KOMPOSTING DEFINISI Hasil dekomposisi sampah organik yang tidak dapat diuraikan lagi (stabil) Merupakan upaya pengurangan sampah organik melalui proses/ pengolahan Kompos atau humus adalah sisa-sisa mahluk hidup yang telah mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki kandungan hara NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Kompos juga mengandung senyawasenyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman. TUJUAN 1. Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang stabil 2.Membunuh mikroba pathogen, telur insect & organisme lain 3. Menyediakan nutrient yang cukup untuk menunjang kesuburan tanah / tanaman TAHAP PENGOMPOSAN 1. 2. 3. Pra processing : sortasi,peraja ngan Dekomposisi bahan organik (mikroba) pengeraman, pembalikan Packing, marketing PEMILAHAN/ SORTASI PENGECILAN UKURAN PENCAMPURAN BAHAN PENUMPUKAN PERAWATAN PEMATANGAN PENGERINGAN PENGGILINGAN/ PENGEPAKAN PENCACAHAN 1. Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. 2. Mempercepat proses pembusukan Bahan yang mudah SORTASI dikomposkan : Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia Bahan yang agak mudah : kayu keras, batang, dan bambu Bahan yang sulit dikomposkan : kayu-kayu yang sangat keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang. Campur satu bagian sampah hijau (sampah organik) satu bagian sampah coklat (sampah kotoran hewan) mikroba PENCAMPURAN BAHAN & PENUMPUKAN Sampah yang sudah dicacah dideder di tempat yang telah disediakan kemudian dicampur dengan kotoran ternak. Pencampuran/pengadukan dilakukan secara merata Dicampurkan pula mikorrorganisme, di atas campuran sampah dan kotoran ternak. Pencampuran dilakukan sekali lagi agar seluruh bahan bercampur secara merata. Komposisi bahan-bahan ini adalah sampah cacahan (1,3 m3), EM-4/ mikrobia lokal (375 ml), kotoran ternak kering (1/5 dari sampah cacahan). Campur satu bagian sampah hijau (sampah organik) dan satu bagian sampah coklat (sampah kotoran hewan) di dalam bak atau drum bekas yang bagian bawahnya ditutupi tanah atau paving block dan sudah diberi lubang agar kelebihan air dapat merembes ke tanah. Tambahkan satu lapisan tanah atas, campurkan. Biarkan mikroba aktif dalam tanah bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Ulangi lagi proses pertama dan kedua untuk lapisan berikutnya. Tutup drum atau bak plastik dengan karung goni atau anyaman bambu. Proses ini bisa juga dilakukan setiap dua hari sekali. Setelah tujuh hari, buka dan aduklah pupuk kompos tersebut. Setelah itu tutup lagi. Lakukan proses ini setiap tujuh hari sekali. Untuk mempercepat pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian. Setelah 4-6 minggu, jika campuran pupuk berwarna kehitaman, dan sudah tidak berbau sampah lagi, berarti proses pengomposan sudah selesai. Ayak dan pisahkan bagian yang kasar, jika perlu. Kompos yang kasar bisa dicampurkan ke dalam bak pengomposan sebagai activator. CONTOH CARA PEMBUATAN SAMPAH Kumpulkan sampah sisa rumah tangga Anda. Pastikan sampah telah dipisahkan antara yang organik dan non-organik. Sampah yang akan digunakan untuk membuat pupuk adalah sampah organik. Untuk sampah sayuran, gunakan sayur yang belum melalui proses pemasakan. Cincang sampah organik dengan ukuran 1-2cm. Kemudian masukkan ke dalam ember besar. Diamkan sampah hingga membusuk. Untuk proses pembusukannya, Anda bisa membiarkan sampah membusuk dengan sendirinya atau dipercepat prosesnya dengan menggunakan larutan EM4. Larutan ini bisa didapat pada berbagai toko yang menjual keperluan bercocoktanam. Tutup rapat ember yang berisi sampah organik tadi. Tambahkan larutan pembusuk setiap kali Anda memasukkan sampah baru ke dalam ember. Letakkan di tempat yang teduh. Aduk ember secara rutin setiap 3 hari sekali agar campuran merata. Diamkan ember sampah organik tersebut hingga kurang lebih 2 minggu, hingga terjadi proses komposting. Pada akhirnya nanti akan terdapat dua jenis pupuk, pupuk cair dan pupuk padat. Sebelum digunakan sebagai pupuk atau media tanam, kompos yang padat harus terlebih dahulu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sementara untuk yang cair bisa langsung digunakan pada tanaman. PENUMPUKAN Setelah dilakukan pencampuran secara merata kemudian dilakukan penumpukan dengan ketentuan tinggi 1,5 m, lebar 1,75 m dan panjang 2 m. Penumpukan dapat dilakukan dengan model trapesium, gunungan maupun pesegi panjang. Dalam tumpukan inilah terjadi proses fermentasi sampah organik menjadi kompos. Dalam masa penumpukan akan terjadi peningkatan suhu sebagai akibat proses fermentasi PERAWATAN/ pemantauan Hari pertama sampai kelima suhu biasanya mencapai 65° C atau lebih. Hal ini berguna untuk membunuh bakteri yang tidak dibutuhkan dan melunakkan bahan. Pada hari keenam dan seterusnya suhu dijaga antara 40-50° C dengan kelembaban lebih kurang 50 %. Suhu dan kelembaban dapat dipertahankan dengan perlakuan antara lain penyiraman dan pembalikan tumpukan. PEMATANGAN Pengkomposan Kompos mulai matang dan dikeluarkan dari tong kemudian dikering-anginkan dengan cara dihampar di tanah dengan alas. Ciriciri kompos matang adalah, berwarna coklat kehitaman, berbau tanah, butiran kompos cukup kecil, suhu sama dengan suhu tanah (27-30 oC) berjalan dengan baik dengan suhu rata-rata dalam bahan menurun dan bahan telah lapuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Tujuan pematangan untuk menjamin kompos benar-benar aman bagi konsumen. PENGERINGAN Setelah usia tumpukan mencapai usia 21 hari/3 minggu, maka sampah organik sudah menjadi kompos. Selanjutnya dilakukan pembongkaran untuk dikeringkan/dijemur. Pengeringan dapat dilakukan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira mencapai 20-25%. PENGGILINGAN/ PENGAYAKAN Proses selanjutnya adalah dilakukan penggilingan terhadap kompos yang sudah kering. Untuk mendapatkan butiranbutiran kompos yang siap untuk dikemas dilakukan pengayakan sesuai dengan kebutuhan. MANFAAT Dari segi teknologi : Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang canggih dengan peralatan modern. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi. Dari segi ekonomi Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah. Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan menguragi investasi lahan TPA. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penngunaannya. Dari segi ekologi Pengkomposan merupakan metode daur ulang yang alamiah dan mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologis. Kebutuhan energi dan bahan makanan yang diambil tumbuhan dari dalam tanah dikembalikan lagi ke dalam tanah. Mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah yang dibakar, yang dibuang ke sungai ataupun yang dikumpulkan di TPA akan berkurang. Ini berarti mengurangi pencemaran udara maupun air tanah. Pemakaian kompos pada lahan perkebunan atau pertanian akan meningkatkan kemampuan lahan dalam menahan air sehingga terjadi koservasi air. Kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi kesuburan tanah (konservasi tanah). Dari segi sosial, manfaat sosial Dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. Dapat dijadikan obyek pembelajaran lingkungan baik bagi masyarakat maupun dunia pendidikan Dari segi kesehatan Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Proses pengkomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah.