pengaruh profesionalisme, pelatihan dan motivasi terhadap kinerja

advertisement
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH PROFESIONALISME, PELATIHAN DAN MOTIVASI TERHADAP
KINERJA NURSE DAN CAREGIVER INDONESIA
Reni Kristina Arianti
Kementerian Kesehatan RI Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) is the only bilateral
cooperation framework managed by Indonesia, which includes the movement of natural
persons. Moreover, the Government of Japan gives opportunities for medical personnel
especially Indonesian nurse and caregiver to work in Japan. Therefore, the Government
of Indonesia requires to ake the higest possible advantages of the cooperation program
by preparing Indonesian nurse and caregiver to compete with those of other countries.
Thus Indonesia not only has skilled and qualified workforce, but also able to maintain
its existence in the international world. This research is aim to demonstrate the effects
of professionalism, training, and motivation on the performance of Indonesian nurse
and caregiver. In this case, we employ multiple regression model by taking variables of
professionalism (X1), training (X2), motivation (X3) as the independent variables and
performance of Indonesian nurse and caregiver (Y) as the dependent variable. The
reseach population is defined as the Indonesian nurse and caregiver who work in Japan
especially Osaka, Kyoto and Tokyo and the sample is selected using purposive
sampling based on Slovin formula. Based on the results, we conclude that
professionalism has positive effect on the performance and can be proven to be true, In
addition the training has positive effect on the performance and can be proven to be
true. Finally, motivation has positive effect on the performance and can be proven to be
true.
Keywords: Professionalism, Training, Motivation, Performance, Nurse, and Caregiver
Abstrak: Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA) adalah satu-satunya
kerangka kerjasama bilateral dikelola oleh Indonesia, yang meliputi gerakan orang
alami. Selain itu, Pemerintah Jepang memberikan kesempatan bagi tenaga medis
perawat dan pengasuh untuk bekerja di Jepang khususnya Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah Indonesia membutuhkan untuk ake kemungkinan keuntungan tertinggi dari
program kerjasama dengan mempersiapkan perawat dan pengasuh Indonesia untuk
bersaing dengan negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia tidak hanya telah
terampil dan tenaga kerja yang berkualitas, namun juga mampu mempertahankan
eksistensinya di dunia internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan efek
dari profesionalisme, pelatihan, dan motivasi terhadap kinerja perawat dan pengasuh
Indonesia. Dalam hal ini, kami mempekerjakan model regresi berganda dengan
mengambil variabel profesionalisme (X1), pelatihan (X2), motivasi (X3) sebagai
variabel independen dan kinerja perawat Indonesia dan pengasuh (Y) sebagai variabel
dependen. Populasi penelitian didefinisikan sebagai perawat Indonesia dan pengasuh
yang bekerja di Jepang khususnya Osaka, Kyoto dan Tokyo dan sampel dipilih dengan
121
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
menggunakan purposive sampling berdasarkan rumus Slovin. Berdasarkan hasil, kami
menyimpulkan bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja dan dapat
terbukti benar, Selain pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja dan dapat
dibuktikan kebenarannya. Akhirnya, motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja dan
dapat dibuktikan kebenarannya.
Kata kunci: Profesionalisme, Pelatihan, Motivasi, Kinerja, Perawat, dan Pengasuh
PENDAHULUAN
Hingga akhir tahun 2012, Indonesia telah terlibat dalam berbagai macam skema Free
Trade Area (FTA), salah satunya adalah Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA), hal yang menarik dari kerjasama perdagangan bebas IndonesiaJepang di bawah payung Economic Partnership Agreement (EPA) adalah cakupan
kerjasama bukan hanya mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa seperti yang
lazim tertuang dalam FTA, tetapi kerjasama ini mencakup agenda ekonomi yang
komprehensif termasuk perihal peningkatan migrasi pekerja (movement of natural
persons). Secara spesifik, pemerintah Jepang membuka peluang bagi tenaga medis
Indonesia khususnya nurse dan caregiver untuk dapat bekerja di Jepang. Bahkan, jumlah
tenaga kerja medis Indonesia yang bekerja di Jepang dalam kerangka IJEPA ditargetkan
mencapai 1.000 tenaga kerja (magang) dengan perincian 400 orangnurse dan 600 orang
caregiver. Tentu saja tenaga medis yang diharapkan memiliki kompetensi keahlian yang
memadai serta memahami peraturan perundangan yang berlaku di Jepang. Perlu dicatat
bahwa penempatan tenaga medis ini hanya dapat dilakukan melalui program government
to government (G to G) dan dilaksanakan oleh lembaga Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Japan International Corporation of
Welfare Services (JICWELS).
Pengiriman tenaga kerja medis dari Indonesia ke Jepang diharapkan membawa
manfaat bagi kedua belah pihak. Perpindahan/migrasi tenaga medis dari negara-negara
berupah rendah ke negara-negara berupah tinggi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi
(Arunanondchai dan Fink, 2007). Bagi negara penerima, tenaga medis asing yang masuk
ke negara tersebut pada umumnya bermanfaat untuk mencukupi kekurangan tenaga medis
domestik. Seperti halnya yang terjadi di Jepang sekarang ini, bahwa penduduk yang
berusia lanjut mencapai seperlima dari total populasi. Proporsi jumlah penduduk usia
lanjut diperediksi bertambah hingga 32% di tahun 2030 dan 41% di tahun 2055 karena
tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat rendah (Tokyo Daigaku Koreishakai
Sogo Kenkyu Kiko, 2010 dalam Shun, 2012). Oleh karena itu, pencantuman migrasi
tenaga medis dalam skema IJEPA merupakan solusi strategis Jepang untuk mencegah
krisis tenaga medis di masa datang, terutama untuk mengurusi orang jompo/ usia lanjut.
Hal yang terpenting dalam pengiriman tenaga terampil khususnya nurse dan
caregiver ke luar negeri adalah pemenuhan persyaratan standar kompetensi pekerjaan
yang ditetapkan maupun dibutuhkan oleh negara yang akan dituju, yang meliputi aspek
pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, technology) dan sikap
perilaku (attitude). Nurse dan caregiver Indonesia dituntut harus lebih mementingkan
122
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
kepuasan pasien dan lebih berorientasi terhadap hasil kerja yang dicapai daripada imbalan
materi. Walaupun imbalan materi adalah suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup nurse dan caregiver Indonesia.
Pada hakikatnya kinerja nurse dan caregiver Indonesia merupakan hasil atau tingkat
keberhasilan nurse dan caregiver Indonesia secara keseluruhan dalam menjalankan
pekerjaannya dengan tingkat kemampuan sesuai standar internasional sehingga nurse dan
caregiver Indonesia memiliki daya saing dengan negara lain. Kinerja merupakan suatu
fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Kinerja
merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan
baik, maka kinerja dinyatakan baik dan sukses. Dalam hal ini, pencapaian kinerja bagi
nurse dan caregiver Indonesia yang memanfaatkan program kerjasama IJEPA adalah
mereka lulus ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang dan diterima
bekerja di Jepang.
Ukuran kinerja seorang nurse dan caregiver Indonesia di Jepang dapat dilihat dari
kemampuan mereka berkomunikasi dengan pasien, penguasan bahasa Jepang, ketepatan
dan kecermatan dalam memberikan pelayanan, kemampuan sesuai bidangnya serta
kemampuan bekerjasama dengan tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan
kepada pasien. Kinerja yang baik dari nurse dan caregiver Indonesia di Jepang dapat
menjadi brand image (citra positif) bagi nurse dan caregiver Indonesia di pasar tenaga
kerja internasional. Dengan demikian, akan terjadi spillover effects dimana institusi
pendidikan keperawatan akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kompetensi anak
didiknya agar memiliki kualifikasi internasional. Hal ini akan sangat menguntungkan
bukan hanya tenaga medis yang akan ditempatkan di Jepang tetapi juga tenaga medis yang
akan bekerja di luar negeri. Dengan kata lain, baiknya kinerja nurse dan caregiver
Indonesia di Jepang yang ditopang dengan standar kompetensi dan profesionalisme
bekerja akan semakin mempermudah tenaga nurse dan caregiver Indonesia untuk bersaing
di level internasional.
Sikap profesionalisme wajib dimiliki bagi setiap tenaga nurse dan caregiver
Indonesia yang bekerja di luar negeri khususnya Jepang, karena pasien/orang lanjut usia
(yang dilayani) dapat merasakan kepuasan atas pelayanan nurse dan caregiver jika mereka
memiliki sikap profesionalisme yang tinggi. Namun demikian, sikap profesional tersebut
harus didukung dengan peningkatan keterampilan yang dilakukan terus menerus serta
ditunjang dengan kemampuan akademik, peningkatan pengalaman kerja dan yang tidak
kalah pentingnya bagi seorang nurse dan caregiver Indonesia yang berorientasi global
adalah penguasaan bahasa dalam berkomunikasi di negara mana tempat dia bekerja. Untuk
mencapai hal tersebut, maka pemerintah Indonesia harus mampu menciptakan kondisi
yang dapat mendorong dan memungkinkan nurse dan caregiver Indonesia untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara
optimal melalui pendidikan dan pelatihan.
Melalui kerjasama bilateral EPA dengan Jepang, Indonesia memperoleh program
bantuan untuk meningkatkan kapasitas daya saing sumber daya manusianya, dimana
setiap calon nurse dan caregiver yang akan berangkat ke Jepang akan dibekali pendidikan
dan pelatihan baik keterampilan keperawatan juga keterampilan bahasa Jepang
123
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
(Nihonggo). Namun demikian, pembekalan yang diterima oleh para calon nurse dan
caregiver tersebut terhitung sangat pendek dan tidak maksimal. Karena berdasarkan
BNP2TKI, para calon nurse dan caregiver tersebut mendapatkan pelatihan hanya selama 1
(satu) tahun yaitu 6 (enam) bulan di Indonesia dan 6 (enam) bulan di Jepang. Pada
akhirnya dengan pendeknya waktu tersebut, maka calon nurse dan caregiver hanya
memperoleh keterampilan keperawatan dan bahasa saja tidak dibarengi dengan
peningkatan kemampuan pengetahuan, keterampilan teknis (technology) dan sikap
perilaku dalam pelayanan. Hal ini, akan berpengaruh terhadap kesiapan nurse dan
caregiver dalam menghadapi ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang
yang merupakan syarat mutlak bagi calon nurse dan caregiver yang akan mendapatkan
kontrak bekerja di Jepang. Materi ujian tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan,
kecakapan dalam pelayanan, kemampuan bahasa, kemampuan penguasaan teknologi alat
kesehatan, serta perilaku terhadap pasien.
Meskipun telah terdapat fasilitas khusus melalui kerjasama bilateral, namun
pemenuhan target pengiriman tenaga medis Indonesia ke Jepang tidaklah mudah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narasumber di BNP2TKI, disampaikan
bahwa salah satu sebab tidak maksimalnya pengiriman tenaga nurse dan caregiver
Indonesia ke Jepang melalui program IJEPA adalah selain kelulusan tenaga nurse dan
caregiver Indonesia dalam mengikuti ujian nasional oleh pemerintah Jepang juga terkait
dengan motif dari para calon tenaga nurse dan caregiver ini yang akan bekerja ke Jepang.
Selama ini mereka bekerja di luar negeri hanya mengharapkan gaji yang tinggi sebagai
modal usaha, bukan untuk motif yang lain seperti jika sudah selesei kontrak kerja di
Jepang mereka akan mendapat sertifikat yang bisa mereka gunakan untuk bekerja di
rumah sakit atau panti jompo dimanapun di seluruh dunia atau mereka juga bisa mengajar
bahasa Jepang di Indonesia ketika mereka kembali.
Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan dalam mendorong motivasi dari para
tenaga nurse dan caregiver yang akan bekerja di luar negeri khususnya Jepang. Upaya
peningkatan motivasi terhadap kualitas para tenaga nurse dan caregiver sebagai sumber
daya manusia aset bangsa, merupakan suatu hal yang mutlak secara berkelanjutan untuk
dilakukan. Pemberian motivasi ini dimaksudkan untuk mendorong kebutuhan dalam diri
nurse dan caregiver agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan pemberian
motivasi ini diharapkan akan memperbaiki kinerja tenaga nurse dan caregiver Indonesia
sehingga mampu bersaing dengan nurse dan caregiver dari negara lain.
Sangat sedikitnya nurse dan caregiver yang lulus ujian nasional pemerintah Jepang
dan yang akhirnya benar-benar dikontrak sebagai nurse dan caregiver di Jepang
merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja nurse dan caregiver Indonesia yang
telah bekerja di Jepang antara lain profesionalisme, pelatihan, dan motivasi. Dengan
mengambil kisah sukses calon nurse dan caregiver diharapkan dapat meningkatkan
motivasi diri para calon nurse dan caregiver yang lain untuk terus berjuang dalam
menghadapi ujian nasional yang dilakukan pemerintah Jepang yang terbukti tidak mudah.
Selain itu, penilain diri (self-assessment) atas kinerja nurse dan caregiver Indonesia
yang telah bekerja di Jepang dapat dijadikan bahan evaluasi apakah pelatihan keterampilan
dan kemampuan yang diselenggarakan, baik terkait aspek teknis maupun bahasa, dapat
124
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
membantu nurse dan caregiver selama menjalankan pekerjaannya. Berlatar belakang hal
tersebut penulis ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja nurse dan
caregiver Indonesia di Jepang.
Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan
jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu
atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau
tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3). Seorang yang
profesional akan menjalankan pekerjaan atau kegiatannya berdasarkan profesionalismenya
yang sesuai dengan kemampuan dan tuntutan profesinya serta secara terus menerus
meningkatkan kualitas karyanya secara sadar melalui pendidikan dan pelatihan (Nursalam,
2011).
Schein dalam Pidarta (2005) orang yang profesional adalah yang memiliki ciri
sebagai berikut: (1) bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time); (2) pilihan kerja
itu didasarkan pada motivasi yang kuat; (3) memiliki seperangkat pengetahuan ilmu dan
keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama; (4) membuat
keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien; (5) pekerja
berorientasi kepada pelayanan bukan untuk kepentingan pribadi; (6) pelayanan didasarkan
pada kebutuhan objektif klien; (7) memiliki otonomi untuk bertindak dalam
menyelesaikan persoalan klien; (8) menjadi organisasi profesional sesudah memenuhi
persyaratan atau kriteria tertentu; (9) memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai
eksper dalam spesialisasinya; dan (10) keahliannya itu boleh di-advertensi-kan untuk
mencari klien.
Banyak yang berpendapat tentang apa yang dimaksud dengan pelatihan, namun dari
berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri
(2000) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang
menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan
akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan
tertentu”. Pelatihan menurut Mangkuprawira (2003) adalah sebuah proses mengajarkan
pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu
dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar.
Menurut Sulistiyani & Rosida (2003) tujuan utama pelatihan adalah: (1)
Memperbaiki kinerja; (2) Memutakhirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan
teknologi; (3) Untuk membantu memecahkan masalah operasional; (4) Untuk menyiapkan
karyawan dalam promosi/kebutuhan pertumbuhan pribadi;(5) Untuk memberi orientasi
karyawan untuk lebih mengenal organisasinya; (6) Untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
Motivasi merupakan salah satu unsur yang paling utama dari dalam diri setiap
individu manusia dalam mewujudkan semua tujuan hidupnya. Sedangkan motivasi kerja
adalah suatu keadaan yang berpengaruh untuk membangkitkan semangat, mengarahkan,
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan tempat seseorang bekerja.
Menurut McClelland dalam Mangkunegara (2005) motivasi seseorang sangat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a. Faktor Internal, faktor yang berasal dari dalam diri individu terdiri atas: (1) Persepsi
individu mengenai diri sendiri, persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan
125
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak; (2) Harga diri dan
prestasi, faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk
berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta
mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat serta mendorong individu
untuk berprestasi; (3) Harapan, hal ini merupakan informasi objektif dari lingkungan
yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang; (4) Kebutuhan, manusia
dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara
penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total; (5) Kepuasan kerja, lebih
merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai
goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.
b. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri individu terdiri atas: (1) Jenis dan
sifat pekerjaan, dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai
dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan
sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni; (2) Kelompok kerja dimana individu
bergabung, kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat
mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku
tertentu serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya
dalam kehidupan sosial; (3) Situasi lingkungan pada umumnya, setiap individu
terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi
secara efektif dengan lingkungannya; (4) Sistem imbalan yang diterima, imbalan
merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh
seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku
dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar.
Menurut Edward Murray (Mangkunegara, 2005) bahwa karakteristik orang yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut: (a) Melakukan sesuatu
dengan sebaik-baiknya; (b) Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan; (c)
Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan; (d) Berkeinginan
menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu; (e) Melakukan hal yang sukar
dengan hasil yang memuaskan; (f) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti; (g)
Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.
Kinerja (prestasi kerja) karyawan menurut Dessler (2009) adalah prestasi aktual
karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja
yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat
melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang
dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan
lainnya.
Menurut Mangkunegara (2005) ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kinerja
(performance), yaitu: (1) Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian,
latar belakang serta demografi.; (2) Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude
(sikap), personality (kepribadian), pembelajaran, serta motivasi.; (3) Faktor organisasi
yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, serta job design
Kerangka Pemikiran. Mengenai kerangka penelitian ini, peneliti mencoba membuat
gambaran sederhana kerangka penelitian pengaruh profesionalisme, pelatihan dan
motivasi terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia. Model hubungan antara variable
126
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
X dan Y yang digunakan adalah model ganda dengan 3 variabel bebas, yaitu
profesionalisme (X1), pelatihan (X2), motivasi (X3) dan satu variabel yang terikat yaitu
Kinerja (Y).
Profesionalisme
(X1)
H1
Pelatihan (X2)
Kinerja nurse dan caregiver
Indonesia (Y)
H2
H3
Motivasi (X3)
H4
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis. Berdasarkan bagan Kerangka Pemikiran di atas, peneliti mencoba
menyimpulkan sementara melalui hipotesis, sebagai berikut:
H1: terdapat pengaruh positif antara profesionalisme terhadap kinerja nurse dan
caregiver Indonesia
H2: terdapat pengaruh positif antara pelatihan terhadap kinerja nurse dan caregiver
Indonesia
H3: terdapat pengaruh positif antara motivasi terhadap kinerja nurse dan caregiver
Indonesia
H4: terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme, pelatihan serta motivasi
terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia
METODE
Jenis desain penelitian ini berupa pengumpulan data dari sampel tertentu yang hanya
dilakukan satu kali dalam suatu periode waktu tertentu, yaitu pengumpulan data terhadap
tenaga nurse dan caregiver yang telah mendapatkan kontrak kerja di Jepang. Kemudian
dilakukan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu suatu metode penelitian
yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang ada. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Sifat penelitian ini adalah
deskriptif eksplanatori yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan-
127
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana variabel
mempengaruhi variabel lainnya.
Uji Validitas. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa cermat suatu tes (alat
ukur) melakukan fungsi ukurnya. Cara menguji validitas ini dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor konstruk (antara variabel/ item) dengan skor totalnya.
Adapun teknik korelasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik product
moment correlation. Rumus product moment correlation (interprestasi angka korelasi
menurut Sugiyono (2000)) sebagai berikut:
Koefisien korelasi Pearson dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
rxy 
Dimana:
rxy
=
Y
=
X
N
=
=
 xy - ( X) ( Y)
{N  x  (  X) }{N  Y ( Y ) }
2
2
2
2
Koefisien korelasi produk moment antara x dan y.
Subyek dalam variabel dependen yang diprediksi
variabel. Bila b (+) maka naik, bila (-) maka terjadi penurunan.
Subyek variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Jumlah responden.
Adapun dasar pengambilan keputusan dari uji validitas ini adalah :
Uji Reliabilitas Data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah
instrumen dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu
(Azwar, 2003). Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menggunakan pengukuran
sekali saja menggunakan metode Cronbach Alpha.
sb 2
k

rn  [
] [1 ]
2
k 1
st
Keterangan: rn = Relibilitas Instrumen; k = Banyaknya butir pertanyaan;st2 = Deviasi
standar tatal;  sb2 = Jumlah devisi standar butir (Umar, 2010)
Uji Asumsi Klasik. Proses pengujian dilakukan bersama dengan proses uji regresi
sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi menggunakan langkah
kerja yang sama dengan uji regresi. Ada empat uji asumsi yang harus dilakukan terhadap
suatu model regresi tersebut yaitu, Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji
Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi.
Analisis Data. Analisis merupakan tindakan mengolah data menjadi informasi yang
bermanfaat untuk menjawab masalah riset (Istijanto, 2010). Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan rancangan uji hipotesis
yang meliputi regresi linear sederhana dan regresi linear berganda, Uji t/uji signifikan
128
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
parsial, uji F/uji signifikan simultan, pengujian koefisien determinasi (R2) dan analisis
korelasi.
Analisis Deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabelvariabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar
deviasi, maksimum dan minimum. (Ghozali, 2007). Statistik deskriptif menyajikan
ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel.
Pengujian Hipotesis. Langkah-langkah pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut:
Regresi Linear Berganda. Regresi liner berganda digunakan bila bermaksud meramalkan
bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih
variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi
analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2.
Model persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = a + b1 X2 + b2 X2 +b3 X3 + e
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependent. Semakin nilai R2 mendekati satu
maka variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependent. Sebaliknya, jika nilai R2 semakin kecil maka
kemampuan variabel independent dalam menjelaskan variasi dependent sangat terbatas.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F).Uji statistik F merupakan uji model yang
menunjukkan apakah model regresi fit untuk diolah lebih lanjut. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Ketentuan peneriman atau
penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai signifikansi f > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan keempat variabel independent tersebut
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent.
2) Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi signifikan). Ini
berarti secara simultan keempat variabel independent tersebut mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependent.
Uji Hitung Parsial (Uji Statistik T). Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen (Ghozali, 2006). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level
0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independent tersebut tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent.
2) Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan).
Ini berarti secara parsial variabel independent tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent.
Analisis Dimensi. Analisis dimensi dari variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel terikat dilakukan guna melihat hubungan antar dimensi, oleh sebab itu diperlukan
129
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
matrik koefisien korelasi antar dimensi dari variabel tersebut, matrik korelasi dimensi
antar variabel tersebut sebagaimana pada tabel di bawah ini.
Variabel
Profesionali
sme (X1)
Pelatihan
(X2)
Motivasi
(X3)
DY
Kinerja Nurse dan Caregiver Indonesia (Y)
Kuantitas
Pelayanan
(Y1)
(Expert) γX11Y1
DX
Ahli
(X11)
Berkomunikasi
(X12)
Pengetahuan
(X21)
Keterampilan
(X22)
Motif (X31)
Harapan (X32)
Insentif (X33)
Kualitas
Pelayanan
(Y2)
γX11Y2
Kerjasama
(Y3)
γX11Y3
Pemahaman Disiplin
terhadap
(Y5)
tugas (Y4)
γX11Y4
γX11Y5
γX12Y1
γX12Y2
γX12Y3
γX12Y4
γX12Y5
γX21Y1
γX21Y2
γX21Y3
γX21Y4
γX21Y5
γX22Y1
γX22Y2
γX22Y3
γX22Y4
γX22Y5
γX31Y1
γX31Y2
γX31Y3
γX31Y4
γX31Y5
γX32Y1
γX33Y1
γX32Y2
γX33Y2
γX32Y3
γX33Y3
γX32Y4
γX33Y4
γX32Y5
γX33Y5
Sumber: diolah penulis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis hasil dan interpretasi dilakukan berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis.
Tujuan dari pengujian hipotesis ini adalah untuk menolak hipotesis nol (Ho) sehingga
hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi dari tiap-tiap hubungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis regresi berganda variabel
independen yang paling dominan berpengaruh terhadap Kinerja adalah Variabel
Profesionalisme (X1), dengan koefisien regresi sebesar 0,340 yang berarti jika
profesionalisme ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia
akan meningkat 0,340 poin. Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah variabel
pelatihan (X2) dengan koefisien regresi sebesar 0,248 yang berarti jika pelatihan
ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia akan meningkat
0,248 poin. Selanjutanya faktor ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variable
motivasi (X3dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,169 yang berarti jika motivasi
ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia akan meningkat
0,169 poin.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja nurse dan caregiver Indonesia, jika nurse dan caregiver Indonesia memberikan
pelayanan secara profesional, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia yang bekerja di
130
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Jepang akan meningkat dalam hal ini mereka akan dikontrak bekerja dan mendapatkan
sertifikat yang bisa mereka gunakan untuk bekerja di seluruh dunia. Dari hasil matrik
korelasi antar dimensi dapat diketahui bahwa dari variabel profesionalisme dimensi
kemampuan berkomunikasi memiliki koefisien korelasi yang paling besar terhadap
variabel kinerja nurse dan caregiver Indonesia pada dimensi kualitas pelayanan. Kedua.
Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver
Indonesia, artinya jika program pelatihan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan bagi
nurse dan caregiver Indonesia, maka hal pelatihan tersebut akan memperkaya pengetahuan
dan keterampilan nurse dan caregiver Indonesia. Dari hasil matrik korelasi antar dimensi
bisa diketahui bahwa dari variabel pelatihan dimensi pengetahuan memiliki koefisien
korelasi yang paling besar terhadap variabel kinerja nurse dan caregiver Indonesia pada
dimensi kualitas pelayanan. Ketiga. Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja nurse dan caregiver Indonesia artinya jika motivasi nurse dan caregiver Indonesia
meningkat maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan meningkat, sebaliknya
jika motivasi menurun, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan menurun.
Dari hasil matrik korelasi antar dimensi bisa diketahui bahwa dari variabel motivasi
dimensi motif memiliki koefisien korelasi yang paling besar terhadap variabel kinerja
nurse dan caregiver Indonesia pada dimensi kuantitas pelayanan. Keempat.
Profesionalisme, pelatihan, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia. artinya jika profesionalisme, pelatihan,
dan motivasi meningkat maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan meningkat,
sebaliknya jika profesionalisme, pelatihan, dan motivasi nurse dan caregiver Indonesia
menurun, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan menurun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ke 3 variabel bebas tersebut yaitu profesionalisme, pelatihan, dan
motivasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver
Indonesia.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapat diberikan beberapa
saran dan diharapkan dapat berguna bagi stakeholder yang berkaitan langsung dengan
kepentingan pengiriman nurse dan caregiver Indonesia di masa yang akan datang. Adapun
saran tersebut adalah:
1) Karena dimensi motif mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kuantitas
pelayanan dari nurse dan caregiver Indonesia, maka direkomendasikan bagi nurse dan
caregiver Indonesia diberikan dorongan yang kuat bahwa untuk bekerja di luar negeri
tidak hanya semata-mata mendapat gaji yang lebih besar, namun lebih pada masa
depan karir mereka;
2) Untuk meningkatkan kinerja nurse dan caregiver Indonesia perlu diperhatikan
peningkatan profesionalisme dari nurse dan caregiver Indonesia yang akan berangkat
ke Jepang dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi mereka sehingga mereka
akan memiliki pengalaman dan terlatih dengan baik cara berkomunikasi yang baik
secara personal dengan menggunakan bahasa Jepang baik dengan pasien maupun
dengan rekan sejawat secara lengkap, cepat, dan adekuat. Hal tersebut akan
memberikan efek rasa percaya diri yang tinggi, sehingga para nurse dan caregiver
Indonesia tersebut akan terus berusaha untuk mengembangkan kualitas mereka dalam
memberikan pelayanan.
131
Arianti 121 - 132
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
3) Hendaknya stakeholder yang berkaitan langsung dengan kepentingan pengiriman
nurse dan caregiver Indonesia lebih memperhatikan kebutuhan pelatihan nurse dan
caregiver Indonesia sebelum mereka diberangkatkan ke Jepang dengan meningkatkan
pengetahuan di bidang medis dan pelayanan serta lebih fokus pada program pelatihan
khususnya kualitas dari pelatihan itu sendiri sehingga dapat meningkatkan kualitas
dari pelayanan yang mereka berikan, termasuk meningkatkan basic keterampilan
bahasa yang harus dimiliki karena bagi pihak Jepang hal ini menunjukkan bahwa
calon nurse dan caregiver tersebut memiliki kemauan;
DAFTAR RUJUKAN
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI). 2012.
Jakarta
Dessler, Gary. (2009). Manajemen SDM Buku 1. Jakarta: Indeks
Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
EdisiKetiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kementerian Kesehatan. (2012). Statistika Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Mangkunegara, A.A.A.P. (2005). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan I.
Bandung: PT Refika Aditama.
Mangkuprawira, S. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Penerbit
Ghalia Indonesia.
Neuman, W. Lawrence. (2006). Social Research Method: Qualitative and Quantitative
Approach: 6th Edition. Pearson Education, Inc.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional. Edisi 3. Penerbit Salemba Medika.
Pidarta, Made. (2005). Landasan kependidikan: stimulus ilmu pendidikan bercorak
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Kebijakan Daglu. (2012). Kinerja Eskpor Impor Indonesia. Kementerian
Perdagangan. Jakarta.
Umar, Husein. (2003). Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka.
World Health Organisation. (2003). Integrated Management of Adolescent and Adult
Illness (IMAI) modules. Geneva.
Wordpress. (2012).Teori kinerja. Melalui (http://teorionline.wordpress.com/2010/ 01/25
/teori-kinerja/). Desember 11, 2012.
132
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA KREDIT
INVESTASI PADA SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 2006-2012
Thomas Budi Setianto
Fakultas Pascasarjana, Prog Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana
Email: [email protected]
Abstract: This paper has a purpose to know about influence of the macroeconomic
factors are BI rate, inflation, money supply and exchange rate opposite investation credit
interest rate. The analysis used multiple linear regression with study period January
2006–December 2012. Empirical test result prove that variable of the policy interest rate
BI has a major impact or influence the development of investation credit interest rate.
Variable of inflation and money supply have no significant contribution influence in the
movement of the investation credit interest rate. And variable of exchange rate rupiah
opposite of US dollar has little contribution with opposite effect in influencing
movement of investation credit interest rate.
Keywords: BI rate, inflation, money supply, exchange rate, invest credit interest rate.
Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ekonomi
makro adalah tingkat bunga kredit investasi yang berlawanan BI rate, inflasi, jumlah
uang beredar dan nilai tukar. Analisis yang digunakan regresi linier berganda dengan
masa studi Januari 2006 - Desember 2012 hasil tes empiris membuktikan bahwa variabel
suku bunga kebijakan BI memiliki dampak yang besar atau mempengaruhi
perkembangan suku bunga kredit investasi. Variabel inflasi dan uang beredar tidak
berpengaruh kontribusi yang signifikan dalam pergerakan suku bunga kredit investasi.
Dan variabel nilai tukar rupiah berlawanan dolar AS memiliki sedikit kontribusi dengan
efek sebaliknya dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi.
Kata kunci: BI rate, inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar, suku bunga kredit
investasi.
PENDAHULUAN
Perbankan merupakan lembaga yang vital dalam mempengaruhi perkembangan
perekonomian suatu negara. Melalui fungsi intermediasinya, perbankan mampu
menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya kepada pihak
yang membutuhkan pendanaan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif di
sektor riil. Salah satu aspek yang dinilai penting dalam kegiatan intermediasi adalah
tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga dipandang sebagai indikator dalam
mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menabung ataupun membelanjakan uangnya
dan juga mempengaruhi keputusan dunia usaha dalam melakukan pinjaman untuk
berbagai kepentingan seperti investasi.
Suku bunga merupakan salah satu tolok ukur dari kegiatan perekonomian suatu
Negara yang berhubungan pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan. Dalam hal
133
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
ini bank menjadi kreditur dalam titik perputaran dana yang telah diterima dari masyarakat
yang akan digunakan untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat yang kekurangan
dana dalam menggerakan roda perekonomian.
Tingginya tingkat suku bunga pinjaman menjadi penyebab utama adanya kendala
dalam pembiayaan dalam dunia usaha sehingga memperlemah keberadaan sektor riil.
Tingkat suku bunga di Indonesia tergolong paling tinggi apabila dibandingkan dengan
tingkat suku bunga negara ASEANTambunan (1998: 114) dapat dilihat dari ukuran
tingkat suku bunga nominal yang tercermin dalam tingkat suku bunga acuannya.
Trend rendahnya tingkat inflasi sebesar 3.56% dan penurunan suku bunga induk atau
BI Rate hingga level 5.75% pada awal Maret 2012 (terendah sejak pemberlakuan suku
bunga induk) oleh Bank Indonesia yang seharusnya dapat menjadi berita positif untuk
semua kalangan seperti pengusaha, debitur kredit pemilikan rumah (KPR) dan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) karena diharapkan kebijakan Bank Indonesia ini akan diikuti dengan
penurunan suku bunga kredit bank (Daily Investor Indonesia 19 Maret 2012)
Tingkat suku bunga acuan, BI Rate menjadi acuan dalam pergerakan suku bunga di
pasar keuangan. Peningkatan maupun penurunan BI Rate diharapkan akan diikuti oleh
peningkatan/penurunan tingkat suku bunga deposito yang kemudian diikuti oleh
pergerakkan tingkat suku bunga kredit. Secara teori menurut Hempel (1994) dalam
Siamat (2005) bahwa tingkat suku bunga pinjaman merupakan gabungan dari jumlah cost
of fund ditambah biaya intermediasi dan biaya resiko macet
Suku bunga kredit memang belum turun signifikan, kalaupun ada besarannya di
bawah satu persen dan belum memenuhi harapan sejumlah kalangan seperti pelaku usaha
kecil dan menengah (UKM). Penurunan suku bunga kredit perbankan perlu menunggu
sekitar dua atau tiga bulan setelah penurunan bunga acuan yang di umumkan oleh Bank
Indonesia. Sementara menurut berbagai kalangan menyatakan bahwa suku bunga kredit
yang wajar adalah dua atau tiga persen di atas suku bunga acuan.
Jika dicermati lebih dalam, instrumen kebijakan BI Rate sebagai tingkat suku bunga
acuan dalam mempengaruhi tingkat suku bunga kredit tidak berjalan secara responsif. Hal
ini tercermin ketika kebijakan menaikan BI Rate pada tahun 2005 akibat adanya tekanan
inflasi pada periode tersebut, menyebabkan adanya kenaikan pada suku bunga tabungan,
namun kenaikan suku bunga tabungan tidak serta merta mempengaruhi tingkat suku bunga
kredit. Begitu halnya dengan kondisi penurunan BI Rate pada tahun2007 dan kondisi BI
Rate yang cenderung rendah dan stabil sejak tahun 2009 hingga tahun 2011 kurang
direspon oleh pergerakan tingkat suku bunga kredit.
Di beberapa Negara asean seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan
Indonesia perkembangan pendalaman financial kelihatan menonjol setelah Negara-negara
tersebut melakukan deregulasi system finansialnya. Sebelum adanya deregulasi, system
finansial Negara-negara tersebut ditandai oleh banyaknya peraturan-peraturan yang kurang
mendorong terjadinya pendalaman finansial seperti penentuan tingkat suku bunga oleh
otoritas moneter, penetapan pagu kredit, cadangan wajib minimum yang tinggi. Tingkat
bunga yang ditetapkan akan cenderung jauh di bawah tingkat bunga keseimbangan dan
tingkat inflasi. Bank-bank sangat tergantung pada dana dari Bank Indonesia dan tidak
dapat mengatur dananya secara efisien.
Laju inflasi merupakan gambaran harga-harga. Harga yang membubung tinggi
tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara itu harga yang relatif stabil tergambar
134
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dalam angka inflasi yang rendah. Laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat
menggangu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Tingkat inflasi yang
tinggi menyebabkan tingkat suku bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian terjadi pada
bulan januari sampai bulan april tahun 2006 keadan ini akibat lambatnya pemerintah
dalam memutuskan kenaikan harga bahan bakar. Di samping itu, suku bunga riil yang
relatif rendah dibanding suku bunga riil di luar negri dapat menimbulkan pengaliran modal
ke luar negeri. Akibat yang ditimbulkan kemudian adalah rendahnya kegiatan investasi di
sektor riil karena kesulitan dana perbankan, kalaupun ada tetapi diperoleh dengan bunga
yang tinggi. Hal ini berujung pada menurunnya tingkat produksi dan rendahnya daya serap
tenaga kerja.
Pengelolaan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat
memberikan kepastian dunia usaha yang merupakan suatu yang penting dalam
peningkatan investasi. Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan
menyebabkan kesulitan dalam dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama yang
berkaitan dengan eksport import. Hal ini terjadi salah satunya akibat defisitnya nilai
perdagangan Indonesia yang menyebabkan nilai rupiah terhadap dollar AS tertekan
Fenomena ini terjadi pada perbankan Indonesia pada masa krisis Juli 1997, terjadi gejolak
nilai tukar dan pemerintah melakukan pengetatan likuiditas. Penyesuaian nilai rupiah yang
relatif lamban dibandingkan dengan laju inflasi didalam negeri terhadap luar negeri dapat
mengakibatkan harga barang-barang eksport relatif lebih mahal sehingga kurang
mendukung upaya peningkatan daya saing eksport non migas juga mendorong sektor
perbankan melakukan penyesuaian suku bunga sebagai kompensasi atas menurunnya nilai
deposito dalam bentuk rupiah. Sebaliknya, penyesuaian nilai tukar rupiah yang terlalu
cepat akan dapat mendorong pengaliran modal ke luar negeri. Dengan mengacu pada
fenomena perkembangan suku bunga kredit tersebut di atas, Penulis mencoba
menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi suku bunga kredit investasi pada
sektor perbankan Indonesia. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi suku bunga
kredit meliputi Suku bunga sertifikat Bank Indonesia, Inflasi, Jumlah uang beredar dan
nilai tukar. Dengan menganalisis faktor-faktor ekonomi makro terhadap suku bunga
kredit investasi tersebut, maka diharapkan mengetahui faktor-faktor ekonomi yang
mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit perbankan pada kurun waktu 2006-2012.
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu “ Tingkat suku bunga
dinyatakan sebagai persentase uang pokok perunit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran
harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang dibayarkan kepada kreditur
Sunariyah (2003:62), sedangkan Boediono (2001: 75) mengemukakan bahwa: “ Tingkat
bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu”
Sejalan dengan uraian tersebut kasmir (2003:37) mengemukakan bahwa :” Bunga
kredit dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan
prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi
bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dan harga yang harus diterima oleh bank dari nasabah yang
memperoleh pinjaman. Berdasarkan definisi yang dikemukan diatas dapat disimpulkan
bahwa tingkat suku bunga adalah tarif pinjaman yang diberikan oleh bank dan harga yang
harus dibayar oleh nasabah bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
135
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Adapun dua teori dalam penentuan tingkat suku bunga yang dikemukan oleh Sunariyah
(2003: 62) yaitu teori klasikal dan keyness. Menurut ekonomi klasikal, permintaan dan
penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan
menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan permintaan investasi.
Sedangkan tingkat bunga sendiri ditentukan oleh dua kekuatan yaitu: Penawaran tabungan
dan permintaan investasi modal terutama dari sector bisnis. Interaksi antara kekuatan
penawaran dan permintaan terhadap uang beredar akan menentukan kondisi pasar uang.
Kondisi pasar uang tersebut tercemin dari perkembangan suku bunga.
Merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate
diumumkan oleh dewan gubernur bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan
dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan
moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga
pasar uang antar bank overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito dan pada gilirannya
suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam
perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila inflasi
kedepan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya bank
Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi kedepan diperkirakan berada dibawah
sasaran yang telah ditetapkan.
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatkan harga-harga secara umum
dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut
inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan harga) pada barang
lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indikator yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008 paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Kemudian BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang
dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.Indikator inflasi lainnya berdasarkan
International best
Dalam teori kuantitas uang Irvine Fisher dikemukakan bahwa kenaikan harga barang
tidak hanya dipengaruhi jumlah uang beredar melainkan juga kecepatan dari peredaran
uang tersebut, sehingga ketika kecepatan uang beredar tinggi hal tersebut akan
berpengaruh pada kenaikan harga barang, sedangkan ketika kecepatan uang beredar
rendah maka yang terjadi sebaliknya yaitu penurunan harga barang. Untuk lebih
mempermudah teori yang disampaikan oleh Irvine fisher simak formula sebagai berikut:
MxV=PxT
Berdasarkan rumus ini bisa diartikan bahwa M merupakan jumlah uang beredar, V
merupakan kecepatan peredaran uang, P merupakan tingkat harga secara umum dan T
merupakan volume perdagangan. Mata uang asing yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Dollar USA yang merupakan jenis valuta asing yang aktif diperdagangkan di
136
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
seluruh dunia termasuk di Indonesia sendiri. Hubungan nilai tukar dalam mempengaruhi
pergerakan tingkat suku bunga pinjaman dalam negeri dapat dijelaskan melalui teori
paritas suku bunga.
Berdasarkan teori paritas, dengan adanya kondisi menurunnya nilai mata uang
Rupiah terhadap Dollar (depresiasi), maka tingkat suku bunga nominal di dalam negeri
harus lebih tinggi daripada tingkat suku bunga nominal diluar negeri sebagai kompensasi
atas menurunnya nilai asset (deposito) dalam bentuk rupiah. Jika tidak demikian, maka
akan terjadi peningkatan permintaan akan deposito dalam bentuk Dollar. Untuk menjaga
keseimbangan valas dan mengantisipasi penurunan nilai mata uang rupiah yang lebih
lanjut, maka suku bunga deposito dalam rupiah dinaikkan. Naiknya suku bunga deposito
dalam rupiah akan menyebabkan naiknya cost of fund perbankan, untuk menghindari
spread yang negatif maka suku bunga kredit akan turut dinaikkan (Sambodo, 2001),
sehingga guna mencegah terjadinya aliran modal keluar maka tingkat suku bunga
simpanan dinaikkan dan pada akhirnya akan menyebabkan naiknya tingkat suku bunga
pinjaman di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Olty Tetya (2006) yang meneliti
faktor-faktor penentu tingkat suku bunga di Indonesia selama periode 1990 – 2005.
Tingkat suku bunga diproksikan dalam tingkat suku bunga pinjaman, adapun faktor-faktor
penentu suku bunga antara lain PDB, money supply, tingkat inflasi, tingkat suku bunga BI
dan tingkat suku bunga luar negeri (LIBOR). Penelitian ini menggunakan pendekatan
Error Correction Model, dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
inflasi, tingkat suku bunga SBI dan LIBOR mempunyai pengaruh yang signifikan pada
suku bunga pinjaman, sedangkan dalam jangka panjang hanya tingkat suku bunga SBI
yang berpengaruh pada tingkat suku bunga pinjaman.
Penelitian yang dilakukan oleh nugroho (2010) yang meneliti pengaruh kebijakan BI
Rate terhadap suku bunga kredit investasi bank umum periode Juli 2005 – Desember
2009. Adapun metode yang digunakan adalah Error Correction Model yang
menggunakan data time series secara bulanan. Pada penelitiannya variable yang digunakan
tidak hanya BI Rate melainkan terdapat variable lain yaitu pertumbuhan kredit, nilai tukar,
inflasi, suku bunga SIBOR sebagai variable yang mempengaruhi tingkat suku bunga kredit
investasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek hanya variable
SIBOR yang tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat suku bunga kredit investasi,
sedangkan BI Rate, pertumbuhan kredit dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif
sedangkan inflasi mempunyai hubungan yang negatif pada tingkat suku bunga kredit
investasi. Untuk jangka panjang variable nilai tukar tidak signifikan berpengaruh, dan BI
Rate, pertumbuhan kredit, inflasi dan SIBOR memiliki pengaruh yang searah dan
signifikan terhadap pergerakan tingkat suku bunga kredit investasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2004) mengernai Determinan Tingkat
Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Tahun 1983–2002. Dalam penelitian tersebut
mengidentifikasikan faktor penentu suku bunga kredit menjadi dua yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman antara lain
SIBOR, tingkat jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, tingkat BI Rate dan PDB
menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) sehingga dapat diketahui efek
dalam jangka pendek dan jangka panjang, setelah melewati beberapa pengujian, penelitian
diatas memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka pendek, jumlah uang beredar dan
137
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
inflasi tidak signifikan terhadap tingkat suku bunga pinjaman, sedangkan variable SIBOR
dan BI Rate memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat suku bunga pinjaman dalam
jangka pendek dan PDB memiliki hubungan yang positif. Untuk jangka panjang variable
BI Rate dan PDB tidak signifikan dalam mempengaruhi suku bunga pinjaman. SIBOR dan
uang beredar memiliki hubungan yang positif sedangkan inflasi memiliki hubungan yang
negatif dengan tingkat suku bunga pinjaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Sambodo (2001). Penelitian tersebut meneliti
mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat suku bunga riil kredit investasi.
Adapun variable yang diuji meliputi ekspektasi perubahan nilai tukar, pertumbuhan kredit
domestik, ekspektasi inflasi, penawaran uang, suku bunga riil deposito dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variable suku bunga deposito berpengaruh positif dan paling besar pada suku
bunga riil kredit investasi, ekspektasi nilai tukar juga memiliki hubungan yang positif,
sedangkan ekspektasi inflasi dan pertumbuhan kredit memiliki hubungan yang negatif,
uang beredar memiliki hubungan negatif namun tidak signifikan terhadap suku bunga riil
kredit investasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Waljianah (2013) mengenai Determinan tingkat suku
bunga pinjaman perbankan di Indonesia Tahun 2005 – 2011. Dalam penelitian tersebut
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman adalah suku bunga
deposito, BI Rate, nilai tukar, tingkat inflasi, SIBOR, PUAB dengan menggunakan
pendekatan analisis regresi berganda bertahap guna mendapatkan nilai koefisien yang
mempengaruhi variable independen baik melalui variable perantara maupun secara
langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa BI Rate memberikan kontribusi yang
paling besar dalam mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman. Kebijakan BI Rate telah
efektif dalam mempengaruhi pergerakan tingkat suku bunga perbankan Indonesia. Suku
bunga PUAB tidak dapat memberikan respon pergerakan yang serupa terhadap pergerakan
tingkat suku bunga pinjaman akibat adanya permasalahan dalam struktur PUAB di
Indonesia. Inflasi tidak dapat menjelaskan pengaruhnya secara nyata terhadap suku bunga
pinjaman. Penurunan nilai tukar akibat melemahnya eksport dan ketidakstabilan pasar
keuangan memicu kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga deposito guna
meningkatkan aliran modal masuk, kenaikan suku bunga deposito selanjutnya direspon
oleh kenaikkan suku bunga pinjaman sebagai komponen pendapatan bagi perbankan.
Penurunan SIBOR tidak diikuti oleh pergerakan tingkat suku bunga di Indonesia.
Kerangka Pemikiran
. Rate (X1)
BI
Tingkat Inflasi (X2)
Uang Beredar (X3)
Suku Bunga Kredit
Investasi (Y)
Nilai Tukar (X4)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
138
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga kredit investasi dapat dibagi menjadi 4,
yaitu faktor BI Rate, Tingkat inflasi, Jumlah uang beredar dan nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor-faktor eksternal tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap suku bunga investasi pada sektor perbankan di
Indonesia.
Hipotesis
H1: Ada pengaruh BI Rate terhadap tingkat bunga investasi
H2: Ada pengaruh Inflasi terhadap tingkat bunga investasi
H3: Ada pengaruh uang beredar terhadap tingkat bunga investasi
H4: Ada pengaruh nilai tukar terhadap tingkat suku bunga investasi
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif yang dilakukan dengan
membandingkan faktor-faktor ekonomi dengan tingkat suku bunga investasi perbankan.
Penelitian ini ditunjukan untuk membuktikan apakah ada hubungan dan pengaruh dari BI
Rate (SBI), jumlah uang beredar, tingkat inflasi dan nilai tukar terhadap tingkat suku
bunga investasi perbankan. Didalam penelitian ini kredit perbankan yang digunakan
adalah tingkat suku bunga kredit investasi. Setelah merumuskan masalah dan melakukan
pembatasan ruang lingkup masalah yang diperlukan agar penelitian lebih terfokus,
selanjutnya ditentukan model-model yang cocok dan metode-metode analisis yang bisa
digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini.
Analisis hubungan dan pengaruh antara variabel-variabel tersebut diatas akan diukur
secara statistik dengan menggunakan metode regresi linier berganda serta uji hipotesis
untuk mengambil kesimpulan ada atau tidak adanya hubungan yang signifikan. Variabel
bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Suku bunga dalam negeri yang dipilih sebagai
salah satu acuan untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan BI
Rate merupakan sebuah instrumen Operasi Pasar Terbuka yang dilakukan oleh Bank
Indonesia sebagai pembuat kebijakan moneter yaitu menjaga dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Mekanisme BI Rate akan berpengaruh pada pergerakan suku bunga kredit
investasi pada sektor perbankan. Pada penelitian ini akan digunakan suku bunga 1 bulan
dalam periode tahun 2006 – 2012. Variabel penelitian ini dinyatakan dalam persen.
Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Peningkatan
jumlah uang beredar di tangan masyarakat akan dapat mempengaruhi tingkat harga umum
yang berkaitan dengan daya beli uang. Keengganan masyarakat untuk menempatkan
dananya dalam perbankan bisa diakibatkan karena kurang menariknya suku bunga
perbankan yang ditawarkan atau krisis kepercayaan perbankan. Untuk mengurangi jumlah
uang beredar, maka otoritas moneter menetapkan kebijakan moneter ketat yang ditandai
dengan kenaikan suku bunga. Pada penelitian ini akan digunakan jumlah uang beredar
dalam periode tahun 2006 – 2012. Variable penelitian ini dinyatakan dalam rupiah.
Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus.
Kenaikan tingkat inflasi akan mendorong suku bunga simpanan akan naik dan otomatis
tingkat suku bunga pinjaman akan lebih tinggi. Tingkat bunga nominal yang lebih rendah
dari pada laju inflasi akan membuat masyarakat enggan menaruh dananya dalam sektor
139
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
perbankan serta menyebabkan terjadinya suku bunga riil negatif. Pada penelitian ini akan
digunakan tingkat inflasi dalam periode tahun 2006 – 2012. Variabel penelitian ini
dinyatakan dalam persen.
Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dollar USA yang merupakan
jenis valuta asing yang aktif diperdagangkan diseluruh dunia termasuk Indonesia.
Hubungan nilai tukar dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit dalam negeri
dapat dijelaskan melalui teori paritas suku bunga. Berdasarkan teori paritas, depresiasi
rupiah terhadap Dollar maka suku bunga nominal didalam negeri harus lebih tinggi
daripada suku bunga nominal diluar negeri sebagai kompensasi atas menurunnya nilai
deposito dalam bentuk rupiah. Jika tidak demikian akan terjadi peningkatan permintaan
akan deposito dalam bentuk Dollar. Pada penelitian ini akan digunakan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang Dollar USA dalam periode 2006 – 2012. Variable penelitian ini
dinyatakan dalam rupiah.
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga kredit
investasi. Suku bunga kredit investasi adalah suku bunga kredit yang diberikan perbankan
kepada dunia usaha untuk investasi yang bersifat produktif. Alasan pemilihan suku bunga
kredit investasi sebagai salah satu variabel penelitian ini dikarenakan adalah suku bunga
kredit investasi dianggap sebagai alat pengukur atau barometer perkembangan
perekonomian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Suku bunga kredit investasi yang
menarik mendorong dunia usaha untuk berinvestasi, hal ini berkaitan langsung dengan
produksi yang berdampak pada kesempatan kerja yang akan mengerakan peningkatan
konsumsi masyarakat sehingga menstimulus pertumbuhan ekonomi negara. Variabel
penelitian ini dinyatakan dalam persen. Persamaan regresi berganda linier yang akan
dibuat dalam penelitian ini yaitu
SBKI = α + β1 BI + β2 UB + β3 IF + β4 NT + e
Dimana: α = Konstanta; β = Koefisien Regresi; SBKI = Suku Bunga Kredit Investasi; BI
= BI Rate; UB = Uang Beredar; IF = Inflasi; NT = Nilai Tukar; e = Error
Pos yang dijadikan obyek penelitian adalah suku bunga kredit investasi dari kelompok
perbankan persero dan swasta nasional di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah
data suku bunga kredit inventasi rata-rata menurut kelompok-kelompok perbankan di
Indonesia dengan waktu pengamatan adalah Januari 2006 – Desember 2012
Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yaitu berupa data sekunder
suku bunga kredit investasi rata-rata kelompok bank persero dan kelompok bank swasta
nasional di Indonesia pada penerbitan laporan data bank Indonesia seperti statistik
ekonomi keuangan Indonesia (SEKI) dan direktori perbankan Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menggunakan metode regresi linier berganda, untuk menguji pengaruh variable
independen terhadap variable dependen dihasilkan nilai koefisien determinasi, koefisien
regresi dan nilai Uji F dan Uji t sebagaimana disajikan pada Tabel-1. Data pada tabel 1
menunjukkan bahwa nilai koefisien yaitu R Square dan Adjusted R Square masing-masing
sebesar 93.33% dan 92.99%. Dikarenakan variable independen yang digunakan dalam
140
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
penelitian ini lebih dari satu variabel maka yang digunakan adalah Adjusted R Square
dengan nilai sebesar 92.99%.
Tabel 1. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t
Variabel
Constant ©
BI Rate
Inflasi
Uang Beredar
Nilai Tukar
R-squared
Adjusted R-squared
F-statistik
F-sig
Nilai Koefisien
6,9252
0,7973
-0,2243
-0,0009
0,0004
0,9333
0,9299
2.53
276.223*
t-tabel
1.671
1.671
1.671
1.671
1.671
t-sig
7,3751
11.1898*
-8,5549*
-5,9429
5.7742
Sumber: Hasil Penelitian Eviews 6.0 (2013)
Keterangan: * Signifikan
Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan variable independen menjelaskan keragaman
variable dependen adalah sebesar 92.99%. Selebihnya 7.01% dipengaruhi faktor-faktor
lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Sedangkan hasil penelitian terhadap Goodness of Fit dijelaskan bahwa uji F secara
serentak, ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, pengujian ini
melibatkan ke empat variable ( BI, IF, JUB dan NT) terhadap variable SBKI. Pengujian
secara serentak menggunakan distribusi F yaitu membandingkan antara F-stat dengan Ftabel. Hasil melalui program Eviews diperoleh nilai F-stat = 276.223 > F-tabel (005 : 4 :
79) = 2.53 maka dapat disimpulkan bahwa variable BI, IF, JUB dan NT secara serentak
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan variable SBKI.
Uji pengaruh secara parsial atau uji t bertujuan menunjukkan seberapa jauh pengaruh
variabel independen secara individu dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dari
ke-4 variable independen tersebut, ada dua variable yang berpengaruh signifikan terhadap
variable SBKI yaitu BI dan NT. Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi
masing-masing variable independen tampak lebih besar dibandingkan t-tabel pada level
5% dan degree of freedom sebesar 79. Untuk variable BI t-stat = 11.19 > t-tabel (0.05 : 79)
= 1.67. Kemudian variable NT t-stat = 5.77 > t-tabel (0.05 : 79) = 1.67, Sedangkan
variable IF dan JUB tidak berpengaruh signifikan terhadap variable SBKI. Hal ini ditandai
bahwa t-stat untuk koefisien regresi variable independen tampak lebih kecil dibandingkan
t-tabel pada level 5% dan degree of freedom sebesar 79. Untuk variable IF t-stat = -8.55 <
t-tabel (0.05 : 79) = 1.67 dan variable JUB t-stat = -5.94 < t-tabel (0.05 : 79) = 1.67.
Berdasarkan data pada Tabel-1 dapat ditulis persamaan regresi linier Model-1 sebagai
berikut:
Suku Bunga Kredit Inv = 6.9252 + 0.7973 BI rate – 0.2243 IF – 0.0009 JUB + 0.0004 NT
Dengan mengetahui nilai koefisien regresi, maka besar pengaruh variable
independen terhadap variable dependen dapat dianalisa sebagai berikut:
Besarnya pengaruh variable BI rate terhadap suku bunga kredit investasi sebesar
0.7973 yang artinya BI rate berpengaruh secara positif terhadap suku bunga kredit
investasi. Jika BI rate naik sebesar 1% maka tingkat suku bunga kredit investasi
141
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
mengalami kenaikan sebesar 79.73%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nugroho pada tahun 2010 dimana BI rate berpengaruh secara positif baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang artinya sinyal BI rate dalam
mempengaruhi suku bunga kredit dalam jangka pendek relatif lebih kecil dan memberikan
dampak yang besar dalam jangka panjang. Kenaikan BI rate direspon oleh kenaikan suku
bunga deposito oleh perbankan di Indonesia, kenaikan tersebut ditujukan untuk
mempertahankan nasabah deposan yang menjadi sumber likuiditas perbankan. Kenaikan
tingkat suku bunga deposito yang merupakan komponen biaya perbankan diikuti oleh
pergerakan tingkat suku bunga kredit sebagai komponen pendapatan bagi perbankan.
Secara empiris dapat dijelaskan bahwa penetapan suku bunga deposito oleh bank secara
signifikan mengikuti perubahan BI rate. Selanjutnya penurunan atau kenaikan tingkat suku
bunga deposito akan direspon secara positif oleh pergerakan tingkat suku bunga pinjaman
oleh perbankan. Motivasi perbankan atas kondisi dari perilaku tersebut adalah keinginan
bank untuk menjaga positif margin antara biaya dana (cost of fund) dari suku bunga
deposito dengan pendapatannya yaitu suku bunga kredit.
Besarnya pengaruh variable inflasi terhadap suku bunga kredit investasi sebesar 0.2243 yang artinya inflasi berpengaruh negatif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika
kenaikan inflasi sebesar 1% maka akan terjadi penurunan terhadap suku bunga kredit
investasi sebesar 22.43%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sambodo dimana tingkat inflasi memiliki pengaruh negatif. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan inflasi maka rata-rata suku bunga riil kredit
akan semakin berkurang. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Ratnawati dan Tetya dimana dalam jangka pendek bahwa kenaikan tingkat inflasi
akan menyebabkan suku bunga kredit turun akibat keengganan masyarakat dalam
menanamkan dananya diperbankan karena tingkat bunga riil menjadi negatif. Dengan
tingginya tingkat inflasi maka tingkat pendapatan riil yang diterima masyarakat berkurang
dan daya beli masyarakat semakin rendah dan menimbulkan stigma negatif pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan usaha yang berdampak pada turunnya kegiatan investasi dan
produksi. Kegiatan tersebut akan berdampak pada berkurangnya kesempatan kerja dalam
dunia usaha yang akan menyebabkan menurunnya produktivitas perekonomian nasional.
Kondisi demikian menciptakan ketidakstabilan ekonomi secara makro. Semakin
rendahnya permintaan pinjaman akan menyebabkan turunnya pendapatan perbankan dan
mendorong perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunga kreditnya.
Besarnya pengaruh variable jumlah uang beredar terhadap suku bunga kredit
investasi sebesar -0.0009 yang artinya jumlah uang beredar menunjukan pengaruh yang
kecil dengan arah yang negatif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika kenaikan jumlah
uang beredar sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan suku bunga kredit investasi
sebesar 0.0009%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan, dimana Jumlah uang beredar dalam jangka panjang bersifat inelastis. Keadaan
ini dapat dijelaskan dimana ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang
diikuti dengan krisis perbankan telah menyebabkan penarikan dana perbankan besarbesaran, karena kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap perbankan. Masyarakat
lebih tenang dan senang untuk memegang uang guna keperluan konsumsi akibat kenaikan
harga barang pokok atau menempatkan dananya dalam bentuk investasi lain. Keengganan
masyarakat untuk menempatkan dananya dalam perbankan membuat jumlah uang beredar
142
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
di masyarakat menjadi meningkat yang ditandai dengan jumlah uang beredar pada tahun
1998 dengan kenaikan 29.18% dari tahun sebelumnya terutama periode sebelum krisis.
Untuk mengurangi jumlah uang beredar, maka otoritas moneter menetapkan kebijakan
moneter ketat yang ditandai dengan kenaikan suku bunga SBI.
Besarnya pengaruh variabel nilai tukar rupiah dollar Amerika terhadap suku bunga
kredit investasi sebesar 0.0004 yang artinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
menunjukan pengaruh yang kecil dengan arah positif terhadap suku bunga kredit investasi.
Jika kenaikan nilai tukar sebesar 1 rupiah (dalam hal ini rupiah mengalami depresiasi)
maka akan menyebabkan kenaikan suku bunga kredit investasi sebesar 0.0004%. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sambodo dimana kenaikan nilai
tukar (depresiasi) akan menaikkan rata-rata suku bunga investasi. Krisis ekonomi global
pada pertengahan tahun 2008 dan awal tahun 2009. Dalam kondisi ketidakpastian yang
tinggi, memburuknya persepsi risiko juga memicu peningkatan aliran investasi portfolio
keluar yang telah menggangu stabilitas nilai tukar rupiah. Keseimbangan kurs, mengacu
pada paritas daya beli yang berjalan sesuai perbedaan tingkat inflasi antar dua negara.
Ketika inflasi Indonesia lebih tinggi dari Amerika Serikat, harga ekspor barang dan jasa
Indonesia menjadi relatif lebih mahal ketimbang Amerika Serikat. Ekspor Indonesia juga
akan cenderung menurun, sedangkan impor cenderung meningkat. Ketidakseimbangan
itu akan mendorong rupiah melemah atau mengalami depresiasi. Selanjutnya, depresiasi
menyebabkan kebutuhan Dollar AS untuk menstabilkan rupiah dan pembayaran hutang
meningkat sehingga mengurangi cadangan devisa. Dalam rangka penguatan cadangan
devisa dan kestabilan nilai tukar terhadap mata uang negara lain (Dollar AS), Indonesia
dihadapkan pada kondisi untuk menaikkan suku bunga depositonya agar mencegah aliran
dana keluar negeri akibat turunnya nilai tukar dan sebagai penyeimbang agar transaksi
modal ke dalam akan bertambah sehingga posisi cadangan devisa tetap terjaga dan nilai
tukar rupiah kembali stabil mampu menopang gejolak perekonomian Indonesia.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut: Pertama, Adanya pengaruh BI rate dalam memberikan kontribusi yang
paling besar dalam mempengaruhi tingkat suku bunga kredit. Kebijakan BI rate telah
efektif dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi. Kedua, Adanya
pengaruh inflasi dalam memberikan respon pergerakan yang serupa terhadap pergerakan
tingkat bunga kredit investasi Ketiga, Adanya pengaruh Jumlah uang beredar terhadap
pergerakan suku bunga kredit investasi. Keempat, Adanya pengaruh nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukan di atas, maka saran yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, seiring dengan semakin rendah dan
stabilnya suku bunga kebijakan BI rate diharapkan sinyal kebijakan BI rate mampu
direspon oleh pergerakan suku bunga kredit investasi yang stabil dan rendah pada
perbankan di Indonesia dengan demikian diperlukan adanya pengawasan, koordinasi dan
pengaturan perbankan yang intensif oleh otoritas moneter guna mengurangi
kecenderungan perbankan melakukan persaingan perang bunga guna mendapat dana dari
masyarakat sehingga akan terciptanya suku bunga kredit investasi yang kompetitif dan
143
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
akan mendorong dunia usaha menghasilkan produk produk yang berkualitas dan efisien
dengan produktivitas yang tinggi sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi secara
nasional. Ketiga, menjaga kestabilan tingkat inflasi dan nilai tukar karena suku bunga baik
dalam dan luar negeri sangat terkait faktor tersebut untuk menghasilkan suku bunga kredit
investasi dalam pasar keuangan nasional dan internasional. Keempat, bagi kalangan
investor maupun dunia usaha bahwa BI rate dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan dapat dijadikan tolok ukur dalam menentukan pergerakan suku
bunga investasi untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis.
Keempat, diperlukan adanya penelitian penelitian yang sejenis dengan mempergunakan
variable independen yang lebih menekankan pada internal perbankan dalam menganalisis
pembentukan suku bunga pinjaman di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Budiaono. (1980). Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: BPFE UGM
Budiono. (2001). Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: Penerbit BPFE UGM.
Ghozali, Imam. (2008). Ekonometrika Teori. Semarang: Badan Penerbit Undip
Gujarati, N.Damodar. (2004). Basic Ekonometric. Fourth Edition. The McGraw-Hill
Insukindro. (1994). Ekonomi Uang dan Bank. Yogyakarta: BPFE-Indonesia.
Kasmir. (2003). Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kurniawan, Taufik. (2004). Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia
Tahun 1983-2002. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 437-459 BI
Lusiana dan Anton. (2006). Faktor-faktor Yang mempengaruhi tingkat Suku Bunga
Deposito Di Indonesia. Media Ekonomi Vol.12 (6): 293-323
Mankiw, N. Gregory. (2006). Makro Ekonomi Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Nasution, Anwar. (1991). Tinjauan Ekonomi Atas Dampak Paket Deregulasi 1988.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Nasution, Darmin. (2011). Pidato Gubernur Bank Indonesia Tahunan Perbankan 2011.
Bank Indonesia
Nugroho, Hariyatmoko N., (2010). Pengaruh Kebijakan BI rate terhadap Suku Bunga
Kredit Investasi Bank Umum Periode 2005-2009. Jakarta: Univ. Indonesia
Pohan, Aulia, (2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Edisi 1. Jakarta: PT Raja
Grfindo Persada.
Rahmanta. (2009). Aplikasi Eviews Dalam Ekonometrika. USU Repository
Ratnawati dan Olty Tetya. (2006). Analisis Faktor-faktor Penentu Tingkat Suku Bunga di
Indonesia Periode 1990. Media Ekonomi Vol.12
Sarwono, Hartadi A dan Perry Warjiyo. (1998). Mencari Paradigma Baru Manajemen
Moneter dalam system Nilai Tukar Fleksible. Bulletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan Edisi Juli 1998.
Siamat, Dahlan. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi kelima.Jakarta: FEUI
Siswanto, Eko Adi dan Yuniawan. (2012). Analisis Pengaruh Iklim Kerja dan
Pengembangan Karir. Diponegoro Bussiness Review
Syamsudin Mahmud. (1985). Ekonomi Moneter Indonesia. Edisi Pertama Jakarta:
Yayasan Kesejahteraan Umat .
144
Setianto 133 - 145
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Soeratno, Lincolin Arsyad. (1999). Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis.Yogyakarta:
YKPN.
Sukirno, Sudono. (1995). Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi edisi kedua. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Sunariyah. (2003). Pengantar Pasar Modal. Edisi 3. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sambodo, Maxensius Tri., (2001). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Suku
Bunga Riil Kredit Investasi di Indonesia. Widyariset Vol. 2.
Sugiono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke tujuh. Jakarta: CV Alfabeta
Tulus T.H. Tambunan. (1998). Penyebab Krisis Moneter di Indonesia.Jakarta: IKADIN
Warjiyo, Perry dan Sodikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK Bank
Indonesias
Winarno. (2007). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogya: YKPN
145
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENILAIAN HARGA WAJAR SAHAM PT.KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk
DAN PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk MENJELANG AKUISISI
Lestari Puji Astuti
IKOPIN Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: Regrouping pharmaceutical companies in Indonesia among PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk and PT. Indofarma (Persero) Tbk will be carried out by the government
through inbreng scheme. In order to take acquisitions, a fair price must be counted for,
so the public interests not be harmed For the fair price ofshares, the calculating are
using three (3) of valuation methods thats are freecash flowto equity, relative valuation
methods and gordon growth models. After doing the calculations with those methods,
affair price for the shares of PT. Kimia Farma (Persero) Tbkand PT. Indofarma
(Persero) Tbk its obtained. To get affair price to the value of the reference shares,
reconciliation should be done. Based onthe results of there conciliation, the fair prices
for thes hares of PT. Kimia Farma (Persero) Tbk is 693 rupiahs and PT. Indofarma
(Persero) Tbk iis 404 rupiahs with avalue range of 7.5 per centofthe fair price.
Keywords: Acquisitions, freecash flowto equity, relativevaluation, Gordon growth
models
Abstrak: Penyusunan kembali perusahaan farmasi di Indonesia antara PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk akan dilakukan oleh pemerintah
melalui skema inbreng. Dalam rangka untuk mengambil akuisisi, harga yang adil harus
dihitung, sehingga kepentingan publik tidak dirugikan Untuk ofshares harga yang adil,
perhitungan tersebut menggunakan tiga (3) metode penilaian thats di adalah ekuitas
flowto freecash, metode penilaian relatif dan pertumbuhan gordon model. Setelah
melakukan perhitungan dengan metode-metode, harga urusan untuk saham PT. Kimia
Farma (Persero) Tbkand PT. Indofarma (Persero) Tbk yang diperoleh. Untuk
mendapatkan harga urusan dengan nilai saham acuan, rekonsiliasi harus dilakukan.
Berdasarkan onthe hasil ada konsiliasi, harga yang wajar untuk thes kelinci PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk adalah 693 rupiah dan PT. Indofarma (Persero) Tbk iis 404 rupiah
dengan berbagai Avalue 7,5 per centofthe harga yang adil.
Kata kunci: Akuisisi, ekuitas flowto freecash, relativevaluation, gordongrowthmodels
PENDAHULUAN
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 241,04 juta jiwa di tahun 2011 dan
pertambahan jumlah usia lanjut, maka kebutuhan akan obat-obatan di Indonesia akan
meningkat. Peningkatan kebutuhan dan juga dengan berlakunya Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) pada 1 Januari 2014 akan meningkatkan pasar farmasi domestik sebesar
12% – 14 % setiap tahun (Investor Daily, 11 Juli 2012). Melihat potensi tersebut dan
juga untuk meningkatkan aset serta produksi obat-obatan di Indonesia, Kementerian
146
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan pengelompokan ulang (Regrouping)
industri farmasinya. Regrouping ini diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar BUMN
farmasi, yang terdiri dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero)
Tbk, meningkatkan produktivitas aset, memperluas jaringan pemasaran serta
meningkatkan daya saing perusahaan.
Dalam program Regrouping BUMN farmasi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan
difokuskan ke bidang distribusi dan penjualan, sementara PT Indofarma (Persero) Tbk
akan difokuskan pada sektor produksi atau hulu (www.ipotnews.com). Melalui proses ini
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan mengakuisisi PT Indofarma (Persero) Tbk dengan
skema Inbreng. Proses pengambilalihan ini harus memperhitungkan harga wajar saham
untuk kedua perusahaan, baik yang mengambil alih ataupun yang akan diambil alih.
Penilaian harga wajar ini penting karena dua BUMN tersebut adalah perusahaan terbuka
yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Penilaian harga wajar saham ini
diperlukan agar harga yang akan digunakan sebagai dasar melakukan akuisisi tidak
“overvalued” ataupun “undervalued.”
Guna mengetahui harga sahamPT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma
(Persero) Tbk pada saat transaksi akuisisi, penulis tertarik untuk menelitinya. Oleh
karena itu penulis mengambil judul untuk penelitian ini “Penilaian Harga Wajar Saham
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk Menjelang Akuisisi.”
Akuisisi. Akuisisi adalah pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.
Menurut Ross dkk (2009) terdapat 3 (tiga) bentuk hukum akuisisi yaitu merger atau
konsolidasi, akuisisi saham dan akuisisi aset. Merger atau konsolidasi adalah penyerapan
sempurna dari suatu perusahaan oleh perusahaan lain dimana perusahaan yang mengambil
alih mempertahankan nama dan identitasnya. Setelah merger, perusahaan yang diambil
alih tidak memperlihatkan diri sebagai bagian terpisah. Sementara itu akuisisi saham
adalah cara untuk mengambil alih perusahaan lain dengan membeli saham dengan hak
suara dari perusahaan yang akan diambil alih dan digantikan dengan uang, saham ataupun
sekuritas lain. Sedangkan akuisisi aset adalah mengambil alih perusahaan lain dengan
membeli sebagian besar atau semua asetnya.
Inbreng menurut Kitab Undang Hukum Perdata adalah memasukkan sesuatu atau
menyertakan sesuatu dalam perusahaan/persekutuan dengan maksud untuk mencari
keuntungan. Inbreng tersebut dapat berupa uang, barang ataupun keahlian. Bila dikaitkan
dengan penjelasan Miller (2010), maka inbreng termasuk dalam bentuk pembayaran
saham. Dalam kasus PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk,
pemerintah akan menyerahkan kepemilikan sahamnya yang berada di PT Indofarma
(Persero) Tbk ke PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai penyertaan modal.
Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007 dalam bab Konsep dan Prinsip
Umum Penilaian (KPUP), nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk pada harga yang
sangat mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang dan atau jasa yang
tersedia untuk dibeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi lebih merupakan harga yang
sangat mungkin dibayarkan untuk barang atau jasa pada waktu tertentu sesuai dengan
definisi tertentu dari nilai. Kartomo (2008) menjelaskan definisi nilai wajar dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagai suatu jumlah yang digunakan
untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s
147
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki
pengetahuan memadai. Sedangkan International Accounting Standards mendefinisikan
nilai wajar (fair value) sebagai the amount for which an asset could be exchanged between
knowledgable, willing parties in an arm’s length transaction. Ada 3 (tiga) metode yang
akan dibahas pada penelitian ini yaitu metode Free Cash Flow to Equity(FCFE), Relative
Valuation dan Gordon Growth Model.
FCFE adalah sisa dari arus kas tertinggi setelah memenuhi pembayaran bunga dan
pokok pinjaman, digunakan untuk pengeluaran modal, baik untuk menjaga aset sekarang
maupun untuk membeli aset baru guna pertumbuhan dimasa yang akan datang.
Penggunaan metode ini berdasarkan pada aturan bahwa nilai suatu aset adalah nilai kini
dari aliran kas masa depan yang diharapkan (present value ofexpected future cash flow)
yang dihasilkan oleh aset tersebut (Damodaran, 2002).
Formula dari metode ini adalah
Keterangan: CFt = Cash Flow pada periode t; r = tingkat diskonto yang mencerminkan
risiko cash flow estimasian; n = umur aset.
Penilaian harga saham dengan metode Relative Valuation lebih sederhana daripada
metode Discounted Cash Flow yang sangat rumit. Pendekatan ini sering disebut dengan
Price Earning (P/E) Ratio Model. Dengan Relative Valuation, PER digunakan sebagai
alat pembanding dalam penilaian saham.
Pendekatan metode Relative Valuation ini mudah diterapkan pada perusahaan yang
mempunyai banyak pembanding di pasar modal, akan tetapi apabila pembandingnya
kurang dari dua (2) perusahaan maka metode ini sulit diaplikasikan. Dalam Relative
Valuation, nilai sebuah aset didasarkan pada bagaimana aset yang serupa dihargai.
Secara teori dapat dikatakan bahwa nilai suatu perusahaan yang ditunjukkan dengan
sahamnya adalah akumulasi seluruh uang yang dibagikan kepada pemegang saham dalam
bentuk dividen sepanjang usia perusahaan, kemudian didiskontokan pada tingkat discount
rate tertentu. Dengan asumsi jumlah dividen yang dibagikan selalu tetap, maka :
Div
Harga wajar =
r
Dimana, Div = dividen; r = required rate of return
Metode Dividend Discounted Model (DDM) mempunyai kelemahan yaitu harga
sahamnya diasumsikan konstan, padahal dalam kehidupan sehari - hari hampir tidak ada
perusahaan yang harga sahamnya statis. Untuk mengatasi kelemahan ini model DDM
tersebut dikembangkan menjadi Constant Growth DDM atau disebut juga Gordon Growth
model yang dinamakan sesuai penemunya Myron Gordon.
Rumusnya adalah
Div
Harga wajar =
rg
Dimana, Div = dividen; r = required rate of return; g = tingkat pertumbuhan dividen
148
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel berikut ini menampilkan penelitian terdahulu terkait dengan penilaian harga saham.
No.
Peneliti
Metode Yg Digunakan
Hasil
1
Mardiana
(2009)
Penetapan harga saham
untuk IPOs PT Bank DKI
dengan Free Cash Flow to
Equity
dan
Relative
Valuation
Harga saham PT Bank DKI, dengan
FCFE skenario Optimis Rp912,
skenario normal Rp700 dan skenario
pesimisRp557 sedangkan dengan
Relative Valuation Rp1537 per lembar
2
Putra
(2009)
Analisis Valuasi saham pada
PT
Indofood
Sukses
Makmur Tbk, PT Gudang
Garam Tbk dan PT Unilever
Tbk dengan Discounted
Cash
Flow,
Relative
Valuation dan CAPM
Harga saham dengan metode DCF
INDF Rp258,45, GGRM Rp1980,17
dan UNVR Rp8157,79 dengan
Relative Valuation : INDF Rp2032,61
GGRM Rp27423,61 dan UNVR
Rp446,96 , dan dengan CAPM : INDF
Rp214,60 GGRM Rp 2280,63 dan
UNVR Rp2873,06
3
Nurbiyanto
(2011)
Estimasi nilai wajar ekuitas
pada PT Semen Baturaja
(Persero) dalam rangka
privatisasi dengan metode
FCFE, Relative Valuation
dan Residual Income
Estimasi nilai ekuitas PT Semen
Baturaja (Persero) dengan FCFE Rp
3.649.867.000.000,- dengan metode
Relative Valuation dengan multiples
PER Rp4.025.169.000.000,- Relative
Valuation dengan multiples PBV
adalah
Rp2.218.251.000.000,Relative Valuation dengan P/S Ratio
adalah Rp3.357.970.000.000,- serta
metode Residual Income adalah
Rp3.661.709.000.000,-
4
Gardner
(2010)
Penilaian
nilai
ekuitas
perusahaan
Coca
Cola
menggunakan metode FCFE
dengan model pertumbuhan
supernormal
Nilai ekuitas Coca Cola sebesar $ 161
milyar
sedangkan
nilai
pasar
aktualnya adalah sebesar Rp $ 150
milyar pada tanggal 28 Desember
2010
5
Suharsono
(2011)
Penilaian nilai pasar wajar
saham
PT
Indofarma
(Persero)
Tbk
dengan
menggunakan
metode
Discounted Cash Flow dan
Relative Valuation
Harga wajar saham INAF per 31
Oktober 2011, dengan metode
Discounted Cash Flow adalah
Rp133,43, sedangkan dengan metode
Relative Valuationadalah Rp135,85.
Harga pasar per 31 Oktober 2011
adalah Rp127,-
149
Astuti
146 - 159
No.
6
Peneliti
Purba
(2011)
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Metode Yg Digunakan
Hasil
Penilaian harga wajar saham
PT Kimia Farma (Persero)
Tbk menjelang penerbitan
saham baru tahun 2011.
Metode yang digunakan
adalah Discounted Cash
Flow, Free Cash Flow to the
Firm Model dan Guideline
Publicly Traded Company
(PER, P/S dan PBV)
Harga wajar saham KAEF dengan
metode Free Cash Flow to the Firm
Model adalah sebesar Rp144,48 dan
dengan metode Guideline Publicly
Traded Company untuk multiple PER
sebesar Rp165,51, P/S sebesar
Rp415,87 dan PBV sebesar Rp221,51
Sumber: diolah sendiri
Perbedaan penulisan ini dan penulisan sebelumnya adalah bahwa penulis: (1) menghitung
harga wajar saham dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE),
Relative Valuation dan Gordon Growth Model; (2) Menghitung harga wajar saham yang
mengakuisisi dan yang diakuisisi; (3) Menggunakan data laporan keuangan selama enam
tahun dari 2007 – 2012 yang diambil dari situs resmi PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan
PT Indofarma (Persero) Tbk.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) Badan Usaha Milik Negara bidang farmasi yang
terdaftar di BEI yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012,
untuk mencari harga wajar saham kedua perusahaan tersebut pada tanggal 31 Desember
2012 dalam rangka akuisisi. Dalam penelitian ini hanya mencari satu harga wajar saham
yang akan digunakan sebagai acuan dalam akuisisi/inbreng.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif karena dalam
penghitungan/penelitian menggunakan data – data kuantitatif yaitu data laporan keuangan
dari masing-masing perusahaan. Data yang digunakan merupakan data sekunder sebagai
berikut: (1) Laporan keuangan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma
(Persero) Tbk serta perusahaan pembanding, yaitu PT. Kalbe Farma Tbk dan PT Tempo
Scan Pacific Tbk; (2) Data diambil dari situs resmi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan
Bursa Efek Indonesia; (3) Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan
enam tahun terakhir yang telah diaudit, yaitu tahun 2007 – 2012.
Alat analisis dalam penghitungan penilaian harga wajar saham menggunakan 3
(tiga) metode yaitu Free Cash Flow to Equity, Relative Valuation dan Gordon Growth
Model. Langkah-langkah penilaian dengan menggunakan Free Cash Flow to Equity
Discount Model adalah sebagai berikut:
Langkah pertama adalah menentukan tingkat pertumbuhan perusahaan. Menurut
Damodaran (2002), ada beberapa cara untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan yaitu:
1) Menggunakan Arithmetic Average
150
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
t  1
(
Arithmetic average =
g
t  n
t
n
Dimana: gt
= tingkat pertumbuhan pada tahun t; n =
jumlah tahun
2) Menggunakan Geometric Average
1
 
n
 earning 0 
=- 1 

 earning n 
Langkah kedua adalah membuat proyeksi laporan keuangan yaitu laporan laba rugi dan
laporan neraca. Proyeksi laba rugi dan neraca dilakukan dengan teknik yang biasa
digunakan secara umum yaitu Percent of Sales Method (Brigham dan Ehrhardt, 2005)
yang dimulai dengan proyeksi penjualan yang menggambarkan pertumbuhan penjualan
tahunan.
Langkah ketiga adalah membuat proyeksi arus kas bebas ke ekuitas (FCFE).
Menurut Stowe dkk (2007), FCFE adalah aliran kas yang tersedia untuk pemegang saham
biasa perusahaan setelah semua biaya operasi, bunga dan setelah pembayaran kepada
prinsipal dan investasi atas modal kerja dan modal tetap. Formula FCFE menurut
Damodaran (2002) adalah:
FCFE = Net Income – (Capex – Depreciation) – ( Change in Non Cash Working
Capital) + (New Debt Issued – Debt Repayment)
Langkah keempat adalah menentukan tingkat diskonto (discount rate). Tingkat
diskonto yang digunakan adalah tingkat diskonto biaya modal yang digunakan oleh
perusahaan atas biaya ekuitas. Penentuan biaya modal ekuitas (saham) ini menggunakan
metode Capital Asset Pricing Model (CAPM).
Persamaan CAPM adalah: r= rRF + β (rPM)
Geometric average
Keterangan: r = tingkat pengembalian yang diharapkan; rRF = tingkat pengembalian
aset bebas risiko; rPM = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan dikurangi tingkat
pengembalian aset bebas risiko; β = beta individual sekuritas, dimana beta mengukur
risiko sistematik, yaitu kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas
risiko.
Langkah kelima adalah melakukan estimasi nilai, yaitu penjumlahan antara present
value FCFE yang didiskontokan dengan biaya modal Kehg ditambah present value
terminal value yang didiskontokan dengan biaya modal Kest. Menurut Damodaran (2002),
formula yang digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan model Free Cash
Flow to Equity adalah
t n
FCFEt
Pn


Nilai Perusahaan =
t
1  k e st n
i 1 1  k eh g


dimana Pn (terminal value) umumnya dihitung dengan tingkat pertumbuhan yang tetap
selamanya yaitu
151
Astuti
Pn
146 - 159
=
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
FCFE n 1
r  gn
Keterangan: FCFE = Free Cash Flow to Equity; Pn =
harga pada saat setelah
pertumbuhan tinggi (terminal value); Ke,hg = biaya modal ekuitas pada high growth; gn
= tingkat pertumbuhan setelah terminal value.; Ke,st
= biaya modal ekuitas pada
stable growth; r
= cost of equity; Harga wajar saham = nilai perusahaan dibagi
dengan jumlah lembar saham
Ada empat langkah yang diperlukan untuk menghitung nilai wajar saham
berdasarkan metode Relative Valuation.Langkah pertama adalah pemilihan perusahaan
pembanding didasarkan pada perusahaan yang memiliki kriteria relatif sama sebagaimana
yang diatur dalam keputusan Ketua Bapepam - LK, yaitu pembanding berada dalam
bidang usaha yang sama, karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings)
sebanding atau kinerja keuangan historis relatif sebanding.
Langkah kedua adalah memilih multiple/faktor pengali perusahaan pembanding,
yaitu :
Langkah yang ketiga adalah melakukan perhitungan untuk menentukan besaran
multiple/faktor pengali perusahaan pembanding. Perhitungan dilakukan dengan cara
memasukan data perusahaan pembanding (earning/laba bersih, nilai buku, penjualan) ke
dalam formula multiple/faktor pengali yang telah ditentukan sebelumnya sehingga didapat
besaran multiple/faktor pengalinya.
Langkah terakhir adalah melakukan estimasi nilai wajar saham/ekuitas perusahaan yang
dilakukan dengan cara mengalikan rata-rata besaran multiple/faktor pengali PER, PBV,
P/S perusahaan pembanding dengan earning/laba bersih, nilai buku, penjualan perusahaan
yang dinilai.
Perhitungan harga wajar saham menggunakan metode Gordon Growth Model
memerlukan 3 langkah yang harus dilakukan, yaitu menghitung Cost of Equity dengan
pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM), estimasi pertumbuhan dan Value of
Equity per Share.
Langkah pertama adalah menentukan Cost of Equity yang merupakan tingkat
pengembalian yang disyaratkan oleh investor sebagai konsekuensi atas investasi pada
saham perusahaan. Cost of Equity yang menjadi tingkat diskonto dalam perhitungan harga
wajar saham pada Gordon Growth Model adalah sama dengan yang digunakan CAPM
pada persamaan (4-4) halaman 55 yaitu
r
= rRF + β (rPM)
152
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Keterangan: r = tingkat pengembalian yang dipersyaratkan; rRF=tingkat pengembalian
aset bebas risiko; (rPM) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan dikurangi tingkat
pengembalian aset bebas risiko; β = Beta individual sekuritas
Langkah kedua adalah menentukan tingkat pertumbuhan yang dipergunakan sebagai
dasar untuk memproyeksikan revenue dan earnings.
Estimasi pertumbuhan dapat dihitung sebagai berikut :
g = retention ratio x ROE
g = (1 – DPR) x ROE
Keterangan: g = Growth; ROEn = Return on Equity; DPR = Dividend Payout Ratio
Langkah ketiga adalah mencari atau menghitung value of equity yang digunakan
untuk menentukan harga wajar saham perusahaan. Value of equity terdiri dari tiga unsur
yaitu dividend per share, cost of equity dan expected growth rate. Perhitungan value of
equity adalah sebagai berikut:
Vo = Do x (1 + g) = D1
(r - g)
r-g
Keterangan: Vo = Fundamental Value; Do = Dividen yang dibayarkan; g = Dividend
Growth Rate; D1 = Dividen yang diharapkan; r = Required Rate of Return
Rekonsiliasi nilai harga wajar saham dilakukan untuk mendapatkan satu harga wajar
saham dari beberapa harga dengan metode yang berbeda. Rekonsiliasi dilakukan setelah
harga wajar saham dari masing-masing metode didapat, kemudian melakukan pembobotan
pada masing – masing indikasi nilai yang dihasilkan. Setelah bobot ditentukan maka bobot
– bobot tersebut dikalikan dengan indikasi nilai wajar dari hasil perhitungan masingmasing metode penelitian sehingga didapatkan nilai wajar tertimbang untuk PT Kimia
Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Nilai saham yang didapat dengan menggunakan 3 (tiga) metode menghasilkan
besaran yang berbeda, ada yang tinggi dan ada yang rendah sehingga diperlukan
rekonsiliasi nilai. Rekonsiliasi nilai menghasilkan hanya satu nilai dengan rentang nilai
sebesar 7,5 persen dari nilai yang diperoleh. Nilai rekonsiliasi dipakai sebagai acuan untuk
investor, apakah akan melakukan aksi jual, beli ataupun menahan saham yang dimiliki.
Pemerintah dapat menggunakan hasil rekonsiliasi tersebut untuk menghitung besaran
modal yang akan diserahkan atau diakuisisi ke PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode pertama yang digunakan pada penelitian ini untuk melakukan estimasi nilai wajar
saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah dengan
Free Cash Flow to Equity Discount Model. Metode ini merupakan salah satu bentuk dari
Discounted Cash Flow (DCF) di mana estimasi nilai dilakukan dengan cara mendiskonto
aliran kas ke ekuitas (Free Cash Flow to Equity) dan terminal valuedengan biaya modal
ekuitas. Nilai perusahaan berdasarkan Free Cash Flow to Equity adalah:
153
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
t n
FCFEt
Pn
 1  k   1  k 
Nilai Perusahaan =
i 1
t
eh g
n
e st
Hasil perhitungan detail estimasi nilai wajar saham dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2
Tabel 1. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
Estimasi Nilai Wajar Ekuitas
(dalam juta rupiah, kecuali *)
Uraian
FCFE
Asumsi
pertumbuhan
Konstan
Terminal Value
Total FCFE
Cost of Equity
Discount
Rate
2013
2014
9,56 %
166,365
182,269
Proyeksi
2015
2016
260,131
2017
2018
218,785
239,701
262,616
5%
166,365
182,269
260,131
218,785
1,855,947
2,095,648
128,388
153,783
108,553
872,666
19,15 %
Present
Value
139,627
FCFE
Nilai
Wajar
Ekuitas per 30- 1,403,018
12-2012
Nilai Saham per
253
lembar (Rp)*
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2012
Penilaian harga wajar saham dengan metode Relative Valuationdimulai dengan mencari
perusahaan pembanding. Pemilihan perusahaan pembanding dimulai dengan mencari
perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama dengan PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk, yaitu perusahaan dibidang farmasi. Perusahaan
yang bergerak dibidang farmasi dan sudah menjadi perusahaan terbuka terdapat 10
(sepuluh) perusahaan, dan yang terpilih untuk menjadi perusahaan pembanding adalah PT.
Kalbe Farma Tbk dan PT. Temposcan Pacific Tbk. Kedua perusahaan tersebut dipilih
sebagai pembanding karena harga saham keduanya tidak terlalu jauh berbeda dengan
harga saham PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk,dan
keduasaham tersebut aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Estimasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) Tbk diperoleh dari
penjumlahan nilai sekarang FCFE dan nilai kini terminal value yang didiskontokan
dengan biaya modal ekuitas. Terminal value dicari dengan cara mencari FCFE tabun 2018,
yaitu FCFE tahun 2017 dikalikan satu ditambah pertumbuhan pada saat tinggi (9,56 %)
hasilnya adalah 262,616,518,088 kemudian dibagi dengan biaya modal ekuitas (19,15%)
dikurangi pertumbuhan konstan (5%) sehingga diperoleh nilai Rp 1,855,947,124,300,Estimasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) adalah jumlah nilai kini
FCFE ditambah nilai kini terminal value sehingga menghasilkan indikasi nilai wajar
154
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
ekuitas Rp 1,403,017,638,888,-. Untuk memperoleh nilai wajar saham PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk, maka nilai wajar ekuotas sebesar Rp 1,403,017,638,888,- dibagi dengan
jumlah saham yang beredar sebanyak 5554000000 lembar, sehingga didapat nilai wajar
saham per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp 253,-.
Tabel 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk, Estimasi Nilai Wajar Ekuitas
(dalam juta rupiah, kecuali *)
Uraian
Discount
Rate
FCFE
5,45%
Asumsi Pertumbuhan
5%
Konstan
Terminal Value
Total Fcfe
Cost Of Equity
16,56 %
Present Value Fcfe
Nilai Wajar Ekuitas
826,591
Per 30 -12-2012
Nilai Saham Per
267
Lembar (Rp) *
Proyeksi
2013
2014
2015
2016
2017
2018
83,595
94,155
105,479
112,019
118,667
125,134
83,595
94,155
105,479
112,019
1,082,481
1,201,149
71,719
69,302
66,607
60,686
558,276
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2012
Untuk mencari tingkat pertumbuhan perusahaan pembanding dengan menggunakan
Geometric Mean. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat pertumbuhan dua perusahaan
pembanding adalah PT. Kalbe Farma Tbk sebesar 14,25 persen dan PT. Temposcan
Pacific sebesar 16,24 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan PT Kimia Farma (Persero)
adalah sebesar 9,56 persen dan PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah sebesar 5,45 persen.
Kinerja keuangan yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan
perusahaan pembanding ada dua,Return on Asset(ROA) dan Returnon Equity(ROE) pada
tahun 2012. Hasil perhitungan ROA dan ROEadalah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
mempunyai ROA sebesar 8,77 persen dan ROE sebesar 12,04 persen; PT. Indofarma
(Persero) Tbk mempunyai ROA sebesar 3,07 persen dan ROE sebesar 5,03 persen; PT.
Kalbe Farma Tbk mempunyai ROA sebesar 14,58 persen dan ROE sebesar 17,53 persen;
PT. Tempo Scan Pacific Tbk mempunyai ROA sebesar 11,68 persen dan ROE sebesar
15,33 persen.
Penentuan faktor multiple/pengali yang digunakan dalam rangka penilaian PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk ada tiga yaitu : Price
Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV) danPrice to Sales Ratio (PSR).Dari
perhitungan didapat hasil untuk PERsebesar 15,9, untuk PBV sebesar 3,1 dan untuk
PSRsebesar 1,6. Setelah besaran faktor pengali diketahui maka penilaian nilai wajar sahan
dapat dilakukan dengan cara mengalikan faktor pengali dengan laba bersih, nilai buku dan
pendapatan per lembar saham. Hasil perhitungannya untuk PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk adalah Rp643(PER), Rp1.048,8 (PBV) dan Rp1.179,4,-(PSR). Hasil perhitungan
untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah Rp229,-(PER), Rp894,- (PBV) dan Rp629,-
155
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
(PSR). Penilaian harga wajar saham dengan metode Gordon Growth langkah pertamanya
adalah menentukan Cost of Equity dengan menggunakan pendekatan CAPM, diperoleh
hasil untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah 19,15 persen dan untuk PT. Indofarma
(Pesero) Tbk adalah 16,56 persen.
Untuk perhitungan tingkat pertumbuhan (growth) diperoleh dengan menggunakan
pendekatan Growth in Earningsdan menghasilkan angka sebesar 11,88 persen untuk PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Setelah cost of equity dan tingkat pertumbuhan diketahui
maka estimasi penilaian harga saham dapat dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam
formula. Hasil dari perhitungan didapat harga saham pada pertumbuhan normal adalah
Rp47,42,- dan pada saat pertumbuhan constant (nilai terminal) adalah Rp294,71,-.
Sehingga untuk estimasi harga wajarnya adalah harga saham pada pertumbuhan normal
ditambah dengan harga saham pada pertumbuhan constant diperoleh harga wajarnya
sebesar Rp342,13,-.
Estimasi nilai wajar saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma
(Persero) Tbk dengan menggunakan tiga metode di atas menghasilkan lima indikasi nilai
yang berbeda. Namun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai wajar saham
sehingga hanya ada satu indikasi nilai yang terbentuk, untuk itu perlu dilakukan
rekonsiliasi atas indikasi nilai yang dihasilkan dari tiga metode di atas, hasil dari
rekonsiliasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Rekonsiliasi Nilai
No
Metode
A
Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk
1
2
3
4
5
Free Cash Flow To Equity Discount Model
Relative Valuation : Price Earning Ratio
Relative Valuation : Price To Book Value
Relative Valuation : Price To Sales Ratio
Gordon Growth Model
B
Jumlah
Nilai Wajar Saham
Pt. Indofarma (Persero) Tbk
1
2
3
4
5
Free Cash Flow To Equity Discount Model
Relative Valuation : Price Earning Ratio
Relative Valuation : Price To Book Value
Relative Valuation : Price To Sales Ratio
Gordon Growth Model
Jumlah
Nilai Wajar Saham
Harga
Saham
253
643
1049
1179
342
Bobot
20%
20%
20%
20%
20%
100%
267
229
894
629
0
20%
20%
20%
20%
20%
100%
Nilai
Tertimbang
51
129
210
236
68
693
693
53
46
179
126
0
404
404
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2013
156
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Rekonsiliasi nilai dimulai dengan melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai dari
masing-masing metode penilaian. Penentuan bobot terhadap masing – masing metode
penilaian sangat subjektif, sehingga menurut pandangan kami bobot dari masing – masing
penilaian adalah sama yaitu 20 persen. Nilai tersbut diperoleh dari angka 100% dibagi
dengan 5 (lima) indikasi nilai. Setelah bobot ditentukan maka bobot-bobo tersebut
dikalikan dengan indikasi nilai wajar dari hasil perhitungan masing-masing metode
penilaian, sehingga didapatkan nilai wajar tertimbang ekuitas PT Kimia Farma (Persero)
Tbk dan PT. Indofarma (Persero) tbk.
Nilai tertimbang yang sudah didapatkan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan
indikasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) Tbk yaitu sebesar Rp 693,- dan
PT. Indofarma (Persero) Tbk sebesar Rp 404.
Indikasi nilai wajar saham tidak bersifat absolut pada satu angka tertentu akan tetapi
merupakan kisaran (rentang) nilai sehingga perlu dihitung batas atas dan batas bawah
untuk menentukan rentang nilai. Berdasarkan ketentuan Ketua Bapepam dan LK angka 12
huruf e, batas atas dan batas bawah pada kisaran nilai, tidak boleh melebihi 7,5 persen dari
nilai yang dijadikan acuan kisaran tersebut.
Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka kisaran nilai yang masih dianggap wajar
atas saham adalah 1 ± 7,5 persen dikalikan nilai wajar sahamnya. Untuk PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk untuk batasnya atas senilai Rp745,-sedangkan batas bawahnya senilai
Rp641,-. Kisaran nilai yang masih dianggap wajar atas saham PT Indofarma (Persero)
Tbk pada batas atas senilai Rp434,-dan batas bawahnya senilai Rp374,-. Sementara itu
pada tanggal 31 Desember 2012 harga saham KAEF adalah sebesar Rp720 per lembar
saham, sedangkan INAF sebesar Rp315 per lembar saham.
Dari perhitungan nilai wajar saham yang telah dilakukan dengan ketiga metode yaitu
FCFE, Relative Valuation dan ordon Growth Model, untuk PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk hasil nilai saham yang paling tinggi adalah dengan menggunakan metode Relative
Valuation setelah itu dengan metode FCFE dan yang terkecil perhitungan dengan Gordon
Growth Model. Hasil perhitungan nilai saham PT. Indofarma (persero) Tbk yang paling
tinggi adalah dengan Metode Relative Valuation setelah itu dengan metode Gordon
Growth dan yang terkecil menggunakan metode FCFE.
Perhitungan dengan Relative Valuation menghasilkan nilai saham tinggi karena
perhitungan tersebut menggunakan rasio harga saham perusahaan pembanding pada
tanggal 31 Desember 2012 dimana ROA dan ROE sebagai dasar faktor multiple
perusahaan pembanding mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan ROA dan ROE
dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Perhitungan dengan FCFE menghasilkan nilai saham yang mendekatif nilai
pasarnya, karena perhitungan nilai saham berdasarkan aliran kas yang tersedia untuk
pemegang saham biasa setelah semua biaya operasi dibayarkan.
Perhitungan dengan Gordon Growth menghasilkan nilai saham relatif kecil, hal ini
dikarenakan perhitungan nilai saham didasarkan pada besaran dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham. Perhitungan dengan metode ini mudah diterapkan apabila
perusahaan tersebut mempunyai data dividen yang dibagikan.
Dari hasil perhitungan menggunakan ketiga metode diatas, untuk memudahkan para
stakeholder menggunakan hasil perhitungan maka dilakukan rekonsiliasi atas nilai tersebut
dan menghasilkan satu nilai harga wajar saham.
157
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa harga wajar saham per 31 Desember 2012 adalah untuk PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk sebesar Rp693,- dan untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk sebesar Rp404,- . Nilai wajar
saham tersebut di atas mempunyai rentang nilai untuk batas atas dan batas bawahnya yaitu
untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dengan batas atas sebesar Rp745,- dan batas
bawahnya sebesar Rp641,- dan untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk dengan batas atas
sebesar Rp434,-dan batas bawahnya sebesar Rp374,-.Nilai wajar saham yang diperoleh
dari hasil perhitungan dengan menggunakan 3 (tiga) metode menghasilkan nilai wajar
saham yang “undervalued” apabila dibandingkan dengan nilai pasarnya pada tanggal 31
Desember 2012 yaitu sebesar Rp720,- untuk KAEF dan”Overvalued”untuk INAF dimana
harga pasarnya Rp315,-.
Kelebihan dari masing – masing metode cara penilaian harga wajar saham
adalahFCFEdapat terapkan pada semua perusahaan karena penilaian didasarkan pada
aliran kas ke ekuitas; untuk Relative Valuation, lebih mudah diterapkan apabila
perusahaan mempunyai perusahaan pembanding lebih dari 2 (dua) dalam bidang yang
sama; dan untuk Gordon Growth, mudah digunakan pada perusahaan yang sering
membagikan dividen, karena perhitungan ini menggunakan data dividen.
Bagi investor yang akan membeli saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebaiknya
menggunakan harga saham Rp693,-. Calon investor yang akan membeli saham INAF
disarankan menggunakan harga Rp315,-. Untuk Pemerintah yang akan menyertakan
saham PT. Indofarma (Persero) Tbk kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebaiknya
menggunakan harga saham PT. Indofarma (Persero) Tbk seharga Rp404,- sebagai
penghitungan harga saham PT. Indofarma (Persero) Tbk yang akan diserahkan (Inbreng)
kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dengan harga tersebut tidak akan merugikan
investor publik (masyarakat).Apabila PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan melakukan
Right Issue (Penawaran Umum Terbatas, PUT) sebaiknya menggunakan harga rata-rata
pasar selama 25 (dua pulu lima) hari seharga Rp730,- agar tidak merugikan pemegang
saham publik.
Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan data kuartalan karena
observasinya akan lebih banyak sehingga akan meningkatkan akurasi dalam proyeksi
untuk metode FCFE dan Relative Valuation dengan menggunakan lebih dari 2 (dua)
perusahaan pembanding.
DAFTAR RUJUKAN
Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, M.C., (2005). Financial Management: Theory and
Practice, 11th Edition, Thomson, South Western.
Damodaran, Aswath (2002). Damodaran on Valuation, 2nd edition, JohnWiley&Sons,
Inc, New Jersey
Djohansjah, Nugroho (2012). Analisis penilaian saham PT. Holcim Indonesia (Persero)
Tbk untuk kepentingan go private, Majalah Forum Keuangan vol. II, Jakarta
158
Astuti
146 - 159
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Erianda,Budi (2011). Penentuan Harga Wajar Saham PT. Telekomunikasi Indonesia, TBK
dengan Metode Gordon Growth Model, Tesis. tidak dipublikasikan Universitas
Gunadarma - Jakarta
Gardner, John C, Mc Gowan, dan Moeller Susan E., (2012). Valuing Coca Cola Using
The Free Cash Flow to Equity Valuation Model, Journal of Business & Economics
Research – November 2012, volume 10, number 11, New Orleans
Hartono, Jogiyanto (2012). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, edisi ke 2, BPFE,
Yogyakarta
Hidayati, Wahyu dan Harjanto, (2003). Konsep Dasar Penilaian Properti, edisi pertama,
BPFE – Yogyakarta
Jones Charles P, Sidharta Utama, Budi Frensidy,Irwan Adi Ekaputra, dan Rachman
Untung Budiman (2009), Investment Analysis and Management (An Indonesian
Adoption), Wiley- Salemba Empat -Jakarta
Kartomo, Rengganis (2008). Transformasi Penerapan Model Nilai Wajar (Fair Value) dan
Implikasinya, Makalah Seminar MEP UGM, Yogyakarta.
Koller, Tim, Marc Goedhart dan David Wessels, (2005). Valuation: Measuring and
Managing The Value of Companies, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New
Jersey
Mardiana, Dian (2009). Analisis Nilai Harga Saham Perdana PT Bank DKI, Tesis tidak
dipublikasikan Universitas Gunadarma - Jakarta
Miller, Jr Edwin, (2010). Mergers and Acquisitions, New Jersey
Nurbiyanto (2011). Estimasi Nilai Wajar Ekuitas PT. Semen Baturaja (Persero) dalam
rangka Privatisasi Tahun 2011, Tesis tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UGM
Putra (2009). Analisis Valuasi Saham pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Gudang
Garam Tbk dan PT Unilever Tbk, Tesis tidak dipublikasikan Universitas
Gunadarma, Jakarta
Purba,Hendra Jan, Sadarmo (2011). Estimasi Nilai Wajar Saham PT Kimia Farma Tbk
dalam rangka Penawaran Saham Baru Tahun 2011, Tesis tidak dipublikasikan,
UGM,Yogyakarta
Ross, Stephen A, Westerfield Randolph W, danJordan Bradford D., (2009). Pengantar
Keuangan Perusahaan, Mc Graw Hill Salemba Empat
Suharsono (2011). Estimasi Nilai Pasar Wajar Saham PT. Indofarma Tbk dalam rangka
akuisisi oleh PT Kimia Farma Tbk Tahun 2012, Tesis tidak dipublikasikan UGM,
Yogyakarta
Stowe, John D, Robinson, Tomas R., Pinto, Jerald E.McLeavy, Dennis W., (2007). Equity
Asset Valuation, Jhon Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
Sengai, Pandey (2010). AAMJF vol 6 (1), 89 – 108 Equity Valuation Using Price
Multiples: Evidence from India
159
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
ANALISIS KOMPONEN BIAYA DAN TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN
DENGAN SIMULASI MODEL DINAMIS PADA ANGKUTAN LINTASAN
SIBOLGA–TELUK DALAM PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO)
Hendy Karles dan Dana Santoso
Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara (BINUS) dan Universitas Mercu Buana
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract: This research was initiated by an government policy which since January
2011 at the Sibolga- Teluk Dalam route a subsidy budget are not given, as well as the
quay demage of Teluk Dalam Port, so that there is no transportation ship at that route.
At the urging of Nias Selatan government, finally PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)
operating KMP. Raja Enggano without a subsidy budget and using pioneer tariff. In the
main cost component in accordance with the rules prevailing in the government, then it
can be studied more in depth the current condition of pioneers tariff as proposed tariff
adjustments to the government using dynamic simulation models. Development of a
dynamic model simulations conducted through the stages of identifying basic
operational costs, identify variables, simulation calculations, the validation results of
the simulation calculations, scenario development and determination of policy
alternatives. Results of dynamic simulation models using scenarios that have been
developed show that the average basic tariff satuan unit produksi (SUP) in the current
condition is smaller than the average basic tariff SUP break-even point. It is influenced
by considerations of operating ratio and working ratio is currently quite high so it is
needed the company's efforts to increase average basic tariff SUP in order to minimize
losses.
Keywords: basic costs transport, transportation tariff, ferry crossing transportation,
dynamic simulation model.
Abstrak: Penelitian ini diawali adanya kebijakan pemerintah yang sejak Januari 2011
di Sibolga-Teluk Dalam, dengan anggaran subsidi tidak diberikan, serta demage
dermaga Pelabuhan Teluk Dalam, sehingga tidak ada kapal transportasi di rute itu. Atas
desakan pemerintah Nias Selatan, akhirnya PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)
operasi KMP. Raja Enggano tanpa anggaran subsidi dan menggunakan tarif perintis.
Dalam komponen biaya utama sesuai dengan aturan yang berlaku di pemerintahan,
maka dapat dipelajari lebih mendalam kondisi saat ini tarif pelopor sebagai penyesuaian
tarif yang diusulkan kepada pemerintah menggunakan model simulasi dinamis.
Pengembangan model simulasi dinamis dilakukan melalui tahapan identifikasi biaya
operasional dasar, mengidentifikasi variabel, perhitungan simulasi, hasil validasi dari
perhitungan simulasi, pengembangan skenario dan penentuan alternatif kebijakan. Hasil
model simulasi dinamis menggunakan skenario yang telah menunjukkan dikembangkan
bahwa rata-rata dasar satuan tarif satuan Produksi (SUP) dalam kondisi saat ini lebih
kecil dari rata-rata tarif dasar SUP break-even point. Hal ini dipengaruhi oleh
pertimbangan rasio operasi dan rasio kerja saat ini cukup tinggi sehingga diperlukan
160
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
upaya perusahaan untuk meningkatkan rata-rata SUP tarif dasar untuk meminimalkan
kerugian.
Kata kunci: biaya pokok transportasi,
penyeberangan, model simulasi dinamis.
tarif
transportasi,
feri
transportasi
PENDAHULUAN
Lintas Sibolga-Teluk Dalam telah dilayani oleh KMP. Pulo Tello mulai tanggal 1 Juli
2009 sampai dengan 20 Desember 2010 sebagai trayek perintis dan didukung dana subsidi
APBN sebesar Rp 1.200.000.000,- dengan jadwal operasi 2 trip per minggu. Kemudian
pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2011 lintas Sibolga-Teluk Dalam tidak
dilayani karena subsidi tidak dianggarkan dan adanya kerusakan dermaga pelabuhan Teluk
Dalam. Masyarakat Nias Selatan sangat membutuhkan angkutan di lintas Sibolga-Teluk
Dalam, dilihat dari data load factor produksi tahun 2010 untuk penumpang mencapai 29%
dan kendaaran diatas 70%. Namun atas desakan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan,
akhirnya perusahaan mengoperasikan KMP. Raja Enggano sejak tanggal 25 Oktober 2011
dengan jadwal operasi 1 trip per minggu tanpa subsidi dengan tarif perintis. Sebagai acuan
laporan kinerja keuangan angkutan KMP. Raja Enggano dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kinerja Keuangan Angkutan KMP. Raja Enggano Tahun 2012
No
1
2
3
Uraian
Pendapatan
Biaya
L/R
Rencana 2012
11.813.070.751
8.041.443.962
3.771.626.789
Realisasi 2012
7.240.898.098
8.238.130.340
(997.232.242)
Deviasi
(4.572.172.653)
196.686.378
(4.768.859.031)
Sumber: Data Sekunder PerusahaanTahun 2012
Pendapatan realiasasi angkutan KMP. Raja Enggano jauh di bawah target pendapatan
yang direncanakan yaitu sebesar 38,7%, disebabkan masih menggunakan tarif perintis
walaupun lintasannya komersil. Sementara deviasi biaya tidak berbeda secara signifikan
yaitu 2,46% dari rencana anggaran biaya. Perusahaan secara signifikan merugi menurut
rencana laba-rugi yang direncanakan yaitu sebesar 126,44%. Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan simulasi model dinamis adalah pembahasan secara simulasi dari studi
kasus yang dikembangkan menjadi skenario-skenario sesuai dengan kemungkinan kondisi
usaha.
Maksud dilakukan penelitian ini yaitu untuk menentukan usulan tarif komersil
berdasarkan struktur komponen biaya pokok pada lintas Sibolga-Teluk Dalam. Usulan
tersebut dapat dipakai dalam menyusun kebijakan alternatif untuk pengembangan usaha.
Sasaran yang harus dicapai melalui penelitian ini yaitu: menentukan perhitungan
tarif komersil berdasarkan struktur komponen biaya pokok pada lintas Sibolga-Teluk
Dalam, membuat skenario simulasi usulan perencanaan penyesuaian tarif dan menganalisa
kebijakan alternatif atas hasil penetapan tarif sebagai upaya perusahaan untuk
pengembangan usaha. Kontribusi yang diberikan dari penelitian yang dilakukan yaitu:
bagi perusahaan agar dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam penyusunan
rencana pengembangan usaha, bagi institusi pendidikan sebagai bahan referensi bagi
161
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
penelitian selanjutnya terkait pengembangan simulasi model tarif angkutan penyeberangan
dan bagi peneliti agar menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan komponen
biaya dan tarif angkutan penyeberangan.
Aminullah, dkk (2001), menerangkan bahwa sistem adalah keseluruhan interaksi
antar unsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai
tujuan. Berpikir sistem merupakan kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu
kejadian sebagai sebuah sistem. Setiap kejadian baik fisik maupun non-fisik menjadi
unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur
sistem dalam batas lingkungan tertentu.
Lima langkah menghasilkan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu
identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata, identifikasi kejadian yang diinginkan,
identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan, identifikasi dinamika untuk
menutup kesenjangan dan analisis kebijakan.
Model merupakan deskripsi atau analogi yang digunakan untuk memvisualisasikan
atau menggambarkan sesuatu hal yang tidak dapat diamati secara langsung (Webster’s
Nonth New Collegiate Dictionary).
Forrester (1972), mengklasifikasikan model menjadi model abstrak dan model fisik.
Model abstrak dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Model verbal, model komunikasi
yang dimiliki orang.; (2) Model mental, model yang dimiliki semua orang di otaknya
untuk mewakili proses atau kejadian yang terjadi disekitarnya berdasarkan
pengalamannya.; (3) Model matematis, model khusus dari model verbal, hanya
perbedaannya terletak pada penggunaan bahasa yang lebih tepat dan akurat yang biasanya
diwakili oleh simbol atau lambang. Sedangkan model fisik adalah miniatur objek yang
diamati. Terdapat dua jenis model fisik, yaitu: (1) Model statis atau tidak bergerak
menjelaskan hubungan yang tidak berubah terhadap waktu.; (2) Model dinamis
menjelaskan interaksi yang berubah terhadap waktu. Kakiay (2004), mendefinisikan
simulasi sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau menguraikan
persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian dengan
tidak atau menggunakan model atau metode tertentu dan lebih ditekankan pada pemakaian
komputer untuk mendapatkan solusinya.
Melalui simulasi didapatkan pemecahan persoalan yang rumit dengan mudah yang
diawali dengan pembentukan model dari suatu sistem. Beberapa keuntungan diperoleh
dari simulasi yaitu menghemat waktu, dapat melebar-luaskan waktu untuk sistem nyata
yang tidak dapat dilakukan pada waktu nyata, dapat mengetahui dan mengurai sumbersumber yang bervariasi, dapat mengkoreksi kesalahan-kesalahan perhitungan, dapat
dihentikan dan dijalankan kembali, serta mudah diulang-ulang.
Aminullah, dkk (2001), setiap gejala apapun, bagaimanapun kerumitannya, dapat
disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran
dan umpan balik. Mekanisme kerja yang berkelanjutan yang menunjukkan adanya
perubahan menurut waktu atau bersifat dinamis. Sistem dinamis adalah sebuah sistem
tertutup. Ciri sistem tertutup dari sistem dinamis dalam hal ini ditunjukkan dalam simpal
umpan balik dari struktur.
Aminullah, dkk (2001), diagram simpal kausal adalah pengungkapan tentang
kejadian hubungan sebab-akibat ke dalam bahasa tertentu. Di sini bahasa gambar tersebut
162
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
adalah panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah diagram simpal (causal
loop), dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat.
Dua jenis sebab akibat yang ditimbulkan oleh sebab, yaitu dapat searah atau simpal
positif dan berlawanan arah atau simpal negatif. Simpal atau loop yang bersifat positif,
mempunyai perilaku percepatan atau perlambatan. Sedangkan simpal atau loop yang
bersifat negatif, mempunyai perilaku menuju sasaran atas limit.
Diagram alir (flow diagram) menggambarkan hubungan antara variabel-variabel
yang membentuk tiruan kondisi sebenarnya suatu sistem. Variabel-variabel tersebut
digambarkan dengan beberapa simbol-simbol tertentu. Pada diagram alir dibedakan antara
aliran fisik berupa barang, uang, orang dan lain-lain, sementara aliran informasi berupa
hubungan umpan balik.
Aminullah, dkk (2001), validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian
keobjektivan dari suatu pekerjaan ilmiah. Teknik validasi dalam metode berpikir sistem
adalah validasi struktur model, yaitu sejauh mana keserupaan struktur model mendekati
struktur nyata. Ada dua jenis validasi struktur, yaitu validasi konstruksi dan kestabilan
struktur. Validasi struktur yaitu keyakinan terhadap konstruksi model valid secara ilmiah
atau didukung/diterima secara akademis. Kestabilan struktur yaitu keberlakuan atau
kekuatan (robustness) stuktur dalam dimensi waktu.
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari
suatu tempat ke tempat lain (Salim, 2012). Dua unsur dalam transportasi yaitu
pemindahan/pergerakan dan secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan
penumpang ke tempat lain. Sistem transportasi terdiri dari angkutan muatan (barang) dan
manajemen yang mengelola angkutan tersebut. Alat angkut muatan yang digunakan
dinamakan moda transportasi, yang terdiri dari tiga jenis yaitu moda udara, moda laut dan
moda darat. Manajemen transportasi terdiri dari manajemen jasa angkutan dan manajemen
lalu lintas angkutan.
Peranan transportasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional karena
menunjang seluruh kegiatan dan aktivitas masyarakat sehari-hari. Hasil suatu daerah
karena spesialisasi secara geografis akan dapat dipasarkan dan dijual, bilamana tersedia
alat pengangkutan yang cukup serta memadai. Hasil produksi yang ekonomis di pasar
dalam kaitan dengan transportasi yang efektif dan efisien dalam arti komoditi dilempar ke
pasar. Bahkan transportasi berperan sangat penting sebagai pembangunan nasional dan
pertahanan dan keamanan nasional. Dalam perhitungan biaya pokok untuk usaha jasa
transportasi, khususnya menggunakan moda transportasi angkutan sungai danau dan
penyeberangan, pengelompokan komponen biaya dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pada penelitian ini, biaya pokok operasional yang terdiri dari biaya operasi langsung dan
tidak langsung, atau biaya tetap dan biaya variabel, yang didasarkan pada aktivitas yang
dilakukan.
Kekhususan jasa angkutan berbeda dengan barang-barang karena tidak dapat diproduksi,
ditimbun dan disimpan untuk dipakai kemudian. Di dalam jasa angkutan transportasi,
produksi dan konsumsi jasa-jasa angkutan berlangsung secara serentak dan sinkron
(Salim, 2012).
Besaran tarif minimum yang diinginkan berdasar biaya pokok pelayanan atau
sebesar biaya operasi yang dikeluarkan per satuan unit produksi (SUP) yang dihasilkan.
Besarnya biaya pokok operasi total pada dasarnya adalah seluruh sumber daya yang harus
163
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk menyediakan transportasi umum selama rentang
waktu tertentu. Biaya ini sering disebut dengan istilah biaya pokok transportasi. Ada
beberapa alat yang biasa digunakan oleh operator transportasi umum untuk mengevaluasi
kinerja rute yang dioperasikan, diantaranya: rasio operasi (operating ratio), Rasio kerja
(working ratio), Margin keuntungan kotor (gross profit margin), Margin keuntungan
bersih (net profit margin) dan faktor muat (load factor).
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun
kerangka Pemikiran dituangkan dalam bentuk bagan pada Gambar 1.
1. Belum jelasnya mekanisme perhitungan tarif.
2. Perlu adanya skenario pengembangan usulan.
3. Perlu adanya kebijakan alternatif perusahaan.
Data Kebijakan Tarif
dari Pemerintah
Komponen
Biaya Pokok
Model
Konseptual
Identifikasi Jalur
Penyeberangan
Identifikasi
Biaya Pokok
Operasional
Data Biaya
Operasional
Identifikasi
Variabel
Perhitungan Hasil
Simulasi Biaya
Salah
Validasi model
hasil perhitungan
Benar
Alternatif
Parameter
Penyajian Alternatif Hasil
Perhitungan Simulasi
Analisa Alternatif
Simulasi
Hasil Penentuan Kebijakan
Alternatif
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
METODE
Dalam pelaksanaan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kuantitatif. Untuk melakukan analisis komponen biaya dan tarif angkutan penyeberangan
164
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
perlu pendekatan penelitian secara kuantitatif, namun secara garis besar dapat dijelaskan
perbandingan kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang ada. Ruang lingkup
pembahasan yang akan diuraikan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada total produksi
dari fungsi tarif penumpang dan kendaraan yang dimasukkan sebagai input pada setiap
skenario dalam simulasi model dinamis dan komponen biaya operasional
KMP.
Raja Enggano pada lintasan Sibolga-Teluk Dalam. Lokasi penelitian bertempat di bagian
usaha dan teknik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Sibolga. Waktu kegiatan
pelaksanaan penelitian pada bulan Februari sampai dengan April 2013.
Pendekatan penelitian yang akan dilakukan adalah pengambilan keputusan dengan
menggunakan simulasi model dinamis yang bertujuan untuk mampu memilih informasi
yang relevan, membuat analisis secara lebih terarah, mengembangkan alternatif-alternatif
serta menentukan pilihan tindakan yang terbaik setelah mempertimbangkan akibat-akibat
yang mungkin merugikan. Perlu adanya pengembangan simulasi model dinamis dalam
beberapa skenario dengan faktor-faktor yang kerap dialami oleh perusahaan jasa
transportasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biaya pokok operasional
dan tarif angkutan penyeberangan.
Data-data dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang terdiri
dari observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data anggaran dan
realisasi biaya pokok operasional dan laporan anggaran dan realisasi produksi. Populasi
dalam penelitian ini yaitu seluruh laporan realisasi biaya pokok operasional dan realisasi
produksi per jenis muatan untuk tiga lintasan yang ada di perusahaan. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah laporan realisasi biaya pokok operasional dan
laporan realisasi produksi per jenis muatan KMP. Raja Enggano di lintasan Sibolga-Teluk
Dalam tahun 2012.
Metode analisis yang digunakan antara lain simulasi model dinamis yang digunakan
berdasarkan hubungan sebab akibat yang menggambarkan hubungan interaksi berbagai
komponen biaya pokok dan tarif angkutan penyeberangan dan evaluasi jasa transportasi
untuk mengevaluasi kinerja rute yang dioperasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu sarana dan prasarana yang menghubungkan Pulau Nias Selatan dengan Pulau
Sumatera yaitu melalui lintas penyeberangan Sibolga–Teluk Dalam. Sepanjang tahun
2012 lintasan tersebut dilayani oleh KMP. Raja Enggano. Penelitian ini lakukan dari bulan
Januari sampai Desember 2012. Isu yang berkembang adalah pada tahun 2011 telah terjadi
perubahan status lintasan Sibolga–Teluk Dalam dari perintis menjadi komersil berdasar
evaluasi load factor oleh pemerintah, dalam hal ini kementerian perhubungan. Oleh
karena tarif lintasan tersebut masih perintis sehingga hasil evaluasi kinerja angkutan lintas
tersebut pada tahun 2012 sangat kurang memuaskan dari target yang direncanakan oleh
perusahaan.
Kebijakan perusahaan dalam menentukan usulan penyesuaian tarif kepada
pemerintah sesuai dengan mekanisme yang berlaku untuk pengembangan usaha.
Disamping itu terdapat tarif dan Satuan Unit Produksi (SUP) penumpang bisnis untuk
dewasa dan anak-anak yang ditentukan oleh pengelola angkutan. Berdasarkan perhitungan
diasumsikan bahwa tarif dasar rata-rata saat ini yaitu sebesar Rp. 366,09,-. Berikut adalah
165
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
karakter operasi dan data produksi pelayanan yang diperoleh dari hasil wawancara dan
dokumentasi perusahaan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Operasi dan Data Produksi Pelayanan
Jenis kapal
Jenis pelayanan
Tempat/tahun pembuatan kapal
Panjang seluruhnya (LOA)
Panjang garis air (LBP)
Lebar (B)
Dalam (D)
Sarat maksimum (d)
Isi kotor (GRT)
Mesin Utama (ME)
Mesin Bantu (AE)
Jenis bahan bakar
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
RORO (Roll On Roll Off)
Angkutan Penumpang dan Kendaraan
Sei Liat, Bangka – 2001
56,80 meter
48,30 meter
14 meter
3,40 meter
2,59 meter
783 RT
Yanmar12 LAA-UTE (2 x 1000 HP)
Perkins TG-60 (2 x 129 HP)
HSD (Solar)
Kapasitas angkut
:
Penumpang
: Bisnis
Ekonomi
: 50
: 223
Tabel -2. (Lanjutan)
Kapasitas angkut
:
Kendaraan
: Golongan IV
Golongan V
Golongan VI
: 6
: 14
: 2
Jumlah awak kapal
Jumlah kapal yang aktif
Jarak Tempuh per rit
Kecepatan Operasional
Waktu tempuh
Rata-rata jumlah trip per hari
Hari operasi per bulan
:
:
:
:
:
:
:
19 orang
1 unit
105 Mil laut
8 Knot
13,13 jam
1 trip
26 hari
:
Sumber: Data Ship Particular KMP Raja Enggano Tahun 2012
KMP. Raja Enggano selama tahun 2012 beroperasi sebanyak 270 trip, pada lintas SibolgaTeluk Dalam sebanyak 238 trip dan pada lintas Sibolga-Gunung Sitoli sebanyak 32 trip.
Total satuan unit produksi (SUP) angkutan di lintas Sibolga-Teluk Dalam yaitu
sebesar 15.227.580 yang terdiri dari jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 29.579
orang dengan pendapatan penumpang sebesar Rp. 1.606.738.250,- dan jumlah kendaraan
yang diangkut sebanyak 4.678 unit dengan pendapatan kendaraan
sebesar Rp.
4.467.587.450,-. Disamping itu ada pendapatan lain-lain yaitu kantin sebesar Rp
4.500.000 dan asuransi jasa raharja sebesar Rp. 24.317.772,-. Jumlah pendapatan
keseluruhan lintas Sibolga-Teluk Dalam yaitu Rp. 6.103.143.472,-.
166
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Keputusan Menteri Perhubungan (2012), menggolongkan komponen biaya pokok
transportasi menjadi empat kelompok, yaitu: pertama, biaya langsung tetap yang terdiri
dari biaya penyusutan kapal, biaya bunga modal, biaya asuransi kapal dan biaya awak
kapal. Kedua, biaya langsung tidak tetap yang terdiri dari biaya bahan bakar minyak,
biaya pelumas, biaya gemuk, biaya air tawar, biaya pemeliharaan, perawatan serta
penyimpanan, biaya di lingkungan pelabuhan dan biaya perniagaan dan promosi. Ketiga,
biaya tidak langsung tetap yang terdiri dari biaya pegawai darat dan biaya manajemen dan
pengelolaan. Keempat, biaya tidak langsung tidak tetap terdiri dari biaya kantor cabang,
biaya pemeliharaan, biaya alat tulis kantor, biaya telepon, pos, listrik dan air tawar dan
biaya perjalanan dinas.
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan komponen biaya pokok dan variabelvariabelnya ditambah dengan biaya PPH pelayaran, maka dapat ditentukan total biaya
operasional lintasan Sibolga-Teluk Dalam yaitu Rp. 8.511.255.975,- . Seperti terlihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Perhitungan Biaya Pokok Lintasan Sibolga-Teluk Dalam
Tabel
167
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel lanjutan
Sumber: Hasil Perhitungan Biaya Pokok KMP. Raja Enggano Tahun 2012
Dalam menyajikan kesederhanaan struktur dasar komponen biaya dan usulan tarif perlu di
bentuk mekanisme dari masukan, proses, keluaran dan umpan balik. Isu permasalahan
yang terjadi yaitu masyarakat perlu transportasi untuk menjalankan roda perekonomian.
Semakin meningkatnya biaya BBM maka beban ekonomi masyarakat semakin meningkat.
Jika tidak ada sarana transportasi, maka semakin sulit untuk mendapatkan kebutuhan
bahan pokok dan berimbas pada kenaikan harga.
Setelah nilai variabel dalam rancangan model sudah selesai dimasukkan dalam
model persamaan matematik, maka perlu diuji apakah sudah merepresentasikan kondisi
kenyataan. Validasi dilakukan mencakup struktur dan perilaku model. Secara stuktur,
validasi dilaksanakan dengan melakukan verifikasi kepada pihak terkait, sedangkan untuk
validasi perilaku dengan cara membandingkan hasil simulasi dengan hasil yang dimiliki
pihak perusahaan.
Dengan menggunakan tingkat kapasitas muat (load factor) sebesar 60% dari
kapasitas yang tersedia (sesuai dengan perhitungan yang dilakukan operator angkutan).
Tarif pokok penumpang dan kendaraan pada simulasi model adalah sebesar Rp. 565,64,-.
Dari catatan yang dimiliki operator angkutan, dapat dilihat bahwa tarif angkutan adalah
sebesar Rp. 565,64,-. Disini terlihat adanya persamaan antara tarif yang dihasilkan dari
simulasi model dengan tarif hasil perhitungan operator angkutan bersangkutan. Persamaan
tersebut menunjukkan bahwa simulasi model dinamis sudah cukup valid untuk digunakan
pada simulasi-simulasi di dalam penelitian ini. Simulasi model dinamis digunakan pada
lima skenario yang diinginkan, sebagai pembanding maka kondisi saat ini angkutan
168
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
penyeberangan dengan tarif yang belaku disusun sebagai skenario 0, skenario selanjutnya
dibangun dengan merubah berbagai kondisi.
Pengembangan skenario didasarkan pada keadaan lingkungan (faktor eksternal)
perusahaan angkutan dan didalam perusahaan (faktor internal). Kedua faktor ini dijadikan
bahan pertimbangan oleh perusahaan angkutan dengan mengajukan usulan perubahan tarif
kepada pemerintah. Berikut beberapa faktor internal dan eksternal yang kerap dialami oleh
perusahaan angkutan penyeberangan: (1) Faktor Internal: Tuntutan peningkatan
kesejahteraan karyawan.; (2) Faktor Ekternal: (a) Adanya fluktuasi harga BBM yang
mempengaruhi biaya operasional.; (b) Adanya fluktuasi nilai tukar US$ yang
mempengaruhi biaya operasional.; (c) Kemungkinan adanya pemberian atau pencabutan
subsidi oleh pemerintah.; (d) Kondisi alam yang meyebabkan menurunnya jumlah
penumpang dan jumlah trip beroperasi.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikembangkan lima skenario untuk
disimulasikan, seperti berikut ini:
1. Skenario 0: Proses simulasi dinamis menggunakan data yang berlaku saat ini dan
dijadikan acuan pembanding untuk skenario berikutnya.
2. Skenario 1: Mengacu pada kondisi skenario 0, perusahaan mengambil kebijakan untuk
meningkatkan tarif agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perusahaan
memutuskan untuk meningkatkan tarif angkutan sebesar 50%. Keputusan ini diambil
mengingat tarif dasar angkutan tidak terlalu tinggi, sehingga perusahaan menganggap
kenaikan tarif ini masih mampu ditoleransi oleh masyarakat.
3. Skenario 2: Mengacu pada kondisi skenario 0, perusahaan mengambil kebijakan untuk
meningkatkan tarif agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perusahaan
memutuskan untuk meningkatkan tarif penumpang sebesar 50% dan kendaraan sebesar
55% untuk meningkatkan pendapatan. Kenaikan tarif kendaraan ini dianggap perlu
karena produksi jasa pelayanan kendaraan cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan
pendapatan total angkutan.
4. Skenario 3: Mengacu pada kondisi skenario 2, meningkatnya harga minyak dunia,
memaksa pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM yang
diberikan kepada seluruh perusahaan transportasi dan jasa. Akibatnya tarif BBM solar
meningkat 21,98% atau menjadi Rp. 5.550,- per liter.
5. Skenario 4: Mengacu pada kondisi skenario 3, harga BBM meningkat sebesar 21,98%
namun karena kondisi perekonomian sedang buruk, muncul tuntutan peningkatan
kesejahteraan karyawan hingga perusahaan meningkatkan upah pokok karyawan
sebesar 10%.
Skenario simulasi dapat dirancang dan dijalankan pada simulasi model dinamis
dengan merubah parameter-parameter simulasi sesuai dengan kemungkinan kondisi usaha
yang terjadi. Contohnya perubahan kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM sangat
mempengaruhi sektor transportasi, sementara tarif disesuaikan melalui suatu proses yang
cukup panjang dan birokrasi. Hal ini akan mempengaruhi konflik antara masyarakat
pengguna dan perusahaan penyedia jasa.Dalam bagian sebelumnya telah dibahas
mengenai skenario-skenario yang disimulasikan dengan hasil simulasi yang telah
ditunjukkan pada Tabel-4 rekapitulasi hasil simulasi dinamis, pada bagian ini akan dibahas
arti dari hasil simulasi dan kaitannya bagi perusahaan, masyarakat dan pemerintah.
169
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi Model Dinamis
Hasil Simulasi
Total Pendapatan
Bersih
Biaya
Operasional
langsung
Biaya
Operasional
Tidak Langsung
Biaya Pokok
Laba Kotor
Pajak
Penghasilan PPH
Pelayayan (1,2%)
Laba Bersih
Skenario-0
6.074.325.700
Skenario-1
9.111.488.550,00
Skenario-2
9.334.867.922,50
Skenario-3
9.334.867.922,50
Skenario-4
9.334.867.922,50
7.620.755.975,01
7.620.755.975,01
7.620.755.975,01
8.119.436.215,51
8.194.372.215,51
890.500.000,00
890.500.000,00
890.500.000,00
890.500.000,00
919.060.000,00
8.511.255.975,01
(2.436.930.275,01)
102.135.071,70
8.511.255.975,01
600.232.574,99
102.135.071,70
8.511.255.975,01
823.611.947,49
102.135.071,70
9.009.936.215,51
324.931.706,99
108.119.234,59
9.113.432.215,51
221.435.706,99
109.361.186,59
(2.539.065.346,71)
498.097.503,29
721.476.875,79
216.218.472,40
112.074.520,40
798.000.000,00
50.000.000,00
798.000.000,00
50.000.000,00
798.000.000,00
50.000.000,00
798.000.000,00
50.000.000,00
798.000.000,00
50.000.000,00
1.614.335.000,00
563.850.000,00
1.614.335.000,00
563.850.000,00
1.614.335.000,00
563.850.000,00
1.614.335.000,00
563.850.000,00
1.689.271.000,00
592.410.000,00
2.178.914.269,83
2.178.914.269,83
2.178.914.269,83
2.178.914.269,83
2.178.914.269,83
160.650.000,00
160.650.000,00
160.650.000,00
160.650.000,00
160.650.000,00
Operating ratio
Working ratio
Gross
profit
margin
Net profit margin
1,40
1,26
(0,40)
0,93
0,84
0,07
0,91
0,82
0,09
0,97
0,87
0,03
0,98
0,89
0,02
(0,42)
0,05
0,08
0,02
0,01
Tarif Dasar BEP
Break
Event
Point (Rp)
Jumlah
Satuan
Unit
Produksi
(BEP)
Margin
Kontribusi
Load factor BEP
565,64
8.365.856.797,86
565,64
8.365.856.797,86
565,64
8.365.856.797,86
598,79
8.841.131.335,00
605,66
8.947.568.204,80
140.856,81
140.856,81
140.856,81
140.620,04
140.696,77
233,39
233,39
233,39
233,78
240,66
57,05%
57,05%
57,05%
56,96%
56,99%
Depresiasi Kapal
Depresiasi
bangunan
dan
peralatan
(investasi)
Biaya awak kapal
Biaya
pegawai
darat
Biaya
pemeliharaan
kapal
Biaya
pengelolaan
Sumber: Evaluasi Jasa Transportasi Hasil Pengembangan Simulasi Model
Berdasarkan hasil analisa dengan cara membandingkan hasil skenario 0 (kondisi saat ini)
terhadap skenario-skenario lainnya, dapat dikembangkan beberapa keputusan tindakan
sebagai antisipasi atau respon terhadap perubahan yang terjadi. Skenario 1 dan skenario 2.
Meningkatkan keuntungan perusahaan dengan cara menaikkan tarif dasar per satuan unit
produksi.
Penumpang: penumpang pada umumnya adalah masyarakat umum maupun pegawai
pemerintah dan pegawai swasta yang menghendaki kenyamanan. Dengan waktu tempuh
selama perjalanan yang tergolong cukup panjang yaitu sekitar 13 jam, maka faktor
170
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
kenyamanan sangat diharapkan bagi penumpang. Berdasarkan hasil wawancara, kenaikan
rata-rata tarif dasar rata-rata sampai 50% (Rp. 549,14,- pada skenario 1) masih dianggap
wajar oleh sebagian penumpang selama kenyamanan tetap terjaga. Bagi sebagian kecil
pengemudi kendaraan yang keberatan dengan kenaikan tarif, mungkin akan menggunakan
kapal khusus kendaraan dan barang, karena sebagai kapal RORO KMP. Raja Enggano
tidak memiliki pesaing. Satu-satunya pesaing adalah Kapal LCT (Landing Craft Tank),
namun tidak dapat melayani penumpang, melainkan hanya kendaraan beserta barang
muatannya.
Perusahaan: Untuk menjaga kenyamanan maka faktor muat (load factor) harus tetap
dijaga agar tidak melebihi kapasitas serta jadwal keberangkatan kapal dari masing-masing
pelabuhan harus jelas, sehingga waktu tunggu penumpang tidak lama. Oleh karena itu
perusahaan dapat menambah kapal yang beroperasi, jika faktor muat mendekati satu dan
menguranginya jika load factor mendekati load factor pada titik break event point.
Disamping itu, dengan dinaikkannya keuntungan, kendala yang dihadapi perusahaan
untuk menaikkan tarif adalah prosedur yang diikuti cukup panjang.
Pemerintah: bagi pemerintah dampak peningkatan pendapatan perusahaan akan
meningkatkan pendapatan pada sektor perpajakan.
Skenario 3 dan skenario 4. Keuntungan perusahaan menurun karena subsidi BBM untuk
perusahaan jasa transportasi dihentikan.
Perusahaan: peningkatan biaya pokok operasional akibat subsidi BBM dihentikan
sebesar 5,53%. Untuk mengantisipasi kondisi ini perusahaan dapat melakukan: (a)
Efisiensi, misalnya dibidang pemeliharaan kapal dengan melakukan pemilihan prioritas
dalam hal perbaikan kapal terhadap kualitas dan biaya yang harus dianggarkan, di bidang
tenaga kerja dengan mengoperasikan kapal tanpa menggunakan volunteer atau
sukarelawan, namun perlu mengalokasikan karyawan laut dan darat secara produktif.; (b)
Mengatur jadwal keberangkatan dan atau meningkatkan frekuensi trip setiap bulan,
sehingga dapat menekan biaya operasional kapal.; (c) Menaikkan rata-rata tarif per satuan
unit produksi.; (d) Mengurangi kesejahteraan karyawan, walaupun tindakan ini bukan
tindakan yang bijaksana dan dapat mengundang protes.; (e) Meningkatkan kenyamanan di
dalam kapal.
Penumpang: Untuk mempertahankan keuntungan perusahaan dengan tarif tetap
tetapi tingkat kenyamanan dikurangi, mungkin akan berdampak pada penurunan jumlah,
karena kondisinya menjadi tidak berbeda dengan kapal barang atau LCT.
Pemerintah: bagi pemerintah, menghentikan subsidi BBM untuk operator angkutan
umum disatu sisi akan mengurangi beban subsidi, tetapi disisi lain akan menurunkan
pendapatan dari sektor perpajakan. Secara garis besar, alternatif tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Faktor Penyebab Tiap Skenario dan Alternatif Kebijakan
Faktor Penyebab
Internal
1.
Eksternal
1.
Tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan.
Fluktuasi harga BBM yang mempengaruhi biaya
operasional.
0
-
Skenario
1 2 3
-
4
√
-
-
√
√
-
171
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Faktor Penyebab
2.
3.
4.
Kebijakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Fluktuasi nilai tukar US$ yang mempengaruhi
biaya operasional.
Kemungkinan adanya pencabutan subsidi oleh
pemerintah
Kondisi alam yang menyebabkan menurunnya
jumlah penumpang dan jumlah trip beroperasi.
Melakukan efisiensi
Mengurangi jumlah kapal beroperasi
Menambah jumlah kapal beroperasi
Menurunkan tarif dasar SUP
Menaikkan tarif dasar SUP
Mengurangi frekuensi trip
Menambah frekuensi trip
Mengurangi upah karyawan
Menambah upah karyawan
Mengurangi kenyamanan dalam kapal
Menambah kenyamanan dalam kapal
0
Skenario
1 2 3
4
-
-
-
-
-
√
√
√
√
√
-
-
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sumber: Hasil Pengamatan Dan Wawancara Dengan Karyawan
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Mekanisme menentukan tarif komersial menggunakan total
komponen biaya yang digolongkan sesuai objek dan perilaku biaya dibanding dengan total
satuan unit produksi yang dihasilkan muatan angkutan lintas Sibolga-Teluk Dalam.
Kedua. Pengembangan skenario didasarkan pada keadaan lingkungan (faktor eksternal)
dan didalam perusahaan (faktor internal) yang kerap dialami oleh perusahaan angkutan
penyeberangan, yaitu tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan, kemungkinan adanya
pemberian atau pencabutan subsidi oleh pemerintah dan adanya fluktuasi harga BBM
yang mempengaruhi biaya operasional. Ketiga. Peningkatan biaya BBM dan gaji pegawai
akan meningkatkan biaya total operasional sehingga laba tidak tercapai melainkan merugi.
Untuk mengurangi dampak kerugian lebih besar lagi dapat direspon dengan cara
menaikkan tarif jasa pelayanan, namun proses pengajuan usulan penyesuaian tarif ke
pemerintah memerlukan pertimbangan yang matang, karena masyarakat akan merasa
keberatan dengan adanya kenaikan tarif dan hal tersebut juga tidak akan mengurangi
jumlah produksi secara signifikan.
Saran. Kenyamanan para pengguna jasa perlu terjaga, walaupun terdapat beberapa
kebijakan yang dapat merugikan pihak perusahaan seperti pencabutan subsidi BBM dan
adanya tuntutan kenaikan gaji pegawai maka untuk meningkatkan keuntungan perusahaan.
Berikut beberapa saran bagi perusahaan: Pertama. Mempertimbangkan untuk melakukan
efisiensi, misalnya dibidang pemeliharaan kapal dengan melakukan pemilihan prioritas
dalam hal perbaikan kapal terhadap kualitas dan biaya yang harus dianggarkan dan di
172
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
bidang tenaga kerja dengan mengoperasikan kapal tanpa menggunakan volunteer atau
sukarelawan, mengingat rasio operasi (operating ratio) dan rasio kerja (working ratio)
perusahaan pada kondisi saat ini cukup tinggi. Kedua.Perusahaan sebaiknya melakukan
evaluasi kembali atas tarif yang berlaku, untuk menaikan tarif dasar rata-rata per SUP
sebesar 50% dari kondisi saat ini. Nilai tersebut sangat realistis dan masih dalam batas
kemampuan beli penumpang. Ketiga. Mengatur jadwal keberangkatan dan frekuensi trip
mengacu pada rencana kerja perusahaan untuk lintasan Sibolga-Teluk Dalam sehingga
jumlah penumpang yang terangkut akan mencapai bahkan melebihi batas minimum titik
pulang pokok.
Saran bagi peneliti selanjutnya adalah menyempurnakan dan mengembangkan
simulasi model dinamis lebih lanjut dengan melibatkan variabel-variabel lain yang tidak
dikaji dalam penelitian ini seperti fluktuasi nilai tukar US$, fluktuasi frekuensi trip dan
mengurai model menjadi bulanan atau mingguan sehingga berdampak lebih dinamis.
DAFTAR RUJUKAN
Aminullah, Erman., Muhammadi,. dan Budhi Soesilo. (2001). Analisis Sistem Dinamis.
UMJ Press. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan. Kajian Sensitivitas
Komponen Biaya dan tarif Pelabuhan Penyeberangan Dengan Model Dinamis,
Warta Penelitian Perhubungan, Vol. 23, (2), Februari 2011, hal. 200-209.
Badan Planologi Kehutanan. (2006). Pelatihan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan
Ruang. Modul 7: Pengenalan Tool Stella.
Badan Pusat Statistik. Nias Selatan Dalam Angka 2011.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Perhubungan Darat
Dalam Angka 2011. Jakarta.
Forrester, Jay. W., (1972). Industrial Dynamics, Student Edition. MIT Press.
Horngren, Charles. T., (2006). Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial. Airlangga.
Jakarta.
Jinca, M. Yamin. (2010). Transportasi Laut Indonesia: Analisis Sistem dan Studi Kasus.
Brillian Internasional. Surabaya.
Kakiay, Thomas. J., (2004). Pengantar Sistem Simulasi. ANDI. Yogyakarta.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2012. Perubahan Atas keputusan
Menteri Perhubungan Nomor KM.58 Tahun 2003 Tentang Mekanisme Penetapan
dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan. 3 Apil 2012. Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 367. Jakarta.
Lukman, (2003). Penyusunan Model Simulasi Dinamis Untuk Manajemen Tarif Angkutan
Umum. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan: Harga pokok pelayanan ASDP.
http://id.wikibooks.org/wiki/Manajemen_Angkutan_Sungai_Danau_dan_Penyebera
ngan/Harga_pokok_pelayanan_ASDP. (Diakses tanggal 16 Februari 2013).
Mandaku, Hanok. (2012). Studi Pengembangan Sistem Transportasi Penyeberangan Pulau
Seram-Ambon, ARIKA, Vol. 06, (1). Februari, hal. 9-18.
173
Karles dan Santoso 160 - 174
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2012. Penyelenggaraan Angkutan
Penyeberangan. 14 Mei 2012. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 529. Jakarta.
Salim, H.A. Abbas. (2012). Manajemen Transportasi. Rajawali Pers. Jakarta.
Silaban, R. Jagarin dan Firmanto Hadi. Analisis Penentuan Variabel dari Biaya Kapal
Sebagai Acuan Penentuan Subsidi untuk Kapal Perintis: Studi Kasus Maluku, Jurnal
Teknis ITS, Vol. 1, September 2012, hal. E7-E10.
Sitepu, Gading. (2009). Analisis Biaya Operasional Kapal Penyeberangan di Wilayah
Pulau Tertinggal, Jurnal Penelitian Enjiniring, Vol. 12, (2), hal. 119-128.
Subaganata, Bagus. (2012). Analisis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor Di Pelabuhan
Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal 34 GT). Jurnal
Penelitian Dosen Fakultas Teknik. Universitas Darwan Ali, Vol 1 Edisi Januari 2012
– April 2012.
174
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN GIANT SUPERMARKET CABANG MANGGARAI
Wimpy Mulia
PT. Hero Supermarket
Email: [email protected]
Abstract: Hypotheses proposed are (1) there is positive and significant impact on the
job satisfaction with employee performance Giant Supermarket Main Branch
Manggarai: (2) there is positive and significant impact on work motivation with
employee performance Giant Supermarket Main Branch Manggarai: and (3) there is
positive and significant impact does simultaneously on job satisfaction and work
motivation with employee performance Giant Supermarket Main Branch Manggarai.
This suggests that higher job satisfaction and work motivation, the higher the
employee performance.Empirically note that job satisfaction and work motivation
plays an important role in improving the employee performance on Giant Main Branch
Manggarai. Therefore, the results of this study expected to be reference to improve
employee performance by taking into account the level of job satisfaction and work
motivation.
Keywords: Job Satisfaction, Work Motivation, Employee Performance
Abstrak: Hipotesis yang diajukan adalah (1) ada pengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang
Utama Manggarai: (2) ada pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja
dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang Utama Manggarai: dan (3)
terdapat pengaruh positif dan signifikan tidak secara bersamaan pada kepuasan kerja
dan motivasi kerja dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang Utama
Manggarai. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja dan motivasi
kerja, semakin tinggi karyawan performance.Empirically dicatat bahwa kepuasan kerja
dan motivasi kerja memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja karyawan
pada raksasa Main Branch Manggarai. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memperhatikan
tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja.
Kata kunci: Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja, Kinerja Karyawan
PENDAHULUAN
PT. Giant Supermarket merupakan perusahaan yang bergerak dibidang retail yang tengah
bersaing dengan banyaknya perusahaan-perusahaan retail yang saat ini mulai tumbuh dan
berkembang dengan sangat pesat. PT Giant Supermarker merupakan salah satu anak grup
perusahaan Hero Grup TBK. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap Giant
Supermarket ada fenomena menarik dimana ada pro dan kontra terkait dengan manajemen
PT Giant Supermarket, baik kebijakan-kebijakan dalam sektor keuangan maupun dalam
175
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
sektor sumber daya manusia. Para karyawan PT. Giant Supermarket ada yang merasa
puas dan ada yang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Para
karyawan juga ada yang semakin termotivasi untuk bekerja dengan baik, dan ada pula
yang mengalami demotivasi karna kepentingan nya berbenturan dengan kebijakan
manajemen. Oleh karena itulah, peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai hal ini.
Pada penulisan tesis ini penulis lebih memfokuskan permasalahan pada kondisi yang
dialami oleh pegawai PT Giant Supermarket Cabang Manggarai, dimana Cabang
Manggarai adalah Cabang yang tengah tumbuh dan berada di letak yang stategis. Cabang
ini menjadi diharapkan mampu untuk menjadi andalan pihak manajemen untuk menjadi
contoh bagi cabang lainnya dan juga untuk memperoleh keuntungan yang maksimal.
Giant Supermarket cabang Manggarai dalam beberapa waktu terakhir ini, telah
mengalami penurunan angka penjualan. Kinerja karyawan Giant Supermarket tercermin
pada pencapaian kinerja perusahaan yang terlihat berdasarkan data pencapaian tahun 2010
sampai dengan 2012, terjadi penurunan dari faktor penjualan dan pencapaian Sumber
Daya Manusia (SDM) di Giant cabang Manggarai dengan pencapaian akhir di tahun 2010
di angka 30,529,517.011, kemudian turun sebesar 27,165,869.249, di tahun 2011 serta
kembali terjadi penurunan di pencapaian tahun 2012 sebesar 22,815,454.924. Akan dapat
terlihat jelas pada grafik berikut ini.
Grafik 1.Grafik Kinerja Penjualan Giant Manggarai Januari 2010-April 2012
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan 2010-2012 Giant Manggarai
Kondisi yang ada saat ini pada karyawan Giant Supermarket masih dijumpai adanya
karyawan yang bersikap pasif terhadap pekerjaan dan karyawan yang tidak tepat waktu
dalam menyelesaikan pekerjaannya, hal tersebut berkaitan dengan menurunnya aspek
penilaian key performance indicator (KPI) karyawan mengenai dedikasi yang menurun di
tahun 2012 yaitu motivasi karyawan dalam pekerjaan juga mengalami penurunan, hal ini
juga ditandainya menurunnya point penilaian karyawan yang berkaitan dengan aspek
tanggung jawab dan keterbukaan untuk berubah dan belajar.
Berikut hasil penilaian karyawan yang juga mengalami penurunan dari target yang
diharapkan. Pada tahun 2010 dengan nilai berada di angka 79.5 berada dibawah target
yaitu 85. Pencapaian KPI karyawan di tahun 2011 jga menurun sebesar 7.87 poin dari
176
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
tahun 2010 dengan menjadi 71.63 dan terjadi penurunan kembali dari tahun 2012 yaitu
dengan nilai 65,13 turun sebesar 6,5 poin. Data secara lengkap dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Tabel Penilaian Karyawan 2010-2012
No Aspek Penilaian
1
2
3
4
5
Fokus Pada Pelanggan
Komitmen untuk mengerti dan memenuhi kebutuhan pelangan
(termasuk pelanggan internal dan eksternal)
Dedikasi
Komitmen dalam bekerja, kerajinan, kesungguhan, ketekunan,
semangat dan disiplin
Integritas
Jujur dan berterus terang pada orang lain
Tanggung Jawab/Ketergantungan
Tanggapan/reaksi karyawan dalam tuntutan pekerjaan & situasi
pekerjaan
Keterbukaan Untuk Berubah dan Belajar
Kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam
lingkungan yang berubah-ubah
Kesadaran terhadap Keselamatan
Keperdulian terhadap keselamatan kerja bagi seluruh pekerja dan
pelanggan
Kerj
7 Kerjasama
75 75775
Kemauan bekerjasama dengan orang
7575757575757
lain
2010
2011
84
82
80
82
75
62
80
66
60
75
60
55
65
51
70
73
80
2012
6
8
Penampilan
Kemampuan karyawan untuk selalu memelihara penampilan pada
saat bekerja
Pencapaian KPI
74
85
58
76
75
80
82
79.5
71.63
65.13
Target KPI
85
85
85
Sumber: diolah penulis
Hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan beberapa karyawan Giant supermarket
cabang Manggarai, memunculkan fenomena menarik. Fenomena tersebut adalah banyak
terjadi pro dan kontra terkait dengan kebijakan dari manajemen baru Giant Supermarket
cabang Manggarai, baik kebijakan-kebijakan dalam sektor keuangan maupun dalam sektor
sumber daya manusia.
Karyawan Giant Cabang Manggarai ada yang merasa puas dan ada yang merasa
tidak puas dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Karyawan Giant cabang
Manggarai juga ada yang semakin motivasi kerja yang baik, dan ada pula yang mengalami
demotivasi karna kepentingannya berbenturan dengan kebijakan manajemen yang baru.
Selain itu saat ini terjadi peningkatan tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan karyawan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan
177
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
pencapaian nilai kinerja karyawan serta tingkat penjualan di Giant supermarket Cabang
Manggarai. Berikut disajikan laporan presentasi tahunan absensi karyawan dari 20102012.
Grafik 2. Tingkat Ketidakhadiran Karyawan Giant Supermarket Cab
Manggarai Tahun 2010-2012
Sumber: Bagian Kepegawaian Giant Supermarket Cab Manggarai
Berdasarkan grafik 2 dapat terlihat terjadi kenaikkan presentasi ketidakhadiran dan
keterlambatan para pegawai. Hal itu senada dengan pernyataan Siagian (1995:126) yang
mengatakan bahwa: kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya,
artinya seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap
yang positif terhadap organisasi dimana ia bekerja. Sebaliknya orang yang tidak puas
terhadap pekerjaannya, apapun faktor penyebab ketidakpuasan itu misalnya gaji yang
rendah, pekerjaan yang membosankan, pimpinan yang kurang mendukung, suasana kerja
yang tidak kondusif dan sebagainya akan cenderung bersikap negatif terhadap organisasi
dimana ia bekerja.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba mengadakan
penelitian tentang: analisa pengaruh kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja
karyawan PT Giant Supermarket cabang Manggarai.
Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja menurut Handoko (2001:193) adalah: keadaan
emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Hal ini nampak pada sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.
Dalam kutipan As’ad (2004-104), Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap
karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan
sesama karyawan. Dan pendapat Blum yang dikutip oleh As’ad (2004: 104)
mendefinisikan kepuasan kerja adalah: sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa
sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial
individual di luar kerja.
Pada dasarnya, manusia tidak pernah puas dengan apa yang didapat dari pekerjaannya,
seperti gaji dan tunjangan dan sebagainya. Karena itu salah satu tugas manajer sumber
daya manusia adalah harus dapat menyesuaikan antara keinginan para karyawan dengan
tujuan perusahaan. Walau kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu cara pandang
seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya
178
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
(Siagian, 2009-295). Kemudian menurut Martoyo (1990: 123-124) kepuasan kerja
merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara
nilai balas jasa kerja karyawan dari organisasi dengan nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan bersangkutan.
Senada dengan hal itu, Siagian (1995:126) mengatakan bahwa : kepuasan kerja ialah
sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya, artinya seseorang yang memiliki rasa puas
terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia
bekerja. Sebaliknya orang yang tidak puas terhadap pekerjaannya, apapun faktor penyebab
ketidakpuasan itu misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang membosankan, pimpinan
yang kurang mendukung, suasana kerja yang tidak kondusif dan sebagainya akan
cenderung bersikap negatif terhadap organisasi dimana ia bekerja.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut diatas, adalah bahwa kepuasan
kerja merupakan wujud positif atau negatif perasaan karyawan yang merasakan
pekerjaannya itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kepuasan kerja karyawan
mempunyai keterkaitan yang erat dengan kinerjanya.
Motivasi berasal dari bahasa Latin, "movere" yang berarti dorongan atau daya
penggerak. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan
atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan atau organisasi. Motivasi sangat
penting dalam kehidupan berorganisasi, karena dengan motivasi diharapkan setiap
individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko (2000), motivasi
diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Mangkunegara (2000: 67) kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasibuan (2001: 34), kinerja adalah : suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Rivai (2004: 309) kinerja adalah: perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja baik berupa fisik maupun non fisik yang dilakukan atau tidak
dilakukan seorang karyawan atau lebih atau satuan kerja berkaitan dengan tuntutan tugas
dan fungsi serta peran yang dibebankan selama kurun waktu tertentu.
Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topic pada penelitian ini telah
dilakukan melalui penelitian yang berjudul Zulfa Laila Pengaruh Kepuasan dan Motivasi
kerja Terhadap Kualitas Pelayanan di Biro Akademik Universitas Al-Azhar Indonesia
(studi kasus di Universitas Al azhar). Berdasarkan hasilnya diketahui bahwa Variabel
Kepuasan Kerja dan Motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
Kualitas Pelayanan baik secara parsial maupun simultan. Melalui Sinta S Heriyanti
(2009), Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja di PT. Asianet Spring
Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan antara motivasi, kepuasan kerja
179
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dan kinerja adalah hubungan yang kuat, positif dan signifikan. Artinya ketiga variabel
saling mempengaruhi satu sama lain.
Kerangka Pemikiran. Pada penelitian ini yang menjadi pemikirannya adalah adanya
pengaruh yang signifikan antara motivasi karyawan dan kepuasan kerja terhadap kinerja
karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan dan pengaruh
yang signifikan antara motivasi karyawan dan kepuasan kerja terhadap kinerja baik secara
simultan (secara bersama-sama) dan secara parsial (sendiri-sendiri).
Pengaruh Kepuasan Kerja dengan Kinerja lebih tepat disebut ”mitos manajemen”
dan sulit untuk menetapkan ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya.
Namun dari berbagai penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki
karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki
karyawan yang kurang puas. (Robbins,2007).
Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi
dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman
yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat
ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota
organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluhan yang biasa terjadi dalam
suatu organisasi (Robbins,2001:148).
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara: 2009:67). Kualitas kerja seseorang dapat
dihasilkan apabila orang tersebut mempunyai kreatifitas yang tinggi. Kreatifitas dihasilkan
dari kerja intelektual seseorang melalui pengetahuannya, keahlian dan ketrampilannya
yang diwujudkan dalam kemampuan dalam menjalankan tugas (pekerjaan). Kreatifitas
juga dapat dihasilkan apabila seseorang mempunyai kemauan (motivasi) yang tinggi untuk
menghasilkannya, karena motivasi adalah sikap mental yang mendorong diri seseorang
untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sedangkan kuantitas kerja
seseorang dapat dihasilkan jika seseorang mempunyai kemampuan secara fisik baik, dan
mempunyai kemauan yang tinggi untuk menghadapi segala hambatan dan kesulitannya
dalam bekerja.
Sikap kepuasan kerja karyawan perlu dipelihara pada diri karyawan karena sikap ini
memberikan nilai positif kepada kinerja karyawan. Artinya karyawan yang mendapatkan
kepuasan kerja akan bersikap positif dalam bekerja. Sikap positif dalam bekerja ini akan
meningkatkan kinerja karyawan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi, kepuasan kerja terhadap kinerja seperti
yang telah diteliti oleh Sinta Heriyanti (2009) yang mengemukakan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja,
tidak hanya itu ketiga variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Kerangka berpikir diatas diwujudkan sebagai gambar 1.
180
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Variabel Independen
Variabel Dependen
H3
X1 = Kepuasan Kerja
X2 = Motivasi Kerja
H1
Y = Kinerja Karyawan Giant
Supermarket Cabang Manggarai
H2
Hipotesa penelitian
H1: Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Giant
Supermarket cabang Manggarai
H2 : Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Giant Supermarket
cabang Manggarai
H3: Terdapat pengaruh yang simultan antara kepuasan kerja dan motivasi terhadap
Kinerja karyawan Giant Supermarket cabang Manggarai.
METODE
Pada penelitian ini, jumlah sampel adalah keseluruhan dari jumlah populasi, oleh karena
itu teknik yang dipergunakan adalah total sampling atau sensus. Dimana prosedur
penelitian sensus adalah jika jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi
penelitian (Irawan, 2004:89).
Yang menjadi alasan peneliti mengambil teknik sensus adalah karena fakta yang ada
dilapangan dimana jumlah responden pada penelitian ini tidak terlalu banyak, yaitu
berjumlah 60 orang. Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: Variabel bebas / X
adalah variabel yang menjadi sebab perubahan yang akan menjelaskan atau
mempengaruhi secara positif maupun negatif variabel tidak bebas di dalam pola
hubungannya. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian berupa :Kepuasan Kerja dan
Motivasi Kerja. Variabel terikat/Y adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Kinerja Karyawan.
Selanjutnya variabel-variabel tersebut dilakukan pengujian dengan validitas
instrument diuji dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total merupakan
jumlah tiap skor butir (corrected item total correlation) yang penyelesaiannya dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 17. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan
antara r hitung dengan r table melalui tahapan analisis sebagai berikut:
r=
Keterangan: X = Skor masing-masing variabel yang ada pada kuesioner;Y = Skor total
semua variabel kuesioner; n = Jumlah responden; rxy = Korelasi antara variabel X dan Y.
181
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Uji normalitas. Untuk mengetahui korelasi antar variabel bebas dan variabel terikat
dilakukan analisa korelaso matriks dengan spearman.
Uji reliabilitas diolah menggunakan program dengan menggunakan teknik formula alpha
Cronbach:
r tt= (
Dimana: r tt = reabilitas instrument; k = banyak butir pertanyaan; σ
= varians total;
∑
= jumlah varians butir.
Jumlah varian butir dicari dulu dengan cara mencari nilai varian tiap butir kemudian
jumlahkan.Seperti pada rumus berikut:
Dimana: n = jumlah responden; x = nilai skor yang dipilih (total nilai dari tiap butir
pertanyaan). Jadi rumus untuk mencari jumlah varian butirnya adalah:
⅀
=
+
+…+
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data kepegawaian dan jawaban responden dalam kuisioner diperoleh data
mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, berdasarkan usia,
berdasarkan status perkawinan, berdasarkan tingkat pendidikan dan berdasarkan masa
kerja.
Dari 60 responden yang diteliti berdasarkan jenis kelamin terdapat lebih banyak laki-laki
daripada perempuan hal ini kemungkinan dikarenakan jam kerja yang shift. Sebanyak
58,33% responden adalah laki-laki sedangkan sisanya 41,67 % adalah perempuan.
Berdasarkan dari 60 Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, sebagian
besar 65% adalah karyawan yang berusia kurang 25 tahun, umumnya mereka adalah
pelajar yang baru lulus sekolah atau belum memiliki pengalaman kerja. 26.67% adalah
karyawan berusia 26-35 tahun. Sedangkan sisanya adalah karyawan yang berusia 35-45
tahun sebanyak 5% dan yang berusia diatas 45 tahun sebanyak 3.33%. Sebagian besar
responden 66,67% berstatus belum menikah sedangkan sisanya 33,33% berstatus
menikah.
Berdasarkan dari 60 responden terdapat 63,33% responden lulusan SMA/SMEA.
28,33% dari responden lainnya lulusan Diploma (D3) sisanya adalah lulusan Sarjana (S1)
sebanyak 8,33%. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 71, 67% karyawan yang telah
bekerja selama 1-3 tahun sebagai responden terbanyak. Kemudian diikuti oleh karyawan
yang telah bekerja selama 3-6 tahun. Meskipun Giant Supermarket cabang Manggarai
berdiri belum terlalu lama namun ada beberapa karyawan pindahan yang telah cukup lama
bekerja di bawah naungan Hero yang menjadi pendahulu Giant dan saat ini bekerja
sebagai pegawai di Giant Manggarai. Responden tersebut telah bekerja selama kurun
waktu diatas 12-15 tahun yaitu sebanyak 5% dan diatas 15 tahun sebanyak 3,33%.
Hasil Pengujian Regresi linear berganda (R2 )
Tabel 2. Nilai R dan R2 Variabel Kepuasan dan Motivasi Terhadap Kinerja
182
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Model Summaryb
Model
R
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1
,683a
,466
,447
5,24866
a. Predictors: (Constant), motivasi, kepuasan
b. Dependent Variable: kinerja
Sumber: data diolah penulis
Angka R2 atau koefisien determinan dari tabel diatas adalah sebesar 0.466. Nilai adjusted
R2 digunakan pada model yang memiliki lebih dari satu variabel independen. Penggunaan
adjusted R2 bisa mengeliminir naik turunnya nilai R2 karena adanya penambahan variabel
independen kedalam model. Nilai adjusted R2 pada tabel 5.21 sebesar 0,447. Jadi kekuatan
pengaruh variabel independen terhadap kinerja karyawan sebesar 44,7% dan sisanya 55,3
% dipengaruhi variabel lainnya.
Uji F. Untuk mengetahui apakah koefisien korelasi itu dapat digeneralisasikan maka
dilakukan uji F. Dari perhitungan diperoleh sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Uji F
ANOVAa
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
1371,337
1570,263
2941,600
Df
Mean Square
2
57
59
685,669
27,548
F
24,890
Sig.
,000b
a. Dependent Variable: kinerja
b. Predictors: (Constant), motivasi, kepuasan
Sumber: data diolah penulis
Hasil data yang tertera pada tabel 5.16 diperoleh nilai F hitung sebesar 24,890 sedangkan
untuk nilai F tabel dengan taraf signifikasi (α) – 0,05 dan jumlah sampel 60 maka
diperoleh F tabel sebesar 3,159.
Karena nilai F hitung = 24,890 > F tabel = 3,159 maka dapat disimpulkan bahwa
persamaan regresi linear berganda sudah tepat dan dapat dinyatakan jika H0 ditolak dan
H1 diterima yang berarti variabel kepuasan dan motivasi memberikan pengaruh signifikan
terhadap variabel kinerja karyawan.
Uji t. Pengujian dilakukan dengan melihat taraf signifikasi (p value), jika taraf signifikasi
yang dihasilkan dari perhitungan dibawah 0,05 maka hipotesa diterima, sedangkan bila
diatas 0,05 maka hipotesa ditolak. Namun ada juga yang membandingkan t hitung dengan
t tabel, dimana bila t hitung > t tabel maka hipotesa diterima.
Hasil pengujian terhadap hipotesis 1 dan hipotesis 2 tersebut dengan menggunakan
uji t, dengan bantuan software tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4. Tabel Koefisien
Coefficientsa
183
Mulia 175 - 188
Model
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Unstandardized Coefficients
B
(Constant)
6,160
Kepuasan
,443
Motivasi
,447
a. Dependent Variable: kinerja
1
Standardized
Coefficients
Std. Error
T
Sig.
Beta
4,793
,141
,163
,401
,350
1,285
3,150
2,748
,204
,003
,008
Sumber: data diolah penulis
Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat bahwa t hitung untuk variabel kepuasan sebesar
3,150. Sedangkan untuk variabel motivasi sebesar 2,748 dengan t tabel 1,6706 dengan
signifikasi 0,05 sehingga t hitung > t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa
diterima. Kin
=
6,160
+
0,443X1
+
0,447X2
SE
(4,793)
(0,141)
(0,163)
Thitung
1,285
3,150
2,748
P
0,204
0,003
0,008
SC(
0,401
0,350
Keterangan: SE = Standard Error ; SC( = Standard coefficient ( ; P = taraf signifikasi
Dari pesamaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Matriks Korelasi dimensi antar variabel
Tabel 5. Matrik Korelasi Antara Dimensi Variabel Kepuasan dengan Kinerja
Correlations
Upah
Promosi
Rekan Kerja
Pekerjaan itu
sendiri
Pimpinan
Pearson
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Kualitas
.294*
.023
60
.316*
.014
60
.130
.323
60
.364**
.004
60
.476**
Kuantitas
.214
.101
60
.390*
.002
60
.109
.408
60
.296*
.022
60
.327*
Supervisi
.273*
.035
60
.462**
.000
60
.393**
.002
60
.518**
.000
60
.602**
Kehadiran
.539**
.000
60
.501**
.000
60
.115
.382
60
.403**
.001
60
.343**
Konservasi
.424**
.001
60
.527**
.000
60
.229
.078
60
.553**
.000
60
.435**
.000
60
.011
60
.000
60
.007
60
.001
60
**. Correlstion is significant at the 0.01 level (2-tailed)
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed
Sumber: data diolah penulis
184
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Analisis antara dimensi variabel Kepuasan terhadap variabel kinerja. NIlai korelasi
antar dimensi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja yaitu kualitas berturut-turut
adalah: (Upah) 0,294, (Promosi) 0,316, (Rekan Kerja)0,130, (Pekerjaan itu sendiri) 0,364
dan (Pimpinan)0,476 dengan menggunakan alpha 5% maka terdapat 4 korelasi yang
signifikan (karena nilai sig <5%) dan masing-masing memiliki korelasi yang positif yaitu
Upah, promosi, pekerjaan itu sendiri dan pimpinan.
Artinya dengan tingkat kepercayaan 95% terdapat hubungan positif yang seignifikan
antar dimensi tersebut. Namun hubungan ini tidak kuat karena nilai korelasinya kurang
dari 0,5. Sementara nilai korelasi korelasi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja
yaitu kuantitas adalah: (Upah) 0,214, (Promosi) 0,390, (Rekan Kerja) 0,109, (Pekerjaan
itu sendiri) 0,296 dan (Pimpinan) 0,327 terdapat 3 korelasi yang signifikan dan masing –
masing memiliki korelasi yang positif yaitu promosi, pekerjaan itu sendiri, pimpinan
Untuk nilai korelasi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja yaitu supervise yaitu
(Upah) 0,273, (promosi) 0,462, (Rekan kerja) 0,393, (Pekerjaan itu sendiri) 0.518 dan
(Pimpinan) 0,602 maka kelima dimensi kepuasan memiliki korelasi yang signifikan
namun yang memiliki hubungan yang kuat terhadap dimensi supervise yaitu pekerjaan itu
sendiri dan pimpinan dengan dilihat dari tingkat kepercayaan 95% dengan keduanya
memiliki tingkat korelasi diatas 0,5.
Pada dimensi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kehadiran yaitu: (Upah) : 0,539,
(Promosi): 0,501, (Rekan Kerja) 0,115 (Pekerjaan itu Sendiri) 0,403 dan (Pimpinan) 0,343
terdapat 4 yang berkorelasi secara signifikan dan dimensi upah dan promosi memiliki
hubungan yang kuat dengan dimensi kehadiran.
Untuk dimensi kepuasan kerja dengan dimensi kinerja yaitu konservasi yaitu:
(Upah): 0,424, (Promosi): 0,527, (Rekan Kerja) 0,229 (Pekerjaan Itu Sendiri) 0.553 dan
(Pimpinan) 0,435 dan kelima dimensi tersebut memiliki korelasi yang signifikan namun
yang saling berhubungan kuat dengan dimensi konservasi adalah dimensi promosi dan
pekerjaan itu sendiri.
Tabel 6. Matriks Korelasi antar Motivasi kerja dengan Kinerja
Correlations
Achievement Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Afilation
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Power
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Kualitas Kuantitas Supervisi Kehadiran Konservasi
.377**
.300*
.557**
.454**
.581**
.003
60
.283*
.020
60
.331**
.000
60
.481**
.000
60
.234
.001
60
.406**
.029
60
.173
.010
60
.256*
.000
60
.334**
.071
60
.452**
.001
60
.478**
.187
60
.048
60
.009
60
.000
60
.000
60
**. Correlstion is significant at the 0.01 level (2-tailed)
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed
Sumber: data diolah penulis
185
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Analisis antara variabel motivasi dengan variabel kinerja. Untuk nilai korelasi
motivasi (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu kualitas yaitu (Achievement) 0,377,
(Afilation) 0,283, (Power) 0,173 ketiganya memiliki korelasi yang positif namun hanya
achievement dan affiliation yang signifikan (karena nilai sig < 5%). Sementara nilai
korelasi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu kuantitas adalah:
(Achievement) 0,300, (Afilation) 0,331, (Power) 0,256 terdapat 3 korelasi yang signifikan
dan masing – masing memiliki korelasi yang positif yaitu achievement, afilation,
power.Untuk nilai korelasi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu supervisi
adalah: (Achievement) 0,557, (Afilation) 0,481, (Power) 0,334 ketiganya memiliki
korelasi yang positif namun yang berhubungan kuat adalah achievement terhadap
supervise.
Pada dimensi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kehadiran yaitu: (Achivement) :
0,454, (Afilation): 0,234, (Power) 0, 452 terdapat 2 yang berkorelasi secara signifikan
secara positif yaitu achievement dan power. Untuk dimensi motivasi dengan dimensi
kinerja yaitu konservasi yaitu (Achievement): 0,581 (Afilation): 0,406, (Power) 0,478 dan
ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang signifikan terhadap konservasi namun yang
saling berhubungan kuat dengan dimensi konservasi adalah dimensi achievement.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Ada pengaruh positif signifikan variabel kepuasan kerja terhadap
variabel kinerja karyawan. Dapat disimpulkan jika kepuasan kerja meningkat maka
kinerja karyawan akan meningkat. Dan sebaliknya jika kepuasan kerja rendah maka
kinerja karyawan akan mengalami penurunan. Besarnya tingkat relasi antara kepuasan
kerja dan kinerja karyawan adalah sebesar 0,401 dimana hal ini menunjukkan bahwa
masih ada faktor-faktor lainnya yang dapat dijadikan prediksi untuk mengukur kinerja
karyawan di Giant Supermarket Cabang Manggarai. Kedua. Ada pengaruh positif
signifikan antara variabel motivasi terhadap variabel kinerja karyawan. Dapat disimpulkan
jika motivasi kerja meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat pula. Dan
sebaliknya jika motivasi kerja rendah maka kinerja karyawan akan mengalami penurunan.
Besarnya tingkar relasi antara motivasi kerja dan kinerja karyawan adalah sebesar 0,350
dimana hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lainnya yang dapat dijadikan
prediksi untuk mengukur kinerja karyawan di Giant Supermarket cabang Manggarai.
Ketiga. Ada pengaruh bersama (simultan) positif signifikan variabel kepuasan kerja dan
motivasi kerja terhadap variabel kinerja karyawan sebesar 44,7% namun pengaruhnya
tidak dominan karena sisanya sebesar 55,3 % merupakan pengaruh yang datang dari
faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Rekomendasi. Berdasarkan hasil pembahasan dan pengamatan selama penelitian maka
dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi kerja berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan di Giant Supermarket Cabang Manggarai.
Maka berikut dikemukakan rekomendasi yaitu: Pertama. Rekomendasi untuk Organisasi:
(a) Perusahaan perlu menggunakan perhitungan gaji/upah karyawan secara rutin pertahun
dan perhitungan kenaikkan gaji/upah berdasarkan performance kinerja masing-masing
karyawan yang bersifat objektif sehingga setiap karyawan merasa diberlakukan secara
186
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
adil. Sehingga anggapan atau penyataan bahwa pangkat sama, gaji sama. Kerjaan berbeda
tidak ada lagi.; (b) Perusahaan perlu memperhatikan kompensasi berupa bonus prestasi
kerja yang diberikan secara lebih objektif dan terbuka artinya bonus yang diberikan
kepada karyawan harus berdasarkan pada pengukuran yang jelas dan terbuka, misalnya
dengan membuat KPI (key performance indicator) masing-masing karyawan dan
melakukan performance karyawan secara berkala per tiga bulan bukan hanya satu tahun
sekali. Sehingga setiap karyawan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
pencapaian KPI nya dan merasa bahwa bonus yang diberikan oleh perusahaan sudah adil.;
(c) Penilaian kinerja karyawan Giant supermarket Cabang Manggarai yang diadakan tiap
tahunnya masih perlu ditingkatkan lagi. Dimana penilaian-penilaian yang diukur harus
memenuhi segala aspek yang diukur oleh perusahaan baik dari sisi finansial, pelanggan,
internal, proses dan people, sehingga karyawan merada penilaian yang ada benar-benar
sudah terukur dan objektif tidak ada unsure senioritas dan loyalitas terhadap atasan
didalamnya. Kedua. Rekomendasi Untuk Penelitian Selanjutnya: (a) Pada penelitian ini
hanya digunakan dua variabel yaitu kepuasan kerjadan motivais kerja yang diduga mampu
mempengaruhi kinerja karyawan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji
faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga dapat
menambah cakrawala dan wawasan mengenai keilmuan ini secara lebih luas.; (b)
Pengukuran kinerja karyawan pada penelitian ini masih terbatas pada pengukuran terhadap
karyawan pada satu cabang saja pada penelitian berikutnya diharapkan dapat melibatkan
pengukuran dari karyawan tetap yang berkerja di kantor pusat Giant sehingga kinerja
karyawan PT Giant secara keseluruhan dapat terukur.
DAFTAR RUJUKAN
Atkinson (Kerlinger). (2006). Motivation in Work Place. (dalam Agung Purnama)
Monterey: Brooks/Cole.
David K and Newstrom J. W., (1989). Human Behaviour at Work: Organizational
Behavior. New York, McGraw Hill.
Herzberg, F., (1999. One More Time. How Do You Motivate Employees?. A Harvard
Business Review Paperback. Boston.
Handoko T.H, (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,
BPFE
Hasibuan M., (2003). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta.
Bumi Aksara
Hasibuan M., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta. Bumi Aksara
Luthans, F., (1998). Organization Behavior, International Edition, Sixth Edition,
Singapore. McGraw-Hill
Muhammad As’ad. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada)
Martoyo, (2001). Manajemen personal, PT. Pustaka Binaman Pressindo
Mangkunegara, A. Prabu. (2005). Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.
Maslow. (1998). Motivation in Work Place. (dalam Dominikus) Monterey: Brooks/Cole.
187
Mulia 175 - 188
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Narmodo, Hernowo, M. Farid Wadji. (2005). Pengaruh Motivasi dan Disiplin Terhadap
Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Jurnal Daya
Saing 1: 1-8
Nitisemito, (2000). Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta.
Galia
Schermerhorn, John R, Hunt, James G and Osborn, Richard N (2000: 118) Managing
Organizational Behavior, New York, John Willey and Son.
Strauss, George and Sayles R.L., (1980). Personal The Human Problem of Management.
New Delhi.
Prentice-Hall of India.
Smith, P.C, Kendall, L M & Hullin C L. (1975). The Measurement of Satisfaction in Work
and Retirement. Chicago H Rand Mcnalty.
Spector, F E., (1997). Job Satisfaction, Application, assessment, causes and consequences
CA, Thousand Oaks. Sage
Sondang P. Siagian. (1991). Filsafat Administrasi, Penerbit Gunung Agung, Jakarta.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sugiyono, (2000). Statistik untuk penelitian, Alfabeta, Bandung
188
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN
DI PUSAT GROSIR CILILITAN
Kasmanto Miharja
Akademi Binasarana Informatika Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: The research was conducted at PT. Prima Graha Citra as an organizer of
Pusat Grosir Cililitan. The purpose of this study was to determine the effect of the
marketing mix on purchase decisions stall/ counter in Pusat Grosir Cililitan Navel either
partially or jointly. The method in this study using simple linear regression analysis to
determine the effect of each independent variable on the dependent variable and
Multiple Linear regression analysis to determine the effect of independent variables on
the dependent variable simultaneously.The results of a simple linear regression analysis
states that each independent variable affects the dependent variable to see t count
greater than t table and the level of influence of each with respect to the value of the
coefficient of determination with the help of SPSS. Multiple linear regression analysis
also showed that all independent variables jointly affect the dependent variable to see if
the value of the coefficient of determination results data using SPSS.
Key words: marketing mix, Purchase Decision, determinantion, coefficient.
Abstrak: Penelitian ini dilakukan di PT. Prima Graha Citra sebagai penyelenggara
Pusat Grosir Cililitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian kios / counter di Pusat Grosir Cililitan
Navel baik sebagian atau metode jointly.The dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi linier sederhana untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel dependen dan analisis regresi linier multiple untuk mengetahui
pengaruh variabel independen pada hasil simultaneously.The variabel dependen dari
analisis regresi linier sederhana menyatakan bahwa masing-masing variabel independen
mempengaruhi variabel dependen untuk melihat t hitung lebih besar dari t tabel dan
besarnya pengaruh masing-masing sehubungan dengan nilai koefisien determinasi
dengan bantuan SPSS. Analisis regresi linier berganda juga menunjukkan bahwa semua
variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen untuk
melihat apakah nilai koefisien determinasi hasil data menggunakan SPSS.
Kata kunci: bauran pemasaran, Keputusan Pembelian, determinasi, koefisien.
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan tempat perbelanjaan semakin
meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah tempat perbelanjaan
yang didirikan di Jakarta. Dengan semakin bertambahnya tempat perbelanjaan maka
semakin tinggi tingkat persaingan diantara pengelola tempat perbelanjaan. Persaingan ini
terjadi dalam hal luas tempat pertokoan yang diberikan, harga jual stand/kios/counter
189
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
serta lokasi yang semakin bersaing. Strategi tersebut dilakukan untuk menarik perhatian
dan menambah jumlah pedagang yang berjualan di tempat perbelanjaan tersebut.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan profitabilitasnya. Hal ini sangat menguntungkan
bagi pihak pedagang sebagi pihak konsumen yang akan membeli tempat tersebut, karena
semakin banyak pusat perbelanjaan yang didirikan di Jakarta maka semakin banyak
pilihan bagi konsumen untuk menentukan tempat usaha perdagangan.
Pusat Grosir Cililitan adalah salah satunya yang menjadi obyek dalam penelitian ini.
Pusat Grosir Cililitan termasuk tempat yang menjanjikan untuk sebuah tempat usaha baru
dikemudian hari. Sejak beroperasi pada tahun 2005 Pusat Grosir Cililitan memiliki
kios/counter sebanyak 3.388 yang terdiri dari 2.577 kios, 785 Counter dan 26 Big Space.
Pada tahun 2005 jumlah penjualan sebanyak 42 unit dan tersewa 38 unit, pada tahun 2006
jumlah penjualan 457 unit dan sewa 205 unit, pada tahun 2007 jumlah penjualan 448 unit
dan tersewa 66 unit, pada tahun 2008 jumlah penjualan sebanyak 351 unit sedangkan
jumlah yang tersewa sebanyak 172 unit, pada tahun 2009 jumlah penjualan 99 unit dan
tesewa 182 unit, pada tahun 2010 penjualan sebanyak 76 unit dan tersewa sebanyak 130
unit dan pada tahun 2011 jumlah penjualan mencapai 149 unit sedangkan yang tersewa
sebanyak 255 unit.
Gambar 1. Grafik Penjualan dan Sewa Periode 2005-2011
Sumber: Data internal perusahaan diolah penulis
Dari grafik tersebut diatas terlihat jelas turun naiknya penjualan dan sewa dari tahun 2005
sampai dengan 2011. Menurut property manager dalam mengoperasikan usahanya
perusahaan telah menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan bauran
pemasaran (Marketing Mix) yang meliputi product, price, plece dan promotion. Media
promosi yang digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produknya kepada
masyarakat dengan menggunakan spanduk, media masa dan brosur, radio, pada tahun
2011perusahaan menggunakan media TV. Adapun harga jual kios/counter pada awal
beroperasi adalah 27.500.000,00 dan 25.500.000,00/M2. Dari tahun ketahun harga jual ini
mengalami kenaikan sebesar 10% dan pada tahun 2011 harga jual mencapai
48.7717.927,50 untik kios dan untuk counter sebesar 45.174.805,00.
Menurunnya penjualan berdasarkan grafik tersebut di atas mungkin juga diakibatkan
oleh semakin menurunya stok kios yang dimiliki, dapat juga karena kurangnya perawaan
terhadap kios/counter yang belum tersewa ataupun terjual karena pada saat peneliti
190
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
melakukan survey lapangan ternyata ada beberapa kios yang rolling doornya rusak,
keramik pecah,akses pengunjung yang menjadi sempit karena display pedagang telah
menggunakan sebagian dari jalan untuk para pengunjung. Berdasarkan fenomena tersebut
maka penulis melakukan peneliti mengenai 4P (product, price, place dan promotion) di
Pusat Grosir Cililitan.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh dari bauran pemasaran
terhadap keputusan pembelian di Pusat Grosir Cililitan. Dengan diketahui seberapa besar
pengaruhnya diharapkan akan dapat meningkatkan penjualan kios/counter yang ada di
Pusat Grosir Cililitan. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan
diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebgai berikut: (1)
Apakah produk berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di
Pusat Grosir Cililitan?; (2) Apakah harga berpengaruh terhadap keputusan konsumen
untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (3) Apakah lokasi berpengaruh
terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (4)
Apakah promosi berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter
di Pusat Grosir Cililitan?; (5) Apakah produk, harga, lokasi dan promosi mempengaruhi
keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan secara
bersamaan?
Maksud dan tujuan riset ini adalah untuk memperolaeh bukti empiris mengenai ada
atau tidaknya pengaruh dari Bauran Pemasaran (product, price, place dan promotion)
terhadap kepuntusan pembelian di Pusat Grosir Cililitan. Dengan diketahui seberapa besar
pengaruhnya diharapkan akan dapat meningkatkan keputusan pembelian konsumen.
Kajian Pustaka. Pengertian pemasaran menurut Philip Kotler (2009:7) Pemasaran adalah
suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai di pihak lain.Bauran pemasaran adalah panduan strategis produk,
promosi, tempat, dan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan
pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju (Lamb, Hair & Mc Daniel,
2001:55).
Konsep bauran pemasaran dipopulrkan oleh Mc. Carthy yang merumuskannya
menjadi 4P (product, price, promotion dan place). Bauran pemasaran (marketing mix)
merupakan alat bagi marketer yang terdiri dari berbagai elemen program pemasaran yang
perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang
ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi, 2001:58).
Menurut Kotler (2003: 108) marketing Mix describes the set of tools that
management can use to influence sales. The traditional formulation is called the 4Ps:
product, price, place and promotion.
Product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or
consumption and that might satisfy a want or need (kotler & Amstrong: 2005). Sedangkan
dalam situs Wikipedia dijelaskan A product is seen as an item that satisfies what a
consumer needs or wants. It is a tangible good or an intangible service
(www.wikipedia.com, 2011). Menurut Kotler dan Amstrong (2001), harga adalah
sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa, lebih jauh lagi harga
adalah sejumlah nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki
191
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
atau menggunakan suatu barang atau jasa. Harga merupakan hal yang diperhatikan
konsumen saat melakukan pembelian, sebagian konsumen bahkan mengidentifikasikan
harga dengan nilai. Menurut Basu Swasta (2001), harga merupakan sejumlah uang
(ditambah beberapa barang kalu mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya.
Menururt Perreault. Jr dan Mc Carthy (2004) place includes issue such as, channel
type, exposure, transportation, distribution, and location. A product need to be available
to the client when and where client wants it. Marketers describe this process as the
“channel”. The channel describe “any series of firms (or individuals) that participate in
the flow of products from producer to final user or consumer “.Place is refers to providing
the product at a place is convenienent for consumer to access. Place is synonymous with
distribution. Various strategies such as intensive distribution, selective distribution,
exlusive distribution, franchising can be used by the marketer to complement the other
aspects of the marketing mix (www. Wikipedia.com, 2011).
Promosi merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pemasaran suatu
barang. Promosi adalah suatu kegiatan bidang marketing yang merupakan komunikasi
yang dilaksanakan perusahaan kepada pembeli atau konsumen yang memuat pemberitaan,
membujuk, dan mempengaruhi segala sesuatu mengenai barang maupun jasa yang
dihasilkan untuk konsumen, segala kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan volumen
penjualan dengan menarik minat konsumen dalam mengambil keputusan membeli di
perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka rerangka
pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam gambar berikut:
Product
(X1)
H1
Price
(X2)
H2
H3
Place
(X3)
Keputusan
Pembelian
(Y)
H4
Promotion
(X4)
H5
Gambar 2. Paradigma Penelitian
192
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Berdasarkan gambar tersebut di atas maka penulis melakukan analisis dan diagnosis
untuk mengidentifikasi faktor Produk/Product (X1), Harga/Price (X2), Lokasi/Place (X3)
dan Promosi/Promotion (X4) yang berpengaruh dalam perusahaan sebagai variabel
independen (bebas) dengan permasalahan utama yaitu Keputusan Pembelian (Y) sebagai
variabel dependen (terikat).
Hipotesis. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai masukan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun hipotesis yang akan
diuji kebenarannya adalah sebagai berikut:
H1 : Variabel produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
H2 : Variabel harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
H3 : Variabel lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
H4 : Variabel promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
H5 : Variabel harg produk, harga, lokasi dan promosi bersama-sama berpengaruh terhadap
keputusan pembelian konsumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis
dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisa regresi liear sederhana. Dalam
analisa regresi linear sederhana ini yang diketahui adalah koefisien determinasi dan
koefisien regresinya serta hasil uji F dan uji – t. untuk mengetahui pengaruh variable
indevenden (Product, Price, Place dan Promotion) secara bersama-sama terhadap variable
devenden (Keputusan Pembelian) digunakan regresi linear berganda.
Koefisien Determinasi. Koefisien Detrminasi digunakan untuk mengetahui prosentase
pengaruh variabel independen (prediktor) terhadap perubahan variabel dependen. Dari
hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square
berikut:
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1
R
R Square
a
.764
.583
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate Durbin-Watson
.566
.36543
2.069
a. Predictors: (Constant), Promotion, Product, Price, Place
b. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17
Berdasarkan hasil olah data pada tabel 1 di atas diperoleh koefisien determinasi sebesar
0,583 atau 58,3%. Hal ini berarti besarnya pengaruh variabel independen (product, price,
place dan promotion) terhadap perubahan variabel devenden (keputusan pembelian)
adalah 58,3% sedangkan sisanya sebesar 41,7% dipengaruhi oleh variabel lain selain
product, price, place dan promotion. Hal ini menunjukkan bahwa bauran pemasaran
(product, price, place dan promotion) sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian
di Pusat Grosir Cililitan.
193
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Uji F (ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
indevenden secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel
dependen dengan melihat F hitung harus lebih besar dari F tabel. Variabel indevenden
dalam penelitian ini yaitu Product (X1), Price (X2), Place (X3) dan Promotion (X4)
dengan variabel dependen kkeputusan Pembelian (Y).
Tabel 2. Uji F (ANOVA)
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of Squares
17.753
12.686
30.439
df
Mean Square
4
4.438
95
.134
99
F
33.235
Sig.
.000a
a. Predictors: (Constant), Promotion, Product, Price, Place
b. Dependent Variable: Kep.Pembelian
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17
Dari uji F diperoleh F hitung sebesar 33,235 dengan df1=4 (derajat kebebasan pembilang )
dan df2=95 (derajat kebebasan penyebut) di dapat F tabel dengan df1=4 dan df2=95 untuk
taraf signifikansi 5% sebesar 2,479 maka F hitung lebih besar dari F tabel sehingga H5
diterima, artinya terdapat pengaruh secara bersama-sama variabel product, price, place
dan promotion terhadap variabel keputusan pembelian.
Demikian juga bila kita melihat pengujian hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada
kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti H5 diterima karena
ketentuan penerimaan atau penolakan apabila signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05.
Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa variabel dependen (Keputusan
Pembelian) dipengaruhi oleh variabel indevenden ( Product, Price, Place dan Promotion)
dengan demikian model regregi memenuhi criteria goodness of fit, artinya model regresi
cocok digunakan sebagi model prediksi. Output hasil uji koefisien regresi dengan
menggunakan program SPSS ver. 17 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Koefisien Regresi
Unstandardized
Coefficients
Model
B
Std. Error
1 (Constant)
.538
.315
Product
.323
.073
Price
.174
.050
Place
.107
.134
Promotion
.279
.133
a. Dependent Variable: Kep.Pembelian
Coefficientsa
Standardized
Coefficients
Beta
t
1.709
.337 4.431
.264 3.458
.104 .798
.293 2.104
Sig.
.091
.000
.001
.427
.038
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
.757
.754
.257
.226
1.321
1.327
3.895
4.418
Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17
194
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Berdasarkan tabel 3 di muka terlihat bahwa koefisien regresi dari variabel product adalah
positif 0,323 yang berarti menunjukkan adanya pengaruh positif dari product terhadap
keputusan pembelian. Koefisien regresi dari variabel price adalah positif 0,174 yang
berarti menunjukkan adanya pengaruh positif dari variabel price terhadap keputusan
pembelian, kesesuaian harga yang dirasakan oleh penyewa akan meningkatkan keputusan
pembelian sebesar sebesar 0,174. Koefisien regresi dari place adalah positif 0,107 yang
berarti variabel place juga berpengaruh terhadap keputusan pembeliandan koefisien
regresi untuk promotion adalah positif 0,279 yang berarti variabel promotion juga
mempengaruhi keputusan pembelian, semakin gencar promosi yang dilakukan akan
semakin meningkatkan keputusan pembelian.
Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data di atas diperoleh kenyataan
bahwa Bauran Pemasaran dengan variabel Product, Price, Place dan Promotion sangat
mempengaruhi keputusan pembelian kios/counter di Pusat grosir Cililitan oleh para
pedagang dengan status penyewa. Dari sisi produk perusahaan telah memberikan produk
yang cukup memuaskan dengan adanya kesesuain dari kualitas produk, adanya jaminan
garansi, desain serta variasi walaupun masih ada yang dirasa belum maximal. Dalam hal
harga perusahaan juga berusaha menetapkan harga yang terjangkau bagi para pedagang
penyewa serta membrikan diskon harga walaupun masih dirasa belum maksimal oleh para
pedagang. Untuk lokasi kios/counter masih harus ditingkatkan lagi mengenai
kenyamanan, kemudahan akses menuju lokasi kios/counter di dalam gedung karena ada
sebagian akses untuk para pengunjung di gunakan sebagai tempat untuk meletakkan
display dagangan para pedagang ddan untuk promosi sudah cukup bagus dengan besarnya
pengaruh dari promosi terhadap keputusan pembelian.
Dari keempat variabel tersebut jika dilihat koefisien regresinya maka variabel
dengan koefisien regresi terbesar adalah variabel product yaitu 0,323 ini berarti jika setiap
atribut yang melekat pada variabel produk ditingkatkan maka akan meningkatkan jumlah
keputusan pembelian sebesar 0,323 ddengan asumsi variabel lain tetap sedangkan
koefisien regresi yang paling rendah dari keempat variabel indevenden tersebut adalah
koefisien regresi dari variabel place yaitu sebesar 0,107untuk itu perlu ditingkatkan
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel place agar dapat meningkatkan
keputusan pembelian.
Secara bersama-sama keempat variabel tersebut sangat mempengaruhi keputusan
pembelian kios/ counter di Pussat Grosir Cililitan oleh para pedagang penyewa Dimana
sebesar 58,30% keputusan untuk membeli kios/counter dipengaruhi oleh ke empat
variabel tersebut dan sisanya sebesar 41,70% dipengaruhi oleh faktor lain selain product,
price, place dan promotion. Jadi dengan demikian terjawab sudah bahwa Bauran
Pemasaran dalam hal ini variabel Product, Price, Place dan promotion berpengaruh
terhadap keputusan pembelian kios.counter di Pusat Grosir Cililitan oleh para pedagang
ddengan status penyewa secara signifikan disamping itu faktor-faktor lain sebesar 41,70%
perlu dicari dan diteliti lebih lanjut .
195
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
Hal ini berarti semakin tinggi kesesuaian atribut dari produk (variasi, kualitas, desain dan
garansi) akan semakin meningkatkan keputusan pembelian kios/counter oleh para
pedagang penyewa. Kedua. Kesadaran akan harga memiliki pengaruh positif terhadap
keputusan pembelian. Hal ini berarti keterjangkauan harga yang dirasakan oleh penyewa
akan meningkatkan keputusan untuk membeli. Dengan harga jual yang terjangkau
diharapkan akan mampu meningkatkan penjualan kios/counter sedangkan potongan harga
yang diberikan oleh Pusat Grosir Cililitan masih belum dirasakan oleh para penyewa
sehingga potongan harga masih kurang berpengaruh terhadap keputusan pembelian
kios/counter oleh para pedagang penyewa. Ketiga. Lokasi kios/counter memiliki pengaruh
positif terhadap keputusan pembelian oleh penyewa, hal ini berarti lokasi kios/counter
yang mudah untuk dijangkau dan dengan akses yang mudah akan meningkatkan
keputusan pembelian terhadap kios/counter oleh penyewa. Keempat. Promosi dengan
menggunakan iklan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti
semakin menarik iklan yang ditayangkan akan semakin mempengaruhi keputusan
pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa di Pusat Grosir cililitan sedangkan
promosi dengan menggunakan diskon penjualan masih dirasakan kurang berpengaruh
terhadap keputusan pembelian oleh para pedagang penyewa. Kelima. Produk, harga,
lokasi dan promosi secara bersama-sama memberi pengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Hal ini berarti semakin tinggi kesesuaian atribut dari produk, kesadaran harga,
lokasi toko yang mudah dijangkau dan promosi dengan iklan yang menarik maka
keputusan pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa juga akan semakin
meningkat. Dengan tetap menjaga kesesuaian kualitas produk , penetapan harga yang
terjangkau, lokasi yang mudah dijangkau serta promosi yang menarik diharapkan akan
dapat meningkatkan penjualan kios/counter di Pusat Grosir Cililitan.
Saran. Dari hasil penelitian dan kesimpulan seperti yang disebutkan sebelumnya,
beberapa saran yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan keputusan pembelian
antara lain: (1) Perlu adanya peningkatan terhadap semua atribut dari produk terutama
mengenai garansi atau jaminan yang diberikan kepada para pembeli khususnya bagi para
penyewa yang sudah melakukan usaha di Pusat Grosir Cililitan yang diharapkan akan
melakukan pembelian setelah masa sewa mereka berakhir.; (2) Dalam menetapkan harga
jual agar lebih teliti dan berhati-hati dengan memperhatiakan tingkat keterjangkauan oleh
para penyewa serta agar memberikan potongan harga khusus bagi para pedagang penyewa
yang akan membeli kios/counter yang telah mereka sewa selama ini.; (3) Perlu adanya
kegiatan mengontrol akses menuju kios agar akses menuju kios para pedagang tidak
digunakan untuk menempatkan display dagangan para pedagang.; (4) Kegiatan promosi
agar lebih gencar dilakukan mengingat semakin banyak pesaing pusat perbelanjaan di
Jakarta yang terus menawarkan berbagai keunggulannya serta diskon penjualan agar lebih
ditingkatkan.
196
Miharja 189 - 197
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
DAFTAR RUJUKAN
Amstrong, Gery dan Philip Kotler, (2004). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi ke Sembilan,
Jilid 2. Jakarta: Penerbit PT. Indeks.
Assauri, Sofjan, (2004). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada.
Ghozali, Imam, (2005). Analisis Multi Variate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hawkins D., Mothersbough, dan Best, (2007). Consumer Behaviour: Building Marketing
Strategi. 10th Edition. MC. Grow Hil irvin.
Husein, Umar, (2003). Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jonathan, Sarwono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Jagdish N, Sheth dan Mittal Banawi, (2004). Customer Behaviour. Managerial
Perspective. Second Edition. Singapore: Thomson.
Kotler, Philip, (2001). Manajemen Pemasaran: Analisa, Perencanaan, Implementasi dan
control, jilid 1. Jakarta: Penerbit Prenhalindo.
Kotler, Philip, (2005). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT. Kencana Prananda
Media.
Ma’aruf, Hendri, (2005). Pemasaran Rite. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Mowen, C, John dan Michael Minor, (2001). Perilaku Konsumen. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Mangkunegara, Anwar, (2005). Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Bandung: Refika
Aditama.
Nugroho J., Setiadi, (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan
Penelitian Bisnis Pemasaran. Jakarta: Pranada Media.
Olson J., C., dan Peterr, J., P., (2000). Consumer Behaviour. Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran. Jakarta: penerbit Erlangga.
Rangkuti, F., (2003). Riset Pemasaran. PT. gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rambat, Lumpiyoadi, (2001). Manajemen Pemasaran Jasa. Edisi I. Jakarta: Penerbit PT.
Salemba Empat.
Swasta, Basu, (2002). Asas-asas Marketing. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Swasta, Basu, dan Irwan, (2008). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
Supranto J.,M.,A., (2003). Metode Riset dan Aplikasi dalam Pemasaran. Edisi 7. Jakarta:
Penerbit PT. Rineka Cipta.
Tjiptono, Fandy. (2000). Strategi Bisnis Modern, Andy Offset, Yogyakarta.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ (2001). Manajemen Jasa. Andy Offset, Yogyakarta.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ (2004). Strategi Pemasaran, Andy, Yogyakarta.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ (2005). Brand Managemen & Strategy, Andy, Yogyakarta.
Umar, Husain, (2005). Studi Kelayakan Bisnis: teknik Menganalisa Kelayakan Rencana
Bisnis Secara Komprehensif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
197
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, AKTIVITAS,
PROFITABILITAS DAN RASIO PASAR TERHADAP PERUBAHAN LABA
(Studi Kasus Perusahaan Sektor Telekomunikasi Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Susanna Hutabarat
Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: One of information about financial performance is the earning. The earning
can show the positive signal about the prospect of a company in the future. The
earning can increase or decrease for every year or every period. The aim of this
research is to analyze the influence of financial ratio to earning changes in companies
of telecommunication sector in Bursa Efek Indonesia. Population in this research were
companies which listed on the BEI in the period 2010-2011, totally 6 companies and
samples are 4 companies. There are 5 independent variables, those are Current Ratio
(CR) as liquidity ratio, Debt Ratio (DR) as solvability ratio, Total Asset Turn Over
(TATO) as activity ratio, Return on Equity (ROE) as profitability ratio and Price
Earning Ratio (PER) as market ratio.The results of this research indicate that CR, DR,
TATO, ROE and PER influence simultaneously to earning changes. Based on model2, partially CR has a positive significant influence, TATO has a negative significant
influence, ROE has a positive significant influence, and PER has a negative significant
influence. DR has no the significant influence to earning changes. The most significant
influence comes from ROE (profitability ratio).
Keywords: Earning Changes, Current Ratio, Total Asset Turn Over, Return on
Equity, Price Earning Ratio
Abstrak: Salah satu informasi tentang kinerja keuangan produktif. Produktif dapat
menunjukkan sinyal positif tentang prospek perusahaan di masa depan. Produktif
dapat meningkatkan atau menurunkan untuk setiap tahun atau setiap periode. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan untuk
mendapatkan perubahan dalam perusahaan sektor telekomunikasi di Bursa Efek
Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI pada
periode 2010-2011, total 6 perusahaan dan sampel 4 perusahaan. Ada 5 variabel
independen, yaitu Current Ratio (CR) sebagai rasio likuiditas, Rasio Utang (DR)
sebagai rasio solvabilitas, Total Asset Turn Over (TATO) sebagai rasio aktivitas,
Return on Equity (ROE) sebagai rasio profitabilitas dan Price Earning Ratio (PER)
sebagai hasil ratio.The pasar penelitian ini menunjukkan bahwa CR, DR, TATO, ROE
dan PER berpengaruh secara simultan untuk mendapatkan perubahan. Berdasarkan
model-2, sebagian CR memiliki pengaruh yang signifikan positif, TATO memiliki
pengaruh yang signifikan negatif, ROE memiliki pengaruh yang signifikan positif, dan
PER memiliki pengaruh yang signifikan negatif. DR tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan laba. Pengaruh yang paling signifikan berasal dari ROE
(rasio profitabilitas).
198
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Kata kunci: Produktif Perubahan, Rasio Lancar, Total Asset Turn Over, Return on
Equity, Price Earning Ratio
PENDAHULUAN
Sektor telekomunikasi merupakan salah satu sektor di bidang infrastruktur selain sektor
kelistrikan dan transportasi. Peranan industri telekomunikasi untuk menunjang
pembangunan ekonomi Indonesia masih besar karena sektor ini merupakan salah satu
andalan untuk menopang kegiatan ekonomi. Selain itu pertumbuhan sektor telekomunikasi
yang berkembang di suatu negara juga dapat menentukan peringkat daya saing negara
tersebut. Sebagai negara kepulauan yang begitu luas Indonesia membutuhkan
telekomunikasi untuk melancarkan kegiatan ekonomi antar pulau, antar kota, antar
provinsi, dan juga antar negara. Kondisi ini melatarbelakangi tumbuhnya perusahaan
operator telekomunikasi di Indonesia yang begitu pesat karena tingginya kebutuhan baru
yaitu konsumsi telekomunikasi. Sektor telekomunikasi pada dasarnya merupakan bisnis
yang memiliki prospek cerah. Semakin majunya peradaban, akan mendorong pasar
telekomunikasi meluas hingga pelosok. Selain itu, kebutuhan dunia usaha juga tidak lagi
sekadar pada komunikasi verbal, namun meluas hingga ke layanan data dan informasi
strategis lainnya.
Meskipun sektor telekomunikasi mempunyai prospek bagus, namun banyak kendala
yang harus dihadapi yang menjadikan para investor potensial seringkali
mempertimbangkan niatnya untuk menanamkan modal di bidang pertelekomunikasian di
Indonesia. Sebagai contoh pada akhir tahun 2011, Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyatakan bahwa
pemberlakuan kebijakan pembebasan pajak penghasilan dalam periode waktu tertentu (tax
holiday) untuk industri telekomunikasi dinilai menyebabkan industri ini kurang memiliki
daya saing (competitiveness) dan benefit lebih bagi calon investor. Menurut Ecky (2012)
hal itu juga menunjukkan masih buruknya iklim investasi di Indonesia. Selain itu pasar
telekomunikasi di tanah air dirasa mulai jenuh dengan terus bertambahnya provider di
bidang ini.
Berdasarkan fakta di atas, perusahaan-perusahaan di sektor telekomunikasi diduga
akan menghadapi masalah dalam memperoleh dan meningkatkan laba perusahaan dari
waktu ke waktu. Jika pasar jenuh, maka pertumbuhan penjualan akan melambat, yang
dapat berakibat pada berkurangnya laba perusahaan. Di sisi lain, bagaimanapun setiap
perusahaan berharap agar laba yang dihasilkan dalam setiap periode dapat terus meningkat
karena peningkatan laba dapat menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan. Laba suatu
perusahaan dari tahun ke tahun biasanya berubah. Laba dapat meningkat atau mengalami
penurunan. Setiap perusahaan tentu saja mengharapkan laba yang dihasilkan di setiap
periode meningkat dari periode sebelumnya. Dengan mengetahui perubahan laba yang
terjadi, perusahaan bisa melakukan evaluasi dan usaha-usaha perbaikan terhadap akunakun yang berkaitan dengan laba.
Perubahan laba yang positif mengindikasikan bahwa laba yang diperoleh perusahaan
di suatu waktu lebih tinggi daripada laba yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Laba
yang tinggi memberi potensi tingkat pembagian dividen perusahaan tinggi pula. Laba yang
tinggi biasanya juga direspon positif oleh investor sehingga harga saham meningkat dan
199
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
menghasilkan capital gain. Oleh karena itu, perubahan laba dapat mempengaruhi
keputusan investasi para investor yang akan menanamkan modalnya ke dalam perusahaan
(Nurmalasari, 2011). Dalam melakukan penilaian terhadap perubahan laba, maka dapat
digunakan analisis rasio sebagai salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting.
Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah rasio-rasio keuangan
bermanfaat untuk melakukan prediksi terhadap perubahan laba masa mendatang (Ariyanti,
2010). Rasio–rasio keuangan utama adalah likuiditas, solvabilitas, aktivitas, profitabilitas,
dan rasio pasar. Jika rasio keuangan perusahaan baik maka kinerja perusahaan dalam hal
perubahan laba juga baik. Hal ini dikarenakan perubahan laba merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (Salsiyah, 2010).
Penelitian ini ingin menganalisis pengaruh likuiditas (Current Ratio), solvabilitas
(Debt Ratio), aktivitas (Total Asset Turn Over), profitabilitas (Return on Equity) dan rasio
pasar (Price Earning Ratio) terhadap perubahan laba perusahaan di sektor telekomunikasi.
Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas
perusahaan tersebut (Munawir, 2004). Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan
maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara
periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan.
Menurut Subramanyam dan Wild (2010), analisis laporan keuangan (financial
statement analysis) adalah aplikasi dari alat dan teknik menganalisis laporan keuangan
dengan tujuan umum. Data-data yang berkaitan menghasilkan estimasi dan kesimpulan
yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Dari sudut pandang seorang investor, meramalkan
masa depan adalah hakikat dari analisis laporan keuangan. Dari sudut pandang
manajemen, analisis laporan keuangan akan bermanfaat baik untuk membantu
mengantisipasi kondisi-kondisi di masa depan maupun yang lebih penting lagi sebagai
titik awal untuk melakukan perencanaan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja
perusahaan di masa mendatang (Brigham dan Houston, 2006).
Analisis laporan keuangan melibatkan konstruksi rasio-rasio yang menggunakan
berbagai angka-angka dalam laporan keuangan (Mautz dan Angell, 2006). Rasio juga
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara
suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Menggunakan alat analisis berupa rasio ini
akan dapat dijelaskan atau diperoleh gambaran kepada penganalisis tentang baik atau
buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio
tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard
(Munawir, 2004).
Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba
diharapkan cukup kaya dalam merepresentasikan kinerja perusahaan secara keseluruhan
(Harningsih dan Supriyanto, 2011). Laba pada umumnya dipakai sebagai ukuran dari
prestasi yang dicapai oleh suatu perusahaan sehingga laba dapat dijadikan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan investasi dan prediksi untuk meramalkan perubahan laba
yang akan datang. Persamaan DuPOnt menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba bersih atas ekuitas pemegang saham, akan ditentukan oleh
200
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
kemampuan menghasilkan laba bersih atas penjualannya (profit margin), total assets turn
over, dan equity multiplier (Ross, et al, 2011).
Perubahan laba merupakan kenaikan laba atau penurunan laba dari dua periode
pelaporan laba. Perubahan laba dipengaruhi oleh perubahan komponen-komponen dalam
laporan keuangan misalnya perubahan penjualan, perubahan harga pokok penjualan,
perubahan beban operasi, perubahan beban bunga, perubahan pajak penghasilan, adanya
perubahan dalam pos-pos luar biasa, dan lain-lain. Perubahan laba dapat juga disebabkan
oleh faktor-faktor luar seperti adanya peningkatan harga akibat inflasi dan adanya
kebebasan manajerial (manajerial discreation) yang memungkinkan manajer memilih
metode akuntansi dan membuat estimasi yang dapat meningkatkan laba.
Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topik pada penelitian ini telah
dilakukan. Andriyani (2008) meneliti mengenai “Analisis kegunaan rasio-rasio keuangan
dalam memprediksi perubahan laba”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
parsial LDR, QR, CAR, DR, ROA, ROE, NPM, GPM, dan ROOA berpengaruh positif
signifikan terhadap perubahan laba sedangkan CR, NWC, DER dan TIER berpengaruh
negatif signifikan pada perubahan laba.
Nugrahanti dan Daulay (2009) meneliti kemampuan rasio keuangan dalam
memprediksi perubahan laba masa yang akan datang pada emiten manufaktur di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Rasio keuangan yang digunakan sebagai variabel independen
adalah Current Assets to Current Liabilities (CACL), Net Worth and Total Liabilities to
Fixed Assets (NWTLFA), Gross Profit to Sales (GPS), Net Income to Sales (NIS), Quick
Assets to Inventory (QAI), Operating Income to Total Liabilities (OITL), Net Worth to
Sales (NWS), Total Liabilities to Total Assets (TLTA), Net Income to Net Worth (NINW),
Net Income to Total Liabilities (NITL), Net Worth to Total Liabilities (NWTL). Penelitian
ini menghasilkan kesimpulan bahwa dari 11 rasio yang digunakan hanya CACL dan
NWTL yang secara bersama-sama mampu berperan dalam memprediksi perubahan laba
dan juga secara individu berpengaruh signifikan dalam memprediksi perubahan laba
dimana CACL berpengaruh positif dan NWTL berpengaruh negatif.
Selanjutnya, Syamsudin dan Primayuta (2009) meneliti mengenai rasio keuangan
dan prediksi perubahan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Rasio
keuangan sebagai variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM) dan Total
Assets Turn Over (TATO). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa CR mempunyai
pengaruh negatif signifikan, TATO mempunyai pengaruh positif signifikan, DER
berpengaruh negatif namun tidak signifikan dan NPM berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap perubahan laba. Nilai koefisien beta menunjukkan bahwa variabel
TATO berpengaruh dominan terhadap perubahan laba.
Penelitian Salsiyah (2010) mengenai analisis pengaruh Working Capital To Total
Assets Ratio (WCTAR), Total Debt To Total Capital Assets (TDTCA), Total Assets Turn
Over (TATO), Gros Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM) terhadap
perubahan laba menunjukkan bahwa secara bersama-sama WCTAR, TDTCA, TATO,
GPM dan NPM berpengaruh terhadap perubahan laba. Secara parsial GPM dan NPM
berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba, TDTCA berpengaruh negatif
signifikan terhadap perubahan laba sedangkan WCTAR dan TATO berpengaruh positif
tapi tidak signifikan.
201
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Hasil penelitian Harningsih dan Supriyanto (2011) mengenai evaluasi pengaruh rasio-rasio
keuangan terhadap perubahan laba pada bank umum konvensional di Indonesia
menunjukkan secara parsial variabel yang mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap perubahan laba adalah ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM. TATO berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba. Sementara DER dan DR
mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba.
Nurmalasari (2011) meneliti mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Rasio keuangan sebagai variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quick Ratio (QR), Debt Ratio
(DR), Inventory Turn Over (ITO), Net Income to Sales (NIS), dan Gross Profit Margin
(GPM). Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara parsial hanya
NIS yang berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. QR berpengaruh positif,
DR berpengaruh negatif, ITO berpegaruh positif, dan GPM berpengaruh positif namun
keempat variabel bebas tersebut berpengaruh tidak signifikan.
Analisis rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan real
estate dan property di BEI dan Singapura (SGX) yang dilakukan Wibowo dan Pujiati
(2011 menghasilkan kesimpulan bahwa CR berpengaruh positif signifikan dan PM
berpengaruh negatif signifikan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan real
estate dan property di BEI sedangkan TATO dan PM berpengaruh positif signifikan dalam
memprediksi perubahan laba pada perusahaan real estate dan property di SGX.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun
kerangka pemikiran yang bertolak dari uraian bahwa Current Ratio (CR) merupakan salah
satu rasio pengukur likuiditas. CR dihitung dengan cara membagi aset lancar dengan
kewajiban lancar. Dengan meningkatnya CR perusahaan diharapkan makin mampu
melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimiliki perusahaan
sehingga perusahaan dapat fokus untuk meningkatkan penjualan. Peningkatan penjualan
diharapkan akan meningkatkan laba perusahaan, sehingga mendorong terjadinya
peningkatan perubahan laba.
Debt Ratio (DR) merupakan salah satu rasio pengukur solvabilitas. DR dihitung
dengan cara membagi total utang (liabilitas) dengan total aset. Rasio DR yang semakin
besar menunjukkan kewajiban perusahaan semakin tinggi, terutama dalam membayar
bunga, yang dapat berakibat makin rendah laba bersih perusahaan. Makin rendahnya laba
bersih menyebabkan perubahan laba perusahaan akan menurun.
Total Asset Turn Over (TATO) merupakan salah satu rasio pengukur aktivitas
perusahaan. TATO mengukur perputaran dari seluruh aset perusahaan. Rasio ini diukur
dengan membagi penjualan dengan total aset. Semakin tinggi TATO yang dihasilkan
menunjukkan perusahaan menghasilkan cukup banyak volume bisnis sehingga perusahaan
dapat meningkatkan nilai penjualan. Nilai penjualan yang makin tinggi berpotensi
menghasilkan laba bersih yang semakin tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan
perubahan laba perusahaan.
Return on Equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitabilitas. ROE mengukur
tingkat pengembalian atas ekuitas pemegang saham. Makin tinggi ROE menunjukkan
bahwa tiap rupiah ekuitas pemegang saham makin tinggi dalam menghasilkan laba bersih.
202
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Laba bersih yang meningkat akan menyebabkan perubahan laba perusahaan juga
meningkat.
Price/Earning Ratio (PER) merupakan salah satu rasio pasar. PER menunjukkan
berapa banyak jumlah uang yang rela dikeluarkan oleh para investor untuk membayar
setiap rupiah laba yang dilaporkan. PER yang tinggi menunjukkan perusahaan memiliki
prospek pertumbuhan yang kuat. Perusahaan yang tumbuh biasanya makin tinggi nilai
penjualannya dan diharapkan makin tinggi laba yang dihasilkan. Makin tinggi laba yang
dihasilkan diduga menyebabkan perubahan laba juga makin meningkat. Kerangka berpikir
di atas diwujudkan sebagai Gambar 1.
CR
DR
Rasio Keuangan
TATO
Perubahan Laba
ROE
PER
Gambar 1. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan Laba
Hipotesis
H1: Diduga rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini (CR, DR, TATO,
ROE dan PER) secara bersama-sama berpengaruh terhadap perubahan laba pada
sektor telekomunikasi.
H2: Diduga Current Ratio (CR) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
perubahan laba.
H3: Diduga Debt Ratio (DR) mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap perubahan
laba.
H4: Diduga Total Asset Turn Over (TATO) mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap perubahan laba.
H5: Diduga Return on Equity (ROE) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
perubahan laba.
H6: Diduga Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
perubahan laba.
METODE
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan dalam bentuk
skala rasio. Data bersumber dari laporan keuangan kuartal perusahaan. Laporan keuangan
diperoleh dari BEI melalui situs www.idx.co.id.
203
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI
pada tahun 2012. Jumlah perusahaan telekomunikasi di BEI ada enam perusahaan yaitu
PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk
(FREN), PT Inovisi Infracom Tbk (INVS), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Berdasarkan purposive sampling diperoleh empat (4) perusahaan sebagai sampel
penelitian. Kriteria perusahaan untuk dipilih menjadi sampel adalah: 1)Perusahaan
telekomunikasi terdaftar di BEI selama periode penelitian (tahun 2010 sampai dengan
2011), 2) Laporan keuangan selama kurun waktu penelitian tersedia, dan 3) Perusahaan
menghasilkan laba positif sebelum pajak selama periode penelitian. Keempat perusahaan
yang memenuhi kriterian yang ditetapkan adalah EXCL, INVS, ISAT, dan TLKM.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan laba yang
diukur dengan formula sebagai berikut:
Yit =
..........................................................................
(1)
Dimana: Yit = perubahan laba pada periode t; Yit = laba perusahaan i pada periode t; Yit1 = laba perusahaan i pada periode t-1
Laba dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak. Penggunaan laba sebelum pajak
sebagai indikator perubahan laba dimaksudkan untuk menghindari pengaruh penggunaan
tarif pajak yang berbeda antar periode yang dianalisis (Syamsudin dan Primayuta, 2008).
Selanjutnya, variabel
independen yang digunakan dalam penelitian berikut
pengukurannya adalah:
CR =
........................................................................
(2)
DR =
..................................................................................
(3)
TATO =
.................................................................................
(4)
ROE =
.......
(5)
PER =
........................................................
(6)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menggunakan metode regresi linier berganda (Model-1), untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dihasilkan nilai koefisien determinasi, koefisien
regresi dan nilai Uji F dan uji t sebagaimana disajikan pada Tabel-1.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yaitu R Square
dan Adjusted R Square masing-masing sebesar 55,5% dan 46,9%. Dikarenakan variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu variabel maka yang
digunakan adalah Adjusted R Square dengan nilai sebesar 46,9 %. Nilai ini menunjukkan
bahwa kemampuan variabel independen menjelaskan keragaman variabel dependen adalah
204
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
sebesar 46,9%. Selebihnya (53,1%) dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan
dalam model penelitian ini.
Tabel 1. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t Model-1
Variable
Coefficient
Constant (C)
CR
DR
TATO
0.473
0.504
0.400
-3.077
0.577
0.092 *
0.676
0.002 ***
ROE
PER
7.000
-0.005
0.003 ***
0.109
R-squared
Adjusted R-squared
F-statistic
F-sig.
t-sig.
0.555
0.469
6.473
0.000 ***
Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1%
*) Signifikan pada tingkat 10%
Sumber: data diolah penulis
Nilai F hitung 6,473 signifikan pada 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada
tingkat signifikansi α=1%. Dengan demikian menggunakan Model-1, secara bersamasama variabel independen mempengaruhi perubahan laba. Berdasarkan data pada Tabel-1
dapat ditulis persamaan regresi linier Model-1 sebagai berikut:
Perubahan Laba = 0,473 + 0,504 CR + 0,400 DR – 3,077 TATO + 7,000 ROE – 0,005
PER ....... (1)
Konstanta bernilai 0,473 namun angka konstanta ini tidak signifikan karena nilai
signifikansinya lebih besar dari tingkat signifikansi 10%. Koefisien CR 0,504 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,092 (signifikan pada α = 10%). Makna angka koefisien tersebut
adalah jika CR naik sebesar 1%, maka perubahan laba akan meningkat sebesar 0,504%.
Berarti likuiditas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba.
Koefisien DR adalah 0,400 namun nilai signifikansinya 0,676 (lebih besar dari
α=10%). Berarti DR berpengaruh positif namun tidak signifikan. TATO memiliki
koefisien -3,077 dengan nilai signifikan sebesar 0,002 (signifikan pada α = 1%). Berarti
tiap kenaikan TATO sebesar 1 % akan menurunkan perubahan laba sebesar 3,077%.
Koefisien ROE 7,000 dan signifkan pada α = 1%). Hal ini berarti tiap kenaikan 1 satuan
ROE, perubahan laba meningkat sebesar 7 satuan. PER dalam hasil regresi mempunyai
koefisien sebesar -0,005 namun pengaruhnya tidak signifikan.
Hasil pengujian pada persamaan regresi model 1 menunjukkan variabel DR (rasio
solvabilitas) berpengaruh tidak signifikan, ceteris paribus. Menggunakan regresi linier
sederhana dicoba dianalisis pengaruh DR terhadap perubahan laba.
205
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada Tabel 2 menunjukkan pengaruh DR terhadap
perubahan laba tetap tidak signifikan. Oleh karena itu disusun persamaan model-2 , tanpa
mengikutsertakan variabel DR.
Tabel 2. Uji t Variabel DR Terhadap Perubahan Laba
Variable
Constant (C)
DR
Coefficient
1.199
-1.137
t-sig.
0.006***
0.160
Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1%
Sumber: data diolah penulis
Model-2 digunakan untuk menguji apakah CR, TATO, ROE, dan PER secara bersamasama dan parsial merupakan model yang lebih baik untuk memprediksi perubahan laba.
Hasil pengolahan data atas Model-2 dirangkum pada Tabel-3.
Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t Model-2
Variable
Coefficient
t-sig.
Constant (C)
CR
TATO
0.793
0.430
-3.071
0.033 **
0.066 *
0.001 ***
ROE
PER
R-squared
Adjusted R-squared
F-statistic
F-sig.
6.652
-0.005
0.551
0.485
8.299
0.000 ***
0.002 ***
0.035 **
Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1%
**) Signifikan pada tingkat 5%
*) Signifikan pada tingkat 10%
Sumber: data diolah penulis
Tabel 3 menunjukkan R Square pada Model-2 adalah 55,1 %. Meskipun nilai ini sedikit
lebih kecil daripada Model-1 (yaitu 55,5%) namun nilai Adjusted R Square-nya meningkat
menjadi 48,5% (lebih baik daripada Adjusted R square model-1 yang bernilai 46,9%).
Dengan kata lain, Model-2 lebih baik dalam menjelaskan pengaruh variabel independen
terhadap perubahan laba. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa keempat variabel
independen yaitu CR, TATO, ROE dan PER secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap perubahan laba. Nilai F hitung 8,299 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000
(lebih kecil dari tingkat signifikansi 1%).
Selanjutnya dapat ditulis persamaan regresi linier model-2 sebagai berikut:
Perubahan Laba = 0,793 + 0,430 CR – 3,071 TATO + 6,652 ROE – 0,005 PER ........ (2)
206
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Konstanta dalam hasil regresi sebesar 0,793 signifikan pada α = 5%. Artinya jika variabel
CR, TATO, ROE dan PER bernilai nol, maka rata-rata perubahan laba pada sektor
telekomunikasi sebesar 0,793%. Variabel CR mempunyai koefisien sebesar 0,430 dengan
signifikansi sebesar 0,066 (signifikan pada tingkat signifikansi 10%). Berarti tiap kenaikan
CR sebesar 1%, ceteris paribus, akan meningkatkan perubahan laba sebesar 0,430%.
Koefisien regresi TATO bernilai -3,071 dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi
1%. Hal ini berarti bahwa tiap kenaikan TATO sebesar 1%, akan menurunkan perubahan
laba sebesar 3,071%. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan di bagian
terdahulu. Koefisien regresi ROE sebesar 6,652 dengan signifikan sebesar 0,002. Artinya,
ROE berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Setiap kenaikan ROE sebesar 1%,
perubahan laba akan meningkat sebesar 6,652%, ceteris paribus.
PER mempunyai koefisien sebesar -0,005 dengan nilai signifikansinya sebesar 0,035
(signifikan pada α = 5%). Berarti PER berpengaruh negatif terhadap perubahan laba. Tiap
peningkatan satu satuan PER, perubahan laba turun sebesar 0,005 satuan, ceteris paribus.
Memperhatikan hasil regresi Model-2 dapat disimpulkan bahwa CR mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Kemampuan perusahaanperusahaan di sektor telekomunikasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
menunjukkan kemampuan operasional perusahaan baik. Biaya-biaya operasional yang
umumnya merupakan kewajiban jangka pendek (terutama kepada para supplier) dapat
segera dilunasi sehingga tidak mengganggu cash flow perusahaan. Apabila kewajiban
terhadap para kreditor jangka pendek dapat dilunasi pada waktunya maka perusahaan tidak
mengalami kesulitan di dalam menjalankan aktivitas penjualan. Aktivitas penjualan yang
terpelihara akan meningkatkan kepercayaan dari para kreditor. Perusahaan pun mampu
memenuhi permintaan pelanggan sehingga perusahaan dapat meningkatkan penjualan
sesuai dengan margin yang telah ditetapkan dan akhirnya perusahaan dapat meningkatkan
laba perusahaan sehingga perubahan laba pun akan meningkat. Hasil penelitian ini
berbeda dengan Nurmalasari (2011), yang menemukan pengaruh likuiditas tidak
signifikan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Nurmalasari menggunakan Quick Ratio sebagai ukuran likuiditas. Hasil penelitian ini juga
tidak sejalan dengan hasil penelitian Syamsudin dan Primayuta (2009) yang menemukan
CR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prediksi perubahan laba perusahaan
manufaktur di BEI.
TATO mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba yang berarti
peningkatan TATO menurunkan perubahan laba. Nilai penjualan setiap kuartal memang
meningkat namun dari laporan laba rugi diketahui bahwa peningkatan penjualan ini juga
diikuti dengan peningkatan beban usaha dan beban lain-lain. Saat ini biaya-biaya seperti
biaya iklan meningkat cukup tajam akibat persaingan bisnis yang cukup ketat. Akibatnya
terjadi penambahan biaya operasi yang cukup signifikan dan menyebabkan berkurangnya
laba perusahaan. Berkurangnya laba tersebut mengakibatkan perubahan laba pun negatif.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Syamsudin dan Primayuta (2009) yang
menunjukkan TATO berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba
perusahaan manufaktur.
ROE mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba yang mempunyai
arti bahwa peningkatan ROE akan meningkatkan perubahan laba. ROE pada penelitian ini
merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya. Pengaruh ROE yang positif ini
207
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
menunjukkan bahwa jika ROE meningkat, perubahan laba meningkat. ROE yang tinggi
juga menunjukkan perusahaan mampu menggunakan modal sendiri yang ada di dalam
perusahaan untuk menghasilkan laba bersih relatif tinggi dan terus meningkat dari waktu
ke waktu sehingga menghasilkan perubahan laba yang meningkat. ROE yang tinggi
menunjukkan profit margin, total assets turn over, dan equity multiplier perusahaan
telekomukasi di BEI relatif baik. Kalaupun perusahaan kurang mampu menghasilkan laba
bersih atas penjualannya (akibat tingginya biaya operasi) namun total assets turn over, dan
equity multiplier-nya baik. Tanpa penambahan ekuitas baru, aset dapat ditingkatkan dan
dibiayai melalui hutang. Aset yang meningkat tanpa diikuti peningkatan ekuitas baru,
menyebabkan equity multiplier meningkat. Pengaruh positif ROE terhadap perubahan laba
pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Andriyani (2008) serta Harningsih dan
Spriyanto (2011).
PER mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba. Berarti
peningkatan PER akan menurunkan perubahan laba. Hal ini kemungkinan terjadi karena
saham sektor telekomunikasi masih terus diminati investor, sehingga harganya terus
meningkat. Jika dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaan, harga
tersebut jauh lebih. Namun demikian kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
menurun akibat tingginya persaingan di sektor ini yang berakibat perubahan laba negatif.
PENUTUP
Menggunakan Model-1 diketahui bahwa penggunaan lima variabel bebas yaitu CR, DR,
TATO, ROE, dan PER secara bersama-sama mempengaruhi perubahan laba. Dikarenakan
ditemukan pengaruh DR tidak signifikan, dicoba disusun model-2 (tanpa memasukkan
variabel DR).
Hasil uji Model-2 menunjukkan keempat variabel bebas secara bersama-sama
mempengaruhi perubahan laba. Secara parsial keempat variabel bebas berpengaruh
signifikan. CR dan ROE berpengaruh positif, sedangkan TATO dan PER berpengaruh
negatif. Pengaruh terbesar terhadap perubahan laba disebabkan oleh profitabilitas
perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, yang pada penelitian
ini diukur dengan ROE. ROE yang tinggi kemungkinan bukan disebabkan karena
tingginya kemampuan menghasilkan laba bersih atas penjualannya, namun karena total
assets turn over dan equity multiplier yang tinggi.
Bagi investor, perlu diperhatikan rasio TATO dan PER karena kedua variabel ini
berpengaruh negatif terhadap perubahan laba. Selain tiu, harga saham yang sangat tinggi
dapat mengakibatkan rasio PER sangat tinggi. Investor perlu memahami bahwa harga
saham yang terlalu tinggi (overvalue) akan bergerak turun jika sudah melewati nilai
maksimumnya. Turunnya harga saham akan merupakan capital loss bagi investor.
Jika investor menginginkan peningkatan laba (terjadi perubahan laba positif) maka
investor perlu memperhatikan CR (likuiditas) dan ROE (profitabilitas) perusahaan,
terutama ROE. Jika likuiditas dan profitabilitas perusahaan meningkat maka perubahan
laba juga meningkat.
Bagi emiten di sektor telekomunikasi, perusahaan perlu mengelola akun-akun yang terkait
dengan variabel CR dan ROE karena kedua variabel ini berpengaruh positif terhadap
perubahan laba. Perusahaan perlu meningkatkan aset lancarnya, misalnya melalui
208
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
pengelolaan piutang perusahaan agar piutang dapat diubah menjadi kas dengan cepat.
ROE juga berpengaruh positif. Agar ROE semakin besar, bisa dilakukan dengan
mempertahankan ekuitas yang ada di perusahaan (mengelola modal yang dimiliki
perusahaan dengan baik)..
Pengaruh TATO dan PER yang negatif dan signifikan menunjukkan emiten perlu
melakukan usaha-usaha perbaikan terhadap akun-akun yang berkaitan dengan kedua
variabel tersebut. Jika perusahaan meningkatkan asetnya, maka nilai aset yang makin
tinggi tersebut harus diikuti kemampuan menghasilkan nilai penjualan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan peningkatan nilai aset. Strategi pemasaran produk perusahaan perlu
terus ditingkatkan dan diperbaiki di era yang semakin bersaing ini.
Penelitian ini menunjukkan kenaikan PER justru menurunkan perubahan laba,
berarti emiten di sektor ini perlu menurunkan PER agar penurunan PER berakibat
menaikkan perubahan laba. Untuk menurunkan PER, perusahaan harus mampu
menghasilkan laba bersih per lembar saham (EPS) yang jauh lebih tinggi daripada harga
saham. EPS dapat ditingkatkan dengan meningkatkan laba bersih atau dengan mengurangi
jumlah saham beredar.
Penelitian ini memiliki keterbatasan data sehingga belum bisa menggambarkan
secara maksimal kondisi sektor telekomunikasi di Indonesia. Pada penelitian yang akan
datang dapat dilakukan pengujian kembali atas permasalahan yang sama pada periode
penelitian yang lebih panjang dan atau terhadap perusahaan telekomunikasi yang lebih
banyak. Selain itu dapat digunakan rasio lain sebagai pengukur likuiditas, solvabilitas,
aktivitas, profitabilitas, juga rasio pasar.
Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi perubahan laba adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam perusahaan. Di masa yang akan datang dapat ditambahkan faktor
di luar perusahaan, seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah,
serta kondisi politik ekonomi negara.
DAFTAR RUJUAKAN
Andriyani, Lusiana Noor. (2008). Analisis Kegunaan Rasio-Rasio Keuangan Dalam
Memprediksi Perubahan Laba. Thesis yang dipublikasikan. Program Studi Magister
Akuntansi Universitas Diponegoro
Ariyanti, Lilis Erna. (2010). Analis Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, ROA dan
Kualitas Aktiva Produktif terhadap Perubahan Laba pada Bank Umum di Indonesia.
Thesis yang dipublikasikan. Semarang: Universitas Diponegoro
Bakrie Telecom. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakrie_Telecom. Diunduh tgl 30 Juli 2012
Brigham, Eugene F., dan Houston, Joel F. (2006). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Ecky. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air. www.beritadaerah.com.
3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012
Harningsih dan Supriyanto, Raden. (2011). Evaluasi Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan
terhadap Perubahan Laba pada Bank Umum Konvensional di Indonesia. Jurnal
Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma
209
Hutabarat 198 - 210
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Mautz, R David and Angell, Robert J. (2006). Understanding the Basics of Financial
Statement Analysis. Commercial Lending Review. Volume 21-Edisi 5.
www.proquest.com/pqdweb
Munawir, S. (2004). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Nugrahanti, Trinandari Prasetya dan Yusdi (2009). Kemampuan Rasio Keuangan Dalam
Memprediksi Perubahan Laba Masa yang Akan Datang Pada Emiten Manufaktur di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Akuntabilitas. Universitas Muhammadiyah
Prof.Dr. Hamka
Nurmalasari, Tika. (2011). Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal.
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Pindo, Simon. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air.
www.beritadaerah.com. 3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012
Ross, Stephen A; Randolp W. Westerfiel, dan Bradford D. Jordan. Essentials of Corporate
Finance. 7th Edition. McGraw Hill. Amerika Serikat.
Salsiyah, Sri Marhaeni. (2010). Analisis Pengaruh Working Capital to Totals Assets Ratio,
Total Debt to Total Capital Assets, Total Assets Turnover, Gross Profit Margin dan
Net Profit Margin Terhadap Perubahan Laba. Jurnal Administrasi Bisnis. Bisnis
ISSN 1411: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang
Sembiring, Tifatul. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air.
www.beritadaerah.com. 3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012
Smartfren. http://id.wikipedia.org/wiki/Smartfren. Diunduh tgl 30 Juli 2012
Subramanyam, K.R., dan Wild, John J., (2010). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta :
Penerbit Salemba Empat
Syamsudin dan Primayuta, Ceky. (2009). Rasio Keuangan dan Prediksi Perubahan Laba
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Benefit Jurnal
Manajemen dan Bisnis, Volume 13, Nomor 1, Juni 2009, hlm. 61-69.
Telkom.
(2009).
Tinjauan
Industri
Telekomunikasi
di
Indonesia.
www.telkom.co.id/UHI/assets/pdf/ID/03_Tinjauan Industri.pdf. Diunduh tgl 12
Agustus 2012
Wibowo, Hendra Agus dan Pujiati, Diyah. (2011). Analisis Rasio Keuangan Dalam
Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dan Singapura (SGX). The Indonesian Accounting Review
Volume 1, (2), July 2011, pages 155 – 178. STIE Perbanas Surabaya
Wijayati, Indriati., Aryani, Y. Anni., dan Setiawan, Doddy. (2005). Kemampuan Informasi
Keuangan Memprediksi Perubahan Laba. Jurnal Ekonomi. Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
210
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH KUALITAS PRODUK, KETERSEDIAAN PRODUK DAN GAYA
HIDUP TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK LULUR MANDI
SUMBER AYU DI JAKARTA
Charles Victor B. Saragih
PT Sumber Ayu Jakarta
Email: [email protected]
Abstract: This study aims to analyze the effect of product quality, product availability
and lifestyle on purchase decision. Sumber Ayu Body Scrub was taken as a case study.
This research is descriptive quantitative in nature. Both primary and secondary data
were employed. Secondary data were taken from various sources such as journals and
books. Primary data were taken using questionnaire. A total sample of 100 were
obtained. The result shows that purchase decision was influenced by product quality,
product availability and life style. The identical result found by previous researchers.
Life style was found dominant variabel toward purchase decision.
Keywords: Product Quality, Stock Availability, Life Style, Purchase Decision
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas produk,
ketersediaan produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian. Sumber Ayu Lulur
diambil sebagai studi kasus. Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif di alam. Kedua
data primer dan sekunder yang bekerja. Data sekunder diambil dari berbagai sumber
seperti jurnal dan buku. Data primer diambil dengan menggunakan kuesioner. Sampel
total 100 diperoleh. Hasilnya menunjukkan bahwa keputusan pembelian dipengaruhi
oleh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup. Hasil identik ditemukan oleh
peneliti sebelumnya. Gaya hidup ditemukan variabel dominan terhadap keputusan
pembelian.
Kata kunci: Kualitas Produk, Ketersediaan Stok, Gaya Hidup, Keputusan Pembelian
PENDAHULUAN
Pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (GDP) di Asia Tenggara mengalami kenaikkan
sebesar 170% pada satu dekade terakhir. Hal ini disumbangkan dari 10 negara yang
tergabung di ASEAN yaitu Brunei, Birma, Kambodia, Laos, Malaysia, Filipina, Thailan,
Singapura, Vietnam serta Indonesia. Indonesia dan Thailand mempunyai posisi yang
sangat kuat di dalam menarik minat dari para investor oleh karena menurut Global Risk
Index kedua negara tersebut mempunyai penurunan terendah (Munro, 2012). Indonesia
juga memperoleh perhatian khusus dari para investor dari Amerika Serikat karena terdapat
perkembangan kestabilan politik sehingga Amerika Serikat menekankan bahwa Indonesa
muncul sebagai tujuan investasi. Indonesia merupakan negara yang sangat berpengaruh
dalam kegiatan bekerja sama antar negara di ASEAN, G-20 dan APEC (Feldman, 2012).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012 tumbuh cukup baik yaitu sebesar
6,23%. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut pengeluaran konsumsi rumah tangga juga
211
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
naik sebesar 0,59%, hal tersebut tentunya dipengaruhi juga oleh peningkatan pendapatan
rumah tangga (Biro Pusat Statistik, 2013).
Seiring dengan peningkatan konsumsi rumah tangga dan peningkatan pendapatan
rumah tangga maka perkembangan industri kosmetik Indonesia juga mengalami
peningkatan. Pada tahun 2012 penjualan nasional produk kosmetik mencapai Rp. 9,76
triliun dengan peningkatan sejumlah 14% dari sebelumnya Rp. 8,5 triliun pada tahun
2011. Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia memperkirakan tahun 2013 dapat
tumbuh hingga Rp. 11,22 triliun atau naik 15% dibandingkan tahun 2012. Pertumbuhan
industri tersebut dipengaruhi oleh adanya permintaan dari konsumen khususnya
masyarakat kelas menengah (Kementerian Perindustrian RI, 2012).
Jenis-jenis kosmetik terdiri dari 20 tipe kosmetik. Salah satunya adalah kosmetika
yang digunakan sebagai persiapan mandi yang disebut sebagai Sediaan Mandi. Sediaan
Mandi terdiri dari 3 kategori: Sediaan Mandi, Sediaan Bayi dan Sediaan Perawatan Kulit.
Khusus pada kategori Sediaan Perawatan Kulit terdapat sub-kategori yaitu lulur (Badan
POM RI, 2010). Perkembangan lulur di Indonesia juga mengalami peningkatan seiring
dengan tren peningkatan industri kosmetik, hal ini dapat diamati dengan mulai banyaknya
pemain pasar yang memproduksi lulur. Namun demikian peningkatan penjualan dan minat
beli lulur di industri tidak terjadi pada merek Sumber Ayu. Berdasarkan data penjualan
dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 telah terjadi penurunan penjualan sebesar 23%
pada tahun 2011 dan 18% pada tahun 2012 jika dilakukan perbandingan terhadap tahun
2010.
Apabila dilihat dari kualitas produk maka Sumber Ayu merupakan sebuah produk
yang berkualitas apabila dibandingkan dengan pesaing. Telah diadakan sebuah blind test
oleh sebuah institusi riset dan hasilnya adalah produk Sumber Ayu mempunyai kualitas
yang baik. Manfaat yang telah teruji adalah antara lain: dapat mengangkat kotoran dan sel
kulit mati, membuat kulit tampak cerah dan terawat, menjaga kelembaban kulit, dapat
melindungi kulit dari radikal bebas serta memberikan relaksasi dan kesegaran pada kulit.
Berdasarkan pertemuan dengan manajemen maka didapatkan kesimpulan bahwa diduga
terdapat permasalahan kualitas produk lulur mandi Sumber Ayu sehingga mempengaruhi
penurunan keputusan pembelian oleh konsumen seperti misalnya bentuk dan desain
kemasan yang lama serta ragam produk yang terbatas.
Berdasarkan data perusahaan mengenai distribusi produk lulur Sumber Ayu maka
dapat diidentifikasi bahwa distribusi produk lulur di wilayah Jakarta telah dilakukan cukup
merata. Produk lulur Sumber Ayu dapat dengan mudah diperoleh pada pasar tradisional
maupun pasar modern. Distribusi produk didukung dengan 5 distributor untuk pasar
tradisional dan modern yang melayani kurang lebih 2.000 toko di wilayah Jakarta. Namun
demikian ada beberapa kekurangan yang belum dilakukan seperti dukungan keberadaan
pramuniaga yang kurang serta belum ada penerapan register outlet untuk mendukung
distribusi produk. Para pelanggan tidak melakukan keputusan pembelian produk lulur oleh
karena kadang kala produk tersebut tidak dijumpai di pasaran. Berdasarkan pertemuan
dengan manajemen Wipro Unza maka diduga terjadi masalah pada ketersediaan barang di
toko, hal ini berdasarkan laporan dari Sales Promotion Girl yang telah ditempatkan oleh
perusahaan di toko-toko yang menginformasikan bahwa telah terjadi kekosongan barang
pada saat konsumen akan membli produk lulur mandi Sumber Ayu sehingga konsumen
tidak jadi mengambil keputusan pembelian.
212
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Sebuah riset telah dilakukan oleh Yanqun He di China pada tahun 2010 mengenai
pengaruh gaya hidup terhadap konsumsi kosmetik. Konsep sebuah gaya hidup dapat
mendeskripsikan keinginan dan kebutuhan (He dan Deqiang, 2009). Hasil dari riset
tersebut adalah antara lain konsumen melakukan keputusan pembelian sebuah produk
sesuai dengan gaya hidup yang sekarang maupun gaya hidup yang akan datang. Riset lain
yang pernah dilakukan oleh Kenneth A Hunt pada tahun 2011 menyatakan bahwa persepsi
konsumer terhadap pembelian kosmetik adalah untuk tampil lebih menarik. Sudah
menjadi hal yang umum bagi para wanita untuk mempercantik diri. Konsumen wanita di
Indonesia juga mempunyai konsep yang sama dimana berdasarkan wawancara telah
diketahui bahwa secara umum wanita menginginkan kulit yang lebih halus seperti putri
keraton yang menggunakan sabun lulur mandi. Berdasarkan pertemuan dengan
manajemen perusahaan maka diduga bahwa terdapat konsumen produk lulur mandi
Sumber Ayu dengan gaya hidup tertentu seperti gaya hidup moderen yang selalu membeli
produk tersebut. Sebuah kendala yang terjadi berdasarkan pertemuan tersebut adalah gaya
hidup wanita di kota Jakarta menginginkan perawatan kulit yang lebih praktis dan cepat
sedangkan penggunaan lulur mandi akan membutuhkan waktu dan kurang praktis. Baik
pelanggan maupun bukan pelanggan tidak melakukan keputusan pembelian oleh karena
beberapa hal diatas.
Dapat diketahui bahwa pada saat konsumen melihat produk lulur mandi sumber Ayu
di toko-toko maka konsumen melakukan perbandingan dengan produk lain. Namun pada
saat konsumen mengambil keputusan pembelian yang terjadi adalah konsumen tersebut
mengambil produk lain dan bukan poduk Sumber Ayu. Dengan demikian maka
manajemen Wipro Unza menduga bahwa terjadi permasalahan pada saat konsumen
mengambil keputusan pembelian terhadap produk lulur mandi Sumber Ayu.
Kualitas Produk. Kepuasan pelanggan akan sangat bergantung kepada kualitas sebuah
produk atau jasa. Kualitas menurut beberapa pakar dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang “nyaman untuk digunakan”, “sesuai dengan kebutuhan”. Menurut American Society
definisi kualitas adalah fasilitas yang lengkap dan karakteristik produk atau jasa yang
mampu menampung kepuasan yang dibutuhkan. Apabila sebuah produk atau jasa dapat
memberikan kualitas sesuai bahkan lebih baik dari harapan konsumen maka produk atau
jasa tersebut dapat dikatakan berkualitas baik. Sebuah perusahaan yang seringkali dapat
memuaskan pelanggannya dapat dikatakan sebagai perusahaan yang mempunyai kualitas.
Kualitas produk merupakan salah sebuah kunci untuk meningkatkan nilai sebuah produk
dan memenuhi kepuasan pelanggan (Kotler, 2012:153).
Konsumen mempertimbangkan sebuah produk mempunyai kualitas tinggi apabila
produk tersebut: Reliable: dapat dipercaya, Durable: tahan lama dan Easy to maintain:
mudah akan perawatan. Dalam hubungan bisnis, karakter sebuah produk mempunyai
kualitas tinggi apabila produk tersebut: Technical suitability: terdapat kesamaan dalam hal
teknis, Ease of repair: biaya perbaikan rendah dan Company reputation: reputasi
perusahaan baik.
Peningkatan kualitas sebuah produk akan mempengaruhi harga produk tersebut.
Secara umum produk tersebut akan lebih mahal, hal ini menjadi sebuah pertimbangan bagi
para pelaku pemasaran untuk melakukan perencanaan dengan cermat (Pride dan Ferrell,
2010:317). Kualitas produk, kepuasan pelanggan dan keuntungan perusahaan mempunyai
213
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
keterhubungan yang sangat erat. Semakin tinggi kualitas sebuah produk maka akan
semakin tinggi kepuasan yang didapatkan oleh konsumen, hal ini akan akan memberikan
dukungan terhadap tingginya harga sebuah produk dan rendahnya biaya. Terdapat korelasi
tinggi antara kualitas produk, keputusan pembelian dan keuntungan penjualan perusahaan
(Kotler, 2012:153).
Kualitas akan memberikan pengaruh langsung terhadap kinerja sebuah produk,
sehingga kualitas sangat dekat dengan nilai dan kepuasan pelanggan. “ Bebas dari cacat
produk” merupakan sebuah pandangan sederhana mengenai kualitas sebuah produk
namun banyak perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan berusaha untuk
memproduksi sebuah produk yang lebih dari pandangan tersebut. Sebuah definisi yang
ditetapkan oleh Siemens mengenai kualitas adalah sebuah produk berkualitas apabila
pelanggan kembali untuk melakukan pembelian namun produknya tidak kembali untuk
perbaikan. Total Quality Management (TQM) merupakan sebuah pendekatan dimana
banyak perusahaan yang terlibat secara konsisten mengembangkan kualitas sebuah
produk, jasa dan proses bisnis.
Banyak merek produk berusaha keras untuk memproduksi barang mewah dimana
karakter produk atau jasa mempunyai kualitas yang sangat tinggi, cita rasa tinggi dan
status “barang mahal” dengan harga yang cukup tinggi namun masih dalam jangkauan
daya beli konsumen. Beberapa merek produk telah berhasil memposisikan produknya
sebagai pemimpin pasar produk berkualitas yang mengkombinasikan antara kualitas,
kemewahan dan harga premium dengan konsumen yang loyal (Kotler dan Keller,
2006:459).
Meningkatnya harapan pelanggan akan kualitas produk dannilai pelanggan menjadi
prioritas bagi perusahaan dalam melakukan perencanaan strategi pemasaran. Ditingkat
global, perusahaan international berusaha untuk bekerja sama dengan perusahaan yang
sudah bersertifikasi seperti International Standards Organization (ISO). Kebutuhan
kualitas yang mengacu kepada ISO-9000 telah dikembangkan di Eropa namun mempunyai
pengaruh global. Kebutuhan sertifikasi menjadikan para pemasok untuk mengikuti
program tersebut dengan tujuan memiliki jaminan standar internasional. (Hutt dan Speh,
2013:169).
Dimensi Kualitas Produk. Kualitas produk memiliki dua dimensi yaitu mutu dan
konsistensi. Didalam pengembangan sebuah produk dapat ditentukan kualitas mutu dari
produk tersebut sehingga dapat mendukung positioning dari produk tersebut. Kualitas
produk juga berarti kinerja dari kualitas itu sendiri yaitu kemampuan produk tersebut
untuk menjalankan fungsinya denan baik. Perusahaan menetapkan kualitas mutusebuah
produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan kualitas mutu dari persaingan bisnis.
Kualitas yang tinggi juga berati kualitas yang konsisten. Sebuah produk tidak hanya
”bebas dari cacat produk” namun juga harus konsisten. Konsistensi di dalam menyediakan
kualitas terhadap produk yang dibeli oleh pelanggan maupun sesuai dengan yang
pelanggan harapkan (Kotler dan Amstrong, 2012: 254). Identitas sebuah produk yang
berkualitas harus memiliki nilai pembeda. Dimensi yang mungkin di dalam menentukan
kualitas sebuah produk berdasarkan nilai pembedanya adalah sebagai berikut (Kotler,
2012: 351):
214
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
1. Features, sebuah produk dapat dinilai kualitasnya berdasarkan daya tarik yang terdapat
pada produk tersebut. Daya tarik ini akan memberikan nilai tambah terhadap fungsi
dasar dari produks tersebut. Konsumen akan memperoleh keuntungan dari fungsi
tambahan sebuah produk.
2. Customization, sebuah produk dapat diproduksi sesuai selera pasar terentu dengan
demikian sebuah produk dapat didesain dengan fleksibel sesuai kebutuhan. Dengan
melakukan kustomisasi maka sebuah produk dapat memenuhi kebutuhan masingmasing pelanggan.
3. Performance quality, kualitas daya guna sebuah produk mempunyai tingkatan: rendah,
rata-rata, tinggi dan kualitas unggul. Kualitas daya guna sebuah produk menentukan
tingkatan karakteristik dari produk tersebut. Kualitas daya guna sangatlah penting oleh
karena menjadi faktor pembeda dengan produk lainnya. Dari waktu ke waktu kualitas
daya guna tersebut hendaklah terus dikembangkan.
4. Conformance quality, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi
yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Pelanggan
mengharapkan kualitas kesesuaian sebuah produk sama dengan produk yang identik dan
memenuhi standard yang ditawarkan. Sebuah produk dengan tingkat kesesuaian yang
rendah dapat mengecewakan pelanggannya.
5. Reliability, hal ini berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan
dalam kondisi tertentu pula. Pelanggan secara umum akan membayar lebih untuk
sebuah produk yang lebih reliabel.
6. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa
pakai barang dalam pemakaian normal maupun dalam kondisi ”tekanan”. Sebuah
produk dengan tingkat durabilitas baik maka produk tersebut tidak cepat menjadi
ketinggalan tren dengan cepat.
7. Repairability, berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan
keluhan yang ditujukan oleh pelanggan. Sebuah produk dengan pelayanan purna jual
yang baik akan mudah untuk diperbaiki. Dengan biaya yang rendah dan waktu yang
relatif cepat pelanggan dan memperbaiki kerusakan produk tersebut. Beberapa produk
bahkan dapat diperbaiki dengan bantuan jarak jauh melalui komunikasi dengan telepon.
8. Style, corak sebuah produk mendeskripsikan kesan dan pandangan pembelinya. Corak
sebuah produk juga menciptakan sebuah kekhususan yang tidak mudah untuk ditiru.
Pelanggan dapat membayar mahal sebuah produk oleh karena produk tersebut
mempunyai corak yang berbeda dengan produk sejenis.
Ketersediaan Produk. Proses manajemen rantai pasok dimulai sebelum proses pengiriman
fisik barang jadi dan arti dari manajemen rantai pasok adalah pengaturan strategi
pembelian (barang mentah, komponen pendukung dan perlengkapan kapial), proses
konversi barang jadi secara efisien dan pengiriman barang jadi tersebut kepada tujuan
akhir. Tujuan akhir manajemen rantai pasok adalah membantu perusahaan melakukan
identifikasi pemasok berkualitas dan pemasar/distributor serta meningkatkan produktivitas
dan menurunkan biaya (Kotler, 2012: 486).
Manajemen rantai pasok merupakan sebuah teknik untuk menghubungkan operasional
manufaktur dengan pihak penghubung serta konsumen untuk meningkatkan efisiensi dan
215
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
efektivitas. Tujuan utama dari strategi rantai pasok adalah untuk memperbaiki kecepatan,
ketepatan dan efisiensi produksi melalui kerjasama yang kuat dengan pemasok maupun
distributor. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh kebersamaan informasi,
kesatuan perencanaan, berbagai teknologi dan pembagian keuntungan bersama (Hutt dan
speh, 2013: 19).
Distribusi merupakan sebuah komponen dari bauran pemasaran yang fokus kepada
pengambilan keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi sebuah produk dapat tersedia
untuk konsumen. Ketersediaan barang akan menentukan kapan dan dimana konsumen
akan memutuskan untuk melakukan pembelian sebuah produk. Pemilihan jenis saluran
distribusi merupakan keputusan utama di dalam pengembangan strategi pemasaran.
Penentuan saluran distribusi dapat ditentukan berdasrkan intensitas cakupan dari produk
yang akan dijual. Jumlah dan jenis toko dalam suatu area sangat menentukan produk yang
akan dijual. Tentunya keputusan pemilihan saluran distribusi juga mempertimbangkan
karakteristik produk dan target pasarnya. Intensitas cakupanj pasar terdiri dari tiga level
(pride dan Ferrell , 2010: 400):
1. distribusi intensive, memanfaatkan semua jenis toko untuk melakukan penjualan
produk. Distribusi intensive sangat cocok untukproduk sseperti roti, minuman, koran,
kosmetik dan lain-lain. Jenis produk tersebut perputarannya sangat cepat, tidak
membutuhkan perawatan khusus dan harga menjadi hal yang sensitif. Bagi konsumen,
ketersediaan barang berarti produk tersebut tersedia di toko yang dekat dengan
konsumen, tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkannya di toko.
2. distribusi selektif, produk yang dipasarkan dengan cakupan distribusi selektif tidak
ditempatkan di semua jenis toko namun hanya toko-toko tertentu yang menjual produk
ini. Produk tersebut biasanya harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan produk
kebutuhan sehari-hari. Distribusi selektif mempunyai usaha lebih untuk produk yang
dijualnya seperti pelayanan konsumen.
3. distribusi eksklusif, jenis distribusi ini sanga cocok untuk menjual produk yang tidak
sering untuk dibeli oleh konsumen. Konsumen dapat membeli produk ini dalam jangka
waktu yang lama. Harga dari produk ini juga termasuk cukup mahal.
Dimensi Ketersediaan Produk. On-shelf Availability (OSA) merupakan ketersediaan
barang pada rak di toko. OSA merupakan kriteria bisnis yang penting pada pasar Fast
Moving Consumer Goods (FMCG) dan sektor ritel (Trautrims, 2009). OSA juga
merupakan hasil dari pelayanan pelanggan dari sebuah sistem rantai pasok yang baik
dimana dengan kata lain jika sebuah produk tidak tersedia di rak maka barang tersebut
tidak dapat dijual (Grant, 2006). Sebuah proses distribusi sangat mempengaruhi
kecukupan jumlah barang yang tersedia di dalam sebuah toko, waktu yang dibutuhkan
untuk mengirimkan barang dan menentukan kelengkapan ragam sebuah produk (Shipley
dan Colin, 1992: 44). Pelanggan akan memilih satu dari lima tindakan ketika menemukan
keadaan stok habis/ Out-of-Stock (OOS). Tindakan yang akan dilakukan adalah: (a)
mencari pengganti dengan ukuran yang berbeda dalam merek yang sama, (b) mencari
merek lain, (c) membeli di toko yang lain dengan merek yang sama, (d) menunda
pembelian dan (e) tidak jadi membeli sama sekali.
Setiap pilihan tindakan tersebut akan memberikan dampak langsung terhadap
penjualan dan keuntungan perusahaan, dengan demikian On-shelf Availability menjadi hal
216
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
yang sangat penting dengan memastikan bahwa sebuah produk mudah dicari dan mudah
dipilih pada aktivitas pembelian oleh pelanggan. Konsumen dengan kategori tertentu akan
beralih membeli sebuah produk dengan merek yang berbeda yaitu apabila barang tersebut
tidak berasosiasi secara personal. Namun apabila ada asosiasi personal maka konsumen
tetap tidak akan membeli merek lain. Konsumen dapat beralih membeli ke merek lain
untuk sebuah buku tulis/kertas, namun tidak demikian dengan produk pembersih kulit.
(Daniel dan Gruen, 2003).
Loyalitas terhadap sebuah toko menjadi sangat penting dan untuk meningkatkan
efisiensi proses logistik banyak perusahaan yang mempersingkat rantai pasok dari
distribusi terpusat menjadi distribusi primer dan sekunder yang terintegrasi sehingga dapat
menurunkan waktu tunggu pengiriman barang (Fernie dan Sparks, 2004). Ketersediaan
barang merupakan nilai pelayanan pelanggan yang mempunyai “nilai tukar” terhadap
biaya yang timbul untuk mengirimkan sebuah barang dan biaya yang berhubungan dengan
logistik (Trautrims, 2009).
Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pada saat
tidak menemukan sebuah produk di rak toko (Daniel dan Gruen, 2013): (a) biaya yang
ditimbulkan apabila tidak segera membeli barang tersebut; (b) biaya pengganti dengan
menggunakan produk yang bukan pilihan utama; (c) biaya transaksional yang ditimbulkan
atas waktu yang dibutuhkan untuk mencari barang dengan nominal yang tidak terlalu
mahal. Ketidak-tersediaan barang pada sebuah toko akan menimbulkan kepuasan
konsumen yang rendah dan menambahkan kecendurangan konsumen untuk pindah ke
toko lain. Pada toko-toko tertentu konsistensi ketersediaan barang pada rak juga dapat
diartikan sebagai faktor penentu sebuah kualiatas produk karena dengan tingkat OOS yang
tinggi maka konsumen akan mempertimbangkan produk tersebut kurang menarik (Daniel
dan Gruen, 2003). Dampak OSA yang konsisten mempunyai implikasi terhadap
konsumen. Hal tersebut juga akan mempengaruhi pilihan pembelian konsumen terhadap
produk tertentu.
Gaya Hidup. Gaya hidup mempunyai pengaruh yang kuat dalam berbagai aspek atas
proses keputusan pembelian pelanggan, bahkan sampai tahap evaluasi setelah pembelian
sebuah produk. Gaya hidup seseorang juga mempengaruhi kebutuhan produk konsumen,
preferensi merek, tipe media yang digunakan dan bagaimana dan dimana mereka
melakukan pembelian barang (Pride dan Ferrell, 2010:205).
Gaya hidup orang dewasa terutama orang dewasa yang belum menikah menganggap
supermarket adalah dapur mereka. Gaya hidup tersebut lebih memilih untuk tidak
menyimpan banyak makanan di rumah dan apabila mereka memerlukan sesuatu maka
akan membelinya di toko, hal ini menjadikan mereka sangat mudah untuk mengambil
keputusan dalam membeli sesuatu (Ritchie dan Gary, 2010:109). Variabel gaya hidup
konsumen merupakan faktor esensial dalam menentukan kategori kelompok gaya hidup di
China seperti kelompok pengambil resiko, kelompok petualang dan kelompok gaya hidup
tradisional. Gaya hidup kelompok masyarakat tradisional memberikan pengaruh kepada
penjualan buah-buahan segar yang diimport oleh negara China (Ping dan Lobo, 2012:50).
Gaya hidup merupakan pola unik di dalam kehidupan yang saling mempengaruhi
dan menentukan perilaku pembelian. Banyak produk di pasar sekarang adalah produk
yang mengacu kepada gaya hidup seseorang ataupun kelompok. Gaya hidup adalah pola
217
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
hidup individu yang diekspresikan melalui aktifitas, minat dan pandangan. Pola gaya
hidup termasuk bagaimana seorang pribadi menghabiskan waktunya, hubungan interaksi
dengan pribadi lain dan keadaan umum dalam menjalani kehidupan. Seseorang
menentukan gaya hidupnya sendiri dan berbeda dari orang lain namun pola hidup tersebut
juga dipengaruhi oleh kepribadian dan faktor demografi seperti umur, pendidikan,
penghasilan dan kelas sosial (Kotler, 2012: 157).
Segmentasi Gaya Hidup. Salah satu sistem klasifikasi berdasarkan pengukuran
psychographic adalah Strategic Business Insight’s (SBI) VALS.VALS merupakan
singkatan dari value dan lifestyle atau nilai dan gaya hidup. Dimensi utama dari
segmentasi VALS adalah motivasi konsumen (dimensi horisontal) dan sumber konsumen
(dimensi vertikal). Gaya hidup konsumen dapat dikategorikan dan diukur menjadi 8 grup,
yaitu (Kotler, 2012: 226): (1) innovators: sukses, bersemangat, aktif, mempunyai
kepercayaan dari yang baik; (2) thinkers: dewasa, mempunyai motivasi yang ideal,
berpengetahuan dan bertanggungjawab; (3) achievers: sukses, berorientasi kepada hasil
dan fokus terhadap karier dan keluarga. Menggunakan barang-barang mewah untuk
menunjukkan kesuksesannya; (4) experiencers: muda, antusias, pribadi yang impulsif
terhadap tantangan. Banyak melakukan pembelian untuk pakaian, hiburan dan sosialisasi.;
(5) beleivers: konservatif, konvensional dan individu yang patuh terhadap hal tradisional.
Loyal terhadap produk yang sudah stabil.; (6) strivers: bergaya dan periang. Senang
dengan produk yang trendy; (7) makers: praktis, rendah hati dan senang melakukan
banyak kegiatan dengan usaha sendiri; (8) survivors: dewasa, cenderung pasif dan sangat
peduli terhadap sebuah perubahan serta setia terhadap produk favorit.
Segmentasi psychographics seringkali dipengaruhi oleh budaya. Segmentasi amtara satu
negara dapat berbeda dengan negara lain, sebagai contoh di negara Inggris terdapat
segmentasi individu yang sangat ingin adanya perubahan. Indonesia sangat terkenal
dengan beragam budaya tradisionalnya. Gaya hidup yang terbentuk adalah gaya hidup
tradisional yang sangat menghormati adat istiadat masyarakat setempat. Gaya hidup
tersebut diterima dari orang yang lebih dewasa/berpengalaman dan kemudian diberikan
kepada keturunan selanjutnya.
Proses Keputusan Pembelian. Proses psikologis mempunyai peran yang sangat
penting dalam keputusan pembelian konsumen. Secara umum konsumen akan mengalami
lima tahapan proses sebelum melakukan pengambilan keputusan pembelian; pemahaman
masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif yang mungkin, pengambilan
keputusan pembelian dan perilaku setelah melakukan pembelian walaupun kadang kala
konsumen melewatkan beberapa tahap secara tidak sadar (Kotler, 2012: 116).
1. Problem recognition, dengan dorongan eksternal dan internal konsumen dapat
memahami masalah yang timbul. Melalui dorongan internal seorang individu
memerlukan kebutuhan pribadi seperti makan, minum dan sebagainya. Dorongan
eksternal juga dapat membangunkan sebuah kebutuhan seperti kebutuhan untuk
hiburan, kegiatan liburan dan sebagainya yang dilakukan oleh sahabatnya maupun
pengaruh iklan di televisi.
2. Information search, melalui diskusi dengan teman, membaca, mengakses internet dan
melihat sebuah produk di toko merupakan salah satu cara konsumen untuk
218
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
memperoleh informasi tentang produk yang akan dibeli. Sumber informasi secara
umum dapat dibagi menjadi empat grup: pribadi, iklan, media masa dan pengalaman.
3. Evaluation of alternatives, tidak ada proses tunggal yang digunakan oleh konsumen
pada situasi pembelian. Konsumen mengambil keputusan pembelian pada umumnya
didasari oleh hati nurani dan pertimbangan. Konsep dasar yang dilakukann oleh
konsumen adalah: berusaha untuk memenuhi kebutuahannya, mencari nilai keuntungan
yang mungkin dapat diperoleh dari produk tersebut, dan konsumen akan mencari
informasi apakah produk tersebut mempunyai fungsi seperti yang diharapkan.
4. Purchase decision, didalam melakukan keputusan pembelian, konsumen akan
mempertimbangkan beberapa hal: merek, penjual, jumlah, waktu pembelian dan
metode pembayaran. Keputusan pembelian konsumen juga dapat dipengaruhi oleh dua
hal yaitu tanggapan orang lain terhadap produk tersebut dan faktor situasi yang tidak
dapat diantisipasi. Pengaruh orang lain yang memberikan pendapat negatif terhadap
pemilihan alternatif konsumen dan motivasi konsumen untuk berperilaku sama dengan
orang yang memberikan pendapat negatif tersebut akan dapat mempengaruhi
keputusan pembelian.
5. Postpurchase behaviour, konsumen akan menilai kepuasan yang diperoleh dengan
membandingkan harapan dan kinerja produk yang telah dibelinya. Jika kinerja tidak
sesuai dengan harapan maka konsumen akan kecewa dan senang jika sebaliknya.
Perilaku Konsumen. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh
konsumen di dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan
sebuah produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana seorang individu dan keluarganya membuat
sebuah keputusan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha)
untuk mengkomsumsi produk yang relevan. Hal ini termasuk apa yang mereka beli,
kenapa mereka membeli, kapan mereka membelinya, dimana mereka membeli, seberapa
sering pembelian itu, seberapa sering mereka menggunakannya, evaluasi yang seperti apa
yang mereka lakukan setelah melakukan pembelian, implikasi dari hasil evaluasi terhadap
pembelian selanjutnya dan bagaimana mereka menghabiskannya (Schiffman dan Kanuk,
2010:23).
Perilaku konsumen merupakan sebuah pembelajaran tentang proses yang
mempengaruhi seorang individu atau kelompok di dalam memilih, membeli,
menggunakan, atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau sebuah pengalaman
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pemahaman yang baik tentang perilaku
konsumen adalah merupakan sebuah bisnis yang baik. Konsep pemasaran mengatakan
bahwa perusahaan tetap akan beroperasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Para
pelaku pemasaran hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumen jika mereka memahami
konsumen secara personal maupun kelompok yang akan menggunakan produk dan jasa
yang akan dijual (Solomon, 2011:35).
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka kerangka berfikir
yang menghubungkan variabel dalam melakukan penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
219
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Permasalahan
-Bentuk & desain produk kurang moderen
-Ragam produk terbatas
-Keberadaan pramuniaga kurang
-Tidak ada penerapan register outlet
-Lulur kurang praktis
-Lulur membutuhkan waktu
Strategi Pemasaran
-Kualitas Produk
-Ketersediaan
Produk
-Gaya Hidup
Apakah ada pengaruh
kualitas produk,
ketersediaan produk dan
gaya hidup terhadap
keputusan pembelian?
Analisa Data
-Regresi
-Uji F
-Uji T
Pengaruh kualitas
produk, ketersediaan
produk dan gaya hidup
terhadap keputusan
pembelian
Gambar 1. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka model kerangka pikir adalah:
Kualitas Produk (X1)
-Kotler, 2012
Ketersediaan (X2)
- Daniel dan Gruen, 2003
H1
H2
Keputusan Pembelian (Y)
Kotler, 2012
H3
Gaya Hidup (X3)
-Kotler, 2012
H4
Gambar 2. Pengaruh Kualitas Produk, Ketersediaan Produk dan Gaya Hidup terhadap
Keputusan Pembelian
Hipotesis
H1: Ada pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di
Jakarta
H2: Ada pengaruh ketersediaan produk terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu
di Jakarta
H3: Ada pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta
H4: Ada pengaruh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup secara
bersama-sama terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta
220
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
METODE
Jenis desain penelitian yang akan dilakukan adalah survei dengan model deskriptif yang
merupakan salah satu teknik kualitatif. Model deskriptif dapat dilakukan analisa
berdasarkan data yang diperoleh dan melakukan identifikasi variabel kunci yang
mempengaruhi nilai data tersebut. Dalam model deskriptif tidak semua variabel dilakukan
investigasi untuk setiap perubahan nilai datanya, sehingga ada elemen error untuk
mewakili bagian yang tidak dapat dijelaskan. Model ini menggunakan perhitungan
formulasi dan meneliti sejauh mana variabel saling berhubungan dengan menggunakan
survey/kuesioner (Greener, 2008: 83). Variabel penelitian kualitatif tidak dapat diukur
langsung, yang dapat diukur adalah dimensi dari variabel tersebut, dengan melihat
indikator dari dimensi tersebut kemudian diolah dan hasilnya diinterpretasikan
(Diposumarto, 2012:13).
Di dalam melakukan marketing riset maka berdasarkan kajian teori ditentukan
variabel yang mana yang harus diinvestigasi. Penelitian terdahulu dapat memberikan
petunjuk di dalam menentukan variabel dependent (variabel yang nilainya tergantung dari
nilai variabel lain) dan variabel independent (variabel yang nilainya mempengaruhi
variabel yang lain). Pertimbangan lain adalah bagaimana variabel-variabel tersebut
beroperasi dan diukur (Malhotra, 2007: 50).
Populasi pengguna dan bukan pengguna produk Sumber Ayu di wilayah Jakarta
diperkirakan berjumlah diatas 500.000 individu. Oleh sebab target populasi begitu luas
maka pengukuran menggunakan sampel nonrandom sampling accidental dengan jumlah
sampel 100 individu (Malhotra, 2007). Dapat dikatakan nonrandom oleh karena responden
telah ditetapkan sebelumnya baik rentan usia, lokasi pengambilan sample dan jenis
kelamin.
Pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun dalam suatu instrumen, yang akan
digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti sebelumnya harus dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Apabila instrumen/alat ukur tersebut tidak valid maupun tidak
reliabel maka harus dilakukan revisi (mengganti/mengurangi dan menambah). Kemudian
harus diadakan uji kembali sampai valid dan reliabel karena data yang valid dan reliabel
hanya bisa didapatkan dari instrumen yang valid dan reliabel, serta menggunakan
instrumennya dengan benar. (Diposumarto, 2012: 67).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
penyebaran kuesioner pada wilayah yang telah ditentukan. Penyebaran kuesioner
dilakukan dua kali. Pertama kuesioner disebarkan kepada kurang lebih 30 responden
kemudian hasil dari kuesioner tersebut di masukkan ke dalam perangkat lunak SPSS
(Statistical Program Social Science). Setelah melakukan pengujian validitas terhadap hasil
dari 30 responden maka penyebaran dilakukan kepada 70 responden lainnya. Dalam
penelitian ini hasil 30 responden pertama menghasilkan nilai validitas yang baik sehingga
dapat dilanjutkan dengan penyebaran kepada 70 responden lain. Pada penelitian ini
pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows release 20. Setelah
menyusun pertanyaan-pertanyaan/pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan definisi
221
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
indikator variabel dan pengumpulan data dari responden maka diperoleh data yang
kemudian dapat dioleh menggunakan SPSS untuk menguji validitas dari
pertanyaan/pernyattaan kuesioner tersebut.
Dengan menggunakan metode Alpha maka diperoleh nilai hasil pengujian
Cronbach’s Alpha untuk seluruh variabel di atas 0.6. Dengan demikian masing-masing
pertanyaan/pernyataan variabel penelitian menunjukkan konsistensi.
Tabel 1. Uji Reliabilitas Instrumen Pengukuran
Cronbach’s Alpha
,789
,762
,807
,826
Variabel
X1 : Kualitas Produk
X2 : Ketersediaan Produk
X3 : Gaya Hidup
Y : Keputusan Pembelian
Sumber: data diolah
Uji Normalitas. Untuk mendeteksi apakah residual data berdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan melihat uji statistik Kolmogorov-Smirnov, grafik probability plot dan
diagram histogram. Berdasarkan perhitungan pada hasil pengolahan data diperoleh tingkat
signifikansi variabel Kualitas:0.506, Ketersediaan:0.645, Gaya Hidup:0.972 dan
Keputusan:0.707. Dengan nilai Kolmogorov-smirnov sebesar 0.824, 0.739, 0.487 dan
0.702 dan signifikan pada 0.05 (karena p > 0.05) maka H0 dapat diterima yang
mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal.
Tabel 2. Uji Normalitas Metode Kolmogorov-Smirnov
N
Normal Parameters a.b
Most
Differences
Mean
Std.Deviation
Extreme Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp.Sig. (2-tailde)
Kualitas
Ketersediaan
100
100
0E-7
0E-7
1,00000000 1,00000000
Gaya Hidup
100
0E-7
1,00000000
Keputusan
100
0E-7
1,00000000
.082
.074
.049
.070
.076
-.082
.824
.506
.074
-.054
.739
.645
.049
-.042
.487
.972
.070
-.044
.702
.707
b. Test distribution is Normal
c. Calculated from data
Sumber: data diolah
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas pada Tabel-3 diperoleh nilai semua variabel yang
digunakan sebagai prediktor model regresi menunjukkan nilai VIF yang kecil, dimana
semuanya berada dibawah 10 dan nilai tolerance semua variabel berada di atas 0,10. Hal
ini berarti bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian tidak menunjukkan
adanya gejala multikolinieritas yang berarti bahwa semua variabel tersebut dapat
digunakan sebagai variabel yang independen.
222
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel 3. Hasil Uji Multikolineritas
Coefficientsa
Model
(Constant)
Kualitas
1
Ketersediaan
Gaya
Unstandardized
Standardized
t
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
1,236E-016
,068
,000
,228
,107
,228 2,125
,235
,108
,235 2,181
,381
,092
,381 4,122
Sig.
Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1,000
,036
,032
,000
,404
,401
,544
2,472
2,496
1,838
a. Dependent Variable: Keputusan
Sumber: data diolah
Selain melakukan uji normalitas data dan melihat adanya mutlikolinieritas data maka
pengujian asumsi klasik berikutnya adalah melihat sebaran datanya apakah membentuk
pola tertentu atau menyebar mendekati nilai rata-rata. Dengan melihat grafik scatterplot,
jika ploting titik-titik menyebar secara acak dan tidak berkumpul pada satu tempat maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedasitisitas (Gujarati dan Poter,
2010). Dari hasil pengujian tampak penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai
prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu sehingga keadaan homokedatisitas
terpenuhi.
Berdasarkan perhitungan koefisien regresi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
variabel kualitas produk memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Bentuk
persamaan regresinya sebagai berikut:
Ῠ = 9.698E-017 + 0.642 X1
1. β0 : 9.698E-17, merupakan nilai konstanta yang artinya tidak ada pengaruh terhadap
peningkatan kualitas produk terhadap keputusan pembelian. Jika tidak ada peningkatan
kualitas produk saat ini maka keputusan pembelian tetap positif yaitu sebesar 9,698
artinya konsumen tetap akan melakukan keputusan pembelian jika tidak ada
peningkatan kualitas produk.
2. β1 : 0.642, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh. Interpretasi tersebut dapat menunjukkan bahwa jika perusahaan
membuat produk yang berkualitas maka respon keputusan pembelian akan meningkat.
Tabel 4. Koefisien Regresi Sederhana Kualitas Produk
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
9,698E-017
Kualitas
,642
a. Dependent Variable: Keputusan
,077
,077
Standardized
Coefficients
Beta
t
Sig.
1,00
0
,642 8,288 ,000
Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
,000
1,000 1,000
Sumber: datadiolah
Hasil perhitungan pada Tabel 4 juga dapat menggambarkan hasil uji t. Dimana uji t
berfungsi untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh yang nyata antara variabel kualitas
223
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
produk terhadap keputusan pembelian lulur mandi Sumber Ayu?”. Dengan bersumber
pada hasil perhitungan menunjukkan bahwa terbukti pada Hipotesa yang pertama bahwa
“Ada pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian”. Adapun bukti yang
menunjukkan bahwa kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian adalah
hasil signifikansi dari uji t yaitu sebesar 0,000 dimana nilai tersebut < 0,05. Untuk
mengetahui apakah ketersediaan barang memberikan pengaruh atau tidak terhadap
keputusan pembelian maka perlu diketahui perhitungan koefisien regresinya. Berikut hasil
perhitungan koefisien regresi yang dapat ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Koefisien Regresi Sederhana Ketersediaan Barang
terhadap Keputusan Pembelian
Model
(Constant)
1
Ketersediaan
Unstandardized
Coefficients
B
Std.
Error
1,607E-016
,077
,645
,077
Coefficientsa
Standardized
Coefficients
Beta
t
Sig.
,000 1,000
8,36
,645
,000
7
Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1,000
1,00
0
a. Dependent Variable: Keputusan
Sumber: data diolah
Ῠ = 1,607E-016 + 0,645 X2
1. β0 : 1.607E-016, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya tidak ada
pengaruh terhadap meningkatnya ketersediaan dan tidak memberikan dampak terhadap
keputusan pembelian konsumen. Jika terdapat ketidaktersediaan barang pada toko
tertentu maka konsumen akan tetap melakukan keputusan pembelian oleh karena nilai
β0 tetap positif sebesar 1.607 dengan cara mencari produk tersebut di toko yang lain
ataupun konsumen akan tetap menunggu sampai barang tersedia.
2. β1 : 0.645, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh. Dengan adanya kecenderungan ketersediaan barang yang konsisten
akan menjadikan setiap nilai dari perubahan terhadap keputusan sebesar 0.685.
Hasil pada Tabel 5 menggambarkan hasil uji t dimana uji t berfungsi untuk
mengetahui “Apakah ada pengaruh antara variabel ketersediaan produk terhadap variabel
keputusan pembelian?”. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan terbukti pada
hipotesa yang kedua bahwa “Ada pengaruh dari variabel ketersediaan produk terhadap
variabel keputusan pembelian”. Adapun hasil signifikansi dari uji t sebesar 0,000
memenuhi syarat yaitu harus < 0,05 untuk dapat dikatakan sebuah variabel berpengaruh
terhadap variabel yang lain. Untuk mengetahui seberapa besar persepsi dari gaya hidup
konsumen terhadap keputusan pembelian maka perlu diketahui perhitungan koefisien
regresinya. Tabel 6 menjelaskan hasil perhitungan koefisien regresi dari variabel gaya
hidup.
224
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel 6. Perhitungan Koefisien Regresi Sederhana Gaya Hidup terhadap Keputusan
Pembelian
Coefficientsa
Model
(Constant)
1
Gaya
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std.
Beta
Error
7,432E,074
017
,673
,075
,673
t
Sig.
,000
1,00
0
8,99
,000
9
Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1,000 1,000
a. Dependent Variable: Keputusan
Sumber: data diolah
Ῠ = 7,432E-017 + 0,673 X3
1. β0 : 7.432E-017, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya jika tidak
ada pengaruh terhadap kecenderungan gaya hidup dan nilai konstanta tidak akan
memberikan dampak terhadap keputusan pembelian konsumen. Dengan nilai β0 positif
sebesar 7.432 maka dapat diartikan bahwa tetap terjadi keputusan pembelian walaupun
produk tersebut tidak sesuai dengan gaya hidup konsumen. Hal ini dapat terjadi oleh
karena ada pengaruh faktor lain contohnya: kebiasaan, membelikan produk untuk
orang lain dan sebagainya.
2. β1 : 0.673, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh. Dengan adanya kecenderungan gaya hidup tertentu akan
menjadikan setiap nilai dari perubahan terhadap keputusan sebesar 0.673.
Hasil perhitungan pada Tabel 6 menggambarkan hasil uji t dimana uji t berfungsi
untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh antara variabel gaya hidup terhadap variabel
keputusan pembelian?”. Dengan bersumber pada hasil perhitungan meunjukkan bahwa
terbukti pada hipotesa yang ketiga bahwa “Ada pengaruh dari variabel gaya hidup
terhadap variabel keputusan pembelian”. Adapun hasil signifikansi dari uji t sebesar 0,000
memenuhi syarat yaitu harus < 0,05 untuk dapat dikatakan sebuah variabel berpengaruh
terhadap variabel yang lain.
Untuk mengetahui pengaruh secara simultan maka diperlukan regresi berganda.
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa ketiga variabel independennya memiliki
pengaruh yang kuat jika diregresikan secara bersama-sama dengan variabel Keputusan
Pembelian. Dari perhitungan koefisien regresi dapat diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut:
Ῠ = 1,236E-016+ 0,228X1 +0,235 X2 +0,381X3
1. β0 : 1.236E-016, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya jika tidak
ada pengaruh keputusan pembelian terhadap perubahan pada kualitas produk,
ketersediaan barang dan gaya hidup. Apabila kualitas produk tidak ditingkatkan,
produk kosong di toko tertentu ataupun konsumen tidak memahami sebuah arti gaya
hidup maka produk tersebut tetap terjual. Hal ini terlihat dalam persamaan diatas, β0
bernilai positif yang artinya tetap saja konsumen akan melakukan keputusan
pembelian terhadap produk tersebut.
225
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
2. β1 : 0.228, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh sebesar 0.228.
3. β2 : 0.235, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh sebesar 0.235 terhadap perubahan keputusan pembelian.
4. β3 : 0.381, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan
memiliki pengaruh yang paling kuat dibanding dengan 2 variabel lainnya. Jika Gaya
hidup sesuai dengan produk maka akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian
dibandingkan kualitas dan ketersediaan barang.
Berdasarkan persamaan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa Gaya Hidup
paling dominan bagi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian.
Tabel 7. Perhitungan Koefisien Regresi Berganda Kualitas Produk, Ketersediaan Barang
dan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian
Coefficientsa
Model
1
Unstandardized
Standardized
t
Sig.
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std.
Beta
Tolerance VIF
Error
(Constant)
1,236E-016
,068
,000 1,000
Kualitas
,228
,107
,228 2,125 ,036
,404 2,472
Ketersediaan
,235
,108
,235 2,181 ,032
,401 2,496
Gaya
,381
,092
,381 4,122 ,000
,544 1,838
a. Dependent Variable: Keputusan
Sumber: data diolah
Untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh antara kualitas produk, ketersediaan barang dan
gaya hidup terhadap keputusan pembelian?” maka perlu uji F dengan menggunakan hasil
pada hasil ANOVA sebagai berikut:
Tabel 8. ANOVA
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
54,846
44,154
99,000
df
Mean Square
F
Sig.
3
96
99
18,282
,460
39,748
,000b
a. Dependent Variable: Keputusan
b. Predictors: (Constant), Gaya, Kualitas , Ketersediaan
Sumber: data diolah
Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil uji F
sebesar 39.748 dan signifikan pada 0.000, karena propabilitas jauh lebih kecil dari 0.005
maka berarti variabel independen (Kualitas Produk, Ketersediaan Barang, Gaya Hidup)
secara simultan mempengaruhi variabel dependen (Keputusan Pembelian). Dengan
demikian hipotesa keempat terbukti “Ada pengaruh secara simultan dari kualitas produk,
ketersediaan barang dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian”. Untuk mengetahui
226
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
besarnya pengaruh kualitas produk, ketersediaan barang dan gaya hidup terhadap
keputusan pembelian maka dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini:
Tabel 9. Koefesien Determinasi
Model Summaryb
Model
R
R Square Adjusted R Std. Error of the
Square
Estimate
a
1
,744
,554
,540
,67819041
a. Predictors: (Constant), Gaya, Kualitas , Ketersediaan
b. Dependent Variable: Keputusan
Sumber: data diolah
Durbin-Watson
2,246
Uji ini digunakan untuk menguji goodness-of-fit dari model regersi. Besarnya nilai
adjusted R2 adalah 0.554 yang berarti variabelitas variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen sebesar 55% jadi model cukup baik dengan kekuatan sedang
(Gujarati dan Poter, 2010). Sedangkan sisanya 45% dijelaskan oleh variabel lainnya yang
tidak dimasukan dalam model regresi. Standar Error of Estimatei (SEE) sebesar
0.67819041, semakin kecil nilai SEE akan berarti model regresi semakin tepat dalam
memprediksi variabel dependen (Diposumarto, 2012:176).
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini maka hubungannya dengan
penelitian terdahulu dapat dikatakan mempunyai dapak yang kurang lebih sama dimana
variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel tidak bebas. Sesuai penelitian yang
dilakukan Eric C Jackson (2010), Rajshree Agarwal (2002) dan Yashia Zare Mehrjerdi
(2011) mereka menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas produk akan berdampak
kepada keputusan pembelian, menaikkan penjualan dan meningkatkan kepuasan
pelanggan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian penulis dimana peningkatan kualitas
produk akan berpengaruh signifikan sebesar 0.228 terhadap keputusan pembelian.
Penelitian lebih lanjut oleh Obaji (2011), John Weber (2000) dan Donald Lehmann (200)
menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa distribusi produk, ketersediaan produk dan
saluran distribusi yang konsisten akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian penulis dimana ketersediaan produk berpengaruh
signifikan sebesar 0.235 terhadap keputusan pembelian. Penelitian mengenai gaya hidup
oleh Mark Hamstra (2005), Mark Katz (2012) dan Andrew Shirley (2005) menunjukan
bahwa gaya hidup konsumen akan berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan.
Demikian juga dengan hasil penelitian penulis dapat disimpulkan bahwa gaya hidup akan
berpengaruh signifikan sebesar 0.381 terhadap keputusan pembelian.
PENUTUP
Setelah dilakukan pengujian atas hipotesis, maka dapat disimpulkan hasil penelitian
sebagai berikut: (1) Kualitas produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Hal ini berarti semakin melakukan inovasi produk yang memberikan
keunggulan produk tersebut. Dengan menjual produk yang berkualitas bagus diharapkan
akan mampu meningkatkan penjualan produk lulur mandi.; (2) Ketersediaan produk di
toko memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin
227
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
stabil ketersediaan produk di toko maka akan semakin tinggi pula kesempatan
pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan menjaga kestabilan rantai
pasok dan ketersediaan barang diharapkan konsumen dapat mendapatkan produk lulur
mandi pada saat dibutuhkan.; (3) Gaya hidup memiliki pengaruh positif terhadap
keputusan pembelian. Hal ini mempunyai arti bahwa semakin spesifik gaya hidup seorang
konsumen maka akan semakin tinggi kemungkinan pengambilan keputusan pembelian
oleh konsumen. Dengan menetapkan target yang jelas dan spesifik maka diharapkan
keputusan pembelian produk lulur mandi dapat meningkat sehingga penjualan juga akan
meningkat.; (4) Kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup secara bersamasama memberi pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin
tinggi kualitas produk, semakin stabil ketersediaan produk dan semakin spesifik gaya
hidup konsumen maka keputusan pembelian akan semakin meningkat. Dengan terus
menjaga kualitas barang, ketersediaan barang dan perhatian terhadap gaya hidup dapat
diharapkan akan meningkatkan keputusan pembelian oleh konsumen.
Rekomendasi. Dari hasil penelitian dan kesimpulan seperti yang dijelaskan sebelumnya,
beberapa rekomendasi yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan keputusan
pembelian konsumen terhadap produk lulur mandi antara lain: (1) Mempertahankan dan
terus mengembangkan nilai tambah dan fungsi tambahan terhadap produk lulur mandi
oleh karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
Pengembangan yang dapat dilakukan adalah dengan cara menambah nilai tambah dan
fungsi seperti : fungsi tambahan memutihkan kulit, fungsi tambahan cepat kering/fast dry,
ataupun nilai tambah dengan kandungan vitamin yang baik untuk kulit, sehingga
konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut.; (2) Memberikan perhatian khusus
terhadap ketersediaan barang di toko-toko yang ada sehingga distribusi produk dapat
dilakukan secara lebih merata. Walaupun konsumen dapat menunda pembelian pada saat
tidak dapat memperoleh produk lulur mandi di sebuah toko tertentu namun hal tersebut
tidak merupakan sebuah jaminan bahwa konsumen tersebut akan melakukannya setiap
saat. Ada kemungkinan konsumen dapat beralih kepada produk lain. Ketersedian di toko
dapat lebih merata seperti pada minimarket Alfamart atau Indomart yang banyak tersebar
di wilayah Jakarta. Ketersediaan barang di hypermart seperti Carrefour, Hypermart,
Yogya, Giant, Hero dan sebagainya sebaiknya selalu konsisten dan stabil sehingga pada
saat konsumen mencari produk tersebut dapat segera membelinya. Ketersediaan barang
tersebut dapat didukung dengan pemenuhan pesanan dari retail dengan Service Level
100% sehingga dapat menjamin ketersediaan barang di toko-toko tersebut.; (3) Produk
lulur mandi sangat cocok untuk konsumen yang sudah dewasa namun hal ini tidak
menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk mengembangkan produk yang sudah ada
yang di desain secara khusus juga untuk konsumen yang masih remaja atau belum dewasa.
Kesempatan lainnya adalah pengembangan produk yang sesuai dengan konsumen dengan
indikasi praktis dan mandiri seperti dengan mengembangkan produk dalam bentuk
kemasan yang lebih mudah untuk dibawa pergi. Dapat dilakukan penelitian mengenai
kebutuhan wanita dengan usia remaja atau membuat produk dalam bentuk tube sehingga
sangat mendukung gaya hidup moderen yang cepat dan praktis.
DAFTAR RUJUKAN
228
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Agarwal, Rajshree. (2002). The market evolution and sales take off of product
innovations.Institute for Operations Research and the Management Sciences.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala
Badan pengawas obat dan makanan Republik Indonesia Nomor
hk.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 Tentang kriteria dan tata cara pengajuan
notifikasi kosmetika.Jakarta: BPOM RI.
Biro Pusat Statistik. (2013). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 33.Jakarta: Biro
Pusat Statistik.
Daniel, Corsten dan Gruen, Thomas. (2003). Desperataly seeking shelf availability: An
examination of the extent, the causes, and the efforts to address retail out-of-stocks.
Emerald Group Publishing Limited.
Diposumarto, (2012). Ngadino Surip. Metodologi Penelitian Teori dan Terapani. Mitra
Wacana Media.
Feldman, Alex. (2012). American Indonesian Chamber of Commerce; Indonesian
President Susilo Bambang Yudhoyono Honored at New York Stock Exchange’s
Indonesia Investment Day”. NewsRx.
Greener, Sue. (2008). Business Research Methods.Ventus Publishing Aps.
Gujarati, D.N. dan Poter. D.C. (2010). Basic Econometrica. 5th ed.New York: McGrawHill.
Hamstra, Mark. (2005). Safeway's lifestyle remodels boost sales. erode profits”.Penton
Business Media. Inc. and Penton Media Inc.
He, Yanqun dan Zou Deqiang. (2010). Exploiting the goldmine: a lifestyle analysis of
affluent Chinese Consumers.Emerald Group Publishing Limited.
Hutt, Michael D. dan Speh Thomas W. (2013.) Business Marketing Management B2B.
South Western Cengage Learning.
Jackson, Eric C. (2010). A Dynamic Pricing Game Investigating The Interaction Of Price
And Quality On Sales Response.Clute Institute for Academic Research.
Katz, Mark. (2012). Lifestyle studies offer insights into sales performance. LebharFriedman. Inc.
Kementrian Perindustrian RI. (2012). Indonesia Lahan Subur Industri Kosmetik,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5897/Indonesia-Lahan-Subur-IndustriKosmetik. (Diakses tanggal 05 Juni 2013).
Kotler, Philip dan Keller K. Lane. (2006). Marketing Management.Singapore: Prentice
Hall 4th edition.
Kotler, Philip. (2012). Marketing Management. 14th ed.England: Pearson Education
Limited.
Lehmann, Donald R. (2000). Sale through sequential distribution channels: An application
to movies and videos. American Marketing Association.
Malhotra, K. Naresh, K. Birks dan David F. Birks. (2007). Marketing Research An
Applied Approach.Harlow: Pearson-Prentice Hall.
Munro, Edith dan John Lindblom. (2013). Your Southeast Asian Customers”.Penton
Business Media.Inc. and Penton Media Inc.
Obaji, R N. (2011). The Effects Of Channels Of Distribution On Nigerian Product
Sales”.Clute Institute for Academic Research.
229
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Ping, Qing dan Antonio Lobo. (2012). The impact of lifestyle and ethnocentrism on
consumers' purchase intentions of fresh fruit in China.UK: Emerald Group
Publishing Limited.
Pride, William dan O.C. Ferrell. (2010). Marketing. 15th ed.Canada: South Western
Cengage Learning.
Ritchie, Caroline dan Gary Elliott. (2010). Buying wine on promotion is trading-up in UK
supermarkets: A case study in Wales and Northern Ireland. Emerald Group
PublishingLimited.
Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. (2010). Consumer Behaviour.10th ed.New
Jersey: Pearson Education. Inc-Prentice Hall.
Shirley, Andrew. (2005). Lifestyle purchasers are on the up. Reed Business Information.
Shipley, David dan Colin Egan. (1992). Power. Conflict and Co-operation in BeetwerTenant Distribution Channels”.International Journal of Service Industry
Management.
Solomon, Michael R. (2011).Consumer Behaviour buying. having. and being. 9th ed.New
Jersey: Pearson Education-Prentice Hall.
Trautrims, Alexander, et. al. (2009). Optimizing On-Shelf Availability For Customer
Service And Profit. Journal of Business Logistics.
Weber, John A. (2000). Partnering with distributors to stimulate sales: a case study.
Emerald GroupPublishing Limited.
Yahia, Zare Mehrjerdi. (2011). Quality function deployment and its profitability
engagement: a systems thinking perspective”.Emerald Group Publishing Limited.
230
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENGARUH ORIENTASI PASAR, KEWIRAUSAHAAN, DAN INOVASI
TERHADAP KINERJA BISNIS PADA PERUSAHAAN ASPAL-BETON
(HOTMIX) DI JABODETABEK
I Made Sukaryawan
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang
Email: [email protected],
Abstract: The purpose of this study was to research the influence of the market
orientation on the alternative strategic orientations and their impact on business
performance onasphalt concrete companies in the city of Jabodetabek (Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi), Indonesia. Alternative strategic orientations in this study is
market, innovation, and entrepreneurial orientations. This research is associative causal
relationship to determine a causal relationship between the independent variable,
market orientation, entrepreneurial orientation, intermediate variables, innovation
orientation, and dependent variable, business performance. Instrument in this study
used a questionnaire for 30 respondents. Data processing techniques using the Partial
Least Square (PLS) program. The results of the PLS analysis shows effect of market
orientation, and entrepreneurial orientationon innovation orientation, and direct
impactof market orientation, and entrepreneurial orientation on business performance
gives the figure a significant correlation. Effect of innovation orientation onbusiness
performance gives the figure a significant correlation .
Key words: Market orientation, Innovation Orientation, Entrepreneurial Orientation,
Business Performance, and PLS.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh orientasi pasar
terhadap orientasi strategis alternatif dan dampaknya terhadap kinerja bisnis onasphalt
perusahaan beton di kota Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi),
Indonesia. Orientasi strategis Alternatif dalam penelitian ini adalah pasar, inovasi, dan
orientasi kewirausahaan. Penelitian ini merupakan hubungan asosiatif kausal untuk
menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen, orientasi pasar,
orientasi kewirausahaan, variabel perantara, orientasi inovasi, dan variabel dependen,
kinerja bisnis. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk 30
responden. Teknik pengolahan data menggunakan program Partial Least Square (PLS).
Hasil analisis PLS pengaruh orientasi pasar, dan orientasi inovasi orientationon
kewirausahaan, dan orientasi pasar terkena dampak langsung, dan orientasi
kewirausahaan terhadap kinerja bisnis menunjukkan memberikan angka korelasi yang
signifikan. Pengaruh kinerja orientasi inovasi onbusiness memberikan angka korelasi
yang signifikan.
Kata kunci: Orientasi pasar, Inovasi Orientasi, Orientasi Kewirausahaan, Kinerja
Usaha, dan PLS.
231
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini, persaingan dalam dunia bisnis tidak dapat dihindari lagi. Disamping
persaingan diantara perusahaan-perusahaan dengan produk sejenis (aspal-beton)
persaingan pun muncul diantara perusahaan yang memiliki produk yang tidak sejenis
(aspal-beton dengan beton) tetapi memiliki pangsa pasar yang sama. Perkembangan
perusahaan kontraktor aspal-beton di Jabodetabek sangat dipengaruhi kemampuan
manajemen perusahaan tersebut untuk menyikapi peluang bisnis yang ada di
pasaran.Untuk itu setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti dan memahami apa
yang terjadi di pasar dan apa yang menjadi keinginan konsumen, serta perubahanperubahan yang terjadi di sekitar lingkungan bisnisnya sehingga mampu bersaing dengan
pesaing-pesaingnya. Tantangan terberat yang dihadapi saat ini oleh perusahaan aspalbeton adanya produk alternatif yang lebih kompetitif, yaitu produk beton, yang memiliki
keunggulan lebih tahan terhadap air.
Kelemahan dari produk aspal-beton yang lainnya adalah harga yang berfluktuatif
dan cenderung naik mengikuti kenaikan harga minyak dunia, karena komponen biaya dari
produk ini sangat dipengaruhi oleh harga aspal yang merupakan produk turunan dari
minyak.Berdasarkan data dari BPS didapatkan kenaikan harga aspal seperti pada Tabel
1.berikut.
Tabel 1. Pergerakan harga aspal dari tahun 2005 – 2013
Bulan
Harga aspal per
ton ($)
Juli
2005
189
Pebruari
2006
231
Maret
2006
264
April
2006
313
Januari
2008
530
Maret
2008
560
Desember
2011
675
Juli
2013
812
Sumber: BPS tahun 20013
Berdasarkan data yang didapat dari pencatatan hasil penjual total dari semua anggota
AABI DKI Jakarta, terjadi penurunan kinerja pada pada AABI DKI Jakarta seperti terlihat
pada Gambar 1 dibawah ini.
REALISASI
700,000
SALES AABI DKI TAHUN 2010 S/D 2012
607,349
600,000
374,267
500,000
409,919
400,000
300,000
200,000
100,000
Tahun 2010
Nilai ( Juta Rupiah )
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
607,349
374,267
409,919
Gambar1. Nilai Penjualan AABI DKI Jakarta dari tahun 2010 sd 2012
Sumber: Pencatan Keuangan DPP AABI DKI Jakarta
Perusahaan seharusnya berusaha untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan yang
dimiliki dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki.Agar perusahaan aspal-beton ini
232
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dapat bertahan dan dapat memenangkan persaingan (memiliki keunggulan bersaing), maka
perusahaan ini harus melakukan orientasi pasar (Narver dan Slater,1990 dalam Grinstein,
2008), orientasi kewirausahaan, dan orientasi inovasi secara sinergi sehingga dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Tajeddini (2010), orientasi pasar dibangun
atas orientasi pelanggan relatif melawan orientasi pesaing. Orientasi pasar mencerminkan
sejauh mana perusahaan dapat membangun pemenuhan kepuasan dan keinginan pelanggan
sebagai prinsip dari organisasi perusahaan.
Menurut Micheels (2012), orientasi pasar dan inovasi merupakan faktor kuat yang
menentukan dalam kinerja perusahaan. Orientasi pasar dan inovasi mempunyai kontribusi
pada kinerja perusahaan, sedangkan tidak didapatkan bahwa orientasi pelanggan relatif
atau orientasi pesaing merupakan faktor kuat yang menentukan pada kinerja perusahaan.
Pada tahun 2013 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sudah
mulai menggalakkan sistem lelang penerapan kontrak berbasis kinerja atau Performance
Based Contract (PBC)/Performance Based Maintenance Contract (PBMC). Kontrak
PBC/PBMC ini merupakan integrasi dari 3 proses, yaitu desain, pelaksanaan, dan
pemeliharaan, sehingga bisa dikatakan gabungan dari Design and Build (DB) dan layanan
pemeliharaan dengan sistem kontrak lump sum. Hal ini memungkinkan penyedia jasa
untuk proaktif terhadap peluang pasar yang tersedia dan menyikapinya melalui orientasi
pasar, orientasi inovasi, dan orientasi kewirausahaan. Studi kontrak berbasis kinerja atau
Performance Based Contract (PBC) sudah dimulai sejak tahun 2000 oleh Kementerian
Pekerjaan Umum, penerapannya sudah dimulai sejak tahun 2011 yaitu ruas jalan Ciasem–
Pemanukan dan ruas jalan Demak-Trengguli. Rencana pada tahun 2013 PBC akan
diterapkan pada jalan di empat kota metropolitan yaitu Kota Medan, Jakarta, Semarang,
dan Makasar.
Penelitian ini menganalisis pengaruh orientasi pasar, kewirausahaan, dan inovasi terhadap
kinerja bisnis. Perusahaan yang diteliti adalah 30 perusahaan yang mempunyai alat AMP
(Asphalt Maxing Plant)se-Jabodetabek.
Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, Dan Hipotesis. Dalam penelitian ini, kinerja
bisnis didefinisikan sebagai pencapaian tujuan organisasi tentang pertumbuhan dalam
penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli,
1993; Greenley, 1995 dalam Lin. Peng dan Kao 2009). Kinerja bisnis merupakan ukuran
prestasi yang diperoleh dari aktifitas proses pemasaran secara menyeluruh dari sebuah
perusahaan atau organisasi.Menurut Orcar, Javier, dan Pablo (2009) ada empat kriteria
kinerja bisnis, yaitu: Profitabilitas, tanggapan pasar atau reaksi pasar, Nilai posisi pasar,
dan Sukses produk baru.
Kinerja Bisnis. Kinerja bisnis adalah hasil dari operasi organisasi, termasuk pencapaian
tujuan internal dan eksternal perusahaan. Dalam penelitian ini kinerja bisnis didefinisikan
sebagai pencapaian tujuan organisasi tentang pertumbuhan dalam penjualan, profitabilitas,
dan pangsa pasar (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli, 1993; Greenley, 1995
dalam Lin. Peng dan Kao 2009). Kinerja bisnis merupakan ukuran pretasi yang diperoleh
dari aktivitas proses pemasaran secara menyeluruh dari sebuah perusahaan atau organisasi.
Selain itu, kinerja bisnis juga dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang digunakan
233
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
untuk mengukur sampai sejauhmana prestasi yang telah dicapai oleh suatu produk yang
dihasilkan perusahaan.
Menurut Orcar, Javier, dan Pablo (2009) ada empat kriteria kinerja bisnis, yaitu: (1)
profitabilitas atau kinerja ekonomi perusahaan (keuntungan, margin, laba atas investasi
(ROI), diukur dengan item tunggal profitabilitas; (2) tanggapan pasar atau reaksi dari
permintaan untuk upaya pemasaran perusahaan (penjualan, pertumbuhan penjualan, dan
pangsa pasar), yang biasa diukur dengan dua item yang berhubungan dengan pertumbuhan
penjualan dan pertumbuhan pangsa pasar; (3) nilai posisi pasar, didefinisikan sebagai
pencapaian keunggulan posisi dalam pikiran konsumen (kepuasan pelanggan, citra,
reputasi dan loyalitas pelanggan), diukur dengan dua item yang berhubungan dengan
kepuasan pelanggan dan citra atau reputasi perusahaan; (4) sukses produk baru, yang
diukur dengan item tunggal yaitu sukses produk baru.
Pertumbuhan penjualan akan bergantung pada berapa jumlah pelanggan yang
diketahui tingkat konsumsi rata-ratanya yang bersifat tetap. Nilai penjualan menunjukkan
berapa rupiah atau berapa unit produk yang berhasil dijual oleh perusahaan kepada
konsumen atau pelanggan. Makin tinggi nilai perusahaan mengindikasikan semakin
banyak produk yang berhasil dijual oleh perusahaan. Sedangkan posisi pasar menunjukkan
sebarapa besar kontribusi produk yang ditangani dapat menguasai pasar untuk produk
sejenis dibandingkan para kompetitor.
Orientasi Pasar. Orientasi pasar merupakan budaya bisnis dimana organisasi mempunyai
komitmen untuk terus berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan nilai unggul bagi
pembeli serta kinerja dalam bisnis. Sedangkan Kohli dan Jakworsi (1990) dalam Raaij
dan Stoelhorst (2008) mengartikan orientasi pasar sebagai organisasi secara luas yang
mempunyai kecerdasan pasar (market intelligence) yang berkaitan kepada kebutuhan
pelanggan sekarang dan yang akan datang, penyebaran dari kecerdasan tersebut di seluruh
departemen.
Orientasi Pasar berdasarkan sifat keaktifan perusahaan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu orientasi pasar reaktif dan orientasi pasar proaktif. Perusahaan yang mempraktekkan
orientasi pemasaran aktif dan proaktif yaitu perusahaan yang menerapkan orientasi pasar
total dan cenderung menjadi paling sukses (Kotler dan Keller, 2009, 59).Narver dan Slater
dalam Grinstein (2008), menyatakan bahwa orientasi pasar terdiri dari tiga (3) komponen
perilaku, yaitu: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi interfungsional.
Pertama. Orientasi pelanggan. Orientasi pelanggan meliputi seluruh aktivitas dalam
upaya perolehan informasi mengenai pelanggan pada pasar sasaran. Analisis yang cermat
terhadap faktor eksternal yaitu khususnya pelanggan, perusahaan akan memperoleh
informasi pelanggan yang aktual, akurat dan berorientasi tindakan. Sehingga dengan
mudah dapa memahami dan mengerti terhadap kebutuhan pelanggan, menciptakan nilai
yang dibutuhkan pelanggan, memberikan komitmen terhadap nilai yang telah disampaikan
dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai kepuasan pelanggan. Adapun indikator dari
oerintasi pelanggan adalah (a) komitmen pelanggan; (b) menciptakan nilai pelanggan; (c)
mengerti kebutuhan pelanggan; (d) tujuan kepuasan pelanggan; (e) mengukur kepuasan
pelanggan; (f) pelayanan purna jual. Kedua. Orientasi Pesaing. Orientasi pesaing berarti
bahwa perusahaan memahami kekuatan jangka pendek, kelemahan, kemampuan jangka
panjang, dan strategi dari para pesaing poensinya. Pemahaman ini termasuk apakah
234
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
pesaing menggunakan teknologi baru guna mempertahankan pelayanan yang ada. Adapun
indikator dari orientasi pesaing adalah: (a) tenaga penjual membagi informasi pesaing; (b)
merespon dengan cepat tindakan-tindakan pesaing; (c) manajer puncak mendiskusikan
strategi para pesaing; (d) target peluang untuk keunggulan kompetitif. Ketiga. Koordinasi
interfungsional. Koordinasi interfungsional merupakan kegunaan dari sumber daya
perusahaan yang terkoordinasi dalam menciptakan nilai unggul dari pelanggan yang
ditargetkan. Koordinasi interfungsional menunjuk pada aspek khusus dari struktur yang
mempermudah komunikasi antar fungsi organisasi yang berbeda.
Koordinasi interfungsional didasarkan pada informasi pelanggan dan pesaing serta
terdiri dari upaya penyelarasan bisnis, secara tipikal melibatkan lebih dari departemen
pemasaran, untuk menciptakan nilai unggul bagi pelanggan. Koordinasi interfungsional
dapat mempertinggi komunikasi dan pertukaran antara menginformasikan trend pasar
yang terkini. Hal ini membantu perkembangan baik kepercayaan maupun kemandirian
diantara unit fungsional yang terpisah, yang pada akhirnya menimbulkan lingkungan
perusahaan yang lebih mau menerima suatu produk yang benar-benar baru yang
didasarkan dari kebutuhan pelanggan. Adapun indikator koordinasi interfungsional adalah:
(a) antar fungsi panngilan pelanggan (interfunctional customer calls); (b) informasi terbagi
ke sejumlah fungsi; (c) integrasi fungsi dalam strategi; (d) semua fungsi berkontribusi
kepada nilai pelanggan; (e) berbagi sumber daya dengan unit kerja lain.
Orientasi pelanggan dan orientasi pesaing juga meliputi semua aktivitas yang
dilibatkan dalam memperoleh informasi tentang pembeli dan pesaing pada pasar yang
dituju dan menyebarkan melalui usaha bisnis, sedangkan koordinasi interfungsional
didasarkan pada informasi pelanggan serta pesaing dan terdiri dari usaha bisnis yang
terkoordinasi. Dengan kata lain orientasi pelanggan dapat diartikan sebagai pemahaman
tentang target beli pelanggan dengan tujuan agar dapat menciptakan nilai unggul bagi
pembeli secara terus menerus. Pemahaman disini mencakup pemahaman terhadap seluruh
rantai nilai pembeli, baik pada saat ini maupun pada saat perkembangannya di masa yang
akan datang. Dengan adanya informasi tersebut maka perkembangannya di masa yang
akan datang. Dengan adanya informasi tersebut maka perusahaan penjual (seller) akan
memahami siapa saja pelanggan potensialnya, baik pada saat ini maupun pada masa yang
akan datang dan apa yang mereka inginkan untuk masa kini dan akan datang.
Perusahaan berorientasi pesaing sering dilihat sebagai perusahaan yang mempunyai
strategi dan memahami bagaimana cara memperoleh dan membagikan informasi mengenai
pesaing, bagaimana cara memperoleh dan membagikan informasi mengenai pesaing,
bagaimana merespon tindakan pesaing dan juga bagaimana manajemen puncak
menanggapi strategi pesaing. Perusahaan yang menerapkan orientasi pasar memiliki
kelebihan dalam hal pengetahuan pelanggan dan kelebihan ini dapat dijadikan sebagai
sumber untuk menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pelanggan. Profil perusahaan yang berorientasi pasar adalah perusahaan yang membangun
suatu busaya organisasi yang mendukung orientasi pelanggan. Orientasi pasar sangat
efektif dalam mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif, yang dimulai
dengan perencanaan dan koordinasi dengan semua bagian yang ada dalam organisasi
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu orientasi pasar
harus menekankan pentingnya analisis kebutuhan dan keinginan target pasar secara lebih
efisien dan efektif dibandingkan dengan pesaingnya dalam usaha untuk dapat bersaing
235
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dengan pesaing yang ada. Penekanan orientasi pasar terhadap daya saing berdasarkan pada
pengidentifikasian kebutuhan pelanggan sehingga setiap perusahaan dituntut untuk
menjawab kebutuhan yang diinginkan konsumen baik itu melalui penciptaan produk yang
baru atau pengembangan dari produk yang sudah ada, agar dapat menciptakan superior
value bagi konsumennya secara berkelanjutan dan dapat menjadi modal utama bagi
perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan.
Orientasi Kewirausahaan. Kewirausahaan dikenal sebagai pendekatan baru dalam
pembaruan kinerja perusahaan.Hal ini, tentu harus direspon secara positif oleh perusahaan
yang mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis yang
berkepanjangan. Kewirausahaan disebut sebagai sprearhead (pelopor) untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi perusahaan berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Wirausaha
sendiri berarti suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan
untuk menciptakan atau mencapai suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insan mulia.
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, dan
sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur manajemen
memberikan tiga landasan dimensi dari kecenderungan organisasional untuk proses
manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovasi, kemampuan mengambil risiko,dan
sifat proaktif (Weerawerdeena,2003; Bhuian et al., 2005 dalam Grinstein 2008).
Ireland dan Webb (2007) menjelaskan bahwa orientasi kewirausahaan adalah
perwujudan dari inovasi produk dan proses. Orientasi kewirausahaan sebagai proses,
pelatihan, dan aktivitas pembuat keputusan yang mengutamakan pada masukan yang baru.
Sedangkan jiwa kewirausahaan sendiri meliputi lima hal, yakni: otonomi, keinovatifan,
pengambilan risiko, proaktivitas, dan agresifitas kompetitif. Kompetensi kewirausahaan
dibutuhkan didalam implementasi strategi pemasaran agar diperoleh keunggulan bersaing
yang mantap melalui nilai responsifitas atas kebutuhan pelanggan. Menurut Oscar, Javier
dan Pablo, (2008) terdapat tiga komponen dari kewirausahaan yaitu :Inovasi, Pengambilan
Resiko, dan Proaktif.
Definisi orientasi inovasi secara luas adalah tindakan yang dilakukan oleh individu
atau organisasi dengan selalu menggali ide-ide baru dan mempraktekkan ide-ide tersebut
sehingga timbullah objek/penemuan yang baru (Roger, 2003 dalam Grawe, Chen, dan
Daugherty, 2009).Orientasi inovasi ada ketika organisasi mengimplementasikan ide-ide,
produk-produk atau proses-proses yang baru (Damanpour, 1991; Hult and Ketchen, 2001;
Lukas and Farrell, 2000 dalam Grinstein, 2008).Zaltman et al. (1973) dalam Zang dan
Duang (2010) membagi proses inovasi menjadi dua tahap, yaitu tahan inisiasi dan tahap
implementasi. Bagian penting dari tahap inisiasi adalah keterbukaan terhadap inovasi yang
ditentukan oleh apakah anggota organisasi bersedia untuk mempertimbangkan adopsi atau
resistansi terhadap inovasi. Berdasarkan pendekatan ini, Hurley dan Hult (1998) dalam
Zang dan Duang (2010) membedakan dua konstruk inovasi, yaitu keinovasian
(innovativeness) dan kemampuan untuk berinovasi.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, terdapat kesimpulan yang menyatakan
bahwa orientasi kewirausahaan akan menghasilkan dampak positif pada orientasi pasar
dan hal ini akan berakibat juga pada kinerja bisnis (Matsuno et al, 2002 dalam William
E.Baker dan James M. Sinkula, 2009 ).
236
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Baker and Sinkula (2009) meneliti Pengaruh gabungan dari orientasi pasar dan orientasi
kewirausahaan terhadap Profitabilits pada Perusahaan-perusahaan kecil. Hasil Penelitian
ini menunjukkan bahwa Keberhasilan Inovasi berpengaruh langsung dan positif terhadap
profitabilitas, Orientasi pasar berpengaruh langsung dan positif terhadap keberhasilan
inovasi, Orientasi kewirausahaan berpengaruh langsung dan positif terhadap keberhasilan
inovasi, Orientasi pasar berpengaruh langsung dan positif terhadap profitabilitas, dan
Orientasi kewirausahaan berpengaruh tidak langsung dan positif terhadap profitabilitas.
Micheels, E.T.(2012) meneliti Pengaruh dari Strategi Alternatif dari Orientasi Pasar
pada kinerja Perusahaan. Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa Orientasi pasar dan
inovasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi positif kinerja perusahaan
khususnya pada perusahaan penghasil daging sapi di Ilinois.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, dapat diadopsi
kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan didalam Gambar1 dibawah
ini.
Gambar 1. Pengaruh Orientasi Pasar, Orientasi Kewirausahaan, dan Orientasi Inovasi
Terhadap Kinerja Bisnis
Hipotesis. Hipotesis untuk penelitian ini ada lima hipotesis yang diuraikan sebagai
berikut:
H1: Orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja bisnis.
H2: Orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja bisnis.
H3: Orientasi pasar berpengaruh terhadap orientasi inovasi
H4: Orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap orientasi inovasi
H5: Orientasi inovasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis.
METODE
Operasional Variabel. Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang terdiri dari dua
variabel bebas, yaitu oerintasi pasar dan orientasi kewirausahaan, satu variabel perantara,
yaitu orientasi inovasi, dan variabel tergantung yaitu kinerja bisnis. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak tiga
variabel manifes. Variabel laten disebut pula dengan istilah unobserver variabel, konstruk,
atau konstruk laten. Variabel manifes disebut pula dengan istilah observer variabel,
237
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
measured variabel atau indikator (Santoso, 2012: 7). Jenis data yang digunakan adalah
jenis data primer dan data skunder dalam bentuk skala Likert. Pengumpulan data
dilakukan melalui penyebaran quesioner baik langsung maupun melalui e-mail.
Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan yang memiliki alat pencampur aspal
panas (Hotmix) asphalt mixing plant (AMP) yang berlokasi di JABODETABEK yang
jumlahnya berdasarkan laporan Asosiasi Aspal Beton Indonesia tahun 2013 yaitu
berjumlah 30 perusahaan dengan masing-masing perusahaan 1 responden sehingga jumlah
responden ada 30 responden.
Teknik Pengumpulan Data. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh,
yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.Teknik ini digunakan mengingat
populasi relatif kecil yaitu 30 orang. Sehingga untuk menganalisis data akan digunakan
alat analisis PLS-SEM (Partial Least Square-SEM). Teknik pengumpulan data dengan
mengumpulan data primer, data dikumpulkan dengan cara memberikan pertanyaan secara
tertulis terhadap responden dalam bentuk kuesioner, ataupun wawancara, data yang
diperoleh langsung dengan pemimpin perusahaan aspal skala kecil dan menengah di kota
Jabodetabek sebagai responden dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
sistematis.
Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan skala Likert sebagai skala pengukuran.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan dan Kuncoro, 2008). Menurut
Sugiyono (2008) dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item informasi yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Teknik Analisis Data. Jenis penelitian yang digunakan adalah asosiatif hubungan causal
yaitu untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel bebas (independent
variabel) orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan, variabel perantara (intervening
variabel) orientasi inovasi, dan variabel terikat (dependent variabel) kinerja bisnis. Penulis
ingin menangkap interaksi antar seluruh variabel secara bersamaan atau simultan maka
pengujian model dilakukan menggunakan Partial Least Square (PLS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menggunakan Analisis Partial Least Square (PLS) untuk uji validitas,dimana suatu
indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor di atas 0,7 terhadap konstruk
yang dituju. Hasil uji validitas dirunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Loading Factor
Kinerja
bisnis
KB1
KB2
KB3
KB4
0.8141
0.8789
0.7416
0.7486
Orientasi inovasi
Orientasi
kewirausahaan
Orientasi
pasar
Keterangan
valid
valid
valid
valid
238
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Kinerja
bisnis
Orientasi inovasi
KB5
KB6
KB7
KB8
OI1
OI2
OI3
OI4
OK1
OK2
OK3
OP01
OP02
OP03
OP04
OP05
OP06
OP07
OP08
OP09
Orientasi
kewirausahaan
Orientasi
pasar
0.7647
0.7900
0.7726
0.7052
0.8248
0.8212
0.8644
0.7532
0.8359
0.8597
0.8260
0.7239
0.7891
0.9254
0.8534
0.7290
0.8502
0.8839
0.7823
0.7263
Keterangan
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smartPLS
Setelah dilakukan uji validitas terhadap 26 indikator (11 indikator OP, 3 OK, 4 OI, dan 8
KB) hanya 24 indikator yang valid. Pemeriksaan selanjutnya dari convergent validity
adalah reliability konstruk dengan melihat output composite reliability atau cronbach’s
Alpha. Kriteria dikatakan reliability adalah nilai composite reliability atau cronbach’s
Alpha lebih dari 0,70 (Hair et al 2006). Hasil pengukuran reliabilitas konstruk dengan
composite reliability atau Cronbach’s Alpha adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Composite Reliability Dan Cronbach’s Alpha
KB
OI
OK
OP
Composite Reliability
Cronbach’s Alpha
0.9246
0.8889
0.8784
0.9592
0.9073
0.8346
0.7930
0.9347
Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smart PLS
Berdasarkan hasil pengukuran dalam tabel di atas, nilai Composite Reliability, dari setiap
konstruk memiliki nilai lebih besar dari 0,70. Sehingga semua konstruk dalam model yang
diestimasi memenuhi syarat discriminat reliability. Nilai composite reliability yang
terendah adalah 0,8784 pada konstruk OK (Orientasi Kewirausahaan). Dan pada
cronbach’s alpha nilai yang disarankan adalah di atas 0,6 dan pada tabel di atas
menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk semua konstruk berada di atas 0,6.
Nilai terendah adalah sebesar 0,7930 (OK).
239
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel terhadap variabel
terikat, semakin tinggi nilai R2 semakin baik model prediksi dari model penelitian yang
diajukan.
Tabel 4. R-Square
R-Square
Kinerja Bisnis
Orientasi Inovasi
0.6817
0.4675
Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smart PLS
Data pada Tabel 4 diatas menunjukkan total pengaruh terhadap Kinerja Bisnis adalah
sebesar 68,17% yang artinya variasi perubahan variabel Kinerja Bisnis yang dapat
dijelaskan oleh variabel OP, OK, dan OI adalah sebesar 68,17% sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diajukan. Sedangkan total pengaruh
terhadap Orientasi Inovasi adalah sebesar 46,75% yang artinya variasi perubahan variabel
Kinerja Bisnis yang dapat dijelaskan oleh variabel OP, dan OK sebesar 46,75%, dan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diajukan.
Uji Q-Square (Q²) bertujuan untuk menilai besaran keragaman data atau variasi data
penelitian terhadap fenomena yang sedang diteliti. Formula yang digunakan untuk
mengukur Q-Square (Q²) adalah sebagai berikut:
Q² = 1-(1-R1²) (1-R2²)...............................(1)
Q² = 1-(1-0,6817)(1-0,4675)
Q² = 0,8305 = 83,05%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa model perhitungan ini
mampu membuktikan hubungan secara bersama-sama dengan variabilitas data sebesar
83,05%, dan 16,95% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
Pengujian hipotesis dalam PLS mengunakan koefisien path dan t-value (t-statistik)
untuk menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Skor koefisien path
atau inner model yang ditunjukkan oleh nilai t-statistik harus di atas 1,96 untuk hipotesis
dua ekor (two tailed) dan diatas 1,64 untuk hipotesis satu ekor (one tailed). Dalam
penelitian ini digunakan hipotesis dua ekor sehingga nilai t-statistik harus di atas 1,96 agar
hipotesis dapat diterima. Hasil t-statistik ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. T-Statistik
Orientasi Inovasi -> Kinerja Bisnis
T Statistics (>
1.96)
6.1206
Kesimpulan
Signifikan
Orientasi Kewirausahaan -> Kinerja Bisnis
5.9261
Signifikan
Orientasi Kewirausahaan -> Orientasi Inovasi
9.1624
Signifikan
Orientasi Pasar -> Kinerja Bisnis
9.2591
Signifikan
Orientasi Pasar -> Orientasi Inovasi
8.4658
Signifikan
Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smartPLS
240
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Berdasarkan Tabel 5, hasil pengukuran nilai T-statistik dari setiap indikator ke variabel
lebih besar dari 1,96 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05). Hal itu berarti, semua
indikator berpengaruh secara signifikan terhadap variabel yang teliti, koefisien parameter
yang bernilai positif, berarti terdapat ada pengaruh yang positif dari setiap indikator
terhadap variabel yang diteliti.
Dari Tabel 5 dapat dijelaskan pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis adalah
6,1206, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada
pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap kinerja bisnis, dan dapat
disimpulkan bahwa Hipotesis 1 “ Ada pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis “
diterima.Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan
kinerja bisnis perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang
dilaksanakan Baker and Sinkula (2009) dan Micheel ET (2012).
Nilai T untuk pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah
5,9621,dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada
pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis, dan
dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 2 “ Ada pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap
kinerja bisnis “ diterima. Dengan kata lain orientasi kewirausahaan suatu perusahaan
akan sangat menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian terdahulu yang dilaksanakan Oscar, Javier dan Pablo (2009 ).
Nilai T untuk pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi inovasi adalah 9,1624,
dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang
nyata (signifikan ) orientasi pasar terhadap orientasi inovasi, dan dapat disimpulkan bahwa
Hipotesis 3 “ Ada pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi inovasi “ diterima. Dengan
kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan Orientasi inovasi
perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan
Amir Grinstein ( 2008).
Nilai T untuk pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah
9,2591, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada
pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi kewirausahaan terhadap orientasi inovasi, dan
dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 4 “ Ada pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap
orientasi inovasi “ diterima. Dengan kata lain orientasi kewirausahaan suatu perusahaan
akan sangat menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan Oscar, Javier dan Pablo (2009).
Nilai T untuk pengaruh orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis adalah 8,4658,
dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang
nyata (signifikan) orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis, dan dapat disimpulkan bahwa
Hipotesis 5 “Ada pengaruh orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis“ diterima.Dengan kata
lain orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat menentukan kinerja bisnis perusahaan
tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan William E
Baker and James M Sinkula (2009).
Uji Hubungan Dimensi dilakukan dengan menggunakan SPSS.Analisis korelasi
dimensi dimaksudkan untuk menguji hubungan korelasi yang paling kuat, dan yang paling
berpengaruh pada dimensi-dimensi dari variabel orientasi pasar danorientasi
kewirausahaanterhadap orientasi inovasi serta variabel orientasi pasar, orientasi
kewirausahaan, dan orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis. Korelasi dimensi yang paling
241
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
kuat dapat dilihat dari nilai pearson correlation yang paling besar. Berikut dilakukan uji
hubungan dimensi dengan memakai program aplikasi SPSS. Adapun hasilnya akan
ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Korelasi Dimensi Variabel Orientasi Pasar dan Orientasi Kewirausahaan
Orientasi Inovasi Terhadap Variabel Kinerja Bisnis
Variabel
Dimensi
Orientasi
Pasar (X1)
Orientasi
Kewirausah
aan (X2)
Orientasi
Inovasi
(Y1)
Keuntungan
Z1.1
Respon
Pasar Z1.2
Nilai Posisi
Pasar Z1.3
Orientasi
Pelanggan
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
Antar Fungsi
Aktivitas
Kewirausahaan
X1.1
0.752
0.565
Produk
Baru yang
Sukses Z1.4
0.441
0.330
X1.2
0.683
0.654
0.412
0.346
X1.3
0.503
0.427
0.230
0.215
X2.1
0.528
0.530
0.231
0.585
Inovasi
Y1.1
0.644
0.620
0.232
0.395
Sumber: Hasil Pengolahan data dengan SPSS
Tabel 6 di muka menunjukkan bahwa ketiga dimensi dari Orientasi Pasar mempunyai
pengaruh positif terhadap variabel kinerja bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada
dimensi orientasi pelanggan terhadap dimensi keuntungan dengan nilai korelasi sebesar
0,752. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan dalam
mencapai peningkatan kinerja bisnis adalah keuntungan, dan ini dapat tercapai apabila
perusahaan melaksanakan orientasi pelanggan dengan memperhatikan komitmen
terhadap pelanggan, menciptakan nilai ke pelanggan, mengerti kebutuhan pelanggan, dan
menciptakan kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, dengan mengetahui kebutuhan
pelanggan perusahaan akan dapat mencapai kinerja bisnis yang lebih baik.
Dimensi orientasi kewirausahaan mempunyai hubungan positif terhadap variabel
kinerja bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada dimensiaktifitas kewirausahaan
dengan dimensi produk baru yang sukses dengan nilai korelasi 0,585. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa yang mendorong perusahaan mencapai peningkatan kinerja bisnis
adalah jika perusahaan melaksanakan aktifitas kewirausahaan yaitu berupa menciptakan
peluang baru, selalu melakukan inovasi, dan proaktif untuk melihat peluang pasar yang
ada. Dimensi orientasi inovasi mempunyai hubungan positif terhadap variabel kinerja
bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada dimensi orientasi inovasi dengan dimensi
keuntungan dengan nilai korelasi 0,644. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang mendorong
perusahaan mencapai peningkatan kinerja bisnis yaitu berupa peningkatan keuntungan
perusahaan adalah jika perusahaan melaksanakan orientasi inovasi yaitu selalu menggali
ide-ide baru baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan serta mempraktekkan ide-ide
tersebut sehingga timbullah objek atau penemuan baru, yang mengakibatkan perusahaan
tersebut bisa meningkatkan kinerja bisnisnya berupa peningkatan keuntungan perusahaan.
242
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel 7. Hasil Korelasi Dimensi Variabel Orientasi Pasar dan Orientasi Kewirausahaan
Terhadap Variabel Orientasi Inovasi
Variabel
Orientasi Pasar (X1)
Orientasi
Kewirausahaan (X2)
Dimensi
Orientasi Pelanggan
Orientasi Pesaing
Koordinasi Antar Fungsi
Aktivitas
Kewirausahaan
X1.1
X1.2
X1.3
X2.1
Orientasi Inovasi
(Y1
Inovasi Y1.1
0.506
0.519
0.244
0.561
Sumber: Hasil Pengolahan data dengan SPSS
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa ketiga dimensi dari Orientasi Pasar mempunyai
hubungan positif terhadap variabel orientasi inovasi. Tetapi nilai korelasi tertinggi
terdapat pada hubungan dimensi orientasi pesaing terhadap dimensi inovasi dengan
nilai korelasi 0,519. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong
perusahaan melakukan inovasi adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing,
yaitu perusahaan memahami kekuatan jangka panjang, jangka pendek, serta memahami
kelemahan dan kemampuan dari pesiang potensial. Untuk bisa mengalahkan pesaingpesaing potensial perusahaan harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi
produk, dan inovasi pelayanan.
Dimensi orientasi kewirausahaan mempunyai hubungan positif terhadap variabel
orientasi inovasi. Nilai korelasi dimensi aktifitas kewirausahaan dengan dimensi inovasi
adalah 0,561. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang mendorong perusahaan mencapai
orientasi inovasi adalah jika perusahaan melaksanakan orientasi kewirausahaan, yaitu
selalu melakukan aktifitas kewirausahaan berupa proaktif melihat peluang pasar yang ada
dan berani mengambil resiko untuk menciptakan produk-produk baru yang inovatif yang
dibutuhkan pasar, sehingga posisi perusahaan tersebut sangat unggul dalam persaingan
dan memiliki nilai responsibilitas terhadap kebutuhan pelanggan.
PENUTUP
Orientasi Pasar berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja Bisnis.Artinya
peningkatan kinerja bisnis merupakan dampak dari orientasi pasar yang dilakukan oleh
perusahaan. Dimensi orientasi pelanggan memiliki hubungan korelasi paling kuat
terhadap dimensi keuntungan, yang artinya bila perusahaan melaksanakan orientasi
pelanggan dengan memperhatikan komitmen terhadap pelanggan, menciptakan nilai ke
pelanggan, mengerti kebutuhan pelanggan, dan menciptakan kepuasan pelanggan,
perusahaan akan dapat mencapai kinerja bisnis yang lebih baik.
Orientasi Kewirausahaan berpengaruh signifikanpositif terhadap kinerja bisnis.
Artinya peningkatan kinerja bisnis merupakan dampak dari orientasi kewirausahaan yang
dilakukan oleh perusahaan.Dimensi aktifitas kewirausahaan memiliki hubungan korelasi
paling kuat terhadap dimensi produk baru yang sukses. Perusahaan yang melakukan
aktifitas kewirausahaan berupa proaktif melihat peluang pasar yang ada dan berani
mengambil resiko untuk menciptakan produk produk baru yang sukses dan inovatif yang
243
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
dibutuhkan pasar menjadikan perusahaan tersebut sangat unggul dalam persaingan dan
memiliki nilai resposibilitas terhadap kebutuhan pelanggan.
Orientasi Inovasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja bisnis . Artinya
Orientasi inovasi merupakan faktor pendorong terciptanya kinerja bisnis yang lebih baik
di perusahaan. Dimensi orientasi inovasi memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap
dimensi keuntungan, yang jika perusahaan melaksanakan orientasi inovasi yaitu selalu
menggali ide-ide baru
baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan serta
mempraktekkan ide-ide tersebut sehingga timbulah objek atau penemuan baru, yang
mengakibatkan perusahaan tersebut bisa meningkatkan kinerja bisnisnya berupa
peningkatan keuntungan perusahaan.
Orientasi Pasar berpengaruh signifikan positifterhadap orientasi inovasi . Artinya
orientasi pasar merupakan faktor pendorong terciptanya inovasi di perusahaan.Hal ini
dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan melakukan inovasi
adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing, yaitu perusahaan memahami
kekuatan jangka panjang, jangka pendek, serta memahami kelemahan dan kemampuan
dari pesiang potensial. Untuk bisa mengalahkan pesaing-pesaing potensial perusahaan
harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi produk, dan inovasi pelayanan.
Orientasi Kewirausahaan berpengaruh positif terhadap Orientasi Inovasi.Artinya
Orientasi kewirausahaan merupakan faktor pendorong terciptanya inovasi di
perusahaan.Dimensi orientasi pesaing memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap
dimensi inovasi.Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan
melakukan inovasi adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing, yaitu
perusahaan memahami kekuatan jangka panjang dan pendek, memahami kelemahan dan
kemampuan dari pesaing-pesaingnya, untuk bisa mengalahkan pesaing-pesaing,
perusahaan harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi produk, dan inovasi
pelayanan .
Dari hasil penelitian dan kesimpulan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan
berkenaan dengan perusahaan aspal beton dimana Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek
harus menerapkan orientasi pelanggan yaitu mengetahui dan mengerti akan kebutuhan
pelanggan yang ada di Jabodetabek dengan melihat permasalahan yang dihadapi oleh
pelanggan yaitu produk aspal yang tidak tahan terhadap genangan air di musim hujan dan
banjir rob di daerah Jakarta Utara. Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan teknologi
bahan yaitu menambahkan zat aditif pada campuran aspal yang kita kenal dengan anti
pengelupasan atau anti stripping agent sehingga kelemahan aspal beton sedikit bisa
teratasi.
Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek harus menerapkan orientasi pesaing, yaitu
selalu melihat pergerakan pesaing baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Kemudian menyusun strategi yang dibutuhkan sehingga produk aspal beton selalu bisa
menguasai pasar yang ada dan jika perlu perusahaan aspal beton melirik daerah lain yang
memiliki pasar yang lebih besar dengan tingkat persaingan yang lebih kecil seperti daerah
Sumatra, Kalimantan, dan Indonesia Timur lainnya.
Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek harus menerapkan koordinasi antar fungsi,
yaitu dengan mengetahui informasi pasar dan informasi pesaing, perusahaan harus
melakukan koordinasi antar fungsi sehingga semua lini yang mendukung dari strategi
dapat mengerti dan menjalankan strategi yang di putuskan sesuai dengan tugasnya
244
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
masing-masing. Perusahaan aspal beton yang berada di Jabodetabek harus melakukan
orientasi kewirausahaan yaitu melakukan aktifitas kewirausahaan berupa proaktif
menangkap peluang pasar yang ada dan berani mengambil resiko untuk melakukan
penelitian-penelitian sehingga terciptanya produk baru yang sukses yaitu produk aspal
beton yang memiliki keunggulan lebih dari pesaingnya yaitu produk jalan beton. Hal ini
juga di dukung dengan adanya perubahan sistem pengadaan yang sudah mulai di terapkan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang membuka peluang kontraktor untuk mendesain
dan melakukan inovasi terhadap pembuatan atau pemeliharaan jalan dengan sistim
kontrak berbasis kinerja atau Performance Based Contract (PBC)/Performance Based
Maintenance Contract (PBMC).
Perusahaan aspal beton yang berada di Jabodetabek harus melakukan inovasi.
Setelah mengetahui keinginan dari pelanggan dan memahami strategi yang akan dilakukan
melalui orientasi kewirausahaan, perusahaan aspal beton harus menggali ide-ide baru
baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan. Selanjutnya mempraktekkan ide-ide
tersebut sehingga timbullah obyek atau penemuan baru, yang mengakibatkan perusahaan
tersebut memiliki nilai lebih di mata pelanggan dan unggul dalam persaingan.
Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang disarankan untuk
menganalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah maupun
kualitasnya.
DAFTAR RUJUKAN
Baker, W.E. and Sinkula, J.M., (2009). The Complementary Affexts of Market
Orientation and Entrepreneurial Orientation on Profitability in Small Businesses,
Journal of Small Bussiness Management. Vol. 47(4), October, p. 443-464.
BPS Provinsi DKI Jakarta, (2008). Jakarta Dalam Angka 2008, BPS Provinsi DKI
Jakarta, Jakarta.
Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009). The Relationship Between Strategic Orientation,
Service Inovation, and Performance, International journal of Physical Distribution
and Logistics Management, Vol. 39, No. 4, 2009, pp. 282-300.
Grinstein Amir, (2008). The Relationship Between Market Orientation and Alternative
Strategic Orientations, European Journal of Marketing Vol. 42, No. ½, pp. 115-134.
Hair.J.F. Jr., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. and Tatham, R.L., (2008),
Multivariate Data Analysis, 6th ed., NJ, Pearson Prentice Hall.
Jogiyanto, dan Abdillah, Willy, (2009). Konsep & Aplikasi PLS (Partial Least Square)
untuk Penelitian Empiris, Edisi Pertama, Penerbit BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Ireland, R.D. and J.W. Webb, (2007). A cross disciplinary exploration of entrepreneurship
research, J. Manage.,Vol.33(6).p. 891-927.
Kohli, A.K., & Jaworski, B.J., (1990). Market Orientation: The Construct, Research
Proposition, and Managerial Implication, Journal of Marketing. p.1-18.
Kotler dan Keller, (2009). Marketing Management, 13th edition, Pearson Education Inc.,
New Jersey.
Lin, Peng, dan Kao, (2008). The Innovativeness Effect of Market Orientation and
Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man
Power, Emerald Publishing Limited.
245
Sukaryawan 231 - 246
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Micheels, E.T., (2012). The Effects of Alternative Market Orientation Strategies on Firm
Performance, International Jurnal of Marketing Studies. Vol. 4, (3), June, p. 2-15.
Narver, J.C., & Slater, S.F., (1990). The Effect of Market Orietation on Product
Innovation. Journal of Marketing. p.20-35.
Oscar, Javier dan Pablo, (2009). Role of Entrepreneurship and Market Orientation in
Firms’ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522
Raaij dan Stoelhorst, (2008). The Implementation of a Market Orientation, A Review and
Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42
No.11/12 pp1265-1293.
Tajeddini, K., (2010). Effect of Customer Orientation and Entrepreneurial Orientation on
Innovativeness: Evidence from The Hotel Industry in Switzerland, Tourism
Management, 31(2), 221-231, Elsevier Ltd.
Zhang dan Duang, (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation on
Product Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers,
Management Decision, Vol 48 No 6, 2010, pp. 849-867.
246
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
ANALISIS PENGARUH PELATIHAN, PENGEMBANGAN, DAN KOMPENSASI
TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK MEGA KCP SERANG
Angrian Permana
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bina Bangsa Banten
Email: [email protected]
Abstract: The objective of this research were to know the influence of training,
development, and compensation towards employee performance of Bank Mega Serang
Sub Branch. The sample of this reserach were forty four by using census method. The
research result showed that training have positive and significant influence on
employee performance, material dimension is the most affect dimension on employee
performance. Development have positive and significant influence on employee
performance, formal development is the most affect dimension on employee
performance. Compensation have positive and significant influence on employee
performance, financial, especially for base salary is the most affect dimension on
employee performance.
Key Words: Training, Development, Compensation, Employee Performance
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan,
pengembangan, dan kompensasi terhadap kinerja karyawan Mega Sub Cabang Serang
Bank. Sampel reserach ini adalah forty four dengan menggunakan metode sensus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan, dimensi materi adalah yang paling mempengaruhi dimensi terhadap
kinerja karyawan. Pembangunan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan, pembangunan formal adalah yang paling mempengaruhi dimensi
terhadap kinerja karyawan. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan, keuangan, terutama untuk gaji pokok yang paling mempengaruhi
dimensi terhadap kinerja karyawan.
Kata Kunci: Pelatihan, Pengembangan, Kompensasi, Kinerja Karyawan
PENDAHULUAN
Konch (2000) dalam Siringoringo (2012) mengatakan bank sebagai lembaga intermediasi
khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda
perekonomian secara keseluruhan danmemfasilitasi pertumbuhan ekonomi.
Bank
merupakan alat dalam menetapkan kebijakan moneter pada level ekonomi makro,
sedangkan pada level mikro ekonomi bank merupakan sumber utama pembiayaan bagi
para pengusaha maupun individu.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 menyebutkan “bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
247
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
banyak”. Oleh karena itu, bank harus dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan perekonomian di Indonesia yang memiliki tujuan utama yaitu
mensejahterakan rakyat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya
tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana
simpanan mereka pada bank (Sjahdeini, 1993). Oleh karena itu, bank harus menjadi
kepercayaan masyarakat agar masyarakat mau menyimpan dana pada bank tersebut, dan
bank tersebut dapat menyalurkannya kepada masyarakat untuk menjalankan
perekonomian bangsa (Pratama, 2012).
Sumberdaya manusia yang berkualitasakan siap bekerja di berbagai industri dan
sektor ekonomi sehingga akan menghasilkan produktivitas tinggi di berbagai sektor
ekonomi dan industri (Sumarwan, 2013). Mayo (2000) dalam Ongkorahardjo, Susanto,
dan Rachmawati (2008) menjelaskan bahwa, untuk mengukur kinerja perusahaan dari
perspektif keuangan sangatlah akurat, tetapi sebenarnya yang menjadi dasar penggerak
nilai dari keuangan tersebut adalah sumber daya manusia (human capital) dengan segala
pengetahuan, ide, dan inovasi yang dimilikinya.
Program pelatihan dan pengembangan merupakan cara untuk meningkatkan kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan karyawan, terutama untuk menghadapi persaingan bisnis
yang semakin ketat (Noviantoro, 2009). Perubahan-perubahan dalam persaingan bisnis ini
tidak akan bermanfaat jika tidak didukung oleh pelatihan dan pengembangan sesuai
dengan tingkat yang dibutuhkan, yang akan menyebabkan kinerja perusahaan terhambat
(Fatchiyah, 2012). Karyawan memiliki kebutuhan lain selain pelatihan dan
pengembangan, yaitu keinginan untuk memenuhi kebutuhan atau memiliki sesuatu atau
balas jasa dari sebuah organisasi. Keinginan atau balas jasa ini yang mampu membuat
pekerja bersikap dan berprilaku positif dalam bekerja serta berproduktif (Siagian, 2008).
Kompensasi sangat penting bagi pegawai itu sendiri sebagai individu dan sebagai
makhluk sosial, karena besarnya kompensasi akan mencerminkan status, pengakuan, dan
tingkat pemenuhan kebutuhan yang akan dinikmati oleh karyawan beserta keluarganya
(Suwanto dan Priansia, 2011).Oleh karena itu, besar kecilnya kompensasi dapat
memberikan rasa tenang bagi kehidupannya yang menghasilkan loyalitas pada perusahaan
dan memotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya (Nawawi, 2008).
Menurut Herpen et al, (2002) dalam Sumarto (2009), kompensasi yang diberikan
secara adil dan layak sesuai dengan performance karyawan sangat berpengaruh terhadap
tingkat kepuasan kerja karyawan. Kompensasi yang adil dan layak dapat memungkinkan
karyawan mempertahankan harkat dan martabatnya dan mempertahankan taraf hidup yang
wajar, layak dan mandiri tanpa tergantung kepada orang lain terutama dalam pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya (Suwatno dan Priansia, 2011).
Karyawan akan mengundurkan diri dari perusahaan jika kompensasi yang mereka
terima kurang puas sehingga mengakibatkan penambahan biaya penerimaan tenaga kerja
baru, yang seharusnya biaya tersebut dapat digunakan sebagai biaya operasional dan
pemasaran (Bangun, 2012). Wikipedia menyebutkan salah satu dari tujuan kompensasi
adalah pencerminan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusianya
sebagai aset utama bagi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, pemberian kompensasi yang
baik diperlukan oleh perusahaan kepada karyawannya.
248
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Kajian Pustaka. Menurut Solihin (2011), pelatihan (training) merupakan suatu proses
yang sistematis untuk mengubah perilaku tertentu dari tenaga kerja agar selaras dengan
pencapaian tujuan perusahaan. Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan keahlian (skill)
dan kemampuan (abilities) untuk mengerjakan tugas saat ini. Pelatihan memiliki orientasi
saat ini dan membantu tenaga kerja untuk menguasai keahlian dan kemampuan tertentu
yang dibutuhkan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan berhasil.
Menurut Undang-Undang ketenagakerjaan bab 1 butir 9 (2003) mendefinisikan
pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,
serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada
tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
atau pekerjaan.Wijayanto (2012) menerangkan program pelatihan merupakan proses yang
didesain untuk memelihara atau memperbaiki kinerja pekerjaan saat ini. Menurut
Kadarman dan Udayana (2001), program pelatihan merupakan program yang diarahkan
guna memperbaiki kinerja pekerjaan sekarang (current job performance) yang ditujukan
pada pegawai non manajer dengan memberikan pelatihan secara teknis serta memiliki
empat prosedur yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan bagi
pegawai dalam organisasi, yaitu: (a) penilaian kinerja, (b) analisis persyaratan pekerjaan,
(c) analisis organisasi, (d) survai pegawai. Abiodun (1998) dalam Olanian dan Ojo (2008)
menerangkan bahwa training is a systematic development of the knowledge, skills and
attitudes required by employees to perform adequately on a given task or job. Pelatihan
dengan ini dapat didefinisikan sebagai upaya kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk menciptkan keahlian baru atau mempertajam ilmu yang sudah
ada yang diselenggarakan oleh seseorang, sekelompok orang, organisasi, atau lembaga
pendidikan untuk kepentingan peserta dalam mengerjakan pekerjaan yang sedang
dilakukan.
Tujuan Pelatihan. Gomes (2001) dalam Musafir (2009) mengemukakan bahwa pelatihan
yang efektif dapat meningkatkan kinerja, memperbaiki moral, dan meningkatkan suatu
potensi perusahaan. Menurut Mangkunegara (2003),tujuan pelatihanantara lain: (a)
meningkatkan penghayatan jiwa dan ideology, (b) meningkatkan produktifitas kerja, (c)
meningkatkan kualitas kerja, (d) meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya
manusia, (e) meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal,
(f) meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, (f) menghindarkan keusangan
(obsolescence), dan (g) meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.
Mangkunegara (2003) menerangkan beberapa komponen-komponen yang ada pada
pelatihan yaitu: (a) peserta pelatihan, (b) tujuan dan sasaran, (c) para pelatih (trainers), (d)
materi pelatihan, dan (e) metode pelatihan. Suwatno dan Priansia (2011), memberi
pendapat bahwa beberapa komponen dalam proses pelatihan antara lain: (a) analisis
kebutuhan pelatihan, (b) sasaran pelatihan, (c) kurikulum pelatihan, (d) peserta pelatihan,
(e) pelatih, (e) pelaksanaan, dan (f) evaluasi pelatihan.
Sunyoto (2012) mengatakan bahwa pengembangan (development) mempunyai ruang
lingkup lebih luas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian untuk memikul tanggung jawab yang
berbeda atau yang lebih tinggi didalam didalam organisasi. Saydam (2000) telah
mengungkapkan bahwa pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
249
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
kegiatan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan agar pengetahuan (knowledge),
kemampuan (ability) dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan
yang mereka lakukan.
Menurut Cartwright (2003), development is a process in which learning occurs
through experience and where the results of the learning enhance not only the task skills
of the individual but also his or her attitudes.Freeman dan Gilbert (1995) dalam Wijayanto
(2012) mengungkapkan bahwa program pengembangan merupakan proses yang didesain
untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk aktivitas pekerjaan dimasa
mendatang.
Sunyoto (2012) mengemukakan bahwa pengembangan (development) merupakan
upaya penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih
tinggi didalam didalam organisasi.Pengembangan biasanya berhubungan dengan
peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menunaikan
pekerjaan yang lebih baik.
Saydam (2000) mengungkapkan bahwa dengan adanya kegiatan pengembangan,
diharapkan karyawan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan
pekerjaan dengan lebih baik, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang
digunakan oleh perusahaan.Suwatno dan Priansia (2011) mengatakan pula bahwa
pengembangan merupakan cara penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang
berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi.
Sunyoto (2012) menerangkan bahwa setidaknya ada 10 manfaat pengembangan
bagi karyawan, yaitu: (1) membantu para karyawan membuat keputusan dengan lebih
baik, (2) meningkatkan kemampuan para karyawan menyelesaikan pelbagai masalah yang
dihadapinya, (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,
(4) timbulnya dorongan, dalam arti para karyawan dapat terus meningkatkan kemampuan
kerjanya, (5) peningkatan kemampuan karyawan untuk mengatasi stress, frustasi, dan
konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri, (6) tersedianya
informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam
rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual, (7) meningkatnya
kepuasan kerja, (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan atas kemampuan
seseorang, (9) memperbesar tekad pekerja untuk lebih mandiri, (10) mengurangi ketakutan
dalam menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Tujuan pengembangan dengan ini dapat disimpulkan untuk meningkatkan karir
seorang karyawan agar karyawan tersebut bisa berkembang lebih baik, sehingga dapat
meningkatkan kepuasan kerja dan diikuti oleh kenaikan kompensasi. Kompensasi disini
yang dimaksud dapat berupa kompensasi secara financial maupun non financial.
Menurut Suwatno dan Priansia (2011), jenis-jenis dari pengembangan yang dapat
dilakukan bagi karyawan yaitu: (a) Pengembangan Formal. Pengembangan formal ini
cukup memakan biaya yang besar, program pengembangan seperti ini dilakukan karena
tuntunan perubahan dan persaingan yang semakin tinggi. Pengembangan seperti ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan, baik untuk sekarang maupun untuk
yang akan datang.; (b) Pengembangan Informal. Pengembangan secara informal dapat
dilakukan karena inisiatif karyawan itu sendiri. Karyawan dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilan dirinya dengan mempelajari berbagai macam konsep buku
berikut aplikasinya, yang berhubungan langsung dengan pekerjaan dan jabatan yang
250
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
diembannya. Pengembangan dengan ini dapat disimpulkan sebagai bentuk kegiatan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk meningkatkan karirnya dimasa yang
akan datang. Kegiatan pengembangan biasanya dilakukan dengan mengikuti pendidikan
secara formal seperti melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi yang dibiayai oleh
perusahaan atau sendiri.
Kompensasi merupakan hal yang penting, dan merupakan dorongan atau motivasi
utama seseorang karyawan untuk bekerja. Hal ini berarti bahwa karyawan menggunakan
pengetahuan, keterampilan, tenaga dan waktu bukan semata-mata ingin membaktikan diri
pada perusahaan, tetapi ada tujuan lain yaitu mengharapkan imbalan atau balas jasa, atau
bagi hasil yang telah diberikan (Suwanto dan Priansia, 2011).
Kompensasi menurut wirawan (2009), merupakan elemen hubungan kerja yang
sering menimbulkan masalah dalam hubungan industrial.Masalah kompensasiselalu
menjadi perhatian manajemen organisasi, karyawan, dan pemerintah, khususnya
upah.Manajemenmemperhitungkan upah karena merupakan bagian utama dari biaya
produksi dan operasi, melukiskan kinerja karyawan yang harus dibayar, dan
mempengaruhi kemampuannya untuk merekrut tenaga kerja dengan kualitas tertentu.
Para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan,
maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi
balas jasa atau kompensasi yang setimpal kepada mereka (Saydam, 2000). Kompensasi
yang telah diberikan oleh perusahaan kepada perusahaan harus memungkinkan
mempertahankan harkat dan martabat karyawan tersebut sebagai insan yang terhormat
(Siagian, 2008).
Davis dan Werther (1996) dalam Sudarsono (2008) menyebutkan ada beberapa
tujuan dari pemberian kompensasi, di antaranya adalah: (a) mendapatkan personal yang
kualified; (b) mempertahankan karyawan yang ada; (c)menunjukkan adanya keadilan baik
internal equity maupun external equity; (d)memberi rewards terhadap perilaku yang sesuai
dengan organisasi; (e)mengontrol dana; (f)menyesuaikan dengan regulasi upah yang ada;
(g)memotivasi karyawan; dan (h) mengurangi Labor Turnover karyawan.
Dessler (2007) mengatakan bahwa kompensasi karyawan merujuk kepada semua
bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka.
Kompensasi karyawan memiliki dua komponen utama: pembayaran langsung (dalam
bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus), dan pembayaran tidak langsung (dalam
bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan liburan yang dibayar oleh
pengusaha).Tujuan kompensasi dengan ini dapat disimpulkan sebagai kepuasan karyawan
untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Peningkatan kompensasi dengan harus
berbading lurus dengan kinerja dan pendidikan yang telah diikuti oleh karyawan tersebut.
Menurut Mondy dan Noe (1993) dalam Sudarsono (2008), kompensasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial
langsung dan tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus
dan komisi tidak langsung atau tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak
tercakup dalam kompensasi finansial langsung. (2) kompensasi non-finansial adalah
kompensasi yang diterima atas dasar pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab,
peluang pengakuan, peluang promosi, lingkungan psikologis atau fisik.
251
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tujuan Pengembangan. Menurut Saydam (2000) mengemukanan bahwa terdapat
macam-macam balasa jasa yang diterima oleh seorang karyawan dari tempat ia bekerja
yaitu dapat berupa uang kontan, material, dan fasilitas- fasilitas. Undang-Undang nomor
13 Tahun 2003 yang dikutip oleh Wijayanto (2012) mengenai ketenagakerjaan
menjelaskan bahwa upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja. Kompensasi dengan ini
dapat ditarik kesimpulan yaitu imbal jasa berupa finansial ataupun non-finansial yang
diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya untuk dapat bekerja dengan sungguhsungguh dan mengabdi kepada perusahaan tersebut. Hal ini bertujuan agar perusahaan
dapat tetap berproduktifitas tinggi untuk mencapai laba yang maksimal.
Para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan,
maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi
balas jasa atau kompensasi yang setimpal kepada mereka (Saydam, 2000). Kompensasi
yang telah diberikan oleh perusahaan kepada perusahaan harus memungkinkan
mempertahankan harkat dan martabat karyawan tersebut sebagai insan yang terhormat
(Siagian, 2008).
Davis dan Werther (1996) dalam Sudarsono (2008) menyebutkan ada beberapa
tujuan dari pemberian kompensasi, di antaranya: (a) mendaptkan personal yang kualified;
(b) mempertahankan karyawan yang ada; (c) menunjukkan adanya keadilan baik internal
equity maupun external equity; (d) memberi rewards terhadap perilaku yang sesuai dengan
organisasi; (e) mengontrol dana; (f) menyesuaikan dengan regulasi upah yang ada; (g)
memotivasi karyawan; dan (h) mengurangi Labor Turnover karyawan. Dessler (2007)
mengatakan bahwa kompensasi karyawan merujuk kepada semua bentuk bayaran atau
hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka. Kompensasi karyawan memiliki
dua komponen utama: pembayaran langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi,
dan bonus), dan pembayaran tidak langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan seperti
asuransi dan liburan yang dibayar oleh pengusaha).
Tujuan kompensasi dengan ini dapat disimpulkan sebagai kepuasan karyawan untuk
menjalani kehidupannya sehari-hari. Peningkatan kompensasi dengan harus berbanding
lurus dengan kinerja dan pendidikan yang telah diikuti oleh karyawan tersebut.
Menurut Wirawan (2009), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsifungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
Selain itu, Mangkunegara (2007) mendefinisikan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja
atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. As’ad (2001) dalam Musafir (2009) menyatakan kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Smith dalam Suwatno dan Priansia (2011), menyatakan bahwa: “performance is output
derives from process, human otherwise”.
Rizaldi (2002) dalam Astuti (2006) menerangkan penilaian prestasi kerja merupakan
sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah karyawan telah memahami
dan melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan (kemampuan kerja,
252
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
disiplin kerja, hubungan kerja, kepemimpinan) dan hal- hal khusus sesuai dengan bidang
dan level pekerjaan yang dijabatnya.Nawawi (2008)menjelaskan penilaian kinerja sebagai
kegiatan manajemen SDM adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan
pekerjaan oleh seorang pekerja.Hasil observasi tersebut dilakukan pengukuran yang
dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai keberhasilan atau kegagalannya
dalam bekerja.
Menurut Werther dan Davis (1996) dalam Suwatno dan Priansia (2011), penilaian
kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang
dinilai, antara lain: (1) Performance Improvement, (2) Compensation adjustment, (3)
Placement Decision, (4) Training and development needs., (5) Carrer Planning and
Development, (6) Staffing Process Deficiencies, (7) Informational Innaccuracies and Job
Design Errors, (8) Equal Employment Opportunity, (9) External Challenges,(10)
Feedback.Nawawi (2008) mengatakan ada beberapa bidang atau aspek pekerjaan yang
dapat dinilai seperti: kemampuan menghubungkan keputusan dengan pekerjaan, menerima
perubahan, pelaksanaan perintah, kehadiran, tanggung jawab, sikap, mematuhi peraturan,
kerja sama, pemahaman kondisi pembiayaan, kelebihan yang diandalkan, efektif tanpa
stress, inisiatif, pengetahuan mengenai pekerjaan, kepemimpinan, penggunaan dan
pemeliharaan peralatan, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kualitas pekerjaan,
kuantitas pekerjaan, pelaksanaan keamanan kerja, dan nilai keseluruhan dari supervisor.
Indikator Kinerja. Nawawi (2008) mengatakan ada beberapa bidang atau aspek
pekerjaan yang dapat dinilai seperti: kemampuan menghubungkan keputusan dengan
pekerjaan, menerima perubahan, pelaksanaan perintah, kehadiran, tanggung jawab, sikap,
mematuhi peraturan, kerjasama, pemahaman kondisi pembiayaan, kelebihan yang
diandalkan, efektif tanpa stress, inisiatif, pengetahuan mengenai pekerjaan,
kepemimpinan, penggunaan dan pemeliharaan peralatan, perencanaan dan
pengorganisasian kerja, kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, pelaksanaan keamanan
kerja, dan nilai keseluruhan dari supervisor.
Menurut Wibisono (2011), penilaian kinerja bisa diukur dengan umpan balik 360
derajat, hal ini dilakukan untuk membuka kesempatan bagi semua pegawai untuk
memberikan umpan balik (feed back) kepada sesama anggota perusahaan lainnya,
sehingga dapat diidentifikasi kinerja individu, departemen, atau proses dalam perusahaan
yang perlu ditingkatkan. Wirawan (2009) menjelaskan indikator- indikator kinerja terdiri
dari kuantitas kerja, kualitas hasil kerja, efisiensi dalam melaksanakan tugas, disiplin
kerja, inisiatif, ketelitian, kepemimpinan, kejujuran, dan kreatifitas.
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik pada penelitian ini yang
telah dilakukan. Mursidi (2009) meneliti mengenai “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan
terhadap Kinerja Karyawan”. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan melaksanakan
pelatihan dan pendidikan sangat baik dengan skor tingkat 227,8, tingkat kinerja karyawan
sangat baik dengan skor nilai 226. Hasil analisis regresi menunjukkan training dan asuhan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisien regresi 0.911 dan koefisien
determinasi dengan nilai 0.644, menunjukkan bahwa pengaruh pelatihan dan asuhan
terhadap kinerja karyawan sebanyak 64.4%.
Musafir (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelatihan dan
Motivasi terhadap Kinerja Pegawai Pelabuhan IV Gorontalo”.Penelitian yang dilakukan
253
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
oleh Musafir memberikan hasil bahwa pelatihan memberikan kontribusi yang positif dan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai.
Abdullah, Ahsan, dan Alan melakukan penelitian pada tahun 2009 dengan judul
“The Effect of Human Resource Management Practices on Business Performance among
Private Companies in Malaysia”. Hasil penelitian ini yaitu: Pelatihan dan Pengembangan
memiliki dampak positif terhadap kinerja bisnis, team work memiliki dampak yang positif
terhadap kinerja bisnis, kompensasi atau insentif memberikan dampak positif pada kinerja
bisnis, penilaian kinerja memiliki dampak yang positif terhadap kinerja bisnis, dan
kemananan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja bisnis.
Harlie (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Disiplin Kerja,
Motivasi, dan Pengembangan Karir terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada
Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan”. Hasil dari penelitian ini
yaitu seluruh variabel bebas (disiplin kerja, motivasi, dan pengembangan karir)
berpengaruh nyata secara parsial terhadap kinerja pegawai pemerintah Kabupaten
Tabolong di Tanjung Kalimantan Selatan.
Chaudry et al, (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Determining Project
Performance: The Role of Training and Compensation”. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pelatihan terkait secara positif terhadap kompensasi dan kompensasi juga
menunjukkan hubungan yang kuat terhadap kinerja proyek. Zubaidah (2012) melakukan
penelitian “Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja”.Penelitian ini menunjukkan terdapat
tanggapan yang positif bahwa kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan
CV Mandiri Palembang. Berdasarkan uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara
kompensasi dan kinerja karyawan, yaitu hubungan yang sangat erat dan searah.
Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun
kerangka pemikiran dan penjelasan bahwa program pelatihan didesain untuk
meningkatkan kemampuan kerja, baik secara individual, kelompok, maupun sebagai
kegiatan organisasi secara keseluruhan. Membaiknya suatu program pelatihan diharapkan
akan berdampak positif tehadap kinerja karyawan.
Pengembangan karyawan dilaksanakan sebagai investasi jangka panjang suatu
perusahaan terhadap sumber daya manusianya. Seseorang yang mengikuti pengembangan
biasanya karyawan yang akan menduduki jabatan tertentu seperti untuk tingkat manajer,
agar kelak ketika ia menjadi manajer, ia akan mengerti tentang hal- hal apa saja yang
dilakukan oleh seorang manajer atau jabatan yang lebih tinggi lagi.
Kompensasi merupakan sesuatu yang diberikan oleh sebuah organisasi terhadap
karyawan sebagai pengganti tenaga, usaha dan pikirannya yang telah memberikan
kontribusi positif terhadap perusahaan tersebut. Pemberian kompensasi oleh sebuah
perusahaan harus bersifat adil dan layak, dimana kinerja karyawan akan cenderung
terhadap kompensasi yang diberikan oleh perusahaan (Zubaedah: 2012). Semakin baik
kompensasi maka kinerja seorang karyawan akan makin baik, sebaliknya semakin buruk
atau tidak adil sebuah perusahaan memberikan kompensasi, maka dampak kinerja
karyawan akan terlihat menurun. Kompensasi yang mengandung prinsip keadilan
maksudnya adlah secara internal pegawai yang melaksanakan tugas sejenis mendapat
imbalan yang sama (Siagian, 2008). Kompensasi yang baik dengan ini dapat disimpulkan
bahwa harus ada keseimbangan antara produktivitas atau prestasi kerja karyawan dengan
254
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
upah atau gaji yang diterimanya. Kompensasi juga dapat dikatakan layak jika besarnya
upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan
ketenagakerjaan, seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.
Menurunya atau ketidak sesuaian nilai kompensasi akan berdampak pada penurunan
kinerja karyawan.
Berdasarkan kajian teori dan fakta-fakta penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara program pelatihan dan
pengembangan dengan kinerja karyawan dan ada pengaruh positif yang signifikan antara
sistem kompensasi dengan kinerja karyawan. Disimpulkan bahwa ada pengaruh positif
dan signifikan antara program pelatihan dan pengembangan serta kompensasi terhadap
kinerja karyawan. Secara garis besar, pengaruh pelatihan dan pengembangan serta
kompensasi terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar1 berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
H1 : Pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang.
H2 : Pengembangan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang.
H3 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang.
H4 : Pelatihan, pengembangan, dan kompensasi bersama-sama berpengaruh terhadap
kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Bentuk studi yang akan
dikembangkan dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah: (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan yang akan dilakukan dengan
menggunakan angket/kuesioner. Angket tersebut akan disebarkan kepada karyawan Bank
255
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Mega Cabang Pembantu Serang. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 44
karyawan yang terdiri dari divisi administrasi, bisnis, security, dan operasional. Penelitian
ini menggunakan sensus, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Peneliti melakukan
sensus karena jumlah populasi yang ada di Bank Mega Cabang Pembantu Serang tidak
banyak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Bentuk studi yang akan
dikembangkan dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah: (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan yang akan dilakukan dengan
menggunakan angket/kuesioner. Angket tersebut akan disebarkan kepada karyawan Bank
Mega Cabang Pembantu Serang.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh
antar variabel bebas (pelatihan, pengembangan, kompensasi) terhadap variabel terikat
(kinerja) dan matrik korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan dimensi antar
variabel. Selain itu, Uji-F digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
bersama antara dimensi bebas terhadap dimensi terikat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan analisis koefisien regresi untuk mengetahui pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian yang telah diolah menggunakan
SPSS 18.0 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Uji Normalitas. Uji untuk mengetahui apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau
mendekati normal dilakukan dengan Regression Standarized.
Tabel 1. Uji Normalitas Npar Tests
Uraian
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp.sig.(2-tailed)
Unstandardized Residual
44
.0000000
.33626475
.133
.125
-.133
.881
.420
a. Test distribution is Normal
b. Calculated from data
Sumber: data primer diolah
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai signifikan (Asymp. Sig 2-tailed) sebesar
0,420. Oleh karena signifikansi lebih dari 0,05 maka residual terdistribusi dengan normal.
Uji Multikolinieritas. Uji Multikolinieritas pada penelitian ini dengan menggunakan
bantuan SPSS v.18.0. Metode pengujian yang digunakan yaitu dengan melihat nilai
inflation factor (VIF) dan tolerance pada model regresi, hasilnya adalah:
256
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinieratis
Model
Collinearity Statistics
(Constant)
Pelatihan
Pengembangan
Kompensasi
Tolerance
VIF
.793
.803
.978
1.261
1.246
1.022
Sumber: data primer diolah
Analisis Regresi Bersama. Pengaruh antar variabel dan sumbangan antar variabel
independen (pelatihan, pengembangan, dan kompensasi) terhadap variabel dependen
(kinerja) karyawan Bank Mega KCP Serang dapat dilihat dari hasil t hitung antar variabel
dan nilai R2. Pengujian koefisien regresi korelasi (R2) dan nilai t hitung dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Analisis Koefisien Regresi
Model
1
R2
(Constant)
Pengembangan
Pelatihan
Kompensasi
= .692
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.780
.281
.387
.074
.293
.082
.211
.064
Standardized
Coefficients
Beta
.513
.353
.291
T
Sig.
2.771
5.237
3.585
3.278
.008
.000
.001
.002
Sumber: Data Primer diolah
Berdasarkan output diatas diperoleh angka R2 sebesar 0,692 atau (69,2%). Hal ini
menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen yaitu pelatihan,
pengembangan, dan kompensasi terhadap variabel kinerja sebesar 69,2%. Hasil tersebut
dapat dikatakan pula variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan sebesar 69,2% variasi variabel dependen, sedangkan sisanya sebesar 30,8%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Tabel
tersebut memperlihatkan nilai seluruh variabel thitung lebih besar dari nilai ttabel.
Seluruh Variabel dikatakan signifikan karena nilai signifikan seluruh variabel < 0,05.
Tabel tersebut selain menjelaskan tentang sumbangan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen juga menjelaskan: (a) nilai konstanta 0,780. Hal ini berarti
bahwa tanpa adanya pengaruh variabel bebas yaitu variabel pelatihan (X1), variabel
pengembangan (X2), dan kompensasi (X3), maka variabel terikatnya yaitu kinerja
karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,780.; (b) nilai koefisien regresi (b1)
variabel pelatihan (X1) satu satuan, maka akan mengakibatkan kenaikan variabel
terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,293, dengan
asumsi bahwa variabel bebas pengembangan (X2) dan kompensasi (X3) adalah konstan
(tetap).; (c) nilai koefisien regresi (b2) variabel pengembangan (X2) adalah 0,378. Hal ini
berarti bahwa setiap kenaikan variabel pengembangan (X2) satu satuan, maka akan
mengakibatkan kenaikan variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP
257
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Serang sebesar 0,387 dengan asumsi bahwa variabel bebas pelatihan (X1), dan
kompensasi (X3) adalah konstan (tetap).; (d) nilai koefisien regresi (b3) variabel
kompensasi (X3) adalah 0,211. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel terikatnya
yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,211 dengan asumsi bahwa
variabel bebas pelatihan (X1) dan pengembangan (X2) adalah konstan (tetap).
Kesimpulan dari penjelasan tersebut adalah seluruh variabel berpengaruh dan
signifikan terhadap kinerja karyawan bank Mega KCP Serang. Variabel yang sangat
berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang ytiu variabel
pengembangan. Kinerja karyawan akan meningkat sebesar 38,7% jika pengembangan
ditingkatkan per satu satuan. Variabel pengembangan informal merupakan variabel yang
mempengaruhi terhadap variabel pengembangan. Pengembangan secara informal dengan
ini dapat dilakukan berbagai cara, misalkan dengan membuat perpustakaan di area kantor
Bank Mega KCP Serang, memberikan coaching secara rutin, atau bisa juga dengan
menambah film atau video pengembangan diri sebelum meeting atau coaching.
Variabel pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh lebih kecil dibawah variabel
pengembangan yaitu dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,293. Variabel pelatihan yang
paling berpengaruh adalah variabel pelatih, dengan ini variabel pelatihan dapat diperbaiki
dengan cara memilih pelatih yang profesional, mengerti keadaan sekitar, memahami
karakteristik peserta, serta menguasai jalannya program pelatihan, baik itu materi maupun
metode.
Variabel kompensasi merupakan variabel yang berpengaruh lebih kecil
dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua
karyawan Bank Mega KCP Serang bekerja karena memprioritaskan kompensasi dari
perusahaan. Karyawan ingin mengembankan dirinya untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dimasa mendatang. Faktor usia karyawan Bank Mega menjadi acuan utama dalam
penelitian ini, karena dibuktikan lebih dari 50% karyawan Bank Mega KCP Serang berada
pada usia < 40 tahun dimana pada usia ini karyawan masih ingin berkembang dengan
pekerjaan yang dilakukan sekarang. Uji-F ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel
bebas secara bersama-sama terhadap variabel tergantung. Variabel bebas yang dimaksud
adalah variabel pelatihan, pengembangan, dan kompensasi, sedangkan variabel tergantung
yang dimaksud adalah variabel kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Hasil uji-F
pada penelitian ini yaitu:
Tabel 4. Hasil Uji F dan Nilai Signifikan
ANOVA
Sum of
Squares
Df
Mean Square
1
Regression
10.988
3
3.663
Residual
4.899
40
.122
Total
15.886
43
a. Predictors: (Constant), Kompensasi, Pengembangan, Pelatihan
b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
Model
F
Sig.
29.905
.000a
Sumber: Data Primer diolah
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai Fhitung adalah 29,905 dan tingkat signifikan <
0,05. Oleh karena 0,00 <0,05, maka penelitian ini dikatakan signifikan. Ftabel ini
258
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
menggunakan tingkat keyakinan 95%, a = 5%, df 1 (jumlah variabel -1) atau 4-1 =3 dan
df 2 (n-k-1) atau 44-3-1 = 40. ). Fhitung dalam penelitian ini lebih besar dari Ftabel (29,905>
2,839), maka Ho ditolak. Maksud dari angka ini yaitu pelatihan, pengembangan, dan
kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega
KCP Serang.
Penelitian ini menggunakan beberapa dimensi antar variabel yang akan
dikorelasikan dengan melihat nilai r. Hasil matrik korelasi dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini.
Tabel 5. Matrik Korelasi Dimensi antar Variabel
Variabel
Variabel
Dimensi Y1
.206
X1.1
.271
X1.2
Pelatihan
.038
X1.3
(X1)
.071
X1.4
.172
X1.5
.314
Pengembangan
X2.1
.339
(X2)
X2.2
.111
Kompensasi
X3.1
.161
(X3)
X3.2
Sumber: Data Primer diolah
Y2
Kinerja (Y)
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
.433
.222
.137
.261
.000
.316
.159
.143
.146
.290
.146
.127
.314
.364
.364
.432
.178
.351
.059
.131
.103
.270
.135
.097
.327
.489
.128
.222
.082
.305
.373
.205
.317
.464
.255
.231
.049
.384
.399
.242
.222
.309
.385
.246
.231
.513
.424
.441
.159
.349
.300
.243
.250
.318
.416
.293
.090
.008
.258
.415
.204
.138
.054
.280
.043
-.089
.230
.369
.221
.227
.155
.257
Tabel diatas memperlihatkan bahwa terdapat hubungan kuat sedang antara dimensi X1.4
(materi) dengan Y3 (kuantitas), X2.1 (pengembangan formal) dengan Y3 (kualitas), dan X3.1
(finansial) dengan Y5 (disiplin kerja). Dimensi antar variabel pelatihan, pengembangan,
dan kompensasi memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi kinerja.
Dimensi finansial memiliki beberapa instrumen, instrumen finansial kemudian
dikorelasikan dengan dimensi finansial. Hasil korelasi instrumen finansial dengan
instrumen finansial dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 6. Korelasi Instrumen Dimensi Finansial dengan Dimensi Finansial
Keterangan
Insentif
Uang
makan
transport
Asuransi
Gaji pokok
Finansial
1
Uang makan
dan transport
.451
.451
.411
.449
.738
Insentif
dan
.411
Gaji
pokok
.449
1
418
617
710
.418
.617
.710
1
.478
.670
.478
1
.747
.670
.747
1
Asuransi
Finansial
.738
Sumber: Data Primer diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa instrumen gaji pokok memiliki hubungan lebih kuat
dengan dimensi finansial dibandingkan instrumen-instrumen lainnya. Tabel tersebut
259
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
menjelaskan bahwa jika gaji pokok dinaikkan, maka dimensi finansial akan meningkat,
yang berhubungan kuat sedang dengan disiplin kerja.
PENUTUP
Kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Bank Mega KCP Serang
diperoleh hasil perhitungan dan beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Pelatihan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Dimensi
materi merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi kualitas.;
(2) Pengembangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank
Mega KCP Serang. Dimensi formal merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat
sedang dengan dimensi kuantitas.; (3) Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Dimensi finansial berupa gaji pokok
merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi disiplin kerja.;
(4) Pelatihan, pengembangan, dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang.
Rekomendasi. Rekomendasi peneliti dalam penelitian ini yaitu: (1) Bank Mega KCP
Serang sebaiknya memprioritaskan materi pelatihan dalam melaksanakan program
pelatihan, materi yang akan diberikan kepada peserta haruslah sesuai dengan posisi dan
tugas masing-masing peserta pelatihan.; (2) Manajemen Bank Mega KCP Serang perlu
memberikan kesempatan pengembangan formal terhadap karyawan agar kualitas
pekerjaan yang di hasilkan oleh karyawan meningkat, memberikan beasiswa kepada
karyawan yang ingin berkembang harus bisa dilakukan oleh manajemen.; (3) Manajemen
Bank Mega KCP Serang sebaiknya memperhatikan karyawannya dari aspek finansial,
khususnya gaji pokok. Gaji pokok karyawan Bank Mega KCP Serang seharusnya
dinaikkan untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan.
Skala prioritas manajemen Bank Mega KCP Serang untuk meningkatkan kinerja
karyawan adalah pengembanganformal, pelaksanaan program pelatihan khususnya dengan
memperhatikan materi pelatihan, dan disusul dengan peningkatan kompensasi finansial
berupa peningkatan gaji pokok karyawan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah,Nilufar A., and Syed S. Alam.(2009). The Effect of Human Resources
Management on Bussiness Performance among Private Companies in Malaysia. Ejournal on- line. Melalui <http//www.ccsenet.org/journal.html> [22 November
2012].
Astuti, D. (2006). Penciptaan Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif dengan Assessment
Centre. E- Jurnal. Jurnal Manajemen. Melalui <http://major.maranatha.edu> [05
Februari 2013].
Bangun, W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga
Cartwright, R. (2003).Training and Development. Oxford OX4 1RE. Capstone Publishing
Limited
260
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Chaudry et al. (2012). Determining Project Performance: The Role of Training and
Compensation. Journal of Economics and Sustainable Development. E-Journal online. Melalui <http//iiste.org> [02 November 2012].
Dessler, G. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Paramita Rahayu.
Jakarta: PT Indeks.
Fatchiyah. (2012). Training Needs Analysis: Analisis Kebutuhan Pelatihan bagi Personel
Laboratorium. Melalui <http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id>. [09 Februari 2013].
Harlie. (2010). Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi, dan Pengembangan Karir terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung
Kalimantan Selatan.
Jurnal Manajemen dan Akuntansi.
Melalui
<http://jurnaljam.ub.ac.id>. [02 Maret 2013].
Kadarman dan Udayana. (2001). Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan Mahasiswa.
Jakarta: PT Prenhallindo.
Mangkunegara, A.P. (2003). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Penerbit Refika Aditama.
---------------------------. (2009). Evaluasi Kinerja SDM.Cetakan ke tiga. Bandung: Refika
Aditama.
Mursidi. (2009). Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan, Jurnal
Ilmu Pendidikan.Volume 10, no.2, <http://ejournal.umm.ac.id> [15 November
2012].
Musafir. (2009). Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pelabuhan
Indonesia IV Gorontalo. E- Jurnal.
Jurnal Kependidikan.
Melalui
<http://isjd.pdii.lipi.go.id> [05 Februari 2013].
Nawawi, H., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Noviantoro, D., (2009). Analisis Pengaruh pelatihan serta Pengembangan terhadap
Kinerja Pegawai pada PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk
Medan. Tesis. Melalui <http://repository.usu.ac.id> [09 Februari 2013].
Ongkorahardjo, D., Susanto A., dan Rachmawati D., (2008). Analisis Pengaruh Human
Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di
Indonesia). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. E- Jurnal on-line. Melalui
<http://puslit.petra.ac.id> [09 Februari 2013].
Ojo, L.B., dan Olaniyan. (2008). Staff Training and Development: A Vital Tool for
Organizational Effectiveness. European Journal of Scientific Research. E- Journal
on line. Melalui <http://eurojournals.com> [03 Maret 2013].
Pratama. (2012). Kepercayaan Menjadi Faktor Penting Berkaitan Dengan Sektor
Perbankan. Melalui <http://pratama1989.wordpress.com> [09 Februari 2013].
Republik Indonesia. “Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003”. Bandung: Fokusmedia.
Robbins, S., Michael, C., (1999). Manajemen. Terjemahan Hermaya. Jakarta: Penerbit
PT Prenhallindo
Saydam, G.,
(2000).
Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources
Management) Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya jawab). Jakarta: Djambatan.
Siagian, S. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: 2008
Solihin, I. (2011). Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Sunyoto. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Center
261
Permana 247 - 262
Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013
Suwatno, Jusuf P. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
Sjahdeini, S.R. (1993). Rahasia Bank: Berbagai Masalah Disekitarnya. Melalui
<http://www.oocities.org>. [02 Februari 2013]
Siringoringo, R., (2012). Karakteristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
E-Journal on-line. Melalui
<http://www.bi.go.id> [05 Februari 2013].
Sudarsono, H., (2008). Analisis Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi dan Kinerja
(Studi Kasus Dosen Ekonomi pada Perguruan Tinggi Swasta). E- Jurnal. Jurnal
Kependidikan. Melalui <http://lemlit.um.ac.id> [ 02 Februari 2013].
Sumarto. (2009). Meningkatkan Kompensasi, Kepuasan Kerja, dan Motivasi untuk
Mengurangi Labor Turnover Intention. E- Journal. Jurnal Riset Ekonomi dan
Bisnis. Melalui <http://ejournal.upnjatim.ac.id> [10 Februari 2013].
Sumarwan, U., (2013). Gaya Hidup Sehat Konsumen Jerman Berjalan, Bersepeda, dan
Makan Roti. Melalui <http://www.bakerymagazine.com> [09 Februari 2013].
Wijayanto, D., (2012). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan penelitian.
Jakarta: Salemba Empat.
Wibisono, D., (2011). Manajemen Kinerja Korporasi dan Organisasi: Panduan
Penyusunan Indikato. Jakarta: Erlangga.
Zubaedah. (2012). Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan pada CV. Mandiri
Palembang. Jurnal Manajemen, Volume 1, No. 2. Universitas Palembang.
262
Download