- Lumbung Pustaka UNY

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konsep soft skills
Soft skills adalah sekelompok sifat kepribadian, ataupun kemampuan yang
diperlukan seseorang agar secara efektif dapat bekerja ditempat kerja, dan
meningkatkan diri (wikipedia, com. 2008: 1) (Kelly, tth: 5) (Leung, 2008: 1)
(Lynch, tth: 419). Soft skills adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk
didalamnya kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik,
komunikasi, kreatifitas, dan kemampuan presentasi (Kaipa, tth: 5-6). Soft skills
adalah skills yang memungkinkan seseorang meraih potensi dirinya dan
menggunakan pengetahuannya secara bermanfaat dan terintegrasi dalam
kehidupannya. (Yate, 2005: 1). Soft skills adalah kombinasi perilaku, yang
meliputi sikap dan motivasi yang menggerakan perilaku. (Helmlinger, tth: 2).
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa soft skills merupakan sifat kepribadian
yang menjadi kunci meraih kesuksesan dan berfungsi untuk meningkatkan
efektifitas dalam bekerja.
Soft skills merupakan
bagian dari kompetensi. Pengertian kompetensi
menunjuk pada “ karakteristik individu yang secara khusus berhubungan dengan
efektifitas terstandar atau performance yang sangat bagus berhubungan dengan
pekerjaan atau situasi kerja” (Spencer, and Spencer,.1993: 9). Pengertian lain dari
Kenzie dan Polvere (2009: 59) menyatakan bahwa “kompetensi merupakan
kapasitas individu yang didemonstrasikan sebagai performa meliputi kepemilikan
pengetahuan, skills karakteristik personal yang diperlukan untuk situasi tertentu
atau tutuntan pekerjaan”.
Ada yang menyatakan bahwa kompetensi adalah
“karakteristik seseorang yang dapat diukur yang dihubungkan dengan efektifitas
pekerjaan, baik pada pekerjaan yang spesifik, organisasi atau budaya” (Hay
Group. 2001: 1 www.haygroup.com/TL 3/08/2009). Jadi jelas bahwa kompetensi
menunjuk pada terukurnya kemampuan seseorang baik yang bersifat pengetahuan,
6
keterampilan
ataupun karakteristik personal dihubungkan dengan efektifitas
pekerjaan. Seseorang
dengan kompetensi baik
terlihat lebih mumpuni dan
menunjukkan hasil kerja yang terstandar.
Motif, sifat, konsep diri merupakan bagian kompetensi yang dapat
memprediksi perilaku skills dan unjuk kerja. Perilaku tanpa intent tidak dapat di
sebut kompetensi (Spencer,and Spencer,.1993:13). Dengan demikian soft skills
sebagai bagian dari kompetensi memiliki peran yang sangat kuat menjadikan
seseorang mencapai kinerja yang ditetapkan.
Penguasaan soft skills memiliki nilai penting terkait dengan perubahan
kerja. Karena didalam soft skills ada unsur motivasi dan sikap maka adanya
perubahan kerja akan mendorong seseorang untuk melakukan perubahan diri,
mendorong untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan kerja.
Kemampuan ini
muncul bila yang bersangkutan terdorong menggunakan kemampuan kognitifnya,
mampu menggerakkan potensi diri untuk terus belajar sepanjang masa, mampu
berubah dan menguasai pekerjaan yang berorientasi pada kesempurnaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, walaupun
keterampilan
soft skills merupakan
yang mencerminkan karakteristik kepribadian yaitu kecakapan
personal terkait hubungan dengan orang lain baik dalam lingkungan kerja ataupun
bukan kerja, mampu memberi kontribusi untuk meraih kesuksesan dalam bekerja.
Atau dengan kata lain penguasaan soft skills seseorang menentukan kemampuan
untuk mengembangkan diri untuk memenuhi
tuntutan kerja dan hidup, dan
mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Bisa jadi dengan soft skills orang
akan mendapatkan kompetensi baru dan kecakapan baru. Soft skills terkait dengan
kemampuan utama yang memiliki nilai penting bagi tenaga kerja muda yang akan
memasuki dunia kerja agar memiliki peluang kerja yang lebih baik, dan pekerja di
tempat kerja agar tetap mampu bertahan dalam situasi kerja yang sarat dengan
perubahan.
FAS, merupakan lembaga penelitian memfokuskan kebutuhan soft skills
bidang ekonomi di Irlandia memberi gambaran kebutuhan soft skills.
FAS
mengklasifikasikannya menjadi inter-personal dan intra- personal Inter-personal
skills terdiri atas kemampuan bekerja di dalam team, komunikasi dan kemampuan
7
untuk mempengaruhi, kepemimpinan, keterampilan sebagai pelatih. Intra-personal
skills terdiri atas. management diri, orientasi untuk selalu belajar, kreativitas,
fleksibel, motivasi, pantang menyerah, dan pemecahan masalah. (Kelly, tth:5)
Pendapat tersebut sejalan dengan soft skills yang dikaitkan dengan bidang
bisnis dan industri, diistilahkan sebagai kecakapan interpersonal. Ini terdiri dari
komunikasi, kemampuan mendengarkan, pemecahan masalah, menjalin hubungan
antar budaya dan pelayanan konsumen (Nealy, 2005:1)
Lain halnya Simpson. (2006:16) menjelaskan bahwa soft skills menunjuk
pada kecakapan personal dan kecakapan interpersonal yang menggambarkan
soft skills sebagai soft outcome, bukan tercampur dengan hard skills, sikap dan
aspek psikologis lainnya. Personal skills adalah terlihat sebagai berikut a)
manajeman diri/menjaga diri sendiri, b) menghadapi dan mengelola rasa takut, c)
kemauan belajar, d) manajemen stres, e) pengembangan personal, perencanaan,
pengorganisasian dan penetapan tujuan, f) pemecahan masalah, g) berfikir yang
rasional, h) manajemen waktu. Inter-personal skills meliputi : a) manajemen
marah, b) tegas, c) komunikasi, d) negosiasi, e) kerja dalam tim.
Berdasarkan kajian diatas soft skills terbagi menjadi skills inter-personal
dan interpersonal. Penggolongan soft skills tersebut sejalan dengan pandangan
multiple intelligences. Dinyatakan bahwa ada dua kecerdasan yang berperan untuk
menjalin hubungan dengan orang lain, yaitu
kecerdasan personal dan sosial
(Borich, 2007:48). Kecerdasan sosial berhubungan dengan kemampuan
memperhatikan dan mengatasi perbedaan dengan yang lain termasuk didalamnya
kemampuan memahami perasaan orang lain, komunikasi antar diri dan orang lain,
ketrampilan untuk menjalin kerjasama. Kecerdasan personal kemampuan untuk
memahami diri sendiri termasuk didalamnya kemampuan untuk merefleksi diri,
strategi berfikir dan penemuan. Jadi jelas disini bahwa penguasaan soft skills
sebagai bagian dari kecerdasan diri dan menjadi kunci keberhasilan baik untuk
pengembangan diri maupun fungsi sosial.
8
2. Pembelajaran Soft Skills Terintegrasi
Pembelajaran soft skills terintegrasi menekankan pada penguasaan soft
skills terpadu dengan penguasaan hard skills. Integrasi ini dimaknai sebagai
bagian pembelajaran yang mampu memberi nilai lebih. Pembelajaran yang
terintegrasi memungkinkan siswa memperoleh pengalaman dalam prespektif yang
lebih luas baik menyangkut permasalahan - permasalahan yang dikembangkan
dalam pembelajaran maupun kemampuan – kemampuan lain seperti berfikir kritis,
kreatif,
memecahkan
masalah,
pengembangan
personal,
komunikasi.
mengembangkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan perilaku profesional.
Pembelajaran terintegrasi memungkinkan mahasiswa lebih terlibat secara
langsung dalam setiap pengalaman belajar, memotivasi siswa untuk bekerja yang
terbaik, dan mengetahui secara lebih lanjut materi yang dipelajari.
Soft skills dengan pendekatan kurikulum terintegrasi mengajarkan kepada
siswa saling keterkaitan antara topik, tema, konsep, problem, isue, unit, skills
sehingga siswa menjadi terbiasa dalam memandang sesuatu dalam keterkaitan
secara utuh. Kurikulum terintegrasi dimaksudkan untuk mengkreasikan dokumen
kurikulum, selaras dengan kebutuhan belajar (Drake, 2007:27 ).
Fogarty, (1991:xiv) menjelaskan pendekatan
untuk mengintegrasikan
kurikulum diantaranya adalah: pengintegrasian dalam satu disiplin dengan dua
model yaitu connected, dan nested. Connected model, merupakan model
kurikulum yang menggunakan keterkaitan setiap subyek, materi ajar. Dalam hal
ini keterkaitan antara topik dengan topik, konsep dengan konsep, skills satu
dengan lainnya, juga dengan dunia kerja baik saat ini ataupun masa datang.
Nested model, menekankan pada pencapaian multiple skills pada setiap subyek
materi dan multiple target pada hasil belajar. Model ini dirancang
dengan
kombinasi yang tidak dipaksakan dan memudahkan siswa dalam menyelesaikan
tugas.
Integrasi soft skills kedalam hard skills melalui topik-topik atau unit
materi, dikembangkan dari kompetensi mata kuliah
pengembangan produk
patiseri. Ada dua kompetensi: 1) produksi bakery, 2) melakukan usaha patiseri.
Produksi makanan menekankan pada proses pengolahan bahan mentah, setengah
9
jadi ataupun bahan jadi. Proses ini diawali dengan perencanaan produksi,
pengolahan dan persiapan penyajian. Ninemeir (1984: 175-193) menjelaskan
bahwa kegiatan produksi menekankan pada perencanaan produksi, pengolahan
makanan, persiapan masing-masing bahan dan pengendalian produksi. Davis &
Stone (1994: 128-138) dalam produksi makanan dan minuman maka dimulai
dengan perencanaan fasilitas produksi baik berupa alat besar dan kecil, dan
pengolahan makanan dan minuman. Dari pendapat tersebut ada tiga hal penting
yang diperhatikan dalam proses poduksi: perencanaan pengolahan, produksi dan
pengendalian produksi.
Produksi patiseri dilakukan sesuai dengan prosedur setiap resep dengan
tetap memperhatikan tata urutan produk dan karakteristik organoleptik produk.
Pengolahan produk patiseri
tetap menekankan penguasaan prosedur standar,
yaitu:
1) mulai dengan bahan yang bermutu, 2) pastikan bahwa bahan dalam
keadaan bersih, 3) pastikan bahwa makanan ditangani secara benar, 4)
gunakan bahan pendukung yang tepat, 5) gunakan teknik, persiapan dan
peralatan yang benar, 6) ikuti resep standar, 7) jangan mengolah hidangan
melebihi yang diperlukan, 8) sajikan sesuai dengan karakteristik produk,
9) sajikan hidangan saat panas dan sajikan dingin untuk hidangan dingin,
10) buatlah sentuhan seni yang spesial, 11) selalu mengutamakan
kesempurnaan. (Ninemeir, 1984: 178-179)
Pengendalian produksi penting dilakukan agar sejak awal
muncul
komitmen bahwa proses produksi terkendali melalui bahan, alat, lingkungan kerja
serta perilaku orang sebagai pekerja. Kesemuamya itu ditujukan agar selama
proses tetap menggunakan prinsip sanitasi higina dan keselamatan kerja serta
dalam
proses
produksi
taat
pada
standard
operating
procedures/SOP.
Pengendalian produksi ini merupakan salah satu bentuk jaminan mutu baik untuk
konsumen, atau sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Kemampuan melakukan usaha patiseri menekankan pada penguasaan
bidang manajerial yaitu keterampilan mengelola sumber daya perusahaan. Salah
satu aktivitas manajemen adalah bagaimana menggunakan sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan. Sumber daya jasa boga adalah orang, uang, waktu, energi,
material, peralatan dan prosedur (Mahoni & Surjeet, 1987: 41). Sejalan dengan
10
peran lulusan adalah sebagai pelaksana maka penguasaan lulusan ditekankan pada
keterampilan teknis atau operasi,
pelaksana tugas. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa integrasi soft skills kedalam hard skills
memperhatikan
kebutuhan soft skills industri dan kurikulum. Integarsi soft skills pada mata kuliah
praktek disesuaikan dengan kebutuhan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang akan dikembangkan dosen.
3. Pembelajaran Soft Skills Berbasis Perbaikan Berkelanjutan.
Penguasaan soft skills diintegrasikan melalui
tiga komponen yang
meliputi target pembelajaran, diri siswa dan kontek atau lingkungan belajar
(http://irityorku.ca/blended/TAQanswerPM1.html).
Target
menjelaskan bahwa soft skills dintegrasikan kedalam
pembelajaran
tujuan pembelajaran,
ataupun taksonomi pembelajaran ataupun tugas. Integrasi pada diri mahasiswa
menjelaskan bahwa mekanisme pengintegrasian soft skills dengan memperhatikan
kondisi siswa yang bervariasi.
Kontek atau lingkungan belajar menjelaskan
situasi pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa mengalami proses
internalisasi soft skills dengan cara yang tidak dipaksakan.
Dikarenakan soft skills merupakan bagian dari membentuk kepribadian
yang berkarakter dengan sendirinya memerlukan proses yang menerus dan dalam
urutan yang didasari oleh semata-mata pada pembelajaran sebagai bagian dari
proses pembudayaan. Proses pembudayaan ini harus tertata dengan baik dan
mampu membentuk perilaku mahasiswa yang berkarakter. Tahap-tahap yang
dilalui meliputi : 1) pembentukan dengan teknik eksplorasi skill, 2) membantu
menemukan skill, 3) diakhiri dengan perluasan skill melalui pengalaman praktis
dan mencoba pada situasi baru (Cynthia & Mary, 1993: 29). Proses ini dibangun
melalui beberapa tahap mulai dari membangun konsep sampai adanya pemaknaan
tentang apa yang dipelajari, termasuk didalamnya membangun self-concept. Kapp
dan Hamilton (2006) menekankan bahwa pembelajaran soft skills memerlukan
pengorganisasian belajar jangka panjang agar mencapai
tahap
sukses.
Pembelajaran terfokus dari learning as acquisition ke learning by interaction.
11
Belajar menjadi pemimpinan harus disemai dengan memimpin, bukan hanya
diperoleh melalui membaca.
Pembelajaran soft skills juga bertumpu pada continuous improvement
(Kreitner dan Kinicki 2008: 234). Soft skills merupakan bagian dari unjuk kerja
yang harus nampak pada saat mahasiswa berinteraksi dengan situasi kerja.
Karenanya pembelajaran sebagai bentuk pembudayaan, berlangsung dalam proses
yang berkelanjutan. Diperlukan manajemen performen dalam siklus perbaikan
yang berkelanjutan yang berfungsi untuk memperbaiki performen kerja. Aktivitas
tersebut terorganisir dalam suatu sistem yang mengintegrasikan kegiatan mulai
dari penetapan tujuan, monitoring dan evaluasi, pemberian balikan dan coaching
serta hadiah dan penguatan positip. Dengan kata lain pencapaian performen kerja
membutuhkan dukungan yang tersistem dan berfungsi secara dinamis. Seseorang
dengan kondisi awal yang berupa karakteristik personal, skills, pengetahuan kerja
ataupun motivasi memerlukan manajemen performen yang tersistem dengan
dukungan budaya organisasi, rancangan kerja, kualitas supervisor.
4. Pendidikan Karakter Pembentuk Tenaga Kerja Yang Profesional
Pendidikan karakter merupakan pendidikan tentang kebaikan didalamnya
ada nuansa pembelajaran untuk menolong siswa dalam hal moral, berperilaku
yang baik, tidak menyengsarakan orang lain, memiliki perilaku sehat, kritis,
berorientasi pada kesuksesan, memiliki tradisi yang baik, dan mempunyai
perilaku yang bisa diterima masyarakat. Karenanya pendidikan karakter adalah
pendidikan untuk menjadikan orang yang baik, berkualitas, baik secara pribadi
maupun perilakunya.
Pendidikan karakter dalam Damon (2005:51) seperti yang dikutip
Darmiyati meliputi pengetahuan tentang kebaikan, kesenangan terhadap kebaikan,
mengerjakan kebaikan, mempunyai kebiasaan berfikir,
berperasaan
dan
bertindak. Pendidikan karakter menyentuh ranah cognitif, afektif dan tidakan
sehingga ada kesatuan antara fikir, rasa, perilaku. Orang yang berkarakter adalah
orang yang dapat diterima baik secara pribadi dan sosial.
12
Pendidikan karakter di level Perguruan Tinggi ditujukan untuk
membangun budaya ataupun memperbaiki lingkungan lembaga PT bagi tumbuh
kembangnya
perilaku terpuji sebagai bagian dari upaya merespon kebutuhan
lingkungan dan menjadikan mereka dapat bekerja dengan berhasil. Program D3
Boga ataupun S1 Boga sebagai salah satu Perguruan Tinggi vokasi mempunyai
tanggung jawab menjadikan lulusan yang menguasai sejumlah kompetensi kerja.
Penguasaan itu tidak hanya mengutamakan aspek hard skills namun juga dikuti
dengan penguasaan soft skills yang mencerminkan karakter lulusan.
Lulusan yang berkarakter menunjukkan nilai-nilai
profesional dalam
bidang produksi dan manajerial. Karakter pekerja bidang produksi mengacu
pendapat Wiley John & Sons. (1983:8), 1) positive attitude toword the job hal ini
terlihat pada perilaku bekerja yang cekatan, efisien, rapi, bersih, aman serta
bangga terhadap pekerjaanya, 2) staying power menunjukkan kekuatan baik fisik,
mental, stamina dan kesehatan terjaga, serta keinginan bekerja keras. 3) ability to
work with people adalah mampu bekerja dalam tim dan selalu bekerja sama.
Tidak egois, merendahkan pekerjaan teman sekerja, iri hati, dengki, dan mampu
mengontrol diri. 4) eagersness to learn, mau belajar sepanjang waktu,
bereksperimen. 5) experience, menggunakan pengalaman kerja sebagai media
peningkatan diri, dengan berlatih sambil bekerja akan semakin meneguhkan
profesionalitas. 6) dedication to quality, selalu menjujung tinggi kualitas makanan
sehingga mampu menghantarkan menjadi seorang “gourmet food”. 7) good
understanding of the basic penguasaan ini akan menolong untuk bekerja terbaik
dan penuh inovasi selanjutnya akan menjadi seorang
chef yang brilliant.
Karakter pekerja manajerial mengacu pendapat (Robbins
(2001:540-544):
memiliki kekuatan untuk berubah, mampu membuat perencanaan perubahan, dan
mengelolanya
Karenanya
perguruan
tinggi
sebagai
menterjemahkan perilaku-perilaku karakter
suatu
sistem
harus
dapat
kedalam beragam aktivitas sekolah
yang tidak hanya dalam pembelajaran teori ataupun praktek namun juga aktivitas
ekstra kurikuler
dan juga berbagai aturan yang mengikat semua civitas
akademika.
13
Pendidikan karakter di tingkat kelas merupakan salah satu fungsi
membentuk karakter pekerja profesional.
Kurikulum, silabus, maupun RPP
menggambarkan integrasi nilai-nilai karakter pekerja. Mahasiswa sebagai subyek
belajar harus digerakkan ranah kalbunya agar dapat meresapi dan mewujud dalam
perilaku kerja yang mencerminkan nilai-nilai luhur kualitas SDM. Mahasiswa
dapat menyatukan fungsi aspek kognitif, psykomtor dan afeksi dalam wujud
perilaku berbudaya yang dapat membuat nyaman lingkungan kerja dan lebih
mampu berkembang selaras dengan tuntutan kerja. Hal ini sejalan dengan dengan
Charles Reade yang dikutip oleh Slamet (Via Barba, terjemahan Lina Jusuf,
2008:1), yaitu:
Tanamkan pemikiran, dan anda akan menuai tindakan
Tanamkan tindakan, dan anda akan menuai kebiasaan
Tanamkan kebiasaan, dan anda akan menuai karakter
Tanamkan karakter, dan anda akan menuai kemenangan
Karenanya implementasi pendidikan karakter
di tingkat kelas sebagai
bagian dari pembangunan pendidikan yang komprehensif secara luas harus
memiliki fungsi penguatan karakter bangsa sebagai bangsa yang cerdas, unggul
dan bermartabat. Sebagai ahli boga maka penanaman karakter baik bidang
produksi maupun manajerial akan melahirkan mahasiswa yang: a) bekerja
berbasis mutu (tidak asal jadi); b) Bekerja cepat; c) Tepat dan efisien; d)
menghargai waktu; e) Menjaga reputasi; f) Budi pekerti luhur; g) Berdisiplin; i)
Mandiri.
B. Penelitian yang Relevan.
Berbagai penelitian soft skills terintegrasi menjelaskan tentang efektivitas
model untuk menumbuh kembangkan kemampuan secara simultan antara hard
skills dan soft skills yang berdampak pada penguatan karakter pekerja:
1. Redcilff (2005) menggunakan metode simulasi untuk menumbuhkan
kemampuan penguasaan penjualan yang efektif dengan fokus pengambilan
keputusan dan analitis serta fokus soft skills pada membangun tim kerja,
kepemimpinan, pelayanan konsumen, strategi berfikir, mengelola sumber.
Dijelaskan bahwa model yang menekankan pada continuous learning dan
14
evaluasi on going telah efektif meningkatkan performen yang berhubungan
dengan situasi kerja.
2. Berg, et all menggembangkan soft skills melalui guiding dan growing telah
secara efektif menumbuhkan profesionalitas sebagai dokter.
3. Nealy (2005) meneliti tentang integrasi soft skills melalui pembelajaran aktif
menemukan bahwa pembelajaran aktif telah menumbuhkan soft skills dan skills
lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan performa kerja di era abad 21 ini.
Beberapa karakteritik soft skills yang muncul antara lain: percaya diri,
meningkatnya kemampuan komunikasi lisan dan tertulis, keinginan yang lebih
baik untuk menerima ide, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
perbedaan budaya, dipelajari tentang efek negatif dari stereotipe, dipelajari
bahwa pembelajaran aktif adalah informatif dan menyenangkan, belajar untuk
tidak pemarah, menyetujui pentingnya organisasi dan hubungan dengan tenaga
kerja.
4. Adam, et all (2010) meneliti tentang blended learning untuk mengembangkan
soft skills: menguji empat level kerangka kerja integrasi bekerja dan belajar
untuk memaksimalkan praktek
personal
dan
performa kerja. Format
penelitian ini menggunakan gabungan antara pengintegrasian melalui kerja dan
pembelajaran online. Penelitian ini menemukan bahwa 1) dengan adanya
penggunaan variasi kontek belajar menjadikan siswa lebih kaya akan
pengalaman belajar dan memudahkan dalam mengolah informasi karena
disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Selain itu menjadikan siswa dapat
memilih topik yang tersedia dan mengintegrasikan dalam pembelajaran dan
pertanggung jawaban kerja. 2) dengan penilaian secara periodik menjadikan
siswa bertanggung jawab secara personal pada kegiatan pembelajaran. 3)
walaupun pembelajaran ini menggunakan variasi pengorganisasian belajar dan
individu namun strategi pembelajaran ini telah efektif menghubungkan antara
belajar dan bekerja. 4) dengan menerapkan evaluasi awal dan akhir
memungkinkan peneliti dapat menilai tingkat kreasi dan pencapaian soft skills
bagi siswa dan organisasi. Perbandingan hasil antara penilaian awal dan akhir
merupakan balikan untuk siswa, refleksi siswa dan perbaikan kontek belajar.
15
5) adalah penting bahwa dibandingkan dengan sistem blok maka kreasi
pengalaman belajar dalam penelitian menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Dinyatakan motivasi dan hadiah merupakan faktor esensial untuk sukses. 6)
bahwa perbaikan yang berkelanjutan penting diterapkan pada pola pelatihan,
ini sebagai bentuk respon perubahan yang terjadi pada dunia kerja. Dengan
dasar kajian diatas maka dapat dinyatakan pembelajaran soft skills dapat efektif
manakala
menggunakan
variasi
pengalaman
belajar,
menghubungkan
pengalaman belajar dengan kerja, menjamian adanya kemandirian belajar,
diikuti dengan proses refleksi.
5. Hamidah (2011) telah meneliti efektifitas pembelajaran soft skills terintegrasi
pada siswa SMK Boga menunjukkan bahwa model pembelajaran terintegrasi
yang berbasis pada perbaikan berkelanjutan telah efektif meningkatkan soft
skills yang dilatihkan. Penelitian ini mensyaratkan peran guru yang secara
efektif membantu meningkatkan penguasaan soft skills dan peka terhadap
perubahan perilaku soft skills setiap siswa. Hasil akhir pembelajaran
terintegrasi munculnya nilai-nilai moral pada diri siswa seperti peduli mutu,
bekerja efektif dan efisien,
Berbagai penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran soft skills
terintegrasi memiliki peran strategis dalam membentuk karakter profesional. Oleh
karenanya integrasi hard skills dan soft skills dalam penyiapan tenaga kerja harus
dilakukan. Pembelajaran soft skills terintegrasi memungkinkan penguasaan soft
skills
terinternaslisasi tanpa dipaksakan, berlangsung dalam mekanisme yang
memungkinkan penguasaan soft skills tercermin sebagai karakter pekerja yang
profesional.
Dengan dasar tersebut di atas maka pembentukan karakter pekerja
profesional Boga memerlukan pembelajaran yang bernuansa soft skills.
Pembelajaran soft skills yang dimaksud memungkinkan mahasiswa secara mandiri
mampu mengembangkan karakter pekerja sejalan dengan situasi belajar yang
dirancang dosen, ditumbuh kembangkan secara berkelanjutan dengan manajemen
performen yang tepat.
16
C. Kerangka Berfikir
Pembelajaran soft skills terintegrasi berbasis karakter masih menjadi
persoalan di prodi D 3 dan pendidikan teknik Boga. Hal ini terkait dengan belum
tersistemnya pembelajaran karakter terintegrasi. Keadaan ini menjadikan kinerja
mahasiswa belum maksimal, bekerja tidak mengutamakan kualitas kerja, tidak
efisien, kurang produktif dan terlihat belum berorientasi pada daya terima
konsumen.
Pembelajaran soft skills terintegrasi berbasis karakter (PSTBK) menjadi
pilihan untuk meningkatkan karakter pekerja profesional boga. Pembelajaran ini
menekankan pada penguasaan skills teknik bersamaan dengan soft skills. Secara
kognitif atau sebagai know mahasiswa menguasai pekerjaan atau tugas meliputi
apa, bagaimana, mengapa
pekerjaan itu
dilakukan. Selain itu menguasai
keterampilan kerja sebagai do, tercermin pada penguasaan prosedur kerja, bekerja
sesuai permintaan kerja atau taat Standar Operasional Prosedur (SOP). Sebagai
ujung dari penguasaan ini mahasiswa menguasai Be artinya secara mandiri
mahasiswa dapat bekerja secara cekatan, tertib, efesien, produktif, dan proaktif.
Be terbentuk melalui proses mengkonstruk nilai-nilai yang melekat pada tugastugas dan bimbingan kerja yang diberikan secara berkelanjutan. Be akan menjadi
karakter manakala pembelajaran dikelola dengan menekankan perilaku sebagai
cerminan karakter.
Melalui pembelajaran soft skills terintegrasi
yang
diimplementasikan
melalui prosedur tindakan kelas akan mampu mendorong dan merubah perilaku
mahasiswa: bekerja dengan menggunakan standar kerja, pentingnya akan bekerja
yang terbaik, berusaha untuk mewujudkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dosen sejak awal sampai berakhirnya pembelajaran. Soft skills yang tercermin
pada bidang kerja produtif dan manajerial yang ditanamkan sepanjang
pembelajaran akan menguatkan karakter mereka. Karakter pekerja yang muncul
adalah a) bekerja berbasis mutu (tidak asal jadi); b) Bekerja cepat; c) Tepat dan
efisien; d) menghargai waktu; e) menjaga reputasi; f) budi pekerti luhur; g)
berdisiplin; i) mandiri.
17
D. Hipotesis Tindakan
Sehubungan dengan kerangka berfikir tersebut diatas hipotesis yang
diajukan: melalui pembelajaran soft skills terintegarsi pada matakuliah MUB
Patiseri maka penguasaan soft skills bidang produksi dan manajerial dan karakter
pekerja ahli boga mahasiswa Pendidikan Teknik Boga akan meningkat.
18
Download