1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyiaran televisi saat ini menjadi media massa sumber informasi dan
hiburan yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Penonton televisi
Indonesia berasal dari berbagai macam suku bangsa, termasuk juga warga negara
asing yang memiliki latar belakang budaya yang sangat berbeda dengan
masyarakat Indonesia. Perbedaan budaya seringkali dianggap sebagai penghambat
dalam melakukan proses komunikasi, termasuk penghambat dalam praktik
menonton televisi. Bahasa verbal, kode non-verbal, kebiasaan, dan adat istiadat
yang berbeda dapat membuat penonton asing mengalami kesulitan dalam memilih
siaran televisi dan lebih jauh lagi memahami pesan yang mereka terima dari siaran
televisi tersebut. Penelitian ini akan menjawab bagaimana praktik menonton
siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam di Indonesia.
Media massa saat ini telah menjadi salah satu bagian dari kehidupan
masyarakat Indonesia. Mengonsumsi media massa kini menjadi salah satu
kegiatan yang dilakukan untuk menghabiskan waktu luang, sebagai pelarian dari
rutinitas belajar dan bekerja. Menonton televisi merupakan kegiatan yang paling
banyak dilakukan masyarakat Indonesia dalam waktu luangnya. Menurut riset
Broadcasting Board of Governors (BBG) pada 2012, 94,1% masyarakat Indonesia
memiliki dan menonton televisi. Siaran televisi mampu menghadirkan informasi
yang berguna bagi kehidupan masyarakat dan dapat menyediakan hiburan untuk
dapat ditonton ketika pikiran sedang penat. Siaran televisi saat ini mencoba
memberikan alternatif menonton televisi dengan berbagai pesan dan tujuan yang
tersembunyi di balik gambar dan suara yang ditayangkannya.
Siaran televisi Indonesia dikuasai oleh siaran televisi free-to-air. Siarannya
terbagi menjadi dua klaster, yakni publik dan swasta. Televisi publik di Indonesia
adalah TVRI. TVRI merupakan stasiun televisi pelopor di dunia pertelevisian
Indonesia. Siaran TVRI berkonsentrasi kepada informasi dan edukasi kepada
publik. Berbeda dengan televisi swasta yang cenderung menyiarkan program yang
1
berisikan hiburan. Saat ini terdapat sebelas stasiun televisi swasta yang mengudara
di Indonesia, yaitu RCTI, SCTV, ANTV, MNCTV, Indosiar, GlobalTV,
MetroTV, TransTV, Trans7, TVOne, dan Kompas TV. Stasiun-stasiun televisi
swasta tersebut menyediakan konten berita dan non-berita kepada publik dengan
sasaran pasar yang berbeda pula.
Metro TV dan TVOne yang mengkhususkan siarannya kepada siaran berita
mampu menyediakan konten yang up-to-date mengenai kondisi terkini Republik
Indonesia dan dunia kepada masyarakat, baik dari segi politik, ekonomi,
kesehatan, hingga olahraga. Konten berita juga disiarkan oleh stasiun televisi lain,
namun porsinya tidak sebanyak Metro TV dan TVOne. Stasiun televisi swasta
lain lebih terfokus kepada siaran non-berita, khususnya sinetron, acara musik,
infotainment, dan komedi. Keempat jenis program siaran ini merupakan programprogram yang mampu menarik minat masyarakat Indonesia untuk menonton
siaran televisi yang mereka sajikan. Masyarakat Indonesia menonton televisi di
waktu luang mereka, ketika tidak sedang belajar, bekerja, bepergian, atau
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Konten yang disajikan oleh televisi publik dan swasta, baik konten berita
maupun non-berita, tentu bernafaskan kebudayaan dan kondisi Indonesia, yang
juga merupakan latar belakangkebudayaan produser siaran televisi dan penonton
yang menjadi sasaran utama. Setiap siaran televisi yang diproduksi oleh berbagai
stasiun televisi ini tentu saja memiliki pesan yang berbeda-beda yang telah
ditetapkan oleh produsernya. Berbagai siaran televisi tersebut disiarkan ke seluruh
penjuru Indonesia dan disaksikan oleh berbagai macam suku bangsa di Indonesia,
termasuk warga negara asing yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Vietnam yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia. Saat ini terdapat lima
belas mahasiswa Vietnam yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia.
Mereka tersebar di Yogyakarta, Bandung, Malang, dan Semarang. Studi yang
mereka tempuh pun berbagai macam dan tersebar di Fakultas-fakultas Teknik,
Ilmu Budaya, Farmasi, serta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Beberapa dari mereka
menonton televisi di kos dan rumah kontrakan mereka, termasuk pula di ruang
publik dan dilakukan di waktu-waktu tertentu.
2
Para mahasiswa ini tentu saja memiliki latar belakang budaya yang berbeda
dengan masyarakat Indonesia. Mulai dari perbedaan bahasa, tentu saja Vietnam
dan Indonesia memiliki bahasa yang sangat berbeda. Kebudayaan Vietnam sangat
tradisional dan dekat dengan alam. Sebagian besar kebudayaan Vietnam
terpengaruh kebudayaan Cina dan bersifat ketimuran, berbeda dengan Indonesia
yang mereka anggap lebih kebarat-baratan. Dalam berkomunikasi dengan orang
lain pun, masyarakat Vietnam memiliki lebih banyak aturan daripada masyarakat
Indonesia.Perbedaan juga terletak pada kebiasaan sehari-hari.Masyarakat Vietnam
memiliki kebiasaan untuk makan malam bersama dengan seluruh anggota
keluarga dan menonton televisi setelah makan malam, terutama menonton siaran
berita.Menonton televisi memang biasa dilakukan oleh masyarakat Vietnam pada
malam hari setelah mereka beraktifitas dari pagi hingga sore hari. Pada saat
menonton televisi itu, umumnya masyarakat Vietnam terfokus pada acara yang
sedang disiarkan walaupun terkadang juga mendiskusikannya dengan anggota
keluarga yang lain.
Siaran televisi Vietnam sangat dikuasai oleh pemerintah komunis, sehingga
isi siarannya pun tidak jauh dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sedang
diberlakukan di negara tersebut. Siaran televisi di Vietnam pun dapat dikatakan
kurang maju apabila dibandingkan dengan siaran televisi Indonesia.Secara teknis,
apabila kita melihat siaran televisi Vietnam melalu siaran streaming di situs
tvtructuyen.net, dapat diketahui bahwa kualitas gambar siaran televisi sangat jauh
di belakang Indonesia.Demikian pula apabila dilihat dari kualitas acara. Menurut
Mag Mediahub, saat ini Vietnam masih sangat kekurangan bahan untuk
menghasilkan acara yang bermutu, terutama bagi para pemudanya, maka dari itu,
stasiun televisi Vietnam banyak menayangkan siaran televisi yang dibeli dari
televisi luar negeri.
Komunikasi antarbudaya pun terjadi ketika mahasiswa Vietnam ini
menonton televisi. Pesan yang diproduksi dan disampaikan oleh produser melalui
siaran televisi merupakan pesan yang mencerminkan budaya Indonesia, mulai dari
bahasa, cara berinteraksi, hingga adat istiadat yang terkandung dalam pesan siaran
televisi tersebut. Pesan ini kemudian diterima oleh mahasiswa Vietnam yang
3
berkedudukan sebagai penonton dengan budaya yang berbeda dengan budaya
yang terdapat di dalam pesan. Seperti halnya dengan proses komunikasi
antarbudaya yang lain, berbagai perbedaan yang ada antara mahasiswa Vietnam
dan masyarakat Indonesia akan memunculkan perbedaan pada praktik menonton
mereka atas pesan yang disampaikan dalam siaran televisi Indonesia. Selain itu,
jika berbicara mengenai praktik menonton, akan ada perilaku menonton dan
resepsi pesan yang dilakukan.Berbagai perbedaan akan muncul pada tujuan
menonton, waktu mereka menonton televisi, program acara yang ditonton dan
yang menjadi favorit, respon mereka terhadap program, termasuk juga penilaian
mereka terhadap siaran televisi Indonesia.
Perbedaan latar belakang budaya di antara Vietnam dan Indonesia dianggap
akan memunculkan perbedaan dalam praktik menonton dalam siaran televisi
Indonesia oleh mahasiswa Vietnam. Hal tersebut membuat penelitian ini menarik
untuk dikaji. Terlebih lagi, masih belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti
mengenai praktik menonton penonton asing atas siaran televisi Indonesia.
Penelitian ini akan menjawab bagaimana praktik menonton siaran televisi
Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana praktik menonton siaran televisi Indonesia oleh
mahasiswa Vietnam?
1. Bagaimana perilaku menonton siaran televisi Indonesia oleh
mahasiswa Vietnam?
2. Bagaimana resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa
Vietnam?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui praktik menonton siaran televisi oleh mahasiswa
Vietnam.
4
2.
Mengetahui perilaku menonton siaran televisi Indonesia oleh
mahasiswa Vietnam
3.
Mengetahui resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh
mahasiswa Vietnam.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1.
Penelitian ini dapat menjadi referensi lebih lanjut mengenai
praktik menonton oleh penonton.
2.
Penelitian ini dapat menjawab bagaimana perilaku menonton dan
resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.
1.5. Kerangka Pemikiran
1.5.1. PeranSiaran Televisi untukPenonton
Televisi di Indonesia masih menempati posisi puncak sebagai media
yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat.Televisi memiliki informasi
dan hiburan yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Peran penyiaran televisi
yang penting bagi kehidupan masyarakat adalah sebagai media untuk
menyalurkan informasi, edukasi, dan hiburan untuk khalayak ramai. Nilai
penting yang kedua adalah rasa keintiman dan keterlibatan antara penonton
dengan presenter atau aktor yang berperan dalam siaran televisi yang
ditonton.
Sebagai media massa yang berperan untuk menyediakan informasi dan
hiburan, penyiaran televisi memiliki peran public service (Bignell, 2004).
Peran tersebut bertujuan untuk:
1. Menyediakan program yang edukatif dan menambah pengetahuan,
2. Menawarkan jenis program yang berbeda dalam tingkatan akses
yang berbeda pula, dan
3. Mengikat penonton dalam kejadian yang signifikan dan isu-isu
yang sedang terjadi.
5
Selain peran public service ini, penyiaran televisi juga memiliki bentuk
yang lain, yakni penyiaran komersial. Bentuk penyiaran komersial berbeda
180 derajat dengan penyiaran publik. Penyiaran komersial menitikberatkan
tujuannya
pada
tujuan
komersial.
Mekanisme
penyiaran
komersial
bergantung kepada pasar. Program yang memperoleh banyak penonton akan
memperoleh banyak keuntungan dan dapat berkembang dengan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa kuantitas penontonlah yang berperan, bukan kualitas
program yang baik.
Penyiaran komersial membuat siaran televisi saat ini dipenuhi oleh
program televisi yang mengedepankan keinginan penontonnya. Berbagai
kebutuhan penonton sangat menentukan suksesnya penyiaran komersial.
Kebutuhan-kebutuhan ini juga mendorong penonton untuk menyalakan
televisi dan menonton siaran televisi. Kebutuhan tersebut, sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Burton (2011), yaitu:
a. Kebutuhan akan informasi, yakni untuk memelihara dan
memperkuat gambaran mengenai dunia geografis dan sosial.
Kebutuhan ini biasanya dapat dipenuhi oleh siaran berita.
b. Kebutuhan akan identitas, yakni untuk memanfaatkan televisi,
khususnya peran-peran tokoh dan peran-peran yang dimainkan
guna mengecek pemahaman penonton akan diri dan perilaku
sosial. Kebutuhan ini dapat diperoleh melalui tokoh-tokoh fiksi di
televisi.
c. Kebutuhan
akan
interaksi
sosial,
yaitu
untuk
menyerap
pengalaman melalui interaksi dari hubungan. Kebutuhan ini akan
terpenuhi ketika menonton sinetron.
d. Kebutuhan akan pengalihan perhatian, yaitu menggunakan televisi
sebagai hiburan seperti sebentuk permainan.
Televisi
menjadi
media
massa
yang
mendominasi
kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan populasi Indonesia yang mencapai 235 juta
orang, 180-190 juta orang menonton televisi. Dari riset yang dilakukan oleh
Broadcasting Board of Governors (BBG) pada 2012 kepada 3000 masyarakat
6
Indonesia di atas 15 tahun mengenai penggunaan media di Indonesia, televisi
masih menempati posisi puncak penggunaan media. Hampir seluruh
masyarakat Indonesia, yakni 94,1%, memiliki televisi di rumah mereka.
Terdapat perbedaan yang siginifikan antara masyarakat perkotaan dan
pedesaan dalam tujuannya menonton televisi.Masyarakat perkotaan menonton
televisi untuk memperoleh informasi. Menurut survei opini publik yang
dlakukan oleh International Foundation for Election System (IFES) pada
2005, 56% masyarakat Indonesia menonton televisi untuk mengakses berita
terkini yang disiarkan oleh stasiun televisi. Masyarakat Indonesia ternyata
sangat tertarik dengan isu-isu keagamaan. Menurut riset BBG, 96,1%
masyarakat Indonesia tertarik dengan isu keagamaan. Hampir sembilan dari
sepuluh menyukai isu kesehatan dan pendidikan. Yang mengejutkan adalah
hanya 42,9% masyarakat Indonesia yang mengakses berita politik.
Berbeda dengan masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih suka
mengakses televisi untuk hiburan.Masyarakat pedesaan lebih suka menonton
sinetron dibanding masyarakat perkotaan, 28% berbanding 21% menurut
survei IFES. Berbagai hiburan lain, seperti film dan musik juga banyak
dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan yakni 9% berbanding 7%.
Umur dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap pemanfaatan
televisi.Menurut survei IFES, responden dengan umur 45-54 tahun lebih suka
menonton siaran berita (53%) ketimbang kelompok umur lain. Sebaliknya,
kelompok umur di bawah 25 tahun merupakan kelompok umur dengan
prosentase menonton berita paling kecil (33%).Kelompok ini lebih suka
memanfaatkan televisi untuk hiburan, yaitu sinetron (32%).
Laki-laki di Indonesia, menurut BBG, tertarik dengan isu-isu sains,
teknologi, bisnis dan ekonomi, serta politik. Sementara itu, perempuan lebih
menyukai isu-isu kesehatan.Menurut data IFES, laki-laki Indonesia lebih suka
menonton siaran berita (66%) dan perempuan lebih suka menonton televisi
untuk memperoleh hiburan, seperti sinetron (42%). Hal tersebut didukung
oleh riset Nielsen pada 2012, yakni perempuan Indonesia paling banyak
7
menonton televisi pada prime time yakni pada jam 19.00-23.59 di mana pada
jam-jam tersebut, televisi didominasi oleh siaran hiburan, seperti sinetron.
Dari berbagai penelitian tersebut maka dapat dilihat jika masyarakat
Indonesia memang masih bergantung pada televisi untuk mendapatkan
informasi dan hiburan. Laki-laki dengan usia produktif lebih menyukai siaran
televisi yang mengandung informasi dan pengetahuan yang berguna bagi
kehidupan dan pekerjaan mereka, sedangkan masyarakat dengan umur belum
produktif lebih suka untuk menonton siaran televisi yang bertemakan hiburan.
Begitu pula dengan perempuan, kelompok ini lebih menyukai untuk
menonton hiburan, terutama sinetron, mungkin karena mirip dengan cerita
dalam kehidupan sehari-hari.
Menonton televisi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia untuk mengisi waktu luangnya.Leisure time atau waktu
luang dalam bahasa Indonesia, menurut para pakar seperti yang dikutip dalam
World Youth report 2003, adalah waktu ketika orang muda tidak sedang
berada di sekolah atau bekerja.Pemuda Indonesia menghabiskan waktu
luangnya untuk menonton televisi, apabila dibandingkan dengan banyak
negara lain. Menurut riset Euromonitor tahun 2011 kepada pemuda di negara
dengan pertumbuhan pasar pemuda tercepat, Indonesia menempati peringkat
pertama dalam hal menonton televisi. Jumlah ini berada di atas Brazil,
Amerika Serikat, Filipina, dan Inggris. Begitu pula dengan riset yang
dilakukan Goethe-Institut, menyebutkan bahwa pemuda Indonesia lebih suka
menonton televisi apabila dibandingkan dengan kegiatan di waktu luang yang
lain, seperti mendengarkan musik, berinternet, dan membaca buku. Riset
tersebut juga menyebutkan bahwa lulusan universitas juga suka menonton
televisi, namun prosentasenya lebih kecil daripada pemuda dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah.
1.5.2. Praktik Menonton Televisi
Menonton televisi kini telah menjadi kegiatan yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Setiap lapisan masyarakat, mulai dari
8
anak-anak hingga orang tua, masyarakat perkotaaan dan pedesaan telah
memanfaatkan televisi sebagi salah satu sarana untuk mendapatkan informasi
dan hiburan yang mereka butuhkan. Kehadiran televisi dalam masyarakat
memunculkan satu istilah baru dalam dunia komunikasi, yakni praktik
menonton. Praktik menonton adalah kegiatan menonton siaran televisi dengan
segala dinamika penggunaan televisi oleh penonton, seperti siaran televisi
yang dipilih untuk ditonton, kegiatan lain yang dilakukan ketika menonton,
hingga resepsi pesan siaran televisi yang ditonton.
Menonton televisi saat ini telah menjadi salah satu rutinitas yang
dilakukan sebagian besar manusia di dunia. Praktik menonton, pada awal
kemunculannya, dinyatakan sebagai kegiatan satu arah yang akan
memunculkan pengertian yang sama dari setiap orang yang melakukannya.
Namun saat ini, seiring dengan perkembangan riset dan ilmu pengetahuan di
bidang komunikasi, praktik menonton telah diartikan sebagai salah satu
kegiatan yang kompleks.
Praktik menonton sudah bukan merupakan aktifitas yang langka dan
mewah seperti pada masa awal ditemukannya. Sebagian besar rumah tangga
sudah memiliki televisi dan siaran televisi telah menjadi salah satu pilar
dalam relasi seseorang. Menonton televisi memang telah mempengaruhi
kehidupan sosial dari orang-orang yang melakukannya.Menonton televisi
merupakan praktik hidup sehari-hari, termasuk dalam budaya hidup seharihari. Menonton televisi sudah menjadi rutinitas yang dilakukan ketika sedang
tidak berada dalam lingkungan sekolah atau pekerjaan. Program televisi
disiarkan dari pagi hingga pagi lagi, membuat masyarakat tidak akan
kehabisan program televisi untuk ditonton. Setiap ada waktu luang,
masyarakat dapat menonton televisi dan menjadikan siaran televisi sebagai
bumbu kehidupan.
Menurut Morley (1992), menonton televisi tidak dapat diasumsikan
sebagai aktifitas satu dimensi atas makna yang setara atau signifikansi
sepanjang waktu dari semua yang melakukannya. Setiap orang yang
menonton televisi tentu memiliki perbedaan-perbedaan tertentu, baik dari
9
program yang ditonton, tujuan, dan perhatian terhadap program. Menurut
Morley, setiap orang, dapat pula dalam satu kelompok, memiliki pilihan yang
berbeda dalam menentukan apa yang ditontonnya. Perhatian dalam menonton
suatu acara televisi pun dapat berbeda pada orang yang satu dengan orang
yang lain.
Praktik menonton televisi tidak hanya merupakan kegiatan duduk
diam melihat layar kaca dan menikmati apa yang disediakan produser
program televisi. Sebelum menonton suatu program televisi, penonton pasti
akan memilih program televisi apa yang menurutnya menarik dan berguna
bagi kehidupannya sehari-hari. Dalam memilih siaran televisi yang akan
ditonton, penonton akan mengaitkannya dengan pengalaman dan lingkungan
mereka. Dalam menonton televisi, penonton melihat televisi sebagai deretan
program, iklan, cuplikan, dan tentu saja penonton akan mengganti saluran,
terkadang menonton setengah dari program, dan tingkatan perhatian mereka
pun beragam dari waktu ke waktu.
Tidak semua orang yang menonton televisi akan selalu menaruh
perhatiannya pada apa yang ada di layar kaca. Seperti yang dikemukakan
Bausinger (1984) dalam Morley, dengan menekan tombol power, belum
berarti seseorang memang ingin menonton apa yang ada di layar kaca, namun
dapat pula bermakna „aku tidak ingin melihat dan mendengar apapun‟. Ada
pula penonton yang menonton televisi dengan benar-benar menaruh
perhatiannya pada acara yang ditayangkan, namun tidak sedikit pula yang
menonton televisi sambil makan, mengobrol, atau bahkan memasak.
Banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan ketika menonton televisi.
Masyarakat Indonesia kerap menonton televisi sambil menggunakan internet.
Riset Nielsen pada 2011 mengungkapkan bahwa 45% rakyat Indonesia
menonton televisi dan menggunakan internet pada waktu bersamaan.
Riset mengenai praktik menonton televisi pernah dilakukan oleh
Morley (1992). Riset tersebut meneliti praktik menonton pada 18 keluarga
kulit putih yang berdomisili di London Selatan. Penelitian ini ingin
mengungkap bagaimana dinamika penggunaan televisi oleh keluarga,
10
keputusan menonton dibentuk, gaya menonton, diskusi atas materi program,
perbedaan komitmen dan respon dari program yang berbeda, dan relasi antara
praktik menonton dan dimensi kehidupan keluarga yang lain.
Dari riset tersebut Morley menemukan bahwa gender membawa
pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan dan keputusan menonton. Lakilaki, dalam penelitian Morley adalah ayah, selalu menempatkan acara
pilihannya untuk ditonton bersama keluarga. Aktifitas di samping menonton
televisi pun berbeda, laki-laki cenderung menonton televisi tanpa mengurangi
perhatian, dalam kesunyian, dan tidak ingin melewatkan apapun. Berbeda
dengan wanita yang menganggap praktik menonton sebagai kegiatan sosial,
sambil mengobrol, bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga.
Riset Morley juga mengungkapkan apabila laki-laki tidak terlalu
banyak membicarakan televisi dengan orang lain, kecuali membicarakan
olahraga dan hal-hal yang bersifat maskulin. Hal yang sebaliknya berlaku
untuk penonton wanita. Mereka suka membahas acara televisi dengan orang
lain. Wanita cenderung suka untuk membicarakan program acara apapun
yang mereka tonton, membicarakan tokoh dalam acara, bahkan apa mereka
pikir akan terjadi dalam acara itu.
1.5.3. Resepsi Pesan Siaran Televisi oleh Penonton
Dalam membahas komunikasi, tentu saja akan membahas komunikator,
pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam pembahasan ini akan
memfokuskan pada pemaknaan pesan oleh komunikan atas pesan yang
disampaikan oleh komunikator. Komunikan, atau dalam hal ini akan disebut
penonton, akan menerima pesan dari komunikator, yakni perusahaan media
dengan channel televisi. Dalam menerima pesan tersebut, penonton juga akan
membangun makna dari pesan tersebut sesuai dengan persepsinya sendiri.
Proses membangun makna ini juga disebut proses decoding.
Hall membicarakan masalah decoding dan dikutip oleh McQuail (1997:
101), penonton memaknai arti yang disampaikan oleh sumber berdasarkan
perspektif dan harapan mereka sendiri, walaupun terkadang juga berdasarkan
11
pengalaman yang telah terbagi.Seperti halnya yang disampaikan Jensen
(1991) dalam McQuail (1997: 101), teori tentang penonton yang baru
menawarkan bahwa tidak hanya signifikansi dari pengalaman media namun
juga makna dari konten media sangat bergantung pada persepsi, pengalaman,
dan lokasi sosial penonton. Senada dengan Jensen, Hall (1980) dalam Baran
dan Davis (2009) juga mengatakan bahwa penonton memaknai makna dari
produser konten berdasarkan perspektif dan keinginan mereka, walaupun
terkadang juga berdasarkan pada bingkai pengalaman yang sama.
Hall (1980) dalam Baran dan Davis (2009) kemudian mengembangkan
konsep decoding ini menjadi analisis resepsi yang salah satu fokusnya adalah
bagaimana berbagai tipe penonton memberi makna terhadap suatu konten
tertentu. Berbagai pengalaman, perspektif, dan kehidupan sosial yang berbeda
antara satu kelompok penonton dengan kelompok penonton yang lain
membuat pemaknaan atas suatu konten siaran televisi menjadi berbeda-beda.
Hal tersebut mendorong Hall untuk mengemukakan bahwa teks media
bersifat polisemi. Teks media pada dasarnya bersifat ambigu dan dapat
diinterpretasi dengan berbagai cara. Walaupun begitu, produser dari konten
media tetap menawarkan suatu makna, yakni makna dominan atau preferred
reading ketika mereka memproduksi pesan.
Adanya makna dominan ini tidak menutup kemungkinan dan
kesempatan bagi penonton untuk dapat membentuk makna baru yang sesuai
dengan keinginan dan motivasinya dalam menonton televisi.Tidak semua
penonton akan setuju dengan makna yang ditawarkan oleh produser, sebagian
mungkin akan tidak setuju atau salah dalam menginterpretasikan makna yang
ditawarkan tersebut, sehingga penonton akan memunculkan makna alternatif
atau negotiated meaning yang berbeda dengan preferred reading. Sebagian
penonton yang lain sangat mungkin akan tidak setuju sama sekali dengan
makna yang ditawarkan produser. Penonton yang seperti ini akan memaknai
pesan secara bertolak belakang. Makna ini disebut Hall dengan oppositional
decoding. Hal ini hampir sama dengan yang dirumuskan oleh Martin-Barbero
(1993),dalam Baran dan Davis (2009), yakni walaupun saat ini masyarakat
12
dapat terpengaruh oleh dominasi teknologi komunikasi, masyarakat tetap
dapat menolak, mendaur ulang, dan mendesain kembali teknologi tersebut,
dan masyarakat memiliki kemampuan dalam decoding dan menerima psan
dan tidak harus tertipu oleh pesan yang diterimanya itu.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hall, David Morley (1980)
mengaplikasikannya dengan melakukan riset mengenai analisis resepsi
(Morley, 1992).Morley melakukan focus group discussion dengan 29
kelompok sosial yang menonton salah satu episode dari Nationwide. Dari
riset ini, Morley kemudian mengelompokkan penonton menjadi tiga kategori,
yaitu dominan, ternegosiasi, dan oposisi. Dari riset ini pula Morley dapat
menentukan bahwa analisis resepsi termasuk dalam metode penelitian
kualitatif dan biasanya dilakukan dengan metode focus group discussion.
Alasuutari (1999),seorang sosiologis, dalam Baran dan Davis (2009),
kemudian berargumen bahwa riset mengenai resepsi penonton telah
memasuki tahap ketiga.Menurutnya, tahap pertama adalah pendekatan
encoding-decoding yang dikemukakan oleh Hall.Tahap kedua didominasi
oleh riset etnografi Morley mengenai resepsi penonton.Tahap ketiga adalah
kembalinya studi resepsi kepada masalah maksroskopis yang memotivasi
teoris kritis.Hal tersebut merepresentasikan usaha dalam mengintegrasikan
teori kritis dengan analisis resepsi untuk membangun agenda riset yang
menantang.
Menurut Baran dan Davis (2009), teori resepsi penonton memiliki
kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.
a. Kelebihan
1) Fokus perhatian kepada individu dalam proses komunikasi
massa.
2) Menghargai intelektualitas dan kemampuan dari konsumen
media.
3) Mengetahui luasnya makna pesan dalam teks media.
4) Mencari pemahaman mendalam mengenai bagaimana
penonton menginterpretasi konten media.
13
5) Dapat menyuguhkan analisis yang mencerahkan mengenai
bagaimana media digunakan dalam kehidupan sosial seharihari.
b. Kelemahan
1) Biasanya berdasar pada interpretasi subjektif peneliti.
2) Tidak dapat menunjukkan ada atau tidak adanya efek dari
media.
3) Menggunakan
metode
kualitatif
yang
menghidari
penjelasan kausal.
4) Terlalu berorientasi pada level mikro.
1.5.4. Teori Uses and Gratification
Teori Uses and Gratification berfokus pada konsumen atau penonton
suatu pesan komunikasi. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan
(uses) isi media untuk pemenuhan kebutuhan (gratification) atas kebutuhan
seseorang (Rohim, 2009: 188).
Menurut McQuail (1997: 71), pendekatan uses and gratification
berdasar pada beberapa hal, yaitu:
1. Pilihan media dan kontennya secara umum bersifat rasional dan
menuju kepada tujuan kepuasan yang spesifik (penonton aktif
dan formasi penonton dapat dijelaskan secara logis).
2. Anggota penonton sadar terhadap adanya kebutuhan yang
berhubungan dengan media yang muncul pada situasi individu
dan sosial dan mampu menyuarakan motivasi tersebut.
3. Pembicaraan luas, kebutuhan personal merupakan penentu
formasi penonton yang lebih spesifik daripada faktor estetika
dan kebudayaan.
4. Semua atau sebagian besar faktor relevan formasi penonton
(motif, kepuasan, pilihan media, latar belakang) dapat diukur
secara prinsipil.
14
Dengan hal tersebut, pendekatan uses and gratification mengungkapkan
bahwa penonton, dalam hal penelitian ini penonton televisi, merupakan
penonton yang aktif, sadar, dan mampu mengendalikan keinginannya dalam
mengonsumsi media untuk memperoleh kepuasan yang diharapkannya.
Pendekatan ini tidak lagi menempatkan penonton pada posisi pasif yang
menerima konten media apa adanya seperti yang dikemukakan pada teori
jarum suntik.
Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) dalam McQuail (1997),
mengemukakan bahwa terdapat lima elemen atau asumsi dasar dari teori uses
and gratification, yaitu:
1. Penonton bersifat aktif dan penggunaan media berorientasi pada
tujuan.
2. Adanya hubungan antara kebutuhan dan kegunaan media
dengan pilihan media tertentu bergantung pada penonton itu
sendiri.
3. Media berkompetisi dengan sumber pemuas kebutuhan yang
lain.
4. Masyarakat cukup sadar akan penggunaan media, ketertarikan,
dan motif mereka sendiri untuk menyediakan gambaran yang
jelas atas penggunaan itu kepada peneliti.
5. Penilaian mengenai norma terhadap hubungan penonton dengan
suatu konten harus ditangguhkan.
Baran dan Davis (2009) mengungkapkan bahwa penelitian saat ini
memfokuskan pada aktifitas penonton, di mana masyarakat secara aktif
menyusun makna atas konten dan membangun makna baru yang sesuai
dengan tujuan mereka dengan lebih baik daripada makna yang dibentuk oleh
produser atau distributor konten media tersebut.
15
1.6. Model Penelitian
Penonton berlatar belakang
budaya berbeda
Siaran Televisi Indonesia
Berita dan non-berita
Praktik Menonton
 Perilaku menonton siaran
• Resepsi
siaran
televisi
televisi Indonesia:
oleh mahasiswa Vietnam
o Program yang disukai
o Proses decoding
o Tujuan menonton
o Penilaian atas program
o Atensi
o Makna yang diterima
terhadap
program yang ditonton
 Kegiatan lain yang
dilakukan
ketika
menonton
 Teman
ketika
menonton
o Waktu menonton
o Tempat menonton
Gambar 1.1 Model Penelitian
16
1.7. Kerangka Konsep
1.7.1. Penonton Berlatar Belakang Budaya Berbeda
Dalam penelitian ini, yang dimaksud penonton dengan latar belakang
budaya yang berbeda adalah mahasiswa Vietnamdi Indonesia yang menonton
siaran televisi Indonesia.
1.7.2. Siaran Televisi Indonesia: Berita dan Non-Berita
Siaran televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siaran televisi
kategori berita dan non-berita yang disiarkan oleh stasiun televisi
Indonesia.Siaran berita menyajikan informasi berdasarkan fakta, termasuk di
dalamnya
adalah
berita
politik,
ekonomi,
seni
budaya,
dan
olahraga.Sedangkan siaran non-berita adalah siaran yang mengedepankan
hiburan bagi penontonnya, yang pada penelitian ini dikategorikan menjadi
seri dan hiburan.Seri terdiri dari sinema elektronik dan komedi situasi, serta
hiburan dibedakan menjadi musik, game show, dan infotainment. Penelitian
ini akan memfokuskan siaran televisi terhadap berita, sinetron, komedi
situasi, musik, dan infotainment yang kerap disaksikan oleh mahasiswa
Vietnam.
1.7.3. Praktik Menonton
Praktik menonton dalam penelitian ini adalah kegiatan menonton
televisi dengan dinamika penggunaan televisi oleh penonton.Praktik
menonton dibagi menjadi dua kategori, yakni perilaku menonton dan resepsi
pesan.
1.7.3.1. Perilaku Menonton Mahasiswa Vietnam
Perilaku menonton dalam penelitian ini adalah perilaku
menonton
yang
dilakukan
oleh
mahasiswa
Vietnam
di
Indonesia.Dalam perilaku menonton ini yang akan diteliti adalah
sebagai berikut.
a. Program kesukaan mahasiswa Vietnam. Selain akan
mengetahui program yang menjadi kesukaan, dalam
17
penelitian ini juga akan dicari tahu alasan mahasiswa
Vietnam menyukai program-program tertentu. Pada bagian
ini, program kesukaan informan akan dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1) Program asing yang disukai. Dalam penelitian ini,
program yang disukai merupakan siaran televisi yang
diproduksi di luar Indonesia.
2) Siaran televisi Indonesia favorit. Dalam penelitian ini,
siaran televisi Indonesia favorit berarti siaran televisi
yang disukai oleh informan dan diproduksi oleh stasiun
televisi atau rumah produksi di Indonesia.
b. Tujuan mahasiswa Vietnam dalam menonton siaran televisi
Indonesia, antara lain untuk memenuhi kebutuhannya akan
hiburan, informasi, dan interaksi sosial. Kebutuhan akan
hiburan mampu diperoleh misalnya dengan menonton
sinetron,
acara
musik,
game
show,
komedi,
dan
infotainment. Kebutuhan akan informasi antara lain dapat
diperoleh dengan menonton berita dan acara yang sarat akan
informasi faktual. Kebutuhan akan interaksi sosial dapat
diperoleh
ketika
informan
menonton
siaran
yang
memperlihatkan cara berinteraksi antara orang yang satu
dengan orang yang lain, di samping itu, kebutuhan ini juga
dapat diperoleh ketika informan menonton televisi dengan
orang lain dan berkomunikasi dengan orang tersebut.
c. Atensi ketika menonton televisi menunjukkan bagaimana
perhatian mahasiswa Vietnam ketika menonton suatu acara.
Atensi ini dapat ditentukan dengan meneliti kegiatan lain
yang dilakukan sembari menonton televisi, termasuk juga
kegiatan yang dilakukan ketika jeda iklan. Di samping itu,
teman ketika menonton televisi juga akan menentukan
atensi dalam menonton siaran televisi.
18
d. Waktu
menonton televisi
menunjukkan waktu-waktu
tertentu yang dihabiskan oleh informan untuk menonton
televisi.
e. Tempat objek penelitian menonton televisi adalah latar
tempat informan menonton televisi.
Setelah mengetahui perilaku menonton informan,
selanjutnya akan diteliti resepsi pesan siaran televisi
Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.
1.7.3.2. Resepsi Siaran Televisi Indonesia oleh Mahasiswa
Vietnam
Resepsi siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam
adalah cara mahasiswa Vietnam memaknai pesan-pesan yang terdapat
dalam siaran televisi yang ditontonnya. Resepsi pesan siaran televisi
Indonesia oleh mahasiswa Vietnam dapat diteliti dari tiga tahapan,
yakni:
1. Proses decoding pesan dalam siaran televisi. Dalam penelitian
ini, proses decoding akan menentukan bagaimana cara
informan memahami pesan yang disampaikan dalam siaran
televisi.
2. Penilaian atas program yang ditonton. Dalam penelitian ini,
tanggapan mahasiswa Vietnam atas program yang ditonton
juga akan berhubungan dengan penilaian mahasiswa Vietnam
atas siaran televisi Indonesia.
3. Makna yang diterima oleh informan dalam penelitian ini
berkaitan dengan penilaian atas program yang ditonton. Data
dalam bagian ini kemudian akan dikategorikan sesuai dengan
teori resepsi pesan yang dikemukakan oleh Stuart Hall, yakni
preferred/dominant
reading,
oppositional decoding.
19
negotiated
meaning,
dan
1.8. Metodologi Penelitian
1.8.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi audiens.Studi audiens adalah pendekatan penelitian dengan
audiens sebagai objek penelitian.Penelitian ini akan mengamati praktik
menonton siaran televisi Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam.
Dalam penelitian ini akan dilakukan observasi, wawancara mendalam, serta
studi pustaka dan dokumentasi hingga didapat data yang mampu menjawab
rumusan masalah secara optimal.
1.8.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data mengenai praktik menonton objek
penelitian, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga
cara:
a. Observasi
Untuk memperoleh data mengenai praktik menonton
mahasiswa Vietnam, peneliti menggunakan teknik observasi.
Dengan menggunakan teknik observasi, peneliti mampu melihat
dan mengamati secara langsung bagaimana praktik menonton
yang dilakukan oleh para informan penelitian ini. Observasi
partisipatif ini akan dilakukan dengan cara menemani dan berada
di tempat mahasiswa Vietnam ketika menonton siaran televisi,
sehingga peneliti akan dapat melakukan pengamatan langsung
mengenai praktik menonton siaran televisi Indonesia yang
dilakukan oleh mahasiswa Vietnam. Dalam observasi ini, peneliti
akan mengamati secara langsung bagaimana praktik menonton
mahasiswa
Vietnam.
Setelah
melakukan
observasi,
akan
dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada setiap informan
untuk mendapatkan data yang tidak mampu diperoleh dari
observasi.
20
b. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti kepada
mahasiswa Vietnam yang bertindak sebagai informan. Tahapan
wawancara akan dilakukan sebagai berikut.
1) Memilih informan. Dalam wawancara ini, informan yang
dipilih
adalah
mahasiswa
Vietnam
yang
sedang
melanjutkan studi di Indonesia. Lebih khusus lagi, dipilih
mahasiswa yang melakukan praktik menonton siaran
televisi Indonesia.
2) Peneliti
mendefinisikan
masalah
kepada
informan.
Masalah dalam penelitian ini adalah praktik menonton
mahasiswa Vietnam atas siaran televisi Indonesia.
3) Menyiapkan fasilitas wawancara, antara lain: panduan
wawancara, alat perekam, kamera, dan alat tulis.
4) Wawancara akan dilaksanakan di rumah sewa dan kos
mahasiswa Vietnam.
5) Wawancara akan dilakukan mulai bulan April hingga
peneliti mendapatkan seluruh data yang diperlukan.
Wawancara akan dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa
asal Vietnam selaku objek penelitian ini. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui tujuan, pengalaman, penilaian, dan proses
resepsi pesan objek penelitian atas siaran televisi Indonesia.
c. Studi Pustaka dan Dokumentasi
Studi
pustaka
dan
dokumentasi
dilakukan
untuk
memperoleh latar belakang kebudayaan mahasiswa Vietnam. Hal
ini dapat memberikan penjelasan yang lebih lanjut atas temuan
penelitian yang nantinya didapatkan dan mampu untuk membantu
proses analisis data.
21
1.8.3. Objek Penelitian
Objek atau informan dari penelitian ini adalah para mahasiswa
Vietnam yang sedang melanjutkan studi di Indonesia. Mahasiswa asal
Vietnam ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan Indonesia,
sehingga akan memiliki praktik menonton yang berbeda pula dengan
masyarakat Indonesia. Selain itu, mahasisiwa Vietnam ini umumnya
merupakan mahasiswa reguler, bukan mahasiswa pertukaran, sehingga
memiliki waktu yang cukup lama untuk berada di Indonesia, sekitar satu
hingga tiga tahun dan memberikan waktu bagi peneliti untuk melakukan
penelitian dengan lebih leluasa.
Dari lima belas mahasiswa Vietnam yang ada di Indonesia, hanya
empat orang yang melakukan praktik menonton siaran televisi Indonesia.
Sebelas orang lainnya sama sekali tidak menonton siaran televisi Indonesia.
Atas pertimbangan tersebut, maka peneliti memilih empat orang tersebut
untuk menjadi informan dalam penelitian ini.
1.8.4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan menganalisis
data yang telah didapatkan peneliti melalui pengumpulan data, yaitu
observasi, wawancara mendalam, serta studi pustaka dan dokumentasi.Dari
sekian banyak data yang didapatkan dari pengumpulan data, kemudian dipilih
data yang mewakili jawaban dari rumusan masalah.
Pada penelitian ini, data-data yang akan diperoleh adalah data yang
berkaitan dengan praktik menonton mahasiswa Vietnam, yakni perilaku
menonton dan proses resepsi pesan siaran televisi oleh mahasiswa Vietnam di
Indonesia. Hasil analisis data kemudian dituliskan dalam bentuk laporan
supaya mudah dimengerti oleh pembaca.
22
Download