Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba

advertisement
KAJIAN ROTASI TANAMAN LEGUM HERBA – JAGUNG DALAM MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI DI LAHAN KERING
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT
ABSTRAK
Jagung merupakan bahan pangan pokok bagi masyarakat di NTT. Namun
produktivitas masih sangat rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas jagung dan pendapatan petani yang bersumber dari jagung yakni
melalui rotasi tanaman legum herba – jagung. Penelitian dilaksanakan di Naibonat,
NTT pada musim hujan 2006/2007 dan 2007/2008. Metode yang digunakan adalah
menanaman tanaman legum herba kemudian pada musim hujan berikutnya dilakukan
penanaman jagung pada lahan bekas tanam legum herba. Tujuan penelitian adalah:
(1) untuk mengetahui kontribusi tanaman legum herba dalam menyediakan unsur
hara bagi jagung musim berikutnya, (2) mengetahui kontribusi tanaman legum herba
dalam meningkatkan produtivitas jagung musim berikutnya, (3) untuk meningkatkan
pendapatan dari usahatani jagung musim berikutnya. Hasil penelitian menunjukan
bahwa jumlah nitrogen yang terdapat dalam tanah bekas tanam legum herba pada
awal musim tanam berikutnya masing-masing mencapai 225,12 kg N/ha pada tanah
bekas M. brateatum, 203,91 kg N/ha pada tanah bekas C. pascuorum, 215,89 kg N/ha
pada tanah bekas D. pernambucanus, dan 137,76 kg N/ha pada tanah bekas C.
ternatea. Kondisi ini berdampak pada produktivitas jagung yang dihasilkan. Dari
tingkat produktivitas tersebut dapat memberikan penerimaan kepada petani sebesar
Rp 7,3 juta/ha (C. pascuorum), 7,6 juta/ha (C. ternatea), 6,3 juta/ha (M. brateatum)
dan Rp 6,4 juta/ha (D. pernambucanus). Produktivitas jagung yang ditanam pada
lahan bekas tanam legum herba setara dengan jagung yang diaplikasikan pupuk kimia
secara berimbang. Secara ekonomi, petani tidak lagi mengeluarkan uang tunai untuk
membeli pupuk kimia dan berupaya menekan biaya produksi sistem usahatani lahan
kering yang mengakibat peningkatan pendapatan petani.
Kata kunci: Rotasi tanaman, Legum-jagung, lahan kering
PENDAHULUAN
Posisi Nusa Tenggara Timur (NTT)
di tingkat nasional, merupakan penghasil
jagung keenam terbanyak di Indonesia.
Bagi masyarakat NTT jagung merupakan
tanaman pangan utama dan merupakan
pula bahan pangan pokok. Hal ini
didukung oleh sebagian kondisi biofisik
wilayah Nusa Tenggara Timur cocok
untuk pengembangan komoditas jagung.
Namun demikian produktivitas yang
dicapai oleh petani masih sangat
rendah. Pasokan jagung belum banyak
dari NTT yang dapat menyuplai
kebutuhan nasional yang setiap tahun
terus meningkat. Pada tahun 2005
produktivitas jagung di NTT hanya
mencapai 2,303 ton/ha sementara ratarata produktivitas nasional telah
mencapai 3,428 ton/ha (Anonim 2005).
655
Seminar Nasional Serealia 2011
Sedangkan hasil penelitian jagung di NTT,
produktivitas jagung varietas Lamuru
telah mencapai 4,8 ton/ha (Hosang
2004). Rendahnya produktivitas jagung
di NTT antara lain disebabkan oleh
penerapan jenis teknologi bagi sistem
budidaya jagung
masih sangat
sederhana dan dibarengi dengan praktek
perladangan yang selalu menyebabkan
terjadinya
degradasi
lahan-lahan
pertanian.
Hal ini menjadi faktor
pendorong bagi terjadinya erosi lahan
pertanian dan berakibat menurunnya
kualitas sumberdaya lahan tersebut.
Dengan
demikian
pengelolaan
sumberdaya lahan pertanian pada sistem
pertanian perladangan berpindah akan
rentan terhadap erosi yang dapat
mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah dan dapat menurunkan
kesuburan serta akibat lanjutan yakni
menurunnya tingkat produktivitas hasil
yang diperoleh. Tingkat produktivitas
tanaman setahun dalam hal ini jagung
yang diusahakan di ladang dengan
menerapkan
sistem
perladangan
berpindah hanya menghasilkan 1,65
ton/ha, belum termasuk jenis kacangkacangan dan ubi-ubian (Julistia dkk
2000). Rendahnya produktivitas jagung
antara lain disebabkan oleh tingkat
kesuburan lahan yang semakin menurun.
Penerapan
sistem
pertanian
perladangan berpindah yang selama ini
dipraktekkan
memiliki
tingkat
keberlanjutan sangat rendah yang
disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan
usahatani yang semakin berkurang
seiring dengan pengelolaan setiap tahun,
tanpa memperhatikan aspek konservasi
sumberdaya lahan. Salah satu model
usahatani yang dapat mempertahankan
kesuburan lahan pertanian yakni dengan
menerapkan sistem Rotasi tanaman
Legum Herba – Jagung atau pergiliran
tanaman antara legum herba terutama
Centrosema pascuorum (sentro), Clitoria
ternatea (gandaria atau bunga biru),
Macroptilium
bracteatum,
dan
Desmanthus pernambucanus (lamtoro
mini)
dengan jagung. Sistem ini
memiliki tingkat keberlanjutan yang
tinggi. Hal ini didukung oleh sumbangan
tanaman
legum
herba
terhadap
penyuburan lahan pertanian
yang
berdampak
pada
peningkatan
produktivitas tanaman berikutnya serta
secara ekonomi terjadi peningkatan
pendapatan petani.
Tanaman legum memiliki peranan
yang berarti bagi pengembangan sistem
pertanian. Menurut Poeples dan Craswell
(1992),
tanaman
legum
dapat
dipergunakan sebagai tanaman penutup
tanah, pupuk hijau, dan pakan ternak
dalam sistem pertanaman. Pada sistem
pertanaman, tanaman legum dapat
dirotasikan dengan tanaman palawija.
Tanaman
legum
herba
memiliki
kemampuan
untuk
menghasilkan
nitrogen melalui fiksasi nitrogen. Jenis
tanaman ini mampu menyediakan unsur
hara bagi tanah dan tanaman musim
656
berikutnya.
Dengan
demikian
permasalahan terdegradasinya lahan
pertanian sebagai akibat praktek sistem
pertanian perladangan berpindah dapat
teratasi melalui pengembangan sistem
Rotasi tanaman legum herba – jagung.
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kontribusi tanaman
legum herba dalam menyediakan
unsur hara bagi jagung musim
berikutnya.
2. Mengetahui kontribusi tanaman
legum herba dalam meningkatkan
produktivitas
jagung
musim
berikutnya.
3. Mengetahui
pengurangan
biaya
produksi
dan
peningkatan
pendapatan pada usahatani jagung
musim berikutnya.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan daerah yang
dapat mewakili daerah beriklim kering di
Nusa Tenggara Timur terutama di Timor
Barat. Oleh karenannya lokasi penelitian
yang terpilih adalah Kelurahan Naibonat
Kecamatan Kupang Timur
dan
Kabupaten Kupang.
Pelaksanaan
penelitian dilakukan pada musim hujan
tahun 2006/2007 s/d mujan hujan
2007/2008.
Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : Benih legum
herba species Centrocema pascuorum,
Clitoria
ternatea,
Desmanthus
pernambucanus, dan M. bracteatum,
pupuk SP-36, jagung Varietas Srikandi,
aquades, dan bahan kimia untuk analisis
laboratorium. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah : Meter, tali, ajir, alat
tulis, envelop, karung, alat bor tanah,
timbangan.
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes : Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba –
Jagung dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani di Lahan Kering
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua
tahapan kegiatan yakni penanaman
tanaman legum herba dan penananaman
tanaman jagung.
1. Kegiatan penanaman tanaman
legum herba
Tanaman legum herba yang
ditanam terdiri dari empat jenis legum
herba yakni Centrosema pascuorum,
Clitoria
ternatea,
Desmantus
pernambucanus
dan
Macrotilium
bracteatum.
Tahapan
kegiatan
penanaman legum herba meliputi :
Persiapan lahan;
Lahan yang
digunakan untuk penelitian ini seluas
1237,25 m2 atau lahan yang berkuran
50,5 m X 24,5 m. Persiapan lahan untuk
kegiatan penelitian lapangan terutama
kegiatan penanaman tanaman legum
herba dilakukan pengolahan secara
sempurna atau lahan diolah kemudian
diratakan. Kemudian lahan tersebut
dibagi dalam plot-plot untuk ditanami
dengan legum herba.
Benih; Benih legum yang digunakan
adalah benih dari species legum C.
pascuorum,
C. ternatea,
D.
pernambucanus, M. Brateatum. Sumber
benih legum herba yang digunakan
dalam kegiatan penelitian ini bersumber
dari hasil panen sebelumnya. Keempat
jenis legum ini didatangkan dari CSIRO
Sustainable Ecosystem Toowoomba
Queensland melalui kegiatan penelitian
kerjasama ACIAR dengan BPTP NTT.
Kebutuhan Benih per hektar adalah
sebanyak C. pascuorum 6 kg/ha, C.
ternatea 8 kg/ha, D. pernambucanus 5
kg/ha, M. brateatum 5 kg/ha.
Penanaman; Sebelum benih disebar
pada plot terlebih dahulu benih tersebut
dicampur secara merata dengan pasir
dalam wadah yang berukuran lima liter
air. Penanaman dilakukan dengan cara
sebar dengan arah horizontal dan
vertical secara merata dalam plot
percobaan.
Pemupukan; Kebutuhan pupuk SP 36
sebanyak 100 kg/ha. Pemupukan
657
Seminar Nasional Serealia 2011
dilaksanakan dengan cara menyebar
secara merata pada plot pada awal
penanaman.
Penyiangan; Dilakukan berdasarkan
kondisi pertumbuhan gulma dan
dilakukan sebanyak 2 kali. Penyiangan
pertama dilaksanakan pada umur 2
minggu setelah sebar dan penyiangan
kedua dilakukan pada umur 1 bulan
setelah sebar.
Rancangan Penelitian
Rancangan
Percobaan
yang
digunakan dalam penelitian mengenai
tanaman legum herba adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang
diteliti adalah terdiri dari empat species
legum dan . Perlakuan tersebut adalah
sebagai berikut :
A. Centrosema pascuorum
B. Clitoria Ternatea
C. Desmantus pernambucanus
D. Macrotilium bracteatum
Semua perlakuan ini diulang sebanyak 3
kali.
Pengambilan Sampel Tanah pada
Lahan Bekas Tanam Legum Herba.
Pada kegiatan ini dilakukan analisis
kandungan unsur hara pada awal musim
hujan
berikutnya.
Tahapan
pelaksanaannya meliputi :
a. Pengambilan sampel tanah pada saat
awal musim hujan berikutnya. Tanah
diambil berdasarkan kedalaman dan
dikelompokan menjadi 6 kelompok
kedalaman yakni kedalaman 1- 15 cm,
kedalaman 15-30 cm, kedalaman
30-60 cm, kedalaman 60–90 cm,
kedalaman
90-120
cm,
dan
kedalaman 120-150 cm. Pengambilan
sampel tanah ini dilakukan pada
petak penanaman ke II atau
penanaman 23 Februari 2007 dari
setiap species legum. Sepertiga bagian
tanah dioven pada suhu 1050C untuk
mengetahui kadar air tanah
b. Dua per tiga bagian dikeringanginkan
kemudian sampel tanah didestruksi
c. Sampel tanah dianalisis untuk
mengetahui kandungan unsur hara
Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengetahui sumbangan tanaman
legum herba terhadap penyediaan
unsur hara dalam tanah.
2. Kegiatan penanaman tanaman
jagung pada lahan bekas tanam
legum.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan
menanam jagung pada lahan bekas
tanam empat jenis legum herba.
Tahapan kegiatan penanaman
jagung meliputi :
Persiapan lahan; Persiapan lahan
untuk kegiatan penanaman jagung
pada lahan bekas tanam legum
herba dilakukan pengolahan secara
sempurna
atau
lahan
diolah
kemudian diratakan.
Benih; Benih jagung yang digunakan
adalah benih jagung bersari bebas
varietas Srikandi putih. Sumber
benih berasal dari BPTP NTT.
Kebutuhan Benih per hektar adalah
sebanyak 20 kg/ha.
Penanaman;
Jagung
ditanam
dengan cara ditugal. Jarak Tanam
yang digunakan adalah 80 cm X 40
cm. Penanaman dilakukan pada awal
musim hujan 2007/2008.
Penyiangan;
Penyiangan
yang
dilakukan
terhadap
kegiatan
penanaman
jagung
sebanyak
sebanyak 2 kali yakni pada umur
tanaman jagung 2 minggu dan pada
umur jagung 1 bulan setelah tanam.
Pemupukan; Tanaman jagung yang
ditanam pada lahan bekas tanam
legum herba tidak diaplikasikan
pemupukan kimia maupun pupuk
jenis lainnya seperti pupuk kandang
dan pupuk kompos.
Panen; Pemanenan hasil tanaman
jagung dilaksanakan setelah klobot
jagung mengering. Cara pemanenan
produksi jagung tersebut yakni
dengan memanen hasil jagung dari
658
masing-masing lahan bekas tanam
legum herba.
Kegiatan
penanaman
tanaman
jagung pada lahan bekas legum
herba ini dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan tanaman
legum herba dalam menyediakan
unsur
hara
yang
diperlukan
tanaman jagung pada musim
berikutnya.
Rancangan Penelitian
Rancangan
Percobaan
yang
digunakan dalam penelitian mengenai
tanaman jagung yang ditanam pada
lahan bekas tanam legum herba adalah
Rancangan Acak Kelompok
(RAK).
Perlakuan yang diteliti adalah tanaman
jagung yang ditanam pada lahan bekas
tanam legum herba yang terdiri dari
empat species legum dan diulang
sebanyak 2 kali. Perlakuan tersebut
adalah sebagai berikut :
Perlakuan :
A. Tanam jagung pada lahan bekas tanam
C. pascuorum
B. Tanam jagung pada lahan bekas tanam
C. Ternatea
C. Tanam jagung pada lahan bekas tanam
D. pernambucanus
D. Tanam jagung pada lahan bekas tanam
M. bracteatum
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati pada kegiatan
penelitian ini adalah :
a. Kandungan unsur nitrogen dalam
tanah adalah jumlah unsur nitrogen
yang terkandung dalam tanah bekas
tanam legum herba.
b. Produksi jagung adalah jumlah
produksi yang dihasilkan oleh
tanaman jagung yang ditanam pada
lahan bekas tanam legum herba.
Cara Pengamatan
Pengamatan
terhadap
kandungan
nitrogen tanah dilakukan dengan
pengelompokan berdasarkan kedalaman
tanah sebagai berikut :
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes : Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba –
Jagung dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani di Lahan Kering
Tabel 1. Kedalaman tanah dan kandungan Unsur Nitrogen Tanah.
kandungan Unsur
Kedalaman (Cm)
Nitrogen Tanah Sebelum
1 – 15
15 – 30 30 – 60
60 – 90
musim tanam berikutnya
Nitrogen
Sedangkan
pengamatan
terhadap
produksi jagung yakni tanaman jagung
dipanen pada ubinan 2 baris x 8 meter
kemudian
ditimbang
untuk
mendapatkan berat produksi jagung.
Metode Analisis Data
Data
yang
dikumpulkan
kemudian ditabulasi dan selanjutnya
dianalisis secara statistik dengan
menggunakan
metode analisis sidik
ragam (Gomez and Gomez 1995).
Lembaran tabulasi data dapat dilihat
pada lampiran.
Sedangkan untuk
melakukan Analisis Sidik Ragam data
yang telah ditabulasi dimasukan dalam
tabel analisis sidik ragam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Usahatani Lahan Kering
Agroekosistem lahan kering di
Kelurahan Naibonat di dominasi oleh
lahan kering datar. Curah hujan di
Naibonat
terjadi
antara
bulan
Nopember– April. Penyebaran hujan di
kawasan ini memungkinkan untuk
menanam tanaman pangan hanya satu
kali dalam setahun. Pola usahatani pada
agroekosistem lahan kering lebih
diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
pangan. Pada usahatani lahan kering
petani mulai melakukan persiapan lahan
sejak bulan Agustus sampai dengan
Oktober. Persiapan lahan dilakukan
dengan menggunakan traktor atau
dengan
menggunakan
cangkul.
Penanaman biasanya dilaksanakan pada
awal musim hujan yakni pada bulan
Nopember.
Pada usahatani lahan kering,
petani
menerapkan
pola
tanam
mixcropping yakni komoditas jagung
yang ditanam campur dengan tanaman
lainnya seperti ubi kayu, labu, kacang
turis. Biasanya petani menanami lahan
659
Seminar Nasional Serealia 2011
90 – 120
120 – 150
dengan tanaman
jagung + kacangkacangan + labu pada lubang tanam yang
sama dengan jarak tanam tidak teratur.
Pemilihan pola tanam ini agar dapat
mengurangi resiko kegagalan panen.
Metode penanaman seperti ini memiliki
manfaat bahwa tanaman kacangkacangan dapat memberikan sumbangan
nitrogen yang diikat oleh akar tanaman
dari udara bagi kebutuhan tanaman lain
non legum. Dengan demikian walaupun
pola ini, petani belum melakukan
pemupukan terhadap tanaman namun
proses pemupukan itu sendiri telah
dilakukan secara alamiah melalui
praktek pola tanam yang dijalankan
petani.
Pertumbuhan gulma pada lahan
usahatani dilakukan penyiangan secara
manual dengan menggunakan “ Tofa”
(sejenis alat yang digunakan untuk
menyiang
rumput).
Sedangkan
pengendalian gulma dengan dengan
metode kimia belum banyak dikenal.
Kegiatan petani dalam usahatani pada
bulan Maret - April difokuskan pada
panen dan prosesing hasil jagung. Petani
mulai melakukan panen pada saat
kondisi tanaman jagung mulai mengering.
Hasil panen dikelompokkan menjadi
bertongkol kecil, dan bertongkol besar.
Jagung yang bertongkol kecil biasanya
dikupas untuk dikonsumsi. Jagung
bertongkol besar diikat dan kemudian
disimpan dalam pondok kemudian
diasapi secara rutin untuk menghindari
kerusakan akibat serangan hama gudang.
Penyimpanan tersebut dilakukan hanya
untuk menjamin ketersediaan bahan
pangan (food security) bagi keluarga
selama setahun. Selain itu disimpan juga
sebagai cadangan benih untuk musim
tanam berikutnya. Setelah panen lahan
usahtani diberakan hingga musim tanam
berikutnya. Pada hal kondisi kelembaban
tanah
masih
mendukung
untuk
pergiliran tanaman atau rotasi tanaman
dengan menanam komoditas lain yang
tidak memerlukan ketersediaan air yang
banyak seperti kacang hijau ataupun
legum herba untuk pakan ternak.
Kandungan Bahan Organik Dalam
Tanah
Tanaman
legum
merupakan
sumber bahan organik yang murah dan
berperan dalam membangun dan
mempertahankan kesuburan tanah.
Jumlah bahan organik yang dikembalikan
ke dalam tanah perlu diperhitungkan
karena memiliki banyak manfaat. Dalam
bahan organik mengandung lebih banyak
unsur yang dalam bentuk tersedia bagi
tanaman,
hara
yang
terkandung
dilepaskan
secara
perlahan-lahan
sehingga ketersediaan hara sesuai
pertumbuhan
tanaman
serta
mempercepat
penyerapan
unsur
tertentu serta memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah, (Soetanto 2002).
Selanjutnya dikatakan bahwa bahan
organik yang berasal dari pupuk hijau
seperti legum herba dapat mencegah
proses pelindian unsur hara. Legum
herba dapat pula menyumbangkan
bahan organik bagi lahan pertanian.
Kandungan
bahan
organik
yang
disumbangkan
oleh
masing-masing
tanaman legum herba dapat dilihat pada
Tabel 2.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
kandungan C organik tertinggi dari
legum herba yang diuji adalah terdapat
pada
M.
brateatum
dan
D.
pernambucanus yakni dapat mencapai
1,21 (%). Kemudian diikuti oleh C.
ternatea
sebanyak
1,16
(%)dan
kandungan bahan organik terendah
terdapat pada legum C. pascuorum
sebanyak 0,94 (%). Kandungan C organik
tersebut dapat berasal dari biomas yang
lapuk.
Kandungan bahan organik dari
tanaman legum herba ini dapat
bermanfaat bagi tanaman berikutnya.
Menurut Reijntjes (1999) bahwa bahan
organik yang terdapat dalam tanah dapat
menjamin
kondisi
tanah
yang
mendukung bagi pertumbuhan tanaman.
Selain itu dikatakan pula bahwa
660
perakaran legum dapat meningkatkan
daya ikat tanah sehingga tidak terbawa
oleh erosi dan dapat meningkatkan
bahan organik tanah, Purwanto 2007.
Dengan demikian kontribusi bahan
organik dari tanaman legum
herba
memiliki peran yang cukup berarti bagi
pengembangan pertanian.
Ketersedian Kandungan
Dalam Tanah
Nitrogen
Tanaman legum pada umumnya
memiliki kemampuan untuk mengikat
nitrogen bebas dari udara. Hal ini dapat
terlaksana melalui simbiosa antara
Rhisobium dengan bintil akar yang
dihasilkan oleh tanaman legum. Menurut
Sutanto
2002
bahwa
rhizobium
melakukan simbiose dengan akar
tanaman legum, membentuk bintil akar
yang berperan dalam pengikatan
nitrogen.
Legum
herba
memiliki
kemampuan yang sama untuk mengikat
nitrogen bebas dari udara. Kemampuan
tanaman
legum
herba
dalam
menyediakan unsur hara terutama unsur
nitrogen dalam tanah berbeda-beda
antara satu jenis legum dan jenis legum
lainnya. Kemampuan tanaman legum
yang diuji dalam menyediakan nitrogen
dalam tanah dapat dilihat pada tabel 3.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
tanah bekas tanam legum herba memiliki
kandungan nitrogen yang bermanfaat
bagi tanaman berikutnya. Upaya untuk
mendapatkan informasi kandungan
nitrogen dalam tanah pada tanah bekas
tanam
legum
maka
dilakukan
pengambilan sampel tanah pada saat
sebelum turun hujan musim berikutnya.
Pengambilan sampel tanah berdasarkan
pada kedalaman tanah. Kedalaman
tanah dibagi menjadi 0–15 cm, 15–30 cm,
30–60 cm, 60–90 cm, 90–120 cm dan
120–150 cm. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan
bahwa
kandungan
nitrogen yang terdapat dalam tanah
utamanya pada daerah perakaran
tanaman bervariasi antara satu jenis
legum dengan jenis legum lainnya. Akar
tanaman legum dapat menembusi tanah
sampai ke lapisan bawah sehingga dapat
mendukung pengikatan nitrogen pada
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes : Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba –
Jagung dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani di Lahan Kering
lapisan tersebut. Didukung oleh proses
pelindian unsur hara ke dalam tanah
lapisan bawah menyebabkan
unsur
nitrogen tersebar sampai ke lapisan
bawah.
Dengan
demikian
pada
kedalaman 150 cm masih terdapat unsur
nitrogen yang tersedia bagi tanaman
musim berikutnya.
Ketersediaan N pada tanah bekas
tanam legum herba dari masing-masing
species legum herba dapat dilihat pada
Tabel 4. Pada Tabel ini menunjukkan
pula bahwa rata-rata jumlah nitrogen
yang terdapat dalam tanah bekas tanam
legum masing-masing dapat mencapai
225,12 kg N/ha pada tanah bekas M.
brateatum , 203,91 kg N/ha pada tanah
bekas C. pascuorum, 215,89 kg N/ha
pada tanah bekas D. pernambucanus, dan
137,76 kg N/ha pada tanah bekas C.
ternatea. Hal ini sependapat dengan
Sutanto 2002 bahwa rhizobium yang
bersimbiose dengan tanaman legum
mampu mengikat 100 – 300 kg
N/ha/musim yang akan bermanfaat bagi
tanaman berikutnya. Bohlool, dkk 1992
melaporkan bahwa pengikatan nitrogen
dalam tanah oleh tanaman legum dapat
mencapai 360 kg N/ha. Sedangkan Wani,
dkk dalam Ladha dan Peoples 1995
mengatakan
bahwa
kemampuan
mengikat nitrogen dari tanaman legum
seperti kedelai dapat berkisar antara 49
– 450 kg N/ha dan selanjutnya dikatakan
bahwa legum merupakan komponen
yang sangat penting pada pertanian yang
dapat memperbaiki kesuburan tanah
karena adanya kemampuan mengikat
nitrogen bebas dari udara masuk
kedalam tanah.
Tabel 2. Kandungan Bahan Organik dari Legum herba.
Species Legum
Herba
Kandungan C Organik (%)
Penanaman I
Penanaman II
Penanaman III
0,54
1,54
1,03
1,13
1,175
1,275
1,665
1,385
1,115
0,65
0,92
1,13
C. pascuorum
C.ternatea
M. brateatum
D. pernambucanus
Rata-rata umum
Rata-Rata
(%)
pH
Tanah
0,94
1,16
1,21
1,21
1,13
7,19
7,72
7,23
6,88
7,25
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium BPTP Naibonat 2007
Tabel 3. Kandungan Unsur Nitrogen dalam Tanah Bekas Tanam Legum Herba Sebelum
Musim Hujan
Species Legum
Kandungan N Tanah pada Tingkat Kedalaman (kg/ha)
Total
(kg/ha)
Ratarata/species
(kg/ha)
0 -15
Cm
15-30
Cm
30-60
Cm
60-90
Cm
90-120
Cm
120-150
Cm
C pascuorum
45,02
104,22
98,08
74,81
26,18
14,36
362,67
203,91
C. trenatea
49,61
21,84
30,02
23,63
6,55
4,10
135,75
137,76
M. brateatum
19,29
35,73
90,07
47,25
34,91
0,00
227,26
225,12
D. pernambucanus
22,97
27,79
80,06
88,59
0,00
0,00
219,42
215,89
C pascuorum
25,73
20,84
28,02
49,22
26,18
10,25
160,25
C. trenatea
58,80
21,84
26,02
25,59
6,55
4,10
142,90
M. brateatum
22,97
19,85
34,03
57,09
0,00
0,00
133,94
D. pernambucanus
47,78
48,64
146,11
94,50
0,00
0,00
337,03
C pascuorum
18,38
12,90
18,01
11,81
17,46
10,25
88,82
C. trenatea
22,05
10,92
28,02
39,38
24,00
10,25
134,62
M. brateatum
32,16
19,85
138,11
124,03
0,00
0,00
314,15
D. pernambucanus
25,73
22,83
16,01
15,75
10,91
0,00
91,23
Penanaman I
Penanaman II
Penanaman III
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium BPTP NTT 2008
661
Seminar Nasional Serealia 2011
Dampak Rotasi Tanaman Legum
Herba terhadap Produktivitas jagung
Pengembangan sistem pertanian
ladang berpindah saat ini
yang
dihadapkan
pada
pertambahan
penduduk yang semakin bertambah
menyebakan
masa
bero
lahan
perladangan berpindah semakin singkat
dengan suatu konsekuensi bahwa
perladangan dilakukan pada lahan yang
rendah tingkat kesuburannya. Salah
satu
metode
untuk
tetap
mempertahankan
kesuburan
lahan
pertanian yakni dengan mengembangkan
legum herba di lahan pertanian.
Tanaman legum herba merupakan
sumber penyedia unsur hara dalam
tanah melalui proses pengikatan
nitrogen oleh bintil akar. Selain itu
biomas yang jatuh ke tanah merupakan
bahan organik yang turut memperkaya
unsur hara dalam tanah. Ketersediaan
unsur
hara
dalam
tanah
yang
disumbangkan oleh tanaman legum
herba sangat berperan pada proses
pertumbuhan
tanaman
pasca
penanaman legum herba. Menurut
Soemarwoto 1987 dalam Metzner dan
Daldjoeni 1987 bahwa salah satu sumber
nitrogen yang murah dan berlimpah
adalah fiksasi biologis terhadap nitrogen.
Dengan demikian pada tanah bekas
tanam legum, dapat dimanfaatkan oleh
tanaman berikut sebagai sumber hara
untuk pertumbuhan dan produksi.
Produksi tanaman jagung yang ditanam
pada lahan bekas tanam legum herba
adalah sebagai berikut tabel 5.
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa
ketersediaan unsur hara dalam tanah
oleh tanaman legum herba sebelumnya
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitas tanaman jagung. Rata–rata
produktivitas jagung yang dihasilkan
bervariasi tergantung dari species legum
yang ditanam sebelumnya. Hasil jagung
tertinggi diperoleh pada penanaman
jagung pada lahan bekas tanam C.
Ternatea (4,6 ton/ha), kemudian disusul
662
oleh C. Pascuorum (4,2 ton/ha),
Desmantus
(3,7
ton/ha)
dan
produktivitas jagung yang terendah pada
lahan bekas M. Brateatum (3,5 ton/ha).
Produktivitas jagung yang diperoleh dari
aplikasi pemupukan berimbang pada
tanaman jagung yakni penggunaan
pupuk sebanyak 100 kg urea/ha, 100 kg
TSP/ha dan 50 kg KCl/ha menghasilkan
produktivitas
jagung sebanyak 4,8
ton/ha, (Hosang 2004).
Hal ini
mengindikasikan bahwa penanaman
jagung pada lahan bekas tanam legum
tanpa diaplikasikan pemupukan mampu
menghasilkan
produktivitas
jagung
setara dengan aplikasi pupuk berimbang
pada
tanaman
jagung.
Olehnya
penerapan cara ini merupakan suatu
teknologi
murah
dan
mudah
diaplikasikan
pada
lahan
sistem
usahatani lahan kering sebagai upaya
memperpendek masa pemberoan pada
sistem perladangan.
Hasil analisis varians terhadap
produktivitas jagung yang dihasilkan
pada lahan bekas tanam legum adalah
sebagai berikut tabel lampiran 13. Pada
tabel lampiran 13 menunjukkan bahwa
jagung yang ditanam pada lahan bekas
tanam legum baik C. ternatea, C.
pascuorum, M. brateatum maupun D.
pernambucanus, secara statistik tingkat
produktivitas jagung yang diperoleh
tidak terdapat perbedaan yang nyata.
Hal ini dapat diartikan bahwa
produktivitas jagung dapat ditingkatkan
melalui penanaman tanaman legum
herba baik C. ternatea, C. pascuorum, M.
brateatum maupun D. pernambucanus
sebagai penyedia unsur hara bagi
tanaman jagung musim berikutnya.
Walaupun
secara
statistik
produktivitas jagung tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara jagung
yang ditanam pada lahan bekas tanam
legum herba namun demikian rata-rata
tingkat produktivitas jagung yang
tertinggi adalah pada lahan bekas tanam
C. ternatea dan yang terendah adalah
pada lahan M. brateatum .
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes : Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba –
Jagung dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani di Lahan Kering
Tabel 4. Kandungan N pada Tanah Bekas Tanam Legum Sebelum Hujan Musim Berikutnya
(kg/ha)
Jenis Legum
Kandungan N dalam Tanah (kg/ha)
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Total Perlakuan
(T)
Rata-rata
(kg/ha)
C pascuorum
362,67
160,25
88,82
611,73
204
C. trenatea
135,75
142,90
134,62
413,27
138
M. brateatum
227,26
133,94
314,15
675,35
225
D. pernambucanus
Rata-rata umum
219,42
337,03
91,23
647,67
216
195,67
Tabel 5. Produksi Jagung (kg/ha) pada Lahan Bekas Tanam Legum di Naibonat 2008
Jenis Legum
Centrocema
pascuorum
Clitoria
Macroptilium
Desmantus
Rata-rata umum
Produksi Jagung (kg/ha)
Ulangan I
Ulangan III
5553
4477
3499
3194
3005
4792
3578
4367
Legum Herba Ditinjau Dari Aspek
Ekonomi Sumberdaya
Pengelolaan sumberdaya yang
tersedia
perlu
dipertimbangkan
keberlanjutannya
tidak
hanya
memperhitungkan
ekonomi
sesaat.
Sumbangan ekonomi sumberdaya legum
herba terhadap penerimaan petani dapat
dilihat pada Tabel 6.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa
pengaplikasian pupuk kimia N, P dan K
secara berimbang bagi
budidaya
pertanian terutama tanaman dapat
memberikan hasil yang meningkat.
Namun
demikian
petani
perlu
melakukan pengeluaran riil untuk
menyiapkan pupuk tersebut. Proses
produksi pupuk kimia dilakukan secara
terpusat sehingga pendistribusian ke
daerah harus diangkut dengan alat
transportasi yang membutuhkan biaya
yang pada akhirnya dibebankan kepada
petani sebagai konsumen. Dari tabel 6
menunjukkan bahwa biaya yang harus
dikeluarkan
oleh
petani
untuk
memperoleh
pupuk
kimia
agar
diaplikasikan secara berimbang bagi
tanaman
jagung
mencapai
Rp
600.000/ha. Dari pengaplikasian pupuk
berimbang ini, tanaman jagung mampu
menghasilkan produksi sebanyak 4,8
663
Seminar Nasional Serealia 2011
Total Perlakuan
(kg/ha)
Rata-rata
(kg/ha)
8558,48
9268,55
7077,03
7561,22
4279
4634
3539
3781
4058,16
ton/ha. Dan tingkat penerimaan atas
biaya pupuk sebesar Rp 6.600.000/ha.
Pada sisi lain masih tersedia
sumberdaya yang dapat dikelola untuk
menyediakan pakan ternak yang
berkualitas dan sekaligus dimanfaatkan
sebagai penyedia sumber hara bagi
tanaman jagung musim berikutnya.
Pengelolaan sumberdaya legum herba
secara
ekonomi
memberikan
keuntungan ganda bagi petani. Dari
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman
legum herba yang ditanam kemudian
digilir dengan tanaman jagung pada
musim berikutnya mampu menghasilkan
produksi jagung yang setara dengan
jagung yang dipupuk dengan pupuk
kimia. Pengelolaan seperti ini berdampak
sangat positif karena secara ekonomi
petani tidak lagi mengeluarkan uang
tunai untuk menyiapkan pupuk bagi
tanaman jagung musim berikutnya.
Pemanfaatan
tanaman
legum
sebagai sumber penyedia hara bagi
tanaman
berikutnya
mampu
menghasilkan
produktivitas
jagung
sebanyak 4,3 ton/ha (C. pascuorum), 4,6
ton/ha (C. ternatea), 3,5 t/ha
(M.
brateatum)
dan
3,8
t/ha
(D.
pernambucanus)
Dari
tingkat
produktivitas
tersebut
dapat
memberikan tingkat penerimaan kepada
petani adalah sebesar Rp 7,3 juta/ha (C.
pascuorum), 7,6 juta/ha (C. ternatea),
6,3 juta/ha (M. brateatum ) dan Rp 6,4
juta/ha (D. pernambucanus). Jika
dibandingkan
dengan
tingkat
penerimaan akibat pengaplikasian pupuk
kimia secara berimbang bagi tanaman
jagung maka terdapat adanya selisih
penerimaan. Selisih penerimaan akibat
penanaman jagung pada lahan bekas C.
pascuorum dan C. ternatea adalah selisih
postif dan kedua lainnya selisih secara
negatif. Namun jika tenaga kerja untuk
pengaplikasian pupuk secara kimia
diperhitungkan
maka
akan
menghilangkan selisih negatif. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya aplikasi
pupuk bagi tanaman jagung yang
ditanam pada lahan bekas tanam legum
herba sehingga tidak mengorbankan
tenaga kerja. Penerimaan yang tertinggi
dari pengelolaan sumberdaya legum
herba sebagai sumber hara dan pakan
ternak yang tertinggi dicapai pada
pengelolaan legum herba C. ternatea
yakni mencapai Rp 7,6 juta/ha dengan
selisih penerimaan terhadap pemupukan
secara berimbang sebesar Rp 1.03
juta/ha.
Tabel 6. Keragaan Ekonomi Sumberdaya Legum Herba
Cara Budidaya Jagung
Uraian
Kebutuhan/
Ketersediaan N (kg)
Setara dengan Urea (kg)
Biaya pembelian Pupuk
Urea (Rp)
Kebutuhan SP-36 (kg/ha)
Biaya pembelian Pupuk
Phospat (Rp/ha)
Kebutuhan KCl (kg/ha)
Biaya pembelian Pupuk
KCl (Rp/ha)
Total Biaya Pembelian
Pupuk (Rp/ha)
Produksi Jagung (kg/ha)
Nilai Produksi (Rp/kg)
Total Nilai Produksi
(Rp/ha)
Produksi Biomas kering
Legum Herba (kg/ha)
Nilai Produksi Biomas
Kering Legum (Rp/kg)
Total Nilai Produksi
(Rp/ha)
Total Penerimaan atas
Biaya Pupuk (Rp/ha)
Selisih Penerimaan
Terhadap Teknologi
Budidaya Jagung dengan
Pupuk Berimbang Rp/ha)
664
Teknologi
Pupuk
Berimbang
Pada Lahan
Bekas
Tanam C.
pascuorum
Pada Lahan
Bekas
Tanam C.
ternatea
Pada Lahan
Bekas Tanam
M. brateatum
Pada Lahan
Bekas Tanam D.
pernambucanu
s
45
100
204
453
138
306
225
500
215,89
479,76
150.000
100
0
0
0
0
0
0
0
0
300.000
0
0
0
0
50
0
0
0
0
150.000
0
0
0
0
600.000
4800
1.500
0
4279
1.500
0
4634
1.500
0
3539
1.500
0
3781
1.500
7.200.000
6.418.860
6.951.412
5.307.773
5.670.912
-
1812
1355
2066
1424
-
500
500
500
500
-
905.865
677.325
1.032.790
712.180
6.600.000
7.324.725
7.628.737
6.340.563
6.383.092
-
724.725
1.028.737
-259.437
-216.908
Yohanes Leki Seran, Medo Kote, dan Paskalis Th. Fernandes : Kajian Rotasi Tanaman Legum Herba –
Jagung dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani di Lahan Kering
KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian tersebut
di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kontribusi nitrogen yang tertinggi
adalah diperoleh pada lahan bekas
tanam legum herba species M.
bracteatum namun secara statistik
tidak berbeda nyata dengan species
legum herba lainnya. Ketersediaan
nitrogen dalam tanah bekas tanam
legum herba mampu memberikan
kontribusi terhadap peningkatan
produktivitas
jagung
dan
produktivitas jagung yang tertinggi
diperoleh dari lahan bekas tanam
species C. Ternatea.
2. Produktivitas jagung yang ditanam
pada lahan bekas tanam legum herba
mampu berproduksi setara dengan
produksi jagung yang diaplikasikan
pupuk kimia secara berimbang. Dan
secara ekonomi, petani tidak lagi
mengeluarkan uang tunai untuk
membeli pupuk kimia dan berupaya
menekan biaya produksi sistem
usahatani
lahan
kering
yang
mengakibat peningkatan penerimaan
petani.
3. Secara ekonomi petani tidak lagi
melakukan pengeluaran biaya riil
untuk
pembelian
pupuk
dan
meningkatkan pendapatan petani
yang bersumber dari jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Nusa Tenggara Timur
Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Propinsi NTT. Kupang.
Gomes K. A. and A. A. Gomes. 1983.
Statistical
Prosedures
for
Agricultural Research.. Second
Edition. The International Rice
Research Institute. Los Banos.
Philippines.
Juliastia B., A. Bire, D. Kana-Hau, Y. LekiSeran. 2000. Pengkajian Sistem
Usaha pertanian (SUP) Jagung di
Kabupaten Belu. Laporan hasil
665
Seminar Nasional Serealia 2011
Penelitian BPTP Naibonat tahun
2000.
Hosang E. Y. 2004. Pengkajian Teknologi
Perbenihan Jagung
Di NTT.
Laporan Hasil Penelitian BPTP
NTT. Naibonat.
Metzner
Joachim.1983.
Kemajuan
Berdasarkan Masa Lalu Dalam
Ekofarming. Bertani Selaras Alam.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Peoples M.B. and Eric T. Craswell. 1992.
Biological Nitrogen Fixation :
Investments, Expectations and
Actual
Contriutions
to
Agriculture in Ladha J.K., T.
George, B.B. Bohlool. Biological
Nitrogen Fixation for Sustainable
Agriculture. Kluwer Academic
Publishers. AH Dordrecht, The
Netherlands.
Purwanto I. 2007. Mengenal Lebih Dekat
Leguminoseae. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Reijntjes C., B. Haverkort dan W. Bayer.
2003. Pertanian masa depan.
Penghantar untuk pertanian
berkelanjutan dengan input luar
rendah.
Penerbit
Kanisius.
Yogyakarta.
Soemarwoto. 1987. Nitrogen Dalam
Pertanian Tropis.
Indonesia
sebagai Kasus Penelitian. dalam
Metzner
Joachim.1987.
Ekofarming. Bertani Selaras Alam.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian
Organik.
Pemasyarakat
dan
Pengembangannya.
Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Wani S.P., O.P. Rupela, K.K. Lee. 1995.
Sustainable Agriculture in the
Semi-arid
Tropics
through
Biological Nitrogen Fixation in
Grain Legumes in Ladha J.K, M .B.
Peoples. 1995. Management of
Biological Nitrogen Fixation for
the development of More
Productive
and
Sustainable
Agricultural
Systems.
AH
Dordrecht, The Netherlands.
Download