PEMBERIAN DISTRAKSI MENDENGARKAN ASMAUL HUSNA UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. T DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI INSTALASI INSTALA GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA DI SUSUN OLEH : NOVI VELA SETYANINGSIH NIM. P.13102 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN DISTRAKSI MENDENGARKAN ASMAUL HUSNA UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. T DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis IImiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyarat Persyaratan Dalam Mentelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH : NOVI VELA SETYANINGSIH NIM. P.13102 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i ii iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Distraksi Mendengarkan Asmaul Husna untuk Menurunkan Nyeri pada Ny. T dengan Cidera Kepala Sedang di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, dan petunjuk dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah. 2. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis. 3. Ns. Meri OktarianiM.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan sekaligus penguji pertama yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.. 4. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. iv 5. Ns. Ika Subekti Wulandari M.Kep selaku dosen pembimbing sekaligus penguji kedua dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Bapak dan ibu dosen dan staf kepegawaian STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan studi kasus di Instalasi Gawat Darurat. 8. Kedua orang tua atas doa dan dukungan, baik moril maupun materiil selama mengikuti pendidikan. 9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 14 Mei 2016 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i LEMBAR TIDAK PLAGIAT ........................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Tujuan ........................................................................................... 4 C. Manfaat Penulisan ......................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ................................................................................ 1. 6 Cedera Kepala Sedang ........................................................... 6 B. Kerangka Teori............................................................................... 35 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .................................................................... 36 B. Tempat dan Waktu ........................................................................ 36 C. Media dan Alat .............................................................................. 36 D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Riset .......................................... 37 E. Alat Ukur Evaluasi Berdasarkan Aplikasi Riset ........................... 38 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien .............................................................................. 40 B. Pengkajian ...................................................................................... 40 C. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................. 45 D. Prioritas Diagnosa Keperawatan .................................................... 46 E. Perencanaan Keperawatan ............................................................ 47 F. Implementasi .................................................................................. 49 vi G. Evaluasi ......................................................................................... 51 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ...................................................................................... 53 B. Diagnosa keperawatan ................................................................... 61 C. Intervensi ....................................................................................... 64 D. Implementasi .................................................................................. 65 E. Evaluasi .......................................................................................... 69 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... 72 B. Saran .............................................................................................. 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Respon Fisik Perilaku Nyeri ............................................................ viii 31 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1Alat Ukur ....................................................................................... 33 Gambar 2.2Kerangka Teori .............................................................................. 35 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Usulan Judul Lampiran 2 Jurnal Penelitian Lampiran 3 Asuhan Keperawatan Lampiran 4 Lembar Konsultasi Lampiran 5 Look Book Lampiran 6 Lembar Observasi Lampiran 7 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 8 Surat Pernyataan Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan serangan/ benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2006). Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012). Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 Kasus cedera kepala. Dari sejumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (More & Agus, 2007). Indonesia memiliki angka kejadian cedera kepala yang juga cukup tinggi. Data epidemiologi di salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian 1 2 tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal (Perdossi, 2007). Penyebab cedera kepala traumatik terbanyak akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%), akibat jatuh (21%), akibat olahraga (10%), sisanya akibat kejadian lain. Puncak insiden cedara kepala pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas 70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih sering dari pada wanita (Muttaqin, 2008). Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Secara umum tanda dan gejala dari pasien cedera kepala adalah perubahan tingkat kesadaran serta peningkatan Tekanan Intra Cranial (TIK). Peningkatan TIK ditandai dengan nyeri kepala, muntah, kejang (Iskandar, 2002). Berdasarkan nilai GCS cedera kepala di bagi menjadi cedera kepala ringan (14-15), sedang (9-13) dan berat (3-8) (Saatman, 2008). Cedera Kepala Sedang GCS (9 – 13) terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, serta dapat mengalami fraktur tengkorak (Nurarif & Hardhi, 2013). Tanda dan gejala umum pasien cedera kepala sedang mengalami penurunan kesadaran, mual atau muntah, nyeri kepala akibat terjadi benturan pada benda keras, cedera akibat kekerasan (Nurarif & Hardhi, 2013). Nyeri tersebut akan membuat pasien mengalami gelisah dan merasakan sakit yang luar biasa (Hawks, 2005) Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan dari kerusakan jaringan potensial atau aktual (Brunner & Suddarth, 2015). Nyeri terbagi 2 tipe yaitu: nyeri akut dan nyeri 3 kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi akibat kerusakan jaringan dan lambatnya penyembuhan dari jaringan yang rusak ( > 6 bulan) sedangkan nyeri kronis adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang periode tertentu (Black dan Hawks, 2005). Salah satu bentuk penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis adalah teknik distraksi (Kartika, 2010). Pada mekanisme distraksi, terjadi penurunan perhatian atau persepsi terhadap nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien pada stimulasi lain atau menjauhkan pikiran terhadap nyeri (Kartika, 2010). Salah satu bentuk distraksi untuk mengatasi nyeri adalah distraksi pendengaran. Jenis distraksi ini biasanya dilakukan dengan mendengarkan suara alam atau intruksi meditasi dan juga dapat berupa suarasuara yang mengandung unsur-unsur spritual sesuai dengan keyakinan yang dianut (Perry & Potter, 2006). Mendengarkan bacaan asmaul husna dapat digunakan dalam menangani kecemasan atau nyeri pada berbagai penyakit. Secara aplikatif mendengarkan asmaul husna tidak sulit dilakukan, tidak invasif terhadap yang mendengarkan, serta mudah dan cepat dilaksanakan. Nama-nama yang terkandung dalam Asmaul Husna bermanfaat untuk penyembuhan diantaranya As-salam (Maha penyelamat), Al-Ghafur (Maha pengampun), Asysyakur (Maha penerima syukur), Al-majid (Maha mulia), Al-hayyu (Maha hidup). Nama- nama tersebut diyakini apabila dibaca atau dibacakan (diperdengarkan) kepada orang yang sakit akan mengurangi atau memberi kesembuhan pada orang yang sakit (Nafisa, 2010), 4 Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Distraksi Mendengarkan Asmaul HusnaTerhadap Penurunan Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny.T Dengan CederaKepala Sedang”sebagai salah satu alternatif pengobatan non farmakologi untuk mengurangi nyeri pada pasien cedera kepala sedang. B. Tujuan 1. Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan Distraksi Mendengarkan Asmaul Husna untuk Menurunkan Nyeri pada Ny. T dengan Cidera Kepala Sedang di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pasien dengan Cedera Kepala Sedang. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan dengan Cedera Kepala Sedang. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang. 5 f. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi tindakan Pemberian Distraksi Mendengarkan Asmaul Husna untuk menurunkan nyeri pada pasien Cidera Kepala Sedang di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta. C. Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis. Memberikan pengalaman yang nyata dan menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien dengan cedera kepala sedang di IGD. 2. Bagi institusi. Institusi pendidikan, khususnya keperawatan, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama tentang manfaat AsmaulHusna dalam bidang kesehatan. 3. Bagi pelayanan kesehatan. Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan semaksimal mungkin demi meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Cedera Kepala Sedang a. Pengertian Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik, Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009). Sedangkan Cedera Kepala Sedang GCS ( 9 – 13) terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, serta dapat mengalami fraktur tengkorak (Nurarif & Hardhi, 2013). b. Klasifikasi cedera kepala Berdasarkan (Wijaya & Putri, 2013) trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu; 1) Cedera Kepala Ringan a) GCS = 14 – 15 b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. 6 7 c) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2) Cedera Kepala Sedang a. GCS = 9 – 13 b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. c) Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3) Cedera Kepala Berat a) GCS = 3 – 8 b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesialebih dari 24 jam. c) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau d) hematoma intracranial. c. Etiologi Cedera Kepala Sedang Penyebab yang ditunjukan pasien cedera kepala Sedang (Wijaya & Putri, 2013): 1) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. 2) Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan. 3) Cedera akibat kekerasan. 4) Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. 8 5) Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam. d. Manifestasi Klinis Gejala Klinis Cidera KepalaSedang, menurut (Wijaya & Putri, 2013) gejala klinis Cidera Kepala Sedang adalah seperti berikut: 1) Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala sedang ; a) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c) Mual dan muntah. d) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e) Perubahan keperibadian diri. f) Letargik. 2) Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala berat; a) Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b) Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c) Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan. 9 e. Patofisiologi Berdasarkan patofisiologinya cedera otak ada dua macam, yaitu otak primer dan otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan hipoksia, peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dapat menyebabkan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Hardhi & Nurarif, 2013). Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga cedera kepala intrakranial dapat 10 mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial dan terputusnya kontunitas jaringan yang mengakibatakan nyeri akut (Brain, 2009). f. Komplikasi Rosjidi (2007) menyatakan bahwa kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah; 1) Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah ke otak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. 11 2) Peningkatan TIK Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian. 3) Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. g. Pemeriksaan Diagnostik Beberapa pemeriksaan diagnostik untuk memperkuat diagnosa cedera kepala (Wijaya & Putri, 2013) meliputi : 1) CT-Scan : digunakan untuk melihat adanya lesi, perdarahan dan perubahan jaringan otak. Dapat juga digunakan untuk mengetahui jika terjadi infark atau iskemia. 12 2) MRI : alat yang memopunyai kegunaan seperti CT.Scan yang menggunakan atau tanpa dengan radio aktif. 3) Cereberal angiography : pemeriksaan yang akan menunjukan adanya perubahan jaringan otak sekunder karena udema, perdarahan yang di akoibatkan karena trauma. 4) EEG : dengan pemeriksaan EEG akan dapat menunjukan perkembangan gelombang yang patologis karena trauma. 5) X.Ray : berguna untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang kepala berdasarkan struktu garis dan fragmen tulang. 6) BAER : pemeriksaan yang digunakan untuk mengoreksi batas fungsi antara corteks dan otak kecil. 7) PET : digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolik pada otak. 8) CSF : pemeriksaan ini dilakukan jika diduga adanya perdarahan pada subarachnoid. 9) ABGs : pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau adanya oksigenasi jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 10) Kadar elektrolit : pemeriksaan yang digunakan untuk mendekteksi keseimbangan kadar elektrolit dalam otak sebagai akibat dari peingkatan tekanan inrakranial. 13 11) Screen toxiologi : pemeriksaan yang berguna untuk mendeteksi adanya pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran h. Penatalaksanaan 1) Penatalaksaan medis Menurut (Wijaya & Putri, 2013) : a) Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. b) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi. c) Pemberian analgetik. d) Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. e) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. f) Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. g) Dilakukan Pembedahan. 2) Penatalaksanaan Keperawatan menurut (Wijaya & Putri, 2013) : a) Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis b) Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret c) Mempertahankan sirkulasi stabil 14 d) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital i. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala 1) Pengkajian a) Identitas pasien Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan dan masalah klien (Dermawan, 2012). Pengkajian yang di lakukan pada pasien Cedera Kepala Berat di Instalasi Gawat Darurat : (1) Pengkajian Primer (a) Airway (A) Berisi pengkajian terkait kepatenan jalan nafas baik aktual maupun potensial (benda asing, darah, muntah, cairan, lidah, pembengkakkan, dsb ). (b) Breathing (B) Berisi pengkajian dada inspeksi (pergerakan dada, adanya trauma, keadekuatan pernafasan, posisi trakhea), auskultasi lapang paru dan palpasi ketidakstabilan fraktur) dada (krepitasi, nyeri curiga 15 (c) Circulation (C) Berisi pengkajian terhadap adanya perdarahan eksternal, warna kulit, kelembapan, capillary refill time, palpasi nadi apikal dan parigfer. (d) Disability (D) Berisi pengkajian kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil. (e) Exposure (E) Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan yang lain. (2) Pengkajian Sekunder (a) Full Set of Vital Sign (F) Berisi pengkajian Tanda-Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan saturasi oksigen ) (b) Give Comfort Measure (G) Adapun PQRST dapat dijabarkan sebagai berikut: P (palliative / provoking):Merupakan penyebab nyeri muncul dan usaha pengobatan yang sudah dilakukan untuk menyembuhkan nyeri Q (quality) : Kualitas nyeri R (region) : Daerah nyeri dan penyebarannya S (severe) : Tingkat keparahan nyeri 16 T (time) : Waktu dan (ketika penyebab nyeri nyeri itu rasa muncul berapa berlangsungnya pernah terjadi dan lama apakah sebelumnya) (Dewi Kartikawati, 2013). (c) History and Head to Toe (H) History (menggunakan prinsip SAMPLE) S : Subyektif ( keluhan utama ) A : Allergies ( adakah alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu ) M : Medication ( obat-obat yang sedang dikonsumsi ) P : Past Medical History (riwayat penyakit ) L : Last Oral Intake ( masukan oral terakhir, apakah benda padat atau cair ) E : Event Leading (riwayat masuk rumah sakit) Head To Toe (a) Kepala Bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe, rambut berwarna hitam, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. 17 (1)) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun batuk, tak ada lesi, simetris, tak oedema. (2)) Mata Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan), sclera ikterik, reflek terhadap cahaya, penggunaan alat bantu penglihatan. (3)) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan, telinga bersih tidak ada serumen. (4)) Hidung Tidak ada polip, tak ada pernafasan cuping hidung. (5)) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. (6)) Gigi Bersih berwarna putih kekuning kuningan 18 (b) Leher Tidak terdapat kelenjar tiroid (c) Dada (1)) Paru – paru Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas/ luka, irama teratur, tidak menggunakan pernafasan, otot tidak ada bantu nafas cuping hidung. Palpasi : Krepitasi (-) Perkusi : Suara paru sonor Auskultasi : vesikuler (inspirasi > ekspirasi) (2)) Jantung Inspeksi : IC tidak tampak, dada simetris ka/ki, tidak ada jejas atau luka Palpasi : IC teraba kuat Perkusi : tidak ada pemnbesaran jantung Auskultasi : terdengar bunyi jantung I dan II (d) Abdomen Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada jejas atau luka Auskultasi : bising usus 5 x/mnt ( normal 5-30 x/mnt) 19 Perkusi : Tympani Palpasi : Tidak ada pembesaran hati (e) Genetalia Terpasang DC atau tidak, ukuran selang DC berapa, warna dan volume air kencing (f) Rektum Terdapat benjolan di anus atau tidak (g) Ekstremitas (1)) Atas : Kekuatan otot ka/ki : 5 dari 5 nilai 100 gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh. ROM ka/ki : Tangan kanan ekstensi tangan kiri terpasang infus nacl 0,9 % Capilary Refile : < 2 detik Perubahan bentuk tulang : tidak perubahan bentuk tulang ada 20 (2)) Bawah Kekuatan otot : kekuatan 5 dari 5 nilai 100 gerakan penuh normal menentang gravitasi dengan tahanan penuh. ROM ka/ki : kaki kanan dan kiri posisi ekstensi Capilary refile : < 2 detik Perubahan bentuk tulang : tidak ada perubahan bentuk tulang 2) Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Diagnosa yaitu proses keperawatan yang mencakup 2 fase analis atau sintesis data dasar menjadi pola yang bemakna dan menuliskan pernyataan diagnosa keperawatan (Dermawan, 2012). Setelah melakukan analisis atau sintesis dan muncul diagnosa keperawatan, maka perawat harus melakukan prioritas diagnosa keperawatan menurut kebutuhan dasar manusia. Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting, bermaanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu sendiri. Banyak ahli 21 filsafat, psikologis dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan membahasnya dari berbagi segi. Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Hierarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni: a) Kebutuhan fisiologis, kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tetinggi dalam hierarki maslow, kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan,yaitu: kebutuhan oksigen dan petukaran gas, kebutuhan caian dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh, kebutuhan seksual. b) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman. c) Kebutuhan rasa cinta. d) Kebutuhan harga diri. e) Kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Cahyatin, 2008). Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada pasien Cedera kepala menurut Wijaya & Putri, ( 2013 ) dapat mencakup yang berikut ini: 22 a) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cedera otak ( 00049) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam diharapkan kapasitas adaptif intrakranial dapat teratasi dengan Kiteria Hasil: Circulatin status (0401) (1) Tanda tanda vital dalam batas normal TD : 120/80 mmHg N : 60 – 100 x/menit RR : 16 – 24 x/menit S : 36,5°c – 37,5°c (2) Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial Intervensi Keperawatan: Intrakranial pressure (ICP) Monitoring (2590) (a) Posisikan pasien senyaman mungkin Peripheral sensation management (2660) (b) Observasi vital sign (c) Batasi gerakan kepala, leher, dan punggung (d) Kolaborasikan pemberian analgetik rasional : (a) Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien (b) Mengetahui perubahan status pasien (c) Mengantisipasi terjadinya fraktur srvikal 23 (d) Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien 3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00049) Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1x 4jam di harapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : PainLevel (2102) a) Skala nyeri berkurang dengan skala 0 - 2 dari 10 Pain control (1605) b) Klien tampak merasa nyaman c) Tanda – tanda vital dalam batas normal TD : 120/80 mmHg N : 60 – 100 x/menit RR : 16 – 24 x/menit S : 36,5°c -37,5°c Intervensi: Paint Management (1400) a) Observasi tanda vital b) Kaji karateristik nyeri c) Ajarkan tentang teknik distraksi asmaul husna d) Berikan analgetik Rasional : a) Untuk mengetahui keadaan umum pasien b) Mengetahui nyeri yang di rasakan paisen 24 c) Untuk mengurangi nyeri d) Untuk mengurangi nyeri 4) Kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan luka ( post kecelakan ) (00046) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan intregitas kulit kembali normal dengan Kriteria Hasil: Tissue integrity skin and mucous membrane (1101) a) Tidak ada tanda – tanda infeksi b) Menunjukan tertjadinya proses penyembuhan luka Intervensi keperawatan : Pressure Management (3500) a) Observasi kulit adanya kemerahan Insision site care (3440) a) Kaji adanya tanda – tanda infeksi b) Bersihkan area sekitar jahitan kapas seteril c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Rasional keperawatan : a) Untuk mengetahui keadaan turgor kulit pasien b) Untuk mengtahui keadaan umum pasien c) Untuk mempercepat proses penyembuhan luka d) Untuk mempercepat proses penyembuhan luka 25 5) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan agen cedera fisik (00132) Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam, maka diharapkan pola nafas efektif. Kriteria Hasil : Respiratory status : airway patency (0410) a) Menunjukkan jalan nafas paten, irama nafas, frekuensi nafas dalam batas normal Vital sign (0802) b) Tanda – tanda vital dalam batas normal TD : 120/80 mmHg N : 60 – 100 x/menit RR : 16 -24 x/menit S : 36,5°c – 37,5°c Intervensi : Airway Management (3140) (1) Fasilitasi kepatenan jalan nafas (2) Pantau tingkat pernafasan (3) Posisikan pasien dengan posisi miring kanan elevasi 15° (4) Edukasi pada keluarga agar segera memberi tahu perawat jika terjadi ketidakefektifan pola nafas 26 (5) Konsultasikan dengan ahli terapi atau dokter untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator. Rasional: (1) Agar pasien dapat bernafas dengan nyaman dan transpor oksigen ke seluruh tubuh dan otak dapat lancar. (2) Agar paru – paru atau dada dapat mengembang dengan maksimal. (3) Memposisikan pasien untuk meningkatkan suplai oksigen (4) Membantu pasien untuk memperoleh kepatenan jalan nafas. 6) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan Trauma Kepala ( 00201) Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam di harapkan perfusi jaringan otak efektif dengan kritria hasil : Circulation status (0401) a) TTV normal TD : 120 / 80 mmHg N : 60 – 100 */ mnt RR : 16 – 24 */ mnt S 36,5 – 37,5 ° C 27 b) Tidak ada ortostatikhipertensi Tissue Perfusion : cerebral (0406) c) Tidak ada tanda tanda peningkata intrakranial Intervensi : Peripheral Sensation Management (2660) (1) Observasi vital sign (2) Batasi gerakan kepala , leher , punggung (3) Kaji ada tanda peningkatan intrakranial (4) Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : (1) Untuk mengetahui perubahan status kesehatan pada pasien (2) Unuk mengantisipasi terjadinya fraktur servikal (3) Mengetahui perubahan status kesehatan pada pasien (4) Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien 2. Tekanan Intrakranial Tekanan intrakranial adalah tekanan yang relative di dalam rongga kepala terhadap tekanan atmosfer yang dihasilkan oleh keberadaan jaringan otak, cairan serebrospinalis (CSS), dan volume sirkulasi darah ke otak. Kenaikan TIK lebih dari 10 mmHg dikategorikan sebagai keadaan yang patologis (hipertensi intrakranial), keadaan ini berpotensi merusak otak serta berakibat fatal. Secara garis besar kerusakan otak akibat tekanan tinggi intracranial (TTIK) terjadi 28 melalui dua mekanisme, yaitu pertama adalah sebagai akibat gangguan aliran darah serebral dan kedua adalah sebagai akibat dari proses mekanis pergeseran otak yang kemudian menimbulkan pergeseran dan herniasi jaringan otak. Kebanyakan gejala dan tanda TIK ditimbulkan oleh terjadinya pergeseran otak, gejalanya berupa keluhan nyeri kepala, muntah dan adanya berupa papil edema. Penyebab kenaikan tekanan intrakranial antara lain perdarahan intraserebralspontan, hidrosefalus, obsess otak, meningitis, malformasi arteri - venosa, hipertensi intrakranialidiopatik, dan thrombosis sinus venous. (Wijaya & Putri, 2013). 29 3. Tekanan darah Keadaan umum pasien berupa perubahan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, saturasi oksigen. Tekanan darah yang mengalami hipotensis dapat memperburuk keadaan cedera kepala. Perfusi otak yang kurang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak secara menyeluruh. Jika hal ini terjadi, maka otak akan mengalami swelling (pembengkakan secara menyeluruh), dengan hasil peningkatan tekanan intrakranial. Nadi bradikardi dapat ditemukan pada cedera kepala yang disertai dengan cedera spinal, atau dapat juga dijumpai pada tahap akhir dari peningkatan tekanan intrakranial (Japardi, 2010). Takikardi sebagai respon autonom terhadap kerusakan hipotalamus juga dapat dijumpai pada tahap akhir dari peningkatan tekanan intrakranial. Aritmia dapat ditemukan jika terdapat darah dalam lessi fossa posterior Pernafasan pola dan frekwensi pernafasan dapat memberikan gambaran tentang keadaan intrakranial. Jika frekwensi nafasnya cepat (>28 kali permenit) dan tidak teratur, merupakan kadaan emergensi yang harus segera dilaporkan kepada dokter. Tidak selamanya keadaan ini disebabkan oleh masalah dalam paru-paru. Tetapi untuk tindakan awalnya dapat segera dinaikkan jumlah oksigen yang diberikan (Japardi, 2010). Suhu pada cedera kepala biasanya akan terjadi gangguan pengaturan suhu tubuh karena kerusakan pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Metabolisme meningkat sekitar 10% untuk setiap derajat 30 peningkatan suhu tubuh. Hal ini sangat berdampak buruk tehadap pasien tersebut yang memang sudah mengalami gangguan suplai oksigen dan glukosa. Salah satu hasil metabolisme tubuh adalah CO2 yang merupakan vasodilator dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (Japardi, 2010). 4. Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan dari kerusakan jaringan potensial atau aktual (Brunner & Suddarth, 2015). Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman dan sangat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan perasaan tersebut (Mubarak, 2008). Nyeri terjadi karena trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan serta kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan saraf kranial dan terputusnya kontuitas jaringan yang mengakibatkan nyeri akut (Brain, 2009). Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan dimana jaringan tubuh yang cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters), (histamine dan bradikin) mengakibatkan edema dan kemerahan (Wijaya & Putri, 2013) a. Jenis Nyeri Menurut Black dan Hawks (2005) nyeri terbagi 2 tipe yaitu: nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi akibat kerusakan jaringan dan lambatnya penyembuhan dari jaringan 31 yang rusak sedangkan nyeri kronis adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang periode tertentu. Respon fisik dan perilaku terhadap Nyeri Kronis dan Nyeri Akut : Respon fisik Jenis nyeri 1. Perubahan tanda tanda vital 2. Bola mata membesar 3. Frekuensi pernafasan meningkat 1. Tekanan darah normal 2. Denyut jantung normal 3. Pernafasan normal 4. Bola mata normal 5. Kulit kering Akut Kronis b. Respon perilaku 1. Gelisah 2. Tidak dapat berkonsentrasi 3. Apprehension 4. Stres. 1. Tidak dapat bergerak bebas 2. Menarik diri dari pergaulan 3. Putus asa Penatalaksanaan untuk mengatasi nyeri Dapat dilakukan secara farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan memberikan obat-obatan analgetik sedangkan terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara antara lain stimulasi dan masase, kompres dingin dan hangat, distraksi, teknik relaksasi, dan hipnotis (Smeltzer & Bare,2005). Salah satu bentuk penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis adalah teknik distraksi mendengarkan bacaan distraksi pendengaran, yaitu asmaulhusna (Kartika, 2010). Pada mekanisme mendengarkan bacaan asmaul husna selama 30 menit dengan 32 volume 5 menurunkan perhatian atau persepsi terhadap nyeri dan memfokuskan pasien pada stimulasi lain untuk menghilangkan nyeri (Kartika, 2010). Menurut (Faradisi, 2012) hal itu bisa terjadi karena terdapat gelombang otak memasuki frekuensi alpha-tetha. Frekuensi alpha-tetha ini normalnya kita alami ketika sedang rileks, melamun, dan berimajinasi. Sebenarnya usaha untuk memasuki level alphatetha dapat dilakukan dengan cara berdzikir dan mendengarkan asmaul husna. Cara itu sangat membantu meningkatkan kemampuan kita untuk mengubah kesadaran otak untuk memikirkan stimulasi lain untuk menjauhkan rasa nyeri. Berbeda dengan kondisi beta yang dominan ketika kita dalam kondisi sadar sepenuhnya dan lebih menggunakan akal pikiran. Bacaan Asmaul Husna terdiri dari 99 asma Allah diantaranya nama-nama yang bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit diantaranya As-salam (Maha Penyelamat), Al- Ghafur ( Maha Pengampun), Asysyakur (Nama penerima syukur), Al-Majid ( Maha mulia), Al-hayyu (Maha hidup). Nama-nama tersebut diyakini apabila dibaca atau dibacakan (diperdengarkan) kepada orang sakit akan mengurangi tau memberikan kesembuhan pada orang yang sakit (Nafisa, 2010). Perbedaan terapi mendengarkan distraksi asmaul husna dengan terapi mendengarkan murotal adalah terapi asmaul husna memiliki poin yang penting yaitu nada yang indah sedangkan terapi 33 mendengarkan murotal memiliki dua poin penting memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis daopat memotivasi dan memberikan doron semangat dalam menghadapi masalah tetapi keduanya sama-sama berfungsi untuk menurunkan rasa nyeri (Faradisi, 2012). c. Alat Ukur Nyeri Keterangan : 0 : Pasien tidak mengalami nyeri. 1-3 : Nyeri ringan : atau secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas. 4-6 : Nyeri sedang : dimana secara obyektif pasien hanya dapat mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, dan mendeskripsikannya, serta pasien bisa mengikuti perintah perawat dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : bahwa secara obyektif pasien tidak dapat mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta 34 nyeri pasien tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafas ataupun distraksi. 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi(Santo Yohanes, 2011) 35 B. Kerangka Teori a. b. c. d. e. f. g. Etiologi: Kecelakaan lalu lintas Jatuh Trauma benda tumpul Kecelakaan kerja Kecelakaan rumah tangga Kecelakaan rumah tangga Trauma tembak dan pecahan bom a. Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan pasien cedera kepala, b. Sebagai cara untuk mengontrol nyeri saat nyeri tersebut muncul Cedera Kepala Manifestasi klinis: a. Sakit kepala b. Muntah proyektil c. Penurunan kesadaran d. Hipotensi, bradikardi, Meningkatkan TIK dan Nyeri Terapi non farmakologi: Distraksi Mendengarkan Asmaul Husna Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : (Wijaya & Putri, 2013) Terapi farmakologi: Dengan obat obat analgetik dan antipiretik BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset Pasien Ny.T mengalami cedera kepala sedang E3M4V4 Total GCS 11 dirawat di Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Moewardi Surakarta. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta Ruang Instalasi Gawat Darurat pada tanggal 4 Januari 2016 sampai dengan tanggal 16 Januari 2016. C. Media dan Alat yang Digunakan 1. Skala nyeri 2. Headset 3. Mp3 4. Alat tulis 36 37 D. Presedur Tindakan Berdasarkan Riset 1. 2. Fase Orientasi a. Memberi salam pasien dan keluarga pasien. b. Meminta persetujuan tindakan. c. Menjelaskan langkah prosedur. d. Menanyakan kesiapan pasien. Fase kerja a. Cuci tangan. b. Melihat keadaan umum pasien. c. Sebelum melakukan tindakan mengkaji karakteristik nyeri. P : Klien mengeluh pusing dan nyeri kepala, Keluarga pasien mengatakan klien mengalami benturan diaspal yang mengakibatkan perdarahan dikepala bagian kiri. Q : Nyeri senut senut. R : Nyeri kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri. S : skala nyeri 6. T : Terus – menerus. Perawat berdiri di samping klien memperdengarkan asmaul husna selama 30 menit. 38 d. Setelah melakukan tindakan mengkaji karakteristik nyeri. P : Klien mengeluh pusing, nyeri kepala berkurang. Keluarga pasien mengatakan klien mengalami benturan diaspal yang mengakibatkan perdarahan dikepala bagian kiri tetapi sudah dibalut dengan kassa. Q : Nyeri senut-senut. R : Nyeri kepala bagian kiri akibat perdarahan dan terjadi oedem. S : skala nyeri 5. T : Terus – menerus. 3. e. untuk memilih skala nyeri berapa yang dirasakan pasien. f. Merapikan pasien. Fase Terminasi a. Mengevaluasi pasien dan mendokumentasiakan kegiatan. b. Rencana tindak lanjut. c. Berpamitan. E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Berdasarkan Riset Alat ukur dari aplikasi tindakan pemberian distraksi mendengarkan asmaul husna adalah skala nyeri. 39 Keterangan : 0 : Pasien tidak mengalami nyeri. 1-3 : Nyeri ringan : atau secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas. 4-6 : Nyeri sedang : dimana secara obyektif pasien hanya dapat mendesis atau menyeringai, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, dan mendeskripsikannya, serta pasien bisa mengikuti perintah perawat dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : bahwa secara obyektif pasien tidak dapat mengikuti perintah perawata tetapi pasien masih dapat merespon terhadap tindakan, pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri, tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, serta nyeri pasien tidak dapat diatasi dengan alih posisi, relaksasi nafas ataupun distraksi. 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi (Dewi Kartika, 2013). BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Pengkajian pada tanggal 11 Januari 2016 jam 13.00 WIB yang dilakukan dengan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, didapatkan hasil pasien dengan nama Ny. T, umur 36 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan swasta, pasien beralamatkan di Pracimantoro, wonogiri, nomor registrasi 0132xxxx, diagnosa medis Cedera Kepala Sedang.Penanggung jawab pasien adalah ayah pasien yang bernama Tn.P, umur 62 tahun, pendidikan terakhir SD, pekerjaan Swasta. B. Pengkajian 1. Pengkajian primer Hasil pengkajian primer diperoleh Airway adanya kepatenan jalan nafas, tidak ada lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada edema pada mulut, tidak ada edema pada laring dan faring, serta tidak ada bunyi nafas tambahan wheezing. BreathingRR 24x/mnt, tidak ada suara nafas tambahan, SPO2 95%, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada nafas cuping hidung. CirculationHeart rate 98 x/mnt, irama teratur, Suhu 36,2°c, akral hangat, TD 140/90 mmHg, capillaryrefile kurang 2 detik, warna kulit sawo matang, turgor kulit lembab. Disability kesadaran somnolen nilai GCS E3M4V4 total GCS 11, 40 41 pupil isokor 3 mm/ 3mm, reaksi pupil terhadap cahaya positif. Exposure adannya perdarahan dan oedem di kepala bagian kiri akibat terbentur aspal dengan diameter (2x2x1cm), keluar darah pada telinga kiri. 2. Pengkajian Sekunder Hasil pengkajian sekunder didapatkan keadaan umum atau penampilan umum kesadaran klien somnolen, tanda-tanda vital Tekanan darah 140/ 90 mmHg frekuensi nadi 98 kali/ menit irama teratur, frekuensi pernapasan 24 kali/menit irama teratur, suhu badan 36,2°C. Pemeriksaan History (SAMPLE) didapatkan hasil Sign & sympton Provoking : Pasien mengatakan nyeri pada kepalanya, Quality : Pasien mengatakan nyeri seperti senut-senut, Region : Pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian kiri, Scale : Skala nyeri 6 dari 10, Time : Pasien mengatakan nyeri terus menerus. Alergi Pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan dan obat, Medikasi Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat penyakit sebelumnya keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit dan tidak ada penyakit keturunan seperti DM, hipertensi dalam keluarganya. Last Meal keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan nasi sayur dan lauk pauk. Event Leading Keluarga pasien menceritakan kejadian semula bahwa pada tanggal 11 Januari 2016 sekitar jam 09.00 WIB pasien mengalami kecelakaan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh kepala terbentur aspal. Pasien dibawa ke Rumah sakit terdekat dengan tidak sadar selama ± 30 menit, 42 setelah pasien bangun pasien mengeluh pusing, pasien mengalami muntah taktil < 3 kali, nyeri di temporal parrietal sinistra dan oedem temporal kranial hasil CT Scan Kepala fraktur impresi temporal parietal sinistra EDH regio temporo parietal sinistra SDH regio temporal kranial oedem serebri.Karena keterbatasan ruang di Rumah Sakit Pracimantoro Pada tanggal 11 Januari 2016 jam 12.30 pasien di rujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan keadaan yang masih lemas dan lemah. 3. Hasil Pemeriksaan Hasil pemeriksaan fisik dari keadaan atau penampilan umum dengan kesadaran somnolen. Bentuk kepala mesochepal, kepala didapatkan rambut sedikit beruban, terdapat perdarahan luka dikepala bagian kiri dan oedem, kulit kepala tidak ada ketombe, muka simetris, mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, palbebra tidak edema, sclera tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter kanan 3 mm dan kiri 3 mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, hidung bersih tidak ada secret, tidak ada polip dan terpasang O2 nasal kanul. Pemeriksaan mulut membrane mukosa kering dan bibir simetris. Hasil dari pemeriksaan gigi didapatkan tidak terpasang gigi palsu dan gigi tampak bersih, pemeriksaan telinga didapatkan hasil bentuk simetris, keluar darah pada telinga kiri, terdapat serumen. Pemeriksaan leher terpasang neckolar. Pada pemeriksaan dada jantung didapatkan dengan bentuk dada yang simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada jejas atau bekas luka. 43 Ictus cordis teraba di SIC 5 mid clavicula sinistra, terdengar bunyi pekak, dan bunyi jantung I murni dan II reguler. Pemeriksaan dada paru didapatkan hasil vokal vremitus kanan dan kiri sama, suara perkusi yang sonor dan tidak ada bunyi nafas tambahan. Pemeriksaan abdomen pasien didapatkan bahwa abdomen tidak asites serta tidak ada pembesaran hepar. Bising usus 5x/menit, tidak ada nyeri tekan dengan perkusi kwadran I pekak kwadran II, III, IV suara tympani. Pasien terpasang DC atau selang kateter ukuran no. 16, volume 500 cc, warna kuning jernih, serta tidak ada hemoroid. Pada saat pemeriksaan ekstremitas kiri atas dan kiri bawah skala kekuatan 5 dari 5 nilai 100 gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh. Pada saat pemeriksaan ekstremitas kanan atas dan bawah skala kekuatan 5 dari 5 nilai 100 gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga Ny. T Genogram : Ny. T (36 tahun) (CKS) Keterangan: 44 = laki – laki = perempuan = meninggal = garis keturunan = pasien - - - -- = tinggal dalam satu rumah 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan di laboratorium pada tanggal 11 Januari 2016 didapatkan hasil yaitu hemoglobin 11,8 g/dl (nilai normal 12,0 – 15,6), hematokrit 36% (nilai normal 33 – 45), leukosit 19,7 ribu /ul (nilai normal 4.5 – 11,0), trombosit 308 ribu/ul (nilai normal 150 – 450), eritrosit 4,05juta/ul (nilai normal 4,10– 5,10), golongan darah B, HbsAg Non Reactive. Hasil pemeriksaan CT Scan pasien pada tanggal 18 Maret 2015 di Rumah Sakit Pracimantoro yaitu dilakukan CT Scan kepala, pasien dengan fraktur impresi temporal pariental sinistra EDH region temporo parietal sinistra SDH region temporal kranial oedem serebral. 6. Therapy Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pasien mendapatkan terapi cairan infus NaCl 0,9% golongan elektrolit dan nutrisi dengan tetesan 20 tpm. Obat ceftriaxone golongan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi paska operasi, obat metamizole golongan antiinflamasi untuk menurunkan demam, Pasien juga mendapatkan terapi Ranitidin 25 mg golongan saluran cerna dengan 45 kandungan ranitidine 25 mg/amp sebagai indikasi untuk mengibati jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi refluks esofagitis. C. Perumusan Masalah Keperawatan Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian tanggal 11 Januari 2016 diperoleh data subjektif antara lain Data subjektif. Masalah keperawatan yang pertama dengan data subjektif keluarga pasien mengatakan muntah 3x berisi sisa makanan, keluarga pasien mengatakan klien sempat mengeluh pusing sertanyeri kepala bagian kiri. Data objektif pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien tampak gelisah, GCS E3M3V4 total GCS 11, TD 140/90 mmHg, Nadi 98 x/mnt, Suhu 36,2°C, RR 24 x/mnt, Hasil CT Scan fraktur impresi temporal parietal sinistra dan temporal kranial oedem serebri. Hasil dari analisa data tersebut didapatkan diagnosa keperawatan penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cedera otak (00049). Masalah keperawatan yang kedua dengan data subjektif didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada kepala bagian kiri terjadi perdarahan karena benturan saat kecelakaan. Quality seperti senut-senut. Region di temporo parietal sinistra dan temporal kranial oedem serebri. dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, skala nyeri 6dengan GCS 11, Blood Pressure140/90mmHg, Heart Rate98x/menit 46 ,respirasi 24x/menit, temperature 36,20C, saturasi oksigen 95%. Dari hasil analisa data tersebut diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.(00132). Masalah keperawatan yang ketiga dengan data subjektif keluarga pasien mengatakan luka pada kepala Ny. T karena kecelakaan yang dialaminya. Data Objektif klien tampak meringis menahan kesakitan terjadi perdarahan pada kepala bagian kiri di balut dengan kassa. Dari hasil analisa data tersebut didapatkan diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan) (00046). D. Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan cedera otak (00049) 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00132) 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan)(00046) 47 E. Perencanaan Keperawatan Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cedera otak (00049) pada Ny T, mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam, diharapkan kapasitas adaptif intracranial dapat teratasi dengan kriteria hasil circulation status (0401) pasien menunjukan tidak ada tanda tanda peningkatan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah, kesadaran membaik, TTV normal TD : 140/90 mmHg, N : 98 x/mnt, S : 36,2 C, RR : 24 x/mnt. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu intracranial pressure (ICP) monitoring (2590) posisikan pasien senyaman mungkin rasionalnya mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien, peripheral sensation management (2660) Observasi vital sign rasionalnya mengetahui perubahan status klien, Batasi gerakan kepala , leher, dan punggung rasionalnya mengantisipasi terjadinya fraktur servikal, kolaborasikan dengan pemberian analgetik rasionalnya mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien. Masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik (00132), mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam, diharapkan nyeri akut hilang dengan kriteria hasil pain level (2102) nyeri berkurang atau hilang 0 – 2 dari 10, tanda-tanda vital normal tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60 – 100 x/menit, Respiratoryrate 16 – 24 x/menit, suhu 37°C, Pain control (1605) pasien mampu mengontrol nyeri, pasien merasa lebih 48 nyaman. Intervensi pain management (1400) lakukan pengkajian nyeri rasionalnya mengetahui karakteristik skala nyeri , ajarkan teknik relaksasi nafas dalam rasionalnya untuk mengalihkan perhatian klien agar tidak merasakan nyeri, ajarkan distraksi rasionalnya untuk mengalihkan perhatian klien agar tidak merasakan nyeri, analgesic administration (2210) lakukan kolaborasi dengan tenaga medis lain dan dokter rasionalnya untuk mengurangi rasa nyeri. Masalah keperawatan yang ketiga adalah kerusakan integritas kulit berhubungan denganfaktor eksternal (post kecelakaan) (00046), mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam, diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil Tissue Integrity Skin and mucous membranes (1101) tidak ada luka/lesi pada kulit, menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka, perfusi jaringan baik. Intervensi, Pressure management (3500) Observasi kulit adanya kemerahan rasionalnya mengetahui tanda - tanda infeksi, Insision site care (3440) kaji adanya tanda infeksi rasionalnya mengetahui keadaan umum pasien, bersihkan area sekitar jahitan dengan kapas steril rasionalnya mempercepat proses penyembuhan luka, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih penyembuhan luka. dan kering rasionalnya mempercepat proses 49 F. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.T dengan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cedera otak (00049). Jam 13.10 WIB mengoservasi tanda – tanda vital dalam batas normal TD 120/80 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit, RR 16 – 24 x/menit, Suhu 36,5°c – 37,5°c subjektif pasien bersedia diperiksa TTV objektif TD 140/90 mmHg, Nadi 98 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu 36,2°c. Jam 13.15 WIB memposisikan pasien terlentang supinasi subjektif (-) objektif memposisikan pasien terlentang. Jam 13.20 WIB memasang neckolar (mengantisipasi terjadinya fraktur servikal) subjektif (-) objektif pasien terpasang neckolar. Jam 13.25 mengkolaborasikan pemberian analgetik (ranitidin 50 mg/12 jam) subjektif (-) objektif obat sudah masuk dan tidak tampak tanda – tanda alergi. Tindakan keperawatan yang kedua dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan agen cedera fisik (00132) dilakukan implementasi jam 13.30 WIB mengkaji krakteristik nyeri dengan PQRST. SubektifP:keluarga mengatakan klien mengalami benturan diaspal terjadi perdarahan pada kepala bagian kiri serta keluar darah pada telinga kiri, Q : nyeri senutsenut , R : kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan parietal kranial oedem serebri, S : skala nyeri 6, T : terus menerus, objektif pasien tampak meringis kesakitan. pada jam 14.00 WIB melanjutkan tindakan dengan mengajarkan teknik distraksi (mendengar terapi musik asmaul 50 husna selama 30 menit), subjektif pasien bersedia untuk mendengarkan suara bacaan asmaul husna, objektif PQRST sebelum dan sesudah. Sebelum P : keluarga mengatakan klien mengeluh pusing, keluarga mengatakan klien mengalami benturan diaspal akibat darah keluar pada kepala bagian kiri, Q : nyeri senut-senut, R : kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri, S : skala nyeri 6, T : terus menerus. PQRST sesudah P : klien mengeluh masih pusing nyeri sudah berkurang, Q : nyeri senut-senut dan R : kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri , S : skala nyeri 5, T : terus menerus. Jam 15.50 WIB memberikan obat injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam. Metamizole 1 gr/12 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, subjektif pasien bersedia untuk diinjeksi melalui selang infus, objektif obat masuk dan tidak ada tanda-tanda alergi.Karena didapatkan hasil yang efektif pada tindakanmendengarkan terapi musik asmaul husna selama 30 menit pasien tampak lebih tenang dan rileks. Tindakan keperawatan yang ketiga dengan diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan denganfaktor eksternal (post kecelakaan) (00046) dilakukan implementasi yaitu jam 13.30 WIB melakukan tindakan heating, subjektif (-), objektif pasien tampak kooperatif. Jam 16.10 WIB mengobservasi tanda – tanda infeksi, subjektif (-), objektif belum tampak adanya tanda – tanda infeksi. Dialanjutkan pada jam 16.35 WIB, penulis membersihkan area sekitar jahitan dengan kapas 51 steril dan jaga kebersihan kulit, subjektif (-), objektif luka bersih, luka sudah di heating dan dibalut kassa. G. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam yang di lakukan pada hari senin 11Januari 2016, maka hasil evaluasi yang di dapat pada jam 17.00 WIB yaitu dengan metode SOAP dimana pada diagnosa pertama penurunan kapasitas adaptif intrakranial (00049) yaitu pada jam 17.00 wib didapatkan respon, Subyektif bahwa pasien masih mengeluh pusing, pasien sudah tidak muntah, Obyektif bahwa keadaan pasien masih tampak gelisah, mengalami penurunan kesadaran, E3M4V4 total GCS 11, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 96 x/menit, respiratory rate 24 x/menit, Suhu 36,5°c. Assessment masalah kapasitas adaptif intracranial sebagian teratasi. Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu observasi tanda vital, pertahankan posisi senyaman mungkin, kolaborasi pemberian analgesik. Hasil evaluasi yang kedua dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00132) yaitu pada jam 17.25 WIB, hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan distraksi mendengarkan asmaul husna, maka didapatkan hasil, Subjektif bahwa Provoking / Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mendengarkan bacaan asmaul husna, klien mengeluh pusing. Quality nyeri seperti senut-senut. Region di temporo parrietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri. Scale nyeri 6. 52 Timenyeri muncul terus menerus. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang meskipun kadang tampak meringis kesakitan. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planning lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda – tanda vitap pasien, ajarkan kembali tehnik distraksi mendengarkan asmaul husna dan berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik. Hasil evaluasi yang ketiga dengan diagnosa keperawatan yang ketiga kerusakan integritas kulit berhubungan denganfaktor eksternal (post kecelakaan) (00046) yaitu pada jam 17.35 wib didapatkan respon, Subjektif klien mengeluh pusing dan masih merasakan nyeri kepala bagian kiri, Objektif klien tampak menahan sakit, luka sudah di heating dan dibalut dengan kassa dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Assesment masalah sebagian teratasi. Planning yaitu observasi tanda infeksi, jaga kebersihan luka dan area sekitar luka dengan kapas steril. BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan, dan masalah klien (Dermawan, 2012). Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya (Andamoyo,2013). Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 13.00 WIB. Pengkajian yang dilakukan penulis pada kasus ini merupakan pengkajian Autoanamnesa dan Alloanmnesa. Pengkajian Autoanamnesa adalah sumber informasi didapatkan dari klien sendiri dan pengkajian Alloanamnesa juga dilakukan penulis karena informasi yang didapatkan melalui keluarga dan petugas kesehatan lainnya, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam pegumpulan data adalah observasi yaitu, dengan mngamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diangnosa keperawatan guna mengatasi masalah-masalah pasien (Rendy, 2012). Untuk pasien di IGD dikaji menggunakan pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pengkajian primary survey ABCD pada pasien 53 54 dalam kondisi gawat darurat sangat diperlukan untuk memutuskan prioritas tindakan terutama pada pasien cedera kepala yang pada umumnya mengalami penurunan kesadaran yang dapat berpengaruh pada kepatenan jalan nafas akibat lidah jatuh gangguan sirkulasi, status kesadaran yang dilakukan dalam hitungan menit sejak pasien datang di instalasi Gawat Darurat (Kartikawati,2011). Pengkajian primersurvey ABCD pasien adalah pengkajian Airway (A) pengkajian terkait kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntah, darah, secret yang tertahan), adanya edema dalam mulut, faring, laring, disfasgia, suara stridor, gurgling atau wheezing yang menandakan adanya masalah pada jalan nafas. Breathing (B) pengkajian keefektifan pola nafas, Respiratory Rate, abnormalitas pernafasan, pola nafas, bunyi nafas tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, saturasi oksigen. Circulation (C) pengkajian heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, kelembaban kulit, pendarahan ekternal jika ada. Disability (D) pengkajian kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil (Dermawan, 2012). Hasil pengkajian Ny.T umur 36 tahun dirawat di IGD post kecelakaan lalu lintas, dan diagnosa CKS. Berdasarkan laporan World Helth Organization (WHO), setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 Kasus cedera kepala. Dari sejumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat 55 sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (More & Agus, 2007). Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan serangan/ benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2006). Penyebab cedera kepala traumatik terbanyak akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%), akibat jatuh (21%), akibat olahraga (10%), sisanya akibat kejadian lain. Puncak insiden cedara kepala pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas 70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih sering dari pada wanita (Muttaqin, 2008). Hasil pengkajian Primery Survey ABCD menunjukkan Airway adanya kepatenan jalan nafas, tidak ada lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas, tidak ada edema pada mulut pasien serta tidak ada bunyi nafas tambahan.. BreathingRR 24x/mnt, tidak ada suara nafas tambahan, SPO2 95%, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada nafas cuping hidung. CirculationHeart rate 98 x/mnt, irama teratur, Suhu 36,2°c, akral hangat, TD 140/90 mmHg, Disability (D) kesadaran pasien didapatkan respon mata 3, respon motorik 4, respon verbal 4 didapatkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) adalah 11 E3M4V4. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menetukan atau menilai tingkat kesadaran pasien mulai sadar sepenuhnya sampai 56 keadaan koma. Berdasarkan keparahan cedera kepala meliputi Cedera kepala ringan (CKR) Glasgow coma scale (GCS) 13-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi kurang dari 30 menit, Cedera kepala sedang (CKS) Glasgow coma scale (GCS) 9-12 kehilangan kesadaran (amnesia) lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24 jam , Cedera kepala berat (CKB) Glasgow coma scale (GCS) 3–8 hilang kesadaran lebih dari 24 jam (Wijaya & Putri, 2013). Pada Ny. T nilai Glasgow coma scale (GCS) 11 E3M4V4 jadi Ny. T masuk dalam kategori pasien cedera kepala sedang (CKS). Pada pasien cedera kepala biasanya mengalami tanda seperti perubahan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh, Glasgow Coma Scale (GCS), nyeri kepala, mual dan muntah (Wijaya & Putri, 2013). Sedangkan pada Ny. T dengan cedera kepala sedang, saat dilakukan pengkajian didapatkan data pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian kiri terjadi perdarahan dan oedem, nyeri terus menerus. Dalam pengkajian Sekunder berupa keadaan umum atau penampilan umum pasien, dan History (SAMPLE). Keadaan umum pasien berupa perubahan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, saturasi oksigen. Tekanan darah yang mengalami hipotensis dapat memperburuk keadaan cedera kepala. Perfusi otak yang kurang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak secara menyeluruh. Jika hal ini terjadi, maka otak akan mengalami swelling (pembengkakan secara menyeluruh), dengan hasil peningkatan tekanan intrakranial. Nadi bradikardi dapat ditemukan pada 57 cedera kepala yang disertai dengan cedera spinal, atau dapat juga dijumpai pada tahap akhir dari peningkatan tekanan intrakranial (Japardi, 2010). Takikardi sebagai respon autonom terhadap kerusakan hipotalamus juga dapat dijumpai pada tahap akhir dari peningkatan tekanan intrakranial. Aritmia dapat ditemukan jika terdapat darah dalam lessi fossa posterior. Pernafasan pola dan frekwensi pernafasan dapat memberikan gambaran tentang keadaan intrakranial. Jika frekwensi nafasnya cepat (>28 kali permenit) dan tidak teratur, merupakan kadaan emergensi yang harus segera dilaporkan kepada dokter. Tidak selamanya keadaan ini disebabkan oleh masalah dalam paru-paru. Tetapi untuk tindakan awalnya dapat segera dinaikkan jumlah oksigen yang diberikan (Japardi, 2010). Suhu pada cedera kepala biasanya akan terjadi gangguan pengaturan suhu tubuh karena kerusakan pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Metabolisme meningkat sekitar 10% untuk setiap derajat peningkatan suhu tubuh. Hal ini sangat berdampak buruk tehadap pasien tersebut yang memang sudah mengalami gangguan suplai oksigen dan glukosa. Salah satu hasil metabolisme tubuh adalah CO2 yang merupakan vasodilator dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (Japardi, 2010). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital Ny. T saat dilakukan pengkajian tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 98 x/menit, Glasgow Coma Scale (GCS) 11 E3M4V4, pernafasan 24x/menit, suhu 36,2 derajat celcius. Pengkajian History SAMPLE meliputi Subyektif (keluhan utama yang di rasakan pasien), Alergi (adakah alergi terhadap makanan atau obat obatan tertentu), 58 Medikasi(penggunaan obat yang sedang atau pernah di konsumsi), Past MedicalHistory (riwayat penyakit sebelumnya yang brthubungan dengan sekarang), Last Meal (berisi hasil pengkajian makan atau minum terakhir yang dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke IGD atau kejadian), event leading (berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang di rasakan, penanganan yang yang telah dilakukan, gejala lain yang dirasakan, lokasi nyeri atau keluhan lain yang di rasakan) Hasil pemeriksaan History (SAMPLE) pada Ny. T didaptkan hasil Pemeriksaan History (SAMPLE) didapatkan hasil Sign & sympton Provoking : Pasien mengatakan nyeri pada kepalanya, Quality : Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region : Pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian kiri, Scale : Skala nyeri 6 dari 10, Time : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Alergi Pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan dan obat, Medikasi Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat penyakit sebelumnya keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit dan tidak ada penyakit keturunan seperti DM, hipertensi dalam keluarganya. Last Meal keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan nasi sayur dan lauk pauk. Event Leading Keluarga pasien menceritakan kejadian semula bahwa pada tanggal 11 Januari 2016 sekitar jam 09.00 WIB pasien mengalami kecelakaan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh kepala terbentur aspal. Pasien dibawa ke Rumah sakit terdekat dengan tidak sadar selama ± 30 menit, setelah pasien bangun pasien mengeluh pusing, pasien mengalami muntah 59 taktil 3 kali, nyeri di temporal parrietal sinistra dan oedem temporal kranial hasil CT Scan Kepala fraktur impresi temporal parietal sinistra EDH regio temporo parietal sinistra SDH regio temporal kranial oedem serebri.Karena keterbatasan ruang di Rumah Sakit Pracimantoro Pada tanggal 11 Januari 2016 jam 12.30 pasien di rujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan keadaan yang masih lemas dan lemah.. Keluhan utama pada Ny.T dengan cedera kepala sedang adalah Keluhan ketiga pada Ny.T dengan cedera kepala sedang adalah keluarga mengatakan klien muntah 3x berisi sisa makanan, keluarga pasienmengatakan klien sempat mengeluh pusing serta nyeri kepala bagian kiri. Hal ini sesuai teori Reissner (2009) yang menjelaskan tanda dan gejala cedera kepala sedang adalah pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh, sakit kepala, mual dan muntah, gangguan tidur, nafsu makan yang menurun, letargik, perubahan kepribadian diri. Glaslow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien mulai sadar sepenuhnya sampai keadaan koma (Wijaya & Putri, 2013). Kesadaran pasien didapatkan respon membuka mata ( E ) 3 dari 4 yaitu membuka mata terhadap suara. Respon motorik 4 dari 6 yaitu gerakan lokal, dan respon verbal 4 dari 5 yaitu bingung, Menurut Hidayat (2007) klasifikasi skor gcs composmentis ( 15 – 14 ), apatis (12 – 13), somnolen ( 11 – 10 ), delirium (9 – 7), sopor ( 6 – 4 ), koma ( < 3 ). Keluhan yang kedua pada Ny. T rasa nyeri. Pada pengkajian nyeri didapatkan bahwa Provoking/Palliative nyeri pada area temporo parietal 60 kepala bagian kiri karena benturan saat kecelakaan. Quality sepertisenutsenut. Region pada area kepala bagian kiri terjadi perdarahan dan oedem, Scale nyeri 6, Time nyeri terus menerus. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman dan sangat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan perasaan tersebut (Mubarak, 2008). Nyeri terjadi karena trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan serta kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan saraf kranial dan terputusnya kontuits jaringan yang mengakibatkan nyeri akut (Brain, 2009). Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan dimana jaringan tubuh yang cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters), (histamine dan bradikin) mengakibatkan edema dan kemerahan (wijaya & Putri, 2013) Pengkajian nyeri yang digunakan penulis adalah dengan pendekatan PQRST. Dimana P: Provoking/Palliative adalah merupakan penyebab nyeri dan upaya untuk mengurangi nyeri yang telah dilakukan pasien. Q: Quality merupakan karakter nyeri yang seperti apa yang dirasakan oleh pasien misal seperti ditusuk, tersayat, terkena api, tertindih benda berat. R: Region adalah daerah yang terjadi nyeri. S: Scale merupakan tingkat keparahan nyeri. T: Time adalah waktu dan penyebab nyeri ketika nyeri itu muncul dan berapa durasi nyeri yang dialami oleh pasien (Kartikawati, 2011). Pasien dengan cedera kepala selain mengeluh nyeri, pasien juga mengeluh mual dan muntah. Hal ini diakibatkan karena adanya tekanan intracranial yang sebelumnya pernah terjadi benturan sehingga mendorong 61 saraf yang mengakibatkan pasien menjadi penurunan kesadaran sementara dan setelah sadar pasien muntah proyektil yang kemudian menjadi pasien gelisah atau ansietas (Padila, 2012). Keluhan ketiga yang dirasakan oleh Ny.T adalah Perdarahan pada kepala bagian temporo parietal sinistra. Dalam pengkajian keluarga pasien mengatakan Ny. T terjadi perdarahan di kepala akibat terbentur aspal. dengan data obyektif tingkat pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak gelisah. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan hipoksia, peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK) ditandai dengan nyeri kepala, muntah, kejang dapat menyebabkan penurunan kapasitas adaptif intrakranial (Hardhi & Nurarif, 2013). B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan hasil tentang keputusan respon secara individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah – masalah kesehatan yang aktual dan berpotensi sehingga dapat diperoleh intervensi untuk setiap permasalahan yang muncul (Dermawan, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh pada saat pengkajian masalah keperawatan yang utama adalah 62 penurunan kapasitas adaptif intrakranial Didapatkan bahwa keluirga pasien mengatakan muntah 3x berisi sisa makanan, kelurga pasien mengatakan klien sempat mengeluh pusing serta nyeri kepala bagian kiri terjadi perdarahan. data obyektif pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien tampak gelisah, GCS 11 (E3M4V4), TD 140/90 mmHg, Nadi 98x/mnt, suhu 36,2 °C, RR 24 x/mnt, serta penggunaan oksigen 3 lt/mnt. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan hipoksia, peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitaskapiler serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatanisi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK)dapat menyebabkan penurunan kapasitas adaptif intracranial (Hardhi & Nurarif, 2013). Masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Pengkajian nyeri yang digunakan penulis adalah dengan pendekatan PQRST. Dimana P : provoking / palliative adalah merupakan penyebab nyeri dan upaya untuk mengurangi nyeri yang telah dilakukan pasien, Q : Quality merupakan karakter nyeri yang seperti apa yang dirasakan oleh pasien misal seperti ditusuk, tersayat, terkena api, terindih benda berat, R : Region : daerah yang terjadi nyeri, S : scale merupakan tingkat keparahan nyeri, T : Time adalah waktu dan penyebab nyeri ketika nyeri itu muncul dan berapa durasi nyeri yang dialami oleh pasien (Dewi Kartikawati, 2011). 63 Maka dapat dilihat dari hasil pengkajian nyeri yaitu Data subyektif yang kedua didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada kepala bagian kiri karena benturan saat kecelakaanterjadi perdarahan dan hematome serta keluar darah darah pada telinga kiri, pasien mengalami penurunan kesadaran. Quality seperti ditusuk – tusuk dan cekot cekot. Region di temporo parietal sinistra dan temporal kranial oedem serebri. dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, skala nyeri 6 dengan GCS 12, Blood Pressure140/90mmHg, Heart Rate98x/menit ,respirasi 24x/menit, temperature 36,20C, saturasi oksigen 95%. Maka masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Masalah keperawatan yang ketiga adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan). Data subjektif yang ke tiga di dapatkan hasil klien mengeluh pusing dan nyeri pada bagian kepala kiri. Data Objektif terjadi perdarahan pada kepala bagian iri sudah diheating dan di balut. Maka masalah keperawatan yang ketiga adalah kerusakaan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan).Trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial dan terputusnya kontunitas jaringan yang mengakibatakan nyeri akut (Brain, 2009). 64 C. Intervensi Intervensi adalah merupakan rencana tindakan yang utama dalam keputusan awal yang akan dilakukan yang menyangkut siapa, kapan, dan bagaimana untuk melakukan tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Dalam pengambilan keputusan pemecahan masalah keperawatan hendaknya sesuai dengan NIC (Nursing Intervensions Clasificaton) dan NOC (Nursing Outcomes Clasifications) sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan jelas (spesific), dapat diukur (measurebel), acceptance, rasional, dan timming (Perry & Potter, 2005). Australasian College for Emergency Medicine (ACEM) pada tahun 1993 menformulasikan skala triage menjadi 5 kategori yaitu resuscitation 10 menit (merah), emergency 10 menit (orange), urgent 30 menit (hijau), semi urgent 60 menit (biru), non urgent 120 menit (putih). Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan cedera otak (00049) pada Ny T, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 4jam, pasien menunjukan tidak ada tanda tanda peningkatan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah, kesadaran membaik, TTV normal TD : 140/90 mmHg, N : 98 x/mnt, S : 36,2 C, RR : 26 x/mnt. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu Observasi vital sign, batasi gerakan kepala, leher, dan punggung,posisikan pasien senyaman mungkin, kolaborasikan dengan pemberian analgetik. 65 Masalah keperawatan yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik (00132), maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 4 jam, pasien tidak merasakan nyeri atau skala nyeri berkurang dari 7 ke 6, pasien tampak merasa nyaman. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri dengan P,Q,R,S,T dan obervasin tanda – tanda, Ajarkan tentang teknik distraksi asmaul husna, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti nyeri, Masalah keperawatan yang ketiga adalah kerusakan integritas kulit berhubungan denganfaktor eksternal (post kecelakaan), maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 4 jam, tidak ada tanda-tanda infeksi, menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka. Intervensi atau rencana keperawatan yang ketiga yaitu, Kaji adanya tanda infeksi, bersihkan area sekitar jahitan dengan kapas steril, Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. D. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan untuk pasien yang bertujuan agar masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi. Dengan masalah keperawatan yang utama penurunan kapasitas adaptif intrakranial dan pada saat pasien datang pasien menunjukan pasien mengeluh nyeri 66 kepala, perdarahan keluar pada telinga kiri dan pasien tampak gelisah, TD 140/90 mmHg, Nadi 98 x/mnt, RR 24 x/mnt, Suhu 36,2°c, menggunakan O2 nasal kanul. Maka tindakan keperawatan yang pertama dilakukan penulis adalah memfasilitasi kepatenan jalan nafas dengan cara memberikan oksigen tambahan melalui selang nassal kanul karena berkurangnya kadar oksigen dalam darah (hipoksemia) yang selanjutkan akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan (hipoksia) bahkan dapat menyebabkan kematian jaringan pada otak (Padila, 2012). Tindakan keperawatan kedua yang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji pola nyeri dengan PQRST didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada kepala bagian kiri karena benturan saat kecelakaanterjadi perdarahan, pasien mengalami penurunan kesadaran. Quality seperti senut senut. Region di temporo parietal sinistra dan temporal kranial oedem serebri. dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, skala nyeri 6 dengan GCS 11, Blood Pressure140/90mmHg, Heart Rate98x/menit ,respirasi 24x/menit, temperature 36,20C, saturasi oksigen 95%. Tindakan keperawatan yang ketiga dilakukan pemantauan tanda – tanda infeksi. Didapatkan hasil Blood Pressure140/90mmHg, Heart Rate 98x/menit, Respirasi 24x/menit, Temperature 36,20C serta Saturasi Oksigen 95%. Kemudian penulis membersihkan area sekitar jahitan dengan kapas steril jaga kebersihan agar tidak terjadi tanda-tanda infeksi. 67 Setelah tahu gambaran nyeri pada pasien maka tindakan keperawatan yang keempat adalah penulis mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam kepada pasien. Pada saat pasien mampu untuk mengikuti instruksi perawat dan saat dilakukan relaksasi pasien tampak lebih tenang serta nyaman. Maka penulis melanjutkan tindakan dengan memberikan Distraksi pendengaran Asmaul Husna. Teknik Distraksi pendengaran Asmaul Husna mempunyai mekanisme yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yaitu dengan cara mengajak pasien untuk berkomunikasi dan masuk kedalam stimulasi yang menyenangkan sehingga pasien akan mendapatkan efek positif dari Distraksi pendengaran Asmaul Husna. Menurut Erbe Sentanu, 2007 dari Katahani Institute hal itu bisa terjadi karena terdapat gelombang otak memasuki frekuensi alpha-tetha. Frekuensi alpha-tetha ini normalnya kita alami ketika sedang rileks, melamun, dan berimajinasi. Sebenarnya usaha untuk memasuki level alpha-tetha dapat dilakukan dengan cara berdzikir dan mendengarkan asmaul husna. Cara itu sangat membantu meningkatkan kemampuan kita untuk mengubah kesadaran otak untuk memikirkan stimulasi lain untuk menjauhkan rasa nyeri. Berbeda dengan kondisi beta yang dominan ketika kita dalam kondisi sadar sepenuhnya dan lebih menggunakan akal pikiran. Teknik Distraksi pendengaran Asmaul Husna yang dilakukan penulis kepada Ny. T adalah dengan cara merelaksasi pasien dengan mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. Setelah pasien tampak tenang dan lebih nyaman maka penulis menjutkan untuk memberikan teknik Distraksi pendengaran 68 Asmaul Husna, yaitu dengan cara mengajak pasien untuk memejamkan mata dan menarik nafas secara perlahan secara dalam dan meminta pasien untuk mendengarkan bacaan asmaul husna dengan menggunakan MP3 kemudian penulis mengajak Ny. T untuk masuk kedalam keadaan dimana rileks untuk menghilangkan rasa nyeri. Penulis kembali mengkaji nyeri yang dialami oleh pasien setelah ±90menit setelah pemberian teknik Distraksi pendengaran Asmaul Husna, penulis melakukan pengkajian kembali tentang pola nyeri dengan PQRST. Provoking / Palliative pasien mengeluh pusing, nyeri berkurang dengan tehnik distraksi pendengaran Asmaul Husna, Quality masih senut-senut dan cekot-cekot, Region di temporo parietal sinistra dan temporo klranial oedem serebri, Scale berkurang menjadi 5, Time terus menerus. Maka didapatkan hasil bahwa tehnik Distraksi pendengaran Asmaul Husna dapat menurunkan intensitas nyeri kepala dan dapat digunakan untuk mengontrol nyeri. Untuk membantu pasien dalam mengurangi mual muntah dan menurunkan tekan intrakranial pasien mendapatkan terapi Ranitidin 30mg. Hasil mendengarkan bacaan asmaul husna sebelum dan sesudah PQRST. PQRST Sebelum P : keluarga mengatakan klien mengeluh pusing, keluarga mengatakan klien mengalami benturan diaspal akibat darah keluar pada kepala bagian kiri, Q : nyeri senut-senut, R : kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri, S : skala nyeri 6, T : terus menerus. 69 PQRST sesudah P : klien mengeluh masih pusing nyeri sudah berkurang, Q : nyeri senut-senut dan R : kepala bagian kiri di temporo parietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri , S : skala nyeri 5, T : terus menerus. Jam 15.50 WIB memberikan obat injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam. Metamizole 1 gr/12 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, subjektif pasien bersedia untuk diinjeksi melalui selang infus, objektif obat masuk dan tidak ada tanda-tanda alergi.Karena didapatkan hasil yang efektif pada tindakanmendengarkan terapi musik asmaul husna selama 30 menit pasien tampak lebih tenang dan rileks. E. Evaluasi Evaluasi merupakan tujuan akhir dari rencana asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dalan tindakan keperawatan yang mana menyangkut perkembangan pasien kesehatan pasien dan nilai efektifitas dalam tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Evaluasi yang digunakan sesuai tori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning) yang mana terdiri dari Subyektif adalah pernyataan dari pasien atau keluarga pasien tentang perkembangan kesehatan pasien, Obyektif adalah data yang didapat atau hasil dari pemberian tindakan keperawatan kepada masalah kesehatan pasien, Assessment merupakan kesimpulan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, Planning adalah rencana selanjutnya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien. 70 Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan yang pertama penurunan kapasitas adaptif intrakranial adalah Subyektif bahwa pasien mengeluh pusing, pasien sudah tidak muntah, obyektif bahwa keadaan pasien masih tampak gelisah, mengalami penurunan kesadaran, GCS 11, Tekanan darah 130/80 mmHg, terdapat jahitan di kepala bagian kiri dan di balut dengan kassa. Assessment masalah telah teratasi sebagian. Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu observasi tanda vital, kaji adanya tekanan intrakranial, kolaborasi pemberian analgesik. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik adalah hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan distraksi mendengarkan asmaul husna. maka didapatkan hasil Subjektif bahwa Provoking / Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mendengarkan bacaan asmaul husna, klien mengeluh pusing. Quality nyeri seperti senut-senut. Region di temporo parrietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri. Scale nyeri berkurang menjadi 5. Time nyeri muncul terus menerus. Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang dan lebih rileks. Assessment dari masalah keperawatan nyeri telah teratasi sebagian. Planning lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda – tanda vitap pasien, ajarkan kembali tehnik distraksi mengerkan asmaul husna dan berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik. 71 Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang ketiga adalah Subjektif klien mengeluh pusing dan masih merasakan nyeri kepala bagian kiri, Objektif klien tampak menahan sakit, luka tampak sudah dibalut dengan kassa dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Assesment masalah sebagian teratasi. Planning yaitu observasi tanda infeksi, jaga kebersihan luka dan area sekitar luka dengan kapas steril. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil pengkajian yang dilakukan terhadap Ny. T didapatkan Data yang pertama bahwa pasien sudah tidak muntah, pasien mengeluh pusing, data obyektif tingkat respirasi 24x/menit, saturasi oksigen 95%, tidak tampak penggunaan otot bantu pernafasan, pasien tampak gelisah. Data yang kedua didapatkan hasil provoking/palliative nyeri pada temporo parrietal sinistra dan oedem temporal kranial, karena benturan saat kecelakaan, pasien mengatakan bahwa ia hanya memejamkan mata untuk mengurangi nyeri. Quality seperti senut-senut dan cekot cekot. Region di temporo parietal sinistra dengan skala nyeri 6. Time nyeri terus menerus. Data obyektif yang kedua yang didapat penulis saat pengkajian yaitu pasien meringis kesakitan, dengan GCS 11, Blood Pressure4/90mmHg, Heart Rate 98 x/menit ,respirasi 24x/menit, temperature 36,50C, saturasi oksigen 95%. Data yang ketiga klien masih mengeluh sedikit nyeri, data objektif luka perdarahan sudah diheating dan dibalut dengan kassa. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang muncul pada Ny. T yang didapat saat pengkajian adalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, dan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan). 72 73 3. Intervensi Keperawatan Intervensi yang sesuai dengan Ny. T Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam, pasien menunjukan kapasitas adaptif intrakranial dalam batas normal, menunjukan perubahan tingkat kesadaran dan tidak adanya peningkatan TIK yang ditandai dengan nyeri kepala, muntah, kejang (Iskandar, 2002) Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu observasi vital sign, batasi gerakan kepala leher, dan punggung, kolaborasikan dengan pemberian analgetik Intervensi yang kedua adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik, maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 4 jam, pasien merasakan skala nyeri berkurang. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu, kaji pola nyeri dengan P,Q,R,S,T dan obervasi tanda – tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam kemudian lanjutkann dengan tehnik mendengarkan asmaul husna kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau anti nyeri Intervensi yang ketiga adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal (post kecelakaan), maka penulis akan membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selan 1 x 4 jam, luka pasien sudah diheating dan dibalut kassa. Intervensi atau rencana keperawatan yang kedua yaitu kaji adanya tanda infeksi, bersihkan area sekitar jahitan dengan kapas steril, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 74 4. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan oleh penulis terhadap Ny. T pada tanggal 11 Januari 2016 adalah memposisikan pasien senyaman mungkin, memasang neckolar, melakukan tindakan heating, tidak adanya perningkatan TIK, mengkaji pola nyeri dengan PQRST, memantau tanda tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengajarkan mengontrol nyeri dengan distraksimendengarkan asmaul husna. 5. Evaluasi yang didapat dari pasien pada tanggal 11 Januari 2016, Subyektif bahwa pasien mengeluh pusing, pasien sudah tidak muntah,. Obyektif bahwa keadaan pasien lebih tenang, GCS 11 E3M4V4, tekanan darah 130/80 mmHg, terdapat jahitan di kepala bagian kiri dan di balut kassa, Assessment masalah telah teratasi sebagian. Planing yaitu untuk melanjutkan intervensi yang diantaranya yaitu observasi tanda vital, kaji adanya tekanan intrakranial, kolaborasikan pemberian analgesik. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang kedua adalah hasil pengkajian nyeri setelah pasien dilakukan distraksi mendengarkan asmaul husna. maka didapatkan hasil bahwa Provoking / Palliative bahwa nyeri kepala pasien sudah berkurang setelah mengikuti distraksimendengarkan asmaul husna. Quality nyeri seperti senut-senut. Region di temporo parrietal sinistra dan temporo kranial oedem serebri. Scale nyeri berkurang menjadi 5. Time terus menerus . Data obyektif yang didapat adalah pasien sudah terlihat lebih tenang meskipun kadangmringis kesakitan. Assessment dari masalah keperawatan nyeri 75 telah teratasi sebagian. Planing lanjutan untuk masalah keperawatan nyeri yaitu kaji pola nyeri dengan PQRST, observasi tanda – tanda vital pasien, ajarkan kembali tehnik relaksasi nafas dalam dan untuk berkolaborasi dengan tenaga medis lain seperti dokter dalam pemberian anti nyeri atau analgesik. Catatan perkembangan pada masalah keperawatan yang ketiga adalah Subjektif keluarga klien mengatakan Ny. T terjadi perdarahan di kepala pada saat kecelakaan Objektif klien tampak menahan sakit, luka tampak sudah dibalut dengan kassa dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Assesment masalah sebagian teratasi. Planning yaitu observasi tanda infeksi, jaga kebersihan luka dan area sekitar luka dengan kapas steril. 6. Analisa pemberian guide imagery relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien cedera kepala ringan menjukan keefektifan karena nyeri yang dialami oleh Ny. T berkurang yang awalnya dengan skala 6 menjadi 5. Hal ini sesuai dengan teori (Kartika, 2010) bahwa guide imagery mempunyai efek positif dalam mengontrol nyeri untuk menurunkan tingkat nyeri dengan cara pengalihan perhatian dengan cara menstimulus pasien dengan stimulus – stimulus yang menyenangkan. B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemakaian saran dan prasarana yang mana merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk 76 mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui praktik klinik dan pembuatan laporan. 2. Bagi Rumah Sakit. Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan semaksimal mungkin demi meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 3. Bagi Penulis Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, ketrampilan dan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien seoptimal mungkin. 77 DAFTAR PUSTAKA Afrianti, et.al., 2013. Efektifitas Mendengarkan Asmaul Husna Terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Cedera Kepala. Jom.unri.ac.id/index. php/JOMPSIK/article/view/3535. 28 November 2015 (12:20). Al-Qadhy, A. (2009). Pengaruh Al – qur’an terhadap organ tubuh. Diperoleh pada tanggal 11 September 2013 dari http://majlisdzikrullahpekojan.org/sains-islam/pengaruh-quranterhadap-organ-tubuh.html Andi Ebiet Krisnandi, Wasisto Utomo, Ganis Idrianti. 2013. Dalam Jurnal “ Gambaran Status Kognitif Pada Pasien Cedera Kepala Yang Telah Diizinkan Pulang Di RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU ”.Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Riau. Batticaca, B. Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika. Jakarta. Brunner & suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3. Terjemah; Agung Wahyu. Buku Kedokteran . Edisi. 8. EGC. Jakarta. Corwin E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa Egi Komaria Yudha. Jilid 3. EGC. Jakarta. Damanik, Rohani Primasuri, et.al., 2011. Karakteristik Penderita Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Rawat Inap di RSUD Dr. H Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Jurnal.usu.ac.id./index.php/gkre/article/ view/3671. 27 November 2015 (11:25). Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja. Edisi Pertama. Goyen Publishing. Yogyakarta Dewi Kartikawati. 2013. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika Ginsberg, Lionel.2007. Lecture Notes Neurology.Erlangga. Jakarta. Grace, Price. A. 2006. Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga. Kartika, I. R. (2010). Pengaruh mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri pasien pasca operasi apendisitis. Skripsi tidak dipublikasikan Lydon, Helms. 2013. Physiology And Treatment Of Pain. Critical Care Nurse Mazor A Mir, Amal A Alotaibi, Rasid S Albaradie, Jehan Y Errazkey. 2015. Dalam Jurnal “ Effect Of Supine Versus Semi Fowler Positions On Hemodynamic Stability Of Patients With Head Injury” Department Of Medical Surgical Nursing, Alexandria University Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarata: Nuha Medika 78 Muttaqin, A 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Persarafan Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika NANDA dan NIC – NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawat Profesional Jilid 2. Jogjakarta Ns Padila. 2012. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Potter & Perry, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol 1 Edisi 4. EGC. Jakarta Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Media Action. Yogyakarta. Rendy, Clevo M. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Sunardi. Nelly. 2011. Pengaruh Pemberian Posisi Kepala Terhadap Tekanan Intracranial Pasien Cedera Kepala, Jurnal Publikasi Dan Komunikasi Karya Ilmiah Bidang Kesehatan. 0216. 7042 :1-5. Di akses pada tanggal 5 maret 2015. Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC. Jakarta. Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Nuha Medika. Yogyakarta.