01 LAYOUT A -OKT 2012) - HAL 1 sd 19.pmd

advertisement
Siapakah Role Model Kita
dalam Meniti Karir
Oleh Fahrur Rozi, S.Ag 1
Kedudukan seseorang dalam organisasi sangat penting dan menentukan.
Disamping sebagai aset utama dari organisasi, sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu penentu dari keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Bahkan
suatu keunggulan kompetitif akan mungkin sekali dapat dicapai melalui pengelolaan SDM yang baik.
Dalam organisasi negara, peranan
dan kedudukan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) sangat strategis. PNS merupakan
unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan. Kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan Aparatur Negara
dan kesempurnaan Aparatur Negara tergantung dari kesempurnaan PNS-nya
Dengan kedudukan yang penting
dan strategis tersebut, maka PNS perlu
dikelola, dan dibina sehingga mampu bekerja secara optimal. Salah satu bentuk
dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil adalah pembinaan karirnya
Dalam rangka pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil tidak dapat dipisahkan
dari promosi atau pengangkatan mereka
dalam satu jabatan. Disamping masalah
kenaikan pangkat dan diklat, masalah
promosi jabatan inilah yang paling sering
mendapat perhatian dan sorotan dari berbagai pihak.
Pada masa sekarang ini, kesempatan
organisasi untuk mengembangkan karir
PNSnya melalui jalur promosi dalam jabatan sangat terbatas. Hal ini disebabkan
adanya kecenderungan organisasi untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja melalui
upaya penyempitan struktur organisasi,
atau sering disebut “miskin struktur kaya
fungsi”. Oleh karena itu maka jalur yang
memungkinkan, yaitu dengan cara membuka banyak jabatan fungsional yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari
organisasi yang bersangkutan.
Karir PNS Sebagai Sunnatullah
Karir adalah sebuah kata dari bahasa
32
MPA 313 / Oktober 2012
Belanda; carriere adalah perkembangan
dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang.
Ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah
pekerjaan tertentu. Karir merupakan istilah yang didefinisikan oleh Kamus Besar
Bahasa Indonesia sebagai perkembangan
dan kemajuan baik pada kehidupan, pekerjaan atau jabatan seseorang. Biasanya
pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mendapatkan imbalan berupa
gaji maupun uang. (Wikipedia)
Jika makna karir sinonim dengan
kemajuan dan perkembangan, maka bagi
kebanyakan orang meningkatkan karir
adalah hal yang sangat manusiawi, dan
merupakan hukum alam (sunnatullah).
Siapa yang tidak ingin maju karirnya, kecuali orang itu sudah berada pada maqam
zuhud2 dalam pengertian klasik: uzlah
dan menjauhi dunia.
Sistim Karir dan Prestasi Kerja
Sistim karir adalah suatu sistim kepegawaian, dimana untuk pengangkatan
pertama didasarkan atas kecakapan yang
bersangkutan, sedang dalam pengembangannya lebih lanjut, masa kerja, kesetiaan,
pengabdian dan syarat-syarat obyektif
lainnya juga menentukan.
Sistim prestasi kerja adalah suatu
sistim kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki sesuatu
jabatan atau untuk naik pangkat didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang dicapai oleh pegawai yang diangkat. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan
lulus dalam ujian dinas dan prestasi dibuktikan secara nyata. Sistim prestasi
kerja tidak memberikan pengharapan terhadap masa kerja. (Penjelasan UU 8/74
Tentang Pokok-pokok Kepegawaian)
Karir adalah urutan pekerjaan yang
terpisah tapi kegiatannya saling berhubungan secara kontinyu, teratur, dan berarti
bagi kehidupan seseorang.
Untuk mengembangkan karir dibutuhkan interaksi antara perencanaan karir
individu dan proses manajemen karir institusional. Maka diperlukan perencanaan
yang matang.
Hal-hal teknis yang bisa ditempuh
seorang PNS untuk kemajuan karirnya:
Menyadari diri sendiri, peluang, kesempatan, kendala, pilihan dan konsekwensi;
Mengidentifikasikan tujuan yang berkaitan dengan karir; Menyusun Program kerja, pendidikan dan yang berhubungan dengan pengalaman yang bersifat pengembangan guna menyediakan arah, waktu
dan urutan langkah yang diambil untuk
meraih tujuan karir tertentu.
Lalu ada pertanyaan, bagaimana dengan seorang pegawai yang menurut penilaian umum dia berprestasi dan sudah senior tapi belum mendapat jabatan apapun
sebagaimana persyaratan obyektif dalam
hal promosi?
Promosi adalah proses pindahnya
seseorang dari suatu jabatan tertentu ke
jabatan lain secara vertikal keatas atau
ketingkat yang lebih tinggi dalam hierarki
jabatan dan umumnya naik satu tingkat/
derajat. Alasan-alasan kenapa promosi
diprogramkan, yaitu:
Menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi yang bersangkutan
dan menjadi daya dorong bagi pegawai
yang lain; Mengurangi angka permintaan
berhenti pegawai, karena pegawai mempunyai harapan posisitif di tempat kerja;
Dapat membangkitkan semangat kerja dalam rangka pencapaian tujuan organisasi;
Membangkitkan kemauan untuk maju
pada pegawai itu sendiri dan menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti Diklat
dalam pengembangan karir; Dapat menimbulkan kepuasan pribadi, kebanggaan
dan harapan perbaikan dalam penghasilan.
an
Rasulullah sebagai Model Anut-
Dalam banyak buku sejarah dituliskan bahwa keberhasilan Islam selain
ditentukan oleh ajaran tauhidnya yang
lugas dan logis juga sangat dipengaruhi
oleh keteladanan para pemimpinnya terutama Nabi Muhammmad saw.
Para da’i dan muballigh dalam ceramahnya sering menyitir Alquran surat
Al-ahzab ayat 21, yang artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah.”
Muhammad SAW adalah teladan
paling pertama dan utama. Sebab, apa saja
yang beliau ucapkan itulah yang beliau
kerjakan. Antara kata dan perbuatan seiring dan sejalan. Beliau tidak berjarak dengan lingkungannya. Berkedudukan tinggi
tidaklah membuatnya membangun kewibawaan dan keistimewaan. Kewibawaan
dan keistimewaannya justeru tumbuh
dari gaya kepemimpinannya yang adil,
toleran dan demokratis. (Djohan Effendi,
2004)
Seorang pendidik pernah mengatakan: “untuk menjadi ‘seseorang’ cukuplah
meniru tokoh-tokoh dunia, dan mengikuti
perkembangan dan sepak terjangnya selama hidupnya atau sekadar membaca biografi atau otobiografinya.
Dengan meniru mereka dari segi,
bagaimana cara menggali potensi dan
minat diri, bagaimana gaya berjalannya,
bagaimana saat berdiskusi, bagaimana
gaya bicara dan pilihan diksinya, bagaimana menghadapi sebuah problem dan cara
menyelesaikannya, bagaimana interaksinya dengan lingkungan sosial, hingga bagaimana dia menguap, mengunyah makanan atau menyeruput minuman, pendek
kata memperhatikan setiap gerak perilakunya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
Secara radikal bisa dituliskan: “kita
tidak memerlukan sekolah bila hanya
untuk menjadi orang yang pandai atau
orang yang berhasil, karena interaksi dengan alam sekitarnyalah yang menjadikan
pandai dan berhasil.’’
Dalam tataran praksis begini: Jika
kita ingin meniru Kanjeng Nabi Muhammad SAW tapi ada kendala zaman yang
berbeda dan jurang ruang dan waktu yang
terlalu panjang dengan kita, tirulah yang
agak dekat dengan kita para Kanjeng Sunan/wali-wali di negeri sendiri –mungkin
golongan ini pun masih ada kabut pekat
yang tebal karena minimnya referensi dan
biografi tentang mereka, belum lagi dibumbui dengan cerita-cerita karomah3
melebihi porsi yang malah mengaburkan.
Maka perhatikan guru kita masing-masing
di sekolah dasar hingga perguruan tinggi
atau sanak famili kita, manakah diantara
mereka yang ideal untuk ditiru.
Dan lebih sempit lagi –biar sesuai
dengan judul tulisan ini- dalam hal meniti
karir, ambillah teman-teman se-kantor sebagai role model atau model anutan dalam
bahasa agama disebut uswatun hasanah,
orang-orang yang kita pernah bergaul
langsung dengan mereka, kita pernah merasakan auranya, passionnya, dan atmosfernya saat bekerja bersama.
Boleh jadi saat ini, beliau yang kita
tiru menjadi role model tersebut sudah
pensiun (baik meninggal atau masuk
Batas Usia Pensiun).
Mari kita membayangkan saat masih bekerja bersama dia; bagaimana dia
bekerja, bagaimana dia bertindak, bagaimana dia berdiskusi, bagaimana dia melayani klien, bagaimana dia mengusulkan
ide-ide kepada atasan, jam berapa datang
ke kantor/apel pagi dan jam berapa dia
pulang kerja. Dan saat menduduki sebuah
jabatan bagaimana sikapnya kepada bawahan, bagaimana cara memerintah, bagaimana saat memimpin rapat, dan secara
keseluruhan bagaimana mengarahkan visimisi kantor yang dipimpin bisa tercapai,
dan di akhir masa jabatannya apakah berakhir dengan baik atau buruk?.
Kita bisa mencontoh lebih dari dua
atau tiga orang sekaligus kemudian mengkombinasikan dan meramunya menjadi
sebuah formula yang pas untuk karakter
kita. Pokoknya semuanya bisa kita petik
menjadi pelajaran, yang baik-baik kita
ambil dan yang jelek-jelek kita tinggalkan.
Faktor Internal Penghambat Karir
Ada tiga hal yang biasanya menghambat karir seseorang; 1. Tidak memiliki
target yang jelas, memiliki bidikan karir
yang tidak focus dan tidak bersemangat.
membidik karir yang spesifik, meliputi
jenjang karir yang hendak dicapai, Berapa
lama ingin mencapainya, apa saja potensi
penghambat untuk mencapainya, Strategi
apa untuk mengantisipasi dan mengatasinya.
2. Tidak Memiliki Model Anutan
(Role Model). Mereka yang berhasil bersaing untuk menempati kompetensi dalam fast track career adalah mereka yang
memiliki Role Model untuk sukses. Baik
secara sengaja atau tidak sengaja, sadar
atau tidak sadar, mereka memiliki model
yang dijadikan anutan (contoh yang baik)
untuk bisa memiliki karir yang bagus.
3. Tidak Mencintai Pekerjaan. Tidak memiliki kecintaan terhadap pekerjaan, profesi atau job desk akan melahirkan kemandulan kreatifitas, kerja jenuh,
dan bekerja dengan prinsip yang penting
rutin.
Penutup
Untuk menghindari bias pemahaman yang dapat merusak nilai-nilai spiritualitas saat bekerja. Sepatutnya kita memaknai karir sebatas bekerja dalam rangka
kewajiban untuk menafkahi keluarga.
Karena yang demikian bernilai ibadah dan
tidak membuat kecewa tatkala hingga batas usia pensiun hanya sebagai staf dan
tidak menduduki sebuah jabatan apapun.
Toh sebaik-baik orang adalah yang
paling bermanfaat bagi sesama dan semulia-mulia manusia di mata Tuhan ialah
yang paling takwa.
Dan sekali lagi orang yang kita jadikan anutan tidak harus yang pernah
menduduki sebuah jabatan, staf biasapun
boleh.
Akhirnya untuk menutup tulisan ini
kiranya cukup saya mengutip dari seri
manajemen sumber daya manusia: “Jika
kita terbiasa hidup dengan tantangan yang
kecil, biasanya upaya yang kita lakukan
untuk menyelesaikannya hanya membutuhkan pemikiran serta usaha yang relatif
kecil dan sekedarnya. Maka jangan salahkan siapa-siapa jika kita hanya menjadi
orang kecil.
Sebaliknya, jika kita terbiasa hidup
dengan tantangan besar, kita perlu menghadapinya dengan pemikiran dan usaha
besar pula. Sebagai konsekuensinya, anda
tidak perlu merasa berhutang pada siapapun atas kesuksesan anda, bahkan lebih
dari itu anda dapat membagi sukacita kepada orang banyak.” Wallahu a’lam.
1
Penulis adalah Koordinator Urusan Kepegawaian Kantor Kemenag Kab.
Bojonegoro dan sementara masih tercatat
sebagai Reporter MPA
2
Zuhud ialah menjauhi hal duniawi.
Pandangan tentang zuhud atau asketisme
“klasik” yang pasif dan “antidunia” itu dapat dibandingkan dengan pandangan zuhud
atau asketisme “modern” seperti dikemukakan dalam sebuah risalah kecil berjudul
Al-Rûhânîyât Al-Ijtimâ‘îyah (Spiritualisme
Sosial) terbitan Al-Markaz Al-Islami (Islamic Center), Jenewa (Swiss) pimpinan Dr.
Sa‘id Ramadlan. Sebagai pegangan bagi para
pejuang dakwah Islam, buku kecil ini memberi petunjuk yang cukup jelas tentang apa
saja yang menjadi pertanda jalan (ma‘âlim
al-tharîq) spiritualisme sosial, yang secara
amat ringkas isinya adalah: (1) membaca
dan merenungkan makna kitab suci Al-Qur’an; (2) membaca dan mempelajari makna
kehadiran Nabi Saw. melalui Sunnah dan
Sirah (biografi) beliau; (3) memelihara hubungan dengan orang-orang saleh seperti
para ‘ulamâ’ dan tokoh Islam yang zuhud;
(4) menjaga diri dari sikap dan tingkah laku
tercela; (5) mempelajari hal-hal tentang
ruh dan metafisika dalam Al-Quran dan AlSunnah, dengan sikap penuh percaya; (6)
melakukan ibadat-ibadat wajib dan sunnah,
seperti sembahyang lima waktu dan
tahajud. (Ensiklopedi Nurcholish Madjid 4
Ed. pdf, hal. 3664)
3
Karamah: Kemampuan supra-alami
seseorang yang dikasihi Tuhan, (diindonesiakan menjadi ‘keramat’ namun dengan
konotasi yang sedikit berbeda) sebagai penghormatan atau pemuliaan oleh Allah kepada yang bersangkutan. Berbeda dengan
mukjizat, karamah tidak dirancang untuk
menentang orang lain, melainkan sebagai
pertanda kecintaan Allah kepada seorang
wali-Nya.(Masyarakat Religius, NM, 2004,
hal. 173)
MPA 313 / Oktober 2012
33
Download