Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA PANCA TANTRA1 Oleh Ni Made Sukasari ABSTRAK Panca tantra berarti lima ajaran yang merupakan naskah klasik India yang dikenal luas di seluruh dunia sebagai “Nitisastra”, yaitu sastra penuntun kebijaksanaan hidup. Di dalam Panca Tantra terdapat banyak ajaran kebaikan yang patut diteladani sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan di dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti ingin mencari tahu nilai-nilai pendidikan apa saja yang terdapat dalam cerita Panca Tantra dan juga ingin mengetahui apakah makna dari cerita Panca Tantra dapat meningkatkan kualitas budhi pekerti pada anak didik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model dengan pendekatan kualitatif serta menggunakan beberapa metode yaitu observasi, pencatatan dokumen dan wawancara. Sedangkan untuk menganalisis data dipergunakan metode deskriptif. Berdasarkan dari hasil analisis data, di dalam cerita Panca Tantra terkandung Nilai Tattva, Nilai Etika dan Nilai Yajna. Nilai Tattva meliputi tiga cara dalam memperoleh pengetahuan yaitu melalui Agama Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana. Nilai Etika meliputi tentang persahabatan, tingkah laku yang baik mendengarkan nasehat dari guru dan orang tua. Sedangkan Nilai Yajna mengajarkan anak untuk selalu peduli kepada orang lain. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diharapkan anak didik dapat mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita Panca Tantra dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai saran dalam rangka menanamkan nilai-nilai luhur yang disampaikan dalam cerita Panca Tantra, perlu dilakukan sosialisasi melalui media cetak, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan formal maupun informal atau dengan mengadakan lomba cerita fabel. Kata kunci : Panca Tantra, pendidikan, tattva, etika, yajna ABSTRACT Panca Tantra means five tantric teachings which is the classic Indian text known worldwide as "Nitisastra", that is wisdom guiding literary life. In the Panca Tantra there is a good teaching model, allowing for use in teaching and learning. Therefore, researchers wanted to know what educational values embodied in the story Panca Tantra and also wanted to know whether the meanings of the story Panca Tantra budhi can improve the quality of character in students. 1 Direview oleh Sri Sutiah 28 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 In this study, researchers used a model with a qualitative approach and uses several methods of observation, recording of documents and interviews. While the data used to analyze the descriptive method. Based on the results of data analysis, the Panca Tantra story contained Tattva Value, Ethics Value and Yajna Value. Tattva Value includes three ways of gaining knowledge is through Agama Pramana, Anumana Pramana, and Pratyaksa Pramana. Ethics includes the value of friendship, good manners to listen to suggestions from teachers and parents. While the value of Yajna teach children to always care for others. The conclusion of this study is expected that students apply the values of education contained in the Panca Tantra stories in everyday life. By way of suggestion in order to inculcate noble values transmitted in Panca Tantra, socialization must be made through print media, schools and educational institutions, both formal and informal, or through the holding of a contest of short stories. Keyword : Panca Tantra, education, tattva, etika, yajna I. PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang wilayahnya meliputi Sabang sampai Merauke. Daerahnya sangat subur, indah, permai, dan terdiri dari berbagai ras, suku dan agama serta berbagai aliran kepercayaan yang semuanya dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berbagai literatur sejarah mengenai Indonesia menyebutkan penduduknya ramah tamah, hidup saling menghargai, penuh etika dan sopan santun serta saling menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang harmonis sehingga tampak dalam keseharian masyarakatnya hidup tentram dan damai. Nilai-nilai kehidupan penuh humanis itulah yang menjadi pilar bangsa Indonesia dalam membangun konstruksi jiwa yang kokoh sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi ini. Pembangunan di segala bidang yang melibatkan segenap komponen bangsa, dimana salah satu tujuannya adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu mandiri dan taat pada agama dan keyakinan yang dianutnya. Di samping itu, pemerintah juga sangat menyadari bahwa peranan pendidikan termasuk pendidikan agama Hindu tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan tercantum dalam Permendiknas Nomor 2 tahun 2008 29 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 pasal 49. Walaupun pada prakteknya belum sepenuhnya berjalan, namun niat baik pemerintah harus disambut dengan kegembiraan karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Manusia sebagai subyek dan obyek pembangunan perlu memenuhi standar hidup baik kebutuhan jasmani dan rohani. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus mengadakan kontak atau hubungan dengan lingkungannya. Dalam pola perilaku dan interaksi sosial ini ada nilai-nilai, normanorma atau aturan yang dibuat untuk dipedomani agar tidak terjadi benturanbenturan dalam memenuhi segala kebutuhan. Pendidikan budhi pekerti sangat ditekankan di dalam kitab suci Veda karena pada dasarnya di dalam pikiran manusia sesungguhnya terdapat ajaran suci Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atharwa Veda, dan di samping itu pikiran manusia juga terdapat pengetahuan tentang tingkah laku yang baik (budhi pekerti), dengan demikian pikiran manusia menjadi terang (Yajur Veda XXXIV.5). Dalam pendidikan Hindu, anak menjadi pusat semua aktifitas pendidikan. Dengan disiplin dan ajaran moral, anak diharapkan akan memiliki sifat-sifat yang terpuji. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah, norma yang berlaku dalam masyarakatnya, serta pribadi yang sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral (Darmodiharjo, 1993: 24). Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan, etika, prinsip-prinsip yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara dan bangsa. Pada saat ini, banyak media elektronik yang menayangkan film-film kartun yang memang digemari oleh anak-anak dan orang dewasa, padahal isi dari cerita itu banyak yang tidak mendidik yang dibawakan oleh tokoh utamanya. Tokoh ini memiliki sifat suka mengganggu bahkan usil kepada orang yang lebih tua. Anak-anak dalam tahap tumbuh dan berkembang sangat mudah mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh tersebut, akibatnya anak akan tumbuh berani dan perilakunya tidak sopan bahkan kasar. 30 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 Upaya untuk mengatasi hal tersebut perlu disampaikan melalui ceritacerita keagamaan yang indah dan menarik. Seperti pada cerita Panca Tantra yang bisa diharapkan menjadi sebuah pilihan dalam proses pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai budhi pekerti pada anak. Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan pendidikan agama Hindu tetap berlandaskan atas pembentukan kepribadian yang luhur dan budhi pekerti, sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan lahir maupun batin. Wujud kebahagiaan batin adalah bersatunya kembali atma kepada sumbernya, yakni Brahman sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan yang abadi. II. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, didapatkan suatu perumusan masalah sebagai berikut: 2.1. Apakah cerita Panca Tantra memiliki Nilai Pendidikan? 2.2. Apakah makna cerita Panca Tantra dapat meningkatkan kualitas budhi pekerti anak didik (siswa)? III. KERANGKA BERPIKIR Cerita Panca Tantra merupakan sebuah karya sastra yang disajikan untuk memenuhi kebutuhan cerita anak-anak yang dikemas secara menarik oleh penulisnya. Pintu masuk penanaman pendidikan budhi pekerti dan moralitas generasi muda Hindu dapat dibuka melalui penuturan ulang cerita Panca Tantra dengan bahasa lebih segar dan tampilan lebih menarik. Karya Visnu Sarma ini dipakai sebagai sarana mendidik atau memberikan pengajaran kepada muridmuridnya. Sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pembelajaran sebagai pendekatan pemahaman nilai-nilai diupayakan melalui kajian literatur guna mengungkap nilai-nilai secara operasional. Secara umum dapat difokuskan bahwa cerita Panca Tantra setelah dikaji dari sudut pendidikan mengandung nilainilai aplikatif dan sangat penting untuk memotivasi manusia berbuat susila. Secara garis besar melalui proses pengkajian akademis (ilmu pengetahuan) 31 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 khususnya dari sudut pandang pendidikan, cerita Panca Tantra mengandung nilainilai rohaniah yang dapat disosialisasikan guna menciptakan keharmonisan. IV. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 4.1. Untuk mengetahui apakah cerita Panca Tantra mengandug Nilai-Nilai Pendidikan. 4.2. Untuk mengetahui apakah makna cerita Panca Tantra dapat meningkatkan kualitas budhi pekerti anak didik (siswa). V. ANGGAPAN DASAR Tujuan akhir dari umat manusia lahir ke dunia adalah untuk mencapai moksa. Manusia mempelajari Veda dengan tujuan untuk mengamalkannya dalam segala gerak dan pola perilaku, maka dengan demikian manusia diharapkan akan terbebas dari ikatan maya. Bertitik tolak dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa asumsi atau dugaan yang dianggap suatu hal itu memang benar maka hal itu tidak perlu diselidiki. Sedangkan dalam penelitian ini dapat dikemukakan asumsi atau jawaban sementara sebagai berikut: 5.1. Nilai-nilai pendidikan dalam cerita Panca Tantra adalah suatu bentuk pengajaran yang memberikan suatu gambaran kepada umat manusia tentang etika dan budhi pekerti. 5.2. Jika peserta didik dapat mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita Panca Tantra maka akan terlihat pada perubahan tingkah laku sesuai dengan Tri Kaya Parisudha, yaitu berpikir benar, berkata benar dan berbuat benar. VI. MODEL PENELITIAN Kepustakaan Sanskerta dapat digolong-golongkan atas enam pokok-pokok kepercayaan dan empat pokok-pokok masalah duniawi. Keenam bagian yang menyangkut kepercayaan membentuk naskah-naskah suci Hindu yang dapat 32 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 dipercaya kebenarannya. Sedangkan empat bagian yang mengenai masalah duniawi merupakan bagian pengembangan dalam kepustakaan Sanskerta klasik. Keenam naskah-naskah suci tersebut adalah (1) Sruti; (2) Smrti; (3) Itihasa; (4) Purana; (5) Agama; (6) Darsana; dan keempat naskah tentang duniawi adalah (1) Subhasita; (2) Kavya; (3) Nataka; (4) Alankara. Panca Tantra termasuk naskah-naskah suci Hindu yang tergolong tulisan duniawi yaitu Subhasita. Subhasita adalah ucapan-ucapan, perintah dan cerita bijaksana, dengan bentuk puisi atau prosa. Contohnya adalah tiga abad slokasloka dari Bhartrhari, Subhasita-Ratna Bhandagara dan Khata Sarit-Sagara-nya Somadewa Bhatta atau Brhat-Katha-Manjari-nya Ksemendra. Panca Tantra dan Hitopadesa juga termasuk dalam kategori ini. VII. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 7.1. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan Metode Penelitian Perpustakaan, Metode Observasi dan Metode Wawancara/Interview. 7.2. Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang diperoleh dijabarkan melalui metode Deskriptif, yaitu suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. VIII. PENGERTIAN PENDIDIKAN Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa (Sagala, 2005: 3). Pendidikan adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani 33 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indria serta keterampilan-keterampilan). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (negara). Semua itu membutuhkan penunjang yang dapat berperan dalam proses pendidikan yaitu komunikasi yang baik, bahwa manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia membutuhkan orang-orang terdekat seperti keluarga, yaitu orang tua yang sudah menghadirkan kita ke dunia, sekolah yaitu tempat untuk belajar dan pembelajaran, dan lingkungan yaitu tempat terjadinya sosialisasi dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Pendidikan di dalam agama Hindu dikenal dengan istilah aguron-guron atau asewakadharma, yaitu suatu tahapan kehidupan bagi seorang sisya kerohanian dalam menerima ilmu pengetahuan dari seorang guru. Kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya dengan menambah da mengambangkan ilmu sangat positif menjadikan hidup manusia lebih baik lagi, tetapi lebih dari itu pengembangan pengetahuan hendaknya pula dapat mengembangkan kepribadian seorang anak. Tentang anak yang suputra, Maharsi Canakya dalam bukunya Nitisastra menyatakan: ”Seluruh hutan menjadi harum baunya, karena terdapat sebuah pohon yang berbunga indah dan harum semerbak. Demikian pula halnya bila dalam keluarga terdapat putra yang suputra, keluarga akan memperoleh nama yang harum pula” (menumbuhkembangkan budhi pekerti pada anak, 2003: 32). Lalayet panca-varsani Das’a-varsani tadayet Prapte tu sodase varse Putram mitravada caret Canakya Nitisatra Sloka 18 Artinya: ”Asuhlah putra dengan cara memanjakannya sampai berumur lima tahun, memberikan hukuman-hukuman selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau ia sudah menginjak umur enam belas tahun didiklah ia dengan cara berteman”. 34 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 Kata anak dalam bahasa Sanskerta adalah putra. Kata putra pada mulanya berarti kecil atau yang disayang, kemudian kata ini dipakai untuk menjelaskan mengapa pentingnya seorang anak lahir dalam keluarga. Sehubungan dengan hal tersebut kitab Manawadharmasastra IX.138 menyebutkan: Pumnamno narakadyas mattraya te pitaram sutah, Tasmat putra iti proktah swayamewa swayambhuwa. Artinya: Oleh karena seorang anak yang akan menyeberangkan orang tuanya dari neraka yang disebut Put (neraka lantaran tidak memiliki keturunan), oleh karena itu ia disebut putra. IX. NILAI-NILAI PENDIDIKAN Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral/etis), religius (nilai agama). Nilai dibagi menjadi tiga yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibedakan atas empat macam, yaitu: 9.1. Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia. 9.2. Nilai keindahan, yang bersumber pada rasa unsur manusia. 9.3. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia. 9.4. Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia. Pendidikan nilai mencakup kawasan budhi pekerti, nilai, norma, dan moral. Budhi pekerti adalah buah dari budhi nurani, budhi nurani bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk Tuhan yang bebas merdeka, dalam moral 35 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Dengan demikian pendidikan nilai merupakan proses pembinaan nilai di dalam kepribadian manusia. Tercapai atau tidaknya sesuatu yang tertuang dalam tujuan pendidikan dapat diukur oleh besarnya nilai-nilai yang dimiliki dan diterapkan oleh anak dalam proses pendidikan baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. X. NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PANCA TANTRA Nilai pendidikan yang akan diterapkan dalam cerita Panca Tantra adalah sebagai berikut: 10.1. Nilai Tattva Tattva mengandung pengertian yang lebih luas dari filsafat karena bukan hanya berarti ”Pandangan tentang Kebenaran”, tetapi lebih dititikberatkan kepada ”Keyakinan tentang Kebenaran”. Untuk meyakini suatu kebenaran, agama Hindu mengajarkan tiga cara yang disebut dengan Tri Pramana Tattva, yaitu: 10.1.1. Agama Pramana, adalah cara mengetahui kebenaran sesuatu melalui kitab suci atau mendengar cerita/penjelasan dari para orang suci atau guru yang diyakini kebenarannya. 10.1.2. Anumana Pramana, adalah cara mengetahui hakekat kebenaran sesuatu atau gejala-gejala yang dapat diamati, kemudian ditarik kesimpulan atas obyek yang diamati yaitu yatra-yatra dhumah tatra-tatra wahni. 10.1.3. Pratyaksa Pramana, adalah cara mengetahui hakekat kebenaran sesuatu dengan mengamati secara langsung terhadap sesuatu obyek (Tim Penyusun, 2005: 13). Tattva berarti suatu ajaran agama Hindu untuk mencari hakekat dari segala sesuatu sedalam-dalamnya. Kalau secara umum, tattva dapat diartikan sebagai dasar pegangan dalam hidup dan kehidupan manusia selaku ahluk yang paling tinggi martabatnya. Tattva merupakan suatu ajaran tentang kebenaran yang abadi, kebenaran berdasarkan hukum alam. Dengan demikian tattva berusaha 36 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 memberikan gambaran tentang pandangan hidup, masyarakat, dan manusia itu sendiri. 10.2. Nilai Etika Pengertian secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno. Dalam bahasa Yunani, Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tenpat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin ”mos” (jamak: mores) yang berarti juga kebiasaan, adat. Jadi, etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral (Bertens, 2007: 4). Etika dapat diartikan sebagai ajaran tentang perilaku yang didasarkan pada perbandingan mengenai apa yang dianggap benar atau tidak benar. Hal ini merupakan konsepsi abstrak yang dimiliki oleh manusia yang timbul dari pengalaman-pengalaman baik dan buruk. Biasanya di balik yang baik terdapat sesuatu yang buruk, namun untuk mengetahui yang baik harus diketahui apa yang buruk. 10.3. Nilai Yajna Yajna artinya korban suci, yakni korban yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Yajna mengandung pengertian yang luas, jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian upacara atau upakara. Yajna merupakan pusat alam semesta, karena Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan atas dasar Yajna, keikhlasan-Nya selanjutnya Tuhan bersabda supaya umat manusia mengikuti jejak-Nya. Orang yang tekun melakukan Yajna memperoleh pencerahan batin. Demikian pula dalam kehidupan modern, donor darah atau donor organ tubuh pun dapat disebut Yajna yang Utama. XI. KEDUDUKAN PANCA TANTRA DALAM KODIVIKASI VEDA Konsep Panca Tantra mengacu pada pengetahuan mengenai kitab suci dan pengertian dari kitab suci Veda sehingga definisi konsep Panca Tantra adalah memuat penafsiran ajaran Veda yang dilaksanakan dalam kehidupan keagamaan 37 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 masyarakat Hindu. Kelompok buku yang tidak merupakan kelompok Veda tetapi isinya memberikan pandangan tersendiri baik yang sependapat maupun yang bertentangan dengan argumentasi atau alasan-alasan yang meyakinkan tentang kebenaran ajaran yang diketengahkan adalah kitab-kitab yang dapat digolongkan sebagai kelompok Nibanda. XII. FUNGSI DAN MANFAAT CERITA Panca Tantra adalah sebuah karya sastra yang memuat cerita-cerita yang menarik serta memuat nilai-nilai luhur yang layak untuk dibaca. Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu: 12.1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya 12.2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. 12.3. Fungsi estetis, yaitu sastra mempu memberikan keindahan bagi penikmat atau pembacanya karena sifat keindahannya. 12.4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi. 12.5. Fungsi religi, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat atau pembaca sastra. XIII. PEMBAGIAN PANCA TANTRA Panca Tantra adalah naskah klasik India yang telah dikenal luas di seluruh dunia sebagai ”Nitisastra”, sastra penuntun kebijaksanaan hidup. Sesuai namanya, Panca berarti lima, dan Tantra berarti ajaran. Buku ini terdiri atas puluhan kisah yang terangkum dalam lima bagian besar ajaran, yaitu: 13.1. Retaknya persahabatan (Perselisihan di antara sahabat) 38 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 Pokok cerita buku pertama adalah tentang luluh lantaknya ikatan persahabatan antara dua mahluk yang berbeda tabiat, bahkan secara naluriah bermusuhan akibat iri hati dan hasutan. Bahaya dendam, benih-benih kebencian, kepongahan dan kecurigaan disajikan dalam 23 (dua puluh tiga) kisah-kisah fabel yang memikat, yaitu: 13.1.1. Perselisihan 13.1.2. Kera dan Pasak Kayu 13.1.3. Srigala Mengalahkan Rasa Takut 13.1.4. Meraih Kembali Kehormatan 13.1.5. Upah Kecerobohan 13.1.6. Ular Kobra Memangsa Telor Burung Gagak 13.1.7. Balasan Kepiting untuk Kelicikan Burung Bangau 13.1.8. Kelinci Memperdaya Singa 13.1.9. Kutu Berulah, Kepinding Kena Getahnya 13.1.10. Srigala Tetaplah Srigala, Walaupun Berubah Warna 13.1.11. Singa, Srigala dan Burung Gagak Memangsa Unta 13.1.12. Burung Titibha Melawan Ombak Laut 13.1.13. Kura-kura yang Jatuh dari Sebatang Kayu 13.1.14. Tiga Ekor Ikan 13.1.15. Burung Pipit Mengalahkan Gajah 13.1.16. Srigala Mengecoh Singa 13.1.17. Nasehat Sia-sia 13.1.18. Burung Pipit dan Kera Pemberang 13.1.19. Kejujuran Mengalahkan Keculasan 13.1.20. Burung Bangau Yang Pendek Akal 13.1.21. Tikus Mampu Menggerogoti Timbangan dari Besi 13.1.22. Raja dan Monyet yang Bodoh 13.1.23. Empat Brahmin dan Seorang Pencuri 39 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 13.2. Membina persahabatan (Mendapatkan Teman) Buku kedua mengisahkan upaya aneka mahluk yang berbeda habitat dan bertentangan sifat membangun persahabatan. Perbedaan ditipiskan dan persamaan paham dicari, namun yang benar tetap dikatakan benar dan yang salah tetap dinyatakan salah, tidak perlu curiga atau menuduh untuk mengungkapkannya. Hikmah kehidupan pun digali dan disajikan dalam lima kisah kehidupan sosial yang mendekati nyata. Tantra ini terdiri dari lima kisah, yaitu: 13.2.1. Persabahatan Tikus dengan Burung Gagak 13.2.2. Perselisihan Seorang Pertapa dengan Seekor Tikus 13.2.3. Ibu Sandili Menukar Wijen 13.2.4. Mendapat Apa Yang Pantas didapat 13.2.5. Kearifan Memanfaatkan Kekayaan 13.3. Ikhtiar dan Siasat Dalam buku ketiga disajikan berbagai kiat menghadapi kehidupan, baik untuk menghindari bahaya, mencari jalan keluar yang cerdas dari ancaman malapetaka, memanfaatkan keberuntungan dan cara mencapai tujuan hidup. Tantra ini terdiri dari 14 Judul, yaitu: 13.3.1. Musyawarah Kawanan Gagak 13.3.2. Awal Mula Permusuhan Antara Burung Gagak dan Burung Hantu 13.3.3. Kelinci Memperdaya gajah 13.3.4. Kelinci dan Ayam Hutan Salah Memilih Juru Damai 13.3.5. Hati Lemah, Rezeki Pindah 13.3.6. Pemberian Ular Kobra 13.3.7. Pengorbanan Merpati 13.3.8. Saudagar yang Berterima Kasih Pada Pencuri 13.3.9. Selamat Karena Perseteruan Lawan 13.3.10. Setiap Usaha Membawa Hasil 13.3.11. Tikus Betina 13.3.12. Rentetan Kebodohan 13.3.13. Gua Yang Berbicara 40 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 13.3.14. Kesabaran dan Usaha Berjalan Seiring 13.4. Kehilangan Keberuntungan Buku keempat mengisahkan nasib sial akibat lalai menjaga karunia dan sombong ketika menerima anugerah. Kisah-kisah dalam buku ini menyajikan kiat menjaga keberuntungan yang telah didapat yang terdiri dari 11 judul, yaitu: 13.4.1. Kera Cerdik dan Buaya Bebal 13.4.2. Sang Kodok Tak Akan Kembali 13.4.3. Tak Punya Hati dan Telinga 13.4.4. Kebenaran selalu Terungkap 13.4.5. Anak Srigala di tengah-tengah Keluarga Singa 13.4.6. Dua Pecundang 13.4.7. Keledai Berbulu Macan 13.4.8. Penipu yang Tertipu 13.4.9. Unta Berkalung Lonceng 13.4.10. Si Cerdik Selalu Mampu Menakar Kemampuan 13.4.11. Anjing Pengembara 13.5. Ceroboh Buku kelima memberikan ajaran tentang tindakan-tindakan yang dilakukan tanpa pertimbangan yang matang serta konsekuensi yang harus ditanggung. Buku ini menyajikan 10 (sepuluh) kisah tentang arti penting keberanian dan keharusan mengambil keputusan disertai hati yang jernih dan pemikiran tajam yang mampu melihat ke depan. 13.5.1. Tindakan Tanpa Pertimbangan 13.5.2. Mengorbankan Pahlawan 13.5.3. Roda Ketamakan Tak Berhenti Berputar 13.5.4. Tidak Pandai Menggunakan Kepandaian 13.5.5. Terpelajar Tapi Dungu 13.5.6. Bakat Saja Tidak Cukup 13.5.7. Nyanyian Keledai 41 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 13.5.8. Ambillah Saran yang Sesuai 13.5.9. Lamunan Membumbung, Hati Kecewa 13.5.10. Rasa Tamak tidak Memikirkan Akibat XIV. TOKOH-TOKOH DALAM CERITA DAN SIFAT-SIFATNYA Orang-orang bijaksana zaman dahulu amat pintar membuat dongeng, khususnya fabel, yakni cerita tentang binatang. Sebenarnya apa yang diceritakan dalam dongen itu adalah cerminan kehidupan manusia. Melalui tokoh-tokoh margasatwa yang beraneka bentuk dan warna itu kita mengenal sifat-sifat manusia yang berbeda satu sama lainnya. Kisah antar binatang yang terjadi dalam hutan itu adalah kisah konflik manusia di muka bumi. Manusia dan binatang adalah mahluk hidup yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia mendapatkan banyak manfaat dari hewan seperti: air susunya diperah, dagingnya diolah, tubuh dan tenaganya dihela, tingkah laku hidupnya mendatangkan pengetahuan. Kehidupan hewan melahirkan inspirasi, gagasan dan pemikiran. Sebaliknya, binatang membutuhkan manusia sebagai gembalanya agar ia dapat bagi kehidupan manusia. Tokoh-tokoh dalam cerita Panca Tantra dan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut: 14.1. Singa, mempunyai sifat serakah, lambang keperkasaan. Tubuhnya besar dan kekar kukunya tajam, gigi taringnya panjang dan beracun, larinya kencang dan lompatannya tinggi dan jauh. Jika sedang marah atau berhadapan dengan pesaingnya, ia menjadi amat garang dan menakutkan. 14.2. Serigala, memiliki sifat suka mengadu domba. 14.3. Kera, memiliki sifat cerdik dan licik. 14.4. Burung Merpati, memiliki sifat pengorbanan dan kedamaian. 14.5. Burung Hantu, memiliki penglihatan dan pendengaran yang luar biasa tajam. 14.6. Burung Gagak, memiliki sifat cerdik dan pandai. 14.7. Ular, menggambarkan sifat licik, ia berpura-pura bersikap penyabar untuk mendapatkan mangsa. 42 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 14.8. Kelinci mempunyai sifat banyak akal. 14.9. Burung Bangau dalam cerita ini mempunyai sifat licik. 14.10.Sapi mempunyai sifat cerdas. 14.11.Unta, ia merelakan dirinya untuk di mangsa oleh singa. XV. PANCA TANTRA SEBAGAI ALTERNATIF METODE DALAM PENGAJARAN Cerita-cerita dalam Panca Tantra banyak mengandung nilai-nilai Pendidikan moral, etika spiritual, dan budhi pekerti. Nilai-nilai tersebut bila digali, dianalisa dan kemudian dikemas sedemikian rupa sesuai dengan situasi, kondisi, dan waktu dapat menjadi alternatif sebagai suatu metode dalam pengajaran agama Hindu. Cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena pada saat mendongeng, pendongeng tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak (Maryati dan Agam, 2008). Masalah pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Demikian pula pendidikan agama Hindu merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat Hindu (termasuk lembaga masyarakat), dan pemerintah. Hal ini berarti pendidikan agama Hindu bukan saja diberikan kepada lembaga formal di sekolah saja, tetapi juga dapat diberikan kepada lembaga tidak formal seperti kelompok pesantian dan paguyuban. Usaha manusia memegang pernan yang sangat besar dalam membina kepribadiannya. Dalam kitab Sarasamuccaya sloka 4 dapat kita temukan apa yang menjadi hakikat hidup menjelma sebagai manusia, adalah sebagai berikut: 43 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika. Artinya: Itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia. Hendaknya manusia mampu meningkatkan kualitas dirinya baik secra individu maupun kelompok. Untuk meningkatkan kualitas dirinya tersebut, seyogyanya manusia mengisi dirinya dengan ilmu pengetahuan, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Ilmu pengetahuan itu adalah suci adanya. Pada dasarnya manusia itu dibelenggu oleh kebodohan, manusia menjadi bodoh karena dipengaruhi oleh dunia material. Dunia material digambarkan sebagai lautan dan untuk memperolehnya melalui perjuangan yang keras. Dalam perjuangnnya manusia bisa saja tenggelam dalam lautan tak bertepi atau mabuk. Pengetahuan yang sempurna adalah dapat membebaskan dari pengaruh dunia material. Dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara yang tak kalah ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan manusiawi dan sportifitas bagi anak. Melalui dongeng pula jelajah cakrawala pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas. Anak juga bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Hal ini akan membantu mereka dalam mengidentifikasikan diri dengan lingkungan sekitar disamping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah orang lain. Sebaliknya, anak yang kurang imajinasi bisa berakibat pada pergaulan yang kurang, sulit bersosialisasi atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Maryati dan Agam, 2008). 44 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 XVI. ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN CERITA PANCA TANTRA 16.1. Nilai-nilai Pendidikan 16.1.1. Nilai Tattva Beberapa contoh cerita yang mengandung nilai-nilai tattva, yaitu nilai-nilai untuk meyakini kebenaran adalah sebagai berikut: 1) Perselisihan (1.1) Persahabatan akrab terjalin di hutan antara singa dan sapi jantan, tetapi dihancurkan oleh seekor serigala yang jahat dan tamak. Dalam kesehariannya sapi Sanjivaka yang terpelajar dan ahli dalam sastra memberikan pencerahanpencerahan dengan pengetahuan dan tata krama kepada singa Pingalaka yang berhati buas. Karena singa Pingalaka dan sapi Sanjivaka selalu membicarakan tentang sastra-sastra suci, singa menjadi lupa dengan sifat aslinya dan ia tak lagi pergi berburu. Hal inilah yang menyebabkan serigala menjadi dengki, iri hati dan berusaha untuk mengadu domba antara singa dan sapi, dan keduanya harus menghadapi hasutan serigala. Dalam kisah ini terdapat ajaran Agama Pramana yaitu cara mengetahui kebenaran sesuatu melalui kitab suci atau mendengar cerita/penjelasan dari para orang suci atau guru yang diyakini kebenarannya. 2) Serigala Mengalahkan Rasa takut (1.3) Pada bagian ini terdapat ajaran Anumana Pramana yaitu cara mengetahui hakekat kebenaran sesuatu atau gejala-gejala yang dapat diamati, kemudian ditarik kesimpulan atas obyek yang diamati yaitu yatra-yatra dhumah tatra-tatra wahni. ”Ketika seekor srigala bernama Gomaya sedang mencari makanan karena sangat laparnya, tiba-tiba srigala itu dikejutkan oleh suara genderang yang tergeletak di dekat semak-semak karena terpaan angin kencang. Mula-mula srigala itu ketakutan dan berpikir dia harus segera menghindar krena mengira suara itu berasal dari mahluk lain. Tapi setelah memastikan asal usul suara itu yang ternyata hanyalah sebuah genderang perang yang ditinggalkan oleh 45 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 pemiliknya, keberaniannya bertambah. Srigala semakin mendekat, ternyata di tempat itu srigala mendapatkan banyak sekali makanan”. 3) Kera cerdik dan Buaya Bebal (IV.1) Cerita ini mengisahkan tentang persahabatan seekor kera dan seekor buaya. Namun karena hawa nafsu, sang buaya ingin mencelakakan kera tersebut. Walaupun lemah tak berdaya menghadapi buaya, dengan kecerdasan akal sang kera terhindar dari marabahaya. 4) Kelinci Mempercaya Gajah (III.3) Dengan kecerdikan dan kepandaian, kelinci berusaha untuk mengusir kawanan gajah yang merusak tempat tinggalnya. 5) Hati Lemah Rezeki Berpindah (III.5) Sraddha sebagai dasar keyakinan hal penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa dasar keyakinan orang akan gagal melakukan apapun. 6) Gua yang berbicara (III.13) Dalam cerita ini, seekor srigala menggunakan akalnya untuk mengamati gejala-gejala yang ada saat hendak masuk ke dalam gua. Srigala melihat jejak kaki singa masuk ke dalam gua dan ia pun mengamati bahwa tidak ada jejak kaki singa meninggalkan gua. Yakinlah ia bahwa singa masih ada di dalam gua, srigala pun meninggalkan gua itu. 16.1.2. Nilai Etika Hampir semua cerita dalam Panca Tantra ini mengandung nilai etika yang menunjukkan hal-hal yang baik dan buruk atau benar dan tidak benar. Ajaran untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antar sesama mahluk dengan berbagi kasih, tanpa kekerasan, tanpa kemarahan, kebajikan, kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti, kewaspadaan, mementingkan persatuan, persahabatan, dan lainlain. 46 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 Sri Krsna dalam kitab suci Bhagavadgita (XVI.21) menyatakan tiga di antara enam musuh tersebut merupakan pintu gerbang yang mengantarkan atma menuju neraka, yaitu lobha (rakus, ambisi), Kama (dorongan nafsu), Krodha (emosi atau kemarahan). tri-vidham narakasyedam dvram nasanam atmanah kamah krodhas tatha lobhas tasmad etattayam tyajet. Artinya: Gerbang menuju neraka ini menganar pada kemusnahan sang roh, ada tiga jenisnya yaitu nafsu, kemarahan dan ketamakan. Oleh karena itu, seseorang harus melepaskan ketiganya itu. Krodhad bhavati sammohah sammohat smrti-vibramah Smrti-bhamsad buddhi-naso buddhi-nasat pranasyati Bhagavadgita II.63: Artinya: Dari kemarahan timbullah kebingungan, dari kebingungan hilanglah ingatan dan dari hilangnya ingatan kecerdasan terhancurkan, dari hancurnya kecerdasan membawanya pada kemusnahan. Seseorang yang marah menyakiti diri mereka sendiri dan juga orang lain dalam tiga cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata kasar), dan secara mental (melalui keinginan ynag buruk). Pengendalian kemarahan dapat dipraktekan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri. Sifat buruk menjerumuskan diri manusia pada kehancuran. Tuhan Yang Maha Esa memerintahkan supaya setiap manusia menghapuskan sifat-sifatnya yang buruk, seperti melenyapkan rasa benci kepada seseorang, kedengkian, lesu dan malas, tidak mengikuti dorongan nafsu terutama dorongan nafsu seksual, jangan membiasakan mengucapkan kata-kata makian, sifat cemburu, mengutuk atau mengumpat seseorang, menendang (menyiksa) sapi dan binatang lainnya hanya untuk kesenangan belaka, tidak mengotori udara, air dan lingkungan, tidak minum minuman keras atau yang memabukkan. Sifat-sifat tersebut bila mampu 47 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 dikendalikan dan tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dalam diri kita, niscaya seseorang akan menjadi pribadi yang baik. Sifat jahat dan tamak merupakan asubha karma atau perbuatan yang tidak baik, hal ini sangat dilarang dan bertentangan dengan ajaran agama Hindu. Perbuatan yang tidak baik ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan kita selanjutnya. Agama Hindu sangat meyakini adanya hukun karma. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati-hati dalam mengarungi hidupnya. Tiap orang harus mampu mengalahkan musuh di dalam dirinya sendiri, dapat melepaskan diri dari belenggu awidya, kegelapan dan kebodohan melalui pengamalan Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika (berpikir yang baik), wacika (berkata yang baik) dan kayika (berbuat yang baik). Seseorang harus memiliki pengetahuan untuk mengetahui suatu hal itu baik atau buruk, benar atau tidak benar. Dalam agama Hindu mengajarkan Sapta Timira atau tujuh kegelapan, yaitu tujun unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang menjadi gelap, diantaranya adalah ”Guna” yang artinya kepandaian, bahwa orang yang pandai akan mampu membebaskan dirinya dari lembah kesengsaraan. Kepandaian yang dimiliki harus dipergunakan dengan rendah hati, karena jika digunakan dengan keangkuhan dan kesombongan, maka kepandaian itu dapat menghancurkan hidup yang bersangkutan. 16.1.3. Nilai Yajna Yajna artinya korban suci, yakni korban yang dilandasi dengan kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Nilai ini didapatkan pada cerita Singa, Srigala dan Burung Gagak Memangsa Unta, Empat Brahmin dan Seorang Pencuri, Kearifan Memanfaatkan Kekayaan, dan Pengorbanan Merpati. Dalam bab tersebut diceritakan tentang pengorbanan diri untuk orang lain dan kewajiban bersedekah. Segala yang dapat memberikan rasa nikmat pada makhluk, seperti nasi enak, minuman termasuk air segar dan harum, semua itu patut kau berikan pada orang yang membutuhkan, sampai pada emas dan permata, kain halus anak-anak pelayan, anak buah, kereta, gajah, kuda, kerajaan sekalipun itu, apabila ada yang 48 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 meminta kepadamu dan jangan sekali engkau mengharap balasan. Hanya karena rasa cinta kasihmu yang besar kepada segala mahluk itulah yang menjadikan engkau iklas, menyerahkan segala-galanya kepada yang membutuhkan. Sertailah dengan tutur katamu yang menyenangkan, sikap yang jujur dan hati yang tulus iklas itulah dana namany. Maka tindakan orang yang tinggi pengetahuannya, tidak sayang merelakan kekayaannya, nyawanya sekalipun, jika untuk kesejahteraan umum, tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya sesuatu yang kekal, oleh karena itu adalah lebih baik berkorban (rela mati) demi untuk kesejahteraan umum (Kajeng, 2003). 16.2 Cerita Panca Tantra Meningkatkan Kualitas Budhi pekerti Peserta Anak Didik Cerita Panca Tantra ini sangat baik diberikan pada peserta didik pada tingkat sekolah dasar karena memuat tentang nasehat, persahabatan, etika, perngorbanan dan perilaku-perilaku yang baik yang disampaikan pada tokohtokohnya. Sebagai media pendidikan, kita mengajak anak-anak untuk mencontoh perilaku yang baik serta menunjukkan perilaku yang tidak baik yang tidak boleh dicontoh. Tugas seorang guru adalah mengarahkan agar peserta didik meniru contoh yang baik, dan menghindarka perilaku yang tidak baik. Jika peserta didik mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita Panca Tantra dalam kehidupan sehari-harinya, maka akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya sesua dengan ajaran Tri Kaya Parisudha. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa Panca Tantra sangat menarik untu dipelajari karena menggunakan tokoh binatang dan juga manusia serta kiasan-kiasan yang ditujukkan untuk meningkatkan spiritual pembacanya. Panca Tantra mengandung nilai-nilai pendidikan karena disusun untuk mendidik dan mengacu pada ajaran-ajaran suci agama Hindu terudatama ajaran etika dan spiritual sehingga dapat digunakan sebagai panutan perilaku sehari-hari. Dengan melihat isinya yang mengacu pada ajaran agama Hindu, Panca Tantra sangat cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran bagi anak-anak sekolah dasar. Cerita Panca Tantra ini disampaikan dengan 49 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 mengunakan tokoh-tokoh binatang atau dikenal dengan cerita fabel supaya tidak menyinggung perasaan manusia tanpa mengurangi makna yang akan disampaikan. Yang dapat kita lakukan agar cerita Panca Tantra ini bisa bertahan sementara di media seperti TV sudah banyak sekali tayangan-tayangan yang menghibur adalah dengan memperbanyak dan mensosialisasikan kepada masyarakat cerita Panca Tantra ini. Jika dimungkinkan bisa dibuatkan komik atau film dari cerita Panca Tantra ini atau dengan mengadakam lomba cerita Panca Tantra di pasraman. Setiap orang tua harus mengenal Cerita Panca Tantra ini sebagai bahan bercerita atau mendongeng. Selain dapat mengakrabkan antara orang tua dan anak, dengan mendongeng dapat mengenalkan sifat-sifat dan perilaku yang harus dimiliki oleh anak. XVII. PENUTUP 17.1. Kesimpulan 17.1.1. Cerita Panca Tantra ini dapat diyakini memiliki nilai-nilai luhur yang meliputi nilai tattva, etika dan yajna. Hal ini dikarenakan setiap cerita merupakan refleksi atau pabcaran kebenaran tentang Veda. 17.1.2. Pada hakekatnya semua manusia memiliki nilai Ketuhanan (devinity) yang dikenal dengan nilai-nilai kemanusiaan (human values) atau sering disebut budhi pekerti. Nilai-nilai itu merupakan pancaran dari Atman yang berwujud cinta kasih, menjunjung tinggi kebenaran, kebajikan, kedamaian dan perbuatan baik. 17.1.3. Jika nilai-nilai ini dapat ditumbuhkembangkan di dalam diri anak-anak sejak dini, maka akan meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan, meningkatkan kerukunan beragama dan mengabdi kepada nusa dan bangsa. 17.2. Saran Dalam rangka menanamkan nilai-nila luhur yang disampaikan dalam certa Panca Tantra perlu dilakukan sosialisasi melalui media cetak, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan non formal maupun informal atau tidak menutup kemungkinan dapat diadakan lomba cerita fabel. 50 Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012 DAFTAR PUSTAKA Bertens, K. 2007. Etika: seri filsafat atmajaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Chandiramani, G.L. 2001. Panca Tantra 1 dan 2. Jakarta: Dian Rakyat. Darmayasa, 1995. Canakya Nitisastra. Surabaya: Paramita. Darmodiharjo, 1993. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Kajeng, I Nyoman dkk. 1994. Sarasamuccaya: dengan teks bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno. Surabaya: Paramita. Puja, Gde dan Sudharta, Tjok Rai. 2002. Manawa Dharmasastra: weda smrti. Jakarta: CV. Felita Nursatama Lestari. Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar. Bandung: CV. ALFABETA. Srimad, 2003. Bhagavadgita, dalam bahasa Sanskerta, Inggris, Indonesia. Surabaya: Paramita. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tim Penyusun, 2005. Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Hanuman Sakti. Titib, I Made, 2003. Menumbuhkembangkan Pendidikan Buddhi Pekerti Pada Anak. Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat. Maryati, Rudi dan Agam. Manfaat http://www.dongengkakrico.com 51 Dongeng untuk Anak.