PERAN GANDA PEREMPUAN PADA MASYARAKAT PESISIR (Studi di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S1) Pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Haluoleo OLEH WA SENI C1 B1 11 016 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015 ABSTRAK WA SENI (C1B1 11 016) PERAN GANDA PEREMPUAN PADA MASYARAKAT PESISIR STUDI di DESA MOLA SELATAN KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI. Di bimbingolehBapakDr. H. Sulsalman Moita, S. Sos, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Megawati A, Tawulo, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi kelurganya di Desa Mola Selatan Kecamatan WangiWangi Selatan Kabupaten Wakatobi dan (2) Bagaimana distri busi alokasi waktu Istri nelayan terhadap kehidupan keluarganya di Desa Mola Selatan Kecamatan WangiWangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui informasi mengenai Peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya di DesaMola Selatan Kecamatan Wangi – wangi selatan Kabupaten Wakatobi. (2) dan Untuk mengetahui distribusi alokasi waktu istri nelayan terhadap kehidupan keluarga di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Sumber data penelitian ini menggunakan data primer yaitu data melalui kegiatan observasi dan wawancara guna menjawab permasalahan penelitian dan data sekunder yaitu data yang berupa catatan-catatan dan dokumentasi tentang keadaan geografis lokasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.Tehnik pengumpulan data yang di gunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Untuk tehnik pengambilan sampel digunakan tehnik purposive sampling. Tehnikanalisis data yang digunakan yaitu analisis model interaktif yang menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data,penyajian data, dan penarikan kesimpulan . Hasil dalam penelitian ini menunjukan Peranan istri nelayan di Desa Mola Selatan dalam peningkatan ekonomi banyak terkonsentrasi pada sektor informal. Dalam ekonomi bentuk partisipasi seorang istri nelayan di Desa Mola Selatan ada tiga hal yaitu menjadi pengikat rumput laut , penambang pasir dan penjual ikan. Dalam membentuk sebuah kesejahteraan hubungan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi perlu seorang istri untuk dimana dia bias mendistribusikan alokasi waktu terhadap peranan publik dan peranan domestik karena kedua peranan ini seorang istri nelayan yang berada di Desa Mola Selatan ikut ambil peran dalam memenuhi kebutuhan ekonomi di sebabkan seorang suami kurang penghasilanya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam kehidupan keluarganya. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan karunia, hidayah, serta ijin-Nya sehingga penulisan Skripsi dengan judul “Peran Ganda Perempuan Pada Masyarakat Pesisir Studi di Desa Mola Selatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi” dapat diselesaikan .Penyusunan Skripsi ini untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak terdapat kekeliruan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, di perlukan masukan atau pun kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Skripsiini. Dalam kesempatan ini, penulis berkewajiban untuk memberikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Sulsalman Moita, S.Sos, M.Si selaku pembimbing I dan Megawati A, Tawulo, S.Sos., M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan saran dan arahan serta bimbingan kepada penulis. Melalui kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, terutama kepada: 1. Prof. Dr.Ir. H. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Universitas Halu Oleo yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh studi di Universitas Halu Oleo Kendari. 2. Drs. Bahtiar, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 3. Drs. Juhaepa, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi 4. Dra. Hj. Suharty Roslan, M.Si selaku Koordinator Program Studi Sosiologi 5. Bakri Yusuf, S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi 6. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu pengetahuan maupun motivasi selama mengikuti Pendidikan di Universitas Halu Oleo Kendari. 7. Seluruh staf tata usaha dalam lingkungan FISIP Universitas Halu Oleo. 8. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Sosiologi angkatan 2011 (Sarliansa, S.Sos, Wa Ode Lusiarti, S.Sos, Hilda Oktaviani, S.Sos, YuyunRusli, Ikrawati, Evitriana Sari, S.Sos, Kholid Mahfud, Irwan Alaudin ,Diana Tamrin, Hendrawanto ,serta segenap sahabat yang tidak sempat di sebutkan namanya satu persatu). 9. Teman-teman terbaiku di asrama Hajima yaitu La Ode Samsuri, La Ode Abdul Syukur,La Ode Angi, Kamriadin, Hasmiati, Harliya, Mirnawati, Harpiati, Heripurnomo , Ahmad , Rahma , Muhammad Hendri Saputra, Sarlin, Nur Fitrina. 10. Teristimewa buat La Ode Aliono dan Erlianti yang selalu menemani saya baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang dan selalu memberikan saya semangat, motivasi dalam menyusun tugas akhir untuk mendapatkan Pridikat sarjana S1 di Universitas Halu Oleo. Terimakasih kepada Ayahanda La Ode Moha dan Ibunda Wa Ode Asimina, penulis mengucapkan salam dan do’a sertau capan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga atas nasehat, dukungan, motivasi, dan do’a yang tiada hentinya serta kasih sayang yang tulus dan tak terbalaskan kecuali do’a yang mampu penulis panjatkan semoga Allah SWT meridhoinya . Saudara - saudariku ( Elen, Tuti, Eri, puti, ridwan, serta keluarga baik itu dari ayah saya maupun dari ibu saya ) terimakasih atas do’a dan dukungan kalian semua. Semoga segala bantuan dan jasa-jasa baik dari semua pihak yang telah di berikan kepada penulis dapat bernilai ibadah dan mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT., Amin. Kendari, WA SENI September 2015 DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………...……………………………………………………........ 1 1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………...... 6 1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………....................... 7 1.4. Manfaat……………………………………………………………..................... 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masyarakat Pesisir……………………………….................................... 8 2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir……………………………….......... 9 2.3. Tinjauan Umum Tentang Keluarga……………………………………………… 11 2.4. Konsep Gender………………………………………………………………….. 13 2.5. Peran Ganda Perempuan………………………………………………................ 19 2.6. Perspektif Teori Struktural Fungsional………………………………………….. 26 2.7. Kerangka Pikir…………………………………………………………………... 29 BAB III. METODE PENILITIAN 3.1. Jenis Penelitian…………………………………………………………………… 30 3.2. Lokasi Penelitian…………………………………………………………………. 30 3.3. Informan Penelitiam……………………………………………………………… 30 3.4. Sumber Data……………………………………………………………………… 30 3.5. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………............. 31 3.6. Teknik Analisis Data…………………………………………………………….. 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………………………… 33 4.1.1 Keadaan Geografis………………………………………………............... 33 4.1.2 Keadaan Demografis………………………………………………............. 33 4.2 Peran Ganda Istri Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Keluarga........ 38 4.2.1 Peran Domestik………….………….………….………….……………….. 38 4.2.1.1 Mengurus Rumah Tangga……………………………………….......... 38 4.2.1.2 Mendampingi Suami……………………………….............................. 43 4.2.1.3 Mengurus Anak…………………………………….............................. 47 4.2.2 Peran Ekonomi………….………….………….………….………….……... 49 4.2.2.1 Pengikat Rumput Laut…………………………………....................... 49 4.2.2.2 Menjual Ikan……………………………………………...………….. 51 4.2.2.3 Menambang Pasir………...................………….………….…………. 53 4.3 Distribusi Alokasi Waktu Istri Nelayan Terhadap Kehidupan Keluarga................. 54 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….. 61 5.2 Saran………………………………………………………………………............ 62 DAFTAR PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Sementara itu Ralph Linton, (dalam Sitorus et. Al, 1998) mengartikan masyarakat sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan secara jelas (Satria, 2002). Adapun wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, yang apabila ditinjau dari garis pantai, maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus garis pantai. Dengan demikian, masyarakat pesisir adalah sekelompok manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah pesisir, memiliki kebudayaan yang sama, yang identik dengan alam pesisir, dan melakukan kegiatannya di dalam kelompok tersebut.Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas.Dominasi penduduk atau penghuni setiap harinya adalah wanita dan anak-anak.Sebagian lelaki yang terdiri dari suami maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut (Safari, 2014). 2 Pada dasarnya, masyarakat pesisir juga menganut sistem kekerabatan patriakat seperti masyarakat pada umumnya.Sistem Patriakat adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.Dalam nilai patriakat, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan.Perempuan dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan.Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki. Dengan kata lain bahwa untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita tergantung kepada lelaki sebagai pencari nafkah (Sudarwati, 2011). Oleh karenanya terdapat pembagian kerja antara ayah dan ibu, ayah memiliki areal pekerja publik karena kedudukannya sebagai pencari nafkah utama di dalam keluarga, sedangkan ibu memiliki areal pekerja domestik yang dapat diartikan oleh sebagian masyarakat yang menyatakan secara sinis bahwa seorang ibu hanya sekedar wanita yang memiliki tiga fungsi yaitu memasak, melahirkan anak, berhias, atau hanya memiliki tugas dapur, sumur, dan kasur (Notopuro, 1984). Faktor sosial budaya yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum ibu di dalam dunia bisnis tidak mendapat kepercayaan, pada akhirnya membuat kaum ibu sulit untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam area pekerja publik. Namun jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering kali kaum ibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga.Fakta ini terutama dapat terlihat pada keluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah, banyak dari kaum ibu 3 yang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarga.Pada keluarga yang tingkat perekonomiannya kurang atau pra-sejahtera peran ibu tidak hanya dalam areal pekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan terjadi karena penghasilan sang ayah sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Rumah tangga nelayan adalah salah satu contoh nyata dari keluarga prasejahtera yang ada di masyarakat.Rumah tangga nelayan sudah lama diketahui tergolong miskin, buruh tani, dan pengrajin.Istri nelayan ternyata memiliki peranan yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya. Kemiskinan dikeluarga nelayan, membuat perempuan terutama istri harus mencari pendapatan tambahan karena pendapatan suaminya tidak bisa diharapkan. Ketidakpastian pendapatan di laut mengharuskan kaum perempuan untuk memikul tanggung jawab memenuhi kebutuhan sehari-hari (bila musim paceklik), kebutuhan anak sekolah dan kebutuhan ”relasi sosial” kampung semisal hajatan atau iuran acara kampung lainnya. Kemiskinan telah menjadikan perempuan berperan ganda yakni sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga dan anak. Kedudukan dan peranan kaum perempuan pesisir atau istri nelayan pada masyarakat pesisir sangat penting karena dalam system pembangian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan, kaum perempuan pesisir atau istri nelayan mengambil peranan yang besar dalam kegiatan sosial-ekonomi didarat, sementara laki-laki berperan dilaut untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dengan kata 4 lain, darat adalah ranah perempuan, sedangkan laut adalah ranah laki-laki.Dampak dari pembagian kerja diatas mengharuskan kaum perempuan pesisir untuk selalu terlibat dalam kegiatan publik, yaitu mencari nafkah keluarga sebagai antisipasi jika suami mereka tidak mempeoleh pengahsilan.Kegiatan melaut merupakan kegiatan yang spekulatif dan terikat oleh musim.Oleh karena itu, nelayan yang melaut belum bisa dipastikan memperoleh penghasilan.Sistem pembagian kerja masyarakat pesisir dan tidak adanya kepastian pengahasilan setiap hari dalam rumah tangga nelayan telah menempatkan perempuan sebagai salah satu pilar penyanggah kebutuhan hidup rumah tangga. Dengan demikian dalam mengahdapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan, pihak yang paling terbebani dan bertanggungjawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga adalah kaum perempuan, istri nelayan (Kusnadi, 2006) Dibandingkan dengan masyarakat lain, kaum perempuan di Desa-desa nelayan mengambil kedudukan dan peranan sosial yang penting, baik disektor domestik maupun disektor publik.Peranan publik istri nelayan diartikan sebagai keterlibatan kaum perempuan dalam aktifitas sosial-ekonomi dilingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Desakan kondisi perekonomian yang memprihatinkan menyebabkan wanita menikah harus bekerja untuk membantu suami dalam perekonomian keluarga dan akan memainkan peran baru. Peran baru yang dijalankan adalah sebagai pekerja, peran sebagai istri dan ibu, serta perannya dalam kegiatan kemasyarakatan (Mustafa, 2013). 5 Wanita yang menikah, terutama mereka yang sudah memiliki anak harus mengambil pekerjaan yang tidak menuntut waktu banyak dalam rangka untuk berhasil menggabungkan pekerjaan dengan tanggung jawab di dalam rumah tangga mereka (Beauregard, 2008). Dengan kata lain bahwa seorang ibu harus cermat membagi waktu antara meluangkan waktu yang digunakan untuk pekerjaan rumah tangga dan waktu yang digunakan untuk membantu suami mencari nafkah. Masyarakat nelayan Desa Mola selatan Kecamatan Wangi-wangi selatan Kabupaten Wakatobi adalah salah satu bukti nyata yang ada di dalam masyarakat mengenai peran ganda kaum perempuan pada masyarakat nelayan sebagai salah satu desa yang di kelilingi oleh laut. Di satu pihak, wanita bekerja dapat berperan membantu ekonomi keluarga dan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, disisi lain juga harus berperan dalam urusan rumah tangga (domestik). Seorang ibu dituntut untuk ikut berperan aktif dalam mencapai tujuan tersebut, sehingga tidak hanya tergantung dari apa yang dilakukan dan diperoleh suami. Perempuan dalam masyarakat pesisir Desa Mola Selatan, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Kabupaten wakatobi juga memegang peranan yang amat penting dalam menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Seorang ibu dituntut untuk ikut membantu tugas atau pekerjaan laki-laki (suami) dengan cara terlibat aktif mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga tidak hanya tergantung dari apa yang dilakukan dan diperoleh suami.Dengan adanya pekerjan ganda yang dilakukan oleh seorang istri tersebut, maka menjadi penting diperlukan manajemen waktu yang sangat akurat dan tepat sehingga fungsi istri didalam rumah 6 tangga dengan aktifitasnya membantu suami mencari nafkah dapat berjalan baik dan seimbang. Oleh karena itu, berdasarkan fenomena diatas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang ”Peran Ganda Perempuan pada Masyarakat Pesisir di Desa Mola Selatan, Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,maka maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi kelurga di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 2. Bagaimana distribusi alokasi waktu Istri nelayan terhadap kehidupan keluarga di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, makatujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga diDesa Mola selatan Kecamatan Wangi-wangi selatan Kabupaten Wakatobi. 7 2. Untuk mengetahui distribusi alokasi waktu istri nelayan terhadap kehidupan keluarga Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan mengenai peran ganda perempuan pada masyarakat pesisir Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi. 2. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat Desa Mola dapat menjadi salah satu masukan mengenai pentingnya peranan istri dalam menunjang perekonomian keluarga. 3. Bagi Akademisi, sebagai bahan acuan atau referensi bagi penulis lainnya yang akan melakukan ataupun yang akan melanjutkan penelitian sesuai dengan judul penelitian ini. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di wilayah pesisir yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah pesisir.Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari wilayah lautPrianto dalam (Arifin, 2006).Demikian pula jenis mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim. Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumber daya alam dan lingkungan Lewaherilladalam (Arifin, 2006). Selanjutnya dari status legalitas lahan, karakteristik beberapa kawasan permukiman di wilayah pesisir umumnya tidak memiliki status hukum (legalitas), terutama area yang direklamasi secara swadaya oleh masyarakat (Arifin, 2006). Lingkungan alam sekitar akan membentuk sifat dan perilaku masyarakat. Lingkungan fisik dan biologi mempengaruhi interaksi sosial, distribusi peran sosial, karakteristik nilai, norma sosial, sikap serta persepsi yang melembaga dalam masyarakat. Dikatakannya pula perubahan lingkungan dapat merubah konsep 9 keluarga.Nilai-nilai sosial yang berkembang dari hasil penafsiran atas manfaat dan fungsi lingkungan dapat memacu perubahan sosial (Usman, 2003). 2.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir pada umumnya merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.Masyarakat pesisir merupakan entitas sosial,ekonomi, ekologi dan budaya, yang menjadi batas antara daratan dan lautan, di mana di dalamnya terdapat suatu kumpulan manusia yang memiliki pola hidup dan tingkah laku serta karakteristik tertentu. Masyarakat pesisir ini menjadi tuan rumah di wilayah pesisir sendiri. Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan kelautan dan perikanan, serta pembentuk suatu budaya dalam kehidupan masyarakat pesisir (Afriza, 2013). Nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang merupakan kelompok masyarakat pesisir yang secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya.Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pantai pada pulau-pulau besar dan kecil di Indonesia.Masyarakat pesisir ada yang menjadi pengusaha skala kecil dan menengah, namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsistem, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang 10 10 maksimal, nelayan harus berpindah-pindah.Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selaludiliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani.Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan.Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan nelayan.Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya.Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara ekonomi.Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam.Kondisi alam tersebut yang membuat sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik.Disamping itu, masalah kompleks yang dihadapi masyarakat pesisir adalah kemiskinan, keterbatasan pengetahuan serta dunia pendidikan dan teknologi yang berkembang.Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang menyebabkan rendahnya kemampuan dan ketrampilan masyarakat pesisir (Arifin, 2006). 11 11 2.3 Tinjauan Umum Tentang Keluarga Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.Keluarga merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, yang terdiri dari ayah, ibu dan anakanaknya (keluarga inti/batih).Pada umumnya sebuah keluarga tersusun dari orangorang yang saling berhubungan darah dan atau perkawinan meskipun tidak selalu.Saling berbagi atap (rumah), meja makan, makanan, uang, bahkan emosi, dapat menjadi faktor untuk mendefinisikan sekelompok orang sebagai suatu keluarga (Suhendi, 2001). Dalam setiap masyarakat pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dalam proses pergaulan hidup (Soekanto, 2002). Berdasarkan definisi diatas suatu keluarga terbentuk melalui perkawinan, yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Perilaku yang dilakukan oleh suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera dipandang sebagai perilaku kekeluargaan, ini juga dapat diartikan sebagai perilaku dalam kehidupan bersama yang didasari semangat saling pengertian, kebersamaan rela berkorban, saling asah, asih, dan asuh serta tidak ada maksud untuk menguntungkan diri pribadi dan merugikan anggota lain dalam keluarga tersebut. 12 12 Seorang laki-laki sebagai ayah maupun perempuan sebagai ibu di dalam suatu keluarga memiliki kewajiban bersama untuk berkorban guna kepentingan bersama pula. Kedudukan ayah ataupun ibu di dalam keluarga memiliki hak yang sama untuk ikut melakukan kekuasaan demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh anggota. Status suami istri dalam keluarga adalah sama nilainya, maksudnya masingmasing dianggap baik dalam bertindak. Suatu keluarga akan kokoh dan berwibawa apabila dari masing-masing anggota keluarga yang ada di dalamnya selaras, serasi dan seimbang. Perbedaan posisi antara ayah dan ibu dalam keluarga pada dasarnya disebabkan oleh faktor biologis.Secara badaniah, wanita berbeda dengan lakilaki.Alat kelamin wanita berbeda dengan alat kelamin laki-laki, wanita memiliki sepasang buah dada yang lebih besar, suara wanita lebih halus, wanita melahirkan anak dan sebagainya. Selain itu secara psikologis, laki-laki akan lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Sedangkan secara psikologis wanita lebih emosional, lebih pasif (Sudarwati, 2011). Keberhasilan suatu keluarga dalam membentuk sebuah rumah tangga dan sejahtera tidak lepas dari peran seorang ibu yang begitu besar.Baik dalam membimbing dan mendidik anak mendampingi suami, membantu pekerjaan suami bahkan sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.Namun demikian kebanyakan dari masyarakat masih menempatkan seorang ayah sebagai subyek, sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah.Sedangkan ibu lebih ditempatkan sebagai objek yang dinomor duakan dengan kewajiban mengatur rumah, memasak, mencuci, membimbing dan mengurus anak di rumah (Sajogyo, 1985). 13 13 Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air hingga memelihara anak.Dikalangan keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Apalagi jika perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja yang dipikulnya menjadi double atau ganda (Fakih, 2005) Keluarga Nelayan merupakan salah satu bukti nyata mengenai beban kerja ganda yang dipikul oleh kaum perempuan.Pada kehidupan perempuan atau isrtri nelayan, sangat memungkinkan bahwa mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja.Dimana mereka harus bekerja ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun lingkuppublik (misalnya Transaksi jual-beli ikan, pengawetan, pengasinan, dan pengikat rumput laut). Hal itu dilakukan guna membantu, mengurus dan menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya (Kusnadi, 2006) 2.4Konsep Gender Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh Sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan gender. Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, dan menyusui). Sedangkan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks 14 14 seperti maskulin dan feminim. Menurut Heyserdalam(Suyanto & Hendrarso, 1996), ia mendefinisikan ’gender’ is the socially constructed roles ascribed to men and women, yang artinya adalah ’gender’ merupakan konstruksi sosial dalam hubungan pria dan wanita yang dibentuk oleh masyarakat melalui proses internalisasi dan sosialisasi dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan tidak sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih pekerjaan.Dengan adanya hal tersebut membuat perempuan harus selektif dalam memilih pekerjaan.Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan seorang perempuan bekerja sebagai, kuli bangunan, penarik becak motor, tukang becak, karena dianggap melanggar kodrat perempuan.Hal ini didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.Dengan keadaan seperti diatas terjadi ketimpangan bahwa perempuan selalu diposisikan berada dibawah laki-laki/posisi nomor dua dan harus menurut pada perintah kaum laki-laki. Sebenarnya apabila diamati, tentu saja kondisi ini tidak lepas dari pengaruh gender. Pembagian kerja berdasarkan gender membuat perempuan bekerja lebih keras dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Pembatasan budaya tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, karena dari awal antara perempuan dan laki-laki memang telah dibuatkan sekat oleh masyarakat, berupa pelabelan-pelabelan yang sangat erat dengan konsep gender.Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah, penurut, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, jantan, 15 15 rasional, dan perkasa. Sehingga apabila konsep yang dianut dalam suatu masyarakat sangat bias gender laki-laki, maka kaum perempuannya akan kurang dapat mengembangkan diri karena adanya berbagai pelabelan-pelabelan made in masyarakat tersebut. Pada dasarnya diskriminasi gender dalam kultur kerja tidak hanya terjadi pada level kantoran (laki-laki sebagai bos dan perempuan sebagai sekretaris), namun juga dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga dan sektor informal, serta menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang dilakukan kaum perempuan, khususnya di Indonesia. Padahal bila dikaji lebih dalam tidak ada salahnya perempuan mempunyai pekerjaan, meskipun tidak berkarier.Karier biasanya lebih banyak menuntut persiapan pendidikan dan persiapan mental sedangkan pekerjaan tidak begitu memerlukan persyaratan-persyaratan khusus. Defenisi tentang kerja sendiri sering kali tidak hanya menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut. Bila menempatkan kerja perempuan pada konteks sosialnya, perlu diingat bahwa konteks tersebut akan selalu mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat, menyangkut aspek kehidupan yang terbatas maupun yang sangat luas, dirasakan oleh sebagian masyarakat maupun seluruh masyarakat. Sehingga pada gilirannya semua ini mempengaruhi bentuk kerja perempuan dan hubungan sosial baik antar-gender maupun didalam-gender yang sama dari kelas sosial yang berbeda. 16 16 Pada kasus perempuan atau istri nelayan yang rata-rata berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kelas menengah ke bawah, selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai ‘bread winner’ disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini, peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan.Atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda mereka dan keluarganya menyebabkan perempuan-perempuan dari golongan ini tidak dapat begitu saja menyerahkan kelangsungan hidup keluarga kepada suami mereka (Kusnadi, 2006). Menurut pendapat Rahma Sugihartidalam(Suyanto & Hendrarso, 1996) mengatakan bahwa wanita sesungguhnya merupakan sumber daya ekonomi yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pria.Keberadaan wanita dalam rumah tangga bukan sekedar sebagai pelengkap fungsi reproduksi saja, namun lebih dari itu wanita terbukti memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan ekonomi dan kesejateraan rumah tangga serta masyarakat. Menurut Standingdalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat akibat perkembangan di bidang ekonomi dan teknologi pelan-pelan partisipasi tenaga kerja wanita tanpa terkecuali wanita yang telah berumahtangga tampak mulai meningkat, wanita dapat dijadikan sumber daya ekonomi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan pria, dan juga dapat memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan ekonomi rumah tangga (keluarga). Namun, tidak bisa dipungkiri muncul masalahmasalah yang dihadapi wanita yang bekerja di luar rumah (sektor publik),khususnya bagi wanita yang telah berumahtangga dan mempunyai anak. Masalah–masalah 17 17 tersebut dapat terjadi diakibatkan oleh adanya perbedaan ’peran gender’ antara pria (laki–laki) dan perempuan (wanita) yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Adapun berbagai masalah–masalah yang dihadapi oleh perempuan (wanita), khususnya bagi wanita yang telah berumahtangga dan mempunyai anak ketika ia memutuskan ikut terjun bekerja di luar rumah, salah satunya adalah pandangan masyarakat Fenomena perempuan bekerja di luar rumah oleh banyak pihak masih dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat biasanya mengikuti sepak terjang perempuan bekerja dengan menggunakan ”kaca pembesar” dan langsung menilai pantas atau tidaknya berdasarkan nilai–nilai yang berlaku (konstruksi sosial masyarakat). Baik itu di dunia Timur maupun Barat, perempuan digariskan untuk menjadi istri dan ibu, sehingga menimbulkan stereotype (pelabelan negatif) yang dikenakan/diberikan kepada perempuan yang menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional, pasif, lemah, dependen, dekoratif, tidak asertif, dan tidak kompeten, terkecuali untuk tugas rumah tangga. Sedangkan suami harus menanggung keluarga sehingga status mereka (suami) lebih tinggi dan mempunyai hak untuk mengendalikan perempuan(Gardiner, dkk., 1996).Stereotype yang dianggap kodrat telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan.Akibatnya, lahir pembagian kerja secara seksual.Laki-laki mendapat porsi yang lebih menguntungkan daripada perempuan Arief Budimandalam (Irvanus Edwin, 2002). 18 18 Pelabelan negatif (stereotipe) ini dapat dilihat secara nyata dalam lingkungan masyarakat Indonesia, misalnya: di lingkungan masyarakat Jawa, dimana perempuan disebut sebagai ’konco wingking’ (teman di belakang), bahkan ada pameo ’swargo nunut neroko katut’ (ke surga atau ke neraka, istri hanya mengikuti suami). Hal–hal tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas tentu sangat bertolak–belakang dengan sifat yang dinilai tinggi dalam berkarier (bekerja di luar rumah), seperti: agresif, ambisius, produktif, dan sebagainya. Dari sinilah berawal memunculkan isu bahwa perempuan bekerja di luar rumah hanyalah sekedar menjalankan pekerjaan (do a job) dan bukan berkarier (make a career) tidak seperti laki–laki yang sejak masih anak– anak telah biasa menerima pertanyaan: ”Kalau besar nanti, kau mau jadi apa?” (Gardiner, dkk., 1996). Nilai–nilai tradisional yang ada dalam masyarakat dapat menjadi tekanan sosial bagi perempuan ketika ia memutuskan bekerja di luar rumah (sektor publik), misalnya: perempuan Jawa dari kalangan bangsawan akan tetap mengingat masak,macak, manak (memasak, bersolek, dan melahirkan anak) sebagai tugas utamanya, dan melewati proses mawas diri dan konflik batin sebelum memutuskan menjadi wanita karier. Dan juga bila seorang perempuan bekerja di luar rumah (sektor publik), sering ia dianggap harus tunduk pada penilaian suami atau orangtuanya tentang apa yang patut dan apa yang tidak patut dikerjakannya. Proses semacam ini juga dialami oleh perempuan dari kalangan kelas menengah lainnya di Indonesia.Masyarakat Indonesia masih mengaitkan kesejahteraan keluarga (rumah 19 19 tangga) dengan peranan ibu sebagai ’ratu rumah tangga’ di dalam suatu keluarga (Gardiner, dkk., 1996). 2.5 Peran Ganda Perempuan Peran ganda perempuan merupakan masalah yang sering dihadapi perempuan yang bekerja di sektor publik (domain publik), khususnya bagi perempuan yang telah berumah tangga (berkeluarga) dan bahkan setelah dirinya mempunyai anak–anak (Gardiner, dkk., 1996). Rahma Sugiharti dalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat bahwa adanya kecenderungan, setiap kali wanita akan bekerja dan mengembangkan diri serta kariernya di dunia publik, mereka harus menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaan rumah tangga. Hal ini berarti bahwa apabila wanita itu ingin mengembangkan karier atau berkecimpung di dunia publik, mereka dituntut untuk tetap dan selalu tidak melupakan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga. Dan acap kali terjadi dalam mayarakat kita bahwa bila dalam keluarga dimana suami–istri bekerja di dunia publik dan terjadi keretakan dalam keluarganya/rumah tangganya, maka pada wanitalah segala kesalahan akan ditimpakan. Keadaan semacam ini menunjukkan bahwa kendati masyarakat telah semakin berkembang ke arah masyarakat industri, namun pandangan umum tentang wanita yang bekerja belum disamakan dengan pria. Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum 20 20 perempuan.Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air hingga memelihara anak.Dikalangan keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri.Apalagi jika perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja yang dipikulnya menjadi double atau ganda (Fakih, 2005). Rahma Sugiharti dalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat bahwa adanya kecenderungan, setiap kali wanita akan bekerja dan mengembangkan diri serta kariernya di dunia publik, mereka harus menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaan rumah tangga. Hal ini berarti bahwa apabila wanita itu ingin mengembangkan karier atau berkecimpung di dunia publik, mereka dituntut untuk tetap dan selalu tidak melupakan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga. Dan acap kali terjadi dalam mayarakat kita bahwa bila dalam keluarga dimana suami–istri bekerja di dunia publik dan terjadi keretakan dalam keluarganya/rumah tangganya, maka pada wanitalah segala kesalahan akan ditimpakan. Keadaan semacam ini menunjukkan bahwa kendati masyarakat telah semakin berkembang ke arah masyarakat industri, namun pandangan umum tentang wanita yang bekerja belum disamakan dengan pria. Pada kehidupan perempuan pesisir atau istri nelayan, sangat memungkinkan bahwa mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja.Dimana mereka harus bekerja ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun publik guna membantu mengurus dan menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya.Sehingga tidak dapat 21 21 dipungkiri bahwa mau tidak mau mereka yang rata-rata berasal dari keluarga dengan taraf ekonomi menengah ke bawah harus ikut berpartisipasi guna membantu pendapatan ekonomi keluarga. Namun akan timbul masalah apabila nantinya tidak terjadi pembagian kerja yang adil dan sikap tenggang rasa dalam keluarga, sehingga perempuan dalam keluarga lama kelamaan akan mengalami ketidakadilan gender (Kusnadi, 2006). Secara umum peran ganda perempuan diartikan sebagai dua atau lebih peran yang harus dimainkan oleh seorang perempuan dalam waktu bersamaan.Adapun peran-peran tersebut umumnya mengenai peran domestik, sebagai ibu rumah tangga, dan peran publik yang umumnya dalam pasar tenaga kerja.Konsep ini agaknya dapat menyelesaikan permasalahan pembakuan peran seperti yang selama ini dipahami sebagian masyarakat sebagai sesuatu yang tidak dapat ditawar.Dengan konsep peran ganda seperti ini, perempuan tidak lagi melulu harus berkutat disektor domestik tetapi juga dapat merambah sektor publik (Rustiani, 1996). Asumsi yang dipakai pada konsep kesetaraan ini mengindikasikan bahwa laki-laki dan perempuan harus mempunyai kapasitas, kesukaan dan kebutuhan yang sama, sehingga idealnya mereka harus meraih tingkat kesehatan, pendidikan, pendapatan, partisipasi politik yang sama pula. Secara implisit di sini tidak diakui adanya perbedaan biologis yang mempengaruhi potensi kemampuan antara laki-laki dan perempuan.Padahal kalau ditilik secara cermat kemampuan manusia bisa dipandang dalam sifatnya yang universal dan spesifik. Kemampuan universal adalah kemampuan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam kapasitas dan 22 22 potensinya yang sama. Karena itu pada kemampuan yang bersifat universal ini, konsep kesetaraan 50-50 ini sangat mungkin untuk dicapai.Sedangkan kemampuan spesifik adalah kemampuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan karena adanya keragaman biologis. Perempuan dengan sifat khas femininnya, misalnya, menjadikan hal tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi dalam proses pemilihannya untuk terjun dalam kegiatan publik. Dengan adanya keragaman biologis ini menyebabkan kesetaraan 5050 tidak tepat, karena sarana untuk mencapai itu tidak sama antara laki-laki dan perempuan (Megawangi, 1999). Konsep peran ganda yang semula diharapkan dapat memberdayakan perempuan dalam perjalanannya justru seringkali menimbulkan banyak kebingungan.Ini terjadi karena paradigma yang dipakainya masih belum bisa melepaskan diri dari corak berpikir dikotomis.Ruang publik dan domestik dipisahkan secara diametral. Jika pada akhirnya keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor dipilah-pilah dengan kategori peran ganda maka tidak mustahil hal ini akan melahirkan mentalitas dikotomis. Pemilahan seperti ini akan melahirkan kepribadian terpecah (split personality) dan tentu akan menjadi masalah besar. Perempuan seharusnya dibiarkan menjadi dirinya sendiri di mana pun ia berada, tanpa harus terkotak kotak pada ruang publik atau domestik. Pemilahan secara dikotomis justru sangat kontraproduktif terhadap kemandirian perempuan itu sendiri. Perempuan boleh memiliki banyak peran (multi peran) selama ia punya komitmen terhadap kebenaran dan keadilan. 23 23 Keterpurukan pada dikotomi semacam ini dapat diatasi bila paradigma yang digunakan diubah dengan cara pandang pada sisi kemanusiaan yang bersifat universal. Salah seorang tokoh feminis, Naomi Wolf, mengatakan bahwa upaya untuk memperbaiki kehidupan perempuan membutuhkan keberanian untuk secara terusmenerus mensosialisasikan gagasan feminis secara rasional dan simpatik.“Menjadi feminis” bagi Wolf harus diartikan “menjadi manusia”, karena feminis adalah sebuah konsep yang mengisahkan harga diri pribadi dan harga diri seluruh kaum perempuan.Laki-laki dan perempuan tidak dilihat sematamata pada kelaki-lakiannya dan keperempuannya, tetapi dilihat secara umum sebagai manusia. Keduanya merupakan agen keadilan dan kebenaran serta mempunyai peluang yang sama dalam membangun peradaban. Konsep yang bersandar pada paradigma semacam ini lebih memfokuskan perbincangan pada pemahaman yang komprehensif dan integral terhadap wilayahwilayah peran itu sendiri. Jika perempuan mengkonsentrasikan diri dalam peran domestik, tidak berarti ia harus meninggalkan peran publiknya, demikian juga sebaliknya. Konsep peran komprehensif universal tidak hanya berlaku bagi perempuan tapi juga laki-laki.Dengan demikian peran keduanya bisa produktif dan bermanfaat bagi semua pihak. Laki-laki dan perempuan dari sisi kemanusiaan mengemban kewajiban kodrati yang sama, yakni sebagai hamba Tuhan dan khalifah di muka bumi. Dengan bersandar pada asumsi dasar bahwa Tuhan menciptakan sesuatu dengan berpasang-pasangan, maka keberadaan laki-laki dan perempuan 24 24 dengan segenap potensinya diharapkan dapat berkoeksistensi secara sinergis mewujudkan tugas mulia yang diembannya. Keberadaan laki-laki dan perempuan bukan dipahami sebagai sesuatu yang dipertentangkan (dikotomis) tetapi sebagai hal yang berpasangan.Konsep “paritas” (keberpasangan) diharapkan dapat memberikan alternatif wacana untuk memahami relasi laki-laki dan perempuan.Dengan demikian kecenderungan wacana tidak hanya berkutat pada “kesumpekan” gender yang dikotomis. Keberpasangan dapat pula dianalogikan dengan kunci.Kunci adalah kesatuan antara anak kunci dan lubang kunci. Sebuah anak kunci tentu hanya akan benar-benar fungsional untuk membuka atau menutup sesuatu jika ia dimasukkan pada lubang yang memang ditetapkan untuk dimasukinya. Anak kunci bisa saja masuk pada lubang-lubang kunci lain yang bukan pasangannya, tapi ia hanya bisa masuk dan tidak dapat diputar. Pintu terkunci pun bisa saja dibuka tanpa kunci dengan cara dibongkar atau didobrak. Bentuk kunci tentu jelas berbeda dengan lubang kunci.Fungsionalisasinya pun tidak seperti sayap yang serempak, tapi justru lubang kunci yang kelihatannya diam dan submisif yang mengaktifkan kunci. Karena itu cara kerja kunci adalah dinamika keharmonisan yang lebih tidak kasat mata jika dibandingkan dengan dinamika keharmonisan sayap burung. Keberpasangan laki-laki dan perempuan sering mengalami penyederhanaan hanya sebagai keberpasangan sayap burung, padahal tidak selalu demikian.Sering terjadi keberpasangan kunci-lah yang lebih cocok. Dari kompleksitas keberpasangan laki-laki dan perempuan tersebut, ada satu hal yang pasti 25 25 bahwa kelemahan selalu mengandalkan kelebihan dalam segi lain. Seandainya memang kelemahan perempuan yang sebenar-benarnya masih ada, maka tentu itu bukan kelemahan dari segi kualitas fisik. Hebatnya laki-laki yang sanggup bekerja fisik terus-menerus tanpa terhalang oleh menstruasi tentu tidak dapat dibandingkan dengan hebatnya perjuangan perempuan dalam melahirkan anak.Dalam banyak bidang pekerjaan, mekanisasi telah membuat pekerjaan otot berganti menjadi pekerjaan memencet tombol saja.Ini jelas menetralisasi kelemahan fisik perempuan. Laki-laki dan perempuan adalah sebanding, sejajar tapi tidak sama. Lakilaki dan perempuan adalah diri yang satu yang menempati dua raga yang berbeda. Perbedaan ini jika dikaji lebih dalam akan bermuara pada pengalaman kerinduan akan keutuhan. Pengalaman kerinduan ini sama proporsinya antara lakilaki dan perempuan. Kerinduan akan keutuhan yang horisontal ini penting dalam kacamata spiritual. Hanya melalui Tuhan, manusia baik laki-laki atau pun perempuan dapat memahami kerinduan akan keutuhan yang lebih besar, yaitu kerinduan transenden. Kerinduan untuk selalu bersama-sama dan selalu utuh dengan Yang Mutlak. Keyakinan dan upaya untuk merealisasikan bahwa laki-laki dan perempuan adalah satu diri merupakan suatu pembebasan paling radikal yang dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan sebagai seorang manusia.Keyakinan ini dapat membebaskan laki-laki dan perempuan dari penjara raganya yang sementara, dikotomi menjadi kesatuan yang utuh, pasangan manusia. Dari interaksi saling 26 26 mengutuhkan dan mengimanenkan kembali antar pasangan manusia maka kemampuan bertanggungjawab, kedewasaan bersikap, dan ketenangan akan dapat tercapai. Bila ini ditarik pada konteks gerakan-gerakan yang peduli kaum perempuan maka akan tampak benang merahnya. Ide dasar gerakan tersebut tentu sangat luhur, yakni untuk memanusiakan perempuan. Perempuan adalah juga manusia, sama dengan laki-laki. Keduanya sama-sama dititipi ruh, memiliki potensi untuk cenderung ke arah kebaikan dan sebaliknya, berpotensi untuk mencapai ketinggian ilmu dan sebaliknya, dan berpotensi untuk mencapai kemuliaan tertinggi.Karena itu, dalam konteks memanusiakan perempuan, perempuan harus diakui sebagai subjek yang punya kehendak, kebaikan, dan kebijakan dari dalam dirinya sendiri(Risang Ayu, 1999). 2.6 Perspektif Teori Struktural Fungsional Teori structural fungsional adalah adalah sebuah teori yang berisi tentang sudut pandang yang menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian – bagian yang saling berhubungan .Ciri pokok perspektif ini adalah gagasan tentang kebutuhan masyarakat ( societal needs ) .masyarakat sangat serupa dengan organism biologis ,karena mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus di penuhi agar masyarakat dapat melangsungkan keberadaanya atau setidaknya berfungsi dengan baik.ciri dasar kehidupan sosial struktur sosial muncul untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat dan merespon terhadap permintaan masyarakat sebagai suatu sistem sosial .Asumsinya adalah cirri – cirri sosial yang ada member kontribusi yang penting dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau sub 27 27 sistem utama dari masyarakat tersebut. Masyarakat dalam pemikiran struktural fungsional yang sangat mengedepankan yaitu menganggap masyarakat sebagai organism biologis terdiri dari organ – organ yang saling ketergantungan .Teori structural fungsional juga mengedepankan suatu perspektif yang menekankan harmonisasi dan regulasi yang di kembangkan lebih jauh sebagai berikut: 1.Masyarakat harus di lihat sebagai suatu kompleks 2.Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan 3.Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik ,artinya karena tindakan itu di dasarkan pada dorongan kemauan ,dengan mengindahkan nilai , ide dan norma yang di sepakati .tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan di capai itu di pengaruhi oleh lingkungan atau kondisi ,dan apa yang di pilih tersebut di kendalikan oleh nilai dan norma.pandangan Talcot parson untuk memahami manusia di pelajari seperti mempelajari tubuh manusia.Struktur tubuh manusia memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain oleh karena setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas . Robert K.merton mengutip tiga postulat yang terdapat di dalam tiga analisa yang kemudian di sempurnakan satu demi satu .Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang bisa di batasi sebagai suatu keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau 28 28 konsistensi internal yang memadai tanpa menghasilkan konflik yang berkepanjangan yang tidak dapat di atasi atau di atur. Postulat ke dua, yaitu fungsionalisme universal, terkait dengan postulat pertama. Fungsional universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi – fungsi positif . Postulat ketiga melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah indespensability .Ia menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban , setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus di jalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat di pisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan. 29 29 2.7 Kerangka Pikir Peran Ganda Istri Nelayan Di Luar Rumah Tangga (Publik): Di Dalam Rumah Tangga (Domestik): 1. Mengurus Rumah Tangga (memasak, dan mencuci) 2. Mendampingi Suami 3. Mengurus Anak (Sajogyo, 1985). Distribusi alokasi waktu 1. Membantu memenuhi kebutuhan ekonomi di mana mereka bekerja ekstra dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga misalnya:  Mengikat rumput laut  Menjual Ikan  Menambang pasir (Kusnadi, 2006) 30 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis data yang di ambil dan di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni sebuah tipe penelitian yang berusaha memberikan gambaran dan pemaknaan yang jelas seperti yang dimaksudkan dalam permasalahan. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pesisir Desa Mola selatan Kecamatan Wangiwangi selatan Kabupaten Wakatobi. Desa ini termasuk desa yang mayoritas perempuan nelayan atau ibu rumah tangga istri nelayan berperan ganda .di samping sebagai ibu rumah tangga istri nelayan juga bekerja di areal mencari nafkah. 3.3 Informan Penelitian Dalam menentukan informan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu penentuan informan dilakukan sesuai dengan kriteria tertentu. Adapun informan dari penelitian ini adalah Perempuan pesisir yang berperan ganda dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan mendistribusikan alokasi waktu untuk keluarga yakni 16 0rang, 4 orang suami, dan 1 orang sebagai informan kunci yakni Kepala Desa.jadi jumlah informan secara keseluruhan adalah 21 orang. 3.4 Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah 31 31 a. Data primer, adalah Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian di lapangan yakni dilakukan dengan teknik pengamatan (obserfasi), wawancara mendalam terutama akan dilakukan pada informan kunci. b. Data sekunder adalah sebagai data pendukung dalam penelitian yang di peroleh melalui media massa, hasil-hasil penelitian, buku-buku, dan sumber lain yang relevan dengan topik dalam penelitian ini. 3.5 Teknik Pengumpulan Data 1. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang ada baik berupa buku maupun karya ilmiah yang digunakan sebagai pedoman ataupun landasan teori dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian ini. 2. Penelitian Lapangan: a) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung tentang kondisi lokasi penelitian. b) Wawancara yakni dengan mengadakan tanya jawab secara bebas dan mendalam kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara sistematis sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas terkait dengan permasalahan yang diteliti. 32 32 3.6 Teknik Analisis Data Seluruh hasil data yang dikumpulkan ataupun diperoleh dalam penelitian ini dianalisa secara kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan memaparkan secara jelas dan mendalam fenomena yang ada, kemudian hasil dari penggambaran masalah tersebut diinterpretasikan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. 33 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Mola Selatan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan WangiWangi Selatan.Desa ini terletak kurang lebih 200 M ketinggian tanah dari permukaan laut, banyaknya curah hujan 200-300 mm/Thopografi (daratan rendah, tinggi dan pantai) daratan sedang dan suhu udara rata-rata 350 C berada tepat di wilayah Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi.Sumber kantor Desa Mola Selatan. Adapun batas-batas dari wilayah pemerintahan sebagai berikut :  Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mandati  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kapota  Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Liya  Sebelah Barat berbatasan dengan laut Banda 4.1.2 Keadaan Demografi Desa Mola Selatan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Wangiwangi Selatan yang mulai berkembang dengan pesat, dengan jumlah penduduk 1.233 jiwa, dimana penduduk laki-laki sebanyak 589 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 647 jiwa, disini diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. 34 34 Tabel 1. Komposisi Penduduk DesaMola Selatan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2015 No. Kelompok Umur (Tahun) Jenis Kelamin Jumlah Pria Wanita (Jiwa) Persentase 1. 0-4 20 18 28 2,27 2. 5-10 32 26 58 4,70 3. 11-14 30 34 64 5,19 4. 15-20 63 57 120 9,73 5. 21-24 44 70 114 9,24 6. 25-30 67 51 118 9,57 7. 31-34 68 74 142 11,51 8. 35-40 54 67 121 9,81 9. 41-44 35 53 88 7,13 10. 45-50 41 49 90 7,29 11. 51-54 26 37 63 5.10 12. 55-60 18 29 47 3,81 13. 61-64 24 20 44 3.56 15. 65-70 17 19 36 2,91 16. 71-74 12 15 27 2,18 17. 75-80 14 11 25 2,02 18. 81≥ 21 17 38 3,08 Jumlah 589 647 1.233 100 Sumber : Kantor Desa Mola Selatan, 2015 Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah penduduk terbesar berada dalam kelompok umur 31-34 tahun yakni 11,51%. Sementara jumlah penduduk terkecil adalah berada dalam kelompok umur 75-80 tahun yakni 2,02%. Dominasi penduduk 35 35 yang berada pada iterval tahun antara 0-4 tahun memberkan impilkasi pertumbuhan penduduk pada masa perkembangan anak tingkat dasar. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pada suatu wilayah terdapat dapat dijadikan indikator untuk mengukur sumber daya manusia di wilayah tersebut.Selain itu, pendidikan juga merupaka kebutuhan yang cukup mendesak bagi penduduk disuatu wilayah tertentu, demikian pula halnya dengan penduduk di Desa Mola Selatan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Mola Selatan, maka dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Mola Selatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan, tahun 2015 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1. Tamat SD 74 6,00 2. Tamat SLTP 96 7,78 3. Tamat SLTA 118 9,57 4. D3 14 1,13 5. S1 23 1,86 6. S2 9 0,72 311 100 Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Mola Selatan, 2015 Tebel diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan Desa Mola Selatan sebagian besar adalah belum sekolah dan yang hanya tamat SLTA sebanyak 118 36 36 orang atau 9,57% , Sementara sebagian kecil tamat Perguruan Tinggi S2, sebanyak 9 orang atau 0,72%. Kenyataan tersebut mengambarkan bahwa secara umum penduduk Desa Mola Selatan memiliki pendidikan Yang tergolong menengah kebawah. Hal tersebut terlihat dari besarnya jumlah penduduk yang tidak berpendidikan 68,20%. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Jenis mata pencaharia penduduk pada suatu wilayah, dapat memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi masyarakat pada wilayah tersebut, dimana dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dengan memiliki mata pencaharian tetap dengan jumlah pendapatan yang cukup memadai, maka dapat memberikan gambaran bahwa keadaan ekonomi masyarakat tersebut tergolong baik. Berdasarkan data yang diperoleh Kantor Desa Mola Selatan diketehui bahwa jumlah penduduk Desa Mole Selatan yang memiliki mata pencaharian tetap adalah sebanyak 497 jiwa. Untuk mengetahui lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut ini: 37 37 Tabel 3.Komposisi Penduduk Desa Mola Selatan Berdasarkan Jenis mata Pencaharian No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase 1. PNS 97 19,51 2. TNI/POLISI 11 2,21 3. Pedagang 34 6,84 4. Petani rumput Laut 53 10,66 5. Nelayan Perawat 227 45,67 6. Swasta 22 4,42 7. Bengkel/Tambal Ban 18 3,62 8. Penjahit 13 2,61 9. Pertukangan 15 3,01 10. Dukun Kampung Terlatih 7 1,40 497 100 Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Mola Selatan, 2015 Tabel diatas menunjukan bahwa dari 497 penduduk Desa Mola Selatan yang memiliki mata pencaharian tetap, diketahui bahwa penduduk yang bekerja sebagai nelayan adalah merupakan jumlah terbesar, yakni 45,67% sementara yang paling kecil adalah dukun kampung terlatih diketahui sebesar, yakni 1,40% Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Kehidupan beragama masyarakat Desa Mola Selatan secara umum berjalan dengan baik, rukun dan damai serta saling menghargai. Keadaan tersebut dapat tercipta karena seluruh masyarakat Desa Mola Selatan memeluk agama yang sama, yakni Agama Islam. 38 38 4.2 Peran Ganda Istri Nelayan dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Keluarga 4.2.1 Peran Domestik 4.2.1.1 Mengurus Rumah Tangga Pengaturan atau pengelolaan rumah tangga merupakan tugas utama para wanita nelayan, khususnya para ibu rumah tangga.Kegiatan ini seolah-olah tidak mengenal waktu dalam pelaksanaannya. Tugas ini antara lain berkaitan dengan penyiapan makan dan minum bagi segenap anggota keluarga seperti mengasuh, mendidik, menjaga, dan mengarahkan anak-anak terutama bagi yang belum dewasa mengurus, membersihkan dan membereskan rumah termasuk perabot rumah tangga dan menjaga kebersihan dan kerapian pakaian segenap anggota keluarga. Melihat tugas kerumah tanggaan yang harus dipikul oleh seorang ibu rumah tangga tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. Begitu bangun dari tidur mereka telah dihadapkan dengan setumpuk tugas yang harus dilakukan. Aliran fungsionalisme yang berkaitan dengan penelitian ini sesungguhnya sangat sederhana, yakni bagaimana memandang masyarakat sebagai sistem yang terdiri atas bagian yang berkaitan dengan agama, pendidikan, struktur publik, sampai kepada pengurusan rumah tangga yang dialami oleh ibu Rita yang merupakan istri dari punggawa laut. Berikut hasil wawancara dari beliau : “biasanya ibu-ibu yang ada di desa ini harus bangun dari pagi-pagi sekali, kadang itu harus dari jam 5 Shubuh hanya untuk memasak kemudian menyiapkan sarapan pagi untuk bekal suami kami melaut.Karena rata-rata suami-suami kami bekerja sebagai nelayan.Ya, setelah itu baru kami pikirkan anak-anak kami yang sekolah, mulai dari menyiapkan peralatan mereka untuk sekolah sampai mengantarnya pun sekaligus. Ini merupakan kebiasaan dan kegiatan kami sehari-hari khusunya saya senidiri juga” (Wawancara 4 Juli 2015) 39 39 Memasak atau mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap dihidangkan untuk dimakan segenap anggota keluarga merupakan keterampilan tersendiri dalam rumah tangga, khususnya ibu-ibu nelayan kecil, buruh nelayan, sampai kepada pemilik kapal besar (pabbagang) yang ada di Desa Mola Selatan. Seorang istri atau ibu rumah tangga yang baik sering dinilai dari keterampilan memasak yang ia miliki. Kegiatan memasak para ibu rumah tangga sering dibantu oleh anak-anak perempuan mereka.Biasanya yang berbelanja untuk keperluan dapur tersebut adalah kaum ibu atau anak perempuannya.Namun, anak laki-laki hanya ikut berbelanja.Oleh sebab itu, Anak laki-laki sangat kecil perannya dalam menyiapkan makanan karena keterlibatan mereka biasanya hanya terbatas bila kebetulan si Ibu membutuhkan sejumlah bahan yang perlu dibeli di warung atau di pasar. Membersihkan peralatan dapur dan peralatan makan yang kotor setelah dipergunakan juga merupakan tugas utama para wanita terutama para ibu rumah tangga.Pencucian biasanya cukup dilakukan secara sederhana pula, yaitu dengan menggunakan dua ember cuci, pertama untuk mencuci dan menyabun peralatan yang masih kotor, sedangkan ember kedua dipergunakan untuk membilas agar peralatan tersebut lebih bersih. Ibu Haru yang merupakan istri dari buruh nelayan atau sawi mengatakan bahwa : 40 40 “Bisa dibilang pekerjaan rumah tangga yang berat dilakukan oleh kebanyakan para istri nelayan di Mola selatan itu dek mencuci pakaian anggota rumah tangga termasuk pakaian sendiri. Disini kan kebanyakan dari suku Bajodan tempat tinggal kami sangat susah dari air PDAM begitu, jadi kalau kita mau bandingkan antara pekerjaan yang lain dengan pekerjaan mencuci pakaian, pekerjaan inilah yang paling berat karena banyak menguras tenaga yang cukup besar juga dekkarena harus naik ke darat untuk mengambil air bersih.”(Wawancara 27 Juli 2015) Dari hasil wawancara tersebut dengan ibu Haru memang sangat nyata bahwa pekerjaan rumah tangga yang memerlukan tenaga yang lebih itu adalah 6mencuci pakaian, tahap-tahap dalam pencucian baju seperti menyikat, membilas, memeras dan menjemur pakaian membutuhkan energi yang cukup banyak terlebih lagi dikarenakan oleh pakaian dari para suami sehabis pergi melaut sangatlah kotor sehingga diperlukan tambahan tenaga untuk mencucinya hingga bersih. Oleh sebab itu, biasanya para suami memiliki pakaian khusus yang hanya digunakan untuk melaut agar memudahkan para istri dalam proses pencucian baju. Saat pencucian pakaian tidak ada pola yang tetap.tergantung pada waktu luang yang dipunyai para ibu rumah tangga.Akan tetapi biasanya pencucian pakaian dilakukan setelah segenap pekerjaan yang berkaitan dengan kenelayanan selesai. Pada saat para nelayan mendaratkan ikannya pagi hari maka si ibu mencuci pakaian pada siang hari atau sore hari, karena pada pagi hari itu si ibu sibuk mengurusi ikan hasil tangkapan suaminya.hal ini karena pada pagi hari mereka harus membereskan ikan-ikan yang didaratkan oleh suaminya.bila para nelayan mendaratkan ikan sore hari maka umumnya mereka mencuci pakaian pada siang hari.Anak laki-laki seolah terbebas dari pekerjaan kerumah tanggaan termasuk 41 41 mencuci pakaian. Menurut penuturan ibu Momi yang merupakan istri dari punggawa laut, mengatakan bahwa : “Kalau anak saya yang laki-laki biasanya kalau libur sekolah dia membantu ayahnya pergi melaut. Kalau untuk anakkuyang masih kecil itubelum dapat diajak melaut, diakadang saya beri tugas untuk membersihkan berbagai peralatan melaut bapaknya seperti membersihkan jaring dari kotoran-kotoran selepas digunakan oleh bapaknya untuk menangkap ikan, atau membereskan dan membersihkan perahu setelah digunakan berlayar menangkap ikan.”(Wawancara 4 Juli 2015) Dari penuturan ibu Momi jelas tergambar bahwa anak laki-laki hanya memiliki peran sedikit di dalam rumah tangga, sebab waktu yang mereka miliki lebih kepada kegiatan yang ada di luar rumah tangga, baik itu hanya sekedar nongkrong dengan teman-temannya hinggga menghabiskan waktunya dengan membenahi perlengkapan melaut bapaknya. Berikut ini ada beberapa penjelasan juga petikan wawancara yang berkaitan dengan teori yang membahas soal startifikasi sosial dalam kaitannya dengan gaya hidup (life style) yang cenderung mengarah pada kerapaian dalam berpakaian dimana perbedaan tersebut terlihat pada masyarakat Angkue antara keluarga dari punggawa laut dan keluarga dari buruh nelayan atau sawi. Menyetrika pakaian agar halus hanyalah dilakukan oleh para keluarga nelayan yang cukup mampu seperti misalnya yang dilakukan oleh para keluarga punggawa laut, sedangkan bagi para keluarga buruh nelayan kebanyakan pensetrikaan tidak begitu dilakukan pada baju-baju yang dianggap bagus maupun pakaian yang dipakai sehari-hari.Pekerjaan mensetrika pakaian umumya juga dilakukan oleh para perempuan terutama para ibu rumah tangga. Hal ini dapat diketahui dari petikan hasil 42 42 wawancara dengan ibu Neli yang merupakan istri dari punggawa laut, beliau mengatakan: “Biasanya dek baju yang saya setrika, itu baju-baju yang dipakai untuk pergipergi.Kalau baju yang dipakai hari-hari apalagi baju yang dipakai bapaknya melaut jarang saya setrika ya kalau sempat saja, selain itu juga waktu yang dibutuhkan untuk menyetrika terlalu lama terlebih lagi dengan anggota keluarga ibu yang berjumlah enam orang, secara langsung tenaga yang ibu butuhkan juga harus lebih besar lagi.” (Wawancara 4 Juli 2015) Berbeda dengan yang dialami oleh ibu Eda yang merupakan istri dari buruh nelayan atau sawi, di mana beliau hanya menggantungkan keuangan keluarganya dari penghasilan suaminya melaut.jadi kalau untuk urusan kerapian terlebih lagi mengenai pakaian tidak begitu beliau hiraukan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan ibu Eda yang merupakan istri seorang buruh nelayan atau sawi, beliau mengatakan : “Kalau soal menyetrika pakaian dek, keluarga saya tidak begitu mementingkan hal tersebut, karena jangankan menyetrika pakaian dek, untuk beli setrikanya saja ibu tidak mampu .Selain karena pengaruhtidak ada uang, ibu juga lebih baik membeli barang atau menggunakan uang seperlunya saja untuk kebutuhan sehari-hari.” (Wawancara 6 Juli 2015) Pekerjaan mengasuh anak-anak pada dasarnya tidaklah mempunyai batas akhir.Tetapi pekerjaan ini mulai berkurang setelah anak-anak mulai berkeluarga.akan tetapi, pada banyak keluarga di masyarakat Mola Seltan tidaklah demikian, karena banyak diantara anak-anak yang telah berkeluarga ternyata belum mampu membangun rumah tangganya sendiri.Masih banyak diantara keluarga baru yang masih menjadi satu rumah dengan orang tuanya. 43 43 Pada kondisi seperti ini, selain harus mengurus anak-anaknya sendiri, para ibu rumah tangga terkadang juga harus mengurus cucunya bila kebetulan anaknya sedang bekerja.menjaga kebersihan dan keteraturan rumah juga merupakan pekerjaan yang sebagian besar harus dilakukan oleh ibu rumah tangga. Salah satu cara menjaga kebersihan rumah adalah dengan menyapu lantai. Bentuk kotoran umum berada dilantai adalah pasir laut.Penggunaan alas kaki agar kaki tetap terpelihara bersih dan tidak meninggalkan kotoran bila menginjak lantai jarang dilakukan terutama bagi anak-anak. Menurut Ibu Rina yang merupakan istri seorang nelayan, ia mengatakan bahwa: “Bila lagi tidak ada pekerjaan begitu, saya biasanya menyapu dirumah itu dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari.Pekerjaan tugas-tugas rumah tangga biasanya ibu dibantu oleh anak-anakku yang perempuan, itupun kalau lagi libur sekolah atau mereka pulang dari sekolah saja, dan kadang juga bila sedang tidak melaut kadang-kadang bapaknya juga mengerjakan pekerjaan ini.” (Wawancara 6 Juli 2015) Ini terjadi karena walaupun jenis pekerjaan ini sering dilakukan oleh para ibu rumah tangga tapi pada dasarnya semua anggota keluarga dapat dan pantas mengerjakanya.Aktifitas ketika sore menjelang magrib hingga malam hari adalah bersantai dengan mengobrol dengan tetangga sekitar rumah dan bersantai dengan keluarga yang biasanya diisi dengan kegiatan nonton TV bersama.Bagi istri waktu ini digunakan untuk istirahat setelah seharian bekerja. 4.2.1.2 Mendampingi Suami Yang pasti suami akan membawa dua hal berbeda yaitu kelebihan dan kekurangan, kalau kelebihan dan kebaikannya jelas para istri bisa menerimanya 44 44 karena itulah yang diharapkan oleh para istri ingin bisa disayang oleh suami. Masalah kekurangan pada suami inilah yang terkadang belum bisa diterima oleh istri mungkin karena gaji pas-pas an, jorok, menjengkelkan, rewel pencemburu dan sebagainya.Bagi sebagian istri secara pribadi kekurangan suami bukanlah suatu harga mati yang tidak bisa dirubah atau ditawar karena masalahnya adalah berhubungan dengan perilaku manusia dimana seseorang bertingkah sesuai kemampuan berfikirnya, karena itu tak perlu harus buru-buru bertengakar hanya karena beberapa hal yang dirasa kurang nyaman dari suami. Sebaliknya para istri perlu mencari celah dimana suami bisa membuka hatinya untuk belajar memperbaiki dirinya terhadap apa yang menjadi kekurangannya, sifat nya bukan kita kita mengajarinya tapi terlebih memotivasinya dengan cara-cara tertentu yang disukainya sehingga suami tertarik untuk memperbaiki dirinya, berikan penghargaan atas apa yang telah suami kita capai jika dia sudah berusaha memperbaiki kekuranggannya meskipun itu hal kecil saja karena semangat akan membawa nya untuk terus terpacu memberikan yang terbaik bagi istrinya. Jika kekurangannya secara fisik ya berarti kita harus bersabar mungkin memang secara fisik suami ada kekurangan tapi mungkin juga sebaliknya dibalik fisiknya yang kurang itu dia punya kelebihan hati yang lembut dan mulia yang mungkin tidak dimiliki lelaki yang berfisik sempurna, kasih sayang tak mengenal bentuk fisik jikapun kekurangnnya berbentuk tingkah laku dengan kasih sayang akan bisa kuat dan bersabar mendukung suami untuk terus lebih baik dan kesabaran itulah bagian dari bentuk kasih 45 45 Salah satu unsur yang dapat menjaga keharmonisan dan keutuhan suami istri adalah apabila keduanya saling menjaga rahasianya masing-masing.Terkadang suami menceritakan rahasia pribadinya kepada istri.Sebaliknya, istri menceritakan rahasia pribadinya kepada suami.Ini baik, sebagai perwujudan kedekatan perasaan dan kejiwaan mereka.Namun, masing-masing mereka tentu tidak suka bila rahasia pribadi itu diketahui orang lain, selain mereka berdua.Begitupun yang dirasakan oleh Ibu Satia (28) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut : “Pada saat suami saya melaut untuk mencari nafkah saya selalu setia menunggu di rumah untuk menanti dia pulang melaut dan saya sudah sediakan apa-apa yang dibutuhkan suamiku khususnya makanan, terkadang bapak pulang melaut marah-marah karena hasil tangkapanya sedikit terkadang juga tidak ada.Tetapi saya selalu bilang kepada dia selalu bersabar karena rezeki itu sudah ada yang atur dan saya sebagai istri selalu setia kepada bapak baik dalam keadaan susah maupun senang. (Wawancaratanggal 11 Juli 2015) Berbeda halnya yang diungkapkan oleh Ibu Fenti (34) beliau menggungkapkan bahwa dalam mendampinggi suaminya dalam kehidupan seharihari beliau selalu merasa canggung karena suaminya selalunya mengutang kepada orang lain demi memenuhi nafsu untuk minum-minum alkohol dan hutang mereka sudah banyak kemudian suaminya dalam satu minggu itu satu kali turun melaut bahkan tidak pernah. “Sebenarnya dek saya juga malu dengan keadaan suami saya sekarang ini karena dia lebih mementingkan kepentinganya yang tidak ada gunanya itu dari pada istri dan anaknya di rumah.Ini anak-anakku kasian kalau malammalam saat makan malam tanya-tanyaterus tentang bapaknya.Saya tidak sangup juga menjalani hidup seperti ini bahkan saya kadang berpikiruntuk meningalkan suami saya kalau dia tidak merubah kebiasaannya ini. (Wawancara tanggal 11 Juli 2015) 46 46 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seorang istri selalu setia kepada suaminya baik dalam keadaan susah maupun senang karena seorang istri selalu mendampinggi suaminya karena suami adalah perisai buat istri dan terkadang juga seorang istri merasa jenuh dengan keadaan suaminya disebabkan oleh tingkah laku suaminya yang sering melakukan perbuatan menyimpang seperti minumminuman keras. Maka dari itu seorang suami harus menjaga perasaan istri karena istri adalah semangat bagi para suami karena suami adalah mencari nafkah jadi pada saat suami pulang melaut setelah dia melihat istrinya pasti rasa capeh akan hilang. Seorang suami adalah pelindung bagi istrinya disebabkan istri mempunyai sifat yang lemah lembut sehingga para suami harus tegas kepada istrinya.Di dalam hubungan rumah tangga pasti ada masalah baik itu bersifat positif maupun negative.Seorang ibu rumah tangga yang bernama ibu Ande (31) beliau mengatakan bahwa: “Kalau saya sendiri lebih mengutamakan peranan istri baik itu mencuci, memasak, mendidik anak dan bahkan saya harus menggurus keperluan suamiku.Walaupun suami saya mempunyai rezeki pas-pasan, tapi sampai sekarang juga anakku masih bisa sekolah seperti yang lain.Saya juga selalu bersyukur karena Allah masih menyayangi keluargaku yang kecil ini.” (wawancara tanggal 17 Juli 2015 ) 47 47 Begitupun yang dikatakan oleh ibu Desi (34) bahwa beliau selalu menghargai suaminya : “seorang istri itu dek harus taat kepada suaminya karena suami adalah imam dalam keluarga dan mereka memberikan nafkah kepada istrinya, menasehati istrinya bahkan mendidik anak-anaknya. Kalau bagi saya sendiri, itu rezekiku, saya rasa ada tambah-tambahnya dibanding saya belum menikah.Pokoknya kayak saya bekerja itu gampang kita dapat hasil. Jadi sebagai seorang istri juga harus patut terhadap suami baik itu dalam keadaan susah maupun senang bahkan seorang istri juga harus ikut membantu suaminya pada saat dia bekerja baik itu di dalam rumah tangga maupun pada saat dia mencari nafka untuk istri dan anaknya.” (Wawancara tanggal 17 Juli 2015) Bahkan seorang istri tetap bertahan terhadap suaminya walaupun sering bertengkar terhadap suaminya dan ibu itu adalah ibu Hijriah (29) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut: “Didalam hubungan rumah tangga itu dek pasti ada masalah mungkin karena salah paham dan retaknya rumah tangga itu disebabkan oleh tidak ada kepercayaan antara satu dengan yang lain. Walaupun saya selalu di marahi suamiku dan bahkan dia memukuliku kalau lagi sedang mabuk tapi saya selalu sabar isyaallah pasti dia akan berubah. Jadi saya dengan sabar dek menghadapi sifat suamiku yang keras itu dan saya harus selalu menemani suamiku sampai kapanpun.” (wawancara tanggal 17 Juli 2015) Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang istri harus menemani suaminya baik dalam keadaan susah maupun senang. Memang didalam hubungan rumah tangga pasti ada masalah baik itu masalah besar maupun yang kecil akan tetapi kalau kita hadapi dengan sabar isyaallah semua akan indah pada waktunya. 4.2.1.3 Mengurus anak Anak adalah titipan oleh sang khalik jadi anak itu harus wajib dijaga dan dilindungi sebab orang tua yang baik adalah orang tua yang bisa mengerti dengan kehidupan anaknya. Pengurusan anak adalah kewajiban dari seorang ibu yaitu istri 48 48 sehingga peranan ibu disini sangat dibutuhkan untuk masa depan mereka kelak natinya. Sesungguhnya dalam pengurusan anak adalah suami dan istri mempunyai peranan dalam hal ini di sebabkan anak adalah titipan yang harus mereka jaga. Seandainya orang trua tidak bisa mengurus anaknya maka itu disebabkan orang tua mempunyai kesibukan diluar selain mengurus kebutuhan anaknya. Begitupun yang dialami oleh ibu zuana (32) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut: “dalam mendidik anak kita harus mempunyai trik supaya anak kita tidak membangkang sama orang tua. Sesungguhnya orang tua itu de sangat berat sekali peranya jadi saya harus pintar-pintar memanejemen waktuku antara mengurus anak dan pekerjaan sehari-hari.” (wawancara tanggal 26 juli 2015) Berbeda halnya yang diungkapkan oleh bapak refaldi (35) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut: “kalau saya de dalam mendidik anak-anakku saya melakukan metode kekerasan sehingga anak saya takut kepada kedua orang tuanya. Alhamdulillah dengan itu anak saya selalu mematuhi apa yang kami perintahkan kemudian kami pun tidak resah kalau apa-apa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat.” (wawancara tanggal 26 juli 2015) Dari hasil wawancara diatas dapat di simpulkan bahwa orang tua harus selalu menasehati anaknya. Di sebabkan orang tua mempunyai kesibukan lain sehingga orang tua yang berada di desa mola selatan mengambil langkah-langkah dalam mendidik anak diantaranya adalah dengang pendidikan militer dan harus pintar memanejemen waktu sehingga tidak menggangu mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. 49 49 4.2.2 Peran Ekonomi 4.2.2.1 Pengikat rumput laut Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga seorang ibu yang berada di Desa Mola Selatan melakukan pekerjaan yaitu mengikat rumput laut. istri ikut membantu perolehan dan penambahan pendapatan keluarga mendapat dukungan dari para suami sebab disamping pekerjaan ini tidak mengganggu tugas ibu sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai upaya istri untuk mendapatkan nafkah tambahan karena dari para suami menyadari ketidak mampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dikarenakan oleh penghasilan mereka yang kecil. Pada saat peneliti melakukan penelitian di desa Mola Selatan Kec.Wangi-wangi Selatan Kab.Wakatobi pada saat itu ibu-ibu sedang mengikat rumput laut. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Dinsi (45) berprofesi sebagai punggawa laut, beliau mengatakan bahwa: “Kami disini juga banyak yang membudidayakan rumput laut. Karena kami pikir juga bahwa sama saja kita pergi melaut. Jadi kalau kami sudah pulang memasang jaring atau memancing, biasanya kami pergi lihat dulu rumput laut kami masing-masing.Ini rumput laut juga hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang membantu keuangan keluarga juga dek.Apalagi harga rumput laut sekarang lagi naik perkilonya.Oleh sebab itu, sayang kalau tidak dimanfaatkan.Untuk itu para ibu-ibu yang ada di sini, biasanya berlomba-lomba agar mendapatkan pekerjaan sebagai pengikat rumput laut, apalagi pekerjaan ini tergolong mudah dan bisa dikerjakan dimana saja, termasuk di rumah.” (Wawancara 30 Juli 2015) Usaha yang biasa dilakukan oleh para ibu rumah tangga untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga adalah dengan menjadi pengikat rumput laut.Para ibu di Desa Mola Selatan tidak memiliki kesulitan dalam mengerjakan kegitan tersebut ataupun tidak harus memiliki keterampilan khusus sebab pengerjaanya tidak begitu 50 50 sulit dan anak-anak pun juga bisa ikut serta dalam membantu ibunya. Hal ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan ibu Suriani (30) yang merupakan istri dari punggawa laut, beliau mengatakan bahwa: “Para pengikat rumput laut disini dek bisa pindah dari satu kelompok kekelompok lain jika pekerjaannya pada kelompoknya telah selesai. Misalnya, saya ikat di rumah ibu Iba lalu bagian yang harus saya kerjakan di rumah ibu Iba telah selesai, maka jika ada teman saya yang lain meminta bantuan kepada saya untuk mengikat rumput laut yang dia punya, ya saya boleh bantu dia tanpa harus minta izin terlebih dahulu.” (wawancara 30 Juli 2015) Hal tersebut terjadi karena orientasi pengikat rumput laut bukan pada keuntungan yang akan didapat nantinya tetapi terselesainya pekerjaan tersebut. Sifat tolong menolong yang diberikan oleh pengikat lain sering mempunyai ikatan resiprositas atau timbal balik, walaupun sering pula hal ini tidaklah diakui. Sifat dari tolong menolong seperti ini sebenarnya ada semacam rasa senasib dan sepenanggungan diantara mereka. Pada masyarakat Desa Mola Selatan walaupun ada beberapa aktivitas yang bisa membantu penambahan pendapatan keluarga misalnya, menjadi pengrajin ikan asin tapi banyak yang memilih menjadi pengikat rumput laut dengan penghasilan mereka sebagai pengikat rumput laut sekitar Rp. 15.000 sampai Rp. 30.000 terantung dari banyaknya ikatan rumput laut yang diperoleh per hari. Walaupun mungkin pendapatannya tidak begitu besar namun kerjasama serta sifat tolong-menolong itulah yang membuat mereka senang, dan menjadikan hal tersebut menjadi hiburan para ibu-ibu selama berada dalam rumah tangga dengan kesibukan yang terkadang membuat mereka menjadi stress. Hal ini dapat terlihat dari kutipan hasil wawancara 51 51 dengan ibu Surianti (32) yang merupakan istri dari punggawa laut, beliau mengatakan: “Ibu-ibu disini dek lebih senang menjadi pengikat rumput laut dibandingkan menjadi pengrajin ikan asin karena menjadi pengikat rumput laut mengerjakannya dapat dikerjakan di rumah.Jadi, bisa sambil mengerjakan pekerjaan rumah dan mengawasi anak-anak. Terus jam kerjanya juga sesuka kita, kapan kita mau, tidak ada yang menentukan jamnya yang penting terselesaikannya pekerjaan tersebut.”(Wawancara 30 Juli 2015) Jadi kesimpulan dari hasil wawancara diatas adalah ibu rumah tangga yang berada di Desa Mola Selatan melakukan dua peran antara peran sebagai ibu rumah tangga dan membantu memenuhi kebutuhan ekonomi dengan cara mengikat rumput laut sehingga ekonomi di dalam keluarga yang berada di desa mola selatan dalam hal peran ibu rumah tangga ikut ambil adil dalam memenuhi kebutuhan keluarga. 4.2.2.2 Menjual ikan Pengelolaan ikan dimulai saat perahu sang suami merapat di dermaga, sementara para istri nelayan terlibat terutama pada tahap pasca produksi yaitu pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Berbagai peralatan seperti ember plastik dan keranjang untuk tempat ikan telah dipersiapkan oleh istri nelayan dan selanjutnya dipilah-pilah menurut jenis ikannya.Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Lilis (35) yang merupakan istri dari buruh nelayan atau sawi, beliau mengatakan bahwa : 52 52 “Kalau mengenai harga dari jenis-jenis ikan dengan nilai jual tinggi seperti bawal, kakap merah sunu, dan mayong biasanya dek dijual langsung ke tempat pelelangan ikan (TPI) atau kepada pedagang langganan di pasar yang biasanya langganan saya setiap harinya dimana kita juga biasa meminjam uang sama mereka terlebih dahulu.. Sebagian besar ibu-ibu disini memiliki pedagang langganan sendiri-sendiri, kalau menjual ke pedagang lainnya di pasar tidak enak sama langganan soalnya saya sering pinjam uang dengan langganan saya, nanti bayarnya dengan ikan hasil tangkapan suami. Rata-rata ibu-ibu disini ya begitu dek, karena kita juga tidak repot-repot lagi pergi ke pasar untuk pergi menjual.” (Wawancara 30 Juli 2015) Berbeda halnya yang diungkapkan oleh ibu hida (27) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut: “pada saat kita menjual ikan de kita harus pintar merayu pelan ggan supaya dagangan kita tidak sepi sehingga banyak orang yang berdatangan untuk membeli ikannya kita. Dalam melakukan hubungan pembicaraan antara pembeli kita harus bersikap seolah-olah daganganya kita itu adalah berbeda dengan yang lain” (wawancara tanggal 30 juli 2015) Kemudian yang diungkapkan oleh ibu sari (43) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut : “dalam menjual hasil tangkapan suamiku yaitu ikan saya tidak menjualnya dipasar dikarenakan banyak sekali persaingan akan tetapi kalau saya jual dengan cara berkeliling dikampung orang lain otomatis daganganku cepat laku dan saya dapat meraut keuntungan dari para pembeli tersebut” (wawancara tanggal 30 juli 2015) Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa peran istri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sangat penting apalagi mereka ikut berperan dalam menjual hasil tangkapan suaminya dan ibu rumah tangga dalam hal ini istri nelayan ikut membantu meringankan beban tanggung jawab suaminya. 53 53 4.2.2.3 Menambang pasir Dalam memenuhi kebutuhan keluarga seorang istri nelayan yang berada di Desa Mola Selatan melakukan pekerjaan tambahan yaitu menambang pasir disebabkan oleh penghasilan suami kurang dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga istri ikut ambil peran untuk itu antar tugas ibu rumah tangga dengan tugas untuk memenuhi kebutuhan keluarga istri harus pintar memanejemen waktu supaya tidak menggangu peranya sebagai ibu rumah tangga. Kemudian peneliti mengadakan wawancara dengan seorang ibu yang bernama ibu rabani (43) “pada saat saya mengurus suami dan anak-anak saya dari jam 06:36-07:45 maka saya sudah mempersiapkan apa-apa yang dibutuhkan oleh mereka dan pada pukul 08:30 maka saya berangkat untuk menambang pasir. Saya lakukan pekerjaan ini dalam keadaan terpaksa disebabkan penghasilan suami saya kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga kami. Dari jam 04:13 saya pulang dirumah untuk memenuhi tanggung jawab saya sebagai ibu rumah tangga. Dari penghasilan menambang pasir dalam sehari saya bisa mendapatkan sekita Rp. 35.000 paling tinggi Rp. 40.000.” (wawancara tanggal 28 juli 2015) Sama halnya yang diungkapkan oleh ibu dahni (45) tentang pekerjaanya menambang pasir beliau menggungkapkan hal sebagai berikut: “saya ini de sudah tua kalau kita bisa melihat keadaanku sekarang ini mungkin kita mengatakan janganmie kita kerja bu karna kita sudah tua lebih baik kita istrahat dirumah jangan sampai sakit. Akan tetapi de dengan keadaan ekonomi yang saya hadapi dalam keluarga saya apalagi pendapatan suami saya sangat sedikit kalau melaut disebabkan dia sudah tua dan rentang dengan penyakit, paling kalau dia melaut hanya cukup untuk makan saja. Untuk menambah penghasilan keluarga saya maka saya harus kerja yaitu dengan menambang pasir ini kebutuhan ekonomi saya bisa terpenuhi walaupun tidak sebanyak yang saya harapakan de.” (wawancara tanggal 1Agustus 2015) Berbeda halnya yang diungkapkan oleh ibu santi beliau menggungkapkan hal sebagai berikut: 54 54 “Kalau saya de tugasku hanya mengontrol kariawan saja karena yang mempunyai tempat untuk menambang pasir itu adalah tanah saya dan saya gaji mereka sesuai apa yang yang mereka peroleh pada saat menambang pasir itu. Pekerjaan suami saya adalah merantau di malaysia jadi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga alhamdulillah suami saya mampu. Tetapi saya juga harus melakukan usaha kecil-kecilan disebabkan untuk masa depan kami pada saat tua nanti.” (wawancara tanggal 1Agustus 2015) Untuk lebih lanjut berikut pernyataan informan kunci yakni Kepala Desa: “memang banyak ibu rumah tangga di Desa ini yang berperan ganda selain mengurus rumah tangga ,mereka juga bekerja untuk mencari nafkah dalam hal membantu suami untuk kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari.kita dapat melihat apa yang di lakukan oibu rumah tanggadi Desa ini memang luar biasa semangat mereka untuk mencapai kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan keluarga mereka sendiri” (Wawancara Kepala Desa Pak Nuhardin 1 Agustus 2015) Kesimpulan dari Hasil wawancara diatas bahwasanya istri nelayan yang berada di masyarakat di desa mola selatan pekerjaanya menjual ikan, pengikat rumput lau dan bahkan sebagai penambang pasir. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sangat beragam seperti yang sudah di jelaskan diatas. Penambang pasir adalah salah satu kegiatan istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi kelaurganya. 4.3 Distribusi Alokasi Waktu Istri Nelayan Partisipasi istri dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di desa Mola Selatan diwujudkan dalam ketiga perannya baik dalam lingkungan rumah tangga, dalam bidang ekonomi, maupun dalam masyarakat.Peran istri dalam lingkungan 55 55 rumah tangga meliputi kegiatan mulai dari mencuci, menyapu, memasak dan membersihkan rumah sampai mengurus anak-anaknya. Pekerjaan ini tidak dihargai dengan nilai uang, tetapi besar pengaruhnya terhadap pencapain kesejahteraan keluarga.Kegiatan ini mereka lakukan sebelum melakukan aktivitas diluar rumahnya, walaupun kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan anggota keluarga, namun kegiatan istri masih memiliki porsi yang cukup tinggi.Sebelum melakukan aktivitas dalam bidang ekonomi, istri telah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, maka tidak aneh lagi jika seorang ibu bangun tidur lebih pagi dari suaminya. Mencuci, memasak, dan mengurus, membersihkan dan membereskan rumah adalah kegiatan rutin para istri sebelum mereka bekerja di luar rumah.Untuk kehidupan ekonomi bagi masyarakat Desa Mola Selatan bukan hal baru apabila ayah dan ibu sama-sama merasa bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Idealnya seorang suamilah yang bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk juga dalam memasok pendapatan keluarga yang karena ia berstatus sebagai kepala keluarga. Teori fungsionalisme menyoroti bagaimana terjadinya persoalan gender itu mengarah kepada pemikiran bagaiamana gender dipermasalahkan. Teori ini memandang bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagianbagian yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan masalah kesetaraan gender yang sedang disuarakan dapat diartikan bahwa dalam struktur masyarakat telah terjadi suatu kesalahan fungsi atau penyimpangan struktur kehidupan masyarakat 56 56 yang telah terjadi suatu kesalahan, sehingga terjadi gejolak. Gejolak itu adalah suatu gejala adanya kesalahan fungsi atau struktur kehidupan.Teori ini memandang bahwa laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari struktur nilai dalam kehidupan masyarakat (Azis, 2006). Dalam penjelasan yang ada di bawah ini merupakan wujud dari peran ganda perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga khususnya istri nelayan, dimana baik laki-laki maupun perempuan tidak ada pembatasan peran bahwa laki-laki di tempatkan di sektor publik sedangkan perempuan di sektor domestik. Idealnya seorang suami lah yang bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk juga dalam memasok pendapatan keluarga yang karena ia berstatus sebagai kepala keluarga. Namun, pada kenyataannya para isteri dan anggota keluarga lainnya juga ikut membantu tentunya sesuai dengan kemampuan masingmasing. 57 57 Tabel 4.3 Distribusi Alokasi Waktu. No 1 Peran Istri Di dalam rumah tangga Aktifitas Alokasi Waktu/Minggu -Memasak -Mencuci 56 jam -Mendampingi suami -Mengurus anak 2 Di luar rumah tangga -Mengikuti kerja bakti -Mengikuti kegiatan 14 jam PKK -Mengikuti arisan 3 Memenuhi kebutuhan ekonomi -Mengikat rumput laut, -Menjual ikan, dan 42 jam -Menambang pasir Sumber :data primer di dapat dari hasil wawancara 2015 Berdasarkan tabel diatas menujukan bahwa: Pada masyarakat Desa Mola Selatan para ibu rumah tangga kebanyakan menghabiskan waktu mereka di luar rumah dengan bekerja sebagai penambang pasir, pengikat rumput laut, ibu rumah tangga juga bekerja sebagai penjual ikan di pasar untuk membantu menambah pendapatan suami,di samping itu ibu-ibu di Desa Mola Selatan juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang di adakan di oleh 58 58 masyarakat Desa mereka seperti mengikuti kegiatan kerja bakti, mengikti arisan ibuibu rumah tangga dan mengikuti kegiatan PKK. Itu dapat terlihat jelas dari penjelasan beberapa informan yang mewakili seluruh informan saya Seperti yang di katakan oleh salah satu informan di bawah in yakni ibu Rati 34 tahun mengatakan bahwa: “saya bangun dari jam 4 subuh sampai jam 12 siang saya menyelesaikan pekerjaan saya di dalam rumah mengurus suami,anak mencuci dan memasak karena saya juga tidak ingin mengabaikan urusan rumah tangga, nanti setelah selesai semua urusan di dalam rumah baru setelah itu saya berangkat bekerja untuk membantu suami saya mencari nafkah. (Wawancara 20 Agustus 2015) Hal yang demikian pun di sampaikan oleh salah satu informan saya yang bernama ibu Neni 42 tahun ia mengatakan bahwa: Hal berbeda di katakan oleh informan yang bernama ibu Lili 40 tahun,ia mengatakan bahwa : “ibu rumah tangga di desa mola selatan ini kebanyakan bekerja sebagai penambang pasir dan penjual ikan,dan pekerjaan tersebut harus di kerjakan dari pagi-pagi sekali agar saya bisa lebih banyak mendapatkan hasil,karena otomatis kalau banyak waktu untuk bekerja akan lebih banyak juga hasil yang saya dapat entah itu dari menjual ikan di pasar atau menambang pasir,kadangkala saya berangkat tidak sempat lagi memasak untuk suami dan anak saya .untung saya punya anak perempuan yang sudah besar.dialah yang membantu saya mengurus ayah dan adik-adiknya di saat saya tidak sempat menyiapkan keperluan mereka ” (Wawancara 22 Agustus 2015) Hal berbeda pun di katakan oleh salah satu informan saya yang bernama ibu Heni,iya mengatakan bahwa: 59 59 “sebagai ibu rumah tangga selain saya mengurus rumah tangga mengurus keperluan suami,mengurus keperluan anak dan bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. saya juga banyak menghabiskan waktuku untuk kegiatan di masyarakat.saya sering mengikuti kegiatan kerja bakti,mengikuti kegiatan PKK dan saya juga mengikuti arisan.karena saya tidak ingin menghabiskan waktuku hanya untuk rumah tangga dan mencari uang saja,saya juga ingin bersosialisasi dengan masyarakat yang lain” (Wawancara 22 Agustus 2015) Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan yakni suami dari ibu Lili ibu rumah tangga yang berperan ganda yakni bapak baedi 43 tahun yang mengatakan bahwa. “saya tidak merasa keberatan dengan istri saya yang banyak menghabiskan waktunya di luar rumah,karena saya juga sadar bahwa istri saya bekerja untuk membantu saya menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami,Alhamdulillah kami juga sudah mempunyai anak yang sudah besar jadi sudah bisa membantu saya menyiapkan perlengkapan saya melaut dan menyiapkan saya makanan kalau istri saya sudah pergi bekerja ” (Wawancara 22 Agustus 2015) Seperti apa yang di katakan oleh informan baik ibu rumah tangga maupun suami dapat di tarik kesimpulan bahwa ibu rumah tangga di Desa Mola selatan ada yang memilih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah tangga karena mereka berpikiran bahwa urusan rumah tangga lah yang lebih utama di samping membantu suami mencari nafkah,ada juga yang banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar rumah demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya demi untuk mendapatkan pendapatan yang lebih banyak karena sebagian dari informan berpikiran bahwa kalau banyak waktu yang di gunakan untuk bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi maka akan semakin banyak juga hasil yang mereka dapat. dan ada pula ibu rumah tangga yang banyak menhabiskan waktunya untuk kegiatan sosial 60 60 di dalam masyarakat di samping mengurus rumah tangga dan membantu suami dalam hal in bekerja di luar rumah.para suami pun tidak merasa keberatan akan hal tersebut karena mereka berpikir bahwa apa yang di lakukan oleh istri mereka semata-mata untuk membantu para suami memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. 61 61 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti, maka dapat disimpulkan bahwa selain istri berperan sebagai ibu rumah tangga (domestik) ia juga berperan dan ikut berpartisipasi mencari nafkah untuk pemenuhan ekonomi keluarganya (publik) : 1. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, istri selain menjadi ibu rumah tangga yaitu mengurus rumah tangga (mencuci,memasak), mengurus suami Seorang istri selalu setia kepada suaminya baik dalam keadaan susah maupun senang karena seorang istri selalu mendampinggi suaminya dan suami adalah perisai buat istri,dan mengurus anak (mendidik anak, memberikan nasehat dan motivasi terhadap anak,dan keterlibatan ritual ibu dalam hal mengajarkan anak shalat).mereka juga bekerja di luar rumah untuk membantu suami mereka mencari nafkah dalam hal kebutuhan ekonomi keluarga mereka yakni dengan menjadi penambang pasir, pengikat rumput laut dan menjual ikan di pasar.agar bisa terpenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka . 2. Ibu rumah tangga yang berada di Desa Mola Selatan juga medistribusikan waktu mereka baik itu untuk kegiatan mereka di dalam rumah tangga,di luar rumah tangga dalam hal pemenuhan ekonomi keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Karena kebanyakan ibu rumah tangga menghabiskan waktunya di luar rumah untuk membantu pendapatan suami yang masih paspasan. Partisipasi istri dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di Desa 62 62 Mola Selatan diwujudkan dalam ketiga perannya baik dalam lingkungan rumah tangga, dalam bidang ekonomi, maupun dalam masyarakat. Peran ibu rumah tangga sangatlah dominan di Desa Mola Selatan karena mereka setiap hari harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri dan perbekalan bagi suami untuk melaut. Mereka harus menyelesaiakan segala tugas di dalam rumah tangga yang memang secara kodrati telah menjadi tanggung jawab mereka dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ibu-ibu di Desa Mola Selatan juga masih aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti mengikuti kerja bakti, arisan, dan mengikuti kegiatan PKK yg di selenggarakan oleh Desa sebagai wujud partisipasinya di dalam kehidupan bermasyrakat. Namun dalam ekonomi bentuk partisipasi seorang istri nelayan di Desa Mola Selatan ada tiga hal yaitu menambang pasir, mengikat rumput laut termasuk menjual ikan. . 5.2Saran Berdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti mencoba merekomendasikan yang mungkin dapat menjadi pertimbangan bagi para aparatur pemerintahan baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten. Saran-saran tersebut : 1. Sebaiknya pemerintah harus mengadakan penyuluhan untuk adanya kesamaan tanggung jawab antara laki-laki pensosialisasian dan perempuan didalamkehidupan berumahtangga, sehingga tercipta pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. 63 63 2. Pemerintah Membukakan lapangan pekerjaan untuk para suami sehingga ibu rumah tangga tidak terlalu fokus untuk urusan mencari nafkah 3. Pemerintah sebaiknya memberikan perhatiannya kepada keluarga nelayan yang kurang mampu dalam bidang pendidikan seperti pemberian beasiswa kepada anak-anak nelayan yang kurang mampu sehingga standar pendidikan masyarakat di Desa Mola Selatan dapat meningkat 4. Sebaiknya masyarakat Desa Mola Selatan lebih bersikap adil dalam hal tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Adanya pengakuan dari masyarakat tentang peranan istri dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Serta adanya langkah nyata dari berbagai pihak untuk meminimalkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. 5. Sebaiknya aparatur Desa Mola Selatan yaitu Kepala Desa Mola Selatan untuk membangun koperasi simpan pinjam khusus bagi para nelayan di Desa Mola Selatan. Hal ini akan sangat menunjang para nelayan di Desa Mola Selatan. Koperasi tersebut meyediakan berbagai macam perbekalan nelayan yang dapat dicicil pembayarannya ataupun peminjaman modal bagi nelayan yang ingin membuka usaha sampingan. . 64 64 DAFTAR PUSTAKA Azis, Asamaeny. 2006. Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sosial Budaya.Makassar : Yapma Afriza, Zafira. 2013. “Karateristik Masyarakat Pesisir di Indonesia”. Bumi Aksara. Jakarta Arifin, Taslim, 2006. Nelayan Kemiskinan dan Pembangunan. Makassar: Masagena Press. Fakih, Mansour.2005. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gardiner – Oey, Mayling, dkk. (1996). Perempuan Indonesia Dulu dan Kini.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kusnadi, dkk. 2006. Perempuan Pesisir. PT LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta Mustafa, Muhammad Dalvi. 2013. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Megawangi, Ratna, (1999). Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender.Yogyakarta: Mizan Pustaka. Notopuro, Hardjito. 1984. Peran Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indone sia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Risang Ayu, M., 1999.Cahaya Rumah Kita. Mizan: Bandung Rustiani, F., 1996, “Istilah-Istilah Umum dalam Wacana Gender”, dalam Jurnal Sajogyo, pudjiwati.1985. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa, Rajawali. Jakarta. Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Pustaka Cindesindo. Suhendi, Hendi, M.Si dan Ramdani Wah yu S.Ag. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga.CV Pustaka Setia. Bandung. Suyanto, Bagong & Hendrarso, Susanti, Emy.(1996). Wanita Dari Subordinasi dan Marginalisasi Menuju ke Pemberdayaan.Surabaya: Airlangga University Press. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Usman, S. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Internet: Beauregard, T.A. 2008.Family Influences on the Career Life Cycle. darihttp://eprints.lse.ac.uk/, LSE research online Edward Elgar Press pp. 101126 Irvanus, Edwin, 2 November 2002. Dilema Peran Ganda Perempuan Bekerja,(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0211/02/opi02.html Safari. 2014. Pesisir dan Laut. Http://safariputriunior.blogspot.com/2014/02/pesisirdan-laut.html 65 65 Sudarwati, Lina. 2011.Wanita dan Struktur Sosial Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia, kamis, 2Agustus 2015, pukul 11.25 Witahttp://litabamas-sb.info/wanita-dan-struktur-sosial-suatu-analisa-tentangperan-ganda-wanita-indonesia/