1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL TIM PENYUSUN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i ii iii v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Riset 1 1 2 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Politik dan Demokrasi 2.2. Pemilu 2.3. Penyelenggara Pemilu 2.4. Partai Politik 2.5. Penduduk dan Warga Negara 2.6. Partisipasi Masyarakat 2.7. Perilaku Politik 2.8. Politik Uang 2.9. Deskripsi Kabupaten Brebes 2.9.1. Kecamatan Brebes 2.9.2. Kecamatan Songgom 2.9.3. Kecamatan Salem 4 4 6 7 9 10 11 12 13 15 17 20 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Unit Analisis 3.2. Tipe Penelitian 3.3. Teknik Koleksi Data 3.4. Teknik Analisis Data 24 24 25 25 26 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA 27 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan 6.2. Saran 38 38 40 DAFTAR PUSTAKA 42 LAMPIRAN 43 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum merupakan salah satu sarana demokrasi. Di mana demokrasi menjadi sarana pula untuk menyejahterakan masyarakat. Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbaik di dunia pasca reformasi 1998. Hal itu diakui dunia karena pelaksanaan Pemilu di Indonesia berlangsung dengan aman dan demokratis, tanpa ada kendala berarti. Dalam pelaksanaannya, Pemilu-pemilu era reformasi mengalami kecenderungan penurunan partisipasi masyarakat. Pada Pemilu legislatif tahun 2014 di tingkat nasional hanya mencapai sekitar 75 persen, sedangkan pada Pilpres menurun menjadi hanya 69 persen. Namun diakui, kualitas pemilu pada tahun 2014 ini mengalami peningkatan dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Di Kabupaten Brebes dengan jumlah pemilih terbesar di Jawa Tengah yakni 1.487.556, menjadi tantangan tersendiri. Rata-rata tingkat kehadiran pada Pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Brebes hanya 64,49 persen. Tingkat kehadiran pada Pilpres 2014 menurun lagi, dari jumlah 1.506.645 pemilih, rata-rata kehadiran hanya 61,59 persen. Dengan demikian, prosentase kehadiran pemilih di Kabupaten Brebes ini di bawah rata-rata nasional dan provinsi. Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara Pemilu, khususnya KPU. Hal ini menjadi kewajiban semua elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, DPRD, ormas, LSM dan semua pemangku kebijakan untuk mengajak dan meningkatkan partisipasi pemilih ini. Bukan bermaksud membela diri sendiri, KPU dengan tenaga dan prasarana yang ada jelas terbatas kemampuannya untuk mengajak semua masyarakat hadir dalam setiap Pemilu. Dalam sistem demokrasi, tingkat kehadiran pemilih tidaklah menentukan kualitas demokrasi itu sendiri. Namun tingkat kehadiran 3 pemilih berpengaruh terhadap legitimasi atas hasil Pemilu tersebut. Semakin tinggi tingkat kehadiran pemilih, maka semakin tinggi pula legitimasinya. Berbeda dengan pemilu-pemilu Orde Baru, yang tingkat partisipasinya selalu tinggi. Namun kualitas dari pemilu tersebut dipertanyakan. Karena diketahui pemilu-pemilu Orde Baru tidaklah demokratis, banyak paksaan dan ancaman untuk memilih partai pemerintah. Ada beberapa alasan masyarakat untuk datang dan memilih partai politik beserta calon anggota legislatifnya. Ada pula banyak alasan bagi sebagian masyarakat yang tidak mau datang untuk menggunakan hak pilihnya. Adalah hak setiap warga negara untuk datang atau tidak datang dalam Pemilu, selagi tidak ada keputusan undang-undang yang mewajibkan masyarakat untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Berdasarkan data di KPU Kabupaten Brebes, rata-rata kehadiran pemilih tertinggi kecamatan ada di Kecamatan Salem yang mencapai 76,31 persen. Sedangkan untuk tingkat desa, kehadiran tertinggi ada di Desa Kadumanis, Kecamatan Salem yang mencapai 88,56 persen. Untuk rata-rata kehadiran terendah di Kecamatan Songgom yang hanya 58,46 persen. Dan desa dengan tingkat kehadiran paling rendah ada di Desa Lembarawa, Kecamatan Brebes yang hanya 37,12 persen. Untuk mengetahui penyebab tinggi rendahnya tingkat kehadiran ini diperlukan riset dan penelitian yang mendalam, sehingga akan diketahui faktor-faktor penyebabnya. Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini KPU, dapat menentukan kebijakan terkait dengan pemilih ini. Mungkin, pendidikan politik kepada masyarakat menjadi salah satu solusi atas tingkat kehadiran pemilih. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang ada di Kabupaten Brebes tersebut, terkait dengan tingkat kehadiran pemilih pada Pemilu 2014 lalu. Secara nasional, angka partisipasi Pemilu tahun 2014 mengalami 4 kenaikan. Namun di Kabupaten Brebes angka rata-ratanya masih di bawah rata-rata nasional dan provinsi. Dari kondisi itu, ada beberapa rumusan masalah yang diajukan dalam riset ini, yaitu: 1. Apakah jenis pekerjaan dan kondisi geografis mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih? 2. Sejauh mana tingkat kesadaran pemilih dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014? 3. Apakah lokasi TPS mudah dijangkau oleh pemilih? 4. Bagaimana pemilih menggunakan hak pilihnya? 5. Sejauh mana pemilih tertarik pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden? 6. Apa penyebab golput di kalangan masyarakat pemilih dan bagaimana harapan mereka? 1.3. Tujuan Riset Tujuan riset partisipasi masyarakat dalam Pemilu ini, adalah umum untuk menadrisikan/membudayakan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu. Juga sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya. Sedangkan secara khusus riset ini bertujuan untuk menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu. Kemudian terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam Pemilu. Sehingga ke depan akan dihasilkan kebijakan-kebijakan atau pun peraturan perundang-undangan terkait dengan Pemilu yang semakin lebih baik. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memudahkan pemahaman terkait dengan istilah-istilah maupun pengertian yang yang digunakan dalam riset ini, diperlukan tinjauan pustaka berdasarkan rujukan dari undang-undang, peraturanperaturan pemerintah, peraturan KPU dan lainnya, maupun dari bukubuku penunjang lainnya. 2.1. Politik dan Demokrasi Berbicara mengenai masalah Pemilu, maka terlebih dahulu yang diperkenalkan adalan konsep politik dan demokrasi. Dalam ilmu politik, prinsip utama yang dikemukakan adalah bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk politik. Hal itu berdasarkan pada perilaku seorang manusia, yang memiliki naluri politik sendiri-sendiri. Di mana manusia sebagai individu memiliki kecenderungan untuk bersikap politik, melakukan langkah-langkah politik. Ini sesuai dengan kodrat manusia untuk mempertahankan diri dalam menjalani kehidupan, termasuk kehidupan politik. Manusia sendiri bukan makhluk politik semata-mata, namun manusia sebagai makhluk politik itu hanya salah satu bagian dari hakekat manusia secara keseluruhan (Prof. Dr. J.M. Papasi, Ilmu Politik, Teori dan Praktik, 2010). Karenanya menurut J.M. Papasi, manusia yang memiliki sifat politik dapat dicari aliran perilaku politiknya atau behaviorist politiknya. Dalam hal ini, J.M. Papasi menyatakan bahwa perilaku politik itu dapat dilihat dari pengalaman hidupnya di bidang politik. Secara garis besar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu politik adalah ilmu pengetahuan mengenai pemerintahan atau ketatanegaraan. Menurut Ramlan Surbakti (Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik,1992), sedikitnya ada lima pengertian tentang politik. Yang pertama, politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah 6 segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Dan kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Sedangkan Miriam Budiardjo (Dasar-dasar Ilmu Politik, edisi revisi, 2008) menyebutkan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang lebih baik. Miriam Budiardjo mengatakan bahwa politik itu sangat penting. Karena dalam masyarakat diatur kehidupan kolektif, sementara sumber daya alamnya terbatas, sehingga perlu dicari cara distribusi sumber daya distribusi agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik. Mengutip Peter Merkl, politik dalam bentuk paling baik adalah usaha mencapai sesuatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Sementara dalam pengertian yang negatif, Peter Merkl mengatakan bahwa politik adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri. Dengan mengacu pada istilah-istilah tersebut, Miriam Budiardjo mendefinisikan politik sebagai usaha untuk menentukan peraturanperaturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan yang harmonis. Meskipun dalam perjalanannya, sering dan selalu terjadi pertentangan antara satu dengan yang lainnya. Politik dan demokrasi saling berkaitan, di mana demokrasi merupakan bagian dari politik. Demokrasi itu sendiri bukan sebuah tujuan, tetapi merupakan sistem politik yang berlaku dalam sebuah negara. Negara yang menjamin kebebasan warganya untuk berpolitik, merupakan salah satu ciri sebuah negara demokrasi. Di situ setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan politik yang benar, sesuai dengan sistem demokrasi yang berlaku. Demokrasi sendiri, menurut Miriam Budiardjo 7 berasal dari kata demoskratos, dari bahasa Yunani, yang berarti rakyat yang berkuasa atau government by the people. Dalam prakteknya, sistem demokrasi di masing-masing negara berbeda-beda. Ada yang menganut demokrasi parlementer, ada pula yang menjalankan demokrasi presidensiil. Di negara-negara yang masih otoriter, demokrasi yang dijalankan sering dikatakan demokrasi yang semua. Artinya, negara tersebut mengaku sebagai negara demokrasi, tetapi dalam prakteknya masih jauh dari ciri-ciri negera demokrasi tersebut. Di Indonesia, perjalanan demokrasi mengalami pasang surut sejak zaman kemerdekaan hingga sekarang. 2.2. Pemilu Sesuai dengan UU No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilihan Umum disebutkan dengan jelas istilah Pemilu. Sesuai dengan Bab I tentang Ketentuan umum, pasal 1 disebutkan bahwa Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian pada pasal 2 disebutkan bahwa Pemilu terdiri dari Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 disebutkan ada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8 Dan pasal 4 disebutkan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.3. Penyelenggara Pemilu Penyelenggara Pemilu dijelaskan secara gamblang dalam UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pada pasal 1 ayat 5, disebutkan bahwa Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis. Kemudian di ayat 6 disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Kemudian ayat 7 dituliskan Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi. Dan ayat 8, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota. Selain KPU, dalam ayat-ayat selanjutnya juga disebutkan ada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang berada di tingkat Kecamatan. Kemudian Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 9 Selain itu, ada Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri. Juga ada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri. Selanjutnya, penyelenggara Pemilu lainnya ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal itu dijelaskan pada pasal 1 ayat 17 UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di ayat-ayat selanjutnya juga disebutkan Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwascam, dan PPL. Di tingkat provinsi ada Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Di tingkat kabupaten/kota, ada Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Sedangkan Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. Di luar negeri, ada Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Di ayat 22 pasal 1 juga disebutkan adanya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Di mana Dewan Kehormatan Penyelenggara 10 Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. Menurut pasal 1 UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, penyelenggara Pemilu adalah KPU dan Bawaslu, serta DKPP. Selain itu, pada pasal 2 juga disebutkan asas penyelenggaraan Pemilu. Penyelenggara Pemilu harus berpedoman pada asas mandiri, jujur, adil, kepastian hokum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. 2.4. Partai Politik Dalam sistem demokrasi, salah satu pilar pendukungnya adalah adanya partai politik. Secara umum, definisi partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional, untuk melaksanakan programnya (Miriam Budiardjo, edisi revisi, 2008). Pengertian partai politik dalam khasanah ilmu politik cukup banyak. Namun secara prinsip merujuk pada maksud yang sama, yakni sebagai lembaga politik yang berfungsi menyalurkan tujuan-tujuan politik sekelompok masyarakat dalam suatu pemerintahan. Mereka bersaing dalam suatu pemilu, baik untuk memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif maupun di lembaga eksekutif. Begitu pula pengertian yang merujuk pada UU No 2 tahun 2011 tentang partai politik. Disebutkan dalam pasal 1 yang dimaksud dengan Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan 11 Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.5. Penduduk dan Warga Negara Pengertian penduduk dan warga Negara. Berdasarkan pasal 6 Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, pengertian penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sementara itu, warga negara berdasarkan Pasal 26 Ayat (1) bahwa pengertian warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warga negara. Sedangkan UU No. 6 tahun 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa warga negara (baca pengertian negara) Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 telah menjadi warga negara RI. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh setiap negara, bahwa adanya kebebasan untuk setiap orang berhak untuk memilih kewarganegaraan (every person has the right to choose citizenship), memilih tempat tinggal di wilayah negara (choose a place to stay in the country) dan meninggalkannya, serta memiliki hak untuk kembali (have the right to return) sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini memiliki makna (meaning) bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pengertian penduduk adalah orang orang yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah negara itu, yang dapat dibedakan antara warga negara (citizen) dengan warga negara asing (foreign citizen) (WNA). 2. Pengertian bukan penduduk adalah orang orang lain yang tinggal dalam negara yang bersifat sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara (kantor imigrasi) yang bersangkutan, contohnya turis. (www.apapengertianahli.com) 12 Berdasarkan UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pada pasal 23, 24 dan 25 dijelaskan istilah penduduk, warga negara Indonesia dan pemilih. Dalam pasal 23 disebutkan, bahwa penduduk adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri. Kemudian pasal 24, disebutkan bahwa Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sedangkan pasal 25, dijelaskan bahwa pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Sedangkan definisi penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yang dimaksud dengan penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. (http://www.academia.edu). 2.6. Partisipasi Masyarakat Dalam sistem Pemilu, partisipasi masyarakat sangat penting. Keberadaan partai politik sebagai peserta Pemilu menjadi salah salah satu penggerak partisipasi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam Pemilu tersebut. Dalam hal ini, yang dimaksud partisipasi masyarakat adalah partisipasi politik. Di mana yang yang dimaksud sebagai partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota 13 parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan direct actionnya dan sebagainya. (Miriam Budiardjo, edisi revisi, 2008). Di Indonesia, partisipasi politik masyarakat dalam pemilu, seperti disebutkan di awal mengalami banyak fluktuasi dan dinamika. Mulai dari Pemilu pertama di Indonesia pada 1955, Pemilu-pemilu Orde Baru, dari 1971 hingga 1997, serta pemilu-pemilu pada era reformasi hingga Pemilu terakhir tahun 2014. Pemilu 1955, tingkat partisipasinya mencapai 91 persen. Pemilu Orde Baru tingkat partisipasi masyarakat rata-rata di atas 80 persen. Namun pada Pemilu era reformasi mengalami penurunan. Tingkat partisipasi tertinggi di Indonesia terjadi pada Pemilu 1992, yang mencapai 95 persen, atau 102,3 juta pemilih menggunakan hak pilihnya. (Miriam Budiardjo, edisi revisi, 2008). Pada Pemilu legislatif tahun 2014 di tingkat nasional mencapai sekitar 75 persen, sedangkan pada Pilpres menurun menjadi hanya 69 persen. Namun diakui, kualitas pemilu pada tahun 2014 ini mengalami peningkatan dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Tingkat partisipasi ini menjadi salah satu indikator keberhasilan pemilu. Di mana semakin tinggi tingkat partisipasi, semakin tinggi tingkat legitimasinya. Meskipun tingkat partisipasi pemilu itu sendiri tidak berbanding lurus dengan kualitas hasil pemilu tersebut. Dalam Peraturan KPU No 5 tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan perorangan dan/atau kelompok masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan. 2.7. Perilaku Politik Partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak terlepas dari perilaku memilih masyarakat itu sendiri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Perilaku masyarakat itu sendiri adalah 14 perilaku politik, yakni bagaimana masyarakat melihat, memelajari dan kemudian menentukan pilihannya. Perilaku politik masyarakat ini dilihat dari proses sosialisasi politik, baik oleh pemerintah, penyelenggara Pemilu, partai politik maupun dari masyarakat itu sendiri, seperti organisasi massa, LSM maupun lembagalembaga lainnya. Proses selanjutnya adalah bagaimana masyarakat dalam menilai dan kemudian memutuskan tindakan-tindakan politik, khususnya dalam Pemilu. Pendidikan politik bagi pemilih, adalah proses penyampaian informasi kepada pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran pemilih tentang pemilihan umum. Perilaku politik atau (Politic Behaviour) adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik. Contoh perilaku politik dalam kehidupan bernegara adalah: Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat/pemimpin, mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), ikut serta dalam pesta politik, ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas, berhak untuk menjadi pimpinan politik, berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku. (http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com) 2.8. Politik Uang Pengertian politik uang atau money politic mempunyai beberapa pengertian. Tetapi secara umum, politik uang berarti penggunaan uang untuk tujuan tertentu dalam bidang politik. Dengan uang tersebut, seseorang atau sekelompok orang mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai tujuan politiknya. 15 money politics juga bisa berarti suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagibagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (vooters). Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi di balik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan. Konsekuensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang akan terjerat undang-undang anti suap. (https://etaholic.wordpress.com/2012 /06/25/money-politic-dalam-praktekpenyelenggaraan-pemilihan-umum-di-indonesia/) Dalam UU No 3 tahun 1999 tentang Pemilu pada pasal 73 ayat 3 disebutkan: "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu." Kemudian dalam UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 232 juga disebutkan adanya pidana bagi pemilih maupun yang memberikan uang dengan pidana dan denda. Disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih pasangan calon tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). 16 2.9. Deskripsi Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes terletak di Provinsi Jawa Tengah bagian barat, berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, tepatnya di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura). Berdasarkan garis bujur dan garis lintang, Kabupaten Brebes terletak di pada koordinat 108° 41'37,7" - 109° 11'28,92" Bujur Timur dan 6° 44'56'5" - 7° 20'51,48 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Brebes berbatasan dengan laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Tegal dan Kota Tegal di sebelah timur, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa, dialek Brebes. Namun sebagian lagi penduduknya berbahasa Sunda dan banyak nama tempat yang dinamai dengan bahasa Sunda. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa lalu wilayah ini adalah bagian dari wilayah Sunda. Daerah yang masyarakatnya sebagian besar menggunakan bahasa Sunda adalah Kecamatan Salem, Banjarharjo, dan Bantarkawung, dan sebagian lagi ada di beberapa desa di Kecamatan Losari, Tanjung, Kersana, Ketanggungan dan Larangan. Ibukota kabupaten Brebes terletak di bagian timur laut wilayah kabupaten. Kota Brebes bersebelahan dengan Kota Tegal. Brebes merupakan kabupaten yang terluas di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet. Dengan iklim tropis, curah hujan rata-rata 211 mm pada tahun 2013. Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya. Karenanya, secara geografis wilayah Kabupaten Brebes pun sebagian besar berupa areal pertanian atau persawahan dengan luas total 37,7 persen atau 62.703 17 hektar. Kemudian luas hutannya mencapai 31,4 persen, tegalan mencapai 10,5 persen, perkebunan 0,8 persen, tambak 5,4 persen, pekarangan 11,6 persen dan lainnya 2,6 persen. (Brebes Dalam Angka tahun 2013) Penduduk Kabupaten Brebes berdasarkan Brebes dalam Angka pada tahun 2013 sebesar 1.764.648 jiwa. Dengan jumlah laki-laki 886.698 jiwa dan jumlah penduduk perempuan mencapai 877.950 jiwa. Angka pertumbuhan penduduknya 14,25, yang berarti dari setiap 1.000 penduduk terdapat 14 kelahiran. Sedangkan berdasarkan data dari Disdukcapil, jumlah penduduk Kabupaten Brebes sebesar 1.836.554 jiwa, terdiri dari laki-laki 944.651 dan perempuan 891.903 jiwa. Berdasarkan jumlah pemilih pada Pemilu terakhir yakni Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 adalah 1.506.645 pemilih. Berdasarkan data, mata pencaharian penduduk Kabupaten Brebes sebagian besar adalah buruh tani, yang mencapai 38,38 persen. Kemudian petani/peternak mencapai 27,07 persen, disusul pedagang (8,92 persen), buruh bangunan (7,23 persen) dan buruh industri (4,17 persen). Berikut tabel berdasarkan mata pencaharian yang yang disarikan dari data 17 kecamatan dalam angka yang diterbitkan Bappeda Kabupaten Brebes. Kabupaten Brebes No Mata Pencaharian Jumlah Total Prosentase 1 Petani/Peternak 248,057 27.07 2 Buruh Tani 351,728 38.38 3 Nelayan 22,802 2.49 4 Pengusaha 9,508 1.04 5 Buruh Industri 38,235 4.17 6 Buruh Bangunan 66,270 7.23 7 Pedagang 81,727 8.92 8 Supir/Kernet Angkutan 29,698 3.24 18 9 PNS/TNI/Polri 10 Pensiunan 11 Lain-lain Jumlah 22,504 2.46 7,307 0.80 38,557 4.21 916,393 100 Sumber: Disarikan dari Kabupaten Brebes dalam Angka tahun 2013 2.9.1. Kecamatan Brebes Kecamatan Brebes merupakan Ibukota Kabupaten Brebes, tepatnya berada di jalur Pantura. Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jatibarang, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wanasari dan sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal. Kecamatan Brebes terdiri dari 23 desa dan kelurahan. Sebagai daerah perkotaan, sebagian besar kegiatan perekonomian di Kecamatan Brebes didominasi oleh perdagangan dan jasa. Di daerah pesisir, umumnya penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani tambak (ikan bandeng, udang dan budidaya rumput laut) dan peternak bebek, sedangkan di daerah selatan, umumnya bermata pencaharian sebagai petani bawang merah dan buruh tani. Berdasarkan data dari buku Kecamatan dalam Angka tahun 2013, jumlah penduduknya mencapai 159.706. Sedangkan Desa Lembarawa jumlah penduduknya 4.079, dan Kelurahan Brebes 21.749 jiwa. Dibandingkan dengan data dari Disdukcapil, jumlah penduduk Kecamatan Brebes mencapai 174.642 jiwa. Dan Desa Lembarawa yang menjadi sampel dalam penelitian ini jumlah penduduknya 5.974 dan Kelurahan Brebes Brebes 22.357. Berdasarkan data tersebut, mata pencaharian terbesar penduduk Kecamatan Brebes adalah buruh tani, total ada 27.184. kemudian disusul petani/peternak sebanyak 20.558 dan PNS/TNI/Polri sebanyak 11.510. PNS/TNI/Polri cukup banyak karena memang Kecamatan Brebes menjadi pusat pemerintahan dan politik. Pedagang dan buruh industri juga cukup besar, meski Kecamatan Brebes bukan pusat industri dan dagang. Untuk 19 pedagang, total ada 9.740 dan buruh industri mencapai 6.031. Para pedagang termasuk mereka yang bergerak di bidang warung makan (warung Tegal/warteg) dan dagang lainnya di luar kota, seperti Jakarta, Semarang dan lainnya. Buruh industri juga sebagian besar berada di luar kota, khususnya di Jabodetabek. Di situ banyak industri yang merekrut karyawan dari luar kota, termasuk dari Kabupaten Brebes. Mata pencaharian lainnya, termasuk mahasiswa dan pelajar mencapai 3.302. Berdasarkan data dari Disdukcapil Kabupaten Brebes, jumlah mahasiswa/pelajar hanya 1.492 orang. Berikut tabel mata pencaharian penduduk Kabupaten Brebes berdasarkan Brebes dalam angka. Kecamatan Brebes No Mata Pencaharian 1 Petani/Peternak 2 Buruh Tani 3 Kecamatan Brebes 20,558 Prosentase 22.29 27,184 29.47 Nelayan 2,955 3.20 4 Pengusaha 1,151 1.25 5 Buruh Industri 6,031 6.54 6 Buruh Bangunan 5,533 6.00 7 Pedagang 9,740 10.56 8 Supir/Kernet Angkutan 1,579 1.71 9 PNS/TNI/Polri 11,510 12.48 10 Pensiunan 1,479 1.60 11 Lain-lain 4,515 4.90 92,235 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Brebes dalam Angka Tahun 2013 Sedangkan data mata pencaharian di desa dan kelurahan, yang menjadi sampel dalam penelitian ini, yakni Desa Lembarawa dan 20 Kelurahan Brebes. Berikut tabel mata pencaharian di Desa Lembarawa dan Kelurahan Brebes: Desa Lembarawa Kecamatan Brebes No Mata Pencaharian Desa Prosentase Lembarawa 1 Petani/Peternak 1,480 37.65 2 Buruh Tani 1,917 48.77 3 Nelayan 5 0.13 4 Pengusaha 0 0.00 5 Buruh Industri 37 0.94 6 Buruh Bangunan 35 0.89 7 Pedagang 364 9.26 8 Supir/Kernet Angkutan 47 1.20 9 PNS/TNI/Polri 24 0.61 10 Pensiunan 1 0.03 11 Lain-lain 21 0.53 3,931 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Brebes dalam Angka Kelurahan Brebes Kecamatan Brebes No Mata Pencaharian Kel. Prosentase Brebes 1 Petani/Peternak 99 0.76 2 Buruh Tani 70 0.54 3 Nelayan 0 0.00 4 Pengusaha 238 1.83 5 Buruh Industri 1,025 7.86 6 Buruh Bangunan 601 4.61 7 Pedagang 2,079 15.95 8 Supir/Kernet Angkutan 138 1.06 21 9 PNS/TNI/Polri 7,438 57.05 10 Pensiunan 481 3.69 11 Lain-lain 869 6.67 13,038 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Brebes dalam Angka 2.9.2. Kecamatan Songgom Kecamatan Songgom secara geografis terletak di sebelah selatan ibukota Kabupaten Brebes. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Jatibarang, sebelah selatan Kabupaten Tegal, sebelah barat Kecamatan Larangan, dan sebelah timur Kabupaten Tegal. Kecamatan Songgom terdiri dari 10 desa, yang sebelumnya merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Jatibarang. Wilayah Kecamatan Songgom secara geografis berada di dataran rendah, yang sebagian besar berupa lahan sawah. Ada pun jumlah penduduk Kecamatan Songgom berdasarkan data Kecamatan Songgom dalam Angka jumlahnya 69.615 jiwa. Dan Desa Jatimakmur yang menjadi sampel dalam penelitian ini, jumlah penduduknya mencapai 5.706. Sementara berdasarkan data dari Dusdukcapil jumlah penduduk Kecamatan Songgom mencapai 80.793 jiwa, dan penduduk Desa Jatimakmur mencapai 7.402 jiwa. Hampir sama dengan sebagian besar kecamatan di Kabupaten Brebes, mata pencaharian terbesar warganya adalah buruh tani dan petani/peternak. Seperti terlihat dari Kecamatan Songgom dalam Angka tahun 2013, buruh tani sebesar 22.344 dan petani/peternak sebesar 11.738. Berikut data mata pencaharian penduduk Kecamatan Songgom berdasarkan Kecamatan Songgom dalam Angka. 22 Kecamatan Songgom No Mata Pencaharian Kecamatan Prosentase Songgom 1 Petani/Peternak 11,738 26.42 2 Buruh Tani 22,344 50.28 3 Nelayan 0 0.00 4 Pengusaha 169 0.38 5 Buruh Industri 892 2.01 6 Buruh Bangunan 2,781 6.26 7 Pedagang 1,785 4.02 8 Supir/Kernet Angkutan 535 1.20 9 PNS/TNI/Polri 282 0.63 10 Pensiunan 110 0.25 11 Lain-lain 3,799 8.55 44,435 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Songgom dalam Angka Sementara di Desa Jatimakmur, yang menjadi sampel penelitian kehadiran dan ketidakhadiran pemilih ini, mata pencaharian penduduknya adalah sebagai berikut. Desa Jatimakmur Kecamatan Songgom No Mata Pencaharian Desa Prosentase Jatimakmur 1 Petani/Peternak 1,879 34.79 2 Buruh Tani 3,301 61.12 3 Nelayan 0 0.00 4 Pengusaha 20 0.37 5 Buruh Industri 0 0.00 6 Buruh Bangunan 35 0.65 7 Pedagang 96 1.78 8 Supir/Kernet Angkutan 55 1.02 23 9 PNS/TNI/Polri 10 0.19 10 Pensiunan 0 0.00 11 Lain-lain 5 0.09 5,401 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Songgom dalam Angka 2.9.3. Kecamatan Salem Kecamatan Salem berada di sebelah barat daya ibukota Kabupaten Brebes. Kondisi geografis alamnya merupakan daerah pegunungan. Untuk batas wilayahnya, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarharjo dan Kecamatan Ketanggungan. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bantarkawung, sebelah selatan dengan Kabupaten Cilacap dan sebalah barat dengan Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Salem terdiri dari 21 desa, dengan jumlah penduduk sesuai dengan Kecamatan Salem dalam angka sebesar 58.018 berdasarkan data tahun 2013. Sedangkan berdasarkan data dari Disdukcapil pada tahun 2014 jumlah penduduknya mencapai 58.615 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Kadumanis, yang menjadi obyek penelitian ini, berdasarkan Kecamatan Salem dalam Angka jumlah 831 jiwa. Dan berdasarkan data Disdukcapil jumlahnya 774. Berikut tabel mata pencaharian penduduk Kecamatan Salem berdasarkan data dari Kecamatan Salem dalam Angka. Kecamatan Salem No Mata Pencaharian Kecamatan Prosentase Salem 1 Petani/Peternak 20,200 57.25 2 Buruh Tani 10,331 29.28 3 Nelayan 0 0.00 4 Pengusaha 307 0.87 5 Buruh Industri 345 0.98 6 Buruh Bangunan 1,438 4.08 24 7 Pedagang 539 1.53 8 Supir/Kernet Angkutan 252 0.71 9 PNS/TNI/Polri 526 1.49 10 Pensiunan 276 0.78 11 Lain-lain 1,072 3.04 35,286 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Salem dalam Angka Sementara berdasarkan pekerjaan, kondisi mata pencaharian penduduk Desa Kadumanis adalah sebagai berikut. Desa Kadumanis Kecamatan Salem No Mata Pencaharian 1 Petani/Peternak 2 Buruh Tani 3 Desa Prosentase Kadumanis 603 82.94 61 8.39 Nelayan 0 0.00 4 Pengusaha 2 0.28 5 Buruh Industri 0 0.00 6 Buruh Bangunan 21 2.89 7 Pedagang 15 2.06 8 Supir/Kernet Angkutan 11 1.51 9 PNS/TNI/Polri 4 0.55 10 Pensiunan 2 0.28 11 Lain-lain 8 1.10 727 100 Jumlah Sumber: Disarikan dari Kecamatan Salem dalam Angka tahun 2013 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Unit Analisis Dalam riset yang dilakukan dengan tema “Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter turn-out)” ini, unit analisis yang diambil adalah individu. Individu yang dimaksud di sini adalah individu yang pada Pemilu 2014 lalu telah memiliki hak pilih atau telah berusia 17 tahun ke atas, atau sudah pernah menikah. Di mana individu yang dijadikan sampel ada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Salem, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes. Seperti diketahui, tingkat kehadiran pemilih di Kabupaten Brebes hanya 64,49 persen. Cukup jauh dari rata-rata di tingkat nasional yang mencapai 75 persen, sedangkan pada Pilpres menurun menjadi hanya 69 persen. Kecamatan Salem dipilih karena berdasarkan prosentase kehadiran pemilih merupakan yang terbesar di Kabupaten Brebes. Ada pun desa di Kecamatan Salem yang dipilih sebagai sampel adalah Desa Kadumanis, yang merupakan desa di Kecamatan Salem yang tingkat prosentase kehadiran pemilihnya tertinggi, bahkan tertinggi di Kabupaten Brebes. Dari data di KPU Kabupaten Brebes, tingkat kehadiran di Kecamatan Salem mencapai 76,31 persen. Sedangkan di Desa Kadumanis mencapai 88,56 persen. Kemudian Kecamatan Songgom dipilih karena untuk prosentase tingkat kehadiran pemilihnya terendah dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes, tepatnya di desa Jatimakmur yang terendah tingkat kehadiran pemilihnya. Untuk rata-rata kehadiran di Kecamatan Songgom hanya 58,46 persen. Dan di Desa Jatimakmur hanya 53,81 persen. Ada pun Kecamatan Brebes dipilih sebagai lokasi sampel dikarenakan sebagai pusat pemerintahan kabupaten. Selain itu, pluralitas penduduknya juga menjadi pertimbangan. Dimana rata-rata tingkat kehadiran di Kecamatan Brebes hanya 61,57 persen. Dan diambil sebagai 26 sampel riset ini adalah Kelurahan Brebes, dengan rata-arata kehadiran 75,47 persen. Kemudian Desa Lembarawa, yang tingkat kehadirannya paling rendah di Kecamatan Brebes, bahkan paling rendah di tingkat Kabupaten Brebes, yang hanya 37,12 persen. 3.2. Tipe Penelitian Dalam riset pertisipasi masyarakat dalam Pemilu, dengan tema kehadiran dan ketidakhadiran pemilih ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini merupakan teknik mendalam (in-depth), berorietasi pada kasus dari sejumlah kasus, dalam hal ini adalah kehadiran dan ketidakhadiran pemilih dalam Pemilu 2014. Metode kualitatif ini memungkinkan hasil dari penelitian ini untuk melihat situasi yang sebenarnya tanpa ada rekayasa. Di mana dalam penelitian ini, masyarakat pemilih dalam Pemilu 2014 diwawancarai dengan metode survey untuk menjawab kuesioner yang telah dibuat. Pemilihan metode kualitatif ini dilakukan untuk menjawab rumusanrumusan masalah yang telah dibuat, dan bersifat fleksibel. Sehingga memungkinkan peneliti untuk mempelajari berbagai bidang baru yang menarik. 3.3. Teknik Koleksi Data Dalam penelitian ini, teknik koleksi data atau pengumpulan data dilakukan dengan metode survey berupa pertanyaan-pertanyaan kepada pemilih dalam bentuk kuesioner yang telah ditetapkan. Selain itu, juga berdasarkan data sekunder yang sudah ada, seperti data DPT Pemilu tahun 2014 dan data kependudukan dari BPS maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta data pembanding dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes, disepakati untuk diambil tiga kecamatan dengan pertimbangan tertentu. Yakni Kecamatan Salem, di Desa Kadumanis, dengan pertimbangan sebagai 27 desa dengan tingkat pastisipasi tertinggi. Di situ diambil 30 responden yang menyebar di empat RT (Rukun Tetangga) yang ada di desa tersebut. Kemudian Kecamatan Songgom di Desa Jatimakmur, dengan pertimbangan Kecamatan Songgom sebagai kecamatan dengan tingkat pasrtisipasi terendah di Kabupaten Brebes, dan Desa Jatimakmur menjadi desa dengan partisipasi terendah di kecamatan tersebut. Sebanyak 30 responden menjadi sampel dalam penelitian tersebut. Dan ketiga di Kecamatan Brebes yang diselenggaran di Desa Lembarawa dan Kelurahan Brebes. Desa Lembarawa dipilih karena menjadi desa dengan tingkat partisipasi paling rendah di tingkat Kabupaten Brebes. Dan Kelurahan Brebes mewakili daerah perkotaan, dengan pemilih yang beragam profesi dan latarbelakangnya. Di dua desa itu ada 40 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian. Dengan demikian, dalam penelitian ini, ada 100 responden yang dijadikan sampel untuk diajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan kuesioner yang telah ditetapkan. Selanjutnya, hasil dari pertanyaanpertanyaan kuesioner ini dikumpulkan dan dibuatkan prosentase berdasarkan jawaban-jawaban yang telah diberikan responden. Dalam penentuan sampel ini, metode yang digunakan adalah teknik sampel probabilitas. Teknik ini dilakukan dengan cara memilih atau menarik sampel secara acak (random) dari daftar seluruh populasi yang ada. Dengan keterbatasan yang ada, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini hanya 100 responden, yang latar belakang dan profesinya berbeda-beda, diambil secara acak. Di mana mereka yang telah memiliki hak pilih dalam Pemilu 2014 lalu. 3.4. Teknik Analisis Data Sebagaimana dikemukakan Miles dan Huberman (1994) dalam Morissan (Metode Penelitian Survei: 2012), analisis data kualitatif terdiri atas empat tahap, yaitu : 1) reduksi data (data reduction); 2) peragaan data (data display); 3) penarikan kesimpulan (conclusion drawing), dan 4) verifikasi. Dalam penelitian ini, data primer maupun sekunder disusun dan 28 diperbandingkan untuk menghasilkan penilaian atas hasil penelitian di lapangan. Selanjutnya, dari data yang ada, nantinya akan dihasilkan kesimpulan atas penelitian yang dimaksud. Dalam hal ini, data yang ada akan dianalisis dengan teknik komparatif tetap (the constant comparative technique). Secara umum, teknik ini terbagi dalam empat tahapan, yaitu: 1) kategorisasi kejadian; 2) perbaikan kategori; 3) mencari hubungan tema di antara kategori; dan 4) menyederhanakan dan mengintegrasikan data berdasarkan struktur teorinya. Dengan metode tersebut, diharapkan data-data yang diperoleh akan mampu menjawab rumusan-rumusan masalah yang telah ditentukan. Apa-apa yang menjadi persoalan akan ditemukan jawaban dan juga rekomendasi-rekomendasi yang diharapkan menjadi solusi ke depan. 29 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Berdasarkan data sekunder yang dimiliki KPU Kabupaten Brebes dari jumlah pemilih sebesar 1.487.556 pada Pemilu Legislatif 2014, yang menggunakan hak pilih hanya 955.551 atau hanya 64,49 persen saja. Prosentase tingkat kehadiran pemilih ini termasuk paling rendah di Jawa Tengah. Pada Pemilu legislatif tahun 2014 di tingkat nasional hanya mencapai sekitar 75 persen, sedangkan pada Pilpres menurun menjadi hanya 69 persen. Namun diakui, kualitas pemilu pada tahun 2014 ini mengalami peningkatan di bandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, prosentase pemilih di Kabupaten Brebes hanya 61,67 persen saja. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan prosentase Pemilu Legislatif tahun 2014. Tingkat prosentase ini berarti selaras dengan prosentase di tingkat nasional. Di mana terjadi penurunan prosentase antara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Legislatif. Berdasarkan data tingkat kehadiran pemilih di masing-masing kecamatan di Kabupaten Brebes, Kecamatan Salem menjadi kecamatan dengan prosentase kehadiran pemilih yang terbesar, sebanyak 76,31 persen, kemudian Kecamatan Songgom menjadi kecamatan dengan prosentase kehadiran terendah, sebanyak 58,46 persen. Dari data jumlah penduduk, yang menjadi dasar dalam penentuan jumlah pemilih dalam pemilu, data yang berasal dari instansi berbeda di Kabupaten Brebes terdapat perbedaan. Yakni yang berasal dari data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dengan data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes. Perbedaan ini bisa dipahami, karena memang metode dan cara yang digunakan berbeda pula. Berikut data yang diperoleh dari dua instansi tersebut, berdasarkan data tahun 2013. 30 Tabel Selisih Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes Jenis Kelamin BPS Disdukcapil Selisih Laki-laki 886.698 944.651 57.953 Perempuan 877.950 891.903 13.953 1.764.648 1.836.554 71.906 Jumlah Berdasarkan data tersebut, terdapat selisih jumlah penduduk yang cukup besar, yakni 71.906 jiwa. Selisih tersebut menyebar di seluruh kecamatan dan desa yang ada di Kabupaten Brebes. Perbedaan jumlah penduduk, khususnya jumlah penduduk kabupaten/kota yang dirilis oleh BPS dan Pemerintah Daerah sangat mungkin terjadi karena dua hal besar, yaitu perbedaan metodologi dan perbedaan waktu pendataan. (www.academia.edu) Perbedaan jumlah penduduk ini jelas sangat berpengaruh terhadap prosentase kehadiran jumlah pemilih dalam Pemilu. Berdasarkan pengertian penduduk yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan pemilih, seperti dalam UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, pada pasal 23 bahwa penduduk adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia dan luar negeri. Dengan pengertian tersebut, maka penduduk suatu daerah dibuktikan dengan kepemilikan identitas diri, baik KTP, KK, SIM, Paspor dan lainnya. Sedangkan jika mengacu pada istilah yang ditentukan BPS, penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Jika seseorang beridentitas suatu daerah, namun tidak berada di daerah tersebut dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan, maka tidak dimasukkan dalam penduduk daerah tersebut. Namun yang bersangkutan dicatat dalam daerah yang ditempati saat pendataan. Dengan asumsi tersebut, maka selisih jumlah penduduk antara BPS Kabupaten Brebes dengan Disdukcapil Kabupaten Brebes adalah hal 31 yang wajar. Sehingga otomatis pula, pada saat pemilihan umum terjadi, mereka yang didata dalam daftar pemilih mengacu pada pengertian Pemda, bisa terjadi yang bersangkutan masih berada di luar daerah di mana dia terdaftar. Dari hasil jawaban kuesioner dari 100 responden yang dijadikan sampel, 13 orang atau 13 persen yang menyatakan tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilu Legislatif 2014, alasan mereka adalah sibuk bekerja sebanyak 2 orang atau 15,38 persen, dan merantau ke luar kota/luar negeri sebanyak 7 orang 53,84 persen, dan 2 orang karena tidak terdaftar, serta 2 orang lainnya memberikan jawaban lainnya. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan hak pilihnya tersebut juga merasa menyesal. Itu terlihat dari jawaban responden yang berjumlah 9 orang atau 69,23 persen yang mengaku menyesal. Sedangkan yang merasa tidak menyesal hanya 4 responden atau 30,77 persen saja. Dengan jawaban responden tersebut, data jumlah penduduk dari Disdukcapil yang dijadikan dasar penetapan daftar pemilih, yang jumlahnya lebih besar dari data jumlah penduduk dari BPS, ada indikasi atau diasumsikan bahwa selisih data tersebut adalah mereka yang merantau ke luar kota atau luar negeri. Mereka yang merantau, sebagian besar tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini diperkuat dengan data rekomendasi dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Brebes, untuk mereka yang akan berangkat menjadi Tenaga Kerja (TKI) ke luar negeri. Selama tahun 2013 tercatat 6.591 orang dan tahun 2014 tercatat 2.867 orang. Keberadaan para TKI di luar negeri itu, rata-rata terikat kontrak selama dua tahun. Sehingga hampir dipastikan, mereka yang berangka menjadi TKI pada tahun 2013 dan 2014 tidak berada di Indonesia atau di daerah asal mereka. Namun mereka tetap tercatat sebagai pemilih di daerah asalnya. Meskipun di negara tujuan di luar negeri, mereka kemungkinan juga tercatat sebagai pemilih di luar negeri. 32 Belum lagi mereka yang sudah berangkat tahun-tahun sebelumnya dan kontraknya diperpanjang untuk beberapa tahun lagi. Termasuk warga Brebes yang berangkat menjadi TKI dari daerah lain di luar Brebes juga ada, meski tidak tercatat seberapa banyak. Namun itu fakta di sebagian masyarakat di Kabupaten Brebes yang mengadu nasib menjadi TKI di luar negeri. Berikut data rekomendasi pembuatan paspor di kantor Disnakertrans Kabupaten Brebes tahun 2013 dan 2014. NO KECAMATAN 1 BANJARHARJO 2 BANTARKAWUNG 3 TAHUN 2013 JUMLAH 2014 558 257 815 60 13 73 BREBES 109 51 160 4 BULAKAMBA 234 134 368 5 BUMIAYU 114 34 148 6 JATIBARANG 167 83 250 7 KERSANA 154 88 242 8 KETANGGUNGAN 140 64 204 9 LARANGAN 1,105 453 1,558 10 LOSARI 1,396 543 1,939 11 PAGUYANGAN 77 21 98 12 SALEM 0 3 3 13 SIRAMPOG 68 16 84 14 SONGGOM 1,427 637 2,064 15 TANJUNG 438 226 664 16 TONJONG 134 65 199 17 WANASARI 410 179 589 6,591 2,867 9,458 JUMLAH Sumber: Dinsosnakertrans Kabupaten Brebes Berdasarkan rumusan masalah yang pertama, apakah jenis pekerjaan dan kondisi geografis mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih? 33 Berdasarkan data yang diperoleh di tiga kecamatan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, Kecamatan Salem dengan kondisi geografis berupa daerah pegunungan, dengan mata pencaharian terbesar petani/peternak sebesar 57,25 persen dan buruh tani 29,28 persen, sehingga total penduduk dengan mata pencaharian petani/peternak dan buruh tani, ada 86,53 persen, ternyata tingkat kehadirannya tertinggi dibanding dengan kecamatan lain yang dijadikan sampel, yakni Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes. Berdasarkan data yang ada, Kecamatan Songgom yang merupakan dataran rendah, mata pencaharian penduduknya terbanyak adalah sebagai buruh tani sebesar 50,28 persen dan petani/peternak 26,42 persen. Sehingga total mata pencaharian buruh tani dan petani/peternak sebesar 76,70 persen. Sementara di Kecamatan Brebes, buruh tani sebesar 29,47 persen dan petani/peternak 22,29 persen. Total mata pencaharian buruh tani dan petani/peternak sebesar 51,76 persen. Dari data tersebut, bahwa kecamatan dengan mata pencaharian petani terbanyak, yakni Kecamatan Salem, ternyata memiliki tingkat kehadiran pemilih tertinggi. Hal itu juga terlihat dari jawaban responden yang dijadikan sampel, di Desa Kadumanis Kecamatan Salem, dari 19 responden yang pekerjaannya petani, semuanya atau 100 persen menggunakan hak pilihnya, baik pada saat Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sementara di Desa Jatimakmur Kecamatan Songgom, dari responden yang berprofesi sebagai petani sebanyak 11 orang, ternyata yang menggunakan hak pilihnya hanya 8 orang dan 3 orang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif. Sedangkan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 11 petani tersebut menggunakan hak pilihnya. Di Kecamatan Brebes, di Desa Lembarawa dan Kelurahan Brebes, dari 5 responden yang berprofesi sebagai petani, hanya 4 orang yang 34 menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif. Namun pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menggunakan hak pilih semuanya. Sementara ibu rumah tangga, yang menjadi responden dalam penelitian ini ada 15 orang, dari tiga kecamatan yang ada, semuanya atau 100 persen menggunakan hak pilihnya. Sementara pekerja swasta, hanya 50 persen saja yang menggunakan hak pilihnya baik saat Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dari 6 orang responden swasta, hanya tiga orang yang menggunakan hak pilihnya. Di Kecamatan Songgom, penduduknya yang banyak menjadi TKI, dari 3 responden yang ada, 2 orang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif, dan hanya satu orang yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Secara kecamatan lengkap, yang berdasarkan dijadikan sampel pekerjaan dalam responden penelitian di ini, tiga yang menggunakan hak pilihnya tercatat dalam tabel berikut ini. REKAP HASIL SAMPLING KUESIONER RISET PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU BERDASARKAN PEKERJAAN KABUPATEN : BREBES KECAMATAN : BREBES, SONGGOM, SALEM JUMLAH RESPONDEN : 100 ORANG NO PEKERJAAN 1 2 PEMILU LEGISLATIF MEMILIH TIDAK MEMILIH JUMLAH 3 4 5 1 KARYAWAN HONORER 1 0 1 2 PEDAGANG 14 2 16 3 PENSIUNAN 5 0 5 4 IBU RUMAH TANGGA 15 0 15 5 BURUH 5 1 6 6 SWASTA 3 3 6 7 WIRASWASTA 9 1 10 35 8 PETANI 31 4 35 9 PELAJAR 1 0 1 10 TKI 1 2 3 11 GURU 2 0 2 JUMLAH 87 13 100 PROSENTASE (%) 87.00 13.00 100.00 NO PEKERJAAN 1 2 PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MEMILIH TIDAK MEMILIH JUMLAH 3 4 5 1 KARYAWAN HONORER 1 0 1 2 PEDAGANG 16 0 16 3 PENSIUNAN 5 0 5 4 IBU RUMAH TANGGA 15 0 15 5 BURUH 6 0 6 6 SWASTA 3 3 6 7 WIRASWASTA 9 1 10 8 PETANI 35 0 35 9 PELAJAR 1 0 1 10 TKI 2 1 3 11 GURU 2 0 2 JUMLAH 95 5 100 PROSENTASE (%) 95.00 5.00 100.00 Menjawab rumusan masalah kedua, yakni sejauh mana tingkat kesadaran pemilih dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014, dari 100 responden yang menyatakan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif 2014 ada 87 orang atau 87 persen. Dari 87 orang yang menggunakan hak pilih, 73 orang atau 83,9 persen menjawab karena kesadaran sendiri. Kemudian 10 orang atau 11 persen menjawab karena ajakan tokoh masyarakat/KPPS/RT/RW. Dan 3 orang saja atau 3,3 persen 36 yang menjawab karena disuruh oleh caleg yang bersaing dalam Pemilu Legislatif tersebut. Dalam hal lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS), untuk menjawab rumusan masalah kedua, juga didapati fakta berikut. Di mana TPS yang menjadi tempat pemilih menggunakan haknya, sebanyak 77 orang atau 88,5 persen menjawab mudah, karena TPS berada di dekat rumah mereka. Hanya 2 orang saja atau 2,29 yang menjawab susah, karena TPS jauh dari rumah. Dan 6 orang atau 6,89 persen menjawab lainnya. Para pemilih juga semakin cerdas dalam menggunakan hak pilihnya. Hal ini dilihat dari jawaban responden untuk menjawab rumusan masalah keempat, tentang bagaimana pemilih menggunakan hak pilihnya. Di mana sebagian besar pemilih telah menggunakan hak pilihnya dengan memilih caleg secara langsung, yang memang menjadi pilihannya. Total ada 40 orang atau 45,97 persen yang memilih langsung calegnya saja. Sedangkan yang memilih partai dan calegnya ada 34 orang atau 39 persen. Dan yang memilih partainya saja ada 12 orang atau 13,79 persen. Hanya satu orang saja atau 1,14 persen yang menyatakan tidak memilih salah satu partai atau caleg alias golput. Alasannya tidak ada partai dan caleg yang cocok menurut dia. Para responden juga memberikan alasan dalam menentukan pilihannya tersebut. Di mana mereka yang memilih caleg karena kenal dekat/teman/saudara dengan caleg yang bersangkutan, yakni sebanyak 23 orang. Kemudian karena visi dan misinya ada 19 orang dan arena partainya 13 orang. Kemudian asal pilih ada 15 orang dan hanya 2 orang saja yang memilih karena diberi uang/barang oleh caleg tersebut. Terkait dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, ternyata dari 100 responden yang dijadikan sampel, 95 orang atau 95 persen menyatakan menggunakan hak pilihnya. Hal ini untuk menjawab rumusan masalah kelima, yakni sejauh mana pemilih tertarik pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. berdasarkan jawaban responden, hanya 5 orang atau 5 persen saja yang menyatakan tidak menggunakan hak pilihnya. Mereka 37 memilih dengan alasan karena kesadaran sendiri untuk memilih pemimpin sebanyak 67 orang (70,52 persen), calon presiden dan wakil presiden yang diidolakan 31 orang (32,63 persen), diajak tokoh masyarakat/ KPPS/ RT/ RW ada 2 orang (2,10 persen). Dan yang mengaku memilih karena diberi uang/barang ada 3 orang (3,15 persen). Menjawab rumusan masalah keenam, terkait apa penyebab golput di kalangan masyarakat pemilih dan bagaimana harapan mereka, ditemukan beberapa jawaban. Berdasarkan data yang telah ditemukan dan dikomparasikan atau diperbandingkan, bahwa keinginan untuk tidak memilih dalam Pemilu, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya 1 orang saja atau 1 persen. Dengan alasan tidak ada partai atau caleg yang cocok. Sementara dari 13 orang atau 13 persen yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014 lalu, sebagian besar karena merantau ke luar kota/luar negeri, yakni 7 orang atau 53,38 persen. Sibuk bekerja sebanyak 2 orang atau 15,38 persen, dan 2 orang karena tidak terdaftar, serta 2 orang lainnya memberikan jawaban lainnya. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan hak pilihnya tersebut juga merasa menyesal. Itu terlihat dari jawaban responden yang berjumlah 9 orang atau 69,23 persen yang mengaku menyesal. Sedangkan yang merasa tidak menyesal hanya 4 responden atau 30,77 persen saja. Para responden sendiri berharap agar Pemilu yang ada berjalan sukses dan lancar, para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih untuk menepati janji-janjinya selama kampanye. Itu disampaikan para pemilih dalam menjawab pertanyaan kuesioner terkait harapan agar Pemilu sukses dan lancar. Selain itu, para responden juga berharap pemerintah banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Total ada 32 responden yang mengharapkan itu. Kemudian juga harapan 27 responden pemilih kepada KPU untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. 8 responden 38 lainnya meminta agar partai politik melakukan sosialisasi kepada konstituennya. Selama ini masyarakat mengetahui Pemilu paling banyak diperoleh dari media massa (TV, Koran, majalah, tabloid dan lain-lain) sebanyak 43 responden. Kemudian mengetahui Pemilu dari penyelenggara Pemilu (KPU, PPP, PPS, maupun KPPS) sebanyak 33 responden. Sedangkan responden yang mendapat pengetahuan Pemilu dari partai politik hanya 5 orang saja. Kemudian dari pemerintah sebanyak 14 orang dan tokoh masyarakat 20 orang. Sementara dari internet 2 orang, walaupun internet yang dimaksud juga termasuk kategori media massa. 39 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Dari temuan dan analisis data dalam penelitian ini, ada beberapa fakta yang cukup menarik untuk dijadikan kesimpulan dan saran. Di mana partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2014 meningkat cukup signifikan secara nasional. Termasuk di Kabupaten Brebes, yang meskipun masih berada di bawah prosentase nasional. Dengan mengambil tema “Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS”, dengan metode penelitian kualitatif, dihasilkan beberapa fakta tentang perilaku politik pemilih. Hasil penelitian dengan kuesioner disandingkan atau dikomparasikan dengan data yang ada, menunjukkan fenomena dan penyebab kehadiran dan ketidakhadiran pemilih. Ada pun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 6.1. Simpulan Dari temuan dan analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil, diantaranya sebagai berikut: 1. Adanya perbedaan data penduduk dari instansi yang berbeda, dalam hal ini Disdukcapil dan BPS, menunjukkan kondisi riil penduduk saat Pemilu berlangsung. Ditambah lagi dengan adanya data pendukung dari instansi lain, yakni Dinsosnakertrans terkait fenomenna banyaknya penduduk perantauan, khususnya ke luar negeri, menjadi TKI. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan selama penelitian berlangsung. 2. Dari temuan data tersebut, kesadaran pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu cukup tinggi. Khususnya di kalangan petani dan ibu rumah tangga, begitu pula pekerjaan lainnya, meskipun dengan prosentase yang berbeda. Kehadiran dan ketidakhadiran pemilih ternyata juga dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan yang ada. 40 3. Ada pun terkait dengan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebagian besar mudah dijangkau. Artinya keberadaan TPS yang dibangun oleh para petugas KPPS berada pada posisi yang mudah dijangkau oleh pemilih. 4. Para pemilih juga semakin melek politik, hal itu ditunjukkan oleh bagaimana pemilih menggunakan hak pilihnya. Sebagian besar mereka menggunakan hak pilih karena kesadaran sendiri. Hanya sebagian kecil saja yang menyatakan memilih karena diberi uang atau barang. Artinya money politics yang saat Pemilu diberitakan cukup menghantui, ternyata sebagian besar para pemilih tidak terpengaruh adanya isu tersebut. 5. Tidak berbeda jauh antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Di mana mereka yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif, juga menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Bahkan mereka yang tidak sempat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif, ternyata menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 6. Keberadaan golongan putih (Golput) dalam Pemilu, baik Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sangat kecil. Dari 100 responden yang ada, hanya satu responden saja yang menyatakan dirinya golput, tidak memilih satu partai dan caleg mana pun. Itu didukung dengan fakta-fakta dari hasil jawaban kuesioner yang ada. 7. Para Pemilih juga berharap agar pemerintah lebih banyak melakukan sosialisasi, begitu juga penyelenggara Pemilu yakni KPU. Fakta bahwa partai politik masih minim dalam sosialisasi politik, juga berdasarkan jawaban responden yang hanya sebagian kecil menjawab informasi Pemilu dari partai politik. Dan harus diakui, peran serta media massa dalam menginformasikan berita-berita seputar Pemilu juga sangat besar. Sebagian besar responden justru mendapat pengetahuan Pemilu dari media massa. 41 6.2. Saran Dari riset partisipasi masyarakat dengan tema Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (voter turn-out) ini, ada beberapa saran atau rekomendasi kepada para pengambil kebijakan dalam bidang Pemilu, antara lain sebagai berikut. 1. Terkait dengan pendaftaran pemilih, yang hingga saat ini masih terus disempurnakan, perlu dilakukan kajian kembali. Hal ini terkait dengan mobilitas warga yang cukup tinggi. Di mana mereka yang merantau, ternyata banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya. Mereka tidak mau ribet dengan proses politik, yakni Pemilu. Seperti mengurus surat pindah memilih (A-5), yang berdasarkan pengalaman Pemilu 2014, mereka baru bertanya pada saat hari H. Padahal aturan sudah ada, agar mereka yang terdaftar di daerah asal, dan tidak bisa memilih di TPS yang terdaftar namanya, bisa mengurus surat pindah memilih. 2. Perbedaan data penduduk antara Disdukcapil dan BPS, hendaknya dijadikan pertimbangan dalam menentukan daftar pemilih dalam Pemilu. Hal itu merujuk pada poin nomor 1. Di mana fakta yang ada, banyak warga yang merantau, baik menuntut ilmu maupun bekerja. Fenomena lebaran, pemudik keluar dari ibukota Jakarta ke kampungkampung halaman. Hal itu menunjukkan bahwa banyak dari penduduk suatu daerah yang merantau di luar kota, khususnya Jakarta sehingga ada regulasi. 3. Dengan fenomena dan data hasil penelitian ini, kiranya dalam pendaftaran pemilih dalam Pemilu diperlukan pendekatan yang baru, yakni pendataan faktual. Bagi mereka yang belum terdaftar, karena saat pendaftaran faktual, mereka masih bisa menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas dirinya yang masih berlaku. Apalagi sekarang ini dengan berlakunya KTP elektronik, semakin mengecilkan kemungkinan seseorang memiliki identitas ganda. 4. Terkait dengan pendidikan politik, pemerintah, penyelenggara pemilu dan partai politik agar lebih mengintensifkan sosialisasi atau pendidikan politik. Munculnya isu money politics membuat masyarakat 42 resah dan gelisah, bahkan menyebabkan salah satu apatisme masyarakat terhadap politik. Partai politik dituntut untuk lebih aktif lagi dalam pendidikan politik ini. Sehingga ada keterikatan antara partai politik dengan konstituennya. Bukan hanya pada saat Pemilu saja, tetapi sepanjang tahun, di mana partai politik sebagai kepanjangan tangan masyarakat/rakyat di pemerintahan. 5. Salah satu cara sosialisasi yang cukup efektif untuk mempublikasikan keberadaan Pemilu kepada masyarakat adalah melalui media massa. Karenanya, diharapkan setiap tahapan atau pun kegiatan terkait dengan Pemilihan Umum diharapkan selalu mengikutkan awak media massa. Atau minimal mengadakan konferensi pers atau press release untuk mempublikasikan tahapan, kegiatan atau pun hasil-hasil Pemilihan Umum. 43 DAFTAR PUSTAKA - Morissan, Metode Penelitian Survei, Kencana Prenadamedia Group, 2014 - Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 - Bappeda, Brebes Dalam Angka, 2013 - Bappeda, Kecamatan Brebes Dalam Angka, 2013 - Bappeda, Kecamatan Songgom Dalam Angka, 2013 - https://etaholic.wordpress.com - http://teori-ilmupemerintahan.blogspot.com - http://www.academia.edu - www.apapengertianahli.com - https://id.wikipedia.org/wiki/Brebes 44 Dokumentasi 45 46 47 48