III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan secara bertahap dan tahapan pelaksanaan selengkapnya disajikan pada rancangan penelitian (Gambar 1). A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua desa lingkar kampus IPB yaitu Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2010. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Peta tata guna lahan Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir 1:25000 b. Peta jenis tanah Desa Cihideung Udik dan Desa Cihideung Ilir 1:25000 c. Data primer meliputi data debit dan kuesioner d. Data sekunder (Januari-Desember 2009 dan Januari-April 2010) meliputi data iklim (curah hujan, kelembaban relatif (RH), temperatur, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari), letak lintang dan ketinggian tempat e. Software CROPWAT 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Talang ukur (cut throat flume) b. Current meter c. Stopwatch d. Planimeter e. Global Positioning System (GPS) f. Meteran g. Seperangkat komputer h. Kamera i. Alat - alat tulis 15 Peta tata guna lahan (Bakosurtanal dan GoogleMap) MapInfo Profil desa 2009 Luas tata guna lahan (ha) Data sekunder : 1. Data iklim (curah hujan, RH, temperatur, kecepatan angin, lama penyinaran matahari) 2. Letak lintang 3. Ketinggian tempat 1. Periode pengolahan tanah 2. Periode persemaian 3. Periode pertumbuhan vegetatif 4. Periode reproduktif (generatif) 5. Periode pematangan Data koefisien tanaman (kc) Pengukuran debit aliran Cut throat flume Current meter C = KW1.025 V = 0.13N – 0.001 Q = CHan Q=V×A CROPWAT Tata guna lahan Kebutuhan air irigasi Ketersediaan air irigasi Kecukupan air irigasi Gambar 1. Rancangan Penelitian 16 C. Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Survei wilayah yang akan diamati Sebelum melaksanakan penelitian, dilakukan survei terhadap lokasi-lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian yang meliputi tempat di mana alat ukur debit dipasang dan lokasi lahan pertaniannya. 2. Pengambilan data primer dan sekunder Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data primer maupun sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengukuran kecepatan dan debit aliran serta pembagian kuesioner kepada petani. Data-data sekunder diperoleh dari laporan desa, skripsi, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), dan Balai Penelitian Tanah. Data sekunder yang digunakan untuk program CROPWAT meliputi data iklim (curah hujan, kelembaban relatif, temperatur, lama penyinaran matahari, kecepatan angin), letak lintang, ketinggian tempat, luas lahan dan luas tata guna lahan pertanian masing-masing desa tersebut, peta topografi dan peta tata guna lahan masing-masing desa, data koefisien tanaman (kc). 3. Pengamatan tata guna lahan Pengamatan tata guna lahan dilakukan dengan cara membandingkan hasil survei lapangan dengan peta tata guna lahan yang sudah ada. Dengan demikian dapat diketahui klasifikasi penggunaan lahan pada dua desa seperti luas areal persawahan, pemukiman, dan tegalan. 4. Pengukuran dan perhitungan debit aliran a. Pengukuran debit dengan current meter Kecepatan aliran air irigasi yang melewati saluran diukur dengan current meter selama satu minggu. Debit aliran diperoleh dengan mengalikan luas penampang saluran dengan kecepatan aliran. Besarnya kecepatan aliran yang diukur dengan current meter dihitung dengan persamaan : V = 0.13 N - 0.001 (14) (Persamaan 11) di mana : N = jumlah putaran per detik V = kecepatan aliran (m/detik) 17 Debit hasil pengukuran secara tidak langsung dengan current meter ini nantinya akan dibandingkan dengan debit hasil pengukuran dengan menggunakan cut throat flume. Gambar 2. Pengukuran debit dengan menggunakan current meter Gambar 3. Instrumen pengukur kecepatan aliran (current meter) 5) Pengukuran debit dengan cut throat flume Pengukuran debit dengan cut throat flume dilakukan satu minggu setelah pengukuran debit dengan current meter. Cut throat flume merupakan alat pengukur debit yang dipasang pada suatu saluran irigasi, di mana pada dinding cut throat flume tersebut sudah dipasang penggaris yang digunakan untuk membaca tinggi muka air. Selain itu sudah tersedia tabel yang memuat hubungan tinggi 18 muka air dengan debit aliran yang melewati cut throat flume tersebut. Tabel hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran disajikan pada Lampiran 2. Pengukuran debit yang masuk ke petak tersier bertujuan mengetahui jumlah air irigasi yang masuk ke lahan, sehingga dapat diprediksi ketersediaan air irigasi yang akan digunakan selama masa tanam. Penggaris untuk membaca ketinggian muka air a. Di Desa Cihideung Udik b. Di Desa Cihideung Ilir Gambar 4. Cut throat flume yang dipasang pada saluran irigasi 5. Pembagian dan pengisian kuesioner kepada petani Kuesioner diberikan kepada 10 orang (petani, penyuluh pertanian, perangkat desa) pada desa yang bersangkutan secara acak. Kuesioner berisi pertanyaan– 19 pertanyan tentang luas lahan pertanian, pola tanam, berapa kali panen dalam setahun, besarnya debit air yang masuk ke lahan, lama waktu pemberian air irigasi, apakah air irigasi sudah cukup atau kurang, berapa hasil panen dalam satu kali panen, dan lain-lain. 6. Analisis data dan revisi peta tata guna lahan Berdasarkan pengamatan tata guna lahan pada dua desa yang diamati, maka akan diperoleh data yang nantinya akan dianalisis perubahan tata guna lahan yang terjadi. Selain itu, peta tata guna lahan yang sudah ada akan direvisi sesuai dengan keadaan tata guna lahan pada saat pengamatan. 7. Pendugaan kebutuhan air tanaman Kebutuhan air untuk tanaman padi dihitung mulai dari pengolahan tanah sampai panen. a. Periode pengolahan tanah Keperluan air selama pengolahan tanah mencakup keperluan untuk menjenuhkan tanah dan suatu lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam. Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan tanah terdapat pada Persamaan 8. Gambar 5. Pengolahan tanah dengan tenaga kerbau 20 b. Periode persemaian Areal persemaian umumnya antara 2%-10% dari areal tanam. Lama pertumbuhan antara 20-25 hari. Jumlah keperluan air di persemaian kurang lebih sama dengan penyiapan lahan. Sehingga keperluan air untuk persemaian biasanya disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah. Gambar 6. Areal persemaian c. Pertumbuhan vegetatif Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar yaitu 0-10 hari setelah tanam (hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum yaitu 10-50 hst dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif yaitu 35-45 hst. Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan. Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan menghambat pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, diperlukan genangan yang dangkal selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan akar untuk 21 berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (non-effective tillers). Gambar 7. Tanaman padi berumur 10 hari setelah tanam d. Periode reproduktif (generatif) Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan awal malai (panicle primordia) yaitu 40-50 hst, masa bunting pada umur 50-60 hst, dan pembentukan bunga pada umur 60-80 hst. Situasi ini dicirikan dengan pembentukan dan pertumbuhan malai. Pada sebagian besar dari periode ini tanaman membutuhkan banyak air. Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai maupun pembungaan yang berakibat pada pengurangan hasil panen. e. Periode pematangan (ripening atau fruiting) Selama periode pematangan diperlukan sedikit air dan secara berangsur- angsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning (yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat mengakibatkan tanaman rebah. Kekurangan air selama periode pematangan 22 menyebabkan pengurangan hasil panen. Dengan demikian perencanaan program irigasi di areal yang jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama periode pertumbuhan akar dan seluruh periode pertumbuhan reproduktif (Kalsim, 2002). Gambar 8. Tanaman padi berumur 90 hari setelah tanam 8. Analisis ketersediaan air irigasi Ketersediaan air irigasi untuk suatu petakan sawah dapat dilihat dari besarnya debit air irigasi yang dialirkan dari bangunan ukur sampai ke petakan sawah terakhir. Ketersediaan air irigasi dihitung berdasarkan data debit yang diperoleh dari pengukuran dengan cut throat flume dan current meter. Cut throat flume adalah alat ukur debit yang mempunyai bagian menyempit (tenggorokan) dengan lebar tertentu. Lebar bagian penyempitan mempunyai ukuran yang berbeda - beda, oleh karena itu penggunaan rumus juga disesuaikan dengan ukuran lebar bagian yang menyempit tersebut (Kartasapoetra, 1994). 23 inlet outlet Sumber : Kalsim, 2002 Gambar 9. Sketsa cut throat flume yang digunakan Persamaan yang digunakan untuk menghitung debit yang melewati cut throat flume terdapat pada Persamaan 12 dan Persamaan 13. Bila panjang cut throat flume 0.9 m maka diperoleh nilai K = 3.68 dan n = 1.84 (Lampiran 6 ). Safei (2009) menyatakan bila lebar penyempitan cut throat flume 30 cm dan panjangnya 90 cm, maka besarnya debit adalah : Q = 1.071 Ha1.84 (20) dimana : Q = debit (m3/dt) Ha = tinggi muka air (m) 24