PERIKLANAN KOMUNIKASI PERSUASIF KOMUNIKASI PERSUASIF Kata persuasi bersumber dari istilah persuasio (kata kerjanya persuadere), yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Komunikasi persuasi merupakan komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. TUJUAN KOMUNIKASI PERSUASIF Tujuan komunikasi persuasif secara bertingkat ada dua yaitu: 1. Mengubah atau memperkuat keyakinan (believe) dan sikap (attitude) audiens. 2. Mendorong audiens melakukan sesuatu/memiliki tingkah-laku (behaviour) tertentu yang diharapkan. KOMUNIKASI PERSUASIF DALAM PERIKLANAN Komunikasi persuasif banyak dimanfaatkan dalam kegiatan pemasaran terutama dalam bidang periklanan. Dalam periklanan, komunikasi persuasif digunakan untuk membujuk khalayak agar menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan. Bedanya, dalam periklanan, audiens tidak mengetahui secara pasti siapa komunikatornya. Keputusan yang mereka buat, tergantung pada seberapa kuat kemampuan komunikator mempengaruhi atau meyakinkan mereka. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi persuasif. Pertama, Komunikator. Komunikator atau sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan kepada orang lain. Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif, maka komunikator harus mempunyai kredibilitas yang tinggi; memiliki pengetahuan, terutama tentang apa yang disampaikannya. Kedua, pesan. Pesan adalah hal-hal yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima, dengan tujuan agar komunikan melakukan hal-hal yang disampaikan dalam pesan tersebut. Pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator harus sederhana dan mudah dimengerti. Artinya, komunikator harus menyesuaikan isi pesan yang disampaikan dengan audiensnya. Informasi yang diberikan harus disesuaikan dengan kebudayaan dan bisa jadi kepercayaan kelompok sasaran. Yang paling mudah kita lihat adalah dari segi bahasa. Dalam mengembangkan pesan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya: Lugas, artinya, pesan tidak bertele-tele dan dilakukan pengulangan kata-kata tertentu yang dianggap perlu. Konsisten, artinya semua pesan harus terkait dengan tema yang akan disampaikan dan saling mendukung antara satu pesan dengan pesan lainnya. Nada dan daya tarik, ini berkaitan dengan style komunikator. Ketika komunikator menyampaikan pesan sedih, tentu disesuaikan dengan nada suaranya dan lain sebagainya. Bertanggungjawab, dalam hal ini sumber pesan yang dapat dipercaya akan berpengaruh pada diterima atau tidaknya pesan yang disampaikan. Ketiga, media. Media adalah sarana yang digunakan supaya pesan dapat disampaikan oleh sumber kepada si penerima. Supaya komunikasi bisa persuasif, maka media yang digunakan harus tepat. Media harus mempertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan dan lain-lain. Mengenali siapa yang ingin kita jangkau dapat membantu kita dalam mengembangkan pesan yang sesuai. Keempat, penerima. Penerima adalah orang-orang yang menerima pesan dari komunikator, yang biasa disebut dengan komunikan. Dalam berkomunikasi, komunikan/audiens juga perlu menjadi perhatian. Bagaimana karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan dll, sangat dibutuhkan dalam memformulasikan pesan yang akan disampaikan. Misal ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, tersebut. Jangan sampai kita menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat tersebut, seperti: transparansi, akuntabilitas, fleksibel dsb. Sesuaikanlah bahasa sesuai dengan karakter audiensnya. KOMPONEN KOMUNIKASI PERSUASIF Komponen dalam komunikasi persuasif meliputi: a. Claim yaitu pernyataan tujuan persuasi, baik yang tersurat (eksplisit) maupun tersirat (implisit). Eksplisit: iklan pada umumnya yang menyatakan dengan lugas ajakannya untuk membeli suatu produk atau jasa tertentu. Implisit: iklan rokok yang tidak pernah menyatakan terang-terangan untuk mengajak audience-nya merokok. Iklan tersebut biasanya dikemas secara kreatif menggunakan identifikasi fenomena yang menarik dan mudah diingat. b. Warrant yaitu perintah yang dibungkus dengan ajakan atau bujukan sehingga terkesan tidak memaksa. Misalnya iklan yang diikuti dengan kata “ayo”, “mari” dsb. c. Data yaitu data-data atau fakta yang digunakan untuk memperkuat argumentasi keunggulan pesan dari komunikator. Iklan pembalut wanita yang menyatakan data “7 dari 10 wanita indonesia menggunakan pembalut wanita XXX”. Iklan yang menampilkan foto “sebelum” dan “sesudah”. TEORI SEGITIGA RETORIKA ARISTOTELES Aristoteles melihat fungsi retorika sebagai komunikasi ‘persuasif’, meskipun dia tidak menyebutkan hal ini secara tegas. Apabila metode dialectic Socrates merupakan metode diskusi tanya-jawab, one-on-one discussion, maka Aristoteles menyebutkan retorika adalah kebalikannya. Retorika adalah diskusi dari satu orang kepada banyak orang. Jika dialectic adalah upaya untuk mencari kebenaran, maka retorika mencoba menunjukkan kebenaran yang telah diketemukan sebelumnya. Menurutnya, retorika adalah seni untuk mengungkapkan suatu kebenaran kepada khalayak yang belum yakin sepenuhnya terhadap kebenaran tersebut, dengan cara yang paling cocok atau sesuai. PENDEKATAN DASAR KOMUNIKASI PERSUASIF Aristoteles menyatakan ada 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu; Logos (Logika) Yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi logika dan data. Data-data yang disajikan harus akurat dan tidak membingungkan. Informasi yang mendalam namun mudah dipahami. Rasionalitas dan fakta menjadi kunci dalam mempengaruhi audiens. Komunikasi yang rasional dan proporsional akan ditangkap dengan jelas oleh pikiran audiens. Kejelasan dari alasan-alasan serta bukti-bukti yang kuat akan mendorong pesan dan argumen menjadi semakin persuasif. Ethos (Etika) Pembuktian etis (ethical proof) menurut Aristoteles berpulang kepada kredibilitas dari komunikator tersebut. Persuasi yang baik tidak hanya mengandalkan kata-kata yang baik semata, melainkan bahwa komunikatornya sendiri juga harus ‘terlihat’ memiliki kredibilitas. Karena seringkali khalayak sudah cukup terpesona kepada seseorang, bahkan sebelum orang tersebut melakukan persuasi. Dalam teorinya, Aristoteles menyebutkan tentang tiga sumber kredibilitas yang baik, yaitu intelligence, character, dan goodwill. Intelligence atau kecerdasan lebih kepada persoalan kebijaksanaan dan kemampuan dalam berbagi nilai atau kepercayaan antara komunikator dengan khalayaknya. Maksudnya adalah khalayak seringkali menilai “kecerdasan” komunikator dari sejauh mana mereka sepakat atau memiliki kesamaan cara pikir atau ide dengan komunikator tersebut. Komunikator yang cerdas, oleh karenanya mampu menyesuaikan diri atau mampu membaca cara berpikir khalayaknya, untuk kemudian disesuaikan dengan cara berpikirnya. Character lebih kepada citra komunikator sebagai orang yang baik dan orang yang jujur. Jika seorang komunikator mampu memiliki citra sebagai orang yang baik dan jujur, apapun kata-kata yang disampaikan dalam persuasinya maka khalayak cenderung lebih mudah untuk percaya. Begitu pula sebaliknya, jika komunikator yang bersangkutan memiliki citra yang kurang baik maka sebaik apapun kata-kata yang disampaikannya tidak akan dipercaya oleh khalayaknya. Good will atau niat baik, adalah penilaian positif yang coba ditularkan oleh komunikator kepada khalayaknya. Seorang komunikator mungkin mampu memperlihatkan kecerdasannya, menunjukkan karakter kepribadiannya, akan tetapi belum tentu mampu ‘menyentuh hati’ khalayaknya. Niat baik ini biasanya dapat dirasakan oleh hati khalayak. Pathos (Emosional) Pathos adalah sisi daya tarik emosional yang menyertai isi argumen. Penyampaian argumentasi dengan pathos inilah yang menguatkan unsur persuasinya. Pathos adalah penentu dari persetujuan terhadap pemaparan komunikator. Bujukan yang menyasar kepada segi emosi bisa berupa cara penyampaian pesan yang bersemangat dengan bentuk cerita, analogi, atau metafora untuk mengantarkan nilai-nilai secara empatik. Pembicara bisa juga menggunakan imajinasi, harapan, bahkan ketakutan dari audiens. Dapat dikemas secara humoris maupun serius. Di sini komunikator dituntut untuk mampu menyesuaikan suasana emosional yang ingin dicapai dalam sebuah persuasi. Komunikator yang cerdas mampu mengendalikan suasana emosi yang diinginkan, bukan apa yang diinginkan khalayak, akan tetapi lebih kepada apa yang diinginkan oleh komunikator itu sendiri. Dengan mengetahui karakteristik khalayak, pemahaman yang mendalam terhadap berbagai macam karakter emosi, diharapkan persuasi yang dilakukan dapat berjalan efektif. PENDEKATAN KOMUNIKASI PERSUASI YANG EFEKTIF Menurut Burgon & Huffner (2002), terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan agar komunikasi persuasi berjalan secara lebih efektif, yaitu: a. Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan. b. Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang menakutkan bagi audiens dengan tujuan mengajak mereka menuruti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya, memperlihatkan dampak rokok kepada tubuh. c. Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang bersifat lucu dengan tujuan memudahkan audiens mengingat pesan karena mempunyai efek emosi yang positif. Contoh, iklan-iklan yang menggunakan bintang comedian atau menggunakan humor yang melekat di hati masyarakat. d. Pendekatan berdasarkan diksi, yaitu menggunakan pilihan kata yang mudah diingat (memorable) oleh audiens. Misalnya, iklan rokok dengan diksi “nggak ada loe nggak rame…”. Namun keempat pendekatan tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan tujuan persuasi dari komunikator. Aristotle, (Translated by George A. Kennedy). 1991. On Rethoric: A Theory of Civil Discourse. New York: Oxford University. Burgon & Huffner. 2002. Human Communication. London: Sage Publication. Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communication Theory. 5th edition. New York: McGraw-Hill. TUGAS INDIVIDU Cari 1 topik sosial yang menurut anda menarik untuk dipersuasikan ke audiens. Contoh topik bisa berupa: ajakan berhenti merokok, melawan kemalasan, ketergantungan teknologi, global warming, taat aturan, anti golput, merumuskan kebahagiaan, toleransi, hidup sederhana, mengejar impian dsb. Target audiens anda adalah teman-teman kelas anda. Jadi carilah topik yang sesuai/dekat dengan target audiens namun juga penting bagi anda. Presentasikan persuasi anda di kelas dalam pertemuan berikutnya (23 April 2014), dengan mempertimbangkan dan menerapkan konsep logos, ethos dan pathos. Metode dan media bebas; dapat berupa lisan, menggunakan permainan, alat peraga, audio visual, power point dsb. Durasi persuasi maksimal 10 menit. Hasil yang dicari adalah audiens anda terpengaruh dan menyetujui pesan persuasi anda. Kriteria penilaian berdasarkan pada: Keunikan topik. Kreativitas dan penyampaian komunikasi. Kemampuan dalam menerapkan logos, ethos dan pathos dalam persuasi. Selamat mengerjakan.