peran ganda perempuan pada masyarakat pesisir

advertisement
PERAN GANDA PEREMPUAN PADA MASYARAKAT PESISIR
(Studi di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S1) Pada
Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Haluoleo
OLEH
WA SENI
C1 B1 11 016
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
ABSTRAK
WA SENI
(C1B1 11 016)
PERAN GANDA PEREMPUAN PADA
MASYARAKAT PESISIR STUDI di DESA MOLA SELATAN KECAMATAN
WANGI-WANGI
SELATAN
KABUPATEN
WAKATOBI.
Di
bimbingolehBapakDr. H. Sulsalman Moita, S. Sos, M.Si selaku pembimbing I
dan Ibu Megawati A, Tawulo, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana peran ganda istri nelayan dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi kelurganya di Desa Mola Selatan Kecamatan WangiWangi Selatan Kabupaten Wakatobi dan (2) Bagaimana distri busi alokasi waktu Istri
nelayan terhadap kehidupan keluarganya di Desa Mola Selatan Kecamatan WangiWangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk
mengetahui informasi mengenai Peran ganda istri nelayan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya di DesaMola Selatan Kecamatan Wangi – wangi
selatan Kabupaten Wakatobi. (2) dan Untuk mengetahui distribusi alokasi waktu istri
nelayan terhadap kehidupan keluarga di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi
Selatan Kabupaten Wakatobi. Sumber data penelitian ini menggunakan data primer
yaitu data melalui kegiatan observasi dan wawancara guna menjawab permasalahan
penelitian dan data sekunder yaitu data yang berupa catatan-catatan dan dokumentasi
tentang keadaan geografis lokasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif.Tehnik pengumpulan data yang di gunakan adalah wawancara mendalam,
observasi, dan dokumentasi. Untuk tehnik pengambilan sampel digunakan tehnik
purposive sampling. Tehnikanalisis data yang digunakan yaitu analisis model
interaktif yang menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data,penyajian data, dan
penarikan kesimpulan .
Hasil dalam penelitian ini menunjukan Peranan istri nelayan di Desa Mola
Selatan dalam peningkatan ekonomi banyak terkonsentrasi pada sektor informal.
Dalam ekonomi bentuk partisipasi seorang istri nelayan di Desa Mola Selatan ada
tiga hal yaitu menjadi pengikat rumput laut , penambang pasir dan penjual ikan.
Dalam membentuk sebuah kesejahteraan hubungan rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi perlu seorang istri untuk dimana dia bias mendistribusikan
alokasi waktu terhadap peranan publik dan peranan domestik karena kedua peranan
ini seorang istri nelayan yang berada di Desa Mola Selatan ikut ambil peran dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi di sebabkan seorang suami kurang penghasilanya
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam kehidupan keluarganya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT, karena atas limpahan karunia, hidayah, serta ijin-Nya sehingga penulisan
Skripsi dengan judul “Peran Ganda Perempuan Pada Masyarakat Pesisir Studi di
Desa Mola Selatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi” dapat diselesaikan
.Penyusunan Skripsi ini untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana
Sosial pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih
banyak terdapat kekeliruan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, di perlukan
masukan atau pun kritikan
yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan
Skripsiini.
Dalam kesempatan ini, penulis berkewajiban untuk memberikan penghargaan
dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Sulsalman Moita,
S.Sos, M.Si selaku pembimbing I dan Megawati A, Tawulo, S.Sos., M.Si selaku
pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan saran dan arahan serta bimbingan kepada penulis.
Melalui kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, terutama kepada:
1. Prof. Dr.Ir. H. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Universitas Halu Oleo yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh studi di
Universitas Halu Oleo Kendari.
2. Drs. Bahtiar, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
3. Drs. Juhaepa, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi
4. Dra. Hj. Suharty Roslan, M.Si selaku Koordinator Program Studi Sosiologi
5. Bakri Yusuf, S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi
6. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Halu Oleo yang telah banyak membantu dan
memberikan ilmu pengetahuan maupun motivasi selama mengikuti Pendidikan
di Universitas Halu Oleo Kendari.
7. Seluruh staf tata usaha dalam lingkungan FISIP Universitas Halu Oleo.
8.
Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Sosiologi angkatan 2011 (Sarliansa, S.Sos, Wa
Ode Lusiarti, S.Sos, Hilda Oktaviani, S.Sos, YuyunRusli, Ikrawati, Evitriana
Sari, S.Sos, Kholid Mahfud, Irwan Alaudin ,Diana Tamrin, Hendrawanto ,serta
segenap sahabat yang tidak sempat di sebutkan namanya satu persatu).
9.
Teman-teman terbaiku di asrama Hajima yaitu La Ode Samsuri, La Ode Abdul
Syukur,La Ode Angi, Kamriadin, Hasmiati, Harliya, Mirnawati, Harpiati,
Heripurnomo , Ahmad , Rahma , Muhammad Hendri Saputra, Sarlin, Nur
Fitrina.
10. Teristimewa buat La Ode Aliono dan Erlianti yang selalu menemani saya baik
dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang dan selalu memberikan
saya semangat, motivasi dalam menyusun tugas akhir untuk mendapatkan
Pridikat sarjana S1 di Universitas Halu Oleo.
Terimakasih kepada Ayahanda La Ode Moha dan Ibunda Wa Ode Asimina,
penulis mengucapkan salam dan do’a sertau capan terimakasih dan penghargaan yang
tak terhingga atas nasehat, dukungan, motivasi, dan do’a yang tiada hentinya serta
kasih sayang yang tulus dan tak terbalaskan kecuali do’a
yang mampu penulis
panjatkan semoga Allah SWT meridhoinya . Saudara - saudariku ( Elen, Tuti, Eri,
puti, ridwan, serta keluarga baik itu dari ayah saya maupun dari
ibu saya )
terimakasih atas do’a dan dukungan kalian semua.
Semoga segala bantuan dan jasa-jasa baik dari semua pihak yang telah di
berikan kepada penulis dapat bernilai ibadah dan mendapat pahala yang setimpal dari
Allah SWT., Amin.
Kendari,
WA SENI
September 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………...……………………………………………………........
1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………......
6
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………….......................
7
1.4. Manfaat…………………………………………………………….....................
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Masyarakat Pesisir………………………………....................................
8
2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir………………………………..........
9
2.3. Tinjauan Umum Tentang Keluarga………………………………………………
11
2.4. Konsep Gender…………………………………………………………………..
13
2.5. Peran Ganda Perempuan………………………………………………................
19
2.6. Perspektif Teori Struktural Fungsional…………………………………………..
26
2.7. Kerangka Pikir…………………………………………………………………...
29
BAB III. METODE PENILITIAN
3.1. Jenis Penelitian……………………………………………………………………
30
3.2. Lokasi Penelitian………………………………………………………………….
30
3.3. Informan Penelitiam………………………………………………………………
30
3.4. Sumber Data………………………………………………………………………
30
3.5. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………….............
31
3.6. Teknik Analisis Data……………………………………………………………..
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………………………………
33
4.1.1 Keadaan Geografis………………………………………………...............
33
4.1.2 Keadaan Demografis……………………………………………….............
33
4.2 Peran Ganda Istri Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Keluarga........
38
4.2.1 Peran Domestik………….………….………….………….………………..
38
4.2.1.1 Mengurus Rumah Tangga………………………………………..........
38
4.2.1.2 Mendampingi Suami………………………………..............................
43
4.2.1.3 Mengurus Anak……………………………………..............................
47
4.2.2 Peran Ekonomi………….………….………….………….………….……...
49
4.2.2.1 Pengikat Rumput Laut………………………………….......................
49
4.2.2.2 Menjual Ikan……………………………………………...…………..
51
4.2.2.3 Menambang Pasir………...................………….………….………….
53
4.3 Distribusi Alokasi Waktu Istri Nelayan Terhadap Kehidupan Keluarga.................
54
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..
61
5.2 Saran………………………………………………………………………............
62
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri,
cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan
yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut.
Sementara itu Ralph Linton, (dalam Sitorus et. Al, 1998) mengartikan masyarakat
sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial
dengan batas yang dirumuskan secara jelas (Satria, 2002).
Adapun wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan
lautan, yang apabila ditinjau dari garis pantai, maka wilayah pesisir memiliki dua
macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus garis pantai.
Dengan demikian, masyarakat pesisir adalah sekelompok manusia yang secara
relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah pesisir, memiliki
kebudayaan yang sama, yang identik dengan alam pesisir, dan melakukan
kegiatannya di dalam kelompok tersebut.Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni
oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas.Dominasi penduduk atau
penghuni setiap harinya adalah wanita dan anak-anak.Sebagian lelaki yang terdiri dari
suami maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut (Safari,
2014).
2
Pada dasarnya, masyarakat pesisir juga menganut sistem kekerabatan patriakat
seperti masyarakat pada umumnya.Sistem Patriakat adalah kekuasaan berada di
tangan ayah atau pihak laki-laki.Dalam nilai patriakat, kedudukan laki-laki
ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan.Perempuan
dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan.Kedudukan seperti
ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki. Dengan
kata lain bahwa untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita tergantung kepada
lelaki sebagai pencari nafkah (Sudarwati, 2011).
Oleh karenanya terdapat pembagian kerja antara ayah dan ibu, ayah memiliki
areal pekerja publik karena kedudukannya sebagai pencari nafkah utama di dalam
keluarga, sedangkan ibu memiliki areal pekerja domestik yang dapat diartikan oleh
sebagian masyarakat yang menyatakan secara sinis bahwa seorang ibu hanya sekedar
wanita yang memiliki tiga fungsi yaitu memasak, melahirkan anak, berhias, atau
hanya memiliki tugas dapur, sumur, dan kasur (Notopuro, 1984).
Faktor sosial budaya yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi
penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum ibu di dalam
dunia bisnis tidak mendapat kepercayaan, pada akhirnya membuat kaum ibu sulit
untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam area pekerja
publik.
Namun jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering kali kaum
ibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga.Fakta ini terutama dapat terlihat pada
keluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah, banyak dari kaum ibu
3
yang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarga.Pada keluarga yang tingkat
perekonomiannya kurang atau pra-sejahtera peran ibu tidak hanya dalam areal
pekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan terjadi karena
penghasilan sang ayah sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi
kebutuhan keluarga.
Rumah tangga nelayan adalah salah satu contoh nyata dari keluarga prasejahtera yang ada di masyarakat.Rumah tangga nelayan sudah lama diketahui
tergolong miskin, buruh tani, dan pengrajin.Istri nelayan ternyata memiliki peranan
yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai
upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
Kemiskinan dikeluarga nelayan, membuat perempuan terutama istri harus
mencari pendapatan tambahan karena pendapatan suaminya tidak bisa diharapkan.
Ketidakpastian pendapatan di laut mengharuskan kaum perempuan untuk memikul
tanggung jawab memenuhi kebutuhan sehari-hari (bila musim paceklik), kebutuhan
anak sekolah dan kebutuhan ”relasi sosial” kampung semisal hajatan atau iuran acara
kampung lainnya. Kemiskinan telah menjadikan perempuan berperan ganda yakni
sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga dan anak.
Kedudukan dan peranan kaum perempuan pesisir atau istri nelayan pada
masyarakat pesisir sangat penting karena dalam system pembangian kerja secara
seksual pada masyarakat nelayan, kaum perempuan pesisir atau istri nelayan
mengambil peranan yang besar dalam kegiatan sosial-ekonomi didarat, sementara
laki-laki berperan dilaut untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dengan kata
4
lain, darat adalah ranah perempuan, sedangkan laut adalah ranah laki-laki.Dampak
dari pembagian kerja diatas mengharuskan kaum perempuan pesisir untuk selalu
terlibat dalam kegiatan publik, yaitu mencari nafkah keluarga sebagai antisipasi jika
suami mereka tidak mempeoleh pengahsilan.Kegiatan melaut merupakan kegiatan
yang spekulatif dan terikat oleh musim.Oleh karena itu, nelayan yang melaut belum
bisa dipastikan memperoleh penghasilan.Sistem pembagian kerja masyarakat pesisir
dan tidak adanya kepastian pengahasilan setiap hari dalam rumah tangga nelayan
telah menempatkan perempuan sebagai salah satu pilar penyanggah kebutuhan hidup
rumah tangga. Dengan demikian dalam mengahdapi kerentanan ekonomi dan
kemiskinan masyarakat nelayan, pihak yang paling terbebani dan bertanggungjawab
untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga adalah kaum
perempuan, istri nelayan (Kusnadi, 2006)
Dibandingkan dengan masyarakat lain, kaum perempuan di Desa-desa
nelayan mengambil kedudukan dan peranan sosial yang penting, baik disektor
domestik maupun disektor publik.Peranan publik istri nelayan diartikan sebagai
keterlibatan kaum perempuan dalam aktifitas sosial-ekonomi dilingkungannya dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya.
Desakan kondisi perekonomian yang memprihatinkan menyebabkan wanita menikah
harus bekerja untuk membantu suami dalam perekonomian keluarga dan akan
memainkan peran baru. Peran baru yang dijalankan adalah sebagai pekerja, peran
sebagai istri dan ibu, serta perannya dalam kegiatan kemasyarakatan (Mustafa, 2013).
5
Wanita yang menikah, terutama mereka yang sudah memiliki anak harus
mengambil pekerjaan yang tidak menuntut waktu banyak dalam rangka untuk
berhasil menggabungkan pekerjaan dengan tanggung jawab di dalam rumah tangga
mereka (Beauregard, 2008). Dengan kata lain bahwa seorang ibu harus cermat
membagi waktu antara meluangkan waktu yang digunakan untuk pekerjaan rumah
tangga dan waktu yang digunakan untuk membantu suami mencari nafkah.
Masyarakat nelayan Desa Mola selatan Kecamatan Wangi-wangi selatan
Kabupaten Wakatobi adalah salah satu bukti nyata yang ada di dalam masyarakat
mengenai peran ganda kaum perempuan pada masyarakat nelayan sebagai salah satu
desa yang di kelilingi oleh laut. Di satu pihak, wanita bekerja dapat berperan
membantu ekonomi keluarga dan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, disisi
lain juga harus berperan dalam urusan rumah tangga (domestik). Seorang ibu dituntut
untuk ikut berperan aktif dalam mencapai tujuan tersebut, sehingga tidak hanya
tergantung dari apa yang dilakukan dan diperoleh suami.
Perempuan dalam masyarakat pesisir Desa Mola Selatan, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Kabupaten wakatobi juga memegang peranan yang amat penting
dalam menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Seorang ibu dituntut untuk
ikut membantu tugas atau pekerjaan laki-laki (suami) dengan cara terlibat aktif
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga tidak hanya
tergantung dari apa yang dilakukan dan diperoleh suami.Dengan adanya pekerjan
ganda yang dilakukan oleh seorang istri tersebut, maka menjadi penting diperlukan
manajemen waktu yang sangat akurat dan tepat sehingga fungsi istri didalam rumah
6
tangga dengan aktifitasnya membantu suami mencari nafkah dapat berjalan baik dan
seimbang.
Oleh karena itu, berdasarkan fenomena diatas penulis berkeinginan untuk
melakukan penelitian tentang ”Peran Ganda Perempuan pada Masyarakat Pesisir
di Desa Mola Selatan, Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,maka maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
kelurga di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten
Wakatobi?
2. Bagaimana distribusi alokasi waktu Istri nelayan terhadap kehidupan keluarga
di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten
Wakatobi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, makatujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Peran ganda istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga diDesa Mola selatan Kecamatan Wangi-wangi selatan
Kabupaten Wakatobi.
7
2. Untuk mengetahui distribusi alokasi waktu istri nelayan terhadap kehidupan
keluarga Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten
Wakatobi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan mengenai peran ganda
perempuan pada masyarakat pesisir Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi
Selatan, Kabupaten Wakatobi.
2. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat Desa Mola dapat menjadi salah satu
masukan mengenai pentingnya peranan istri dalam menunjang perekonomian
keluarga.
3. Bagi Akademisi, sebagai bahan acuan atau referensi bagi penulis lainnya yang
akan melakukan ataupun yang akan melanjutkan penelitian sesuai dengan
judul penelitian ini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di wilayah pesisir
yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah
pesisir.Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki
karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari
wilayah lautPrianto dalam (Arifin, 2006).Demikian pula jenis mata pencaharian yang
memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah
pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim.
Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih
berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian,
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan Lewaherilladalam (Arifin, 2006).
Selanjutnya dari status legalitas lahan, karakteristik beberapa kawasan permukiman di
wilayah pesisir umumnya tidak memiliki status hukum (legalitas), terutama area yang
direklamasi secara swadaya oleh masyarakat (Arifin, 2006).
Lingkungan alam sekitar akan membentuk sifat dan perilaku masyarakat.
Lingkungan fisik dan biologi mempengaruhi interaksi sosial, distribusi peran sosial,
karakteristik nilai, norma sosial, sikap serta persepsi yang melembaga dalam
masyarakat. Dikatakannya pula perubahan lingkungan dapat merubah konsep
9
keluarga.Nilai-nilai sosial yang berkembang dari hasil penafsiran atas manfaat dan
fungsi lingkungan dapat memacu perubahan sosial (Usman, 2003).
2.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir pada umumnya merupakan sekumpulan masyarakat yang
hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan
yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya
pesisir.Masyarakat pesisir merupakan entitas sosial,ekonomi, ekologi dan budaya,
yang menjadi batas antara daratan dan lautan, di mana di dalamnya terdapat suatu
kumpulan manusia yang memiliki pola hidup dan tingkah laku serta karakteristik
tertentu. Masyarakat pesisir ini menjadi tuan rumah di wilayah pesisir sendiri. Mereka
menjadi pelaku utama dalam pembangunan kelautan dan perikanan, serta pembentuk
suatu budaya dalam kehidupan masyarakat pesisir (Afriza, 2013).
Nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang merupakan kelompok masyarakat
pesisir yang secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan
melalui kegiatan penangkapan dan budidaya.Kelompok ini pula yang mendominasi
pemukiman
di
wilayah
pantai
pada
pulau-pulau
besar
dan
kecil
di
Indonesia.Masyarakat pesisir ada yang menjadi pengusaha skala kecil dan menengah,
namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsistem, menjalani usaha dan
kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu
kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek.
Karakteristik
masyarakat
nelayan
terbentuk
mengikuti
sifat
dinamis
sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang
10
10
maksimal, nelayan harus berpindah-pindah.Selain itu, resiko usaha yang tinggi
menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang
selaludiliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.Karakteristik masyarakat
pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani.Dari segi
penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen
yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat
ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan.Berbeda halnya
dengan
masyarakat
pesisir
yang
mata
pencahariannya didominasi
dengan
nelayan.Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka
pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.Nelayan menghadapi
sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi.
Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari
masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan
kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya.Kondisi
kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara
ekonomi.Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam.Kondisi alam
tersebut yang membuat sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih
baik.Disamping itu, masalah kompleks yang dihadapi masyarakat pesisir adalah
kemiskinan, keterbatasan pengetahuan serta dunia pendidikan dan teknologi yang
berkembang.Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang menyebabkan rendahnya
kemampuan dan ketrampilan masyarakat pesisir (Arifin, 2006).
11
11
2.3 Tinjauan Umum Tentang Keluarga
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.Keluarga
merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, yang terdiri dari ayah, ibu dan anakanaknya (keluarga inti/batih).Pada umumnya sebuah keluarga tersusun dari orangorang yang saling berhubungan darah dan atau perkawinan meskipun tidak
selalu.Saling berbagi atap (rumah), meja makan, makanan, uang, bahkan emosi, dapat
menjadi faktor untuk mendefinisikan sekelompok orang sebagai suatu keluarga
(Suhendi, 2001).
Dalam setiap masyarakat pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family).
Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri
beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga
disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah
dalam proses pergaulan hidup (Soekanto, 2002).
Berdasarkan definisi diatas suatu keluarga terbentuk melalui perkawinan,
yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Perilaku yang
dilakukan oleh suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia,
kekal dan sejahtera dipandang sebagai perilaku kekeluargaan, ini juga dapat diartikan
sebagai perilaku dalam kehidupan bersama yang didasari semangat saling pengertian,
kebersamaan rela berkorban, saling asah, asih, dan asuh serta tidak ada maksud untuk
menguntungkan diri pribadi dan merugikan anggota lain dalam keluarga tersebut.
12
12
Seorang laki-laki sebagai ayah maupun perempuan sebagai ibu di dalam suatu
keluarga memiliki kewajiban bersama untuk berkorban guna kepentingan bersama
pula. Kedudukan ayah ataupun ibu di dalam keluarga memiliki hak yang sama untuk
ikut melakukan kekuasaan demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh
anggota. Status suami istri dalam keluarga adalah sama nilainya, maksudnya masingmasing dianggap baik dalam bertindak. Suatu keluarga akan kokoh dan berwibawa
apabila dari masing-masing anggota keluarga yang ada di dalamnya selaras, serasi
dan seimbang. Perbedaan posisi antara ayah dan ibu dalam keluarga pada dasarnya
disebabkan oleh faktor biologis.Secara badaniah, wanita berbeda dengan lakilaki.Alat kelamin wanita berbeda dengan alat kelamin laki-laki, wanita memiliki
sepasang buah dada yang lebih besar, suara wanita lebih halus, wanita melahirkan
anak dan sebagainya. Selain itu secara psikologis, laki-laki akan lebih rasional, lebih
aktif, lebih agresif. Sedangkan secara psikologis wanita lebih emosional, lebih pasif
(Sudarwati, 2011).
Keberhasilan suatu keluarga dalam membentuk sebuah rumah tangga dan
sejahtera tidak lepas dari peran seorang ibu yang begitu besar.Baik dalam
membimbing dan mendidik anak mendampingi suami, membantu pekerjaan suami
bahkan sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.Namun demikian
kebanyakan dari masyarakat masih menempatkan seorang ayah sebagai subyek,
sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah.Sedangkan ibu lebih ditempatkan sebagai
objek yang dinomor duakan dengan kewajiban mengatur rumah, memasak, mencuci,
membimbing dan mengurus anak di rumah (Sajogyo, 1985).
13
13
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan
semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum
perempuan.Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan
lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan
membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air hingga
memelihara anak.Dikalangan keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh
perempuan sendiri. Apalagi jika perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja
yang dipikulnya menjadi double atau ganda (Fakih, 2005)
Keluarga Nelayan merupakan salah satu bukti nyata mengenai beban kerja
ganda yang dipikul oleh kaum perempuan.Pada kehidupan perempuan atau isrtri
nelayan, sangat memungkinkan bahwa mereka biasanya selalu mengalami kelebihan
bobot kerja.Dimana mereka harus bekerja ekstra, baik di ruang lingkup domestik
maupun lingkuppublik (misalnya Transaksi jual-beli ikan, pengawetan, pengasinan,
dan pengikat rumput laut). Hal itu dilakukan
guna membantu, mengurus dan
menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya (Kusnadi, 2006)
2.4Konsep Gender
Secara historis, konsep gender pertama kali digulirkan oleh Sosiolog asal
Inggris yaitu Ann Oakley, ia membedakan pengertian antara jenis kelamin (sex) dan
gender. Perbedaan jenis kelamin (sex) berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis
yaitu yang menyangkut prokreasi (menstruasi, hamil, dan menyusui). Sedangkan
gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks
14
14
seperti maskulin dan feminim. Menurut Heyserdalam(Suyanto & Hendrarso, 1996),
ia mendefinisikan ’gender’ is the socially constructed roles ascribed to men and
women, yang artinya adalah ’gender’ merupakan konstruksi sosial dalam hubungan
pria dan wanita yang dibentuk oleh masyarakat melalui proses internalisasi dan
sosialisasi dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan
tidak sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih pekerjaan.Dengan adanya hal
tersebut membuat perempuan harus selektif dalam memilih pekerjaan.Sehingga aneh
apabila masyarakat menemukan seorang perempuan bekerja sebagai, kuli bangunan,
penarik
becak
motor,
tukang
becak,
karena
dianggap
melanggar
kodrat
perempuan.Hal ini didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki
kemampuan fisik dan intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.Dengan
keadaan seperti diatas terjadi ketimpangan bahwa perempuan selalu diposisikan
berada dibawah laki-laki/posisi nomor dua dan harus menurut pada perintah kaum
laki-laki.
Sebenarnya apabila diamati, tentu saja kondisi ini tidak lepas dari pengaruh
gender. Pembagian kerja berdasarkan gender membuat perempuan bekerja lebih keras
dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Pembatasan budaya
tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa sebab, karena dari awal antara perempuan dan
laki-laki memang telah dibuatkan sekat oleh masyarakat, berupa pelabelan-pelabelan
yang sangat erat dengan konsep gender.Misalnya bahwa perempuan itu dikenal
lemah, penurut, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, jantan,
15
15
rasional, dan perkasa. Sehingga apabila konsep yang dianut dalam suatu masyarakat
sangat bias gender laki-laki, maka kaum perempuannya akan kurang dapat
mengembangkan diri karena adanya berbagai pelabelan-pelabelan made in
masyarakat tersebut.
Pada dasarnya diskriminasi gender dalam kultur kerja tidak hanya terjadi pada
level kantoran (laki-laki sebagai bos dan perempuan sebagai sekretaris), namun juga
dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga dan sektor informal, serta
menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang dilakukan kaum
perempuan, khususnya di Indonesia. Padahal bila dikaji lebih dalam tidak ada
salahnya perempuan mempunyai pekerjaan, meskipun tidak berkarier.Karier biasanya
lebih banyak menuntut persiapan pendidikan dan persiapan mental sedangkan
pekerjaan tidak begitu memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
Defenisi tentang kerja sendiri sering kali tidak hanya menyangkut apa yang
dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja
tersebut, serta penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut. Bila
menempatkan kerja perempuan pada konteks sosialnya, perlu diingat bahwa konteks
tersebut akan selalu mengalami perubahan sosial, baik cepat maupun lambat,
menyangkut aspek kehidupan yang terbatas maupun yang sangat luas, dirasakan oleh
sebagian masyarakat maupun seluruh masyarakat. Sehingga pada gilirannya semua
ini mempengaruhi bentuk kerja perempuan dan hubungan sosial baik antar-gender
maupun didalam-gender yang sama dari kelas sosial yang berbeda.
16
16
Pada kasus perempuan atau istri nelayan yang rata-rata berasal dari keluarga
dengan kondisi ekonomi kelas menengah ke bawah, selain bekerja sebagai ibu rumah
tangga, mereka juga berperan sebagai ‘bread winner’ disamping suaminya. Bagi
perempuan golongan ini, peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima
sebagai kodrat perempuan.Atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda
mereka dan keluarganya menyebabkan perempuan-perempuan dari golongan ini tidak
dapat begitu saja menyerahkan kelangsungan hidup keluarga kepada suami mereka
(Kusnadi, 2006).
Menurut pendapat Rahma Sugihartidalam(Suyanto & Hendrarso, 1996)
mengatakan bahwa wanita sesungguhnya merupakan sumber daya ekonomi yang
tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pria.Keberadaan wanita dalam rumah
tangga bukan sekedar sebagai pelengkap fungsi reproduksi saja, namun lebih dari itu
wanita terbukti memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan ekonomi dan
kesejateraan rumah tangga serta masyarakat.
Menurut Standingdalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat akibat
perkembangan di bidang ekonomi dan teknologi pelan-pelan partisipasi tenaga kerja
wanita tanpa terkecuali wanita yang telah berumahtangga tampak mulai meningkat,
wanita dapat dijadikan sumber daya ekonomi yang tidak kalah penting dibandingkan
dengan pria, dan juga dapat memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan
ekonomi rumah tangga (keluarga). Namun, tidak bisa dipungkiri muncul masalahmasalah yang dihadapi wanita yang bekerja di luar rumah (sektor publik),khususnya
bagi wanita yang telah berumahtangga dan mempunyai anak. Masalah–masalah
17
17
tersebut dapat terjadi diakibatkan oleh adanya perbedaan ’peran gender’ antara pria
(laki–laki) dan perempuan (wanita) yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Adapun berbagai masalah–masalah yang dihadapi oleh perempuan (wanita),
khususnya bagi wanita yang telah berumahtangga dan mempunyai anak ketika ia
memutuskan ikut terjun bekerja di luar rumah, salah satunya adalah pandangan
masyarakat
Fenomena perempuan bekerja di luar rumah oleh banyak pihak masih
dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu, masyarakat biasanya mengikuti sepak terjang perempuan bekerja dengan
menggunakan ”kaca pembesar” dan langsung menilai pantas atau tidaknya
berdasarkan nilai–nilai yang berlaku (konstruksi sosial masyarakat). Baik itu di dunia
Timur maupun Barat, perempuan digariskan untuk menjadi istri dan ibu, sehingga
menimbulkan stereotype (pelabelan negatif) yang dikenakan/diberikan kepada
perempuan yang menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional,
pasif, lemah, dependen, dekoratif, tidak asertif, dan tidak kompeten, terkecuali untuk
tugas rumah tangga. Sedangkan suami harus menanggung keluarga sehingga status
mereka
(suami)
lebih
tinggi
dan
mempunyai
hak
untuk
mengendalikan
perempuan(Gardiner, dkk., 1996).Stereotype yang dianggap kodrat telah melahirkan
ketidakadilan gender bagi perempuan.Akibatnya, lahir pembagian kerja secara
seksual.Laki-laki mendapat porsi yang lebih menguntungkan daripada perempuan
Arief Budimandalam (Irvanus Edwin, 2002).
18
18
Pelabelan negatif (stereotipe) ini dapat dilihat secara nyata dalam lingkungan
masyarakat Indonesia, misalnya: di lingkungan masyarakat Jawa, dimana perempuan
disebut sebagai ’konco wingking’ (teman di belakang), bahkan ada pameo ’swargo
nunut neroko katut’ (ke surga atau ke neraka, istri hanya mengikuti suami). Hal–hal
tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas tentu sangat bertolak–belakang dengan
sifat yang dinilai tinggi dalam berkarier (bekerja di luar rumah), seperti: agresif,
ambisius, produktif, dan sebagainya. Dari sinilah berawal memunculkan isu bahwa
perempuan bekerja di luar rumah hanyalah sekedar menjalankan pekerjaan (do a job)
dan bukan berkarier (make a career) tidak seperti laki–laki yang sejak masih anak–
anak telah biasa menerima pertanyaan: ”Kalau besar nanti, kau mau jadi apa?”
(Gardiner, dkk., 1996).
Nilai–nilai tradisional yang ada dalam masyarakat dapat menjadi tekanan
sosial bagi perempuan ketika ia memutuskan bekerja di luar rumah (sektor publik),
misalnya: perempuan Jawa dari kalangan bangsawan akan tetap mengingat
masak,macak, manak (memasak, bersolek, dan melahirkan anak) sebagai tugas
utamanya, dan melewati proses mawas diri dan konflik batin sebelum memutuskan
menjadi wanita karier. Dan juga bila seorang perempuan bekerja di luar rumah
(sektor publik), sering ia dianggap harus tunduk pada penilaian suami atau
orangtuanya tentang apa yang patut dan apa yang tidak patut dikerjakannya. Proses
semacam ini juga dialami oleh perempuan dari kalangan kelas menengah lainnya di
Indonesia.Masyarakat Indonesia masih mengaitkan kesejahteraan keluarga (rumah
19
19
tangga) dengan peranan ibu sebagai ’ratu rumah tangga’ di dalam suatu keluarga
(Gardiner, dkk., 1996).
2.5 Peran Ganda Perempuan
Peran ganda perempuan merupakan masalah yang sering dihadapi perempuan
yang bekerja di sektor publik (domain publik), khususnya bagi perempuan yang telah
berumah tangga (berkeluarga) dan bahkan setelah dirinya mempunyai anak–anak
(Gardiner, dkk., 1996).
Rahma Sugiharti dalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat bahwa
adanya kecenderungan, setiap kali wanita akan bekerja dan mengembangkan diri
serta kariernya di dunia publik, mereka harus menyelesaikan terlebih dahulu
pekerjaan rumah tangga. Hal ini berarti bahwa apabila wanita itu ingin
mengembangkan karier atau berkecimpung di dunia publik, mereka dituntut untuk
tetap dan selalu tidak melupakan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga. Dan acap
kali terjadi dalam mayarakat kita bahwa bila dalam keluarga dimana suami–istri
bekerja di dunia publik dan terjadi keretakan dalam keluarganya/rumah tangganya,
maka pada wanitalah segala kesalahan akan ditimpakan. Keadaan semacam ini
menunjukkan bahwa kendati masyarakat telah semakin berkembang ke arah
masyarakat industri, namun pandangan umum tentang wanita yang bekerja belum
disamakan dengan pria.
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan
semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum
20
20
perempuan.Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan
lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dengan
membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air hingga
memelihara anak.Dikalangan keluarga miskin beban berat ini harus ditanggung oleh
perempuan sendiri.Apalagi jika perempuan tersebut harus bekerja, maka beban kerja
yang dipikulnya menjadi double atau ganda (Fakih, 2005).
Rahma Sugiharti dalam (Suyanto & Hendrarso, 1996) berpendapat bahwa
adanya kecenderungan, setiap kali wanita akan bekerja dan mengembangkan diri
serta kariernya di dunia publik, mereka harus menyelesaikan terlebih dahulu
pekerjaan rumah tangga. Hal ini berarti bahwa apabila wanita itu ingin
mengembangkan karier atau berkecimpung di dunia publik, mereka dituntut untuk
tetap dan selalu tidak melupakan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga. Dan acap
kali terjadi dalam mayarakat kita bahwa bila dalam keluarga dimana suami–istri
bekerja di dunia publik dan terjadi keretakan dalam keluarganya/rumah tangganya,
maka pada wanitalah segala kesalahan akan ditimpakan. Keadaan semacam ini
menunjukkan bahwa kendati masyarakat telah semakin berkembang ke arah
masyarakat industri, namun pandangan umum tentang wanita yang bekerja belum
disamakan dengan pria.
Pada kehidupan perempuan pesisir atau istri nelayan, sangat memungkinkan
bahwa mereka biasanya selalu mengalami kelebihan bobot kerja.Dimana mereka
harus bekerja ekstra, baik di ruang lingkup domestik maupun publik guna membantu
mengurus dan menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya.Sehingga tidak dapat
21
21
dipungkiri bahwa mau tidak mau mereka yang rata-rata berasal dari keluarga dengan
taraf ekonomi menengah ke bawah harus ikut berpartisipasi guna membantu
pendapatan ekonomi keluarga. Namun akan timbul masalah apabila nantinya tidak
terjadi pembagian kerja yang adil dan sikap tenggang rasa dalam keluarga, sehingga
perempuan dalam keluarga lama kelamaan akan mengalami ketidakadilan gender
(Kusnadi, 2006).
Secara umum peran ganda perempuan diartikan sebagai dua atau lebih peran
yang harus dimainkan oleh seorang perempuan dalam waktu bersamaan.Adapun
peran-peran tersebut umumnya mengenai peran domestik, sebagai ibu rumah tangga,
dan peran publik yang umumnya dalam pasar tenaga kerja.Konsep ini agaknya dapat
menyelesaikan permasalahan pembakuan peran seperti yang selama ini dipahami
sebagian masyarakat sebagai sesuatu yang tidak dapat ditawar.Dengan konsep peran
ganda seperti ini, perempuan tidak lagi melulu harus berkutat disektor domestik tetapi
juga dapat merambah sektor publik (Rustiani, 1996).
Asumsi yang dipakai pada konsep kesetaraan ini mengindikasikan bahwa
laki-laki dan perempuan harus mempunyai kapasitas, kesukaan dan kebutuhan yang
sama, sehingga idealnya mereka harus meraih tingkat kesehatan, pendidikan,
pendapatan, partisipasi politik yang sama pula. Secara implisit di sini tidak diakui
adanya perbedaan biologis yang mempengaruhi potensi kemampuan antara laki-laki
dan perempuan.Padahal kalau ditilik secara cermat kemampuan manusia bisa
dipandang dalam sifatnya yang universal dan spesifik. Kemampuan universal adalah
kemampuan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam kapasitas dan
22
22
potensinya yang sama. Karena itu pada kemampuan yang bersifat universal ini,
konsep kesetaraan 50-50 ini sangat mungkin untuk dicapai.Sedangkan kemampuan
spesifik adalah kemampuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan karena
adanya keragaman biologis.
Perempuan dengan sifat khas femininnya, misalnya, menjadikan hal tersebut
sebagai faktor yang mempengaruhi dalam proses pemilihannya untuk terjun dalam
kegiatan publik. Dengan adanya keragaman biologis ini menyebabkan kesetaraan 5050 tidak tepat, karena sarana untuk mencapai itu tidak sama antara laki-laki dan
perempuan (Megawangi, 1999).
Konsep peran ganda yang semula diharapkan dapat memberdayakan
perempuan
dalam
perjalanannya
justru
seringkali
menimbulkan
banyak
kebingungan.Ini terjadi karena paradigma yang dipakainya masih belum bisa
melepaskan diri dari corak berpikir dikotomis.Ruang publik dan domestik dipisahkan
secara diametral. Jika pada akhirnya keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor
dipilah-pilah dengan kategori peran ganda maka tidak mustahil hal ini akan
melahirkan mentalitas dikotomis.
Pemilahan seperti ini akan melahirkan kepribadian terpecah (split personality)
dan tentu akan menjadi masalah besar. Perempuan seharusnya dibiarkan menjadi
dirinya sendiri di mana pun ia berada, tanpa harus terkotak kotak pada ruang publik
atau domestik. Pemilahan secara dikotomis justru sangat kontraproduktif terhadap
kemandirian perempuan itu sendiri. Perempuan boleh memiliki banyak peran (multi
peran) selama ia punya komitmen terhadap kebenaran dan keadilan.
23
23
Keterpurukan pada dikotomi semacam ini dapat diatasi bila paradigma yang
digunakan diubah dengan cara pandang pada sisi kemanusiaan yang bersifat
universal. Salah seorang tokoh feminis, Naomi Wolf, mengatakan bahwa upaya untuk
memperbaiki kehidupan perempuan membutuhkan keberanian untuk secara terusmenerus mensosialisasikan gagasan feminis secara rasional dan simpatik.“Menjadi
feminis” bagi Wolf harus diartikan “menjadi manusia”, karena feminis adalah sebuah
konsep yang mengisahkan harga diri pribadi dan harga diri seluruh kaum
perempuan.Laki-laki dan perempuan tidak dilihat sematamata pada kelaki-lakiannya
dan keperempuannya, tetapi dilihat secara umum sebagai manusia. Keduanya
merupakan agen keadilan dan kebenaran serta mempunyai peluang yang sama dalam
membangun peradaban.
Konsep yang bersandar pada paradigma semacam ini lebih memfokuskan
perbincangan pada pemahaman yang komprehensif dan integral terhadap wilayahwilayah peran itu sendiri. Jika perempuan mengkonsentrasikan diri dalam peran
domestik, tidak berarti ia harus meninggalkan peran publiknya, demikian juga
sebaliknya. Konsep peran komprehensif universal tidak hanya berlaku bagi
perempuan tapi juga laki-laki.Dengan demikian peran keduanya bisa produktif dan
bermanfaat bagi semua pihak. Laki-laki dan perempuan dari sisi kemanusiaan
mengemban kewajiban kodrati yang sama, yakni sebagai hamba Tuhan dan khalifah
di muka bumi. Dengan bersandar pada asumsi dasar bahwa Tuhan menciptakan
sesuatu dengan berpasang-pasangan, maka keberadaan laki-laki dan perempuan
24
24
dengan segenap potensinya diharapkan dapat berkoeksistensi secara sinergis
mewujudkan tugas mulia yang diembannya.
Keberadaan laki-laki dan perempuan bukan dipahami sebagai sesuatu yang
dipertentangkan (dikotomis) tetapi sebagai hal yang berpasangan.Konsep “paritas”
(keberpasangan) diharapkan dapat memberikan alternatif wacana untuk memahami
relasi laki-laki dan perempuan.Dengan demikian kecenderungan wacana tidak hanya
berkutat pada “kesumpekan” gender yang dikotomis.
Keberpasangan dapat pula dianalogikan dengan kunci.Kunci adalah kesatuan
antara anak kunci dan lubang kunci. Sebuah anak kunci tentu hanya akan benar-benar
fungsional untuk membuka atau menutup sesuatu jika ia dimasukkan pada lubang
yang memang ditetapkan untuk dimasukinya. Anak kunci bisa saja masuk pada
lubang-lubang kunci lain yang bukan pasangannya, tapi ia hanya bisa masuk dan
tidak dapat diputar. Pintu terkunci pun bisa saja dibuka tanpa kunci dengan cara
dibongkar atau didobrak.
Bentuk kunci tentu jelas berbeda dengan lubang kunci.Fungsionalisasinya pun
tidak seperti sayap yang serempak, tapi justru lubang kunci yang kelihatannya diam
dan submisif yang mengaktifkan kunci. Karena itu cara kerja kunci adalah dinamika
keharmonisan yang lebih tidak kasat mata jika dibandingkan dengan dinamika
keharmonisan sayap burung. Keberpasangan laki-laki dan perempuan sering
mengalami penyederhanaan hanya sebagai keberpasangan sayap burung, padahal
tidak selalu demikian.Sering terjadi keberpasangan kunci-lah yang lebih cocok. Dari
kompleksitas keberpasangan laki-laki dan perempuan tersebut, ada satu hal yang pasti
25
25
bahwa kelemahan selalu mengandalkan kelebihan dalam segi lain. Seandainya
memang kelemahan perempuan yang sebenar-benarnya masih ada, maka tentu itu
bukan kelemahan dari segi kualitas fisik.
Hebatnya laki-laki yang sanggup bekerja fisik terus-menerus tanpa terhalang
oleh menstruasi tentu tidak dapat dibandingkan dengan hebatnya perjuangan
perempuan dalam melahirkan anak.Dalam banyak bidang pekerjaan, mekanisasi telah
membuat pekerjaan otot berganti menjadi pekerjaan memencet tombol saja.Ini jelas
menetralisasi kelemahan fisik perempuan. Laki-laki dan perempuan adalah
sebanding, sejajar tapi tidak sama. Lakilaki dan perempuan adalah diri yang satu yang
menempati dua raga yang berbeda.
Perbedaan ini jika dikaji lebih dalam akan bermuara pada pengalaman
kerinduan akan keutuhan. Pengalaman kerinduan ini sama proporsinya antara lakilaki dan perempuan. Kerinduan akan keutuhan yang horisontal ini penting dalam
kacamata spiritual. Hanya melalui Tuhan, manusia baik laki-laki atau pun perempuan
dapat memahami kerinduan akan keutuhan yang lebih besar, yaitu kerinduan
transenden. Kerinduan untuk selalu bersama-sama dan selalu utuh dengan Yang
Mutlak.
Keyakinan dan upaya untuk merealisasikan bahwa laki-laki dan perempuan
adalah satu diri merupakan suatu pembebasan paling radikal yang dapat dilakukan
oleh laki-laki maupun perempuan sebagai seorang manusia.Keyakinan ini dapat
membebaskan laki-laki dan perempuan dari penjara raganya yang sementara,
dikotomi menjadi kesatuan yang utuh, pasangan manusia. Dari interaksi saling
26
26
mengutuhkan dan mengimanenkan kembali antar pasangan manusia maka
kemampuan bertanggungjawab, kedewasaan bersikap, dan ketenangan akan dapat
tercapai. Bila ini ditarik pada konteks gerakan-gerakan yang peduli kaum perempuan
maka akan tampak benang merahnya. Ide dasar gerakan tersebut tentu sangat luhur,
yakni untuk memanusiakan perempuan. Perempuan adalah juga manusia, sama
dengan laki-laki.
Keduanya sama-sama dititipi ruh, memiliki potensi untuk cenderung ke arah
kebaikan dan sebaliknya, berpotensi untuk mencapai ketinggian ilmu dan sebaliknya,
dan berpotensi untuk mencapai kemuliaan tertinggi.Karena itu, dalam konteks
memanusiakan perempuan, perempuan harus diakui sebagai subjek yang punya
kehendak, kebaikan, dan kebijakan dari dalam dirinya sendiri(Risang Ayu, 1999).
2.6 Perspektif Teori Struktural Fungsional
Teori structural fungsional adalah adalah sebuah teori yang berisi tentang
sudut pandang yang menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian –
bagian yang saling berhubungan .Ciri pokok perspektif ini adalah gagasan tentang
kebutuhan masyarakat ( societal needs ) .masyarakat sangat serupa dengan organism
biologis ,karena mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus di penuhi agar
masyarakat dapat melangsungkan keberadaanya atau setidaknya berfungsi dengan
baik.ciri dasar kehidupan sosial struktur sosial muncul untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat dan merespon terhadap permintaan masyarakat sebagai suatu
sistem sosial .Asumsinya adalah cirri – cirri sosial yang ada member kontribusi yang
penting dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau sub
27
27
sistem
utama dari masyarakat tersebut. Masyarakat dalam pemikiran struktural
fungsional
yang
sangat mengedepankan yaitu menganggap masyarakat sebagai
organism biologis terdiri dari organ – organ yang saling ketergantungan .Teori
structural fungsional juga mengedepankan suatu perspektif yang menekankan
harmonisasi dan regulasi yang di kembangkan lebih jauh sebagai berikut:
1.Masyarakat harus di lihat sebagai suatu kompleks
2.Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi
penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan
3.Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri
Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik ,artinya
karena tindakan itu di dasarkan pada dorongan kemauan ,dengan mengindahkan nilai
, ide dan norma yang di sepakati .tindakan individu manusia memiliki kebebasan
untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan di capai itu di pengaruhi oleh
lingkungan atau kondisi ,dan apa yang di pilih tersebut di kendalikan oleh nilai dan
norma.pandangan Talcot parson untuk memahami manusia di pelajari seperti
mempelajari tubuh manusia.Struktur tubuh manusia memiliki berbagai bagian yang
saling berhubungan satu sama lain oleh karena setiap bagian tubuh manusia memiliki
fungsi yang jelas dan khas .
Robert K.merton mengutip tiga postulat yang terdapat di dalam tiga analisa
yang kemudian di sempurnakan satu demi satu .Postulat pertama, adalah kesatuan
fungsional masyarakat yang bisa di batasi sebagai suatu keadaan di mana seluruh
bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau
28
28
konsistensi internal yang memadai tanpa menghasilkan konflik yang berkepanjangan
yang tidak dapat di atasi atau di atur. Postulat ke dua, yaitu fungsionalisme universal,
terkait dengan postulat pertama. Fungsional universal menganggap bahwa seluruh
bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi – fungsi positif .
Postulat ketiga melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah indespensability .Ia
menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban , setiap kebiasaan, ide, obyek materil,
dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang
harus di jalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat di pisahkan dalam
kegiatan sistem sebagai keseluruhan.
29
29
2.7 Kerangka Pikir
Peran Ganda Istri
Nelayan
Di Luar Rumah Tangga (Publik):
Di Dalam Rumah Tangga
(Domestik):
1. Mengurus Rumah Tangga
(memasak, dan mencuci)
2. Mendampingi Suami
3. Mengurus Anak
(Sajogyo, 1985).
Distribusi alokasi
waktu
1. Membantu memenuhi kebutuhan
ekonomi di mana mereka bekerja
ekstra dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga misalnya:
 Mengikat rumput laut
 Menjual Ikan
 Menambang pasir
(Kusnadi, 2006)
30
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis data yang di ambil dan di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif yakni sebuah tipe penelitian yang berusaha memberikan
gambaran dan pemaknaan yang jelas seperti yang dimaksudkan dalam permasalahan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pesisir Desa Mola selatan Kecamatan Wangiwangi selatan Kabupaten Wakatobi. Desa ini termasuk desa yang mayoritas
perempuan nelayan atau ibu rumah tangga istri nelayan berperan ganda .di samping
sebagai ibu rumah tangga istri nelayan juga bekerja di areal mencari nafkah.
3.3 Informan Penelitian
Dalam menentukan informan dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu penentuan informan dilakukan sesuai dengan kriteria tertentu.
Adapun informan dari penelitian ini adalah Perempuan pesisir yang berperan
ganda dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan mendistribusikan alokasi
waktu untuk keluarga yakni 16 0rang, 4 orang suami, dan 1 orang sebagai informan
kunci yakni Kepala Desa.jadi jumlah informan secara keseluruhan adalah 21 orang.
3.4 Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah
31
31
a. Data primer, adalah Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian di
lapangan yakni dilakukan dengan teknik pengamatan (obserfasi), wawancara
mendalam terutama akan dilakukan pada informan kunci.
b. Data sekunder adalah sebagai data pendukung dalam penelitian yang di peroleh
melalui media massa, hasil-hasil penelitian, buku-buku, dan sumber lain yang
relevan dengan topik dalam penelitian ini.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
literatur-literatur yang ada baik berupa buku maupun karya ilmiah yang
digunakan sebagai pedoman ataupun landasan teori dalam menganalisa
permasalahan dalam penelitian ini.
2. Penelitian Lapangan:
a) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara pengamatan secara
langsung tentang kondisi lokasi penelitian.
b) Wawancara yakni dengan mengadakan tanya jawab secara bebas dan
mendalam kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara
sistematis sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas terkait
dengan permasalahan yang diteliti.
32
32
3.6 Teknik Analisis Data
Seluruh hasil data yang dikumpulkan ataupun diperoleh dalam penelitian ini
dianalisa secara kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan memaparkan secara jelas
dan mendalam fenomena yang ada, kemudian hasil dari penggambaran masalah
tersebut diinterpretasikan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan.
33
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografis
Desa Mola Selatan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan WangiWangi Selatan.Desa ini terletak kurang lebih 200 M ketinggian tanah dari permukaan
laut, banyaknya curah hujan 200-300 mm/Thopografi (daratan rendah, tinggi dan
pantai) daratan sedang dan suhu udara rata-rata 350 C berada tepat di wilayah
Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi.Sumber kantor Desa Mola
Selatan. Adapun batas-batas dari wilayah pemerintahan sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mandati
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kapota
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Liya
 Sebelah Barat berbatasan dengan laut Banda
4.1.2 Keadaan Demografi
Desa Mola Selatan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Wangiwangi Selatan yang mulai berkembang dengan pesat, dengan jumlah penduduk 1.233
jiwa, dimana penduduk laki-laki sebanyak 589 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 647 jiwa, disini diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.
34
34
Tabel 1. Komposisi Penduduk DesaMola Selatan Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin, Tahun 2015
No.
Kelompok Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin
Jumlah
Pria
Wanita
(Jiwa)
Persentase
1.
0-4
20
18
28
2,27
2.
5-10
32
26
58
4,70
3.
11-14
30
34
64
5,19
4.
15-20
63
57
120
9,73
5.
21-24
44
70
114
9,24
6.
25-30
67
51
118
9,57
7.
31-34
68
74
142
11,51
8.
35-40
54
67
121
9,81
9.
41-44
35
53
88
7,13
10.
45-50
41
49
90
7,29
11.
51-54
26
37
63
5.10
12.
55-60
18
29
47
3,81
13.
61-64
24
20
44
3.56
15.
65-70
17
19
36
2,91
16.
71-74
12
15
27
2,18
17.
75-80
14
11
25
2,02
18.
81≥
21
17
38
3,08
Jumlah
589
647
1.233
100
Sumber : Kantor Desa Mola Selatan, 2015
Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah penduduk terbesar berada dalam
kelompok umur 31-34 tahun yakni 11,51%. Sementara jumlah penduduk terkecil
adalah berada dalam kelompok umur 75-80 tahun yakni 2,02%. Dominasi penduduk
35
35
yang berada pada iterval tahun antara 0-4 tahun memberkan impilkasi pertumbuhan
penduduk pada masa perkembangan anak tingkat dasar.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pada suatu wilayah terdapat dapat dijadikan indikator
untuk mengukur sumber daya manusia di wilayah tersebut.Selain itu, pendidikan juga
merupaka kebutuhan yang cukup mendesak bagi penduduk disuatu wilayah tertentu,
demikian pula halnya dengan penduduk di Desa Mola Selatan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa
Mola Selatan, maka dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Mola Selatan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan, tahun 2015
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase
1.
Tamat SD
74
6,00
2.
Tamat SLTP
96
7,78
3.
Tamat SLTA
118
9,57
4.
D3
14
1,13
5.
S1
23
1,86
6.
S2
9
0,72
311
100
Jumlah
Sumber Data: Kantor Desa Mola Selatan, 2015
Tebel diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan Desa Mola Selatan
sebagian besar adalah belum sekolah dan yang hanya tamat SLTA sebanyak 118
36
36
orang atau 9,57% , Sementara sebagian kecil tamat Perguruan Tinggi S2, sebanyak 9
orang atau 0,72%.
Kenyataan tersebut mengambarkan bahwa secara umum penduduk Desa Mola
Selatan memiliki pendidikan Yang tergolong menengah kebawah. Hal tersebut
terlihat dari besarnya jumlah penduduk yang tidak berpendidikan 68,20%.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
Jenis mata pencaharia penduduk pada suatu wilayah, dapat memberikan
gambaran tentang kondisi ekonomi masyarakat pada wilayah tersebut, dimana dengan
semakin banyaknya jumlah penduduk dengan memiliki mata pencaharian tetap
dengan jumlah pendapatan yang cukup memadai, maka dapat memberikan gambaran
bahwa keadaan ekonomi masyarakat tersebut tergolong baik.
Berdasarkan data yang diperoleh Kantor Desa Mola Selatan diketehui bahwa
jumlah penduduk Desa Mole Selatan yang memiliki mata pencaharian tetap adalah
sebanyak 497 jiwa. Untuk mengetahui lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
37
37
Tabel 3.Komposisi Penduduk Desa Mola Selatan Berdasarkan Jenis mata
Pencaharian
No.
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
1.
PNS
97
19,51
2.
TNI/POLISI
11
2,21
3.
Pedagang
34
6,84
4.
Petani rumput Laut
53
10,66
5.
Nelayan Perawat
227
45,67
6.
Swasta
22
4,42
7.
Bengkel/Tambal Ban
18
3,62
8.
Penjahit
13
2,61
9.
Pertukangan
15
3,01
10.
Dukun Kampung Terlatih
7
1,40
497
100
Jumlah
Sumber Data: Kantor Desa Mola Selatan, 2015
Tabel diatas menunjukan bahwa dari 497 penduduk Desa Mola Selatan yang
memiliki mata pencaharian tetap, diketahui bahwa penduduk yang bekerja sebagai
nelayan adalah merupakan jumlah terbesar, yakni 45,67% sementara yang paling
kecil adalah dukun kampung terlatih diketahui sebesar, yakni 1,40%
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Kehidupan beragama masyarakat Desa Mola Selatan secara umum berjalan
dengan baik, rukun dan damai serta saling menghargai. Keadaan tersebut dapat
tercipta karena seluruh masyarakat Desa Mola Selatan memeluk agama yang sama,
yakni Agama Islam.
38
38
4.2 Peran Ganda Istri Nelayan dalam Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Keluarga
4.2.1 Peran Domestik
4.2.1.1 Mengurus Rumah Tangga
Pengaturan atau pengelolaan rumah tangga merupakan tugas utama para wanita
nelayan, khususnya para ibu rumah tangga.Kegiatan ini seolah-olah tidak mengenal
waktu dalam pelaksanaannya. Tugas ini antara lain berkaitan dengan penyiapan
makan dan minum bagi segenap anggota keluarga seperti mengasuh, mendidik,
menjaga, dan mengarahkan anak-anak terutama bagi yang belum dewasa mengurus,
membersihkan dan membereskan rumah termasuk perabot rumah tangga dan menjaga
kebersihan dan kerapian pakaian segenap anggota keluarga. Melihat tugas kerumah
tanggaan yang harus dipikul oleh seorang ibu rumah tangga tidak mempunyai waktu
lagi untuk kegiatan yang lain. Begitu bangun dari tidur mereka telah dihadapkan
dengan setumpuk tugas yang harus dilakukan.
Aliran fungsionalisme yang berkaitan dengan penelitian ini sesungguhnya
sangat sederhana, yakni bagaimana memandang masyarakat sebagai sistem yang
terdiri atas bagian yang berkaitan dengan agama, pendidikan, struktur publik, sampai
kepada pengurusan rumah tangga yang dialami oleh ibu Rita yang merupakan istri
dari punggawa laut. Berikut hasil wawancara dari beliau :
“biasanya ibu-ibu yang ada di desa ini harus bangun dari pagi-pagi sekali, kadang itu
harus dari jam 5 Shubuh hanya untuk memasak kemudian menyiapkan sarapan pagi
untuk bekal suami kami melaut.Karena rata-rata suami-suami kami bekerja sebagai
nelayan.Ya, setelah itu baru kami pikirkan anak-anak kami yang sekolah, mulai dari
menyiapkan peralatan mereka untuk sekolah sampai mengantarnya pun sekaligus. Ini
merupakan kebiasaan dan kegiatan kami sehari-hari khusunya saya senidiri juga”
(Wawancara 4 Juli 2015)
39
39
Memasak atau mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap dihidangkan
untuk dimakan segenap anggota keluarga merupakan keterampilan tersendiri dalam
rumah tangga, khususnya ibu-ibu nelayan kecil, buruh nelayan, sampai kepada
pemilik kapal besar (pabbagang) yang ada di Desa Mola Selatan.
Seorang istri atau ibu rumah tangga yang baik sering dinilai dari keterampilan
memasak yang ia miliki. Kegiatan memasak para ibu rumah tangga sering dibantu
oleh anak-anak perempuan mereka.Biasanya yang berbelanja untuk keperluan dapur
tersebut adalah kaum ibu atau anak perempuannya.Namun, anak laki-laki hanya ikut
berbelanja.Oleh sebab itu, Anak laki-laki sangat kecil perannya dalam menyiapkan
makanan karena keterlibatan mereka biasanya hanya terbatas bila kebetulan si Ibu
membutuhkan sejumlah bahan yang perlu dibeli di warung atau di pasar.
Membersihkan peralatan dapur dan peralatan makan yang kotor setelah
dipergunakan juga merupakan tugas utama para wanita terutama para ibu rumah
tangga.Pencucian biasanya cukup dilakukan secara sederhana pula, yaitu dengan
menggunakan dua ember cuci, pertama untuk mencuci dan menyabun peralatan yang
masih kotor, sedangkan ember kedua dipergunakan untuk membilas agar peralatan
tersebut lebih bersih. Ibu Haru yang merupakan istri dari buruh nelayan atau sawi
mengatakan bahwa :
40
40
“Bisa dibilang pekerjaan rumah tangga yang berat dilakukan oleh kebanyakan para
istri nelayan di Mola selatan itu dek mencuci pakaian anggota rumah tangga termasuk
pakaian sendiri. Disini kan kebanyakan dari suku Bajodan tempat tinggal kami sangat
susah dari air PDAM begitu, jadi kalau kita mau bandingkan antara pekerjaan yang
lain dengan pekerjaan mencuci pakaian, pekerjaan inilah yang paling berat karena
banyak menguras tenaga yang cukup besar juga dekkarena harus naik ke darat untuk
mengambil air bersih.”(Wawancara 27 Juli 2015)
Dari hasil wawancara tersebut dengan ibu Haru memang sangat nyata bahwa
pekerjaan rumah tangga yang memerlukan tenaga yang lebih itu adalah 6mencuci
pakaian, tahap-tahap dalam pencucian baju seperti menyikat, membilas, memeras dan
menjemur pakaian membutuhkan energi yang cukup banyak terlebih lagi dikarenakan
oleh pakaian dari para suami sehabis pergi melaut sangatlah kotor sehingga
diperlukan tambahan tenaga untuk mencucinya hingga bersih. Oleh sebab itu,
biasanya para suami memiliki pakaian khusus yang hanya digunakan untuk melaut
agar memudahkan para istri dalam proses pencucian baju. Saat pencucian pakaian
tidak ada pola yang tetap.tergantung pada waktu luang yang dipunyai para ibu rumah
tangga.Akan tetapi biasanya pencucian pakaian dilakukan setelah segenap pekerjaan
yang berkaitan dengan kenelayanan selesai.
Pada saat para nelayan mendaratkan ikannya pagi hari maka si ibu mencuci
pakaian pada siang hari atau sore hari, karena pada pagi hari itu si ibu sibuk
mengurusi ikan hasil tangkapan suaminya.hal ini karena pada pagi hari mereka harus
membereskan ikan-ikan
yang
didaratkan
oleh
suaminya.bila para
nelayan
mendaratkan ikan sore hari maka umumnya mereka mencuci pakaian pada siang
hari.Anak laki-laki seolah terbebas dari pekerjaan kerumah tanggaan termasuk
41
41
mencuci pakaian. Menurut penuturan ibu Momi yang merupakan istri dari punggawa
laut, mengatakan bahwa :
“Kalau anak saya yang laki-laki biasanya kalau libur sekolah dia membantu
ayahnya pergi melaut. Kalau untuk anakkuyang masih kecil itubelum dapat
diajak melaut, diakadang saya beri tugas untuk membersihkan berbagai
peralatan melaut bapaknya seperti membersihkan jaring dari kotoran-kotoran
selepas digunakan oleh bapaknya untuk menangkap ikan, atau membereskan
dan membersihkan perahu setelah digunakan berlayar menangkap
ikan.”(Wawancara 4 Juli 2015)
Dari penuturan ibu Momi jelas tergambar bahwa anak laki-laki hanya memiliki
peran sedikit di dalam rumah tangga, sebab waktu yang mereka miliki lebih kepada
kegiatan yang ada di luar rumah tangga, baik itu hanya sekedar nongkrong dengan
teman-temannya hinggga menghabiskan waktunya dengan membenahi perlengkapan
melaut bapaknya.
Berikut ini ada beberapa penjelasan juga petikan wawancara yang berkaitan
dengan teori yang membahas soal startifikasi sosial dalam kaitannya dengan gaya
hidup (life style) yang cenderung mengarah pada kerapaian dalam berpakaian dimana
perbedaan tersebut terlihat pada masyarakat Angkue antara keluarga dari punggawa
laut dan keluarga dari buruh nelayan atau sawi.
Menyetrika pakaian agar halus hanyalah dilakukan oleh para keluarga nelayan
yang cukup mampu seperti misalnya yang dilakukan oleh para keluarga punggawa
laut, sedangkan bagi para keluarga buruh nelayan kebanyakan pensetrikaan tidak
begitu dilakukan pada baju-baju yang dianggap bagus maupun pakaian yang dipakai
sehari-hari.Pekerjaan mensetrika pakaian umumya juga dilakukan oleh para
perempuan terutama para ibu rumah tangga. Hal ini dapat diketahui dari petikan hasil
42
42
wawancara dengan ibu Neli yang merupakan istri dari punggawa laut, beliau
mengatakan:
“Biasanya dek baju yang saya setrika, itu baju-baju yang dipakai untuk pergipergi.Kalau baju yang dipakai hari-hari apalagi baju yang dipakai bapaknya
melaut jarang saya setrika ya kalau sempat saja, selain itu juga waktu yang
dibutuhkan untuk menyetrika terlalu lama terlebih lagi dengan anggota keluarga
ibu yang berjumlah enam orang, secara langsung tenaga yang ibu butuhkan
juga harus lebih besar lagi.” (Wawancara 4 Juli 2015)
Berbeda dengan yang dialami oleh ibu Eda yang merupakan istri dari buruh
nelayan atau sawi, di mana beliau hanya menggantungkan keuangan keluarganya dari
penghasilan suaminya melaut.jadi kalau untuk urusan kerapian terlebih lagi mengenai
pakaian tidak begitu beliau hiraukan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara
dengan ibu Eda yang merupakan istri seorang buruh nelayan atau sawi, beliau
mengatakan :
“Kalau soal menyetrika pakaian dek, keluarga saya tidak begitu mementingkan
hal tersebut, karena jangankan menyetrika pakaian dek, untuk beli setrikanya
saja ibu tidak mampu .Selain karena pengaruhtidak ada uang, ibu juga lebih
baik membeli barang atau menggunakan uang seperlunya saja untuk kebutuhan
sehari-hari.” (Wawancara 6 Juli 2015)
Pekerjaan mengasuh anak-anak pada dasarnya tidaklah mempunyai batas
akhir.Tetapi pekerjaan ini mulai berkurang setelah anak-anak mulai berkeluarga.akan
tetapi, pada banyak keluarga di masyarakat Mola Seltan tidaklah demikian, karena
banyak diantara anak-anak yang telah berkeluarga ternyata belum mampu
membangun rumah tangganya sendiri.Masih banyak diantara keluarga baru yang
masih menjadi satu rumah dengan orang tuanya.
43
43
Pada kondisi seperti ini, selain harus mengurus anak-anaknya sendiri, para ibu
rumah tangga terkadang juga harus mengurus cucunya bila kebetulan anaknya sedang
bekerja.menjaga kebersihan dan keteraturan rumah juga merupakan pekerjaan yang
sebagian besar harus dilakukan oleh ibu rumah tangga. Salah satu cara menjaga
kebersihan rumah adalah dengan menyapu lantai. Bentuk kotoran umum berada
dilantai adalah pasir laut.Penggunaan alas kaki agar kaki tetap terpelihara bersih dan
tidak meninggalkan kotoran bila menginjak lantai jarang dilakukan terutama bagi
anak-anak. Menurut Ibu Rina yang merupakan istri seorang nelayan, ia mengatakan
bahwa:
“Bila lagi tidak ada pekerjaan begitu, saya biasanya menyapu dirumah itu dua
kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari.Pekerjaan tugas-tugas rumah
tangga biasanya ibu dibantu oleh anak-anakku yang perempuan, itupun kalau
lagi libur sekolah atau mereka pulang dari sekolah saja, dan kadang juga bila
sedang tidak melaut kadang-kadang bapaknya juga mengerjakan pekerjaan ini.”
(Wawancara 6 Juli 2015)
Ini terjadi karena walaupun jenis pekerjaan ini sering dilakukan oleh para ibu
rumah tangga tapi pada dasarnya semua anggota keluarga dapat dan pantas
mengerjakanya.Aktifitas ketika sore menjelang magrib hingga malam hari adalah
bersantai dengan mengobrol dengan tetangga sekitar rumah dan bersantai dengan
keluarga yang biasanya diisi dengan kegiatan nonton TV bersama.Bagi istri waktu ini
digunakan untuk istirahat setelah seharian bekerja.
4.2.1.2 Mendampingi Suami
Yang pasti suami akan membawa dua hal berbeda yaitu kelebihan dan
kekurangan, kalau kelebihan dan kebaikannya jelas para istri bisa menerimanya
44
44
karena itulah yang diharapkan oleh para istri ingin bisa disayang oleh suami. Masalah
kekurangan pada suami inilah yang terkadang belum bisa diterima oleh istri mungkin
karena
gaji
pas-pas
an,
jorok,
menjengkelkan,
rewel
pencemburu
dan
sebagainya.Bagi sebagian istri secara pribadi kekurangan suami bukanlah suatu harga
mati yang tidak bisa dirubah atau ditawar karena masalahnya adalah berhubungan
dengan perilaku manusia dimana seseorang bertingkah sesuai kemampuan
berfikirnya, karena itu tak perlu harus buru-buru bertengakar hanya karena beberapa
hal yang dirasa kurang nyaman dari suami.
Sebaliknya para istri perlu mencari celah dimana suami bisa membuka
hatinya
untuk
belajar
memperbaiki
dirinya
terhadap
apa
yang
menjadi
kekurangannya, sifat nya bukan kita kita mengajarinya tapi terlebih memotivasinya
dengan cara-cara tertentu yang disukainya sehingga suami tertarik untuk
memperbaiki dirinya, berikan penghargaan atas apa yang telah suami kita capai jika
dia sudah berusaha memperbaiki kekuranggannya meskipun itu hal kecil saja karena
semangat akan membawa nya untuk terus terpacu memberikan yang terbaik bagi
istrinya. Jika kekurangannya secara fisik ya berarti kita harus bersabar mungkin
memang secara fisik suami ada kekurangan tapi mungkin juga sebaliknya dibalik
fisiknya yang kurang itu dia punya kelebihan hati yang lembut dan mulia yang
mungkin tidak dimiliki lelaki yang berfisik sempurna, kasih sayang tak mengenal
bentuk fisik jikapun kekurangnnya berbentuk tingkah laku dengan kasih sayang akan
bisa kuat dan bersabar mendukung suami untuk terus lebih baik dan kesabaran itulah
bagian dari bentuk kasih
45
45
Salah satu unsur yang dapat menjaga keharmonisan dan keutuhan suami istri
adalah apabila keduanya saling menjaga rahasianya masing-masing.Terkadang suami
menceritakan rahasia pribadinya kepada istri.Sebaliknya, istri menceritakan rahasia
pribadinya kepada suami.Ini baik, sebagai perwujudan kedekatan perasaan dan
kejiwaan mereka.Namun, masing-masing mereka tentu tidak suka bila rahasia pribadi
itu diketahui orang lain, selain mereka berdua.Begitupun yang dirasakan oleh Ibu
Satia (28) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut :
“Pada saat suami saya melaut untuk mencari nafkah saya selalu setia
menunggu di rumah untuk menanti dia pulang melaut dan saya sudah
sediakan apa-apa yang dibutuhkan suamiku khususnya makanan, terkadang
bapak pulang melaut marah-marah karena hasil tangkapanya sedikit terkadang
juga tidak ada.Tetapi saya selalu bilang kepada dia selalu bersabar karena
rezeki itu sudah ada yang atur dan saya sebagai istri selalu setia kepada bapak
baik dalam keadaan susah maupun senang. (Wawancaratanggal 11 Juli 2015)
Berbeda
halnya
yang
diungkapkan
oleh
Ibu
Fenti
(34)
beliau
menggungkapkan bahwa dalam mendampinggi suaminya dalam kehidupan seharihari beliau selalu merasa canggung karena suaminya selalunya mengutang kepada
orang lain demi memenuhi nafsu untuk minum-minum alkohol dan hutang mereka
sudah banyak kemudian suaminya dalam satu minggu itu satu kali turun melaut
bahkan tidak pernah.
“Sebenarnya dek saya juga malu dengan keadaan suami saya sekarang ini
karena dia lebih mementingkan kepentinganya yang tidak ada gunanya itu
dari pada istri dan anaknya di rumah.Ini anak-anakku kasian kalau malammalam saat makan malam tanya-tanyaterus tentang bapaknya.Saya tidak
sangup juga menjalani hidup seperti ini bahkan saya kadang berpikiruntuk
meningalkan suami saya kalau dia tidak merubah kebiasaannya ini.
(Wawancara tanggal 11 Juli 2015)
46
46
Dari hasil wawancara
diatas dapat disimpulkan bahwa seorang istri selalu
setia kepada suaminya baik dalam keadaan susah maupun senang karena seorang istri
selalu mendampinggi suaminya karena suami adalah perisai buat istri dan terkadang
juga seorang istri merasa jenuh dengan keadaan suaminya disebabkan oleh tingkah
laku suaminya yang sering melakukan perbuatan menyimpang seperti minumminuman keras. Maka dari itu seorang suami harus menjaga perasaan istri karena istri
adalah semangat bagi para suami karena suami adalah mencari nafkah jadi pada saat
suami pulang melaut setelah dia melihat istrinya pasti rasa capeh akan hilang.
Seorang suami adalah pelindung bagi istrinya disebabkan istri mempunyai
sifat yang lemah lembut sehingga para suami harus tegas kepada istrinya.Di dalam
hubungan rumah tangga pasti ada masalah baik itu bersifat positif maupun
negative.Seorang ibu rumah tangga yang bernama ibu Ande (31) beliau mengatakan
bahwa:
“Kalau saya sendiri lebih mengutamakan peranan istri baik itu mencuci,
memasak, mendidik anak dan bahkan saya harus menggurus keperluan
suamiku.Walaupun suami saya mempunyai rezeki pas-pasan, tapi sampai
sekarang juga anakku masih bisa sekolah seperti yang lain.Saya juga selalu
bersyukur karena Allah masih menyayangi keluargaku yang kecil ini.”
(wawancara tanggal 17 Juli 2015 )
47
47
Begitupun yang dikatakan oleh ibu Desi (34) bahwa beliau selalu menghargai
suaminya :
“seorang istri itu dek harus taat kepada suaminya karena suami adalah imam
dalam keluarga dan mereka memberikan nafkah kepada istrinya, menasehati
istrinya bahkan mendidik anak-anaknya. Kalau bagi saya sendiri, itu rezekiku,
saya rasa ada tambah-tambahnya dibanding saya belum menikah.Pokoknya
kayak saya bekerja itu gampang kita dapat hasil. Jadi sebagai seorang istri
juga harus patut terhadap suami baik itu dalam keadaan susah maupun senang
bahkan seorang istri juga harus ikut membantu suaminya pada saat dia bekerja
baik itu di dalam rumah tangga maupun pada saat dia mencari nafka untuk
istri dan anaknya.” (Wawancara tanggal 17 Juli 2015)
Bahkan seorang istri tetap bertahan terhadap suaminya walaupun sering
bertengkar terhadap suaminya dan ibu itu adalah ibu Hijriah (29) beliau
mengungkapkan hal sebagai berikut:
“Didalam hubungan rumah tangga itu dek pasti ada masalah mungkin karena
salah paham dan retaknya rumah tangga itu disebabkan oleh tidak ada
kepercayaan antara satu dengan yang lain. Walaupun saya selalu di marahi
suamiku dan bahkan dia memukuliku kalau lagi sedang mabuk tapi saya
selalu sabar isyaallah pasti dia akan berubah. Jadi saya dengan sabar dek
menghadapi sifat suamiku yang keras itu dan saya harus selalu menemani
suamiku sampai kapanpun.” (wawancara tanggal 17 Juli 2015)
Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang istri harus
menemani suaminya baik dalam keadaan susah maupun senang. Memang didalam
hubungan rumah tangga pasti ada masalah baik itu masalah besar maupun yang kecil
akan tetapi kalau kita hadapi dengan sabar isyaallah semua akan indah pada waktunya.
4.2.1.3 Mengurus anak
Anak adalah titipan oleh sang khalik jadi anak itu harus wajib dijaga dan
dilindungi sebab orang tua yang baik adalah orang tua yang bisa mengerti dengan
kehidupan anaknya. Pengurusan anak adalah kewajiban dari seorang ibu yaitu istri
48
48
sehingga peranan ibu disini sangat dibutuhkan untuk masa depan mereka kelak
natinya. Sesungguhnya dalam pengurusan anak adalah suami dan istri mempunyai
peranan dalam hal ini di sebabkan anak adalah titipan yang harus mereka jaga.
Seandainya orang trua tidak bisa mengurus anaknya maka itu disebabkan orang tua
mempunyai kesibukan diluar selain mengurus kebutuhan anaknya. Begitupun yang
dialami oleh ibu zuana (32) beliau mengungkapkan hal sebagai berikut:
“dalam mendidik anak kita harus mempunyai trik supaya anak kita tidak
membangkang sama orang tua. Sesungguhnya orang tua itu de sangat berat
sekali peranya jadi saya harus pintar-pintar memanejemen waktuku antara
mengurus anak dan pekerjaan sehari-hari.” (wawancara tanggal 26 juli 2015)
Berbeda halnya
yang diungkapkan oleh bapak refaldi (35) beliau
mengungkapkan hal sebagai berikut:
“kalau saya de dalam mendidik anak-anakku saya melakukan metode
kekerasan sehingga anak saya takut kepada kedua orang tuanya.
Alhamdulillah dengan itu anak saya selalu mematuhi apa yang kami
perintahkan kemudian kami pun tidak resah kalau apa-apa terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan oleh masyarakat.” (wawancara tanggal 26 juli 2015)
Dari hasil wawancara diatas dapat di simpulkan bahwa orang tua harus selalu
menasehati anaknya. Di sebabkan orang tua mempunyai kesibukan lain sehingga
orang tua yang berada di desa mola selatan mengambil langkah-langkah dalam
mendidik anak diantaranya adalah dengang pendidikan militer dan harus pintar
memanejemen waktu sehingga tidak menggangu mereka dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga.
49
49
4.2.2 Peran Ekonomi
4.2.2.1 Pengikat rumput laut
Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga seorang ibu yang berada di Desa
Mola Selatan melakukan pekerjaan yaitu mengikat rumput laut. istri ikut membantu
perolehan dan penambahan pendapatan keluarga mendapat dukungan dari para suami
sebab disamping pekerjaan ini tidak mengganggu tugas ibu sebagai ibu rumah tangga,
juga sebagai upaya istri untuk mendapatkan nafkah tambahan karena dari para suami
menyadari ketidak mampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dikarenakan oleh penghasilan mereka yang kecil. Pada saat peneliti melakukan
penelitian di desa Mola Selatan Kec.Wangi-wangi Selatan Kab.Wakatobi pada saat
itu ibu-ibu sedang mengikat rumput laut. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak
Dinsi (45) berprofesi sebagai punggawa laut, beliau mengatakan bahwa:
“Kami disini juga banyak yang membudidayakan rumput laut. Karena kami
pikir juga bahwa sama saja kita pergi melaut. Jadi kalau kami sudah pulang
memasang jaring atau memancing, biasanya kami pergi lihat dulu rumput laut
kami masing-masing.Ini rumput laut juga hanya sebagai kegiatan untuk mengisi
waktu luang membantu keuangan keluarga juga dek.Apalagi harga rumput laut
sekarang lagi naik perkilonya.Oleh sebab itu, sayang kalau tidak
dimanfaatkan.Untuk itu para ibu-ibu yang ada di sini, biasanya berlomba-lomba
agar mendapatkan pekerjaan sebagai pengikat rumput laut, apalagi pekerjaan ini
tergolong mudah dan bisa dikerjakan dimana saja, termasuk di rumah.”
(Wawancara 30 Juli 2015)
Usaha yang biasa dilakukan oleh para ibu rumah tangga untuk memperoleh
tambahan pendapatan keluarga adalah dengan menjadi pengikat rumput laut.Para ibu
di Desa Mola Selatan tidak memiliki kesulitan dalam mengerjakan kegitan tersebut
ataupun tidak harus memiliki keterampilan khusus sebab pengerjaanya tidak begitu
50
50
sulit dan anak-anak pun juga bisa ikut serta dalam membantu ibunya. Hal ini dapat
terlihat dari hasil wawancara dengan ibu Suriani (30) yang merupakan istri dari
punggawa laut, beliau mengatakan bahwa:
“Para pengikat rumput laut disini dek bisa pindah dari satu kelompok
kekelompok lain jika pekerjaannya pada kelompoknya telah selesai. Misalnya,
saya ikat di rumah ibu Iba lalu bagian yang harus saya kerjakan di rumah ibu
Iba telah selesai, maka jika ada teman saya yang lain meminta bantuan kepada
saya untuk mengikat rumput laut yang dia punya, ya saya boleh bantu dia tanpa
harus minta izin terlebih dahulu.” (wawancara 30 Juli 2015)
Hal tersebut terjadi karena orientasi pengikat rumput laut bukan pada
keuntungan yang akan didapat nantinya tetapi terselesainya pekerjaan tersebut. Sifat
tolong menolong yang diberikan oleh pengikat lain sering mempunyai ikatan
resiprositas atau timbal balik, walaupun sering pula hal ini tidaklah diakui. Sifat dari
tolong menolong seperti ini sebenarnya ada semacam rasa senasib dan
sepenanggungan diantara mereka.
Pada masyarakat Desa Mola Selatan walaupun ada beberapa aktivitas yang bisa
membantu penambahan pendapatan keluarga misalnya, menjadi pengrajin ikan asin
tapi banyak yang memilih menjadi pengikat rumput laut dengan penghasilan mereka
sebagai pengikat rumput laut sekitar Rp. 15.000 sampai Rp. 30.000 terantung dari
banyaknya ikatan rumput laut yang diperoleh per hari. Walaupun mungkin
pendapatannya tidak begitu besar namun kerjasama serta sifat tolong-menolong itulah
yang membuat mereka senang, dan menjadikan hal tersebut menjadi hiburan para
ibu-ibu selama berada dalam rumah tangga dengan kesibukan yang terkadang
membuat mereka menjadi stress. Hal ini dapat terlihat dari kutipan hasil wawancara
51
51
dengan ibu Surianti (32) yang merupakan istri dari punggawa laut, beliau
mengatakan:
“Ibu-ibu disini dek lebih senang menjadi pengikat rumput laut dibandingkan
menjadi pengrajin ikan asin karena menjadi pengikat rumput laut
mengerjakannya dapat dikerjakan di rumah.Jadi, bisa sambil mengerjakan
pekerjaan rumah dan mengawasi anak-anak. Terus jam kerjanya juga sesuka
kita, kapan kita mau, tidak ada yang menentukan jamnya yang penting
terselesaikannya pekerjaan tersebut.”(Wawancara 30 Juli 2015)
Jadi kesimpulan dari hasil wawancara diatas adalah ibu rumah tangga yang
berada di Desa Mola Selatan melakukan dua peran antara peran sebagai ibu rumah
tangga dan membantu memenuhi kebutuhan ekonomi dengan cara mengikat rumput
laut sehingga ekonomi di dalam keluarga yang berada di desa mola selatan dalam hal
peran ibu rumah tangga ikut ambil adil dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
4.2.2.2 Menjual ikan
Pengelolaan ikan dimulai saat perahu sang suami merapat di dermaga,
sementara para istri nelayan terlibat terutama pada tahap pasca produksi yaitu
pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Berbagai peralatan seperti ember plastik
dan keranjang untuk tempat ikan telah dipersiapkan oleh istri nelayan dan selanjutnya
dipilah-pilah menurut jenis ikannya.Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Lilis
(35) yang merupakan istri dari buruh nelayan atau sawi, beliau mengatakan bahwa :
52
52
“Kalau mengenai harga dari jenis-jenis ikan dengan nilai jual tinggi seperti
bawal, kakap merah sunu, dan mayong biasanya dek dijual langsung ke tempat
pelelangan ikan (TPI) atau kepada pedagang langganan di pasar yang biasanya
langganan saya setiap harinya dimana kita juga biasa meminjam uang sama
mereka terlebih dahulu.. Sebagian besar ibu-ibu disini memiliki pedagang
langganan sendiri-sendiri, kalau menjual ke pedagang lainnya di pasar tidak
enak sama langganan soalnya saya sering pinjam uang dengan langganan saya,
nanti bayarnya dengan ikan hasil tangkapan suami. Rata-rata ibu-ibu disini ya
begitu dek, karena kita juga tidak repot-repot lagi pergi ke pasar untuk pergi
menjual.” (Wawancara 30 Juli 2015)
Berbeda halnya yang diungkapkan oleh ibu hida (27) beliau mengungkapkan
hal sebagai berikut:
“pada saat kita menjual ikan de kita harus pintar merayu pelan ggan supaya
dagangan kita tidak sepi sehingga banyak orang yang berdatangan untuk
membeli ikannya kita. Dalam melakukan hubungan pembicaraan antara
pembeli kita harus bersikap seolah-olah daganganya kita itu adalah berbeda
dengan yang lain” (wawancara tanggal 30 juli 2015)
Kemudian yang diungkapkan oleh ibu sari (43) beliau mengungkapkan hal
sebagai berikut :
“dalam menjual hasil tangkapan suamiku yaitu ikan saya tidak menjualnya
dipasar dikarenakan banyak sekali persaingan akan tetapi kalau saya jual
dengan cara berkeliling dikampung orang lain otomatis daganganku cepat
laku dan saya dapat meraut keuntungan dari para pembeli tersebut”
(wawancara tanggal 30 juli 2015)
Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa peran istri dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga sangat penting apalagi mereka ikut berperan dalam
menjual hasil tangkapan suaminya dan ibu rumah tangga dalam hal ini istri nelayan
ikut membantu meringankan beban tanggung jawab suaminya.
53
53
4.2.2.3 Menambang pasir
Dalam memenuhi kebutuhan keluarga seorang istri nelayan yang berada di
Desa Mola Selatan melakukan pekerjaan tambahan yaitu menambang pasir
disebabkan oleh penghasilan suami kurang dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga sehingga istri ikut ambil peran untuk itu antar tugas ibu rumah tangga
dengan tugas untuk memenuhi kebutuhan keluarga istri harus pintar memanejemen
waktu supaya tidak menggangu peranya sebagai ibu rumah tangga. Kemudian peneliti
mengadakan wawancara dengan seorang ibu yang bernama ibu rabani (43)
“pada saat saya mengurus suami dan anak-anak saya dari jam 06:36-07:45
maka saya sudah mempersiapkan apa-apa yang dibutuhkan oleh mereka dan
pada pukul 08:30 maka saya berangkat untuk menambang pasir. Saya lakukan
pekerjaan ini dalam keadaan terpaksa disebabkan penghasilan suami saya
kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga kami. Dari jam 04:13 saya
pulang dirumah untuk memenuhi tanggung jawab saya sebagai ibu rumah
tangga. Dari penghasilan menambang pasir dalam sehari saya bisa
mendapatkan sekita Rp. 35.000 paling tinggi Rp. 40.000.” (wawancara
tanggal 28 juli 2015)
Sama halnya yang diungkapkan oleh ibu dahni (45) tentang pekerjaanya
menambang pasir beliau menggungkapkan hal sebagai berikut:
“saya ini de sudah tua kalau kita bisa melihat keadaanku sekarang ini
mungkin kita mengatakan janganmie kita kerja bu karna kita sudah tua lebih
baik kita istrahat dirumah jangan sampai sakit. Akan tetapi de dengan keadaan
ekonomi yang saya hadapi dalam keluarga saya apalagi pendapatan suami
saya sangat sedikit kalau melaut disebabkan dia sudah tua dan rentang dengan
penyakit, paling kalau dia melaut hanya cukup untuk makan saja. Untuk
menambah penghasilan keluarga saya maka saya harus kerja yaitu dengan
menambang pasir ini kebutuhan ekonomi saya bisa terpenuhi walaupun tidak
sebanyak yang saya harapakan de.” (wawancara tanggal 1Agustus 2015)
Berbeda halnya yang diungkapkan oleh ibu santi beliau menggungkapkan hal
sebagai berikut:
54
54
“Kalau saya de tugasku hanya mengontrol kariawan saja karena yang
mempunyai tempat untuk menambang pasir itu adalah tanah saya dan saya
gaji mereka sesuai apa yang yang mereka peroleh pada saat menambang pasir
itu. Pekerjaan suami saya adalah merantau di malaysia jadi dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga alhamdulillah suami saya mampu. Tetapi saya
juga harus melakukan usaha kecil-kecilan disebabkan untuk masa depan kami
pada saat tua nanti.” (wawancara tanggal 1Agustus 2015)
Untuk lebih lanjut berikut pernyataan informan kunci yakni Kepala Desa:
“memang banyak ibu rumah tangga di Desa ini yang berperan ganda selain
mengurus rumah tangga ,mereka juga bekerja untuk mencari nafkah dalam hal
membantu suami untuk kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari.kita dapat
melihat apa yang di lakukan oibu rumah tanggadi Desa ini memang luar biasa
semangat mereka untuk mencapai kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan
keluarga mereka sendiri” (Wawancara Kepala Desa Pak Nuhardin 1 Agustus
2015)
Kesimpulan dari Hasil wawancara diatas bahwasanya istri nelayan yang berada
di masyarakat di desa mola selatan pekerjaanya menjual ikan, pengikat rumput lau
dan bahkan sebagai penambang pasir. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
mereka sangat beragam seperti yang sudah di jelaskan diatas. Penambang pasir
adalah salah satu kegiatan istri nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
kelaurganya.
4.3 Distribusi Alokasi Waktu Istri Nelayan
Partisipasi istri dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di desa Mola
Selatan diwujudkan dalam ketiga perannya baik dalam lingkungan rumah tangga,
dalam bidang ekonomi, maupun dalam masyarakat.Peran istri dalam lingkungan
55
55
rumah tangga meliputi kegiatan mulai dari mencuci, menyapu, memasak dan
membersihkan rumah sampai mengurus anak-anaknya.
Pekerjaan ini tidak dihargai dengan nilai uang, tetapi besar pengaruhnya
terhadap pencapain kesejahteraan keluarga.Kegiatan ini mereka lakukan sebelum
melakukan aktivitas diluar rumahnya, walaupun kegiatan ini dilakukan bersama-sama
dengan anggota keluarga, namun kegiatan istri masih memiliki porsi yang cukup
tinggi.Sebelum melakukan aktivitas dalam bidang ekonomi, istri telah menyelesaikan
pekerjaan rumah tangganya, maka tidak aneh lagi jika seorang ibu bangun tidur lebih
pagi dari suaminya.
Mencuci, memasak, dan mengurus, membersihkan dan membereskan rumah
adalah kegiatan rutin para istri sebelum mereka bekerja di luar rumah.Untuk
kehidupan ekonomi bagi masyarakat Desa Mola Selatan bukan hal baru apabila ayah
dan ibu sama-sama merasa bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekonomi
rumah tangganya. Idealnya seorang suamilah yang bertanggung jawab penuh dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk juga dalam memasok pendapatan
keluarga yang karena ia berstatus sebagai kepala keluarga.
Teori fungsionalisme menyoroti bagaimana terjadinya persoalan gender itu
mengarah kepada pemikiran bagaiamana gender dipermasalahkan. Teori ini
memandang bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagianbagian yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan masalah kesetaraan gender
yang sedang disuarakan dapat diartikan bahwa dalam struktur masyarakat telah
terjadi suatu kesalahan fungsi atau penyimpangan struktur kehidupan masyarakat
56
56
yang telah terjadi suatu kesalahan, sehingga terjadi gejolak. Gejolak itu adalah suatu
gejala adanya kesalahan fungsi atau struktur kehidupan.Teori ini memandang bahwa
laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari struktur nilai dalam kehidupan
masyarakat (Azis, 2006).
Dalam penjelasan yang ada di bawah ini merupakan wujud dari peran ganda
perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga khususnya istri nelayan, dimana
baik laki-laki maupun perempuan tidak ada pembatasan peran bahwa laki-laki di
tempatkan di sektor publik sedangkan perempuan di sektor domestik. Idealnya
seorang suami lah yang bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya, termasuk juga dalam memasok pendapatan keluarga yang karena ia
berstatus sebagai kepala keluarga. Namun, pada kenyataannya para isteri dan anggota
keluarga lainnya juga ikut membantu tentunya sesuai dengan kemampuan masingmasing.
57
57
Tabel 4.3 Distribusi Alokasi Waktu.
No
1
Peran Istri
Di dalam rumah tangga
Aktifitas
Alokasi Waktu/Minggu
-Memasak
-Mencuci
56 jam
-Mendampingi suami
-Mengurus anak
2
Di luar rumah tangga
-Mengikuti kerja bakti
-Mengikuti kegiatan
14 jam
PKK
-Mengikuti arisan
3
Memenuhi kebutuhan ekonomi
-Mengikat rumput laut,
-Menjual ikan, dan
42 jam
-Menambang pasir
Sumber :data primer di dapat dari hasil wawancara 2015
Berdasarkan tabel diatas menujukan bahwa:
Pada masyarakat Desa Mola Selatan para ibu rumah tangga kebanyakan
menghabiskan waktu mereka di luar rumah dengan bekerja sebagai penambang pasir,
pengikat rumput laut, ibu rumah tangga juga bekerja sebagai penjual ikan di pasar
untuk membantu menambah pendapatan suami,di samping itu ibu-ibu di Desa Mola
Selatan juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang di adakan di oleh
58
58
masyarakat Desa mereka seperti mengikuti kegiatan kerja bakti, mengikti arisan ibuibu rumah tangga dan mengikuti kegiatan PKK.
Itu dapat terlihat jelas dari penjelasan beberapa informan yang mewakili seluruh
informan saya Seperti yang di katakan oleh salah satu informan di bawah in yakni
ibu Rati 34 tahun mengatakan bahwa:
“saya bangun dari jam 4 subuh sampai jam 12 siang saya menyelesaikan
pekerjaan saya di dalam rumah mengurus suami,anak mencuci dan memasak
karena saya juga tidak ingin mengabaikan urusan rumah tangga, nanti setelah
selesai semua urusan di dalam rumah baru setelah itu saya berangkat bekerja
untuk membantu suami saya mencari nafkah.
(Wawancara 20 Agustus 2015)
Hal yang demikian pun di sampaikan oleh salah satu informan saya yang
bernama ibu Neni 42 tahun ia mengatakan bahwa:
Hal berbeda di katakan oleh informan yang bernama ibu Lili 40 tahun,ia
mengatakan bahwa :
“ibu rumah tangga di desa mola selatan ini kebanyakan bekerja sebagai
penambang pasir dan penjual ikan,dan pekerjaan tersebut harus di kerjakan dari
pagi-pagi sekali agar saya bisa lebih banyak mendapatkan hasil,karena otomatis
kalau banyak waktu untuk bekerja akan lebih banyak juga hasil yang saya dapat
entah itu dari menjual ikan di pasar atau menambang pasir,kadangkala saya
berangkat tidak sempat lagi memasak untuk suami dan anak saya .untung saya
punya anak perempuan yang sudah besar.dialah yang membantu saya mengurus
ayah dan adik-adiknya di saat saya tidak sempat menyiapkan keperluan mereka
” (Wawancara 22 Agustus 2015)
Hal berbeda pun di katakan oleh salah satu informan saya yang bernama ibu
Heni,iya mengatakan bahwa:
59
59
“sebagai ibu rumah tangga selain saya mengurus rumah tangga mengurus
keperluan suami,mengurus keperluan anak dan bekerja di luar rumah untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. saya juga banyak menghabiskan waktuku
untuk kegiatan di masyarakat.saya sering mengikuti kegiatan kerja bakti,mengikuti
kegiatan PKK dan saya juga mengikuti arisan.karena saya tidak ingin menghabiskan
waktuku hanya untuk rumah tangga dan mencari uang saja,saya juga ingin
bersosialisasi dengan masyarakat yang lain” (Wawancara 22 Agustus 2015)
Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan yakni suami dari ibu Lili ibu
rumah tangga yang berperan ganda yakni bapak baedi 43 tahun yang mengatakan
bahwa.
“saya tidak merasa keberatan dengan istri saya yang banyak menghabiskan
waktunya di luar rumah,karena saya juga sadar bahwa istri saya bekerja untuk
membantu saya menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
kami,Alhamdulillah kami juga sudah mempunyai anak yang sudah besar jadi
sudah bisa membantu saya menyiapkan perlengkapan saya melaut dan
menyiapkan saya makanan kalau istri saya sudah pergi bekerja ” (Wawancara
22 Agustus 2015)
Seperti apa yang di katakan oleh informan baik ibu rumah tangga maupun
suami dapat di tarik kesimpulan bahwa ibu rumah tangga di Desa Mola selatan ada
yang memilih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah tangga karena
mereka berpikiran bahwa urusan rumah tangga lah yang lebih utama di samping
membantu suami mencari nafkah,ada juga yang banyak menghabiskan waktunya
untuk bekerja di luar rumah demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya demi
untuk mendapatkan pendapatan yang lebih banyak karena sebagian dari informan
berpikiran bahwa kalau banyak waktu yang di gunakan untuk bekerja memenuhi
kebutuhan ekonomi maka akan semakin banyak juga hasil yang mereka dapat. dan
ada pula ibu rumah tangga yang banyak menhabiskan waktunya untuk kegiatan sosial
60
60
di dalam masyarakat di samping mengurus rumah tangga dan membantu suami dalam
hal in bekerja di luar rumah.para suami pun tidak merasa keberatan akan hal tersebut
karena mereka berpikir bahwa apa yang di lakukan oleh istri mereka semata-mata
untuk membantu para suami memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka.
61
61
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti, maka dapat disimpulkan
bahwa selain istri berperan sebagai ibu rumah tangga (domestik) ia juga berperan dan
ikut berpartisipasi mencari nafkah untuk pemenuhan ekonomi keluarganya (publik) :
1. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, istri selain menjadi ibu
rumah tangga yaitu mengurus rumah tangga (mencuci,memasak), mengurus
suami Seorang istri selalu setia kepada suaminya baik dalam keadaan susah
maupun senang karena seorang istri selalu mendampinggi suaminya dan suami
adalah perisai buat istri,dan mengurus anak (mendidik anak, memberikan nasehat
dan motivasi terhadap anak,dan keterlibatan ritual ibu dalam hal mengajarkan
anak shalat).mereka juga bekerja di luar rumah untuk membantu suami mereka
mencari nafkah dalam hal kebutuhan ekonomi keluarga mereka yakni dengan
menjadi penambang pasir, pengikat rumput laut dan menjual ikan di pasar.agar
bisa terpenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka .
2.
Ibu rumah tangga yang berada di Desa Mola Selatan
juga medistribusikan
waktu mereka baik itu untuk kegiatan mereka di dalam rumah tangga,di luar
rumah tangga dalam hal pemenuhan ekonomi keluarga maupun dalam
lingkungan masyarakat. Karena kebanyakan ibu rumah tangga menghabiskan
waktunya di luar rumah untuk membantu pendapatan suami yang masih paspasan. Partisipasi istri dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga di Desa
62
62
Mola Selatan diwujudkan dalam ketiga perannya baik dalam lingkungan rumah
tangga, dalam bidang ekonomi, maupun dalam masyarakat. Peran ibu rumah
tangga sangatlah dominan di Desa Mola Selatan karena mereka setiap hari harus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri dan perbekalan bagi suami untuk
melaut. Mereka harus menyelesaiakan segala tugas di dalam rumah tangga yang
memang secara kodrati telah menjadi tanggung jawab mereka dan membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung. Ibu-ibu di Desa Mola Selatan juga
masih aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti mengikuti
kerja bakti, arisan, dan mengikuti kegiatan PKK yg di selenggarakan oleh Desa
sebagai wujud partisipasinya di dalam kehidupan bermasyrakat. Namun dalam
ekonomi bentuk partisipasi seorang istri nelayan di Desa Mola Selatan ada tiga
hal yaitu menambang pasir, mengikat rumput laut termasuk menjual ikan.
.
5.2Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti mencoba merekomendasikan
yang mungkin dapat menjadi pertimbangan bagi para aparatur pemerintahan baik di
tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten.
Saran-saran tersebut :
1. Sebaiknya pemerintah harus mengadakan penyuluhan untuk
adanya
kesamaan
tanggung
jawab
antara
laki-laki
pensosialisasian
dan
perempuan
didalamkehidupan berumahtangga, sehingga tercipta pembagian kerja yang
seimbang antara laki-laki dan perempuan.
63
63
2. Pemerintah Membukakan lapangan pekerjaan untuk para suami sehingga ibu
rumah tangga tidak terlalu fokus untuk urusan mencari nafkah
3. Pemerintah sebaiknya memberikan perhatiannya kepada keluarga nelayan yang
kurang mampu dalam bidang pendidikan seperti pemberian beasiswa kepada
anak-anak nelayan yang kurang mampu sehingga standar pendidikan masyarakat
di Desa Mola Selatan dapat meningkat
4. Sebaiknya masyarakat Desa Mola Selatan lebih bersikap adil dalam hal tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan. Adanya pengakuan dari masyarakat
tentang peranan istri dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Serta
adanya langkah nyata dari berbagai pihak untuk meminimalkan diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan.
5. Sebaiknya aparatur Desa Mola Selatan yaitu Kepala Desa Mola Selatan untuk
membangun koperasi simpan pinjam khusus bagi para nelayan di Desa Mola
Selatan. Hal ini akan sangat menunjang para nelayan di Desa Mola Selatan.
Koperasi tersebut meyediakan berbagai macam perbekalan nelayan yang dapat
dicicil pembayarannya ataupun peminjaman modal bagi nelayan yang ingin
membuka usaha sampingan.
.
64
64
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Asamaeny. 2006. Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sosial
Budaya.Makassar : Yapma
Afriza, Zafira. 2013. “Karateristik Masyarakat Pesisir di Indonesia”. Bumi Aksara.
Jakarta
Arifin, Taslim, 2006. Nelayan Kemiskinan dan Pembangunan. Makassar: Masagena
Press.
Fakih, Mansour.2005. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gardiner – Oey, Mayling, dkk. (1996). Perempuan Indonesia Dulu dan Kini.Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kusnadi, dkk. 2006. Perempuan Pesisir. PT LKiS Pelangi Aksara. Yogyakarta
Mustafa, Muhammad Dalvi. 2013. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Megawangi, Ratna, (1999). Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang
Relasi Gender.Yogyakarta: Mizan Pustaka.
Notopuro, Hardjito. 1984. Peran Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indone sia.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Risang Ayu, M., 1999.Cahaya Rumah Kita. Mizan: Bandung
Rustiani, F., 1996, “Istilah-Istilah Umum dalam Wacana Gender”, dalam Jurnal
Sajogyo, pudjiwati.1985. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa,
Rajawali. Jakarta.
Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Pustaka
Cindesindo.
Suhendi, Hendi, M.Si dan Ramdani Wah yu S.Ag. 2001. Pengantar Studi Sosiologi
Keluarga.CV Pustaka Setia. Bandung.
Suyanto, Bagong & Hendrarso, Susanti, Emy.(1996). Wanita Dari Subordinasi dan
Marginalisasi Menuju ke Pemberdayaan.Surabaya: Airlangga University
Press.
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Usman, S. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Internet:
Beauregard, T.A. 2008.Family Influences on the Career Life Cycle.
darihttp://eprints.lse.ac.uk/, LSE research online Edward Elgar Press pp. 101126
Irvanus, Edwin, 2 November 2002. Dilema Peran Ganda Perempuan
Bekerja,(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0211/02/opi02.html
Safari. 2014. Pesisir dan Laut. Http://safariputriunior.blogspot.com/2014/02/pesisirdan-laut.html
65
65
Sudarwati, Lina. 2011.Wanita dan Struktur Sosial Suatu Analisa Tentang Peran
Ganda Wanita Indonesia, kamis, 2Agustus 2015, pukul 11.25
Witahttp://litabamas-sb.info/wanita-dan-struktur-sosial-suatu-analisa-tentangperan-ganda-wanita-indonesia/
Download