 527-534. Kulikova AN, Perminova VI, Badun AG, Chernysheva GM, Koroleva VO, Tsvetkova AE. 2010. Estimation of uptake of humic substances from different sources by escherichia coli cells under optimum and salt stress conditions by use of tritium-labeled humic materials. Appl Environ Microbiol. 76(18):6223-6230. Kumpiene J, Desogus P, Schulenburg S, Arenella M, Renella G, Brannvall E, Lagerkvist A, Andreas L, Sjoblom R. 2013. Utilisation of chemically stabilized arsenic-contaminated soil in a landfill cover. Environ Sci Pollut Res Int. 20(12): 8649-8662. Latifah S. 2005. Analisis vegetasi hutan alam [Internet]. [diunduh 2015 Desember 3]. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/pdf. Lazcano C, Dominguez J. 2011. The use of vermicompost in sustainable agriculture: impact on plant growth and soil fertility. Soil Nutriens. 336. Leiwakabessy FMUM, Wahjudin, Suwamo. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 40 Li GH, Shen BJ, Zhang SF, Lambers H. 2010. Localized application of soil organic matter shifts distribution of cluster roots of white lupin in the soil profile due to localized release of phosphorus. Ann Bot. 585-593. Lindiawati D, Handayanto E. 2002. Pengaruh penambahan pupuk kandang terhadap mineralisasi N dan P dari biomassa tumbuhan dominan di lahan berkapur di Malang Selatan. Agrivita. 24(2):127-135. Lone MI, Dia ZL, Stoffella PJ, Yang X. 2008. Phytoremediation of heavy metal polluted soils and water: progresses and perspectives. J Zhejiang Univ Sci B. 9(3):210-220. Luis ABN, Gonzales L. 2014. Germination and early growth of Brassica juncea in copper mine tailings amended with technosol and compost. Scientific World Journal.1-32 Mansur I, Prematury R, Dewi. 2007. Species trial for revegetation of mining site at PT Maruwai Coal (BHP Biliton) Central Kalimantan. Project Report. Bogor. Marschner H, Romheld V, Cakmak I. 1987. Root induced changes of nutrient availability in the rhizosphere. Journal of Plant Nutrition. 10:1175-1184. Millar CE. 1959. Soil Fertility. New York (US): J Wiley. Mou D, Yao Y, Yang Y, Zhang Y, Tian C, Achal V. 2011. Plant high tolerance to excess manganese related with root growth, manganese distribution and antioxidative enzyme activity in three grape cultivars. Ecotoxicol. 74:776786. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr. Nikos T, Gouma S, Dagianta E, Saridakis C, Papamichalaki M, Goumas D, Manios T. 2012. Use of fertigation and municipal solid waste compost for greenhouse pepper cultivation. Scientific World Journal. 173-193. Notohadiprawiro T. 2006. Logam Berat dalam Pertanian. Repro: Ilmu Tanah. UGM. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka. Paat FJ. 2011. Simulations biomass of roots, stems, leaves and seeds of hybryd maize in some of the nitrogen treatments. Eugenia. 17(1):35-45. Palanivell P, Susilawati K, Ahmed OH, Nik Muhammad M. 2013. Compost and crude humic substances produced from selected wastes and their effects on Zea mays L. nutrient uptake and growth. Scientific World Journal. 12601271. Palanivell P, Ahmed HO, Majid AMN, Jalloh BM, Susilawati K. 2015. Improving lowland rice (Oryza sativa L. cv. MR219) plant growth variables, nutrients uptake, and nutrients recovery using crude humic substances. Scientific World Journal. 906-925. Pereira GM, Neta SCL, Fontes FPM, Souza NA, Matos CT, Sachdey LR, Santos VA, Souza GOM, Andrade SAVM, Paulo MMG. 2014. An overview of the applicability of vermicompost: from waste water treatment to the development of sensitive analytical methods. Scientific World Journal. 1311-1327. Petrus AC, Ahmed OH, Nik Muhammad M, Nasir HM, Jiwan M. 2010. Effect of K-N-humates on dry matter production and nutrient use efficiency of maize in Sarawak, Malaysia. Scientific World Journal. 1282-1292. 41 Pietrzykowski M, Wos B, Haus N. 2013. Scots pine needles macronutrient (N, P, K, CA, MG, and S) supply at different reclaimed mine soil substrates as an indicator of the stability of developed forest ecosystems. Environ Monit Assess. 185(9): 7445-7457. Rachman B. 2009. Kebijakan subsidi pupuk: tinjauan terhadap aspek teknis, manajemen dan regulasi. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(2):131-146. Rahmawaty. 2002. Restorasi lahan bekas tambang berdasarkan kaidah ekalogi. Sumatera Utara (ID): USU Digital Library. Sarief SE. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung (ID): Pustaka Buana. Sariwahyuni. 2012. Rehabilitasi lahan bekas tambang PT. Incosorowako dengan bahan organik, bakteri pelarut fosfat dan bakteri pereduksi nikel. J Riset Industri. 5(2):149-155. Schmidt W, Santi S, Pinton R, Varanini Z. 2008. Water extractable humic substances alter root development and epidermal cell pattern in Arabidopsis. Plant and Soil. 300(2):259-267. Schnitzer MS, Khan U. 1978. Soil Organic Matter. Amsterdam (ID): Elsevier Science. Sembiring S, Simon. 2008. Sifat kimia dan fisik tanah pada areal bekas tambang bauksit di Pulau Bintan, Riau. Info Hutan. 5(2):123-134. Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor (ID): PAU IPB. Setyaningsih L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach Linn) pada media tailing tambang emas Pongkor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siczek A, Juli J, Wielbo G, Kidaj D, Szarlip P. 2014. Symbiotic activity of pea (Pisum sativum) after application of nod factors under field conditions. Int J Mol Sci. 15(5): 7344-7351. Smolinska B. 2014. Green waste compost as an amendment during induced phytoextraction of mercury-contaminated soil. Environ Sci Pollut Res Int. 22(5): 3528-3537. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. New York (US): J Wiley. Sudomo A. 2012. Perkecambahan benih sengon (Falcataria moluccana (MIQ.) Barneby dan J.W. Grimes) pada 4 jenis media. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sains, Teknologi, dan Kesehatan. 3(1):37-42. Sugito Y. 2005. Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia, Potensi dan Kendalanya. Bagpro PKSDM Ditjen Dikti Depdiknas kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Suharja. 2009. Biomassa, kandungan klorofil dan nitrogen daun dua varietas cabai (Capsicum annum L.) pada berbagai perlakuan pemupukan [tesis]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Suhartati. 2007. Pengaruh perlakuan awal terhadap viabilitas benih sengon butoh (Enterolobium cyclocarpum Griseb). J Hutan Tanaman. 4(1):189-197. Sukarman R, Kainde, Rombang J, Thomas A. 2012. Pertumbuhan bibit sengon (Paraserianthes falcataria L.) pada berbagai media tumbuh. Eugenia. 18(3):215-220. 42 Suprihatno B, Hamidy R, Amin B. 2012. Analisis biomassa dan cadangan karbon tanaman bambu belangke (Gigantochloa pruriens). J Lingk. 6(1):82-92. Sutaryo D. 2009. Perhitungan biomassa: sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Suwarno, Idris K. 2007. Potential and possibility of direct use of guano as fertilizer in Indonesia. J Tanah dan Lingk. 9(1):37-43. Syukur A, Nur IA. 2006. Kajian pengaruh pemberian macam pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai pada ultisol. J Ilmu Tanah dan Lingk. 6(2):124-131. Szczygłowska M, Piekarska A, Konieczka P, Namieśnik J. 2011. Use of Brassica Plants in the Phytoremediation and Biofumigation Processes. Int J Mol Sci. 12(11):7760-7771. Tala’ohu SH, Irawan. 2014. Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara. Prosiding Pembahasan Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Tamin RP. 2010. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Mic) pada media pasca penambangan batu bara yang diperkaya fungi mikoriza arbuskula, limbah batubara dan pupuk NPK [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tan KH. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gomardi DH, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Principle of Soil Chemistry. Tirta IG. 2006. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A. Rich.). Biodiversitas 7:81-84. Trevisan S, Francioso O, Quaggiotti S, Nardi S. 2010. Humic substances biological activity at the plant soil interfac: from environmental aspects to molecular factors. Plant Signal Behav. 5(6):635-643. Valarini PJ, Curaqueo G, Seguel A, Karina M, Rubio R, Cornejo P, Borie F. 2009. Effect of compost application on some properties of a volcanic soil from Central South Chile. Chilean Journal. 69(3):416-425. Vivas A, Barea JM, Biro B, Azcon R. 2006. Effectiveness of autochthonous bacterium and mycorrhizal fungus on Trifolium growth, symbiotic development and soil enzymatic activities in Zn contaminated soil. J Appl Microbiol. 100:587-598. Wahjudin HUM. 2003. Manfaat derivat asam fenolat dan karboksilat dari kompos sisa tanaman terhadap kandungan unsur beracun (Al dan Fe) dalam tanah vertic hapludult dari Gajrug, Banten [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wang L, Sun X, Suyan L, Zhang T, Zhang W, Penghui Z. 2014. Application of organic amendments to a coastal saline soil in North China: effects on soil physical and chemical properties and tree growth. Plos One. 9(2):89-185. Widiatmaka, Suwarno, Kusmaryandi N. 2010. Karakteristik pedologi dan pengelolaan revegetasi lahan bekas tambang nikel: studi kasus lahan bekas tambang nikel Pomalaa, Sulawesi Tenggara. J Tanah Lingk. 12(2):1-10. Widuri SA, Yasir I. 2013. Pertumbuhan laban (Vitex pinnata) dengan perlakuan asam humat dan kompos di lahan pascatambang batubara PT. Singlurus Pratama, Kalimantan Timur. Makalah Seminar Penelitian. Samboja (ID): Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. 43 Yu X, Li Y, Zhang C, Liu H, Liu J, Zheng W, Kang X, Leng X, Zhao K, Gu Y, Zhang X, Xiang Q, Chen Q. 2016. Culturable heavy metal-resistant and plant growth promoting bacteria in V-Ti magnetit mine tailing soil from Panzhihua, China. Plos one. 9(9):1-30. Zaller JG. 2006. Foliar spraying of vermicompost extracts: effects on fruit quality and indications of late-blight suppression of field grown tomatoes. Biol Agric Hortic. 24:165-180. Zhen Z, Liu H, Wang N, Guo L, Meng J, Ding N, Wu G, Jiang G, Lin X.W. 2014. Effects of manure compost application on soil microbial community diversity and soil microenvironments in a temperate cropland in China. Plos One. 9(10):1-12. 44 LAMPIRAN 45 Lampiran 1 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman pada percobaan rumah kaca. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TINGGITANAMAN Source Type III Sum of Squares df a Corrected Model Intercept HUMAT KOMPOS HUMAT * KOMPOS Error Total Corrected Total 487.540 4218.750 66.169 359.147 62.224 75.160 4781.450 562.700 Mean Square 8 1 2 2 4 18 27 26 F Sig. 60.942 14.595 4218.750 1.010E3 33.084 7.923 179.573 43.006 15.556 3.726 4.176 .000 .000 .003 .000 .022 a. R Squared = ,866 (Adjusted R Squared = ,807) Hasil Duncan Subset Perlakuan 1 N Tanpa Pupuk 3 Tanpa pupuk B 3 Tanpa pupuk C 3 Pupuk kompos C 3 Pupuk Kompos 3 Pupuk kompos tinggi 3 Pupuk kompos B 3 Pupuk kompos tinggi C 3 Pupuk kompos tinggi B 3 2 7.4000 7.7233 8.8333 Sig. 3 8.8333 11.6000 11.7667 .425 .111 4 11.6000 11.7667 12.8667 14.0000 .201 5 14.0000 16.5333 .145 21.5667 1.000 Lampiran 2 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar pada percobaan rumah kaca. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:PANJANGAKAR Source Corrected Model Intercept HUMAT KOMPOS HUMAT * KOMPOS Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares a 7.080 613.470 .482 5.202 1.396 .700 621.250 7.780 df Mean Square 8 1 2 2 4 18 27 26 .885 613.470 .241 2.601 .349 .039 F 22.757 1.577E4 6.200 66.886 8.971 Sig. .000 .000 .009 .000 .000 46 Hasil Duncan Subset kompos N 1 tanpa pupuk tanpa pupuk B tanpa pupuk C kompos B kompos C kompos kompos tinggi kompos tinggi C kompos tinggi B Sig. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4.3333 4.3667 4.4000 4.4667 4.5667 4.6333 3 4 4.4667 4.5667 4.6333 4.8000 5.4333 .114 .072 5.9000 1.000 1.000 Lampiran 3 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap biomassa pada percobaan rumah kaca. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BIOMASSA Source Type III Sum of Squares df a Corrected Model Intercept HUMAT KOMPOS HUMAT * KOMPOS Error Total Corrected Total 1.283 2.714 .193 .948 .142 .064 4.061 1.347 Mean Square 8 1 2 2 4 18 27 26 F .160 2.714 .097 .474 .036 .004 Sig. 45.104 763.267 27.157 133.254 10.003 .000 .000 .000 .000 .000 a. R Squared = ,952 (Adjusted R Squared = ,931) Hasil Duncan Subset Perlakuan Tanpa pupuk B Tanpa Pupuk Tanpa pupuk C Pupuk Kompos Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos C Pupuk kompos B Pupuk kompos tinggi C Pupuk kompos tinggi B Sig. N 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 .0400 .0900 .0933 2 3 4 5 6 .0900 .0933 .1833 .3267 .4167 .4167 .4467 .5700 .314 .085 .081 .546 1.000 .6900 1.000 47 Lampiran 4 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman pada percobaan lapangan. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TinggiTanaman Source Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares df Mean Square a 5438.715 153378.704 292.979 159.059 4958.634 28.044 1222.921 160040.340 6661.636 10 1 2 2 2 4 16 27 26 543.871 153378.704 146.489 79.529 2479.317 7.011 76.433 F Sig. 7.116 2.007E3 1.917 1.041 32.438 .092 .000 .000 .179 .376 .000 .984 a. R Squared = ,816 (Adjusted R Squared = ,702) Hasil Duncan Subset Perlakuan Tanpa Pupuk Tanpa pupuk B Tanpa pupuk C Pupuk Kompos Pupuk kompos B Pupuk kompos C Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos tinggi B Pupuk kompos tinggi C Sig. N 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 53.533 56.500 59.900 76.300 82.867 84.433 86.533 88.733 89.533 .117 .411 Lampiran 5 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap diameter batang pada percobaan lapangan. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:DIAMETERBATANG Source Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Type III Sum of Squares a 3.227 44.853 .060 .047 3.109 .011 .440 48.520 df Mean Square 10 1 2 2 2 4 16 27 .323 44.853 .030 .023 1.554 .003 .028 F 11.733 1.631E3 1.091 .848 56.525 .101 Sig. .000 .000 .360 .446 .000 .981 48 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:DIAMETERBATANG Source Type III Sum of Squares df a Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Corrected Total 3.227 44.853 .060 .047 3.109 .011 .440 48.520 3.667 Mean Square 10 1 2 2 2 4 16 27 26 .323 44.853 .030 .023 1.554 .003 .028 F 11.733 1.631E3 1.091 .848 56.525 .101 Sig. .000 .000 .360 .446 .000 .981 a. R Squared = ,880 (Adjusted R Squared = ,805) Hasil Duncan Subset Perlakuan Tanpa Pupuk Tanpa pupuk B Tanpa pupuk C Pupuk kompos B Pupuk Kompos Pupuk kompos tinggi B Pupuk kompos C Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos tinggi C Sig. N 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 .7667 .7667 .9000 .366 1.4333 1.5000 1.5333 1.5333 1.5667 1.6000 .290 Lampiran 6 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar pada percobaan lapangan. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:PANJANGAKAR Source Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares a 570.684 7718.231 .459 78.083 433.183 58.959 2.975 8291.890 573.659 a. R Squared = ,995 (Adjusted R Squared = ,992) df Mean Square 10 1 2 2 2 4 16 27 26 57.068 7718.231 .229 39.041 216.591 14.740 .186 F 306.941 4.151E4 1.233 209.984 1.165E3 79.278 Sig. .000 .000 .318 .000 .000 .000 49 Hasil Duncan Subset Perlakuan Tanpa Pupuk Tanpa pupuk B Pupuk Kompos Pupuk kompos C Tanpa pupuk C Pupuk kompos B Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos tinggi C Pupuk kompos tinggi B Sig. N 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 5 6 7 12.067 13.033 13.700 13.800 15.467 16.500 17.800 24.233 1.000 .054 1.000 1.000 1.000 1.000 25.567 1.000 Lampiran 7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap bintil akar pada percobaan lapangan. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BINTILAKAR Source Type III Sum of Squares df a Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Corrected Total 255.556 1200.000 3.556 13.556 224.667 13.778 22.444 1478.000 278.000 Mean Square 10 1 2 2 2 4 16 27 26 25.556 1200.000 1.778 6.778 112.333 3.444 1.403 F 18.218 855.446 1.267 4.832 80.079 2.455 Sig. .000 .000 .308 .023 .000 .088 a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,869) Hasil Duncan Subset Perlakuan Tanpa Pupuk Tanpa pupuk B Pupuk Kompos Tanpa pupuk C Pupuk kompos B Pupuk kompos C Pupuk kompos tinggi C Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos tinggi B Sig. N 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2.3333 3.6667 4.3333 4.3333 .074 3 4.3333 4.3333 6.3333 .066 4 6.3333 7.6667 .187 5 7.6667 9.6667 9.6667 10.3333 11.3333 .055 .121 50 Lampiran 8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap biomassa tanaman pada percobaan lapangan. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:BIOMASSA Type III Sum of Squares Source df a Corrected Model Intercept Ulangan HumatHumat Kompos HumatHumat * Kompos Error Total Corrected Total 12076.262 32337.854 40.357 896.590 10808.579 330.735 165.125 44579.240 12241.386 Mean Square 10 1 2 2 2 4 16 27 26 1207.626 32337.854 20.179 448.295 5404.290 82.684 10.320 F Sig. 117.015 3.133E3 1.955 43.438 523.656 8.012 .000 .000 .174 .000 .000 .001 a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,978) Hasil Duncan Subset Perlakuan N Tanpa pupuk B Tanpa Pupuk Tanpa pupuk C Pupuk Kompos Pupuk kompos B Pupuk kompos C Pupuk kompos tinggi Pupuk kompos tinggi B Pupuk kompos tinggi C Sig. 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 5 8.7333 13.9000 19.8333 21.7667 23.3667 38.5667 51.2367 .066 .220 1.000 64.9000 69.1667 1.000 .123 Lampiran 9. Dokumentasi pembibitan sengon PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Bibit sengon Penyiraman bibit sengon 51 Lampiran 10. Dokumentasi pembibitan pada percobaan rumah kaca Rumah kaca untuk lokasi pembibitan Pembibitan sengon percobaan I Tanaman sengon yang kerdil Tanaman sengon yang tumbuh baik Lampiran 11. Dokumentasi percobaan lahan bekas tambang nikel Area penanaman sengon Blok penanaman sengon Pembuatan plot Penanaman sengon 52 Tanaman sengon yang kerdil Tanaman sengon yang tumbuh baik Lampiran 12. Hasil analisis tanah pada percobaan rumah kaca dan lapangan 53 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Otole pada tangga 5 Februari 1990 sebagai anak pertama pasangan Dising, BA dan Sunimbar (Almh.). Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Haluoleo Kendari dan lulus pada tahun 2012. Pada Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di program Magister Sains (S-2) di Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan setelah berhasil menjadi penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BPP-DN DIKTI) calon dosen tahun 2013.