BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep soft skills Soft skills adalah sekelompok sifat kepribadian, ataupun kemampuan yang diperlukan seseorang agar secara efektif dapat bekerja ditempat kerja, dan meningkatkan diri (wikipedia, com. 2008: 1) (Kelly, tth: 5) (Leung, 2008: 1) (Lynch, tth: 419). Soft skills adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk didalamnya kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, komunikasi, kreatifitas, dan kemampuan presentasi (Kaipa, tth: 5-6). Soft skills adalah skills yang memungkinkan seseorang meraih potensi dirinya dan menggunakan pengetahuannya secara bermanfaat dan terintegrasi dalam kehidupannya. (Yate, 2005: 1). Soft skills adalah kombinasi perilaku, yang meliputi sikap dan motivasi yang menggerakan perilaku. (Helmlinger, tth: 2). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa soft skills merupakan sifat kepribadian yang menjadi kunci meraih kesuksesan dan berfungsi untuk meningkatkan efektifitas dalam bekerja. Soft skills merupakan bagian dari kompetensi. Pengertian kompetensi menunjuk pada “ karakteristik individu yang secara khusus berhubungan dengan efektifitas terstandar atau performance yang sangat bagus berhubungan dengan pekerjaan atau situasi kerja” (Spencer, and Spencer,.1993: 9). Pengertian lain dari Kenzie dan Polvere (2009: 59) menyatakan bahwa “kompetensi merupakan kapasitas individu yang didemonstrasikan sebagai performa meliputi kepemilikan pengetahuan, skills karakteristik personal yang diperlukan untuk situasi tertentu atau tutuntan pekerjaan”. Ada yang menyatakan bahwa kompetensi adalah “karakteristik seseorang yang dapat diukur yang dihubungkan dengan efektifitas pekerjaan, baik pada pekerjaan yang spesifik, organisasi atau budaya” (Hay Group. 2001: 1 www.haygroup.com/TL 3/08/2009). Jadi jelas bahwa kompetensi menunjuk pada terukurnya kemampuan seseorang baik yang bersifat pengetahuan, 6 keterampilan ataupun karakteristik personal dihubungkan dengan efektifitas pekerjaan. Seseorang dengan kompetensi baik terlihat lebih mumpuni dan menunjukkan hasil kerja yang terstandar. Motif, sifat, konsep diri merupakan bagian kompetensi yang dapat memprediksi perilaku skills dan unjuk kerja. Perilaku tanpa intent tidak dapat di sebut kompetensi (Spencer,and Spencer,.1993:13). Dengan demikian soft skills sebagai bagian dari kompetensi memiliki peran yang sangat kuat menjadikan seseorang mencapai kinerja yang ditetapkan. Penguasaan soft skills memiliki nilai penting terkait dengan perubahan kerja. Karena didalam soft skills ada unsur motivasi dan sikap maka adanya perubahan kerja akan mendorong seseorang untuk melakukan perubahan diri, mendorong untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan kerja. Kemampuan ini muncul bila yang bersangkutan terdorong menggunakan kemampuan kognitifnya, mampu menggerakkan potensi diri untuk terus belajar sepanjang masa, mampu berubah dan menguasai pekerjaan yang berorientasi pada kesempurnaan. Dengan demikian dapat disimpulkan, walaupun keterampilan soft skills merupakan yang mencerminkan karakteristik kepribadian yaitu kecakapan personal terkait hubungan dengan orang lain baik dalam lingkungan kerja ataupun bukan kerja, mampu memberi kontribusi untuk meraih kesuksesan dalam bekerja. Atau dengan kata lain penguasaan soft skills seseorang menentukan kemampuan untuk mengembangkan diri untuk memenuhi tuntutan kerja dan hidup, dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Bisa jadi dengan soft skills orang akan mendapatkan kompetensi baru dan kecakapan baru. Soft skills terkait dengan kemampuan utama yang memiliki nilai penting bagi tenaga kerja muda yang akan memasuki dunia kerja agar memiliki peluang kerja yang lebih baik, dan pekerja di tempat kerja agar tetap mampu bertahan dalam situasi kerja yang sarat dengan perubahan. FAS, merupakan lembaga penelitian memfokuskan kebutuhan soft skills bidang ekonomi di Irlandia memberi gambaran kebutuhan soft skills. FAS mengklasifikasikannya menjadi inter-personal dan intra- personal Inter-personal skills terdiri atas kemampuan bekerja di dalam team, komunikasi dan kemampuan 7 untuk mempengaruhi, kepemimpinan, keterampilan sebagai pelatih. Intra-personal skills terdiri atas. management diri, orientasi untuk selalu belajar, kreativitas, fleksibel, motivasi, pantang menyerah, dan pemecahan masalah. (Kelly, tth:5) Pendapat tersebut sejalan dengan soft skills yang dikaitkan dengan bidang bisnis dan industri, diistilahkan sebagai kecakapan interpersonal. Ini terdiri dari komunikasi, kemampuan mendengarkan, pemecahan masalah, menjalin hubungan antar budaya dan pelayanan konsumen (Nealy, 2005:1) Lain halnya Simpson. (2006:16) menjelaskan bahwa soft skills menunjuk pada kecakapan personal dan kecakapan interpersonal yang menggambarkan soft skills sebagai soft outcome, bukan tercampur dengan hard skills, sikap dan aspek psikologis lainnya. Personal skills adalah terlihat sebagai berikut a) manajeman diri/menjaga diri sendiri, b) menghadapi dan mengelola rasa takut, c) kemauan belajar, d) manajemen stres, e) pengembangan personal, perencanaan, pengorganisasian dan penetapan tujuan, f) pemecahan masalah, g) berfikir yang rasional, h) manajemen waktu. Inter-personal skills meliputi : a) manajemen marah, b) tegas, c) komunikasi, d) negosiasi, e) kerja dalam tim. Berdasarkan kajian diatas soft skills terbagi menjadi skills inter-personal dan interpersonal. Penggolongan soft skills tersebut sejalan dengan pandangan multiple intelligences. Dinyatakan bahwa ada dua kecerdasan yang berperan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, yaitu kecerdasan personal dan sosial (Borich, 2007:48). Kecerdasan sosial berhubungan dengan kemampuan memperhatikan dan mengatasi perbedaan dengan yang lain termasuk didalamnya kemampuan memahami perasaan orang lain, komunikasi antar diri dan orang lain, ketrampilan untuk menjalin kerjasama. Kecerdasan personal kemampuan untuk memahami diri sendiri termasuk didalamnya kemampuan untuk merefleksi diri, strategi berfikir dan penemuan. Jadi jelas disini bahwa penguasaan soft skills sebagai bagian dari kecerdasan diri dan menjadi kunci keberhasilan baik untuk pengembangan diri maupun fungsi sosial. 8 2. Pembelajaran Soft Skills Terintegrasi Pembelajaran soft skills terintegrasi menekankan pada penguasaan soft skills terpadu dengan penguasaan hard skills. Integrasi ini dimaknai sebagai bagian pembelajaran yang mampu memberi nilai lebih. Pembelajaran yang terintegrasi memungkinkan siswa memperoleh pengalaman dalam prespektif yang lebih luas baik menyangkut permasalahan - permasalahan yang dikembangkan dalam pembelajaran maupun kemampuan – kemampuan lain seperti berfikir kritis, kreatif, memecahkan masalah, pengembangan personal, komunikasi. mengembangkan rasa ingin tahu dan menumbuhkan perilaku profesional. Pembelajaran terintegrasi memungkinkan mahasiswa lebih terlibat secara langsung dalam setiap pengalaman belajar, memotivasi siswa untuk bekerja yang terbaik, dan mengetahui secara lebih lanjut materi yang dipelajari. Soft skills dengan pendekatan kurikulum terintegrasi mengajarkan kepada siswa saling keterkaitan antara topik, tema, konsep, problem, isue, unit, skills sehingga siswa menjadi terbiasa dalam memandang sesuatu dalam keterkaitan secara utuh. Kurikulum terintegrasi dimaksudkan untuk mengkreasikan dokumen kurikulum, selaras dengan kebutuhan belajar (Drake, 2007:27 ). Fogarty, (1991:xiv) menjelaskan pendekatan untuk mengintegrasikan kurikulum diantaranya adalah: pengintegrasian dalam satu disiplin dengan dua model yaitu connected, dan nested. Connected model, merupakan model kurikulum yang menggunakan keterkaitan setiap subyek, materi ajar. Dalam hal ini keterkaitan antara topik dengan topik, konsep dengan konsep, skills satu dengan lainnya, juga dengan dunia kerja baik saat ini ataupun masa datang. Nested model, menekankan pada pencapaian multiple skills pada setiap subyek materi dan multiple target pada hasil belajar. Model ini dirancang dengan kombinasi yang tidak dipaksakan dan memudahkan siswa dalam menyelesaikan tugas. Integrasi soft skills kedalam hard skills melalui topik-topik atau unit materi, dikembangkan dari kompetensi mata kuliah pengembangan produk patiseri. Ada dua kompetensi: 1) produksi bakery, 2) melakukan usaha patiseri. Produksi makanan menekankan pada proses pengolahan bahan mentah, setengah 9 jadi ataupun bahan jadi. Proses ini diawali dengan perencanaan produksi, pengolahan dan persiapan penyajian. Ninemeir (1984: 175-193) menjelaskan bahwa kegiatan produksi menekankan pada perencanaan produksi, pengolahan makanan, persiapan masing-masing bahan dan pengendalian produksi. Davis & Stone (1994: 128-138) dalam produksi makanan dan minuman maka dimulai dengan perencanaan fasilitas produksi baik berupa alat besar dan kecil, dan pengolahan makanan dan minuman. Dari pendapat tersebut ada tiga hal penting yang diperhatikan dalam proses poduksi: perencanaan pengolahan, produksi dan pengendalian produksi. Produksi patiseri dilakukan sesuai dengan prosedur setiap resep dengan tetap memperhatikan tata urutan produk dan karakteristik organoleptik produk. Pengolahan produk patiseri tetap menekankan penguasaan prosedur standar, yaitu: 1) mulai dengan bahan yang bermutu, 2) pastikan bahwa bahan dalam keadaan bersih, 3) pastikan bahwa makanan ditangani secara benar, 4) gunakan bahan pendukung yang tepat, 5) gunakan teknik, persiapan dan peralatan yang benar, 6) ikuti resep standar, 7) jangan mengolah hidangan melebihi yang diperlukan, 8) sajikan sesuai dengan karakteristik produk, 9) sajikan hidangan saat panas dan sajikan dingin untuk hidangan dingin, 10) buatlah sentuhan seni yang spesial, 11) selalu mengutamakan kesempurnaan. (Ninemeir, 1984: 178-179) Pengendalian produksi penting dilakukan agar sejak awal muncul komitmen bahwa proses produksi terkendali melalui bahan, alat, lingkungan kerja serta perilaku orang sebagai pekerja. Kesemuamya itu ditujukan agar selama proses tetap menggunakan prinsip sanitasi higina dan keselamatan kerja serta dalam proses produksi taat pada standard operating procedures/SOP. Pengendalian produksi ini merupakan salah satu bentuk jaminan mutu baik untuk konsumen, atau sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Kemampuan melakukan usaha patiseri menekankan pada penguasaan bidang manajerial yaitu keterampilan mengelola sumber daya perusahaan. Salah satu aktivitas manajemen adalah bagaimana menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan. Sumber daya jasa boga adalah orang, uang, waktu, energi, material, peralatan dan prosedur (Mahoni & Surjeet, 1987: 41). Sejalan dengan 10 peran lulusan adalah sebagai pelaksana maka penguasaan lulusan ditekankan pada keterampilan teknis atau operasi, pelaksana tugas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa integrasi soft skills kedalam hard skills memperhatikan kebutuhan soft skills industri dan kurikulum. Integarsi soft skills pada mata kuliah praktek disesuaikan dengan kebutuhan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan dosen. 3. Pembelajaran Soft Skills Berbasis Perbaikan Berkelanjutan. Penguasaan soft skills diintegrasikan melalui tiga komponen yang meliputi target pembelajaran, diri siswa dan kontek atau lingkungan belajar (http://irityorku.ca/blended/TAQanswerPM1.html). Target menjelaskan bahwa soft skills dintegrasikan kedalam pembelajaran tujuan pembelajaran, ataupun taksonomi pembelajaran ataupun tugas. Integrasi pada diri mahasiswa menjelaskan bahwa mekanisme pengintegrasian soft skills dengan memperhatikan kondisi siswa yang bervariasi. Kontek atau lingkungan belajar menjelaskan situasi pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa mengalami proses internalisasi soft skills dengan cara yang tidak dipaksakan. Dikarenakan soft skills merupakan bagian dari membentuk kepribadian yang berkarakter dengan sendirinya memerlukan proses yang menerus dan dalam urutan yang didasari oleh semata-mata pada pembelajaran sebagai bagian dari proses pembudayaan. Proses pembudayaan ini harus tertata dengan baik dan mampu membentuk perilaku mahasiswa yang berkarakter. Tahap-tahap yang dilalui meliputi : 1) pembentukan dengan teknik eksplorasi skill, 2) membantu menemukan skill, 3) diakhiri dengan perluasan skill melalui pengalaman praktis dan mencoba pada situasi baru (Cynthia & Mary, 1993: 29). Proses ini dibangun melalui beberapa tahap mulai dari membangun konsep sampai adanya pemaknaan tentang apa yang dipelajari, termasuk didalamnya membangun self-concept. Kapp dan Hamilton (2006) menekankan bahwa pembelajaran soft skills memerlukan pengorganisasian belajar jangka panjang agar mencapai tahap sukses. Pembelajaran terfokus dari learning as acquisition ke learning by interaction. 11 Belajar menjadi pemimpinan harus disemai dengan memimpin, bukan hanya diperoleh melalui membaca. Pembelajaran soft skills juga bertumpu pada continuous improvement (Kreitner dan Kinicki 2008: 234). Soft skills merupakan bagian dari unjuk kerja yang harus nampak pada saat mahasiswa berinteraksi dengan situasi kerja. Karenanya pembelajaran sebagai bentuk pembudayaan, berlangsung dalam proses yang berkelanjutan. Diperlukan manajemen performen dalam siklus perbaikan yang berkelanjutan yang berfungsi untuk memperbaiki performen kerja. Aktivitas tersebut terorganisir dalam suatu sistem yang mengintegrasikan kegiatan mulai dari penetapan tujuan, monitoring dan evaluasi, pemberian balikan dan coaching serta hadiah dan penguatan positip. Dengan kata lain pencapaian performen kerja membutuhkan dukungan yang tersistem dan berfungsi secara dinamis. Seseorang dengan kondisi awal yang berupa karakteristik personal, skills, pengetahuan kerja ataupun motivasi memerlukan manajemen performen yang tersistem dengan dukungan budaya organisasi, rancangan kerja, kualitas supervisor. 4. Pendidikan Karakter Pembentuk Tenaga Kerja Yang Profesional Pendidikan karakter merupakan pendidikan tentang kebaikan didalamnya ada nuansa pembelajaran untuk menolong siswa dalam hal moral, berperilaku yang baik, tidak menyengsarakan orang lain, memiliki perilaku sehat, kritis, berorientasi pada kesuksesan, memiliki tradisi yang baik, dan mempunyai perilaku yang bisa diterima masyarakat. Karenanya pendidikan karakter adalah pendidikan untuk menjadikan orang yang baik, berkualitas, baik secara pribadi maupun perilakunya. Pendidikan karakter dalam Damon (2005:51) seperti yang dikutip Darmiyati meliputi pengetahuan tentang kebaikan, kesenangan terhadap kebaikan, mengerjakan kebaikan, mempunyai kebiasaan berfikir, berperasaan dan bertindak. Pendidikan karakter menyentuh ranah cognitif, afektif dan tidakan sehingga ada kesatuan antara fikir, rasa, perilaku. Orang yang berkarakter adalah orang yang dapat diterima baik secara pribadi dan sosial. 12 Pendidikan karakter di level Perguruan Tinggi ditujukan untuk membangun budaya ataupun memperbaiki lingkungan lembaga PT bagi tumbuh kembangnya perilaku terpuji sebagai bagian dari upaya merespon kebutuhan lingkungan dan menjadikan mereka dapat bekerja dengan berhasil. Program D3 Boga ataupun S1 Boga sebagai salah satu Perguruan Tinggi vokasi mempunyai tanggung jawab menjadikan lulusan yang menguasai sejumlah kompetensi kerja. Penguasaan itu tidak hanya mengutamakan aspek hard skills namun juga dikuti dengan penguasaan soft skills yang mencerminkan karakter lulusan. Lulusan yang berkarakter menunjukkan nilai-nilai profesional dalam bidang produksi dan manajerial. Karakter pekerja bidang produksi mengacu pendapat Wiley John & Sons. (1983:8), 1) positive attitude toword the job hal ini terlihat pada perilaku bekerja yang cekatan, efisien, rapi, bersih, aman serta bangga terhadap pekerjaanya, 2) staying power menunjukkan kekuatan baik fisik, mental, stamina dan kesehatan terjaga, serta keinginan bekerja keras. 3) ability to work with people adalah mampu bekerja dalam tim dan selalu bekerja sama. Tidak egois, merendahkan pekerjaan teman sekerja, iri hati, dengki, dan mampu mengontrol diri. 4) eagersness to learn, mau belajar sepanjang waktu, bereksperimen. 5) experience, menggunakan pengalaman kerja sebagai media peningkatan diri, dengan berlatih sambil bekerja akan semakin meneguhkan profesionalitas. 6) dedication to quality, selalu menjujung tinggi kualitas makanan sehingga mampu menghantarkan menjadi seorang “gourmet food”. 7) good understanding of the basic penguasaan ini akan menolong untuk bekerja terbaik dan penuh inovasi selanjutnya akan menjadi seorang chef yang brilliant. Karakter pekerja manajerial mengacu pendapat (Robbins (2001:540-544): memiliki kekuatan untuk berubah, mampu membuat perencanaan perubahan, dan mengelolanya Karenanya perguruan tinggi sebagai menterjemahkan perilaku-perilaku karakter suatu sistem harus dapat kedalam beragam aktivitas sekolah yang tidak hanya dalam pembelajaran teori ataupun praktek namun juga aktivitas ekstra kurikuler dan juga berbagai aturan yang mengikat semua civitas akademika. 13 Pendidikan karakter di tingkat kelas merupakan salah satu fungsi membentuk karakter pekerja profesional. Kurikulum, silabus, maupun RPP menggambarkan integrasi nilai-nilai karakter pekerja. Mahasiswa sebagai subyek belajar harus digerakkan ranah kalbunya agar dapat meresapi dan mewujud dalam perilaku kerja yang mencerminkan nilai-nilai luhur kualitas SDM. Mahasiswa dapat menyatukan fungsi aspek kognitif, psykomtor dan afeksi dalam wujud perilaku berbudaya yang dapat membuat nyaman lingkungan kerja dan lebih mampu berkembang selaras dengan tuntutan kerja. Hal ini sejalan dengan dengan Charles Reade yang dikutip oleh Slamet (Via Barba, terjemahan Lina Jusuf, 2008:1), yaitu: Tanamkan pemikiran, dan anda akan menuai tindakan Tanamkan tindakan, dan anda akan menuai kebiasaan Tanamkan kebiasaan, dan anda akan menuai karakter Tanamkan karakter, dan anda akan menuai kemenangan Karenanya implementasi pendidikan karakter di tingkat kelas sebagai bagian dari pembangunan pendidikan yang komprehensif secara luas harus memiliki fungsi penguatan karakter bangsa sebagai bangsa yang cerdas, unggul dan bermartabat. Sebagai ahli boga maka penanaman karakter baik bidang produksi maupun manajerial akan melahirkan mahasiswa yang: a) bekerja berbasis mutu (tidak asal jadi); b) Bekerja cepat; c) Tepat dan efisien; d) menghargai waktu; e) Menjaga reputasi; f) Budi pekerti luhur; g) Berdisiplin; i) Mandiri. B. Penelitian yang Relevan. Berbagai penelitian soft skills terintegrasi menjelaskan tentang efektivitas model untuk menumbuh kembangkan kemampuan secara simultan antara hard skills dan soft skills yang berdampak pada penguatan karakter pekerja: 1. Redcilff (2005) menggunakan metode simulasi untuk menumbuhkan kemampuan penguasaan penjualan yang efektif dengan fokus pengambilan keputusan dan analitis serta fokus soft skills pada membangun tim kerja, kepemimpinan, pelayanan konsumen, strategi berfikir, mengelola sumber. Dijelaskan bahwa model yang menekankan pada continuous learning dan 14 evaluasi on going telah efektif meningkatkan performen yang berhubungan dengan situasi kerja. 2. Berg, et all menggembangkan soft skills melalui guiding dan growing telah secara efektif menumbuhkan profesionalitas sebagai dokter. 3. Nealy (2005) meneliti tentang integrasi soft skills melalui pembelajaran aktif menemukan bahwa pembelajaran aktif telah menumbuhkan soft skills dan skills lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan performa kerja di era abad 21 ini. Beberapa karakteritik soft skills yang muncul antara lain: percaya diri, meningkatnya kemampuan komunikasi lisan dan tertulis, keinginan yang lebih baik untuk menerima ide, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan budaya, dipelajari tentang efek negatif dari stereotipe, dipelajari bahwa pembelajaran aktif adalah informatif dan menyenangkan, belajar untuk tidak pemarah, menyetujui pentingnya organisasi dan hubungan dengan tenaga kerja. 4. Adam, et all (2010) meneliti tentang blended learning untuk mengembangkan soft skills: menguji empat level kerangka kerja integrasi bekerja dan belajar untuk memaksimalkan praktek personal dan performa kerja. Format penelitian ini menggunakan gabungan antara pengintegrasian melalui kerja dan pembelajaran online. Penelitian ini menemukan bahwa 1) dengan adanya penggunaan variasi kontek belajar menjadikan siswa lebih kaya akan pengalaman belajar dan memudahkan dalam mengolah informasi karena disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Selain itu menjadikan siswa dapat memilih topik yang tersedia dan mengintegrasikan dalam pembelajaran dan pertanggung jawaban kerja. 2) dengan penilaian secara periodik menjadikan siswa bertanggung jawab secara personal pada kegiatan pembelajaran. 3) walaupun pembelajaran ini menggunakan variasi pengorganisasian belajar dan individu namun strategi pembelajaran ini telah efektif menghubungkan antara belajar dan bekerja. 4) dengan menerapkan evaluasi awal dan akhir memungkinkan peneliti dapat menilai tingkat kreasi dan pencapaian soft skills bagi siswa dan organisasi. Perbandingan hasil antara penilaian awal dan akhir merupakan balikan untuk siswa, refleksi siswa dan perbaikan kontek belajar. 15 5) adalah penting bahwa dibandingkan dengan sistem blok maka kreasi pengalaman belajar dalam penelitian menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dinyatakan motivasi dan hadiah merupakan faktor esensial untuk sukses. 6) bahwa perbaikan yang berkelanjutan penting diterapkan pada pola pelatihan, ini sebagai bentuk respon perubahan yang terjadi pada dunia kerja. Dengan dasar kajian diatas maka dapat dinyatakan pembelajaran soft skills dapat efektif manakala menggunakan variasi pengalaman belajar, menghubungkan pengalaman belajar dengan kerja, menjamian adanya kemandirian belajar, diikuti dengan proses refleksi. 5. Hamidah (2011) telah meneliti efektifitas pembelajaran soft skills terintegrasi pada siswa SMK Boga menunjukkan bahwa model pembelajaran terintegrasi yang berbasis pada perbaikan berkelanjutan telah efektif meningkatkan soft skills yang dilatihkan. Penelitian ini mensyaratkan peran guru yang secara efektif membantu meningkatkan penguasaan soft skills dan peka terhadap perubahan perilaku soft skills setiap siswa. Hasil akhir pembelajaran terintegrasi munculnya nilai-nilai moral pada diri siswa seperti peduli mutu, bekerja efektif dan efisien, Berbagai penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran soft skills terintegrasi memiliki peran strategis dalam membentuk karakter profesional. Oleh karenanya integrasi hard skills dan soft skills dalam penyiapan tenaga kerja harus dilakukan. Pembelajaran soft skills terintegrasi memungkinkan penguasaan soft skills terinternaslisasi tanpa dipaksakan, berlangsung dalam mekanisme yang memungkinkan penguasaan soft skills tercermin sebagai karakter pekerja yang profesional. Dengan dasar tersebut di atas maka pembentukan karakter pekerja profesional Boga memerlukan pembelajaran yang bernuansa soft skills. Pembelajaran soft skills yang dimaksud memungkinkan mahasiswa secara mandiri mampu mengembangkan karakter pekerja sejalan dengan situasi belajar yang dirancang dosen, ditumbuh kembangkan secara berkelanjutan dengan manajemen performen yang tepat. 16 C. Kerangka Berfikir Pembelajaran soft skills terintegrasi berbasis karakter masih menjadi persoalan di prodi D 3 dan pendidikan teknik Boga. Hal ini terkait dengan belum tersistemnya pembelajaran karakter terintegrasi. Keadaan ini menjadikan kinerja mahasiswa belum maksimal, bekerja tidak mengutamakan kualitas kerja, tidak efisien, kurang produktif dan terlihat belum berorientasi pada daya terima konsumen. Pembelajaran soft skills terintegrasi berbasis karakter (PSTBK) menjadi pilihan untuk meningkatkan karakter pekerja profesional boga. Pembelajaran ini menekankan pada penguasaan skills teknik bersamaan dengan soft skills. Secara kognitif atau sebagai know mahasiswa menguasai pekerjaan atau tugas meliputi apa, bagaimana, mengapa pekerjaan itu dilakukan. Selain itu menguasai keterampilan kerja sebagai do, tercermin pada penguasaan prosedur kerja, bekerja sesuai permintaan kerja atau taat Standar Operasional Prosedur (SOP). Sebagai ujung dari penguasaan ini mahasiswa menguasai Be artinya secara mandiri mahasiswa dapat bekerja secara cekatan, tertib, efesien, produktif, dan proaktif. Be terbentuk melalui proses mengkonstruk nilai-nilai yang melekat pada tugastugas dan bimbingan kerja yang diberikan secara berkelanjutan. Be akan menjadi karakter manakala pembelajaran dikelola dengan menekankan perilaku sebagai cerminan karakter. Melalui pembelajaran soft skills terintegrasi yang diimplementasikan melalui prosedur tindakan kelas akan mampu mendorong dan merubah perilaku mahasiswa: bekerja dengan menggunakan standar kerja, pentingnya akan bekerja yang terbaik, berusaha untuk mewujudkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dosen sejak awal sampai berakhirnya pembelajaran. Soft skills yang tercermin pada bidang kerja produtif dan manajerial yang ditanamkan sepanjang pembelajaran akan menguatkan karakter mereka. Karakter pekerja yang muncul adalah a) bekerja berbasis mutu (tidak asal jadi); b) Bekerja cepat; c) Tepat dan efisien; d) menghargai waktu; e) menjaga reputasi; f) budi pekerti luhur; g) berdisiplin; i) mandiri. 17 D. Hipotesis Tindakan Sehubungan dengan kerangka berfikir tersebut diatas hipotesis yang diajukan: melalui pembelajaran soft skills terintegarsi pada matakuliah MUB Patiseri maka penguasaan soft skills bidang produksi dan manajerial dan karakter pekerja ahli boga mahasiswa Pendidikan Teknik Boga akan meningkat. 18