Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH PROFESIONALISME, PELATIHAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA NURSE DAN CAREGIVER INDONESIA Reni Kristina Arianti Kementerian Kesehatan RI Jakarta Email: [email protected] Abstract: Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) is the only bilateral cooperation framework managed by Indonesia, which includes the movement of natural persons. Moreover, the Government of Japan gives opportunities for medical personnel especially Indonesian nurse and caregiver to work in Japan. Therefore, the Government of Indonesia requires to ake the higest possible advantages of the cooperation program by preparing Indonesian nurse and caregiver to compete with those of other countries. Thus Indonesia not only has skilled and qualified workforce, but also able to maintain its existence in the international world. This research is aim to demonstrate the effects of professionalism, training, and motivation on the performance of Indonesian nurse and caregiver. In this case, we employ multiple regression model by taking variables of professionalism (X1), training (X2), motivation (X3) as the independent variables and performance of Indonesian nurse and caregiver (Y) as the dependent variable. The reseach population is defined as the Indonesian nurse and caregiver who work in Japan especially Osaka, Kyoto and Tokyo and the sample is selected using purposive sampling based on Slovin formula. Based on the results, we conclude that professionalism has positive effect on the performance and can be proven to be true, In addition the training has positive effect on the performance and can be proven to be true. Finally, motivation has positive effect on the performance and can be proven to be true. Keywords: Professionalism, Training, Motivation, Performance, Nurse, and Caregiver Abstrak: Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA) adalah satu-satunya kerangka kerjasama bilateral dikelola oleh Indonesia, yang meliputi gerakan orang alami. Selain itu, Pemerintah Jepang memberikan kesempatan bagi tenaga medis perawat dan pengasuh untuk bekerja di Jepang khususnya Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia membutuhkan untuk ake kemungkinan keuntungan tertinggi dari program kerjasama dengan mempersiapkan perawat dan pengasuh Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia tidak hanya telah terampil dan tenaga kerja yang berkualitas, namun juga mampu mempertahankan eksistensinya di dunia internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan efek dari profesionalisme, pelatihan, dan motivasi terhadap kinerja perawat dan pengasuh Indonesia. Dalam hal ini, kami mempekerjakan model regresi berganda dengan mengambil variabel profesionalisme (X1), pelatihan (X2), motivasi (X3) sebagai variabel independen dan kinerja perawat Indonesia dan pengasuh (Y) sebagai variabel dependen. Populasi penelitian didefinisikan sebagai perawat Indonesia dan pengasuh yang bekerja di Jepang khususnya Osaka, Kyoto dan Tokyo dan sampel dipilih dengan 121 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 menggunakan purposive sampling berdasarkan rumus Slovin. Berdasarkan hasil, kami menyimpulkan bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja dan dapat terbukti benar, Selain pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja dan dapat dibuktikan kebenarannya. Akhirnya, motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja dan dapat dibuktikan kebenarannya. Kata kunci: Profesionalisme, Pelatihan, Motivasi, Kinerja, Perawat, dan Pengasuh PENDAHULUAN Hingga akhir tahun 2012, Indonesia telah terlibat dalam berbagai macam skema Free Trade Area (FTA), salah satunya adalah Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), hal yang menarik dari kerjasama perdagangan bebas IndonesiaJepang di bawah payung Economic Partnership Agreement (EPA) adalah cakupan kerjasama bukan hanya mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa seperti yang lazim tertuang dalam FTA, tetapi kerjasama ini mencakup agenda ekonomi yang komprehensif termasuk perihal peningkatan migrasi pekerja (movement of natural persons). Secara spesifik, pemerintah Jepang membuka peluang bagi tenaga medis Indonesia khususnya nurse dan caregiver untuk dapat bekerja di Jepang. Bahkan, jumlah tenaga kerja medis Indonesia yang bekerja di Jepang dalam kerangka IJEPA ditargetkan mencapai 1.000 tenaga kerja (magang) dengan perincian 400 orangnurse dan 600 orang caregiver. Tentu saja tenaga medis yang diharapkan memiliki kompetensi keahlian yang memadai serta memahami peraturan perundangan yang berlaku di Jepang. Perlu dicatat bahwa penempatan tenaga medis ini hanya dapat dilakukan melalui program government to government (G to G) dan dilaksanakan oleh lembaga Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Japan International Corporation of Welfare Services (JICWELS). Pengiriman tenaga kerja medis dari Indonesia ke Jepang diharapkan membawa manfaat bagi kedua belah pihak. Perpindahan/migrasi tenaga medis dari negara-negara berupah rendah ke negara-negara berupah tinggi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi (Arunanondchai dan Fink, 2007). Bagi negara penerima, tenaga medis asing yang masuk ke negara tersebut pada umumnya bermanfaat untuk mencukupi kekurangan tenaga medis domestik. Seperti halnya yang terjadi di Jepang sekarang ini, bahwa penduduk yang berusia lanjut mencapai seperlima dari total populasi. Proporsi jumlah penduduk usia lanjut diperediksi bertambah hingga 32% di tahun 2030 dan 41% di tahun 2055 karena tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat rendah (Tokyo Daigaku Koreishakai Sogo Kenkyu Kiko, 2010 dalam Shun, 2012). Oleh karena itu, pencantuman migrasi tenaga medis dalam skema IJEPA merupakan solusi strategis Jepang untuk mencegah krisis tenaga medis di masa datang, terutama untuk mengurusi orang jompo/ usia lanjut. Hal yang terpenting dalam pengiriman tenaga terampil khususnya nurse dan caregiver ke luar negeri adalah pemenuhan persyaratan standar kompetensi pekerjaan yang ditetapkan maupun dibutuhkan oleh negara yang akan dituju, yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, technology) dan sikap perilaku (attitude). Nurse dan caregiver Indonesia dituntut harus lebih mementingkan 122 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 kepuasan pasien dan lebih berorientasi terhadap hasil kerja yang dicapai daripada imbalan materi. Walaupun imbalan materi adalah suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup nurse dan caregiver Indonesia. Pada hakikatnya kinerja nurse dan caregiver Indonesia merupakan hasil atau tingkat keberhasilan nurse dan caregiver Indonesia secara keseluruhan dalam menjalankan pekerjaannya dengan tingkat kemampuan sesuai standar internasional sehingga nurse dan caregiver Indonesia memiliki daya saing dengan negara lain. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik, maka kinerja dinyatakan baik dan sukses. Dalam hal ini, pencapaian kinerja bagi nurse dan caregiver Indonesia yang memanfaatkan program kerjasama IJEPA adalah mereka lulus ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang dan diterima bekerja di Jepang. Ukuran kinerja seorang nurse dan caregiver Indonesia di Jepang dapat dilihat dari kemampuan mereka berkomunikasi dengan pasien, penguasan bahasa Jepang, ketepatan dan kecermatan dalam memberikan pelayanan, kemampuan sesuai bidangnya serta kemampuan bekerjasama dengan tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Kinerja yang baik dari nurse dan caregiver Indonesia di Jepang dapat menjadi brand image (citra positif) bagi nurse dan caregiver Indonesia di pasar tenaga kerja internasional. Dengan demikian, akan terjadi spillover effects dimana institusi pendidikan keperawatan akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kompetensi anak didiknya agar memiliki kualifikasi internasional. Hal ini akan sangat menguntungkan bukan hanya tenaga medis yang akan ditempatkan di Jepang tetapi juga tenaga medis yang akan bekerja di luar negeri. Dengan kata lain, baiknya kinerja nurse dan caregiver Indonesia di Jepang yang ditopang dengan standar kompetensi dan profesionalisme bekerja akan semakin mempermudah tenaga nurse dan caregiver Indonesia untuk bersaing di level internasional. Sikap profesionalisme wajib dimiliki bagi setiap tenaga nurse dan caregiver Indonesia yang bekerja di luar negeri khususnya Jepang, karena pasien/orang lanjut usia (yang dilayani) dapat merasakan kepuasan atas pelayanan nurse dan caregiver jika mereka memiliki sikap profesionalisme yang tinggi. Namun demikian, sikap profesional tersebut harus didukung dengan peningkatan keterampilan yang dilakukan terus menerus serta ditunjang dengan kemampuan akademik, peningkatan pengalaman kerja dan yang tidak kalah pentingnya bagi seorang nurse dan caregiver Indonesia yang berorientasi global adalah penguasaan bahasa dalam berkomunikasi di negara mana tempat dia bekerja. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemerintah Indonesia harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan nurse dan caregiver Indonesia untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal melalui pendidikan dan pelatihan. Melalui kerjasama bilateral EPA dengan Jepang, Indonesia memperoleh program bantuan untuk meningkatkan kapasitas daya saing sumber daya manusianya, dimana setiap calon nurse dan caregiver yang akan berangkat ke Jepang akan dibekali pendidikan dan pelatihan baik keterampilan keperawatan juga keterampilan bahasa Jepang 123 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 (Nihonggo). Namun demikian, pembekalan yang diterima oleh para calon nurse dan caregiver tersebut terhitung sangat pendek dan tidak maksimal. Karena berdasarkan BNP2TKI, para calon nurse dan caregiver tersebut mendapatkan pelatihan hanya selama 1 (satu) tahun yaitu 6 (enam) bulan di Indonesia dan 6 (enam) bulan di Jepang. Pada akhirnya dengan pendeknya waktu tersebut, maka calon nurse dan caregiver hanya memperoleh keterampilan keperawatan dan bahasa saja tidak dibarengi dengan peningkatan kemampuan pengetahuan, keterampilan teknis (technology) dan sikap perilaku dalam pelayanan. Hal ini, akan berpengaruh terhadap kesiapan nurse dan caregiver dalam menghadapi ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang yang merupakan syarat mutlak bagi calon nurse dan caregiver yang akan mendapatkan kontrak bekerja di Jepang. Materi ujian tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, kecakapan dalam pelayanan, kemampuan bahasa, kemampuan penguasaan teknologi alat kesehatan, serta perilaku terhadap pasien. Meskipun telah terdapat fasilitas khusus melalui kerjasama bilateral, namun pemenuhan target pengiriman tenaga medis Indonesia ke Jepang tidaklah mudah. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narasumber di BNP2TKI, disampaikan bahwa salah satu sebab tidak maksimalnya pengiriman tenaga nurse dan caregiver Indonesia ke Jepang melalui program IJEPA adalah selain kelulusan tenaga nurse dan caregiver Indonesia dalam mengikuti ujian nasional oleh pemerintah Jepang juga terkait dengan motif dari para calon tenaga nurse dan caregiver ini yang akan bekerja ke Jepang. Selama ini mereka bekerja di luar negeri hanya mengharapkan gaji yang tinggi sebagai modal usaha, bukan untuk motif yang lain seperti jika sudah selesei kontrak kerja di Jepang mereka akan mendapat sertifikat yang bisa mereka gunakan untuk bekerja di rumah sakit atau panti jompo dimanapun di seluruh dunia atau mereka juga bisa mengajar bahasa Jepang di Indonesia ketika mereka kembali. Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan dalam mendorong motivasi dari para tenaga nurse dan caregiver yang akan bekerja di luar negeri khususnya Jepang. Upaya peningkatan motivasi terhadap kualitas para tenaga nurse dan caregiver sebagai sumber daya manusia aset bangsa, merupakan suatu hal yang mutlak secara berkelanjutan untuk dilakukan. Pemberian motivasi ini dimaksudkan untuk mendorong kebutuhan dalam diri nurse dan caregiver agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan pemberian motivasi ini diharapkan akan memperbaiki kinerja tenaga nurse dan caregiver Indonesia sehingga mampu bersaing dengan nurse dan caregiver dari negara lain. Sangat sedikitnya nurse dan caregiver yang lulus ujian nasional pemerintah Jepang dan yang akhirnya benar-benar dikontrak sebagai nurse dan caregiver di Jepang merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja nurse dan caregiver Indonesia yang telah bekerja di Jepang antara lain profesionalisme, pelatihan, dan motivasi. Dengan mengambil kisah sukses calon nurse dan caregiver diharapkan dapat meningkatkan motivasi diri para calon nurse dan caregiver yang lain untuk terus berjuang dalam menghadapi ujian nasional yang dilakukan pemerintah Jepang yang terbukti tidak mudah. Selain itu, penilain diri (self-assessment) atas kinerja nurse dan caregiver Indonesia yang telah bekerja di Jepang dapat dijadikan bahan evaluasi apakah pelatihan keterampilan dan kemampuan yang diselenggarakan, baik terkait aspek teknis maupun bahasa, dapat 124 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 membantu nurse dan caregiver selama menjalankan pekerjaannya. Berlatar belakang hal tersebut penulis ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja nurse dan caregiver Indonesia di Jepang. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3). Seorang yang profesional akan menjalankan pekerjaan atau kegiatannya berdasarkan profesionalismenya yang sesuai dengan kemampuan dan tuntutan profesinya serta secara terus menerus meningkatkan kualitas karyanya secara sadar melalui pendidikan dan pelatihan (Nursalam, 2011). Schein dalam Pidarta (2005) orang yang profesional adalah yang memiliki ciri sebagai berikut: (1) bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time); (2) pilihan kerja itu didasarkan pada motivasi yang kuat; (3) memiliki seperangkat pengetahuan ilmu dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama; (4) membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien; (5) pekerja berorientasi kepada pelayanan bukan untuk kepentingan pribadi; (6) pelayanan didasarkan pada kebutuhan objektif klien; (7) memiliki otonomi untuk bertindak dalam menyelesaikan persoalan klien; (8) menjadi organisasi profesional sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu; (9) memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper dalam spesialisasinya; dan (10) keahliannya itu boleh di-advertensi-kan untuk mencari klien. Banyak yang berpendapat tentang apa yang dimaksud dengan pelatihan, namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”. Pelatihan menurut Mangkuprawira (2003) adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Menurut Sulistiyani & Rosida (2003) tujuan utama pelatihan adalah: (1) Memperbaiki kinerja; (2) Memutakhirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi; (3) Untuk membantu memecahkan masalah operasional; (4) Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi/kebutuhan pertumbuhan pribadi;(5) Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya; (6) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan Motivasi merupakan salah satu unsur yang paling utama dari dalam diri setiap individu manusia dalam mewujudkan semua tujuan hidupnya. Sedangkan motivasi kerja adalah suatu keadaan yang berpengaruh untuk membangkitkan semangat, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan tempat seseorang bekerja. Menurut McClelland dalam Mangkunegara (2005) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: a. Faktor Internal, faktor yang berasal dari dalam diri individu terdiri atas: (1) Persepsi individu mengenai diri sendiri, persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan 125 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak; (2) Harga diri dan prestasi, faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat serta mendorong individu untuk berprestasi; (3) Harapan, hal ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang; (4) Kebutuhan, manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total; (5) Kepuasan kerja, lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku. b. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri individu terdiri atas: (1) Jenis dan sifat pekerjaan, dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni; (2) Kelompok kerja dimana individu bergabung, kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial; (3) Situasi lingkungan pada umumnya, setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya; (4) Sistem imbalan yang diterima, imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Menurut Edward Murray (Mangkunegara, 2005) bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut: (a) Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya; (b) Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan; (c) Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan; (d) Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu; (e) Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan; (f) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti; (g) Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain. Kinerja (prestasi kerja) karyawan menurut Dessler (2009) adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Menurut Mangkunegara (2005) ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kinerja (performance), yaitu: (1) Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi.; (2) Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality (kepribadian), pembelajaran, serta motivasi.; (3) Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, serta job design Kerangka Pemikiran. Mengenai kerangka penelitian ini, peneliti mencoba membuat gambaran sederhana kerangka penelitian pengaruh profesionalisme, pelatihan dan motivasi terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia. Model hubungan antara variable 126 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 X dan Y yang digunakan adalah model ganda dengan 3 variabel bebas, yaitu profesionalisme (X1), pelatihan (X2), motivasi (X3) dan satu variabel yang terikat yaitu Kinerja (Y). Profesionalisme (X1) H1 Pelatihan (X2) Kinerja nurse dan caregiver Indonesia (Y) H2 H3 Motivasi (X3) H4 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hipotesis. Berdasarkan bagan Kerangka Pemikiran di atas, peneliti mencoba menyimpulkan sementara melalui hipotesis, sebagai berikut: H1: terdapat pengaruh positif antara profesionalisme terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia H2: terdapat pengaruh positif antara pelatihan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia H3: terdapat pengaruh positif antara motivasi terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia H4: terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme, pelatihan serta motivasi terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia METODE Jenis desain penelitian ini berupa pengumpulan data dari sampel tertentu yang hanya dilakukan satu kali dalam suatu periode waktu tertentu, yaitu pengumpulan data terhadap tenaga nurse dan caregiver yang telah mendapatkan kontrak kerja di Jepang. Kemudian dilakukan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang ada. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan- 127 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana variabel mempengaruhi variabel lainnya. Uji Validitas. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa cermat suatu tes (alat ukur) melakukan fungsi ukurnya. Cara menguji validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor konstruk (antara variabel/ item) dengan skor totalnya. Adapun teknik korelasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik product moment correlation. Rumus product moment correlation (interprestasi angka korelasi menurut Sugiyono (2000)) sebagai berikut: Koefisien korelasi Pearson dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: rxy Dimana: rxy = Y = X N = = xy - ( X) ( Y) {N x ( X) }{N Y ( Y ) } 2 2 2 2 Koefisien korelasi produk moment antara x dan y. Subyek dalam variabel dependen yang diprediksi variabel. Bila b (+) maka naik, bila (-) maka terjadi penurunan. Subyek variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Jumlah responden. Adapun dasar pengambilan keputusan dari uji validitas ini adalah : Uji Reliabilitas Data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Azwar, 2003). Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menggunakan pengukuran sekali saja menggunakan metode Cronbach Alpha. sb 2 k rn [ ] [1 ] 2 k 1 st Keterangan: rn = Relibilitas Instrumen; k = Banyaknya butir pertanyaan;st2 = Deviasi standar tatal; sb2 = Jumlah devisi standar butir (Umar, 2010) Uji Asumsi Klasik. Proses pengujian dilakukan bersama dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi menggunakan langkah kerja yang sama dengan uji regresi. Ada empat uji asumsi yang harus dilakukan terhadap suatu model regresi tersebut yaitu, Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi. Analisis Data. Analisis merupakan tindakan mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat untuk menjawab masalah riset (Istijanto, 2010). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan rancangan uji hipotesis yang meliputi regresi linear sederhana dan regresi linear berganda, Uji t/uji signifikan 128 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 parsial, uji F/uji signifikan simultan, pengujian koefisien determinasi (R2) dan analisis korelasi. Analisis Deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabelvariabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum. (Ghozali, 2007). Statistik deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Pengujian Hipotesis. Langkah-langkah pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut: Regresi Linear Berganda. Regresi liner berganda digunakan bila bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Model persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a + b1 X2 + b2 X2 +b3 X3 + e Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependent. Semakin nilai R2 mendekati satu maka variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependent. Sebaliknya, jika nilai R2 semakin kecil maka kemampuan variabel independent dalam menjelaskan variasi dependent sangat terbatas. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F).Uji statistik F merupakan uji model yang menunjukkan apakah model regresi fit untuk diolah lebih lanjut. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Ketentuan peneriman atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: 1) Jika nilai signifikansi f > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan keempat variabel independent tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent. 2) Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara simultan keempat variabel independent tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent. Uji Hitung Parsial (Uji Statistik T). Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2006). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: 1) Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independent tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent. 2) Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independent tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent. Analisis Dimensi. Analisis dimensi dari variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat dilakukan guna melihat hubungan antar dimensi, oleh sebab itu diperlukan 129 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 matrik koefisien korelasi antar dimensi dari variabel tersebut, matrik korelasi dimensi antar variabel tersebut sebagaimana pada tabel di bawah ini. Variabel Profesionali sme (X1) Pelatihan (X2) Motivasi (X3) DY Kinerja Nurse dan Caregiver Indonesia (Y) Kuantitas Pelayanan (Y1) (Expert) γX11Y1 DX Ahli (X11) Berkomunikasi (X12) Pengetahuan (X21) Keterampilan (X22) Motif (X31) Harapan (X32) Insentif (X33) Kualitas Pelayanan (Y2) γX11Y2 Kerjasama (Y3) γX11Y3 Pemahaman Disiplin terhadap (Y5) tugas (Y4) γX11Y4 γX11Y5 γX12Y1 γX12Y2 γX12Y3 γX12Y4 γX12Y5 γX21Y1 γX21Y2 γX21Y3 γX21Y4 γX21Y5 γX22Y1 γX22Y2 γX22Y3 γX22Y4 γX22Y5 γX31Y1 γX31Y2 γX31Y3 γX31Y4 γX31Y5 γX32Y1 γX33Y1 γX32Y2 γX33Y2 γX32Y3 γX33Y3 γX32Y4 γX33Y4 γX32Y5 γX33Y5 Sumber: diolah penulis HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil dan interpretasi dilakukan berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis. Tujuan dari pengujian hipotesis ini adalah untuk menolak hipotesis nol (Ho) sehingga hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi dari tiap-tiap hubungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis regresi berganda variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap Kinerja adalah Variabel Profesionalisme (X1), dengan koefisien regresi sebesar 0,340 yang berarti jika profesionalisme ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia akan meningkat 0,340 poin. Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah variabel pelatihan (X2) dengan koefisien regresi sebesar 0,248 yang berarti jika pelatihan ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia akan meningkat 0,248 poin. Selanjutanya faktor ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variable motivasi (X3dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,169 yang berarti jika motivasi ditingkatkan sebesar 1 poin, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia akan meningkat 0,169 poin. PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia, jika nurse dan caregiver Indonesia memberikan pelayanan secara profesional, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia yang bekerja di 130 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Jepang akan meningkat dalam hal ini mereka akan dikontrak bekerja dan mendapatkan sertifikat yang bisa mereka gunakan untuk bekerja di seluruh dunia. Dari hasil matrik korelasi antar dimensi dapat diketahui bahwa dari variabel profesionalisme dimensi kemampuan berkomunikasi memiliki koefisien korelasi yang paling besar terhadap variabel kinerja nurse dan caregiver Indonesia pada dimensi kualitas pelayanan. Kedua. Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia, artinya jika program pelatihan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan bagi nurse dan caregiver Indonesia, maka hal pelatihan tersebut akan memperkaya pengetahuan dan keterampilan nurse dan caregiver Indonesia. Dari hasil matrik korelasi antar dimensi bisa diketahui bahwa dari variabel pelatihan dimensi pengetahuan memiliki koefisien korelasi yang paling besar terhadap variabel kinerja nurse dan caregiver Indonesia pada dimensi kualitas pelayanan. Ketiga. Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia artinya jika motivasi nurse dan caregiver Indonesia meningkat maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan meningkat, sebaliknya jika motivasi menurun, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan menurun. Dari hasil matrik korelasi antar dimensi bisa diketahui bahwa dari variabel motivasi dimensi motif memiliki koefisien korelasi yang paling besar terhadap variabel kinerja nurse dan caregiver Indonesia pada dimensi kuantitas pelayanan. Keempat. Profesionalisme, pelatihan, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia. artinya jika profesionalisme, pelatihan, dan motivasi meningkat maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan meningkat, sebaliknya jika profesionalisme, pelatihan, dan motivasi nurse dan caregiver Indonesia menurun, maka kinerja nurse dan caregiver Indonesia juga akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke 3 variabel bebas tersebut yaitu profesionalisme, pelatihan, dan motivasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja nurse dan caregiver Indonesia. Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapat diberikan beberapa saran dan diharapkan dapat berguna bagi stakeholder yang berkaitan langsung dengan kepentingan pengiriman nurse dan caregiver Indonesia di masa yang akan datang. Adapun saran tersebut adalah: 1) Karena dimensi motif mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kuantitas pelayanan dari nurse dan caregiver Indonesia, maka direkomendasikan bagi nurse dan caregiver Indonesia diberikan dorongan yang kuat bahwa untuk bekerja di luar negeri tidak hanya semata-mata mendapat gaji yang lebih besar, namun lebih pada masa depan karir mereka; 2) Untuk meningkatkan kinerja nurse dan caregiver Indonesia perlu diperhatikan peningkatan profesionalisme dari nurse dan caregiver Indonesia yang akan berangkat ke Jepang dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi mereka sehingga mereka akan memiliki pengalaman dan terlatih dengan baik cara berkomunikasi yang baik secara personal dengan menggunakan bahasa Jepang baik dengan pasien maupun dengan rekan sejawat secara lengkap, cepat, dan adekuat. Hal tersebut akan memberikan efek rasa percaya diri yang tinggi, sehingga para nurse dan caregiver Indonesia tersebut akan terus berusaha untuk mengembangkan kualitas mereka dalam memberikan pelayanan. 131 Arianti 121 - 132 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 3) Hendaknya stakeholder yang berkaitan langsung dengan kepentingan pengiriman nurse dan caregiver Indonesia lebih memperhatikan kebutuhan pelatihan nurse dan caregiver Indonesia sebelum mereka diberangkatkan ke Jepang dengan meningkatkan pengetahuan di bidang medis dan pelayanan serta lebih fokus pada program pelatihan khususnya kualitas dari pelatihan itu sendiri sehingga dapat meningkatkan kualitas dari pelayanan yang mereka berikan, termasuk meningkatkan basic keterampilan bahasa yang harus dimiliki karena bagi pihak Jepang hal ini menunjukkan bahwa calon nurse dan caregiver tersebut memiliki kemauan; DAFTAR RUJUKAN Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI). 2012. Jakarta Dessler, Gary. (2009). Manajemen SDM Buku 1. Jakarta: Indeks Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. EdisiKetiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kementerian Kesehatan. (2012). Statistika Kementerian Kesehatan. Jakarta. Mangkunegara, A.A.A.P. (2005). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Bandung: PT Refika Aditama. Mangkuprawira, S. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Neuman, W. Lawrence. (2006). Social Research Method: Qualitative and Quantitative Approach: 6th Edition. Pearson Education, Inc. Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 3. Penerbit Salemba Medika. Pidarta, Made. (2005). Landasan kependidikan: stimulus ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Pusat Kebijakan Daglu. (2012). Kinerja Eskpor Impor Indonesia. Kementerian Perdagangan. Jakarta. Umar, Husein. (2003). Metodologi Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. World Health Organisation. (2003). Integrated Management of Adolescent and Adult Illness (IMAI) modules. Geneva. Wordpress. (2012).Teori kinerja. Melalui (http://teorionline.wordpress.com/2010/ 01/25 /teori-kinerja/). Desember 11, 2012. 132 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI PADA SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 2006-2012 Thomas Budi Setianto Fakultas Pascasarjana, Prog Magister Manajemen, Universitas Mercu Buana Email: [email protected] Abstract: This paper has a purpose to know about influence of the macroeconomic factors are BI rate, inflation, money supply and exchange rate opposite investation credit interest rate. The analysis used multiple linear regression with study period January 2006–December 2012. Empirical test result prove that variable of the policy interest rate BI has a major impact or influence the development of investation credit interest rate. Variable of inflation and money supply have no significant contribution influence in the movement of the investation credit interest rate. And variable of exchange rate rupiah opposite of US dollar has little contribution with opposite effect in influencing movement of investation credit interest rate. Keywords: BI rate, inflation, money supply, exchange rate, invest credit interest rate. Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ekonomi makro adalah tingkat bunga kredit investasi yang berlawanan BI rate, inflasi, jumlah uang beredar dan nilai tukar. Analisis yang digunakan regresi linier berganda dengan masa studi Januari 2006 - Desember 2012 hasil tes empiris membuktikan bahwa variabel suku bunga kebijakan BI memiliki dampak yang besar atau mempengaruhi perkembangan suku bunga kredit investasi. Variabel inflasi dan uang beredar tidak berpengaruh kontribusi yang signifikan dalam pergerakan suku bunga kredit investasi. Dan variabel nilai tukar rupiah berlawanan dolar AS memiliki sedikit kontribusi dengan efek sebaliknya dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi. Kata kunci: BI rate, inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar, suku bunga kredit investasi. PENDAHULUAN Perbankan merupakan lembaga yang vital dalam mempengaruhi perkembangan perekonomian suatu negara. Melalui fungsi intermediasinya, perbankan mampu menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan pendanaan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif di sektor riil. Salah satu aspek yang dinilai penting dalam kegiatan intermediasi adalah tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga dipandang sebagai indikator dalam mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menabung ataupun membelanjakan uangnya dan juga mempengaruhi keputusan dunia usaha dalam melakukan pinjaman untuk berbagai kepentingan seperti investasi. Suku bunga merupakan salah satu tolok ukur dari kegiatan perekonomian suatu Negara yang berhubungan pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan. Dalam hal 133 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 ini bank menjadi kreditur dalam titik perputaran dana yang telah diterima dari masyarakat yang akan digunakan untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana dalam menggerakan roda perekonomian. Tingginya tingkat suku bunga pinjaman menjadi penyebab utama adanya kendala dalam pembiayaan dalam dunia usaha sehingga memperlemah keberadaan sektor riil. Tingkat suku bunga di Indonesia tergolong paling tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat suku bunga negara ASEANTambunan (1998: 114) dapat dilihat dari ukuran tingkat suku bunga nominal yang tercermin dalam tingkat suku bunga acuannya. Trend rendahnya tingkat inflasi sebesar 3.56% dan penurunan suku bunga induk atau BI Rate hingga level 5.75% pada awal Maret 2012 (terendah sejak pemberlakuan suku bunga induk) oleh Bank Indonesia yang seharusnya dapat menjadi berita positif untuk semua kalangan seperti pengusaha, debitur kredit pemilikan rumah (KPR) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena diharapkan kebijakan Bank Indonesia ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit bank (Daily Investor Indonesia 19 Maret 2012) Tingkat suku bunga acuan, BI Rate menjadi acuan dalam pergerakan suku bunga di pasar keuangan. Peningkatan maupun penurunan BI Rate diharapkan akan diikuti oleh peningkatan/penurunan tingkat suku bunga deposito yang kemudian diikuti oleh pergerakkan tingkat suku bunga kredit. Secara teori menurut Hempel (1994) dalam Siamat (2005) bahwa tingkat suku bunga pinjaman merupakan gabungan dari jumlah cost of fund ditambah biaya intermediasi dan biaya resiko macet Suku bunga kredit memang belum turun signifikan, kalaupun ada besarannya di bawah satu persen dan belum memenuhi harapan sejumlah kalangan seperti pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Penurunan suku bunga kredit perbankan perlu menunggu sekitar dua atau tiga bulan setelah penurunan bunga acuan yang di umumkan oleh Bank Indonesia. Sementara menurut berbagai kalangan menyatakan bahwa suku bunga kredit yang wajar adalah dua atau tiga persen di atas suku bunga acuan. Jika dicermati lebih dalam, instrumen kebijakan BI Rate sebagai tingkat suku bunga acuan dalam mempengaruhi tingkat suku bunga kredit tidak berjalan secara responsif. Hal ini tercermin ketika kebijakan menaikan BI Rate pada tahun 2005 akibat adanya tekanan inflasi pada periode tersebut, menyebabkan adanya kenaikan pada suku bunga tabungan, namun kenaikan suku bunga tabungan tidak serta merta mempengaruhi tingkat suku bunga kredit. Begitu halnya dengan kondisi penurunan BI Rate pada tahun2007 dan kondisi BI Rate yang cenderung rendah dan stabil sejak tahun 2009 hingga tahun 2011 kurang direspon oleh pergerakan tingkat suku bunga kredit. Di beberapa Negara asean seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Indonesia perkembangan pendalaman financial kelihatan menonjol setelah Negara-negara tersebut melakukan deregulasi system finansialnya. Sebelum adanya deregulasi, system finansial Negara-negara tersebut ditandai oleh banyaknya peraturan-peraturan yang kurang mendorong terjadinya pendalaman finansial seperti penentuan tingkat suku bunga oleh otoritas moneter, penetapan pagu kredit, cadangan wajib minimum yang tinggi. Tingkat bunga yang ditetapkan akan cenderung jauh di bawah tingkat bunga keseimbangan dan tingkat inflasi. Bank-bank sangat tergantung pada dana dari Bank Indonesia dan tidak dapat mengatur dananya secara efisien. Laju inflasi merupakan gambaran harga-harga. Harga yang membubung tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara itu harga yang relatif stabil tergambar 134 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dalam angka inflasi yang rendah. Laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat menggangu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan tingkat suku bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian terjadi pada bulan januari sampai bulan april tahun 2006 keadan ini akibat lambatnya pemerintah dalam memutuskan kenaikan harga bahan bakar. Di samping itu, suku bunga riil yang relatif rendah dibanding suku bunga riil di luar negri dapat menimbulkan pengaliran modal ke luar negeri. Akibat yang ditimbulkan kemudian adalah rendahnya kegiatan investasi di sektor riil karena kesulitan dana perbankan, kalaupun ada tetapi diperoleh dengan bunga yang tinggi. Hal ini berujung pada menurunnya tingkat produksi dan rendahnya daya serap tenaga kerja. Pengelolaan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha yang merupakan suatu yang penting dalam peningkatan investasi. Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan dalam dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama yang berkaitan dengan eksport import. Hal ini terjadi salah satunya akibat defisitnya nilai perdagangan Indonesia yang menyebabkan nilai rupiah terhadap dollar AS tertekan Fenomena ini terjadi pada perbankan Indonesia pada masa krisis Juli 1997, terjadi gejolak nilai tukar dan pemerintah melakukan pengetatan likuiditas. Penyesuaian nilai rupiah yang relatif lamban dibandingkan dengan laju inflasi didalam negeri terhadap luar negeri dapat mengakibatkan harga barang-barang eksport relatif lebih mahal sehingga kurang mendukung upaya peningkatan daya saing eksport non migas juga mendorong sektor perbankan melakukan penyesuaian suku bunga sebagai kompensasi atas menurunnya nilai deposito dalam bentuk rupiah. Sebaliknya, penyesuaian nilai tukar rupiah yang terlalu cepat akan dapat mendorong pengaliran modal ke luar negeri. Dengan mengacu pada fenomena perkembangan suku bunga kredit tersebut di atas, Penulis mencoba menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi suku bunga kredit investasi pada sektor perbankan Indonesia. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi suku bunga kredit meliputi Suku bunga sertifikat Bank Indonesia, Inflasi, Jumlah uang beredar dan nilai tukar. Dengan menganalisis faktor-faktor ekonomi makro terhadap suku bunga kredit investasi tersebut, maka diharapkan mengetahui faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit perbankan pada kurun waktu 2006-2012. Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu “ Tingkat suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok perunit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang dibayarkan kepada kreditur Sunariyah (2003:62), sedangkan Boediono (2001: 75) mengemukakan bahwa: “ Tingkat bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu” Sejalan dengan uraian tersebut kasmir (2003:37) mengemukakan bahwa :” Bunga kredit dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus diterima oleh bank dari nasabah yang memperoleh pinjaman. Berdasarkan definisi yang dikemukan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga adalah tarif pinjaman yang diberikan oleh bank dan harga yang harus dibayar oleh nasabah bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). 135 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Adapun dua teori dalam penentuan tingkat suku bunga yang dikemukan oleh Sunariyah (2003: 62) yaitu teori klasikal dan keyness. Menurut ekonomi klasikal, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan permintaan investasi. Sedangkan tingkat bunga sendiri ditentukan oleh dua kekuatan yaitu: Penawaran tabungan dan permintaan investasi modal terutama dari sector bisnis. Interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan terhadap uang beredar akan menentukan kondisi pasar uang. Kondisi pasar uang tersebut tercemin dari perkembangan suku bunga. Merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh dewan gubernur bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga pasar uang antar bank overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikan BI Rate apabila inflasi kedepan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi kedepan diperkirakan berada dibawah sasaran yang telah ditetapkan. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatkan harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008 paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.Indikator inflasi lainnya berdasarkan International best Dalam teori kuantitas uang Irvine Fisher dikemukakan bahwa kenaikan harga barang tidak hanya dipengaruhi jumlah uang beredar melainkan juga kecepatan dari peredaran uang tersebut, sehingga ketika kecepatan uang beredar tinggi hal tersebut akan berpengaruh pada kenaikan harga barang, sedangkan ketika kecepatan uang beredar rendah maka yang terjadi sebaliknya yaitu penurunan harga barang. Untuk lebih mempermudah teori yang disampaikan oleh Irvine fisher simak formula sebagai berikut: MxV=PxT Berdasarkan rumus ini bisa diartikan bahwa M merupakan jumlah uang beredar, V merupakan kecepatan peredaran uang, P merupakan tingkat harga secara umum dan T merupakan volume perdagangan. Mata uang asing yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dollar USA yang merupakan jenis valuta asing yang aktif diperdagangkan di 136 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 seluruh dunia termasuk di Indonesia sendiri. Hubungan nilai tukar dalam mempengaruhi pergerakan tingkat suku bunga pinjaman dalam negeri dapat dijelaskan melalui teori paritas suku bunga. Berdasarkan teori paritas, dengan adanya kondisi menurunnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar (depresiasi), maka tingkat suku bunga nominal di dalam negeri harus lebih tinggi daripada tingkat suku bunga nominal diluar negeri sebagai kompensasi atas menurunnya nilai asset (deposito) dalam bentuk rupiah. Jika tidak demikian, maka akan terjadi peningkatan permintaan akan deposito dalam bentuk Dollar. Untuk menjaga keseimbangan valas dan mengantisipasi penurunan nilai mata uang rupiah yang lebih lanjut, maka suku bunga deposito dalam rupiah dinaikkan. Naiknya suku bunga deposito dalam rupiah akan menyebabkan naiknya cost of fund perbankan, untuk menghindari spread yang negatif maka suku bunga kredit akan turut dinaikkan (Sambodo, 2001), sehingga guna mencegah terjadinya aliran modal keluar maka tingkat suku bunga simpanan dinaikkan dan pada akhirnya akan menyebabkan naiknya tingkat suku bunga pinjaman di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Olty Tetya (2006) yang meneliti faktor-faktor penentu tingkat suku bunga di Indonesia selama periode 1990 – 2005. Tingkat suku bunga diproksikan dalam tingkat suku bunga pinjaman, adapun faktor-faktor penentu suku bunga antara lain PDB, money supply, tingkat inflasi, tingkat suku bunga BI dan tingkat suku bunga luar negeri (LIBOR). Penelitian ini menggunakan pendekatan Error Correction Model, dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek inflasi, tingkat suku bunga SBI dan LIBOR mempunyai pengaruh yang signifikan pada suku bunga pinjaman, sedangkan dalam jangka panjang hanya tingkat suku bunga SBI yang berpengaruh pada tingkat suku bunga pinjaman. Penelitian yang dilakukan oleh nugroho (2010) yang meneliti pengaruh kebijakan BI Rate terhadap suku bunga kredit investasi bank umum periode Juli 2005 – Desember 2009. Adapun metode yang digunakan adalah Error Correction Model yang menggunakan data time series secara bulanan. Pada penelitiannya variable yang digunakan tidak hanya BI Rate melainkan terdapat variable lain yaitu pertumbuhan kredit, nilai tukar, inflasi, suku bunga SIBOR sebagai variable yang mempengaruhi tingkat suku bunga kredit investasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek hanya variable SIBOR yang tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat suku bunga kredit investasi, sedangkan BI Rate, pertumbuhan kredit dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif sedangkan inflasi mempunyai hubungan yang negatif pada tingkat suku bunga kredit investasi. Untuk jangka panjang variable nilai tukar tidak signifikan berpengaruh, dan BI Rate, pertumbuhan kredit, inflasi dan SIBOR memiliki pengaruh yang searah dan signifikan terhadap pergerakan tingkat suku bunga kredit investasi. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2004) mengernai Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Tahun 1983–2002. Dalam penelitian tersebut mengidentifikasikan faktor penentu suku bunga kredit menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman antara lain SIBOR, tingkat jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, tingkat BI Rate dan PDB menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) sehingga dapat diketahui efek dalam jangka pendek dan jangka panjang, setelah melewati beberapa pengujian, penelitian diatas memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka pendek, jumlah uang beredar dan 137 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 inflasi tidak signifikan terhadap tingkat suku bunga pinjaman, sedangkan variable SIBOR dan BI Rate memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat suku bunga pinjaman dalam jangka pendek dan PDB memiliki hubungan yang positif. Untuk jangka panjang variable BI Rate dan PDB tidak signifikan dalam mempengaruhi suku bunga pinjaman. SIBOR dan uang beredar memiliki hubungan yang positif sedangkan inflasi memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat suku bunga pinjaman. Penelitian yang dilakukan oleh Sambodo (2001). Penelitian tersebut meneliti mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat suku bunga riil kredit investasi. Adapun variable yang diuji meliputi ekspektasi perubahan nilai tukar, pertumbuhan kredit domestik, ekspektasi inflasi, penawaran uang, suku bunga riil deposito dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable suku bunga deposito berpengaruh positif dan paling besar pada suku bunga riil kredit investasi, ekspektasi nilai tukar juga memiliki hubungan yang positif, sedangkan ekspektasi inflasi dan pertumbuhan kredit memiliki hubungan yang negatif, uang beredar memiliki hubungan negatif namun tidak signifikan terhadap suku bunga riil kredit investasi. Penelitian yang dilakukan oleh Waljianah (2013) mengenai Determinan tingkat suku bunga pinjaman perbankan di Indonesia Tahun 2005 – 2011. Dalam penelitian tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman adalah suku bunga deposito, BI Rate, nilai tukar, tingkat inflasi, SIBOR, PUAB dengan menggunakan pendekatan analisis regresi berganda bertahap guna mendapatkan nilai koefisien yang mempengaruhi variable independen baik melalui variable perantara maupun secara langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa BI Rate memberikan kontribusi yang paling besar dalam mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman. Kebijakan BI Rate telah efektif dalam mempengaruhi pergerakan tingkat suku bunga perbankan Indonesia. Suku bunga PUAB tidak dapat memberikan respon pergerakan yang serupa terhadap pergerakan tingkat suku bunga pinjaman akibat adanya permasalahan dalam struktur PUAB di Indonesia. Inflasi tidak dapat menjelaskan pengaruhnya secara nyata terhadap suku bunga pinjaman. Penurunan nilai tukar akibat melemahnya eksport dan ketidakstabilan pasar keuangan memicu kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga deposito guna meningkatkan aliran modal masuk, kenaikan suku bunga deposito selanjutnya direspon oleh kenaikkan suku bunga pinjaman sebagai komponen pendapatan bagi perbankan. Penurunan SIBOR tidak diikuti oleh pergerakan tingkat suku bunga di Indonesia. Kerangka Pemikiran . Rate (X1) BI Tingkat Inflasi (X2) Uang Beredar (X3) Suku Bunga Kredit Investasi (Y) Nilai Tukar (X4) Gambar 1. Kerangka Pemikiran 138 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga kredit investasi dapat dibagi menjadi 4, yaitu faktor BI Rate, Tingkat inflasi, Jumlah uang beredar dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor-faktor eksternal tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap suku bunga investasi pada sektor perbankan di Indonesia. Hipotesis H1: Ada pengaruh BI Rate terhadap tingkat bunga investasi H2: Ada pengaruh Inflasi terhadap tingkat bunga investasi H3: Ada pengaruh uang beredar terhadap tingkat bunga investasi H4: Ada pengaruh nilai tukar terhadap tingkat suku bunga investasi METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif yang dilakukan dengan membandingkan faktor-faktor ekonomi dengan tingkat suku bunga investasi perbankan. Penelitian ini ditunjukan untuk membuktikan apakah ada hubungan dan pengaruh dari BI Rate (SBI), jumlah uang beredar, tingkat inflasi dan nilai tukar terhadap tingkat suku bunga investasi perbankan. Didalam penelitian ini kredit perbankan yang digunakan adalah tingkat suku bunga kredit investasi. Setelah merumuskan masalah dan melakukan pembatasan ruang lingkup masalah yang diperlukan agar penelitian lebih terfokus, selanjutnya ditentukan model-model yang cocok dan metode-metode analisis yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. Analisis hubungan dan pengaruh antara variabel-variabel tersebut diatas akan diukur secara statistik dengan menggunakan metode regresi linier berganda serta uji hipotesis untuk mengambil kesimpulan ada atau tidak adanya hubungan yang signifikan. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Suku bunga dalam negeri yang dipilih sebagai salah satu acuan untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan BI Rate merupakan sebuah instrumen Operasi Pasar Terbuka yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai pembuat kebijakan moneter yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Mekanisme BI Rate akan berpengaruh pada pergerakan suku bunga kredit investasi pada sektor perbankan. Pada penelitian ini akan digunakan suku bunga 1 bulan dalam periode tahun 2006 – 2012. Variabel penelitian ini dinyatakan dalam persen. Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Peningkatan jumlah uang beredar di tangan masyarakat akan dapat mempengaruhi tingkat harga umum yang berkaitan dengan daya beli uang. Keengganan masyarakat untuk menempatkan dananya dalam perbankan bisa diakibatkan karena kurang menariknya suku bunga perbankan yang ditawarkan atau krisis kepercayaan perbankan. Untuk mengurangi jumlah uang beredar, maka otoritas moneter menetapkan kebijakan moneter ketat yang ditandai dengan kenaikan suku bunga. Pada penelitian ini akan digunakan jumlah uang beredar dalam periode tahun 2006 – 2012. Variable penelitian ini dinyatakan dalam rupiah. Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan tingkat inflasi akan mendorong suku bunga simpanan akan naik dan otomatis tingkat suku bunga pinjaman akan lebih tinggi. Tingkat bunga nominal yang lebih rendah dari pada laju inflasi akan membuat masyarakat enggan menaruh dananya dalam sektor 139 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 perbankan serta menyebabkan terjadinya suku bunga riil negatif. Pada penelitian ini akan digunakan tingkat inflasi dalam periode tahun 2006 – 2012. Variabel penelitian ini dinyatakan dalam persen. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dollar USA yang merupakan jenis valuta asing yang aktif diperdagangkan diseluruh dunia termasuk Indonesia. Hubungan nilai tukar dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit dalam negeri dapat dijelaskan melalui teori paritas suku bunga. Berdasarkan teori paritas, depresiasi rupiah terhadap Dollar maka suku bunga nominal didalam negeri harus lebih tinggi daripada suku bunga nominal diluar negeri sebagai kompensasi atas menurunnya nilai deposito dalam bentuk rupiah. Jika tidak demikian akan terjadi peningkatan permintaan akan deposito dalam bentuk Dollar. Pada penelitian ini akan digunakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar USA dalam periode 2006 – 2012. Variable penelitian ini dinyatakan dalam rupiah. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga kredit investasi. Suku bunga kredit investasi adalah suku bunga kredit yang diberikan perbankan kepada dunia usaha untuk investasi yang bersifat produktif. Alasan pemilihan suku bunga kredit investasi sebagai salah satu variabel penelitian ini dikarenakan adalah suku bunga kredit investasi dianggap sebagai alat pengukur atau barometer perkembangan perekonomian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Suku bunga kredit investasi yang menarik mendorong dunia usaha untuk berinvestasi, hal ini berkaitan langsung dengan produksi yang berdampak pada kesempatan kerja yang akan mengerakan peningkatan konsumsi masyarakat sehingga menstimulus pertumbuhan ekonomi negara. Variabel penelitian ini dinyatakan dalam persen. Persamaan regresi berganda linier yang akan dibuat dalam penelitian ini yaitu SBKI = α + β1 BI + β2 UB + β3 IF + β4 NT + e Dimana: α = Konstanta; β = Koefisien Regresi; SBKI = Suku Bunga Kredit Investasi; BI = BI Rate; UB = Uang Beredar; IF = Inflasi; NT = Nilai Tukar; e = Error Pos yang dijadikan obyek penelitian adalah suku bunga kredit investasi dari kelompok perbankan persero dan swasta nasional di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah data suku bunga kredit inventasi rata-rata menurut kelompok-kelompok perbankan di Indonesia dengan waktu pengamatan adalah Januari 2006 – Desember 2012 Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yaitu berupa data sekunder suku bunga kredit investasi rata-rata kelompok bank persero dan kelompok bank swasta nasional di Indonesia pada penerbitan laporan data bank Indonesia seperti statistik ekonomi keuangan Indonesia (SEKI) dan direktori perbankan Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Menggunakan metode regresi linier berganda, untuk menguji pengaruh variable independen terhadap variable dependen dihasilkan nilai koefisien determinasi, koefisien regresi dan nilai Uji F dan Uji t sebagaimana disajikan pada Tabel-1. Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien yaitu R Square dan Adjusted R Square masing-masing sebesar 93.33% dan 92.99%. Dikarenakan variable independen yang digunakan dalam 140 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 penelitian ini lebih dari satu variabel maka yang digunakan adalah Adjusted R Square dengan nilai sebesar 92.99%. Tabel 1. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t Variabel Constant © BI Rate Inflasi Uang Beredar Nilai Tukar R-squared Adjusted R-squared F-statistik F-sig Nilai Koefisien 6,9252 0,7973 -0,2243 -0,0009 0,0004 0,9333 0,9299 2.53 276.223* t-tabel 1.671 1.671 1.671 1.671 1.671 t-sig 7,3751 11.1898* -8,5549* -5,9429 5.7742 Sumber: Hasil Penelitian Eviews 6.0 (2013) Keterangan: * Signifikan Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan variable independen menjelaskan keragaman variable dependen adalah sebesar 92.99%. Selebihnya 7.01% dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Sedangkan hasil penelitian terhadap Goodness of Fit dijelaskan bahwa uji F secara serentak, ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, pengujian ini melibatkan ke empat variable ( BI, IF, JUB dan NT) terhadap variable SBKI. Pengujian secara serentak menggunakan distribusi F yaitu membandingkan antara F-stat dengan Ftabel. Hasil melalui program Eviews diperoleh nilai F-stat = 276.223 > F-tabel (005 : 4 : 79) = 2.53 maka dapat disimpulkan bahwa variable BI, IF, JUB dan NT secara serentak mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan variable SBKI. Uji pengaruh secara parsial atau uji t bertujuan menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individu dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dari ke-4 variable independen tersebut, ada dua variable yang berpengaruh signifikan terhadap variable SBKI yaitu BI dan NT. Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi masing-masing variable independen tampak lebih besar dibandingkan t-tabel pada level 5% dan degree of freedom sebesar 79. Untuk variable BI t-stat = 11.19 > t-tabel (0.05 : 79) = 1.67. Kemudian variable NT t-stat = 5.77 > t-tabel (0.05 : 79) = 1.67, Sedangkan variable IF dan JUB tidak berpengaruh signifikan terhadap variable SBKI. Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi variable independen tampak lebih kecil dibandingkan t-tabel pada level 5% dan degree of freedom sebesar 79. Untuk variable IF t-stat = -8.55 < t-tabel (0.05 : 79) = 1.67 dan variable JUB t-stat = -5.94 < t-tabel (0.05 : 79) = 1.67. Berdasarkan data pada Tabel-1 dapat ditulis persamaan regresi linier Model-1 sebagai berikut: Suku Bunga Kredit Inv = 6.9252 + 0.7973 BI rate – 0.2243 IF – 0.0009 JUB + 0.0004 NT Dengan mengetahui nilai koefisien regresi, maka besar pengaruh variable independen terhadap variable dependen dapat dianalisa sebagai berikut: Besarnya pengaruh variable BI rate terhadap suku bunga kredit investasi sebesar 0.7973 yang artinya BI rate berpengaruh secara positif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika BI rate naik sebesar 1% maka tingkat suku bunga kredit investasi 141 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 mengalami kenaikan sebesar 79.73%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho pada tahun 2010 dimana BI rate berpengaruh secara positif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang artinya sinyal BI rate dalam mempengaruhi suku bunga kredit dalam jangka pendek relatif lebih kecil dan memberikan dampak yang besar dalam jangka panjang. Kenaikan BI rate direspon oleh kenaikan suku bunga deposito oleh perbankan di Indonesia, kenaikan tersebut ditujukan untuk mempertahankan nasabah deposan yang menjadi sumber likuiditas perbankan. Kenaikan tingkat suku bunga deposito yang merupakan komponen biaya perbankan diikuti oleh pergerakan tingkat suku bunga kredit sebagai komponen pendapatan bagi perbankan. Secara empiris dapat dijelaskan bahwa penetapan suku bunga deposito oleh bank secara signifikan mengikuti perubahan BI rate. Selanjutnya penurunan atau kenaikan tingkat suku bunga deposito akan direspon secara positif oleh pergerakan tingkat suku bunga pinjaman oleh perbankan. Motivasi perbankan atas kondisi dari perilaku tersebut adalah keinginan bank untuk menjaga positif margin antara biaya dana (cost of fund) dari suku bunga deposito dengan pendapatannya yaitu suku bunga kredit. Besarnya pengaruh variable inflasi terhadap suku bunga kredit investasi sebesar 0.2243 yang artinya inflasi berpengaruh negatif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika kenaikan inflasi sebesar 1% maka akan terjadi penurunan terhadap suku bunga kredit investasi sebesar 22.43%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sambodo dimana tingkat inflasi memiliki pengaruh negatif. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan inflasi maka rata-rata suku bunga riil kredit akan semakin berkurang. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati dan Tetya dimana dalam jangka pendek bahwa kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan suku bunga kredit turun akibat keengganan masyarakat dalam menanamkan dananya diperbankan karena tingkat bunga riil menjadi negatif. Dengan tingginya tingkat inflasi maka tingkat pendapatan riil yang diterima masyarakat berkurang dan daya beli masyarakat semakin rendah dan menimbulkan stigma negatif pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha yang berdampak pada turunnya kegiatan investasi dan produksi. Kegiatan tersebut akan berdampak pada berkurangnya kesempatan kerja dalam dunia usaha yang akan menyebabkan menurunnya produktivitas perekonomian nasional. Kondisi demikian menciptakan ketidakstabilan ekonomi secara makro. Semakin rendahnya permintaan pinjaman akan menyebabkan turunnya pendapatan perbankan dan mendorong perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunga kreditnya. Besarnya pengaruh variable jumlah uang beredar terhadap suku bunga kredit investasi sebesar -0.0009 yang artinya jumlah uang beredar menunjukan pengaruh yang kecil dengan arah yang negatif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan suku bunga kredit investasi sebesar 0.0009%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, dimana Jumlah uang beredar dalam jangka panjang bersifat inelastis. Keadaan ini dapat dijelaskan dimana ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang diikuti dengan krisis perbankan telah menyebabkan penarikan dana perbankan besarbesaran, karena kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap perbankan. Masyarakat lebih tenang dan senang untuk memegang uang guna keperluan konsumsi akibat kenaikan harga barang pokok atau menempatkan dananya dalam bentuk investasi lain. Keengganan masyarakat untuk menempatkan dananya dalam perbankan membuat jumlah uang beredar 142 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 di masyarakat menjadi meningkat yang ditandai dengan jumlah uang beredar pada tahun 1998 dengan kenaikan 29.18% dari tahun sebelumnya terutama periode sebelum krisis. Untuk mengurangi jumlah uang beredar, maka otoritas moneter menetapkan kebijakan moneter ketat yang ditandai dengan kenaikan suku bunga SBI. Besarnya pengaruh variabel nilai tukar rupiah dollar Amerika terhadap suku bunga kredit investasi sebesar 0.0004 yang artinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menunjukan pengaruh yang kecil dengan arah positif terhadap suku bunga kredit investasi. Jika kenaikan nilai tukar sebesar 1 rupiah (dalam hal ini rupiah mengalami depresiasi) maka akan menyebabkan kenaikan suku bunga kredit investasi sebesar 0.0004%. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sambodo dimana kenaikan nilai tukar (depresiasi) akan menaikkan rata-rata suku bunga investasi. Krisis ekonomi global pada pertengahan tahun 2008 dan awal tahun 2009. Dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, memburuknya persepsi risiko juga memicu peningkatan aliran investasi portfolio keluar yang telah menggangu stabilitas nilai tukar rupiah. Keseimbangan kurs, mengacu pada paritas daya beli yang berjalan sesuai perbedaan tingkat inflasi antar dua negara. Ketika inflasi Indonesia lebih tinggi dari Amerika Serikat, harga ekspor barang dan jasa Indonesia menjadi relatif lebih mahal ketimbang Amerika Serikat. Ekspor Indonesia juga akan cenderung menurun, sedangkan impor cenderung meningkat. Ketidakseimbangan itu akan mendorong rupiah melemah atau mengalami depresiasi. Selanjutnya, depresiasi menyebabkan kebutuhan Dollar AS untuk menstabilkan rupiah dan pembayaran hutang meningkat sehingga mengurangi cadangan devisa. Dalam rangka penguatan cadangan devisa dan kestabilan nilai tukar terhadap mata uang negara lain (Dollar AS), Indonesia dihadapkan pada kondisi untuk menaikkan suku bunga depositonya agar mencegah aliran dana keluar negeri akibat turunnya nilai tukar dan sebagai penyeimbang agar transaksi modal ke dalam akan bertambah sehingga posisi cadangan devisa tetap terjaga dan nilai tukar rupiah kembali stabil mampu menopang gejolak perekonomian Indonesia. PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Adanya pengaruh BI rate dalam memberikan kontribusi yang paling besar dalam mempengaruhi tingkat suku bunga kredit. Kebijakan BI rate telah efektif dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi. Kedua, Adanya pengaruh inflasi dalam memberikan respon pergerakan yang serupa terhadap pergerakan tingkat bunga kredit investasi Ketiga, Adanya pengaruh Jumlah uang beredar terhadap pergerakan suku bunga kredit investasi. Keempat, Adanya pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam mempengaruhi pergerakan suku bunga kredit investasi. Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukan di atas, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, seiring dengan semakin rendah dan stabilnya suku bunga kebijakan BI rate diharapkan sinyal kebijakan BI rate mampu direspon oleh pergerakan suku bunga kredit investasi yang stabil dan rendah pada perbankan di Indonesia dengan demikian diperlukan adanya pengawasan, koordinasi dan pengaturan perbankan yang intensif oleh otoritas moneter guna mengurangi kecenderungan perbankan melakukan persaingan perang bunga guna mendapat dana dari masyarakat sehingga akan terciptanya suku bunga kredit investasi yang kompetitif dan 143 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 akan mendorong dunia usaha menghasilkan produk produk yang berkualitas dan efisien dengan produktivitas yang tinggi sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi secara nasional. Ketiga, menjaga kestabilan tingkat inflasi dan nilai tukar karena suku bunga baik dalam dan luar negeri sangat terkait faktor tersebut untuk menghasilkan suku bunga kredit investasi dalam pasar keuangan nasional dan internasional. Keempat, bagi kalangan investor maupun dunia usaha bahwa BI rate dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dapat dijadikan tolok ukur dalam menentukan pergerakan suku bunga investasi untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis. Keempat, diperlukan adanya penelitian penelitian yang sejenis dengan mempergunakan variable independen yang lebih menekankan pada internal perbankan dalam menganalisis pembentukan suku bunga pinjaman di Indonesia. DAFTAR RUJUKAN Budiaono. (1980). Synopsis Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: BPFE UGM Budiono. (2001). Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: Penerbit BPFE UGM. Ghozali, Imam. (2008). Ekonometrika Teori. Semarang: Badan Penerbit Undip Gujarati, N.Damodar. (2004). Basic Ekonometric. Fourth Edition. The McGraw-Hill Insukindro. (1994). Ekonomi Uang dan Bank. Yogyakarta: BPFE-Indonesia. Kasmir. (2003). Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kurniawan, Taufik. (2004). Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Tahun 1983-2002. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 437-459 BI Lusiana dan Anton. (2006). Faktor-faktor Yang mempengaruhi tingkat Suku Bunga Deposito Di Indonesia. Media Ekonomi Vol.12 (6): 293-323 Mankiw, N. Gregory. (2006). Makro Ekonomi Edisi keenam. Jakarta: Erlangga Nasution, Anwar. (1991). Tinjauan Ekonomi Atas Dampak Paket Deregulasi 1988. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Nasution, Darmin. (2011). Pidato Gubernur Bank Indonesia Tahunan Perbankan 2011. Bank Indonesia Nugroho, Hariyatmoko N., (2010). Pengaruh Kebijakan BI rate terhadap Suku Bunga Kredit Investasi Bank Umum Periode 2005-2009. Jakarta: Univ. Indonesia Pohan, Aulia, (2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Edisi 1. Jakarta: PT Raja Grfindo Persada. Rahmanta. (2009). Aplikasi Eviews Dalam Ekonometrika. USU Repository Ratnawati dan Olty Tetya. (2006). Analisis Faktor-faktor Penentu Tingkat Suku Bunga di Indonesia Periode 1990. Media Ekonomi Vol.12 Sarwono, Hartadi A dan Perry Warjiyo. (1998). Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam system Nilai Tukar Fleksible. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Edisi Juli 1998. Siamat, Dahlan. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi kelima.Jakarta: FEUI Siswanto, Eko Adi dan Yuniawan. (2012). Analisis Pengaruh Iklim Kerja dan Pengembangan Karir. Diponegoro Bussiness Review Syamsudin Mahmud. (1985). Ekonomi Moneter Indonesia. Edisi Pertama Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Umat . 144 Setianto 133 - 145 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Soeratno, Lincolin Arsyad. (1999). Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis.Yogyakarta: YKPN. Sukirno, Sudono. (1995). Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi edisi kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sunariyah. (2003). Pengantar Pasar Modal. Edisi 3. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sambodo, Maxensius Tri., (2001). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga Riil Kredit Investasi di Indonesia. Widyariset Vol. 2. Sugiono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke tujuh. Jakarta: CV Alfabeta Tulus T.H. Tambunan. (1998). Penyebab Krisis Moneter di Indonesia.Jakarta: IKADIN Warjiyo, Perry dan Sodikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK Bank Indonesias Winarno. (2007). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogya: YKPN 145 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENILAIAN HARGA WAJAR SAHAM PT.KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk DAN PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk MENJELANG AKUISISI Lestari Puji Astuti IKOPIN Jakarta Email: [email protected] Abstract: Regrouping pharmaceutical companies in Indonesia among PT. Kimia Farma (Persero) Tbk and PT. Indofarma (Persero) Tbk will be carried out by the government through inbreng scheme. In order to take acquisitions, a fair price must be counted for, so the public interests not be harmed For the fair price ofshares, the calculating are using three (3) of valuation methods thats are freecash flowto equity, relative valuation methods and gordon growth models. After doing the calculations with those methods, affair price for the shares of PT. Kimia Farma (Persero) Tbkand PT. Indofarma (Persero) Tbk its obtained. To get affair price to the value of the reference shares, reconciliation should be done. Based onthe results of there conciliation, the fair prices for thes hares of PT. Kimia Farma (Persero) Tbk is 693 rupiahs and PT. Indofarma (Persero) Tbk iis 404 rupiahs with avalue range of 7.5 per centofthe fair price. Keywords: Acquisitions, freecash flowto equity, relativevaluation, Gordon growth models Abstrak: Penyusunan kembali perusahaan farmasi di Indonesia antara PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk akan dilakukan oleh pemerintah melalui skema inbreng. Dalam rangka untuk mengambil akuisisi, harga yang adil harus dihitung, sehingga kepentingan publik tidak dirugikan Untuk ofshares harga yang adil, perhitungan tersebut menggunakan tiga (3) metode penilaian thats di adalah ekuitas flowto freecash, metode penilaian relatif dan pertumbuhan gordon model. Setelah melakukan perhitungan dengan metode-metode, harga urusan untuk saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbkand PT. Indofarma (Persero) Tbk yang diperoleh. Untuk mendapatkan harga urusan dengan nilai saham acuan, rekonsiliasi harus dilakukan. Berdasarkan onthe hasil ada konsiliasi, harga yang wajar untuk thes kelinci PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah 693 rupiah dan PT. Indofarma (Persero) Tbk iis 404 rupiah dengan berbagai Avalue 7,5 per centofthe harga yang adil. Kata kunci: Akuisisi, ekuitas flowto freecash, relativevaluation, gordongrowthmodels PENDAHULUAN Dengan jumlah penduduk yang mencapai 241,04 juta jiwa di tahun 2011 dan pertambahan jumlah usia lanjut, maka kebutuhan akan obat-obatan di Indonesia akan meningkat. Peningkatan kebutuhan dan juga dengan berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 1 Januari 2014 akan meningkatkan pasar farmasi domestik sebesar 12% – 14 % setiap tahun (Investor Daily, 11 Juli 2012). Melihat potensi tersebut dan juga untuk meningkatkan aset serta produksi obat-obatan di Indonesia, Kementerian 146 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan pengelompokan ulang (Regrouping) industri farmasinya. Regrouping ini diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar BUMN farmasi, yang terdiri dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk, meningkatkan produktivitas aset, memperluas jaringan pemasaran serta meningkatkan daya saing perusahaan. Dalam program Regrouping BUMN farmasi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan difokuskan ke bidang distribusi dan penjualan, sementara PT Indofarma (Persero) Tbk akan difokuskan pada sektor produksi atau hulu (www.ipotnews.com). Melalui proses ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan mengakuisisi PT Indofarma (Persero) Tbk dengan skema Inbreng. Proses pengambilalihan ini harus memperhitungkan harga wajar saham untuk kedua perusahaan, baik yang mengambil alih ataupun yang akan diambil alih. Penilaian harga wajar ini penting karena dua BUMN tersebut adalah perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Penilaian harga wajar saham ini diperlukan agar harga yang akan digunakan sebagai dasar melakukan akuisisi tidak “overvalued” ataupun “undervalued.” Guna mengetahui harga sahamPT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk pada saat transaksi akuisisi, penulis tertarik untuk menelitinya. Oleh karena itu penulis mengambil judul untuk penelitian ini “Penilaian Harga Wajar Saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk Menjelang Akuisisi.” Akuisisi. Akuisisi adalah pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Menurut Ross dkk (2009) terdapat 3 (tiga) bentuk hukum akuisisi yaitu merger atau konsolidasi, akuisisi saham dan akuisisi aset. Merger atau konsolidasi adalah penyerapan sempurna dari suatu perusahaan oleh perusahaan lain dimana perusahaan yang mengambil alih mempertahankan nama dan identitasnya. Setelah merger, perusahaan yang diambil alih tidak memperlihatkan diri sebagai bagian terpisah. Sementara itu akuisisi saham adalah cara untuk mengambil alih perusahaan lain dengan membeli saham dengan hak suara dari perusahaan yang akan diambil alih dan digantikan dengan uang, saham ataupun sekuritas lain. Sedangkan akuisisi aset adalah mengambil alih perusahaan lain dengan membeli sebagian besar atau semua asetnya. Inbreng menurut Kitab Undang Hukum Perdata adalah memasukkan sesuatu atau menyertakan sesuatu dalam perusahaan/persekutuan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Inbreng tersebut dapat berupa uang, barang ataupun keahlian. Bila dikaitkan dengan penjelasan Miller (2010), maka inbreng termasuk dalam bentuk pembayaran saham. Dalam kasus PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk, pemerintah akan menyerahkan kepemilikan sahamnya yang berada di PT Indofarma (Persero) Tbk ke PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai penyertaan modal. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007 dalam bab Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP), nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk pada harga yang sangat mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang dan atau jasa yang tersedia untuk dibeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi lebih merupakan harga yang sangat mungkin dibayarkan untuk barang atau jasa pada waktu tertentu sesuai dengan definisi tertentu dari nilai. Kartomo (2008) menjelaskan definisi nilai wajar dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagai suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s 147 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai. Sedangkan International Accounting Standards mendefinisikan nilai wajar (fair value) sebagai the amount for which an asset could be exchanged between knowledgable, willing parties in an arm’s length transaction. Ada 3 (tiga) metode yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu metode Free Cash Flow to Equity(FCFE), Relative Valuation dan Gordon Growth Model. FCFE adalah sisa dari arus kas tertinggi setelah memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman, digunakan untuk pengeluaran modal, baik untuk menjaga aset sekarang maupun untuk membeli aset baru guna pertumbuhan dimasa yang akan datang. Penggunaan metode ini berdasarkan pada aturan bahwa nilai suatu aset adalah nilai kini dari aliran kas masa depan yang diharapkan (present value ofexpected future cash flow) yang dihasilkan oleh aset tersebut (Damodaran, 2002). Formula dari metode ini adalah Keterangan: CFt = Cash Flow pada periode t; r = tingkat diskonto yang mencerminkan risiko cash flow estimasian; n = umur aset. Penilaian harga saham dengan metode Relative Valuation lebih sederhana daripada metode Discounted Cash Flow yang sangat rumit. Pendekatan ini sering disebut dengan Price Earning (P/E) Ratio Model. Dengan Relative Valuation, PER digunakan sebagai alat pembanding dalam penilaian saham. Pendekatan metode Relative Valuation ini mudah diterapkan pada perusahaan yang mempunyai banyak pembanding di pasar modal, akan tetapi apabila pembandingnya kurang dari dua (2) perusahaan maka metode ini sulit diaplikasikan. Dalam Relative Valuation, nilai sebuah aset didasarkan pada bagaimana aset yang serupa dihargai. Secara teori dapat dikatakan bahwa nilai suatu perusahaan yang ditunjukkan dengan sahamnya adalah akumulasi seluruh uang yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen sepanjang usia perusahaan, kemudian didiskontokan pada tingkat discount rate tertentu. Dengan asumsi jumlah dividen yang dibagikan selalu tetap, maka : Div Harga wajar = r Dimana, Div = dividen; r = required rate of return Metode Dividend Discounted Model (DDM) mempunyai kelemahan yaitu harga sahamnya diasumsikan konstan, padahal dalam kehidupan sehari - hari hampir tidak ada perusahaan yang harga sahamnya statis. Untuk mengatasi kelemahan ini model DDM tersebut dikembangkan menjadi Constant Growth DDM atau disebut juga Gordon Growth model yang dinamakan sesuai penemunya Myron Gordon. Rumusnya adalah Div Harga wajar = rg Dimana, Div = dividen; r = required rate of return; g = tingkat pertumbuhan dividen 148 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel berikut ini menampilkan penelitian terdahulu terkait dengan penilaian harga saham. No. Peneliti Metode Yg Digunakan Hasil 1 Mardiana (2009) Penetapan harga saham untuk IPOs PT Bank DKI dengan Free Cash Flow to Equity dan Relative Valuation Harga saham PT Bank DKI, dengan FCFE skenario Optimis Rp912, skenario normal Rp700 dan skenario pesimisRp557 sedangkan dengan Relative Valuation Rp1537 per lembar 2 Putra (2009) Analisis Valuasi saham pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Gudang Garam Tbk dan PT Unilever Tbk dengan Discounted Cash Flow, Relative Valuation dan CAPM Harga saham dengan metode DCF INDF Rp258,45, GGRM Rp1980,17 dan UNVR Rp8157,79 dengan Relative Valuation : INDF Rp2032,61 GGRM Rp27423,61 dan UNVR Rp446,96 , dan dengan CAPM : INDF Rp214,60 GGRM Rp 2280,63 dan UNVR Rp2873,06 3 Nurbiyanto (2011) Estimasi nilai wajar ekuitas pada PT Semen Baturaja (Persero) dalam rangka privatisasi dengan metode FCFE, Relative Valuation dan Residual Income Estimasi nilai ekuitas PT Semen Baturaja (Persero) dengan FCFE Rp 3.649.867.000.000,- dengan metode Relative Valuation dengan multiples PER Rp4.025.169.000.000,- Relative Valuation dengan multiples PBV adalah Rp2.218.251.000.000,Relative Valuation dengan P/S Ratio adalah Rp3.357.970.000.000,- serta metode Residual Income adalah Rp3.661.709.000.000,- 4 Gardner (2010) Penilaian nilai ekuitas perusahaan Coca Cola menggunakan metode FCFE dengan model pertumbuhan supernormal Nilai ekuitas Coca Cola sebesar $ 161 milyar sedangkan nilai pasar aktualnya adalah sebesar Rp $ 150 milyar pada tanggal 28 Desember 2010 5 Suharsono (2011) Penilaian nilai pasar wajar saham PT Indofarma (Persero) Tbk dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow dan Relative Valuation Harga wajar saham INAF per 31 Oktober 2011, dengan metode Discounted Cash Flow adalah Rp133,43, sedangkan dengan metode Relative Valuationadalah Rp135,85. Harga pasar per 31 Oktober 2011 adalah Rp127,- 149 Astuti 146 - 159 No. 6 Peneliti Purba (2011) Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Metode Yg Digunakan Hasil Penilaian harga wajar saham PT Kimia Farma (Persero) Tbk menjelang penerbitan saham baru tahun 2011. Metode yang digunakan adalah Discounted Cash Flow, Free Cash Flow to the Firm Model dan Guideline Publicly Traded Company (PER, P/S dan PBV) Harga wajar saham KAEF dengan metode Free Cash Flow to the Firm Model adalah sebesar Rp144,48 dan dengan metode Guideline Publicly Traded Company untuk multiple PER sebesar Rp165,51, P/S sebesar Rp415,87 dan PBV sebesar Rp221,51 Sumber: diolah sendiri Perbedaan penulisan ini dan penulisan sebelumnya adalah bahwa penulis: (1) menghitung harga wajar saham dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE), Relative Valuation dan Gordon Growth Model; (2) Menghitung harga wajar saham yang mengakuisisi dan yang diakuisisi; (3) Menggunakan data laporan keuangan selama enam tahun dari 2007 – 2012 yang diambil dari situs resmi PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk. METODE Penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) Badan Usaha Milik Negara bidang farmasi yang terdaftar di BEI yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012, untuk mencari harga wajar saham kedua perusahaan tersebut pada tanggal 31 Desember 2012 dalam rangka akuisisi. Dalam penelitian ini hanya mencari satu harga wajar saham yang akan digunakan sebagai acuan dalam akuisisi/inbreng. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif karena dalam penghitungan/penelitian menggunakan data – data kuantitatif yaitu data laporan keuangan dari masing-masing perusahaan. Data yang digunakan merupakan data sekunder sebagai berikut: (1) Laporan keuangan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk serta perusahaan pembanding, yaitu PT. Kalbe Farma Tbk dan PT Tempo Scan Pacific Tbk; (2) Data diambil dari situs resmi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan Bursa Efek Indonesia; (3) Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan enam tahun terakhir yang telah diaudit, yaitu tahun 2007 – 2012. Alat analisis dalam penghitungan penilaian harga wajar saham menggunakan 3 (tiga) metode yaitu Free Cash Flow to Equity, Relative Valuation dan Gordon Growth Model. Langkah-langkah penilaian dengan menggunakan Free Cash Flow to Equity Discount Model adalah sebagai berikut: Langkah pertama adalah menentukan tingkat pertumbuhan perusahaan. Menurut Damodaran (2002), ada beberapa cara untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan yaitu: 1) Menggunakan Arithmetic Average 150 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 t 1 ( Arithmetic average = g t n t n Dimana: gt = tingkat pertumbuhan pada tahun t; n = jumlah tahun 2) Menggunakan Geometric Average 1 n earning 0 =- 1 earning n Langkah kedua adalah membuat proyeksi laporan keuangan yaitu laporan laba rugi dan laporan neraca. Proyeksi laba rugi dan neraca dilakukan dengan teknik yang biasa digunakan secara umum yaitu Percent of Sales Method (Brigham dan Ehrhardt, 2005) yang dimulai dengan proyeksi penjualan yang menggambarkan pertumbuhan penjualan tahunan. Langkah ketiga adalah membuat proyeksi arus kas bebas ke ekuitas (FCFE). Menurut Stowe dkk (2007), FCFE adalah aliran kas yang tersedia untuk pemegang saham biasa perusahaan setelah semua biaya operasi, bunga dan setelah pembayaran kepada prinsipal dan investasi atas modal kerja dan modal tetap. Formula FCFE menurut Damodaran (2002) adalah: FCFE = Net Income – (Capex – Depreciation) – ( Change in Non Cash Working Capital) + (New Debt Issued – Debt Repayment) Langkah keempat adalah menentukan tingkat diskonto (discount rate). Tingkat diskonto yang digunakan adalah tingkat diskonto biaya modal yang digunakan oleh perusahaan atas biaya ekuitas. Penentuan biaya modal ekuitas (saham) ini menggunakan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM). Persamaan CAPM adalah: r= rRF + β (rPM) Geometric average Keterangan: r = tingkat pengembalian yang diharapkan; rRF = tingkat pengembalian aset bebas risiko; rPM = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan dikurangi tingkat pengembalian aset bebas risiko; β = beta individual sekuritas, dimana beta mengukur risiko sistematik, yaitu kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas risiko. Langkah kelima adalah melakukan estimasi nilai, yaitu penjumlahan antara present value FCFE yang didiskontokan dengan biaya modal Kehg ditambah present value terminal value yang didiskontokan dengan biaya modal Kest. Menurut Damodaran (2002), formula yang digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan model Free Cash Flow to Equity adalah t n FCFEt Pn Nilai Perusahaan = t 1 k e st n i 1 1 k eh g dimana Pn (terminal value) umumnya dihitung dengan tingkat pertumbuhan yang tetap selamanya yaitu 151 Astuti Pn 146 - 159 = Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 FCFE n 1 r gn Keterangan: FCFE = Free Cash Flow to Equity; Pn = harga pada saat setelah pertumbuhan tinggi (terminal value); Ke,hg = biaya modal ekuitas pada high growth; gn = tingkat pertumbuhan setelah terminal value.; Ke,st = biaya modal ekuitas pada stable growth; r = cost of equity; Harga wajar saham = nilai perusahaan dibagi dengan jumlah lembar saham Ada empat langkah yang diperlukan untuk menghitung nilai wajar saham berdasarkan metode Relative Valuation.Langkah pertama adalah pemilihan perusahaan pembanding didasarkan pada perusahaan yang memiliki kriteria relatif sama sebagaimana yang diatur dalam keputusan Ketua Bapepam - LK, yaitu pembanding berada dalam bidang usaha yang sama, karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings) sebanding atau kinerja keuangan historis relatif sebanding. Langkah kedua adalah memilih multiple/faktor pengali perusahaan pembanding, yaitu : Langkah yang ketiga adalah melakukan perhitungan untuk menentukan besaran multiple/faktor pengali perusahaan pembanding. Perhitungan dilakukan dengan cara memasukan data perusahaan pembanding (earning/laba bersih, nilai buku, penjualan) ke dalam formula multiple/faktor pengali yang telah ditentukan sebelumnya sehingga didapat besaran multiple/faktor pengalinya. Langkah terakhir adalah melakukan estimasi nilai wajar saham/ekuitas perusahaan yang dilakukan dengan cara mengalikan rata-rata besaran multiple/faktor pengali PER, PBV, P/S perusahaan pembanding dengan earning/laba bersih, nilai buku, penjualan perusahaan yang dinilai. Perhitungan harga wajar saham menggunakan metode Gordon Growth Model memerlukan 3 langkah yang harus dilakukan, yaitu menghitung Cost of Equity dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM), estimasi pertumbuhan dan Value of Equity per Share. Langkah pertama adalah menentukan Cost of Equity yang merupakan tingkat pengembalian yang disyaratkan oleh investor sebagai konsekuensi atas investasi pada saham perusahaan. Cost of Equity yang menjadi tingkat diskonto dalam perhitungan harga wajar saham pada Gordon Growth Model adalah sama dengan yang digunakan CAPM pada persamaan (4-4) halaman 55 yaitu r = rRF + β (rPM) 152 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Keterangan: r = tingkat pengembalian yang dipersyaratkan; rRF=tingkat pengembalian aset bebas risiko; (rPM) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan dikurangi tingkat pengembalian aset bebas risiko; β = Beta individual sekuritas Langkah kedua adalah menentukan tingkat pertumbuhan yang dipergunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan revenue dan earnings. Estimasi pertumbuhan dapat dihitung sebagai berikut : g = retention ratio x ROE g = (1 – DPR) x ROE Keterangan: g = Growth; ROEn = Return on Equity; DPR = Dividend Payout Ratio Langkah ketiga adalah mencari atau menghitung value of equity yang digunakan untuk menentukan harga wajar saham perusahaan. Value of equity terdiri dari tiga unsur yaitu dividend per share, cost of equity dan expected growth rate. Perhitungan value of equity adalah sebagai berikut: Vo = Do x (1 + g) = D1 (r - g) r-g Keterangan: Vo = Fundamental Value; Do = Dividen yang dibayarkan; g = Dividend Growth Rate; D1 = Dividen yang diharapkan; r = Required Rate of Return Rekonsiliasi nilai harga wajar saham dilakukan untuk mendapatkan satu harga wajar saham dari beberapa harga dengan metode yang berbeda. Rekonsiliasi dilakukan setelah harga wajar saham dari masing-masing metode didapat, kemudian melakukan pembobotan pada masing – masing indikasi nilai yang dihasilkan. Setelah bobot ditentukan maka bobot – bobot tersebut dikalikan dengan indikasi nilai wajar dari hasil perhitungan masingmasing metode penelitian sehingga didapatkan nilai wajar tertimbang untuk PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Nilai saham yang didapat dengan menggunakan 3 (tiga) metode menghasilkan besaran yang berbeda, ada yang tinggi dan ada yang rendah sehingga diperlukan rekonsiliasi nilai. Rekonsiliasi nilai menghasilkan hanya satu nilai dengan rentang nilai sebesar 7,5 persen dari nilai yang diperoleh. Nilai rekonsiliasi dipakai sebagai acuan untuk investor, apakah akan melakukan aksi jual, beli ataupun menahan saham yang dimiliki. Pemerintah dapat menggunakan hasil rekonsiliasi tersebut untuk menghitung besaran modal yang akan diserahkan atau diakuisisi ke PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode pertama yang digunakan pada penelitian ini untuk melakukan estimasi nilai wajar saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah dengan Free Cash Flow to Equity Discount Model. Metode ini merupakan salah satu bentuk dari Discounted Cash Flow (DCF) di mana estimasi nilai dilakukan dengan cara mendiskonto aliran kas ke ekuitas (Free Cash Flow to Equity) dan terminal valuedengan biaya modal ekuitas. Nilai perusahaan berdasarkan Free Cash Flow to Equity adalah: 153 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 t n FCFEt Pn 1 k 1 k Nilai Perusahaan = i 1 t eh g n e st Hasil perhitungan detail estimasi nilai wajar saham dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 Tabel 1. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Estimasi Nilai Wajar Ekuitas (dalam juta rupiah, kecuali *) Uraian FCFE Asumsi pertumbuhan Konstan Terminal Value Total FCFE Cost of Equity Discount Rate 2013 2014 9,56 % 166,365 182,269 Proyeksi 2015 2016 260,131 2017 2018 218,785 239,701 262,616 5% 166,365 182,269 260,131 218,785 1,855,947 2,095,648 128,388 153,783 108,553 872,666 19,15 % Present Value 139,627 FCFE Nilai Wajar Ekuitas per 30- 1,403,018 12-2012 Nilai Saham per 253 lembar (Rp)* Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2012 Penilaian harga wajar saham dengan metode Relative Valuationdimulai dengan mencari perusahaan pembanding. Pemilihan perusahaan pembanding dimulai dengan mencari perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk, yaitu perusahaan dibidang farmasi. Perusahaan yang bergerak dibidang farmasi dan sudah menjadi perusahaan terbuka terdapat 10 (sepuluh) perusahaan, dan yang terpilih untuk menjadi perusahaan pembanding adalah PT. Kalbe Farma Tbk dan PT. Temposcan Pacific Tbk. Kedua perusahaan tersebut dipilih sebagai pembanding karena harga saham keduanya tidak terlalu jauh berbeda dengan harga saham PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk,dan keduasaham tersebut aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Estimasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) Tbk diperoleh dari penjumlahan nilai sekarang FCFE dan nilai kini terminal value yang didiskontokan dengan biaya modal ekuitas. Terminal value dicari dengan cara mencari FCFE tabun 2018, yaitu FCFE tahun 2017 dikalikan satu ditambah pertumbuhan pada saat tinggi (9,56 %) hasilnya adalah 262,616,518,088 kemudian dibagi dengan biaya modal ekuitas (19,15%) dikurangi pertumbuhan konstan (5%) sehingga diperoleh nilai Rp 1,855,947,124,300,Estimasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) adalah jumlah nilai kini FCFE ditambah nilai kini terminal value sehingga menghasilkan indikasi nilai wajar 154 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 ekuitas Rp 1,403,017,638,888,-. Untuk memperoleh nilai wajar saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, maka nilai wajar ekuotas sebesar Rp 1,403,017,638,888,- dibagi dengan jumlah saham yang beredar sebanyak 5554000000 lembar, sehingga didapat nilai wajar saham per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp 253,-. Tabel 2. PT. Indofarma (Persero) Tbk, Estimasi Nilai Wajar Ekuitas (dalam juta rupiah, kecuali *) Uraian Discount Rate FCFE 5,45% Asumsi Pertumbuhan 5% Konstan Terminal Value Total Fcfe Cost Of Equity 16,56 % Present Value Fcfe Nilai Wajar Ekuitas 826,591 Per 30 -12-2012 Nilai Saham Per 267 Lembar (Rp) * Proyeksi 2013 2014 2015 2016 2017 2018 83,595 94,155 105,479 112,019 118,667 125,134 83,595 94,155 105,479 112,019 1,082,481 1,201,149 71,719 69,302 66,607 60,686 558,276 Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2012 Untuk mencari tingkat pertumbuhan perusahaan pembanding dengan menggunakan Geometric Mean. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat pertumbuhan dua perusahaan pembanding adalah PT. Kalbe Farma Tbk sebesar 14,25 persen dan PT. Temposcan Pacific sebesar 16,24 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan PT Kimia Farma (Persero) adalah sebesar 9,56 persen dan PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah sebesar 5,45 persen. Kinerja keuangan yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan perusahaan pembanding ada dua,Return on Asset(ROA) dan Returnon Equity(ROE) pada tahun 2012. Hasil perhitungan ROA dan ROEadalah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk mempunyai ROA sebesar 8,77 persen dan ROE sebesar 12,04 persen; PT. Indofarma (Persero) Tbk mempunyai ROA sebesar 3,07 persen dan ROE sebesar 5,03 persen; PT. Kalbe Farma Tbk mempunyai ROA sebesar 14,58 persen dan ROE sebesar 17,53 persen; PT. Tempo Scan Pacific Tbk mempunyai ROA sebesar 11,68 persen dan ROE sebesar 15,33 persen. Penentuan faktor multiple/pengali yang digunakan dalam rangka penilaian PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk ada tiga yaitu : Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV) danPrice to Sales Ratio (PSR).Dari perhitungan didapat hasil untuk PERsebesar 15,9, untuk PBV sebesar 3,1 dan untuk PSRsebesar 1,6. Setelah besaran faktor pengali diketahui maka penilaian nilai wajar sahan dapat dilakukan dengan cara mengalikan faktor pengali dengan laba bersih, nilai buku dan pendapatan per lembar saham. Hasil perhitungannya untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah Rp643(PER), Rp1.048,8 (PBV) dan Rp1.179,4,-(PSR). Hasil perhitungan untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk adalah Rp229,-(PER), Rp894,- (PBV) dan Rp629,- 155 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 (PSR). Penilaian harga wajar saham dengan metode Gordon Growth langkah pertamanya adalah menentukan Cost of Equity dengan menggunakan pendekatan CAPM, diperoleh hasil untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk adalah 19,15 persen dan untuk PT. Indofarma (Pesero) Tbk adalah 16,56 persen. Untuk perhitungan tingkat pertumbuhan (growth) diperoleh dengan menggunakan pendekatan Growth in Earningsdan menghasilkan angka sebesar 11,88 persen untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Setelah cost of equity dan tingkat pertumbuhan diketahui maka estimasi penilaian harga saham dapat dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam formula. Hasil dari perhitungan didapat harga saham pada pertumbuhan normal adalah Rp47,42,- dan pada saat pertumbuhan constant (nilai terminal) adalah Rp294,71,-. Sehingga untuk estimasi harga wajarnya adalah harga saham pada pertumbuhan normal ditambah dengan harga saham pada pertumbuhan constant diperoleh harga wajarnya sebesar Rp342,13,-. Estimasi nilai wajar saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk dengan menggunakan tiga metode di atas menghasilkan lima indikasi nilai yang berbeda. Namun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai wajar saham sehingga hanya ada satu indikasi nilai yang terbentuk, untuk itu perlu dilakukan rekonsiliasi atas indikasi nilai yang dihasilkan dari tiga metode di atas, hasil dari rekonsiliasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Rekonsiliasi Nilai No Metode A Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk 1 2 3 4 5 Free Cash Flow To Equity Discount Model Relative Valuation : Price Earning Ratio Relative Valuation : Price To Book Value Relative Valuation : Price To Sales Ratio Gordon Growth Model B Jumlah Nilai Wajar Saham Pt. Indofarma (Persero) Tbk 1 2 3 4 5 Free Cash Flow To Equity Discount Model Relative Valuation : Price Earning Ratio Relative Valuation : Price To Book Value Relative Valuation : Price To Sales Ratio Gordon Growth Model Jumlah Nilai Wajar Saham Harga Saham 253 643 1049 1179 342 Bobot 20% 20% 20% 20% 20% 100% 267 229 894 629 0 20% 20% 20% 20% 20% 100% Nilai Tertimbang 51 129 210 236 68 693 693 53 46 179 126 0 404 404 Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan (data diolah sendiri), 2013 156 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Rekonsiliasi nilai dimulai dengan melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai dari masing-masing metode penilaian. Penentuan bobot terhadap masing – masing metode penilaian sangat subjektif, sehingga menurut pandangan kami bobot dari masing – masing penilaian adalah sama yaitu 20 persen. Nilai tersbut diperoleh dari angka 100% dibagi dengan 5 (lima) indikasi nilai. Setelah bobot ditentukan maka bobot-bobo tersebut dikalikan dengan indikasi nilai wajar dari hasil perhitungan masing-masing metode penilaian, sehingga didapatkan nilai wajar tertimbang ekuitas PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) tbk. Nilai tertimbang yang sudah didapatkan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan indikasi nilai wajar ekuitas PT. Kimia Farma (Persero) Tbk yaitu sebesar Rp 693,- dan PT. Indofarma (Persero) Tbk sebesar Rp 404. Indikasi nilai wajar saham tidak bersifat absolut pada satu angka tertentu akan tetapi merupakan kisaran (rentang) nilai sehingga perlu dihitung batas atas dan batas bawah untuk menentukan rentang nilai. Berdasarkan ketentuan Ketua Bapepam dan LK angka 12 huruf e, batas atas dan batas bawah pada kisaran nilai, tidak boleh melebihi 7,5 persen dari nilai yang dijadikan acuan kisaran tersebut. Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka kisaran nilai yang masih dianggap wajar atas saham adalah 1 ± 7,5 persen dikalikan nilai wajar sahamnya. Untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk untuk batasnya atas senilai Rp745,-sedangkan batas bawahnya senilai Rp641,-. Kisaran nilai yang masih dianggap wajar atas saham PT Indofarma (Persero) Tbk pada batas atas senilai Rp434,-dan batas bawahnya senilai Rp374,-. Sementara itu pada tanggal 31 Desember 2012 harga saham KAEF adalah sebesar Rp720 per lembar saham, sedangkan INAF sebesar Rp315 per lembar saham. Dari perhitungan nilai wajar saham yang telah dilakukan dengan ketiga metode yaitu FCFE, Relative Valuation dan ordon Growth Model, untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk hasil nilai saham yang paling tinggi adalah dengan menggunakan metode Relative Valuation setelah itu dengan metode FCFE dan yang terkecil perhitungan dengan Gordon Growth Model. Hasil perhitungan nilai saham PT. Indofarma (persero) Tbk yang paling tinggi adalah dengan Metode Relative Valuation setelah itu dengan metode Gordon Growth dan yang terkecil menggunakan metode FCFE. Perhitungan dengan Relative Valuation menghasilkan nilai saham tinggi karena perhitungan tersebut menggunakan rasio harga saham perusahaan pembanding pada tanggal 31 Desember 2012 dimana ROA dan ROE sebagai dasar faktor multiple perusahaan pembanding mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan ROA dan ROE dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Perhitungan dengan FCFE menghasilkan nilai saham yang mendekatif nilai pasarnya, karena perhitungan nilai saham berdasarkan aliran kas yang tersedia untuk pemegang saham biasa setelah semua biaya operasi dibayarkan. Perhitungan dengan Gordon Growth menghasilkan nilai saham relatif kecil, hal ini dikarenakan perhitungan nilai saham didasarkan pada besaran dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Perhitungan dengan metode ini mudah diterapkan apabila perusahaan tersebut mempunyai data dividen yang dibagikan. Dari hasil perhitungan menggunakan ketiga metode diatas, untuk memudahkan para stakeholder menggunakan hasil perhitungan maka dilakukan rekonsiliasi atas nilai tersebut dan menghasilkan satu nilai harga wajar saham. 157 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga wajar saham per 31 Desember 2012 adalah untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebesar Rp693,- dan untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk sebesar Rp404,- . Nilai wajar saham tersebut di atas mempunyai rentang nilai untuk batas atas dan batas bawahnya yaitu untuk PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dengan batas atas sebesar Rp745,- dan batas bawahnya sebesar Rp641,- dan untuk PT. Indofarma (Persero) Tbk dengan batas atas sebesar Rp434,-dan batas bawahnya sebesar Rp374,-.Nilai wajar saham yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan 3 (tiga) metode menghasilkan nilai wajar saham yang “undervalued” apabila dibandingkan dengan nilai pasarnya pada tanggal 31 Desember 2012 yaitu sebesar Rp720,- untuk KAEF dan”Overvalued”untuk INAF dimana harga pasarnya Rp315,-. Kelebihan dari masing – masing metode cara penilaian harga wajar saham adalahFCFEdapat terapkan pada semua perusahaan karena penilaian didasarkan pada aliran kas ke ekuitas; untuk Relative Valuation, lebih mudah diterapkan apabila perusahaan mempunyai perusahaan pembanding lebih dari 2 (dua) dalam bidang yang sama; dan untuk Gordon Growth, mudah digunakan pada perusahaan yang sering membagikan dividen, karena perhitungan ini menggunakan data dividen. Bagi investor yang akan membeli saham PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebaiknya menggunakan harga saham Rp693,-. Calon investor yang akan membeli saham INAF disarankan menggunakan harga Rp315,-. Untuk Pemerintah yang akan menyertakan saham PT. Indofarma (Persero) Tbk kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk sebaiknya menggunakan harga saham PT. Indofarma (Persero) Tbk seharga Rp404,- sebagai penghitungan harga saham PT. Indofarma (Persero) Tbk yang akan diserahkan (Inbreng) kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Dengan harga tersebut tidak akan merugikan investor publik (masyarakat).Apabila PT. Kimia Farma (Persero) Tbk akan melakukan Right Issue (Penawaran Umum Terbatas, PUT) sebaiknya menggunakan harga rata-rata pasar selama 25 (dua pulu lima) hari seharga Rp730,- agar tidak merugikan pemegang saham publik. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan data kuartalan karena observasinya akan lebih banyak sehingga akan meningkatkan akurasi dalam proyeksi untuk metode FCFE dan Relative Valuation dengan menggunakan lebih dari 2 (dua) perusahaan pembanding. DAFTAR RUJUKAN Brigham, Eugene F. dan Ehrhardt, M.C., (2005). Financial Management: Theory and Practice, 11th Edition, Thomson, South Western. Damodaran, Aswath (2002). Damodaran on Valuation, 2nd edition, JohnWiley&Sons, Inc, New Jersey Djohansjah, Nugroho (2012). Analisis penilaian saham PT. Holcim Indonesia (Persero) Tbk untuk kepentingan go private, Majalah Forum Keuangan vol. II, Jakarta 158 Astuti 146 - 159 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Erianda,Budi (2011). Penentuan Harga Wajar Saham PT. Telekomunikasi Indonesia, TBK dengan Metode Gordon Growth Model, Tesis. tidak dipublikasikan Universitas Gunadarma - Jakarta Gardner, John C, Mc Gowan, dan Moeller Susan E., (2012). Valuing Coca Cola Using The Free Cash Flow to Equity Valuation Model, Journal of Business & Economics Research – November 2012, volume 10, number 11, New Orleans Hartono, Jogiyanto (2012). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, edisi ke 2, BPFE, Yogyakarta Hidayati, Wahyu dan Harjanto, (2003). Konsep Dasar Penilaian Properti, edisi pertama, BPFE – Yogyakarta Jones Charles P, Sidharta Utama, Budi Frensidy,Irwan Adi Ekaputra, dan Rachman Untung Budiman (2009), Investment Analysis and Management (An Indonesian Adoption), Wiley- Salemba Empat -Jakarta Kartomo, Rengganis (2008). Transformasi Penerapan Model Nilai Wajar (Fair Value) dan Implikasinya, Makalah Seminar MEP UGM, Yogyakarta. Koller, Tim, Marc Goedhart dan David Wessels, (2005). Valuation: Measuring and Managing The Value of Companies, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New Jersey Mardiana, Dian (2009). Analisis Nilai Harga Saham Perdana PT Bank DKI, Tesis tidak dipublikasikan Universitas Gunadarma - Jakarta Miller, Jr Edwin, (2010). Mergers and Acquisitions, New Jersey Nurbiyanto (2011). Estimasi Nilai Wajar Ekuitas PT. Semen Baturaja (Persero) dalam rangka Privatisasi Tahun 2011, Tesis tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UGM Putra (2009). Analisis Valuasi Saham pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Gudang Garam Tbk dan PT Unilever Tbk, Tesis tidak dipublikasikan Universitas Gunadarma, Jakarta Purba,Hendra Jan, Sadarmo (2011). Estimasi Nilai Wajar Saham PT Kimia Farma Tbk dalam rangka Penawaran Saham Baru Tahun 2011, Tesis tidak dipublikasikan, UGM,Yogyakarta Ross, Stephen A, Westerfield Randolph W, danJordan Bradford D., (2009). Pengantar Keuangan Perusahaan, Mc Graw Hill Salemba Empat Suharsono (2011). Estimasi Nilai Pasar Wajar Saham PT. Indofarma Tbk dalam rangka akuisisi oleh PT Kimia Farma Tbk Tahun 2012, Tesis tidak dipublikasikan UGM, Yogyakarta Stowe, John D, Robinson, Tomas R., Pinto, Jerald E.McLeavy, Dennis W., (2007). Equity Asset Valuation, Jhon Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Sengai, Pandey (2010). AAMJF vol 6 (1), 89 – 108 Equity Valuation Using Price Multiples: Evidence from India 159 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 ANALISIS KOMPONEN BIAYA DAN TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN SIMULASI MODEL DINAMIS PADA ANGKUTAN LINTASAN SIBOLGA–TELUK DALAM PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO) Hendy Karles dan Dana Santoso Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara (BINUS) dan Universitas Mercu Buana Email: [email protected] dan [email protected] Abstract: This research was initiated by an government policy which since January 2011 at the Sibolga- Teluk Dalam route a subsidy budget are not given, as well as the quay demage of Teluk Dalam Port, so that there is no transportation ship at that route. At the urging of Nias Selatan government, finally PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) operating KMP. Raja Enggano without a subsidy budget and using pioneer tariff. In the main cost component in accordance with the rules prevailing in the government, then it can be studied more in depth the current condition of pioneers tariff as proposed tariff adjustments to the government using dynamic simulation models. Development of a dynamic model simulations conducted through the stages of identifying basic operational costs, identify variables, simulation calculations, the validation results of the simulation calculations, scenario development and determination of policy alternatives. Results of dynamic simulation models using scenarios that have been developed show that the average basic tariff satuan unit produksi (SUP) in the current condition is smaller than the average basic tariff SUP break-even point. It is influenced by considerations of operating ratio and working ratio is currently quite high so it is needed the company's efforts to increase average basic tariff SUP in order to minimize losses. Keywords: basic costs transport, transportation tariff, ferry crossing transportation, dynamic simulation model. Abstrak: Penelitian ini diawali adanya kebijakan pemerintah yang sejak Januari 2011 di Sibolga-Teluk Dalam, dengan anggaran subsidi tidak diberikan, serta demage dermaga Pelabuhan Teluk Dalam, sehingga tidak ada kapal transportasi di rute itu. Atas desakan pemerintah Nias Selatan, akhirnya PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) operasi KMP. Raja Enggano tanpa anggaran subsidi dan menggunakan tarif perintis. Dalam komponen biaya utama sesuai dengan aturan yang berlaku di pemerintahan, maka dapat dipelajari lebih mendalam kondisi saat ini tarif pelopor sebagai penyesuaian tarif yang diusulkan kepada pemerintah menggunakan model simulasi dinamis. Pengembangan model simulasi dinamis dilakukan melalui tahapan identifikasi biaya operasional dasar, mengidentifikasi variabel, perhitungan simulasi, hasil validasi dari perhitungan simulasi, pengembangan skenario dan penentuan alternatif kebijakan. Hasil model simulasi dinamis menggunakan skenario yang telah menunjukkan dikembangkan bahwa rata-rata dasar satuan tarif satuan Produksi (SUP) dalam kondisi saat ini lebih kecil dari rata-rata tarif dasar SUP break-even point. Hal ini dipengaruhi oleh pertimbangan rasio operasi dan rasio kerja saat ini cukup tinggi sehingga diperlukan 160 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 upaya perusahaan untuk meningkatkan rata-rata SUP tarif dasar untuk meminimalkan kerugian. Kata kunci: biaya pokok transportasi, penyeberangan, model simulasi dinamis. tarif transportasi, feri transportasi PENDAHULUAN Lintas Sibolga-Teluk Dalam telah dilayani oleh KMP. Pulo Tello mulai tanggal 1 Juli 2009 sampai dengan 20 Desember 2010 sebagai trayek perintis dan didukung dana subsidi APBN sebesar Rp 1.200.000.000,- dengan jadwal operasi 2 trip per minggu. Kemudian pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2011 lintas Sibolga-Teluk Dalam tidak dilayani karena subsidi tidak dianggarkan dan adanya kerusakan dermaga pelabuhan Teluk Dalam. Masyarakat Nias Selatan sangat membutuhkan angkutan di lintas Sibolga-Teluk Dalam, dilihat dari data load factor produksi tahun 2010 untuk penumpang mencapai 29% dan kendaaran diatas 70%. Namun atas desakan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan, akhirnya perusahaan mengoperasikan KMP. Raja Enggano sejak tanggal 25 Oktober 2011 dengan jadwal operasi 1 trip per minggu tanpa subsidi dengan tarif perintis. Sebagai acuan laporan kinerja keuangan angkutan KMP. Raja Enggano dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kinerja Keuangan Angkutan KMP. Raja Enggano Tahun 2012 No 1 2 3 Uraian Pendapatan Biaya L/R Rencana 2012 11.813.070.751 8.041.443.962 3.771.626.789 Realisasi 2012 7.240.898.098 8.238.130.340 (997.232.242) Deviasi (4.572.172.653) 196.686.378 (4.768.859.031) Sumber: Data Sekunder PerusahaanTahun 2012 Pendapatan realiasasi angkutan KMP. Raja Enggano jauh di bawah target pendapatan yang direncanakan yaitu sebesar 38,7%, disebabkan masih menggunakan tarif perintis walaupun lintasannya komersil. Sementara deviasi biaya tidak berbeda secara signifikan yaitu 2,46% dari rencana anggaran biaya. Perusahaan secara signifikan merugi menurut rencana laba-rugi yang direncanakan yaitu sebesar 126,44%. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan simulasi model dinamis adalah pembahasan secara simulasi dari studi kasus yang dikembangkan menjadi skenario-skenario sesuai dengan kemungkinan kondisi usaha. Maksud dilakukan penelitian ini yaitu untuk menentukan usulan tarif komersil berdasarkan struktur komponen biaya pokok pada lintas Sibolga-Teluk Dalam. Usulan tersebut dapat dipakai dalam menyusun kebijakan alternatif untuk pengembangan usaha. Sasaran yang harus dicapai melalui penelitian ini yaitu: menentukan perhitungan tarif komersil berdasarkan struktur komponen biaya pokok pada lintas Sibolga-Teluk Dalam, membuat skenario simulasi usulan perencanaan penyesuaian tarif dan menganalisa kebijakan alternatif atas hasil penetapan tarif sebagai upaya perusahaan untuk pengembangan usaha. Kontribusi yang diberikan dari penelitian yang dilakukan yaitu: bagi perusahaan agar dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam penyusunan rencana pengembangan usaha, bagi institusi pendidikan sebagai bahan referensi bagi 161 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 penelitian selanjutnya terkait pengembangan simulasi model tarif angkutan penyeberangan dan bagi peneliti agar menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan komponen biaya dan tarif angkutan penyeberangan. Aminullah, dkk (2001), menerangkan bahwa sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Berpikir sistem merupakan kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem. Setiap kejadian baik fisik maupun non-fisik menjadi unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Lima langkah menghasilkan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata, identifikasi kejadian yang diinginkan, identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan, identifikasi dinamika untuk menutup kesenjangan dan analisis kebijakan. Model merupakan deskripsi atau analogi yang digunakan untuk memvisualisasikan atau menggambarkan sesuatu hal yang tidak dapat diamati secara langsung (Webster’s Nonth New Collegiate Dictionary). Forrester (1972), mengklasifikasikan model menjadi model abstrak dan model fisik. Model abstrak dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Model verbal, model komunikasi yang dimiliki orang.; (2) Model mental, model yang dimiliki semua orang di otaknya untuk mewakili proses atau kejadian yang terjadi disekitarnya berdasarkan pengalamannya.; (3) Model matematis, model khusus dari model verbal, hanya perbedaannya terletak pada penggunaan bahasa yang lebih tepat dan akurat yang biasanya diwakili oleh simbol atau lambang. Sedangkan model fisik adalah miniatur objek yang diamati. Terdapat dua jenis model fisik, yaitu: (1) Model statis atau tidak bergerak menjelaskan hubungan yang tidak berubah terhadap waktu.; (2) Model dinamis menjelaskan interaksi yang berubah terhadap waktu. Kakiay (2004), mendefinisikan simulasi sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian dengan tidak atau menggunakan model atau metode tertentu dan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan solusinya. Melalui simulasi didapatkan pemecahan persoalan yang rumit dengan mudah yang diawali dengan pembentukan model dari suatu sistem. Beberapa keuntungan diperoleh dari simulasi yaitu menghemat waktu, dapat melebar-luaskan waktu untuk sistem nyata yang tidak dapat dilakukan pada waktu nyata, dapat mengetahui dan mengurai sumbersumber yang bervariasi, dapat mengkoreksi kesalahan-kesalahan perhitungan, dapat dihentikan dan dijalankan kembali, serta mudah diulang-ulang. Aminullah, dkk (2001), setiap gejala apapun, bagaimanapun kerumitannya, dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran dan umpan balik. Mekanisme kerja yang berkelanjutan yang menunjukkan adanya perubahan menurut waktu atau bersifat dinamis. Sistem dinamis adalah sebuah sistem tertutup. Ciri sistem tertutup dari sistem dinamis dalam hal ini ditunjukkan dalam simpal umpan balik dari struktur. Aminullah, dkk (2001), diagram simpal kausal adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab-akibat ke dalam bahasa tertentu. Di sini bahasa gambar tersebut 162 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 adalah panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah diagram simpal (causal loop), dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Dua jenis sebab akibat yang ditimbulkan oleh sebab, yaitu dapat searah atau simpal positif dan berlawanan arah atau simpal negatif. Simpal atau loop yang bersifat positif, mempunyai perilaku percepatan atau perlambatan. Sedangkan simpal atau loop yang bersifat negatif, mempunyai perilaku menuju sasaran atas limit. Diagram alir (flow diagram) menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang membentuk tiruan kondisi sebenarnya suatu sistem. Variabel-variabel tersebut digambarkan dengan beberapa simbol-simbol tertentu. Pada diagram alir dibedakan antara aliran fisik berupa barang, uang, orang dan lain-lain, sementara aliran informasi berupa hubungan umpan balik. Aminullah, dkk (2001), validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobjektivan dari suatu pekerjaan ilmiah. Teknik validasi dalam metode berpikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Ada dua jenis validasi struktur, yaitu validasi konstruksi dan kestabilan struktur. Validasi struktur yaitu keyakinan terhadap konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung/diterima secara akademis. Kestabilan struktur yaitu keberlakuan atau kekuatan (robustness) stuktur dalam dimensi waktu. Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain (Salim, 2012). Dua unsur dalam transportasi yaitu pemindahan/pergerakan dan secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain. Sistem transportasi terdiri dari angkutan muatan (barang) dan manajemen yang mengelola angkutan tersebut. Alat angkut muatan yang digunakan dinamakan moda transportasi, yang terdiri dari tiga jenis yaitu moda udara, moda laut dan moda darat. Manajemen transportasi terdiri dari manajemen jasa angkutan dan manajemen lalu lintas angkutan. Peranan transportasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional karena menunjang seluruh kegiatan dan aktivitas masyarakat sehari-hari. Hasil suatu daerah karena spesialisasi secara geografis akan dapat dipasarkan dan dijual, bilamana tersedia alat pengangkutan yang cukup serta memadai. Hasil produksi yang ekonomis di pasar dalam kaitan dengan transportasi yang efektif dan efisien dalam arti komoditi dilempar ke pasar. Bahkan transportasi berperan sangat penting sebagai pembangunan nasional dan pertahanan dan keamanan nasional. Dalam perhitungan biaya pokok untuk usaha jasa transportasi, khususnya menggunakan moda transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan, pengelompokan komponen biaya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada penelitian ini, biaya pokok operasional yang terdiri dari biaya operasi langsung dan tidak langsung, atau biaya tetap dan biaya variabel, yang didasarkan pada aktivitas yang dilakukan. Kekhususan jasa angkutan berbeda dengan barang-barang karena tidak dapat diproduksi, ditimbun dan disimpan untuk dipakai kemudian. Di dalam jasa angkutan transportasi, produksi dan konsumsi jasa-jasa angkutan berlangsung secara serentak dan sinkron (Salim, 2012). Besaran tarif minimum yang diinginkan berdasar biaya pokok pelayanan atau sebesar biaya operasi yang dikeluarkan per satuan unit produksi (SUP) yang dihasilkan. Besarnya biaya pokok operasi total pada dasarnya adalah seluruh sumber daya yang harus 163 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk menyediakan transportasi umum selama rentang waktu tertentu. Biaya ini sering disebut dengan istilah biaya pokok transportasi. Ada beberapa alat yang biasa digunakan oleh operator transportasi umum untuk mengevaluasi kinerja rute yang dioperasikan, diantaranya: rasio operasi (operating ratio), Rasio kerja (working ratio), Margin keuntungan kotor (gross profit margin), Margin keuntungan bersih (net profit margin) dan faktor muat (load factor). Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun kerangka Pemikiran dituangkan dalam bentuk bagan pada Gambar 1. 1. Belum jelasnya mekanisme perhitungan tarif. 2. Perlu adanya skenario pengembangan usulan. 3. Perlu adanya kebijakan alternatif perusahaan. Data Kebijakan Tarif dari Pemerintah Komponen Biaya Pokok Model Konseptual Identifikasi Jalur Penyeberangan Identifikasi Biaya Pokok Operasional Data Biaya Operasional Identifikasi Variabel Perhitungan Hasil Simulasi Biaya Salah Validasi model hasil perhitungan Benar Alternatif Parameter Penyajian Alternatif Hasil Perhitungan Simulasi Analisa Alternatif Simulasi Hasil Penentuan Kebijakan Alternatif Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran METODE Dalam pelaksanaan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Untuk melakukan analisis komponen biaya dan tarif angkutan penyeberangan 164 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 perlu pendekatan penelitian secara kuantitatif, namun secara garis besar dapat dijelaskan perbandingan kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang ada. Ruang lingkup pembahasan yang akan diuraikan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada total produksi dari fungsi tarif penumpang dan kendaraan yang dimasukkan sebagai input pada setiap skenario dalam simulasi model dinamis dan komponen biaya operasional KMP. Raja Enggano pada lintasan Sibolga-Teluk Dalam. Lokasi penelitian bertempat di bagian usaha dan teknik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Sibolga. Waktu kegiatan pelaksanaan penelitian pada bulan Februari sampai dengan April 2013. Pendekatan penelitian yang akan dilakukan adalah pengambilan keputusan dengan menggunakan simulasi model dinamis yang bertujuan untuk mampu memilih informasi yang relevan, membuat analisis secara lebih terarah, mengembangkan alternatif-alternatif serta menentukan pilihan tindakan yang terbaik setelah mempertimbangkan akibat-akibat yang mungkin merugikan. Perlu adanya pengembangan simulasi model dinamis dalam beberapa skenario dengan faktor-faktor yang kerap dialami oleh perusahaan jasa transportasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biaya pokok operasional dan tarif angkutan penyeberangan. Data-data dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data anggaran dan realisasi biaya pokok operasional dan laporan anggaran dan realisasi produksi. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh laporan realisasi biaya pokok operasional dan realisasi produksi per jenis muatan untuk tiga lintasan yang ada di perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan realisasi biaya pokok operasional dan laporan realisasi produksi per jenis muatan KMP. Raja Enggano di lintasan Sibolga-Teluk Dalam tahun 2012. Metode analisis yang digunakan antara lain simulasi model dinamis yang digunakan berdasarkan hubungan sebab akibat yang menggambarkan hubungan interaksi berbagai komponen biaya pokok dan tarif angkutan penyeberangan dan evaluasi jasa transportasi untuk mengevaluasi kinerja rute yang dioperasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu sarana dan prasarana yang menghubungkan Pulau Nias Selatan dengan Pulau Sumatera yaitu melalui lintas penyeberangan Sibolga–Teluk Dalam. Sepanjang tahun 2012 lintasan tersebut dilayani oleh KMP. Raja Enggano. Penelitian ini lakukan dari bulan Januari sampai Desember 2012. Isu yang berkembang adalah pada tahun 2011 telah terjadi perubahan status lintasan Sibolga–Teluk Dalam dari perintis menjadi komersil berdasar evaluasi load factor oleh pemerintah, dalam hal ini kementerian perhubungan. Oleh karena tarif lintasan tersebut masih perintis sehingga hasil evaluasi kinerja angkutan lintas tersebut pada tahun 2012 sangat kurang memuaskan dari target yang direncanakan oleh perusahaan. Kebijakan perusahaan dalam menentukan usulan penyesuaian tarif kepada pemerintah sesuai dengan mekanisme yang berlaku untuk pengembangan usaha. Disamping itu terdapat tarif dan Satuan Unit Produksi (SUP) penumpang bisnis untuk dewasa dan anak-anak yang ditentukan oleh pengelola angkutan. Berdasarkan perhitungan diasumsikan bahwa tarif dasar rata-rata saat ini yaitu sebesar Rp. 366,09,-. Berikut adalah 165 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 karakter operasi dan data produksi pelayanan yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi perusahaan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Operasi dan Data Produksi Pelayanan Jenis kapal Jenis pelayanan Tempat/tahun pembuatan kapal Panjang seluruhnya (LOA) Panjang garis air (LBP) Lebar (B) Dalam (D) Sarat maksimum (d) Isi kotor (GRT) Mesin Utama (ME) Mesin Bantu (AE) Jenis bahan bakar : : : : : : : : : : : RORO (Roll On Roll Off) Angkutan Penumpang dan Kendaraan Sei Liat, Bangka – 2001 56,80 meter 48,30 meter 14 meter 3,40 meter 2,59 meter 783 RT Yanmar12 LAA-UTE (2 x 1000 HP) Perkins TG-60 (2 x 129 HP) HSD (Solar) Kapasitas angkut : Penumpang : Bisnis Ekonomi : 50 : 223 Tabel -2. (Lanjutan) Kapasitas angkut : Kendaraan : Golongan IV Golongan V Golongan VI : 6 : 14 : 2 Jumlah awak kapal Jumlah kapal yang aktif Jarak Tempuh per rit Kecepatan Operasional Waktu tempuh Rata-rata jumlah trip per hari Hari operasi per bulan : : : : : : : 19 orang 1 unit 105 Mil laut 8 Knot 13,13 jam 1 trip 26 hari : Sumber: Data Ship Particular KMP Raja Enggano Tahun 2012 KMP. Raja Enggano selama tahun 2012 beroperasi sebanyak 270 trip, pada lintas SibolgaTeluk Dalam sebanyak 238 trip dan pada lintas Sibolga-Gunung Sitoli sebanyak 32 trip. Total satuan unit produksi (SUP) angkutan di lintas Sibolga-Teluk Dalam yaitu sebesar 15.227.580 yang terdiri dari jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 29.579 orang dengan pendapatan penumpang sebesar Rp. 1.606.738.250,- dan jumlah kendaraan yang diangkut sebanyak 4.678 unit dengan pendapatan kendaraan sebesar Rp. 4.467.587.450,-. Disamping itu ada pendapatan lain-lain yaitu kantin sebesar Rp 4.500.000 dan asuransi jasa raharja sebesar Rp. 24.317.772,-. Jumlah pendapatan keseluruhan lintas Sibolga-Teluk Dalam yaitu Rp. 6.103.143.472,-. 166 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Keputusan Menteri Perhubungan (2012), menggolongkan komponen biaya pokok transportasi menjadi empat kelompok, yaitu: pertama, biaya langsung tetap yang terdiri dari biaya penyusutan kapal, biaya bunga modal, biaya asuransi kapal dan biaya awak kapal. Kedua, biaya langsung tidak tetap yang terdiri dari biaya bahan bakar minyak, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya air tawar, biaya pemeliharaan, perawatan serta penyimpanan, biaya di lingkungan pelabuhan dan biaya perniagaan dan promosi. Ketiga, biaya tidak langsung tetap yang terdiri dari biaya pegawai darat dan biaya manajemen dan pengelolaan. Keempat, biaya tidak langsung tidak tetap terdiri dari biaya kantor cabang, biaya pemeliharaan, biaya alat tulis kantor, biaya telepon, pos, listrik dan air tawar dan biaya perjalanan dinas. Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan komponen biaya pokok dan variabelvariabelnya ditambah dengan biaya PPH pelayaran, maka dapat ditentukan total biaya operasional lintasan Sibolga-Teluk Dalam yaitu Rp. 8.511.255.975,- . Seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Perhitungan Biaya Pokok Lintasan Sibolga-Teluk Dalam Tabel 167 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel lanjutan Sumber: Hasil Perhitungan Biaya Pokok KMP. Raja Enggano Tahun 2012 Dalam menyajikan kesederhanaan struktur dasar komponen biaya dan usulan tarif perlu di bentuk mekanisme dari masukan, proses, keluaran dan umpan balik. Isu permasalahan yang terjadi yaitu masyarakat perlu transportasi untuk menjalankan roda perekonomian. Semakin meningkatnya biaya BBM maka beban ekonomi masyarakat semakin meningkat. Jika tidak ada sarana transportasi, maka semakin sulit untuk mendapatkan kebutuhan bahan pokok dan berimbas pada kenaikan harga. Setelah nilai variabel dalam rancangan model sudah selesai dimasukkan dalam model persamaan matematik, maka perlu diuji apakah sudah merepresentasikan kondisi kenyataan. Validasi dilakukan mencakup struktur dan perilaku model. Secara stuktur, validasi dilaksanakan dengan melakukan verifikasi kepada pihak terkait, sedangkan untuk validasi perilaku dengan cara membandingkan hasil simulasi dengan hasil yang dimiliki pihak perusahaan. Dengan menggunakan tingkat kapasitas muat (load factor) sebesar 60% dari kapasitas yang tersedia (sesuai dengan perhitungan yang dilakukan operator angkutan). Tarif pokok penumpang dan kendaraan pada simulasi model adalah sebesar Rp. 565,64,-. Dari catatan yang dimiliki operator angkutan, dapat dilihat bahwa tarif angkutan adalah sebesar Rp. 565,64,-. Disini terlihat adanya persamaan antara tarif yang dihasilkan dari simulasi model dengan tarif hasil perhitungan operator angkutan bersangkutan. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa simulasi model dinamis sudah cukup valid untuk digunakan pada simulasi-simulasi di dalam penelitian ini. Simulasi model dinamis digunakan pada lima skenario yang diinginkan, sebagai pembanding maka kondisi saat ini angkutan 168 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 penyeberangan dengan tarif yang belaku disusun sebagai skenario 0, skenario selanjutnya dibangun dengan merubah berbagai kondisi. Pengembangan skenario didasarkan pada keadaan lingkungan (faktor eksternal) perusahaan angkutan dan didalam perusahaan (faktor internal). Kedua faktor ini dijadikan bahan pertimbangan oleh perusahaan angkutan dengan mengajukan usulan perubahan tarif kepada pemerintah. Berikut beberapa faktor internal dan eksternal yang kerap dialami oleh perusahaan angkutan penyeberangan: (1) Faktor Internal: Tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan.; (2) Faktor Ekternal: (a) Adanya fluktuasi harga BBM yang mempengaruhi biaya operasional.; (b) Adanya fluktuasi nilai tukar US$ yang mempengaruhi biaya operasional.; (c) Kemungkinan adanya pemberian atau pencabutan subsidi oleh pemerintah.; (d) Kondisi alam yang meyebabkan menurunnya jumlah penumpang dan jumlah trip beroperasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikembangkan lima skenario untuk disimulasikan, seperti berikut ini: 1. Skenario 0: Proses simulasi dinamis menggunakan data yang berlaku saat ini dan dijadikan acuan pembanding untuk skenario berikutnya. 2. Skenario 1: Mengacu pada kondisi skenario 0, perusahaan mengambil kebijakan untuk meningkatkan tarif agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perusahaan memutuskan untuk meningkatkan tarif angkutan sebesar 50%. Keputusan ini diambil mengingat tarif dasar angkutan tidak terlalu tinggi, sehingga perusahaan menganggap kenaikan tarif ini masih mampu ditoleransi oleh masyarakat. 3. Skenario 2: Mengacu pada kondisi skenario 0, perusahaan mengambil kebijakan untuk meningkatkan tarif agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Perusahaan memutuskan untuk meningkatkan tarif penumpang sebesar 50% dan kendaraan sebesar 55% untuk meningkatkan pendapatan. Kenaikan tarif kendaraan ini dianggap perlu karena produksi jasa pelayanan kendaraan cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan total angkutan. 4. Skenario 3: Mengacu pada kondisi skenario 2, meningkatnya harga minyak dunia, memaksa pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM yang diberikan kepada seluruh perusahaan transportasi dan jasa. Akibatnya tarif BBM solar meningkat 21,98% atau menjadi Rp. 5.550,- per liter. 5. Skenario 4: Mengacu pada kondisi skenario 3, harga BBM meningkat sebesar 21,98% namun karena kondisi perekonomian sedang buruk, muncul tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan hingga perusahaan meningkatkan upah pokok karyawan sebesar 10%. Skenario simulasi dapat dirancang dan dijalankan pada simulasi model dinamis dengan merubah parameter-parameter simulasi sesuai dengan kemungkinan kondisi usaha yang terjadi. Contohnya perubahan kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM sangat mempengaruhi sektor transportasi, sementara tarif disesuaikan melalui suatu proses yang cukup panjang dan birokrasi. Hal ini akan mempengaruhi konflik antara masyarakat pengguna dan perusahaan penyedia jasa.Dalam bagian sebelumnya telah dibahas mengenai skenario-skenario yang disimulasikan dengan hasil simulasi yang telah ditunjukkan pada Tabel-4 rekapitulasi hasil simulasi dinamis, pada bagian ini akan dibahas arti dari hasil simulasi dan kaitannya bagi perusahaan, masyarakat dan pemerintah. 169 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi Model Dinamis Hasil Simulasi Total Pendapatan Bersih Biaya Operasional langsung Biaya Operasional Tidak Langsung Biaya Pokok Laba Kotor Pajak Penghasilan PPH Pelayayan (1,2%) Laba Bersih Skenario-0 6.074.325.700 Skenario-1 9.111.488.550,00 Skenario-2 9.334.867.922,50 Skenario-3 9.334.867.922,50 Skenario-4 9.334.867.922,50 7.620.755.975,01 7.620.755.975,01 7.620.755.975,01 8.119.436.215,51 8.194.372.215,51 890.500.000,00 890.500.000,00 890.500.000,00 890.500.000,00 919.060.000,00 8.511.255.975,01 (2.436.930.275,01) 102.135.071,70 8.511.255.975,01 600.232.574,99 102.135.071,70 8.511.255.975,01 823.611.947,49 102.135.071,70 9.009.936.215,51 324.931.706,99 108.119.234,59 9.113.432.215,51 221.435.706,99 109.361.186,59 (2.539.065.346,71) 498.097.503,29 721.476.875,79 216.218.472,40 112.074.520,40 798.000.000,00 50.000.000,00 798.000.000,00 50.000.000,00 798.000.000,00 50.000.000,00 798.000.000,00 50.000.000,00 798.000.000,00 50.000.000,00 1.614.335.000,00 563.850.000,00 1.614.335.000,00 563.850.000,00 1.614.335.000,00 563.850.000,00 1.614.335.000,00 563.850.000,00 1.689.271.000,00 592.410.000,00 2.178.914.269,83 2.178.914.269,83 2.178.914.269,83 2.178.914.269,83 2.178.914.269,83 160.650.000,00 160.650.000,00 160.650.000,00 160.650.000,00 160.650.000,00 Operating ratio Working ratio Gross profit margin Net profit margin 1,40 1,26 (0,40) 0,93 0,84 0,07 0,91 0,82 0,09 0,97 0,87 0,03 0,98 0,89 0,02 (0,42) 0,05 0,08 0,02 0,01 Tarif Dasar BEP Break Event Point (Rp) Jumlah Satuan Unit Produksi (BEP) Margin Kontribusi Load factor BEP 565,64 8.365.856.797,86 565,64 8.365.856.797,86 565,64 8.365.856.797,86 598,79 8.841.131.335,00 605,66 8.947.568.204,80 140.856,81 140.856,81 140.856,81 140.620,04 140.696,77 233,39 233,39 233,39 233,78 240,66 57,05% 57,05% 57,05% 56,96% 56,99% Depresiasi Kapal Depresiasi bangunan dan peralatan (investasi) Biaya awak kapal Biaya pegawai darat Biaya pemeliharaan kapal Biaya pengelolaan Sumber: Evaluasi Jasa Transportasi Hasil Pengembangan Simulasi Model Berdasarkan hasil analisa dengan cara membandingkan hasil skenario 0 (kondisi saat ini) terhadap skenario-skenario lainnya, dapat dikembangkan beberapa keputusan tindakan sebagai antisipasi atau respon terhadap perubahan yang terjadi. Skenario 1 dan skenario 2. Meningkatkan keuntungan perusahaan dengan cara menaikkan tarif dasar per satuan unit produksi. Penumpang: penumpang pada umumnya adalah masyarakat umum maupun pegawai pemerintah dan pegawai swasta yang menghendaki kenyamanan. Dengan waktu tempuh selama perjalanan yang tergolong cukup panjang yaitu sekitar 13 jam, maka faktor 170 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 kenyamanan sangat diharapkan bagi penumpang. Berdasarkan hasil wawancara, kenaikan rata-rata tarif dasar rata-rata sampai 50% (Rp. 549,14,- pada skenario 1) masih dianggap wajar oleh sebagian penumpang selama kenyamanan tetap terjaga. Bagi sebagian kecil pengemudi kendaraan yang keberatan dengan kenaikan tarif, mungkin akan menggunakan kapal khusus kendaraan dan barang, karena sebagai kapal RORO KMP. Raja Enggano tidak memiliki pesaing. Satu-satunya pesaing adalah Kapal LCT (Landing Craft Tank), namun tidak dapat melayani penumpang, melainkan hanya kendaraan beserta barang muatannya. Perusahaan: Untuk menjaga kenyamanan maka faktor muat (load factor) harus tetap dijaga agar tidak melebihi kapasitas serta jadwal keberangkatan kapal dari masing-masing pelabuhan harus jelas, sehingga waktu tunggu penumpang tidak lama. Oleh karena itu perusahaan dapat menambah kapal yang beroperasi, jika faktor muat mendekati satu dan menguranginya jika load factor mendekati load factor pada titik break event point. Disamping itu, dengan dinaikkannya keuntungan, kendala yang dihadapi perusahaan untuk menaikkan tarif adalah prosedur yang diikuti cukup panjang. Pemerintah: bagi pemerintah dampak peningkatan pendapatan perusahaan akan meningkatkan pendapatan pada sektor perpajakan. Skenario 3 dan skenario 4. Keuntungan perusahaan menurun karena subsidi BBM untuk perusahaan jasa transportasi dihentikan. Perusahaan: peningkatan biaya pokok operasional akibat subsidi BBM dihentikan sebesar 5,53%. Untuk mengantisipasi kondisi ini perusahaan dapat melakukan: (a) Efisiensi, misalnya dibidang pemeliharaan kapal dengan melakukan pemilihan prioritas dalam hal perbaikan kapal terhadap kualitas dan biaya yang harus dianggarkan, di bidang tenaga kerja dengan mengoperasikan kapal tanpa menggunakan volunteer atau sukarelawan, namun perlu mengalokasikan karyawan laut dan darat secara produktif.; (b) Mengatur jadwal keberangkatan dan atau meningkatkan frekuensi trip setiap bulan, sehingga dapat menekan biaya operasional kapal.; (c) Menaikkan rata-rata tarif per satuan unit produksi.; (d) Mengurangi kesejahteraan karyawan, walaupun tindakan ini bukan tindakan yang bijaksana dan dapat mengundang protes.; (e) Meningkatkan kenyamanan di dalam kapal. Penumpang: Untuk mempertahankan keuntungan perusahaan dengan tarif tetap tetapi tingkat kenyamanan dikurangi, mungkin akan berdampak pada penurunan jumlah, karena kondisinya menjadi tidak berbeda dengan kapal barang atau LCT. Pemerintah: bagi pemerintah, menghentikan subsidi BBM untuk operator angkutan umum disatu sisi akan mengurangi beban subsidi, tetapi disisi lain akan menurunkan pendapatan dari sektor perpajakan. Secara garis besar, alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks Faktor Penyebab Tiap Skenario dan Alternatif Kebijakan Faktor Penyebab Internal 1. Eksternal 1. Tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan. Fluktuasi harga BBM yang mempengaruhi biaya operasional. 0 - Skenario 1 2 3 - 4 √ - - √ √ - 171 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Faktor Penyebab 2. 3. 4. Kebijakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Fluktuasi nilai tukar US$ yang mempengaruhi biaya operasional. Kemungkinan adanya pencabutan subsidi oleh pemerintah Kondisi alam yang menyebabkan menurunnya jumlah penumpang dan jumlah trip beroperasi. Melakukan efisiensi Mengurangi jumlah kapal beroperasi Menambah jumlah kapal beroperasi Menurunkan tarif dasar SUP Menaikkan tarif dasar SUP Mengurangi frekuensi trip Menambah frekuensi trip Mengurangi upah karyawan Menambah upah karyawan Mengurangi kenyamanan dalam kapal Menambah kenyamanan dalam kapal 0 Skenario 1 2 3 4 - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sumber: Hasil Pengamatan Dan Wawancara Dengan Karyawan PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Mekanisme menentukan tarif komersial menggunakan total komponen biaya yang digolongkan sesuai objek dan perilaku biaya dibanding dengan total satuan unit produksi yang dihasilkan muatan angkutan lintas Sibolga-Teluk Dalam. Kedua. Pengembangan skenario didasarkan pada keadaan lingkungan (faktor eksternal) dan didalam perusahaan (faktor internal) yang kerap dialami oleh perusahaan angkutan penyeberangan, yaitu tuntutan peningkatan kesejahteraan karyawan, kemungkinan adanya pemberian atau pencabutan subsidi oleh pemerintah dan adanya fluktuasi harga BBM yang mempengaruhi biaya operasional. Ketiga. Peningkatan biaya BBM dan gaji pegawai akan meningkatkan biaya total operasional sehingga laba tidak tercapai melainkan merugi. Untuk mengurangi dampak kerugian lebih besar lagi dapat direspon dengan cara menaikkan tarif jasa pelayanan, namun proses pengajuan usulan penyesuaian tarif ke pemerintah memerlukan pertimbangan yang matang, karena masyarakat akan merasa keberatan dengan adanya kenaikan tarif dan hal tersebut juga tidak akan mengurangi jumlah produksi secara signifikan. Saran. Kenyamanan para pengguna jasa perlu terjaga, walaupun terdapat beberapa kebijakan yang dapat merugikan pihak perusahaan seperti pencabutan subsidi BBM dan adanya tuntutan kenaikan gaji pegawai maka untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Berikut beberapa saran bagi perusahaan: Pertama. Mempertimbangkan untuk melakukan efisiensi, misalnya dibidang pemeliharaan kapal dengan melakukan pemilihan prioritas dalam hal perbaikan kapal terhadap kualitas dan biaya yang harus dianggarkan dan di 172 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 bidang tenaga kerja dengan mengoperasikan kapal tanpa menggunakan volunteer atau sukarelawan, mengingat rasio operasi (operating ratio) dan rasio kerja (working ratio) perusahaan pada kondisi saat ini cukup tinggi. Kedua.Perusahaan sebaiknya melakukan evaluasi kembali atas tarif yang berlaku, untuk menaikan tarif dasar rata-rata per SUP sebesar 50% dari kondisi saat ini. Nilai tersebut sangat realistis dan masih dalam batas kemampuan beli penumpang. Ketiga. Mengatur jadwal keberangkatan dan frekuensi trip mengacu pada rencana kerja perusahaan untuk lintasan Sibolga-Teluk Dalam sehingga jumlah penumpang yang terangkut akan mencapai bahkan melebihi batas minimum titik pulang pokok. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah menyempurnakan dan mengembangkan simulasi model dinamis lebih lanjut dengan melibatkan variabel-variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini seperti fluktuasi nilai tukar US$, fluktuasi frekuensi trip dan mengurai model menjadi bulanan atau mingguan sehingga berdampak lebih dinamis. DAFTAR RUJUKAN Aminullah, Erman., Muhammadi,. dan Budhi Soesilo. (2001). Analisis Sistem Dinamis. UMJ Press. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan. Kajian Sensitivitas Komponen Biaya dan tarif Pelabuhan Penyeberangan Dengan Model Dinamis, Warta Penelitian Perhubungan, Vol. 23, (2), Februari 2011, hal. 200-209. Badan Planologi Kehutanan. (2006). Pelatihan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang. Modul 7: Pengenalan Tool Stella. Badan Pusat Statistik. Nias Selatan Dalam Angka 2011. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Perhubungan Darat Dalam Angka 2011. Jakarta. Forrester, Jay. W., (1972). Industrial Dynamics, Student Edition. MIT Press. Horngren, Charles. T., (2006). Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial. Airlangga. Jakarta. Jinca, M. Yamin. (2010). Transportasi Laut Indonesia: Analisis Sistem dan Studi Kasus. Brillian Internasional. Surabaya. Kakiay, Thomas. J., (2004). Pengantar Sistem Simulasi. ANDI. Yogyakarta. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2012. Perubahan Atas keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.58 Tahun 2003 Tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan. 3 Apil 2012. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 367. Jakarta. Lukman, (2003). Penyusunan Model Simulasi Dinamis Untuk Manajemen Tarif Angkutan Umum. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan: Harga pokok pelayanan ASDP. http://id.wikibooks.org/wiki/Manajemen_Angkutan_Sungai_Danau_dan_Penyebera ngan/Harga_pokok_pelayanan_ASDP. (Diakses tanggal 16 Februari 2013). Mandaku, Hanok. (2012). Studi Pengembangan Sistem Transportasi Penyeberangan Pulau Seram-Ambon, ARIKA, Vol. 06, (1). Februari, hal. 9-18. 173 Karles dan Santoso 160 - 174 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2012. Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan. 14 Mei 2012. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 529. Jakarta. Salim, H.A. Abbas. (2012). Manajemen Transportasi. Rajawali Pers. Jakarta. Silaban, R. Jagarin dan Firmanto Hadi. Analisis Penentuan Variabel dari Biaya Kapal Sebagai Acuan Penentuan Subsidi untuk Kapal Perintis: Studi Kasus Maluku, Jurnal Teknis ITS, Vol. 1, September 2012, hal. E7-E10. Sitepu, Gading. (2009). Analisis Biaya Operasional Kapal Penyeberangan di Wilayah Pulau Tertinggal, Jurnal Penelitian Enjiniring, Vol. 12, (2), hal. 119-128. Subaganata, Bagus. (2012). Analisis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor Di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal 34 GT). Jurnal Penelitian Dosen Fakultas Teknik. Universitas Darwan Ali, Vol 1 Edisi Januari 2012 – April 2012. 174 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN GIANT SUPERMARKET CABANG MANGGARAI Wimpy Mulia PT. Hero Supermarket Email: [email protected] Abstract: Hypotheses proposed are (1) there is positive and significant impact on the job satisfaction with employee performance Giant Supermarket Main Branch Manggarai: (2) there is positive and significant impact on work motivation with employee performance Giant Supermarket Main Branch Manggarai: and (3) there is positive and significant impact does simultaneously on job satisfaction and work motivation with employee performance Giant Supermarket Main Branch Manggarai. This suggests that higher job satisfaction and work motivation, the higher the employee performance.Empirically note that job satisfaction and work motivation plays an important role in improving the employee performance on Giant Main Branch Manggarai. Therefore, the results of this study expected to be reference to improve employee performance by taking into account the level of job satisfaction and work motivation. Keywords: Job Satisfaction, Work Motivation, Employee Performance Abstrak: Hipotesis yang diajukan adalah (1) ada pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang Utama Manggarai: (2) ada pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang Utama Manggarai: dan (3) terdapat pengaruh positif dan signifikan tidak secara bersamaan pada kepuasan kerja dan motivasi kerja dengan kinerja karyawan Raksasa Supermarket Cabang Utama Manggarai. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja dan motivasi kerja, semakin tinggi karyawan performance.Empirically dicatat bahwa kepuasan kerja dan motivasi kerja memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja karyawan pada raksasa Main Branch Manggarai. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memperhatikan tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja. Kata kunci: Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja, Kinerja Karyawan PENDAHULUAN PT. Giant Supermarket merupakan perusahaan yang bergerak dibidang retail yang tengah bersaing dengan banyaknya perusahaan-perusahaan retail yang saat ini mulai tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat. PT Giant Supermarker merupakan salah satu anak grup perusahaan Hero Grup TBK. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap Giant Supermarket ada fenomena menarik dimana ada pro dan kontra terkait dengan manajemen PT Giant Supermarket, baik kebijakan-kebijakan dalam sektor keuangan maupun dalam 175 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 sektor sumber daya manusia. Para karyawan PT. Giant Supermarket ada yang merasa puas dan ada yang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Para karyawan juga ada yang semakin termotivasi untuk bekerja dengan baik, dan ada pula yang mengalami demotivasi karna kepentingan nya berbenturan dengan kebijakan manajemen. Oleh karena itulah, peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai hal ini. Pada penulisan tesis ini penulis lebih memfokuskan permasalahan pada kondisi yang dialami oleh pegawai PT Giant Supermarket Cabang Manggarai, dimana Cabang Manggarai adalah Cabang yang tengah tumbuh dan berada di letak yang stategis. Cabang ini menjadi diharapkan mampu untuk menjadi andalan pihak manajemen untuk menjadi contoh bagi cabang lainnya dan juga untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Giant Supermarket cabang Manggarai dalam beberapa waktu terakhir ini, telah mengalami penurunan angka penjualan. Kinerja karyawan Giant Supermarket tercermin pada pencapaian kinerja perusahaan yang terlihat berdasarkan data pencapaian tahun 2010 sampai dengan 2012, terjadi penurunan dari faktor penjualan dan pencapaian Sumber Daya Manusia (SDM) di Giant cabang Manggarai dengan pencapaian akhir di tahun 2010 di angka 30,529,517.011, kemudian turun sebesar 27,165,869.249, di tahun 2011 serta kembali terjadi penurunan di pencapaian tahun 2012 sebesar 22,815,454.924. Akan dapat terlihat jelas pada grafik berikut ini. Grafik 1.Grafik Kinerja Penjualan Giant Manggarai Januari 2010-April 2012 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan 2010-2012 Giant Manggarai Kondisi yang ada saat ini pada karyawan Giant Supermarket masih dijumpai adanya karyawan yang bersikap pasif terhadap pekerjaan dan karyawan yang tidak tepat waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya, hal tersebut berkaitan dengan menurunnya aspek penilaian key performance indicator (KPI) karyawan mengenai dedikasi yang menurun di tahun 2012 yaitu motivasi karyawan dalam pekerjaan juga mengalami penurunan, hal ini juga ditandainya menurunnya point penilaian karyawan yang berkaitan dengan aspek tanggung jawab dan keterbukaan untuk berubah dan belajar. Berikut hasil penilaian karyawan yang juga mengalami penurunan dari target yang diharapkan. Pada tahun 2010 dengan nilai berada di angka 79.5 berada dibawah target yaitu 85. Pencapaian KPI karyawan di tahun 2011 jga menurun sebesar 7.87 poin dari 176 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 tahun 2010 dengan menjadi 71.63 dan terjadi penurunan kembali dari tahun 2012 yaitu dengan nilai 65,13 turun sebesar 6,5 poin. Data secara lengkap dapat dilihat di tabel 1. Tabel 1. Tabel Penilaian Karyawan 2010-2012 No Aspek Penilaian 1 2 3 4 5 Fokus Pada Pelanggan Komitmen untuk mengerti dan memenuhi kebutuhan pelangan (termasuk pelanggan internal dan eksternal) Dedikasi Komitmen dalam bekerja, kerajinan, kesungguhan, ketekunan, semangat dan disiplin Integritas Jujur dan berterus terang pada orang lain Tanggung Jawab/Ketergantungan Tanggapan/reaksi karyawan dalam tuntutan pekerjaan & situasi pekerjaan Keterbukaan Untuk Berubah dan Belajar Kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam lingkungan yang berubah-ubah Kesadaran terhadap Keselamatan Keperdulian terhadap keselamatan kerja bagi seluruh pekerja dan pelanggan Kerj 7 Kerjasama 75 75775 Kemauan bekerjasama dengan orang 7575757575757 lain 2010 2011 84 82 80 82 75 62 80 66 60 75 60 55 65 51 70 73 80 2012 6 8 Penampilan Kemampuan karyawan untuk selalu memelihara penampilan pada saat bekerja Pencapaian KPI 74 85 58 76 75 80 82 79.5 71.63 65.13 Target KPI 85 85 85 Sumber: diolah penulis Hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan beberapa karyawan Giant supermarket cabang Manggarai, memunculkan fenomena menarik. Fenomena tersebut adalah banyak terjadi pro dan kontra terkait dengan kebijakan dari manajemen baru Giant Supermarket cabang Manggarai, baik kebijakan-kebijakan dalam sektor keuangan maupun dalam sektor sumber daya manusia. Karyawan Giant Cabang Manggarai ada yang merasa puas dan ada yang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Karyawan Giant cabang Manggarai juga ada yang semakin motivasi kerja yang baik, dan ada pula yang mengalami demotivasi karna kepentingannya berbenturan dengan kebijakan manajemen yang baru. Selain itu saat ini terjadi peningkatan tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan karyawan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan 177 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 pencapaian nilai kinerja karyawan serta tingkat penjualan di Giant supermarket Cabang Manggarai. Berikut disajikan laporan presentasi tahunan absensi karyawan dari 20102012. Grafik 2. Tingkat Ketidakhadiran Karyawan Giant Supermarket Cab Manggarai Tahun 2010-2012 Sumber: Bagian Kepegawaian Giant Supermarket Cab Manggarai Berdasarkan grafik 2 dapat terlihat terjadi kenaikkan presentasi ketidakhadiran dan keterlambatan para pegawai. Hal itu senada dengan pernyataan Siagian (1995:126) yang mengatakan bahwa: kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya, artinya seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia bekerja. Sebaliknya orang yang tidak puas terhadap pekerjaannya, apapun faktor penyebab ketidakpuasan itu misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang membosankan, pimpinan yang kurang mendukung, suasana kerja yang tidak kondusif dan sebagainya akan cenderung bersikap negatif terhadap organisasi dimana ia bekerja. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba mengadakan penelitian tentang: analisa pengaruh kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Giant Supermarket cabang Manggarai. Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja menurut Handoko (2001:193) adalah: keadaan emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Hal ini nampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Dalam kutipan As’ad (2004-104), Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Dan pendapat Blum yang dikutip oleh As’ad (2004: 104) mendefinisikan kepuasan kerja adalah: sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja. Pada dasarnya, manusia tidak pernah puas dengan apa yang didapat dari pekerjaannya, seperti gaji dan tunjangan dan sebagainya. Karena itu salah satu tugas manajer sumber daya manusia adalah harus dapat menyesuaikan antara keinginan para karyawan dengan tujuan perusahaan. Walau kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya 178 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 (Siagian, 2009-295). Kemudian menurut Martoyo (1990: 123-124) kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari organisasi dengan nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan bersangkutan. Senada dengan hal itu, Siagian (1995:126) mengatakan bahwa : kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya, artinya seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia bekerja. Sebaliknya orang yang tidak puas terhadap pekerjaannya, apapun faktor penyebab ketidakpuasan itu misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang membosankan, pimpinan yang kurang mendukung, suasana kerja yang tidak kondusif dan sebagainya akan cenderung bersikap negatif terhadap organisasi dimana ia bekerja. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut diatas, adalah bahwa kepuasan kerja merupakan wujud positif atau negatif perasaan karyawan yang merasakan pekerjaannya itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kepuasan kerja karyawan mempunyai keterkaitan yang erat dengan kinerjanya. Motivasi berasal dari bahasa Latin, "movere" yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan atau organisasi. Motivasi sangat penting dalam kehidupan berorganisasi, karena dengan motivasi diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai kinerja yang tinggi. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko (2000), motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Mangkunegara (2000: 67) kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasibuan (2001: 34), kinerja adalah : suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Rivai (2004: 309) kinerja adalah: perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja baik berupa fisik maupun non fisik yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang karyawan atau lebih atau satuan kerja berkaitan dengan tuntutan tugas dan fungsi serta peran yang dibebankan selama kurun waktu tertentu. Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topic pada penelitian ini telah dilakukan melalui penelitian yang berjudul Zulfa Laila Pengaruh Kepuasan dan Motivasi kerja Terhadap Kualitas Pelayanan di Biro Akademik Universitas Al-Azhar Indonesia (studi kasus di Universitas Al azhar). Berdasarkan hasilnya diketahui bahwa Variabel Kepuasan Kerja dan Motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas Pelayanan baik secara parsial maupun simultan. Melalui Sinta S Heriyanti (2009), Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja di PT. Asianet Spring Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan antara motivasi, kepuasan kerja 179 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dan kinerja adalah hubungan yang kuat, positif dan signifikan. Artinya ketiga variabel saling mempengaruhi satu sama lain. Kerangka Pemikiran. Pada penelitian ini yang menjadi pemikirannya adalah adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi karyawan dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan dan pengaruh yang signifikan antara motivasi karyawan dan kepuasan kerja terhadap kinerja baik secara simultan (secara bersama-sama) dan secara parsial (sendiri-sendiri). Pengaruh Kepuasan Kerja dengan Kinerja lebih tepat disebut ”mitos manajemen” dan sulit untuk menetapkan ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya. Namun dari berbagai penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas. (Robbins,2007). Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluhan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi (Robbins,2001:148). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara: 2009:67). Kualitas kerja seseorang dapat dihasilkan apabila orang tersebut mempunyai kreatifitas yang tinggi. Kreatifitas dihasilkan dari kerja intelektual seseorang melalui pengetahuannya, keahlian dan ketrampilannya yang diwujudkan dalam kemampuan dalam menjalankan tugas (pekerjaan). Kreatifitas juga dapat dihasilkan apabila seseorang mempunyai kemauan (motivasi) yang tinggi untuk menghasilkannya, karena motivasi adalah sikap mental yang mendorong diri seseorang untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sedangkan kuantitas kerja seseorang dapat dihasilkan jika seseorang mempunyai kemampuan secara fisik baik, dan mempunyai kemauan yang tinggi untuk menghadapi segala hambatan dan kesulitannya dalam bekerja. Sikap kepuasan kerja karyawan perlu dipelihara pada diri karyawan karena sikap ini memberikan nilai positif kepada kinerja karyawan. Artinya karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan bersikap positif dalam bekerja. Sikap positif dalam bekerja ini akan meningkatkan kinerja karyawan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi, kepuasan kerja terhadap kinerja seperti yang telah diteliti oleh Sinta Heriyanti (2009) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja, tidak hanya itu ketiga variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Kerangka berpikir diatas diwujudkan sebagai gambar 1. 180 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Variabel Independen Variabel Dependen H3 X1 = Kepuasan Kerja X2 = Motivasi Kerja H1 Y = Kinerja Karyawan Giant Supermarket Cabang Manggarai H2 Hipotesa penelitian H1: Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Giant Supermarket cabang Manggarai H2 : Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Giant Supermarket cabang Manggarai H3: Terdapat pengaruh yang simultan antara kepuasan kerja dan motivasi terhadap Kinerja karyawan Giant Supermarket cabang Manggarai. METODE Pada penelitian ini, jumlah sampel adalah keseluruhan dari jumlah populasi, oleh karena itu teknik yang dipergunakan adalah total sampling atau sensus. Dimana prosedur penelitian sensus adalah jika jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi penelitian (Irawan, 2004:89). Yang menjadi alasan peneliti mengambil teknik sensus adalah karena fakta yang ada dilapangan dimana jumlah responden pada penelitian ini tidak terlalu banyak, yaitu berjumlah 60 orang. Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: Variabel bebas / X adalah variabel yang menjadi sebab perubahan yang akan menjelaskan atau mempengaruhi secara positif maupun negatif variabel tidak bebas di dalam pola hubungannya. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian berupa :Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja. Variabel terikat/Y adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Kinerja Karyawan. Selanjutnya variabel-variabel tersebut dilakukan pengujian dengan validitas instrument diuji dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total merupakan jumlah tiap skor butir (corrected item total correlation) yang penyelesaiannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan antara r hitung dengan r table melalui tahapan analisis sebagai berikut: r= Keterangan: X = Skor masing-masing variabel yang ada pada kuesioner;Y = Skor total semua variabel kuesioner; n = Jumlah responden; rxy = Korelasi antara variabel X dan Y. 181 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Uji normalitas. Untuk mengetahui korelasi antar variabel bebas dan variabel terikat dilakukan analisa korelaso matriks dengan spearman. Uji reliabilitas diolah menggunakan program dengan menggunakan teknik formula alpha Cronbach: r tt= ( Dimana: r tt = reabilitas instrument; k = banyak butir pertanyaan; σ = varians total; ∑ = jumlah varians butir. Jumlah varian butir dicari dulu dengan cara mencari nilai varian tiap butir kemudian jumlahkan.Seperti pada rumus berikut: Dimana: n = jumlah responden; x = nilai skor yang dipilih (total nilai dari tiap butir pertanyaan). Jadi rumus untuk mencari jumlah varian butirnya adalah: ⅀ = + +…+ HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data kepegawaian dan jawaban responden dalam kuisioner diperoleh data mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, berdasarkan usia, berdasarkan status perkawinan, berdasarkan tingkat pendidikan dan berdasarkan masa kerja. Dari 60 responden yang diteliti berdasarkan jenis kelamin terdapat lebih banyak laki-laki daripada perempuan hal ini kemungkinan dikarenakan jam kerja yang shift. Sebanyak 58,33% responden adalah laki-laki sedangkan sisanya 41,67 % adalah perempuan. Berdasarkan dari 60 Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, sebagian besar 65% adalah karyawan yang berusia kurang 25 tahun, umumnya mereka adalah pelajar yang baru lulus sekolah atau belum memiliki pengalaman kerja. 26.67% adalah karyawan berusia 26-35 tahun. Sedangkan sisanya adalah karyawan yang berusia 35-45 tahun sebanyak 5% dan yang berusia diatas 45 tahun sebanyak 3.33%. Sebagian besar responden 66,67% berstatus belum menikah sedangkan sisanya 33,33% berstatus menikah. Berdasarkan dari 60 responden terdapat 63,33% responden lulusan SMA/SMEA. 28,33% dari responden lainnya lulusan Diploma (D3) sisanya adalah lulusan Sarjana (S1) sebanyak 8,33%. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 71, 67% karyawan yang telah bekerja selama 1-3 tahun sebagai responden terbanyak. Kemudian diikuti oleh karyawan yang telah bekerja selama 3-6 tahun. Meskipun Giant Supermarket cabang Manggarai berdiri belum terlalu lama namun ada beberapa karyawan pindahan yang telah cukup lama bekerja di bawah naungan Hero yang menjadi pendahulu Giant dan saat ini bekerja sebagai pegawai di Giant Manggarai. Responden tersebut telah bekerja selama kurun waktu diatas 12-15 tahun yaitu sebanyak 5% dan diatas 15 tahun sebanyak 3,33%. Hasil Pengujian Regresi linear berganda (R2 ) Tabel 2. Nilai R dan R2 Variabel Kepuasan dan Motivasi Terhadap Kinerja 182 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,683a ,466 ,447 5,24866 a. Predictors: (Constant), motivasi, kepuasan b. Dependent Variable: kinerja Sumber: data diolah penulis Angka R2 atau koefisien determinan dari tabel diatas adalah sebesar 0.466. Nilai adjusted R2 digunakan pada model yang memiliki lebih dari satu variabel independen. Penggunaan adjusted R2 bisa mengeliminir naik turunnya nilai R2 karena adanya penambahan variabel independen kedalam model. Nilai adjusted R2 pada tabel 5.21 sebesar 0,447. Jadi kekuatan pengaruh variabel independen terhadap kinerja karyawan sebesar 44,7% dan sisanya 55,3 % dipengaruhi variabel lainnya. Uji F. Untuk mengetahui apakah koefisien korelasi itu dapat digeneralisasikan maka dilakukan uji F. Dari perhitungan diperoleh sebagaimana pada tabel berikut : Tabel 3. Hasil Uji F ANOVAa Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1371,337 1570,263 2941,600 Df Mean Square 2 57 59 685,669 27,548 F 24,890 Sig. ,000b a. Dependent Variable: kinerja b. Predictors: (Constant), motivasi, kepuasan Sumber: data diolah penulis Hasil data yang tertera pada tabel 5.16 diperoleh nilai F hitung sebesar 24,890 sedangkan untuk nilai F tabel dengan taraf signifikasi (α) – 0,05 dan jumlah sampel 60 maka diperoleh F tabel sebesar 3,159. Karena nilai F hitung = 24,890 > F tabel = 3,159 maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi linear berganda sudah tepat dan dapat dinyatakan jika H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel kepuasan dan motivasi memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. Uji t. Pengujian dilakukan dengan melihat taraf signifikasi (p value), jika taraf signifikasi yang dihasilkan dari perhitungan dibawah 0,05 maka hipotesa diterima, sedangkan bila diatas 0,05 maka hipotesa ditolak. Namun ada juga yang membandingkan t hitung dengan t tabel, dimana bila t hitung > t tabel maka hipotesa diterima. Hasil pengujian terhadap hipotesis 1 dan hipotesis 2 tersebut dengan menggunakan uji t, dengan bantuan software tersaji dalam tabel berikut: Tabel 4. Tabel Koefisien Coefficientsa 183 Mulia 175 - 188 Model Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Unstandardized Coefficients B (Constant) 6,160 Kepuasan ,443 Motivasi ,447 a. Dependent Variable: kinerja 1 Standardized Coefficients Std. Error T Sig. Beta 4,793 ,141 ,163 ,401 ,350 1,285 3,150 2,748 ,204 ,003 ,008 Sumber: data diolah penulis Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat bahwa t hitung untuk variabel kepuasan sebesar 3,150. Sedangkan untuk variabel motivasi sebesar 2,748 dengan t tabel 1,6706 dengan signifikasi 0,05 sehingga t hitung > t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa diterima. Kin = 6,160 + 0,443X1 + 0,447X2 SE (4,793) (0,141) (0,163) Thitung 1,285 3,150 2,748 P 0,204 0,003 0,008 SC( 0,401 0,350 Keterangan: SE = Standard Error ; SC( = Standard coefficient ( ; P = taraf signifikasi Dari pesamaan tersebut dijelaskan sebagai berikut: Matriks Korelasi dimensi antar variabel Tabel 5. Matrik Korelasi Antara Dimensi Variabel Kepuasan dengan Kinerja Correlations Upah Promosi Rekan Kerja Pekerjaan itu sendiri Pimpinan Pearson Sig. (2-tailed) N Pearson Sig. (2-tailed) N Pearson Sig. (2-tailed) N Pearson Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kualitas .294* .023 60 .316* .014 60 .130 .323 60 .364** .004 60 .476** Kuantitas .214 .101 60 .390* .002 60 .109 .408 60 .296* .022 60 .327* Supervisi .273* .035 60 .462** .000 60 .393** .002 60 .518** .000 60 .602** Kehadiran .539** .000 60 .501** .000 60 .115 .382 60 .403** .001 60 .343** Konservasi .424** .001 60 .527** .000 60 .229 .078 60 .553** .000 60 .435** .000 60 .011 60 .000 60 .007 60 .001 60 **. Correlstion is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed Sumber: data diolah penulis 184 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Analisis antara dimensi variabel Kepuasan terhadap variabel kinerja. NIlai korelasi antar dimensi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja yaitu kualitas berturut-turut adalah: (Upah) 0,294, (Promosi) 0,316, (Rekan Kerja)0,130, (Pekerjaan itu sendiri) 0,364 dan (Pimpinan)0,476 dengan menggunakan alpha 5% maka terdapat 4 korelasi yang signifikan (karena nilai sig <5%) dan masing-masing memiliki korelasi yang positif yaitu Upah, promosi, pekerjaan itu sendiri dan pimpinan. Artinya dengan tingkat kepercayaan 95% terdapat hubungan positif yang seignifikan antar dimensi tersebut. Namun hubungan ini tidak kuat karena nilai korelasinya kurang dari 0,5. Sementara nilai korelasi korelasi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja yaitu kuantitas adalah: (Upah) 0,214, (Promosi) 0,390, (Rekan Kerja) 0,109, (Pekerjaan itu sendiri) 0,296 dan (Pimpinan) 0,327 terdapat 3 korelasi yang signifikan dan masing – masing memiliki korelasi yang positif yaitu promosi, pekerjaan itu sendiri, pimpinan Untuk nilai korelasi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kinerja yaitu supervise yaitu (Upah) 0,273, (promosi) 0,462, (Rekan kerja) 0,393, (Pekerjaan itu sendiri) 0.518 dan (Pimpinan) 0,602 maka kelima dimensi kepuasan memiliki korelasi yang signifikan namun yang memiliki hubungan yang kuat terhadap dimensi supervise yaitu pekerjaan itu sendiri dan pimpinan dengan dilihat dari tingkat kepercayaan 95% dengan keduanya memiliki tingkat korelasi diatas 0,5. Pada dimensi kepuasan kerja (X1) terhadap dimensi kehadiran yaitu: (Upah) : 0,539, (Promosi): 0,501, (Rekan Kerja) 0,115 (Pekerjaan itu Sendiri) 0,403 dan (Pimpinan) 0,343 terdapat 4 yang berkorelasi secara signifikan dan dimensi upah dan promosi memiliki hubungan yang kuat dengan dimensi kehadiran. Untuk dimensi kepuasan kerja dengan dimensi kinerja yaitu konservasi yaitu: (Upah): 0,424, (Promosi): 0,527, (Rekan Kerja) 0,229 (Pekerjaan Itu Sendiri) 0.553 dan (Pimpinan) 0,435 dan kelima dimensi tersebut memiliki korelasi yang signifikan namun yang saling berhubungan kuat dengan dimensi konservasi adalah dimensi promosi dan pekerjaan itu sendiri. Tabel 6. Matriks Korelasi antar Motivasi kerja dengan Kinerja Correlations Achievement Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Afilation Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Power Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kualitas Kuantitas Supervisi Kehadiran Konservasi .377** .300* .557** .454** .581** .003 60 .283* .020 60 .331** .000 60 .481** .000 60 .234 .001 60 .406** .029 60 .173 .010 60 .256* .000 60 .334** .071 60 .452** .001 60 .478** .187 60 .048 60 .009 60 .000 60 .000 60 **. Correlstion is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed Sumber: data diolah penulis 185 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Analisis antara variabel motivasi dengan variabel kinerja. Untuk nilai korelasi motivasi (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu kualitas yaitu (Achievement) 0,377, (Afilation) 0,283, (Power) 0,173 ketiganya memiliki korelasi yang positif namun hanya achievement dan affiliation yang signifikan (karena nilai sig < 5%). Sementara nilai korelasi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu kuantitas adalah: (Achievement) 0,300, (Afilation) 0,331, (Power) 0,256 terdapat 3 korelasi yang signifikan dan masing – masing memiliki korelasi yang positif yaitu achievement, afilation, power.Untuk nilai korelasi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kinerja yaitu supervisi adalah: (Achievement) 0,557, (Afilation) 0,481, (Power) 0,334 ketiganya memiliki korelasi yang positif namun yang berhubungan kuat adalah achievement terhadap supervise. Pada dimensi motivasi kerja (X2) terhadap dimensi kehadiran yaitu: (Achivement) : 0,454, (Afilation): 0,234, (Power) 0, 452 terdapat 2 yang berkorelasi secara signifikan secara positif yaitu achievement dan power. Untuk dimensi motivasi dengan dimensi kinerja yaitu konservasi yaitu (Achievement): 0,581 (Afilation): 0,406, (Power) 0,478 dan ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang signifikan terhadap konservasi namun yang saling berhubungan kuat dengan dimensi konservasi adalah dimensi achievement. PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Ada pengaruh positif signifikan variabel kepuasan kerja terhadap variabel kinerja karyawan. Dapat disimpulkan jika kepuasan kerja meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat. Dan sebaliknya jika kepuasan kerja rendah maka kinerja karyawan akan mengalami penurunan. Besarnya tingkat relasi antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan adalah sebesar 0,401 dimana hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lainnya yang dapat dijadikan prediksi untuk mengukur kinerja karyawan di Giant Supermarket Cabang Manggarai. Kedua. Ada pengaruh positif signifikan antara variabel motivasi terhadap variabel kinerja karyawan. Dapat disimpulkan jika motivasi kerja meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat pula. Dan sebaliknya jika motivasi kerja rendah maka kinerja karyawan akan mengalami penurunan. Besarnya tingkar relasi antara motivasi kerja dan kinerja karyawan adalah sebesar 0,350 dimana hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lainnya yang dapat dijadikan prediksi untuk mengukur kinerja karyawan di Giant Supermarket cabang Manggarai. Ketiga. Ada pengaruh bersama (simultan) positif signifikan variabel kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap variabel kinerja karyawan sebesar 44,7% namun pengaruhnya tidak dominan karena sisanya sebesar 55,3 % merupakan pengaruh yang datang dari faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Rekomendasi. Berdasarkan hasil pembahasan dan pengamatan selama penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di Giant Supermarket Cabang Manggarai. Maka berikut dikemukakan rekomendasi yaitu: Pertama. Rekomendasi untuk Organisasi: (a) Perusahaan perlu menggunakan perhitungan gaji/upah karyawan secara rutin pertahun dan perhitungan kenaikkan gaji/upah berdasarkan performance kinerja masing-masing karyawan yang bersifat objektif sehingga setiap karyawan merasa diberlakukan secara 186 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 adil. Sehingga anggapan atau penyataan bahwa pangkat sama, gaji sama. Kerjaan berbeda tidak ada lagi.; (b) Perusahaan perlu memperhatikan kompensasi berupa bonus prestasi kerja yang diberikan secara lebih objektif dan terbuka artinya bonus yang diberikan kepada karyawan harus berdasarkan pada pengukuran yang jelas dan terbuka, misalnya dengan membuat KPI (key performance indicator) masing-masing karyawan dan melakukan performance karyawan secara berkala per tiga bulan bukan hanya satu tahun sekali. Sehingga setiap karyawan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pencapaian KPI nya dan merasa bahwa bonus yang diberikan oleh perusahaan sudah adil.; (c) Penilaian kinerja karyawan Giant supermarket Cabang Manggarai yang diadakan tiap tahunnya masih perlu ditingkatkan lagi. Dimana penilaian-penilaian yang diukur harus memenuhi segala aspek yang diukur oleh perusahaan baik dari sisi finansial, pelanggan, internal, proses dan people, sehingga karyawan merada penilaian yang ada benar-benar sudah terukur dan objektif tidak ada unsure senioritas dan loyalitas terhadap atasan didalamnya. Kedua. Rekomendasi Untuk Penelitian Selanjutnya: (a) Pada penelitian ini hanya digunakan dua variabel yaitu kepuasan kerjadan motivais kerja yang diduga mampu mempengaruhi kinerja karyawan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga dapat menambah cakrawala dan wawasan mengenai keilmuan ini secara lebih luas.; (b) Pengukuran kinerja karyawan pada penelitian ini masih terbatas pada pengukuran terhadap karyawan pada satu cabang saja pada penelitian berikutnya diharapkan dapat melibatkan pengukuran dari karyawan tetap yang berkerja di kantor pusat Giant sehingga kinerja karyawan PT Giant secara keseluruhan dapat terukur. DAFTAR RUJUKAN Atkinson (Kerlinger). (2006). Motivation in Work Place. (dalam Agung Purnama) Monterey: Brooks/Cole. David K and Newstrom J. W., (1989). Human Behaviour at Work: Organizational Behavior. New York, McGraw Hill. Herzberg, F., (1999. One More Time. How Do You Motivate Employees?. A Harvard Business Review Paperback. Boston. Handoko T.H, (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, BPFE Hasibuan M., (2003). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta. Bumi Aksara Hasibuan M., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta. Bumi Aksara Luthans, F., (1998). Organization Behavior, International Edition, Sixth Edition, Singapore. McGraw-Hill Muhammad As’ad. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Raja Grafindo Persada) Martoyo, (2001). Manajemen personal, PT. Pustaka Binaman Pressindo Mangkunegara, A. Prabu. (2005). Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung. Maslow. (1998). Motivation in Work Place. (dalam Dominikus) Monterey: Brooks/Cole. 187 Mulia 175 - 188 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Narmodo, Hernowo, M. Farid Wadji. (2005). Pengaruh Motivasi dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Jurnal Daya Saing 1: 1-8 Nitisemito, (2000). Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta. Galia Schermerhorn, John R, Hunt, James G and Osborn, Richard N (2000: 118) Managing Organizational Behavior, New York, John Willey and Son. Strauss, George and Sayles R.L., (1980). Personal The Human Problem of Management. New Delhi. Prentice-Hall of India. Smith, P.C, Kendall, L M & Hullin C L. (1975). The Measurement of Satisfaction in Work and Retirement. Chicago H Rand Mcnalty. Spector, F E., (1997). Job Satisfaction, Application, assessment, causes and consequences CA, Thousand Oaks. Sage Sondang P. Siagian. (1991). Filsafat Administrasi, Penerbit Gunung Agung, Jakarta. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sugiyono, (2000). Statistik untuk penelitian, Alfabeta, Bandung 188 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DI PUSAT GROSIR CILILITAN Kasmanto Miharja Akademi Binasarana Informatika Jakarta Email: [email protected] Abstract: The research was conducted at PT. Prima Graha Citra as an organizer of Pusat Grosir Cililitan. The purpose of this study was to determine the effect of the marketing mix on purchase decisions stall/ counter in Pusat Grosir Cililitan Navel either partially or jointly. The method in this study using simple linear regression analysis to determine the effect of each independent variable on the dependent variable and Multiple Linear regression analysis to determine the effect of independent variables on the dependent variable simultaneously.The results of a simple linear regression analysis states that each independent variable affects the dependent variable to see t count greater than t table and the level of influence of each with respect to the value of the coefficient of determination with the help of SPSS. Multiple linear regression analysis also showed that all independent variables jointly affect the dependent variable to see if the value of the coefficient of determination results data using SPSS. Key words: marketing mix, Purchase Decision, determinantion, coefficient. Abstrak: Penelitian ini dilakukan di PT. Prima Graha Citra sebagai penyelenggara Pusat Grosir Cililitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian kios / counter di Pusat Grosir Cililitan Navel baik sebagian atau metode jointly.The dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier sederhana untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel dependen dan analisis regresi linier multiple untuk mengetahui pengaruh variabel independen pada hasil simultaneously.The variabel dependen dari analisis regresi linier sederhana menyatakan bahwa masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen untuk melihat t hitung lebih besar dari t tabel dan besarnya pengaruh masing-masing sehubungan dengan nilai koefisien determinasi dengan bantuan SPSS. Analisis regresi linier berganda juga menunjukkan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen untuk melihat apakah nilai koefisien determinasi hasil data menggunakan SPSS. Kata kunci: bauran pemasaran, Keputusan Pembelian, determinasi, koefisien. PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan tempat perbelanjaan semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah tempat perbelanjaan yang didirikan di Jakarta. Dengan semakin bertambahnya tempat perbelanjaan maka semakin tinggi tingkat persaingan diantara pengelola tempat perbelanjaan. Persaingan ini terjadi dalam hal luas tempat pertokoan yang diberikan, harga jual stand/kios/counter 189 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 serta lokasi yang semakin bersaing. Strategi tersebut dilakukan untuk menarik perhatian dan menambah jumlah pedagang yang berjualan di tempat perbelanjaan tersebut. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profitabilitasnya. Hal ini sangat menguntungkan bagi pihak pedagang sebagi pihak konsumen yang akan membeli tempat tersebut, karena semakin banyak pusat perbelanjaan yang didirikan di Jakarta maka semakin banyak pilihan bagi konsumen untuk menentukan tempat usaha perdagangan. Pusat Grosir Cililitan adalah salah satunya yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Pusat Grosir Cililitan termasuk tempat yang menjanjikan untuk sebuah tempat usaha baru dikemudian hari. Sejak beroperasi pada tahun 2005 Pusat Grosir Cililitan memiliki kios/counter sebanyak 3.388 yang terdiri dari 2.577 kios, 785 Counter dan 26 Big Space. Pada tahun 2005 jumlah penjualan sebanyak 42 unit dan tersewa 38 unit, pada tahun 2006 jumlah penjualan 457 unit dan sewa 205 unit, pada tahun 2007 jumlah penjualan 448 unit dan tersewa 66 unit, pada tahun 2008 jumlah penjualan sebanyak 351 unit sedangkan jumlah yang tersewa sebanyak 172 unit, pada tahun 2009 jumlah penjualan 99 unit dan tesewa 182 unit, pada tahun 2010 penjualan sebanyak 76 unit dan tersewa sebanyak 130 unit dan pada tahun 2011 jumlah penjualan mencapai 149 unit sedangkan yang tersewa sebanyak 255 unit. Gambar 1. Grafik Penjualan dan Sewa Periode 2005-2011 Sumber: Data internal perusahaan diolah penulis Dari grafik tersebut diatas terlihat jelas turun naiknya penjualan dan sewa dari tahun 2005 sampai dengan 2011. Menurut property manager dalam mengoperasikan usahanya perusahaan telah menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan bauran pemasaran (Marketing Mix) yang meliputi product, price, plece dan promotion. Media promosi yang digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat dengan menggunakan spanduk, media masa dan brosur, radio, pada tahun 2011perusahaan menggunakan media TV. Adapun harga jual kios/counter pada awal beroperasi adalah 27.500.000,00 dan 25.500.000,00/M2. Dari tahun ketahun harga jual ini mengalami kenaikan sebesar 10% dan pada tahun 2011 harga jual mencapai 48.7717.927,50 untik kios dan untuk counter sebesar 45.174.805,00. Menurunnya penjualan berdasarkan grafik tersebut di atas mungkin juga diakibatkan oleh semakin menurunya stok kios yang dimiliki, dapat juga karena kurangnya perawaan terhadap kios/counter yang belum tersewa ataupun terjual karena pada saat peneliti 190 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 melakukan survey lapangan ternyata ada beberapa kios yang rolling doornya rusak, keramik pecah,akses pengunjung yang menjadi sempit karena display pedagang telah menggunakan sebagian dari jalan untuk para pengunjung. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis melakukan peneliti mengenai 4P (product, price, place dan promotion) di Pusat Grosir Cililitan. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh dari bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian di Pusat Grosir Cililitan. Dengan diketahui seberapa besar pengaruhnya diharapkan akan dapat meningkatkan penjualan kios/counter yang ada di Pusat Grosir Cililitan. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebgai berikut: (1) Apakah produk berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (2) Apakah harga berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (3) Apakah lokasi berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (4) Apakah promosi berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan?; (5) Apakah produk, harga, lokasi dan promosi mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli kios/counter di Pusat Grosir Cililitan secara bersamaan? Maksud dan tujuan riset ini adalah untuk memperolaeh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh dari Bauran Pemasaran (product, price, place dan promotion) terhadap kepuntusan pembelian di Pusat Grosir Cililitan. Dengan diketahui seberapa besar pengaruhnya diharapkan akan dapat meningkatkan keputusan pembelian konsumen. Kajian Pustaka. Pengertian pemasaran menurut Philip Kotler (2009:7) Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai di pihak lain.Bauran pemasaran adalah panduan strategis produk, promosi, tempat, dan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju (Lamb, Hair & Mc Daniel, 2001:55). Konsep bauran pemasaran dipopulrkan oleh Mc. Carthy yang merumuskannya menjadi 4P (product, price, promotion dan place). Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan alat bagi marketer yang terdiri dari berbagai elemen program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi, 2001:58). Menurut Kotler (2003: 108) marketing Mix describes the set of tools that management can use to influence sales. The traditional formulation is called the 4Ps: product, price, place and promotion. Product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption and that might satisfy a want or need (kotler & Amstrong: 2005). Sedangkan dalam situs Wikipedia dijelaskan A product is seen as an item that satisfies what a consumer needs or wants. It is a tangible good or an intangible service (www.wikipedia.com, 2011). Menurut Kotler dan Amstrong (2001), harga adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa, lebih jauh lagi harga adalah sejumlah nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki 191 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 atau menggunakan suatu barang atau jasa. Harga merupakan hal yang diperhatikan konsumen saat melakukan pembelian, sebagian konsumen bahkan mengidentifikasikan harga dengan nilai. Menurut Basu Swasta (2001), harga merupakan sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalu mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Menururt Perreault. Jr dan Mc Carthy (2004) place includes issue such as, channel type, exposure, transportation, distribution, and location. A product need to be available to the client when and where client wants it. Marketers describe this process as the “channel”. The channel describe “any series of firms (or individuals) that participate in the flow of products from producer to final user or consumer “.Place is refers to providing the product at a place is convenienent for consumer to access. Place is synonymous with distribution. Various strategies such as intensive distribution, selective distribution, exlusive distribution, franchising can be used by the marketer to complement the other aspects of the marketing mix (www. Wikipedia.com, 2011). Promosi merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pemasaran suatu barang. Promosi adalah suatu kegiatan bidang marketing yang merupakan komunikasi yang dilaksanakan perusahaan kepada pembeli atau konsumen yang memuat pemberitaan, membujuk, dan mempengaruhi segala sesuatu mengenai barang maupun jasa yang dihasilkan untuk konsumen, segala kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan volumen penjualan dengan menarik minat konsumen dalam mengambil keputusan membeli di perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam gambar berikut: Product (X1) H1 Price (X2) H2 H3 Place (X3) Keputusan Pembelian (Y) H4 Promotion (X4) H5 Gambar 2. Paradigma Penelitian 192 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Berdasarkan gambar tersebut di atas maka penulis melakukan analisis dan diagnosis untuk mengidentifikasi faktor Produk/Product (X1), Harga/Price (X2), Lokasi/Place (X3) dan Promosi/Promotion (X4) yang berpengaruh dalam perusahaan sebagai variabel independen (bebas) dengan permasalahan utama yaitu Keputusan Pembelian (Y) sebagai variabel dependen (terikat). Hipotesis. Hipotesis ini akan diuji kebenarannya dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun hipotesis yang akan diuji kebenarannya adalah sebagai berikut: H1 : Variabel produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. H2 : Variabel harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. H3 : Variabel lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. H4 : Variabel promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. H5 : Variabel harg produk, harga, lokasi dan promosi bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisa regresi liear sederhana. Dalam analisa regresi linear sederhana ini yang diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji F dan uji – t. untuk mengetahui pengaruh variable indevenden (Product, Price, Place dan Promotion) secara bersama-sama terhadap variable devenden (Keputusan Pembelian) digunakan regresi linear berganda. Koefisien Determinasi. Koefisien Detrminasi digunakan untuk mengetahui prosentase pengaruh variabel independen (prediktor) terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut: Tabel 1. Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1 R R Square a .764 .583 Adjusted R Std. Error of Square the Estimate Durbin-Watson .566 .36543 2.069 a. Predictors: (Constant), Promotion, Product, Price, Place b. Dependent Variable: Y Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17 Berdasarkan hasil olah data pada tabel 1 di atas diperoleh koefisien determinasi sebesar 0,583 atau 58,3%. Hal ini berarti besarnya pengaruh variabel independen (product, price, place dan promotion) terhadap perubahan variabel devenden (keputusan pembelian) adalah 58,3% sedangkan sisanya sebesar 41,7% dipengaruhi oleh variabel lain selain product, price, place dan promotion. Hal ini menunjukkan bahwa bauran pemasaran (product, price, place dan promotion) sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian di Pusat Grosir Cililitan. 193 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Uji F (ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel indevenden secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel dependen dengan melihat F hitung harus lebih besar dari F tabel. Variabel indevenden dalam penelitian ini yaitu Product (X1), Price (X2), Place (X3) dan Promotion (X4) dengan variabel dependen kkeputusan Pembelian (Y). Tabel 2. Uji F (ANOVA) ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 17.753 12.686 30.439 df Mean Square 4 4.438 95 .134 99 F 33.235 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), Promotion, Product, Price, Place b. Dependent Variable: Kep.Pembelian Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17 Dari uji F diperoleh F hitung sebesar 33,235 dengan df1=4 (derajat kebebasan pembilang ) dan df2=95 (derajat kebebasan penyebut) di dapat F tabel dengan df1=4 dan df2=95 untuk taraf signifikansi 5% sebesar 2,479 maka F hitung lebih besar dari F tabel sehingga H5 diterima, artinya terdapat pengaruh secara bersama-sama variabel product, price, place dan promotion terhadap variabel keputusan pembelian. Demikian juga bila kita melihat pengujian hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti H5 diterima karena ketentuan penerimaan atau penolakan apabila signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05. Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa variabel dependen (Keputusan Pembelian) dipengaruhi oleh variabel indevenden ( Product, Price, Place dan Promotion) dengan demikian model regregi memenuhi criteria goodness of fit, artinya model regresi cocok digunakan sebagi model prediksi. Output hasil uji koefisien regresi dengan menggunakan program SPSS ver. 17 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Koefisien Regresi Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) .538 .315 Product .323 .073 Price .174 .050 Place .107 .134 Promotion .279 .133 a. Dependent Variable: Kep.Pembelian Coefficientsa Standardized Coefficients Beta t 1.709 .337 4.431 .264 3.458 .104 .798 .293 2.104 Sig. .091 .000 .001 .427 .038 Collinearity Statistics Tolerance VIF .757 .754 .257 .226 1.321 1.327 3.895 4.418 Sumber: Hasil olah data dengan SPSS v. 17 194 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Berdasarkan tabel 3 di muka terlihat bahwa koefisien regresi dari variabel product adalah positif 0,323 yang berarti menunjukkan adanya pengaruh positif dari product terhadap keputusan pembelian. Koefisien regresi dari variabel price adalah positif 0,174 yang berarti menunjukkan adanya pengaruh positif dari variabel price terhadap keputusan pembelian, kesesuaian harga yang dirasakan oleh penyewa akan meningkatkan keputusan pembelian sebesar sebesar 0,174. Koefisien regresi dari place adalah positif 0,107 yang berarti variabel place juga berpengaruh terhadap keputusan pembeliandan koefisien regresi untuk promotion adalah positif 0,279 yang berarti variabel promotion juga mempengaruhi keputusan pembelian, semakin gencar promosi yang dilakukan akan semakin meningkatkan keputusan pembelian. Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data di atas diperoleh kenyataan bahwa Bauran Pemasaran dengan variabel Product, Price, Place dan Promotion sangat mempengaruhi keputusan pembelian kios/counter di Pusat grosir Cililitan oleh para pedagang dengan status penyewa. Dari sisi produk perusahaan telah memberikan produk yang cukup memuaskan dengan adanya kesesuain dari kualitas produk, adanya jaminan garansi, desain serta variasi walaupun masih ada yang dirasa belum maximal. Dalam hal harga perusahaan juga berusaha menetapkan harga yang terjangkau bagi para pedagang penyewa serta membrikan diskon harga walaupun masih dirasa belum maksimal oleh para pedagang. Untuk lokasi kios/counter masih harus ditingkatkan lagi mengenai kenyamanan, kemudahan akses menuju lokasi kios/counter di dalam gedung karena ada sebagian akses untuk para pengunjung di gunakan sebagai tempat untuk meletakkan display dagangan para pedagang ddan untuk promosi sudah cukup bagus dengan besarnya pengaruh dari promosi terhadap keputusan pembelian. Dari keempat variabel tersebut jika dilihat koefisien regresinya maka variabel dengan koefisien regresi terbesar adalah variabel product yaitu 0,323 ini berarti jika setiap atribut yang melekat pada variabel produk ditingkatkan maka akan meningkatkan jumlah keputusan pembelian sebesar 0,323 ddengan asumsi variabel lain tetap sedangkan koefisien regresi yang paling rendah dari keempat variabel indevenden tersebut adalah koefisien regresi dari variabel place yaitu sebesar 0,107untuk itu perlu ditingkatkan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel place agar dapat meningkatkan keputusan pembelian. Secara bersama-sama keempat variabel tersebut sangat mempengaruhi keputusan pembelian kios/ counter di Pussat Grosir Cililitan oleh para pedagang penyewa Dimana sebesar 58,30% keputusan untuk membeli kios/counter dipengaruhi oleh ke empat variabel tersebut dan sisanya sebesar 41,70% dipengaruhi oleh faktor lain selain product, price, place dan promotion. Jadi dengan demikian terjawab sudah bahwa Bauran Pemasaran dalam hal ini variabel Product, Price, Place dan promotion berpengaruh terhadap keputusan pembelian kios.counter di Pusat Grosir Cililitan oleh para pedagang ddengan status penyewa secara signifikan disamping itu faktor-faktor lain sebesar 41,70% perlu dicari dan diteliti lebih lanjut . 195 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin tinggi kesesuaian atribut dari produk (variasi, kualitas, desain dan garansi) akan semakin meningkatkan keputusan pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa. Kedua. Kesadaran akan harga memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti keterjangkauan harga yang dirasakan oleh penyewa akan meningkatkan keputusan untuk membeli. Dengan harga jual yang terjangkau diharapkan akan mampu meningkatkan penjualan kios/counter sedangkan potongan harga yang diberikan oleh Pusat Grosir Cililitan masih belum dirasakan oleh para penyewa sehingga potongan harga masih kurang berpengaruh terhadap keputusan pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa. Ketiga. Lokasi kios/counter memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian oleh penyewa, hal ini berarti lokasi kios/counter yang mudah untuk dijangkau dan dengan akses yang mudah akan meningkatkan keputusan pembelian terhadap kios/counter oleh penyewa. Keempat. Promosi dengan menggunakan iklan berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin menarik iklan yang ditayangkan akan semakin mempengaruhi keputusan pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa di Pusat Grosir cililitan sedangkan promosi dengan menggunakan diskon penjualan masih dirasakan kurang berpengaruh terhadap keputusan pembelian oleh para pedagang penyewa. Kelima. Produk, harga, lokasi dan promosi secara bersama-sama memberi pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin tinggi kesesuaian atribut dari produk, kesadaran harga, lokasi toko yang mudah dijangkau dan promosi dengan iklan yang menarik maka keputusan pembelian kios/counter oleh para pedagang penyewa juga akan semakin meningkat. Dengan tetap menjaga kesesuaian kualitas produk , penetapan harga yang terjangkau, lokasi yang mudah dijangkau serta promosi yang menarik diharapkan akan dapat meningkatkan penjualan kios/counter di Pusat Grosir Cililitan. Saran. Dari hasil penelitian dan kesimpulan seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa saran yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan keputusan pembelian antara lain: (1) Perlu adanya peningkatan terhadap semua atribut dari produk terutama mengenai garansi atau jaminan yang diberikan kepada para pembeli khususnya bagi para penyewa yang sudah melakukan usaha di Pusat Grosir Cililitan yang diharapkan akan melakukan pembelian setelah masa sewa mereka berakhir.; (2) Dalam menetapkan harga jual agar lebih teliti dan berhati-hati dengan memperhatiakan tingkat keterjangkauan oleh para penyewa serta agar memberikan potongan harga khusus bagi para pedagang penyewa yang akan membeli kios/counter yang telah mereka sewa selama ini.; (3) Perlu adanya kegiatan mengontrol akses menuju kios agar akses menuju kios para pedagang tidak digunakan untuk menempatkan display dagangan para pedagang.; (4) Kegiatan promosi agar lebih gencar dilakukan mengingat semakin banyak pesaing pusat perbelanjaan di Jakarta yang terus menawarkan berbagai keunggulannya serta diskon penjualan agar lebih ditingkatkan. 196 Miharja 189 - 197 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 DAFTAR RUJUKAN Amstrong, Gery dan Philip Kotler, (2004). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi ke Sembilan, Jilid 2. Jakarta: Penerbit PT. Indeks. Assauri, Sofjan, (2004). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Ghozali, Imam, (2005). Analisis Multi Variate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hawkins D., Mothersbough, dan Best, (2007). Consumer Behaviour: Building Marketing Strategi. 10th Edition. MC. Grow Hil irvin. Husein, Umar, (2003). Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jonathan, Sarwono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jagdish N, Sheth dan Mittal Banawi, (2004). Customer Behaviour. Managerial Perspective. Second Edition. Singapore: Thomson. Kotler, Philip, (2001). Manajemen Pemasaran: Analisa, Perencanaan, Implementasi dan control, jilid 1. Jakarta: Penerbit Prenhalindo. Kotler, Philip, (2005). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT. Kencana Prananda Media. Ma’aruf, Hendri, (2005). Pemasaran Rite. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Mowen, C, John dan Michael Minor, (2001). Perilaku Konsumen. Jakarta: Binarupa Aksara. Mangkunegara, Anwar, (2005). Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama. Nugroho J., Setiadi, (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Bisnis Pemasaran. Jakarta: Pranada Media. Olson J., C., dan Peterr, J., P., (2000). Consumer Behaviour. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta: penerbit Erlangga. Rangkuti, F., (2003). Riset Pemasaran. PT. gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rambat, Lumpiyoadi, (2001). Manajemen Pemasaran Jasa. Edisi I. Jakarta: Penerbit PT. Salemba Empat. Swasta, Basu, (2002). Asas-asas Marketing. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Swasta, Basu, dan Irwan, (2008). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Supranto J.,M.,A., (2003). Metode Riset dan Aplikasi dalam Pemasaran. Edisi 7. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta. Tjiptono, Fandy. (2000). Strategi Bisnis Modern, Andy Offset, Yogyakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ (2001). Manajemen Jasa. Andy Offset, Yogyakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ (2004). Strategi Pemasaran, Andy, Yogyakarta. _ _ _ _ _ _ _ _ _ (2005). Brand Managemen & Strategy, Andy, Yogyakarta. Umar, Husain, (2005). Studi Kelayakan Bisnis: teknik Menganalisa Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 197 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, AKTIVITAS, PROFITABILITAS DAN RASIO PASAR TERHADAP PERUBAHAN LABA (Studi Kasus Perusahaan Sektor Telekomunikasi Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Susanna Hutabarat Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta Email: [email protected] Abstract: One of information about financial performance is the earning. The earning can show the positive signal about the prospect of a company in the future. The earning can increase or decrease for every year or every period. The aim of this research is to analyze the influence of financial ratio to earning changes in companies of telecommunication sector in Bursa Efek Indonesia. Population in this research were companies which listed on the BEI in the period 2010-2011, totally 6 companies and samples are 4 companies. There are 5 independent variables, those are Current Ratio (CR) as liquidity ratio, Debt Ratio (DR) as solvability ratio, Total Asset Turn Over (TATO) as activity ratio, Return on Equity (ROE) as profitability ratio and Price Earning Ratio (PER) as market ratio.The results of this research indicate that CR, DR, TATO, ROE and PER influence simultaneously to earning changes. Based on model2, partially CR has a positive significant influence, TATO has a negative significant influence, ROE has a positive significant influence, and PER has a negative significant influence. DR has no the significant influence to earning changes. The most significant influence comes from ROE (profitability ratio). Keywords: Earning Changes, Current Ratio, Total Asset Turn Over, Return on Equity, Price Earning Ratio Abstrak: Salah satu informasi tentang kinerja keuangan produktif. Produktif dapat menunjukkan sinyal positif tentang prospek perusahaan di masa depan. Produktif dapat meningkatkan atau menurunkan untuk setiap tahun atau setiap periode. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan untuk mendapatkan perubahan dalam perusahaan sektor telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI pada periode 2010-2011, total 6 perusahaan dan sampel 4 perusahaan. Ada 5 variabel independen, yaitu Current Ratio (CR) sebagai rasio likuiditas, Rasio Utang (DR) sebagai rasio solvabilitas, Total Asset Turn Over (TATO) sebagai rasio aktivitas, Return on Equity (ROE) sebagai rasio profitabilitas dan Price Earning Ratio (PER) sebagai hasil ratio.The pasar penelitian ini menunjukkan bahwa CR, DR, TATO, ROE dan PER berpengaruh secara simultan untuk mendapatkan perubahan. Berdasarkan model-2, sebagian CR memiliki pengaruh yang signifikan positif, TATO memiliki pengaruh yang signifikan negatif, ROE memiliki pengaruh yang signifikan positif, dan PER memiliki pengaruh yang signifikan negatif. DR tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba. Pengaruh yang paling signifikan berasal dari ROE (rasio profitabilitas). 198 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Kata kunci: Produktif Perubahan, Rasio Lancar, Total Asset Turn Over, Return on Equity, Price Earning Ratio PENDAHULUAN Sektor telekomunikasi merupakan salah satu sektor di bidang infrastruktur selain sektor kelistrikan dan transportasi. Peranan industri telekomunikasi untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia masih besar karena sektor ini merupakan salah satu andalan untuk menopang kegiatan ekonomi. Selain itu pertumbuhan sektor telekomunikasi yang berkembang di suatu negara juga dapat menentukan peringkat daya saing negara tersebut. Sebagai negara kepulauan yang begitu luas Indonesia membutuhkan telekomunikasi untuk melancarkan kegiatan ekonomi antar pulau, antar kota, antar provinsi, dan juga antar negara. Kondisi ini melatarbelakangi tumbuhnya perusahaan operator telekomunikasi di Indonesia yang begitu pesat karena tingginya kebutuhan baru yaitu konsumsi telekomunikasi. Sektor telekomunikasi pada dasarnya merupakan bisnis yang memiliki prospek cerah. Semakin majunya peradaban, akan mendorong pasar telekomunikasi meluas hingga pelosok. Selain itu, kebutuhan dunia usaha juga tidak lagi sekadar pada komunikasi verbal, namun meluas hingga ke layanan data dan informasi strategis lainnya. Meskipun sektor telekomunikasi mempunyai prospek bagus, namun banyak kendala yang harus dihadapi yang menjadikan para investor potensial seringkali mempertimbangkan niatnya untuk menanamkan modal di bidang pertelekomunikasian di Indonesia. Sebagai contoh pada akhir tahun 2011, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyatakan bahwa pemberlakuan kebijakan pembebasan pajak penghasilan dalam periode waktu tertentu (tax holiday) untuk industri telekomunikasi dinilai menyebabkan industri ini kurang memiliki daya saing (competitiveness) dan benefit lebih bagi calon investor. Menurut Ecky (2012) hal itu juga menunjukkan masih buruknya iklim investasi di Indonesia. Selain itu pasar telekomunikasi di tanah air dirasa mulai jenuh dengan terus bertambahnya provider di bidang ini. Berdasarkan fakta di atas, perusahaan-perusahaan di sektor telekomunikasi diduga akan menghadapi masalah dalam memperoleh dan meningkatkan laba perusahaan dari waktu ke waktu. Jika pasar jenuh, maka pertumbuhan penjualan akan melambat, yang dapat berakibat pada berkurangnya laba perusahaan. Di sisi lain, bagaimanapun setiap perusahaan berharap agar laba yang dihasilkan dalam setiap periode dapat terus meningkat karena peningkatan laba dapat menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan. Laba suatu perusahaan dari tahun ke tahun biasanya berubah. Laba dapat meningkat atau mengalami penurunan. Setiap perusahaan tentu saja mengharapkan laba yang dihasilkan di setiap periode meningkat dari periode sebelumnya. Dengan mengetahui perubahan laba yang terjadi, perusahaan bisa melakukan evaluasi dan usaha-usaha perbaikan terhadap akunakun yang berkaitan dengan laba. Perubahan laba yang positif mengindikasikan bahwa laba yang diperoleh perusahaan di suatu waktu lebih tinggi daripada laba yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Laba yang tinggi memberi potensi tingkat pembagian dividen perusahaan tinggi pula. Laba yang tinggi biasanya juga direspon positif oleh investor sehingga harga saham meningkat dan 199 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 menghasilkan capital gain. Oleh karena itu, perubahan laba dapat mempengaruhi keputusan investasi para investor yang akan menanamkan modalnya ke dalam perusahaan (Nurmalasari, 2011). Dalam melakukan penilaian terhadap perubahan laba, maka dapat digunakan analisis rasio sebagai salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting. Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah rasio-rasio keuangan bermanfaat untuk melakukan prediksi terhadap perubahan laba masa mendatang (Ariyanti, 2010). Rasio–rasio keuangan utama adalah likuiditas, solvabilitas, aktivitas, profitabilitas, dan rasio pasar. Jika rasio keuangan perusahaan baik maka kinerja perusahaan dalam hal perubahan laba juga baik. Hal ini dikarenakan perubahan laba merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (Salsiyah, 2010). Penelitian ini ingin menganalisis pengaruh likuiditas (Current Ratio), solvabilitas (Debt Ratio), aktivitas (Total Asset Turn Over), profitabilitas (Return on Equity) dan rasio pasar (Price Earning Ratio) terhadap perubahan laba perusahaan di sektor telekomunikasi. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 2004). Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Menurut Subramanyam dan Wild (2010), analisis laporan keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi dari alat dan teknik menganalisis laporan keuangan dengan tujuan umum. Data-data yang berkaitan menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Dari sudut pandang seorang investor, meramalkan masa depan adalah hakikat dari analisis laporan keuangan. Dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan akan bermanfaat baik untuk membantu mengantisipasi kondisi-kondisi di masa depan maupun yang lebih penting lagi sebagai titik awal untuk melakukan perencanaan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja perusahaan di masa mendatang (Brigham dan Houston, 2006). Analisis laporan keuangan melibatkan konstruksi rasio-rasio yang menggunakan berbagai angka-angka dalam laporan keuangan (Mautz dan Angell, 2006). Rasio juga menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat dijelaskan atau diperoleh gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard (Munawir, 2004). Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya dalam merepresentasikan kinerja perusahaan secara keseluruhan (Harningsih dan Supriyanto, 2011). Laba pada umumnya dipakai sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai oleh suatu perusahaan sehingga laba dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan investasi dan prediksi untuk meramalkan perubahan laba yang akan datang. Persamaan DuPOnt menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih atas ekuitas pemegang saham, akan ditentukan oleh 200 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 kemampuan menghasilkan laba bersih atas penjualannya (profit margin), total assets turn over, dan equity multiplier (Ross, et al, 2011). Perubahan laba merupakan kenaikan laba atau penurunan laba dari dua periode pelaporan laba. Perubahan laba dipengaruhi oleh perubahan komponen-komponen dalam laporan keuangan misalnya perubahan penjualan, perubahan harga pokok penjualan, perubahan beban operasi, perubahan beban bunga, perubahan pajak penghasilan, adanya perubahan dalam pos-pos luar biasa, dan lain-lain. Perubahan laba dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor luar seperti adanya peningkatan harga akibat inflasi dan adanya kebebasan manajerial (manajerial discreation) yang memungkinkan manajer memilih metode akuntansi dan membuat estimasi yang dapat meningkatkan laba. Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topik pada penelitian ini telah dilakukan. Andriyani (2008) meneliti mengenai “Analisis kegunaan rasio-rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial LDR, QR, CAR, DR, ROA, ROE, NPM, GPM, dan ROOA berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba sedangkan CR, NWC, DER dan TIER berpengaruh negatif signifikan pada perubahan laba. Nugrahanti dan Daulay (2009) meneliti kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba masa yang akan datang pada emiten manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rasio keuangan yang digunakan sebagai variabel independen adalah Current Assets to Current Liabilities (CACL), Net Worth and Total Liabilities to Fixed Assets (NWTLFA), Gross Profit to Sales (GPS), Net Income to Sales (NIS), Quick Assets to Inventory (QAI), Operating Income to Total Liabilities (OITL), Net Worth to Sales (NWS), Total Liabilities to Total Assets (TLTA), Net Income to Net Worth (NINW), Net Income to Total Liabilities (NITL), Net Worth to Total Liabilities (NWTL). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dari 11 rasio yang digunakan hanya CACL dan NWTL yang secara bersama-sama mampu berperan dalam memprediksi perubahan laba dan juga secara individu berpengaruh signifikan dalam memprediksi perubahan laba dimana CACL berpengaruh positif dan NWTL berpengaruh negatif. Selanjutnya, Syamsudin dan Primayuta (2009) meneliti mengenai rasio keuangan dan prediksi perubahan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Rasio keuangan sebagai variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM) dan Total Assets Turn Over (TATO). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa CR mempunyai pengaruh negatif signifikan, TATO mempunyai pengaruh positif signifikan, DER berpengaruh negatif namun tidak signifikan dan NPM berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba. Nilai koefisien beta menunjukkan bahwa variabel TATO berpengaruh dominan terhadap perubahan laba. Penelitian Salsiyah (2010) mengenai analisis pengaruh Working Capital To Total Assets Ratio (WCTAR), Total Debt To Total Capital Assets (TDTCA), Total Assets Turn Over (TATO), Gros Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM) terhadap perubahan laba menunjukkan bahwa secara bersama-sama WCTAR, TDTCA, TATO, GPM dan NPM berpengaruh terhadap perubahan laba. Secara parsial GPM dan NPM berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba, TDTCA berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba sedangkan WCTAR dan TATO berpengaruh positif tapi tidak signifikan. 201 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Hasil penelitian Harningsih dan Supriyanto (2011) mengenai evaluasi pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap perubahan laba pada bank umum konvensional di Indonesia menunjukkan secara parsial variabel yang mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba adalah ROA, ROE, NPM, OPM, dan GPM. TATO berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba. Sementara DER dan DR mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba. Nurmalasari (2011) meneliti mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Rasio keuangan sebagai variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quick Ratio (QR), Debt Ratio (DR), Inventory Turn Over (ITO), Net Income to Sales (NIS), dan Gross Profit Margin (GPM). Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara parsial hanya NIS yang berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. QR berpengaruh positif, DR berpengaruh negatif, ITO berpegaruh positif, dan GPM berpengaruh positif namun keempat variabel bebas tersebut berpengaruh tidak signifikan. Analisis rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan real estate dan property di BEI dan Singapura (SGX) yang dilakukan Wibowo dan Pujiati (2011 menghasilkan kesimpulan bahwa CR berpengaruh positif signifikan dan PM berpengaruh negatif signifikan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan real estate dan property di BEI sedangkan TATO dan PM berpengaruh positif signifikan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan real estate dan property di SGX. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun kerangka pemikiran yang bertolak dari uraian bahwa Current Ratio (CR) merupakan salah satu rasio pengukur likuiditas. CR dihitung dengan cara membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Dengan meningkatnya CR perusahaan diharapkan makin mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan dapat fokus untuk meningkatkan penjualan. Peningkatan penjualan diharapkan akan meningkatkan laba perusahaan, sehingga mendorong terjadinya peningkatan perubahan laba. Debt Ratio (DR) merupakan salah satu rasio pengukur solvabilitas. DR dihitung dengan cara membagi total utang (liabilitas) dengan total aset. Rasio DR yang semakin besar menunjukkan kewajiban perusahaan semakin tinggi, terutama dalam membayar bunga, yang dapat berakibat makin rendah laba bersih perusahaan. Makin rendahnya laba bersih menyebabkan perubahan laba perusahaan akan menurun. Total Asset Turn Over (TATO) merupakan salah satu rasio pengukur aktivitas perusahaan. TATO mengukur perputaran dari seluruh aset perusahaan. Rasio ini diukur dengan membagi penjualan dengan total aset. Semakin tinggi TATO yang dihasilkan menunjukkan perusahaan menghasilkan cukup banyak volume bisnis sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilai penjualan. Nilai penjualan yang makin tinggi berpotensi menghasilkan laba bersih yang semakin tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan perubahan laba perusahaan. Return on Equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitabilitas. ROE mengukur tingkat pengembalian atas ekuitas pemegang saham. Makin tinggi ROE menunjukkan bahwa tiap rupiah ekuitas pemegang saham makin tinggi dalam menghasilkan laba bersih. 202 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Laba bersih yang meningkat akan menyebabkan perubahan laba perusahaan juga meningkat. Price/Earning Ratio (PER) merupakan salah satu rasio pasar. PER menunjukkan berapa banyak jumlah uang yang rela dikeluarkan oleh para investor untuk membayar setiap rupiah laba yang dilaporkan. PER yang tinggi menunjukkan perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang kuat. Perusahaan yang tumbuh biasanya makin tinggi nilai penjualannya dan diharapkan makin tinggi laba yang dihasilkan. Makin tinggi laba yang dihasilkan diduga menyebabkan perubahan laba juga makin meningkat. Kerangka berpikir di atas diwujudkan sebagai Gambar 1. CR DR Rasio Keuangan TATO Perubahan Laba ROE PER Gambar 1. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Perubahan Laba Hipotesis H1: Diduga rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini (CR, DR, TATO, ROE dan PER) secara bersama-sama berpengaruh terhadap perubahan laba pada sektor telekomunikasi. H2: Diduga Current Ratio (CR) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. H3: Diduga Debt Ratio (DR) mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba. H4: Diduga Total Asset Turn Over (TATO) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. H5: Diduga Return on Equity (ROE) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. H6: Diduga Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. METODE Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan dalam bentuk skala rasio. Data bersumber dari laporan keuangan kuartal perusahaan. Laporan keuangan diperoleh dari BEI melalui situs www.idx.co.id. 203 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI pada tahun 2012. Jumlah perusahaan telekomunikasi di BEI ada enam perusahaan yaitu PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), PT Inovisi Infracom Tbk (INVS), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Berdasarkan purposive sampling diperoleh empat (4) perusahaan sebagai sampel penelitian. Kriteria perusahaan untuk dipilih menjadi sampel adalah: 1)Perusahaan telekomunikasi terdaftar di BEI selama periode penelitian (tahun 2010 sampai dengan 2011), 2) Laporan keuangan selama kurun waktu penelitian tersedia, dan 3) Perusahaan menghasilkan laba positif sebelum pajak selama periode penelitian. Keempat perusahaan yang memenuhi kriterian yang ditetapkan adalah EXCL, INVS, ISAT, dan TLKM. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan laba yang diukur dengan formula sebagai berikut: Yit = .......................................................................... (1) Dimana: Yit = perubahan laba pada periode t; Yit = laba perusahaan i pada periode t; Yit1 = laba perusahaan i pada periode t-1 Laba dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak. Penggunaan laba sebelum pajak sebagai indikator perubahan laba dimaksudkan untuk menghindari pengaruh penggunaan tarif pajak yang berbeda antar periode yang dianalisis (Syamsudin dan Primayuta, 2008). Selanjutnya, variabel independen yang digunakan dalam penelitian berikut pengukurannya adalah: CR = ........................................................................ (2) DR = .................................................................................. (3) TATO = ................................................................................. (4) ROE = ....... (5) PER = ........................................................ (6) HASIL DAN PEMBAHASAN Menggunakan metode regresi linier berganda (Model-1), untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dihasilkan nilai koefisien determinasi, koefisien regresi dan nilai Uji F dan uji t sebagaimana disajikan pada Tabel-1. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yaitu R Square dan Adjusted R Square masing-masing sebesar 55,5% dan 46,9%. Dikarenakan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu variabel maka yang digunakan adalah Adjusted R Square dengan nilai sebesar 46,9 %. Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen menjelaskan keragaman variabel dependen adalah 204 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 sebesar 46,9%. Selebihnya (53,1%) dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Tabel 1. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t Model-1 Variable Coefficient Constant (C) CR DR TATO 0.473 0.504 0.400 -3.077 0.577 0.092 * 0.676 0.002 *** ROE PER 7.000 -0.005 0.003 *** 0.109 R-squared Adjusted R-squared F-statistic F-sig. t-sig. 0.555 0.469 6.473 0.000 *** Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1% *) Signifikan pada tingkat 10% Sumber: data diolah penulis Nilai F hitung 6,473 signifikan pada 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada tingkat signifikansi α=1%. Dengan demikian menggunakan Model-1, secara bersamasama variabel independen mempengaruhi perubahan laba. Berdasarkan data pada Tabel-1 dapat ditulis persamaan regresi linier Model-1 sebagai berikut: Perubahan Laba = 0,473 + 0,504 CR + 0,400 DR – 3,077 TATO + 7,000 ROE – 0,005 PER ....... (1) Konstanta bernilai 0,473 namun angka konstanta ini tidak signifikan karena nilai signifikansinya lebih besar dari tingkat signifikansi 10%. Koefisien CR 0,504 dengan nilai signifikansi sebesar 0,092 (signifikan pada α = 10%). Makna angka koefisien tersebut adalah jika CR naik sebesar 1%, maka perubahan laba akan meningkat sebesar 0,504%. Berarti likuiditas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Koefisien DR adalah 0,400 namun nilai signifikansinya 0,676 (lebih besar dari α=10%). Berarti DR berpengaruh positif namun tidak signifikan. TATO memiliki koefisien -3,077 dengan nilai signifikan sebesar 0,002 (signifikan pada α = 1%). Berarti tiap kenaikan TATO sebesar 1 % akan menurunkan perubahan laba sebesar 3,077%. Koefisien ROE 7,000 dan signifkan pada α = 1%). Hal ini berarti tiap kenaikan 1 satuan ROE, perubahan laba meningkat sebesar 7 satuan. PER dalam hasil regresi mempunyai koefisien sebesar -0,005 namun pengaruhnya tidak signifikan. Hasil pengujian pada persamaan regresi model 1 menunjukkan variabel DR (rasio solvabilitas) berpengaruh tidak signifikan, ceteris paribus. Menggunakan regresi linier sederhana dicoba dianalisis pengaruh DR terhadap perubahan laba. 205 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada Tabel 2 menunjukkan pengaruh DR terhadap perubahan laba tetap tidak signifikan. Oleh karena itu disusun persamaan model-2 , tanpa mengikutsertakan variabel DR. Tabel 2. Uji t Variabel DR Terhadap Perubahan Laba Variable Constant (C) DR Coefficient 1.199 -1.137 t-sig. 0.006*** 0.160 Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1% Sumber: data diolah penulis Model-2 digunakan untuk menguji apakah CR, TATO, ROE, dan PER secara bersamasama dan parsial merupakan model yang lebih baik untuk memprediksi perubahan laba. Hasil pengolahan data atas Model-2 dirangkum pada Tabel-3. Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t Model-2 Variable Coefficient t-sig. Constant (C) CR TATO 0.793 0.430 -3.071 0.033 ** 0.066 * 0.001 *** ROE PER R-squared Adjusted R-squared F-statistic F-sig. 6.652 -0.005 0.551 0.485 8.299 0.000 *** 0.002 *** 0.035 ** Keterangan :***) Signifikan pada tingkat 1% **) Signifikan pada tingkat 5% *) Signifikan pada tingkat 10% Sumber: data diolah penulis Tabel 3 menunjukkan R Square pada Model-2 adalah 55,1 %. Meskipun nilai ini sedikit lebih kecil daripada Model-1 (yaitu 55,5%) namun nilai Adjusted R Square-nya meningkat menjadi 48,5% (lebih baik daripada Adjusted R square model-1 yang bernilai 46,9%). Dengan kata lain, Model-2 lebih baik dalam menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap perubahan laba. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa keempat variabel independen yaitu CR, TATO, ROE dan PER secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Nilai F hitung 8,299 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari tingkat signifikansi 1%). Selanjutnya dapat ditulis persamaan regresi linier model-2 sebagai berikut: Perubahan Laba = 0,793 + 0,430 CR – 3,071 TATO + 6,652 ROE – 0,005 PER ........ (2) 206 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Konstanta dalam hasil regresi sebesar 0,793 signifikan pada α = 5%. Artinya jika variabel CR, TATO, ROE dan PER bernilai nol, maka rata-rata perubahan laba pada sektor telekomunikasi sebesar 0,793%. Variabel CR mempunyai koefisien sebesar 0,430 dengan signifikansi sebesar 0,066 (signifikan pada tingkat signifikansi 10%). Berarti tiap kenaikan CR sebesar 1%, ceteris paribus, akan meningkatkan perubahan laba sebesar 0,430%. Koefisien regresi TATO bernilai -3,071 dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 1%. Hal ini berarti bahwa tiap kenaikan TATO sebesar 1%, akan menurunkan perubahan laba sebesar 3,071%. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan di bagian terdahulu. Koefisien regresi ROE sebesar 6,652 dengan signifikan sebesar 0,002. Artinya, ROE berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Setiap kenaikan ROE sebesar 1%, perubahan laba akan meningkat sebesar 6,652%, ceteris paribus. PER mempunyai koefisien sebesar -0,005 dengan nilai signifikansinya sebesar 0,035 (signifikan pada α = 5%). Berarti PER berpengaruh negatif terhadap perubahan laba. Tiap peningkatan satu satuan PER, perubahan laba turun sebesar 0,005 satuan, ceteris paribus. Memperhatikan hasil regresi Model-2 dapat disimpulkan bahwa CR mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Kemampuan perusahaanperusahaan di sektor telekomunikasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, menunjukkan kemampuan operasional perusahaan baik. Biaya-biaya operasional yang umumnya merupakan kewajiban jangka pendek (terutama kepada para supplier) dapat segera dilunasi sehingga tidak mengganggu cash flow perusahaan. Apabila kewajiban terhadap para kreditor jangka pendek dapat dilunasi pada waktunya maka perusahaan tidak mengalami kesulitan di dalam menjalankan aktivitas penjualan. Aktivitas penjualan yang terpelihara akan meningkatkan kepercayaan dari para kreditor. Perusahaan pun mampu memenuhi permintaan pelanggan sehingga perusahaan dapat meningkatkan penjualan sesuai dengan margin yang telah ditetapkan dan akhirnya perusahaan dapat meningkatkan laba perusahaan sehingga perubahan laba pun akan meningkat. Hasil penelitian ini berbeda dengan Nurmalasari (2011), yang menemukan pengaruh likuiditas tidak signifikan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Nurmalasari menggunakan Quick Ratio sebagai ukuran likuiditas. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Syamsudin dan Primayuta (2009) yang menemukan CR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prediksi perubahan laba perusahaan manufaktur di BEI. TATO mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba yang berarti peningkatan TATO menurunkan perubahan laba. Nilai penjualan setiap kuartal memang meningkat namun dari laporan laba rugi diketahui bahwa peningkatan penjualan ini juga diikuti dengan peningkatan beban usaha dan beban lain-lain. Saat ini biaya-biaya seperti biaya iklan meningkat cukup tajam akibat persaingan bisnis yang cukup ketat. Akibatnya terjadi penambahan biaya operasi yang cukup signifikan dan menyebabkan berkurangnya laba perusahaan. Berkurangnya laba tersebut mengakibatkan perubahan laba pun negatif. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Syamsudin dan Primayuta (2009) yang menunjukkan TATO berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba perusahaan manufaktur. ROE mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba yang mempunyai arti bahwa peningkatan ROE akan meningkatkan perubahan laba. ROE pada penelitian ini merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya. Pengaruh ROE yang positif ini 207 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 menunjukkan bahwa jika ROE meningkat, perubahan laba meningkat. ROE yang tinggi juga menunjukkan perusahaan mampu menggunakan modal sendiri yang ada di dalam perusahaan untuk menghasilkan laba bersih relatif tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu sehingga menghasilkan perubahan laba yang meningkat. ROE yang tinggi menunjukkan profit margin, total assets turn over, dan equity multiplier perusahaan telekomukasi di BEI relatif baik. Kalaupun perusahaan kurang mampu menghasilkan laba bersih atas penjualannya (akibat tingginya biaya operasi) namun total assets turn over, dan equity multiplier-nya baik. Tanpa penambahan ekuitas baru, aset dapat ditingkatkan dan dibiayai melalui hutang. Aset yang meningkat tanpa diikuti peningkatan ekuitas baru, menyebabkan equity multiplier meningkat. Pengaruh positif ROE terhadap perubahan laba pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Andriyani (2008) serta Harningsih dan Spriyanto (2011). PER mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba. Berarti peningkatan PER akan menurunkan perubahan laba. Hal ini kemungkinan terjadi karena saham sektor telekomunikasi masih terus diminati investor, sehingga harganya terus meningkat. Jika dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaan, harga tersebut jauh lebih. Namun demikian kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih menurun akibat tingginya persaingan di sektor ini yang berakibat perubahan laba negatif. PENUTUP Menggunakan Model-1 diketahui bahwa penggunaan lima variabel bebas yaitu CR, DR, TATO, ROE, dan PER secara bersama-sama mempengaruhi perubahan laba. Dikarenakan ditemukan pengaruh DR tidak signifikan, dicoba disusun model-2 (tanpa memasukkan variabel DR). Hasil uji Model-2 menunjukkan keempat variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi perubahan laba. Secara parsial keempat variabel bebas berpengaruh signifikan. CR dan ROE berpengaruh positif, sedangkan TATO dan PER berpengaruh negatif. Pengaruh terbesar terhadap perubahan laba disebabkan oleh profitabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, yang pada penelitian ini diukur dengan ROE. ROE yang tinggi kemungkinan bukan disebabkan karena tingginya kemampuan menghasilkan laba bersih atas penjualannya, namun karena total assets turn over dan equity multiplier yang tinggi. Bagi investor, perlu diperhatikan rasio TATO dan PER karena kedua variabel ini berpengaruh negatif terhadap perubahan laba. Selain tiu, harga saham yang sangat tinggi dapat mengakibatkan rasio PER sangat tinggi. Investor perlu memahami bahwa harga saham yang terlalu tinggi (overvalue) akan bergerak turun jika sudah melewati nilai maksimumnya. Turunnya harga saham akan merupakan capital loss bagi investor. Jika investor menginginkan peningkatan laba (terjadi perubahan laba positif) maka investor perlu memperhatikan CR (likuiditas) dan ROE (profitabilitas) perusahaan, terutama ROE. Jika likuiditas dan profitabilitas perusahaan meningkat maka perubahan laba juga meningkat. Bagi emiten di sektor telekomunikasi, perusahaan perlu mengelola akun-akun yang terkait dengan variabel CR dan ROE karena kedua variabel ini berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Perusahaan perlu meningkatkan aset lancarnya, misalnya melalui 208 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 pengelolaan piutang perusahaan agar piutang dapat diubah menjadi kas dengan cepat. ROE juga berpengaruh positif. Agar ROE semakin besar, bisa dilakukan dengan mempertahankan ekuitas yang ada di perusahaan (mengelola modal yang dimiliki perusahaan dengan baik).. Pengaruh TATO dan PER yang negatif dan signifikan menunjukkan emiten perlu melakukan usaha-usaha perbaikan terhadap akun-akun yang berkaitan dengan kedua variabel tersebut. Jika perusahaan meningkatkan asetnya, maka nilai aset yang makin tinggi tersebut harus diikuti kemampuan menghasilkan nilai penjualan yang jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan nilai aset. Strategi pemasaran produk perusahaan perlu terus ditingkatkan dan diperbaiki di era yang semakin bersaing ini. Penelitian ini menunjukkan kenaikan PER justru menurunkan perubahan laba, berarti emiten di sektor ini perlu menurunkan PER agar penurunan PER berakibat menaikkan perubahan laba. Untuk menurunkan PER, perusahaan harus mampu menghasilkan laba bersih per lembar saham (EPS) yang jauh lebih tinggi daripada harga saham. EPS dapat ditingkatkan dengan meningkatkan laba bersih atau dengan mengurangi jumlah saham beredar. Penelitian ini memiliki keterbatasan data sehingga belum bisa menggambarkan secara maksimal kondisi sektor telekomunikasi di Indonesia. Pada penelitian yang akan datang dapat dilakukan pengujian kembali atas permasalahan yang sama pada periode penelitian yang lebih panjang dan atau terhadap perusahaan telekomunikasi yang lebih banyak. Selain itu dapat digunakan rasio lain sebagai pengukur likuiditas, solvabilitas, aktivitas, profitabilitas, juga rasio pasar. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi perubahan laba adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam perusahaan. Di masa yang akan datang dapat ditambahkan faktor di luar perusahaan, seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah, serta kondisi politik ekonomi negara. DAFTAR RUJUAKAN Andriyani, Lusiana Noor. (2008). Analisis Kegunaan Rasio-Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba. Thesis yang dipublikasikan. Program Studi Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Ariyanti, Lilis Erna. (2010). Analis Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva Produktif terhadap Perubahan Laba pada Bank Umum di Indonesia. Thesis yang dipublikasikan. Semarang: Universitas Diponegoro Bakrie Telecom. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakrie_Telecom. Diunduh tgl 30 Juli 2012 Brigham, Eugene F., dan Houston, Joel F. (2006). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Ecky. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air. www.beritadaerah.com. 3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012 Harningsih dan Supriyanto, Raden. (2011). Evaluasi Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan terhadap Perubahan Laba pada Bank Umum Konvensional di Indonesia. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma 209 Hutabarat 198 - 210 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Mautz, R David and Angell, Robert J. (2006). Understanding the Basics of Financial Statement Analysis. Commercial Lending Review. Volume 21-Edisi 5. www.proquest.com/pqdweb Munawir, S. (2004). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta Nugrahanti, Trinandari Prasetya dan Yusdi (2009). Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Masa yang Akan Datang Pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Akuntabilitas. Universitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka Nurmalasari, Tika. (2011). Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Pindo, Simon. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air. www.beritadaerah.com. 3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012 Ross, Stephen A; Randolp W. Westerfiel, dan Bradford D. Jordan. Essentials of Corporate Finance. 7th Edition. McGraw Hill. Amerika Serikat. Salsiyah, Sri Marhaeni. (2010). Analisis Pengaruh Working Capital to Totals Assets Ratio, Total Debt to Total Capital Assets, Total Assets Turnover, Gross Profit Margin dan Net Profit Margin Terhadap Perubahan Laba. Jurnal Administrasi Bisnis. Bisnis ISSN 1411: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang Sembiring, Tifatul. (2012). Sektor Telekomunikasi, Lahan Subur di Tanah Air. www.beritadaerah.com. 3 Januari 2012. Jakarta. Diunduh tgl 11 Juni 2012 Smartfren. http://id.wikipedia.org/wiki/Smartfren. Diunduh tgl 30 Juli 2012 Subramanyam, K.R., dan Wild, John J., (2010). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat Syamsudin dan Primayuta, Ceky. (2009). Rasio Keuangan dan Prediksi Perubahan Laba Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 13, Nomor 1, Juni 2009, hlm. 61-69. Telkom. (2009). Tinjauan Industri Telekomunikasi di Indonesia. www.telkom.co.id/UHI/assets/pdf/ID/03_Tinjauan Industri.pdf. Diunduh tgl 12 Agustus 2012 Wibowo, Hendra Agus dan Pujiati, Diyah. (2011). Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Singapura (SGX). The Indonesian Accounting Review Volume 1, (2), July 2011, pages 155 – 178. STIE Perbanas Surabaya Wijayati, Indriati., Aryani, Y. Anni., dan Setiawan, Doddy. (2005). Kemampuan Informasi Keuangan Memprediksi Perubahan Laba. Jurnal Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 210 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH KUALITAS PRODUK, KETERSEDIAAN PRODUK DAN GAYA HIDUP TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK LULUR MANDI SUMBER AYU DI JAKARTA Charles Victor B. Saragih PT Sumber Ayu Jakarta Email: [email protected] Abstract: This study aims to analyze the effect of product quality, product availability and lifestyle on purchase decision. Sumber Ayu Body Scrub was taken as a case study. This research is descriptive quantitative in nature. Both primary and secondary data were employed. Secondary data were taken from various sources such as journals and books. Primary data were taken using questionnaire. A total sample of 100 were obtained. The result shows that purchase decision was influenced by product quality, product availability and life style. The identical result found by previous researchers. Life style was found dominant variabel toward purchase decision. Keywords: Product Quality, Stock Availability, Life Style, Purchase Decision Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian. Sumber Ayu Lulur diambil sebagai studi kasus. Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif di alam. Kedua data primer dan sekunder yang bekerja. Data sekunder diambil dari berbagai sumber seperti jurnal dan buku. Data primer diambil dengan menggunakan kuesioner. Sampel total 100 diperoleh. Hasilnya menunjukkan bahwa keputusan pembelian dipengaruhi oleh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup. Hasil identik ditemukan oleh peneliti sebelumnya. Gaya hidup ditemukan variabel dominan terhadap keputusan pembelian. Kata kunci: Kualitas Produk, Ketersediaan Stok, Gaya Hidup, Keputusan Pembelian PENDAHULUAN Pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (GDP) di Asia Tenggara mengalami kenaikkan sebesar 170% pada satu dekade terakhir. Hal ini disumbangkan dari 10 negara yang tergabung di ASEAN yaitu Brunei, Birma, Kambodia, Laos, Malaysia, Filipina, Thailan, Singapura, Vietnam serta Indonesia. Indonesia dan Thailand mempunyai posisi yang sangat kuat di dalam menarik minat dari para investor oleh karena menurut Global Risk Index kedua negara tersebut mempunyai penurunan terendah (Munro, 2012). Indonesia juga memperoleh perhatian khusus dari para investor dari Amerika Serikat karena terdapat perkembangan kestabilan politik sehingga Amerika Serikat menekankan bahwa Indonesa muncul sebagai tujuan investasi. Indonesia merupakan negara yang sangat berpengaruh dalam kegiatan bekerja sama antar negara di ASEAN, G-20 dan APEC (Feldman, 2012). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012 tumbuh cukup baik yaitu sebesar 6,23%. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut pengeluaran konsumsi rumah tangga juga 211 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 naik sebesar 0,59%, hal tersebut tentunya dipengaruhi juga oleh peningkatan pendapatan rumah tangga (Biro Pusat Statistik, 2013). Seiring dengan peningkatan konsumsi rumah tangga dan peningkatan pendapatan rumah tangga maka perkembangan industri kosmetik Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 penjualan nasional produk kosmetik mencapai Rp. 9,76 triliun dengan peningkatan sejumlah 14% dari sebelumnya Rp. 8,5 triliun pada tahun 2011. Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia memperkirakan tahun 2013 dapat tumbuh hingga Rp. 11,22 triliun atau naik 15% dibandingkan tahun 2012. Pertumbuhan industri tersebut dipengaruhi oleh adanya permintaan dari konsumen khususnya masyarakat kelas menengah (Kementerian Perindustrian RI, 2012). Jenis-jenis kosmetik terdiri dari 20 tipe kosmetik. Salah satunya adalah kosmetika yang digunakan sebagai persiapan mandi yang disebut sebagai Sediaan Mandi. Sediaan Mandi terdiri dari 3 kategori: Sediaan Mandi, Sediaan Bayi dan Sediaan Perawatan Kulit. Khusus pada kategori Sediaan Perawatan Kulit terdapat sub-kategori yaitu lulur (Badan POM RI, 2010). Perkembangan lulur di Indonesia juga mengalami peningkatan seiring dengan tren peningkatan industri kosmetik, hal ini dapat diamati dengan mulai banyaknya pemain pasar yang memproduksi lulur. Namun demikian peningkatan penjualan dan minat beli lulur di industri tidak terjadi pada merek Sumber Ayu. Berdasarkan data penjualan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 telah terjadi penurunan penjualan sebesar 23% pada tahun 2011 dan 18% pada tahun 2012 jika dilakukan perbandingan terhadap tahun 2010. Apabila dilihat dari kualitas produk maka Sumber Ayu merupakan sebuah produk yang berkualitas apabila dibandingkan dengan pesaing. Telah diadakan sebuah blind test oleh sebuah institusi riset dan hasilnya adalah produk Sumber Ayu mempunyai kualitas yang baik. Manfaat yang telah teruji adalah antara lain: dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati, membuat kulit tampak cerah dan terawat, menjaga kelembaban kulit, dapat melindungi kulit dari radikal bebas serta memberikan relaksasi dan kesegaran pada kulit. Berdasarkan pertemuan dengan manajemen maka didapatkan kesimpulan bahwa diduga terdapat permasalahan kualitas produk lulur mandi Sumber Ayu sehingga mempengaruhi penurunan keputusan pembelian oleh konsumen seperti misalnya bentuk dan desain kemasan yang lama serta ragam produk yang terbatas. Berdasarkan data perusahaan mengenai distribusi produk lulur Sumber Ayu maka dapat diidentifikasi bahwa distribusi produk lulur di wilayah Jakarta telah dilakukan cukup merata. Produk lulur Sumber Ayu dapat dengan mudah diperoleh pada pasar tradisional maupun pasar modern. Distribusi produk didukung dengan 5 distributor untuk pasar tradisional dan modern yang melayani kurang lebih 2.000 toko di wilayah Jakarta. Namun demikian ada beberapa kekurangan yang belum dilakukan seperti dukungan keberadaan pramuniaga yang kurang serta belum ada penerapan register outlet untuk mendukung distribusi produk. Para pelanggan tidak melakukan keputusan pembelian produk lulur oleh karena kadang kala produk tersebut tidak dijumpai di pasaran. Berdasarkan pertemuan dengan manajemen Wipro Unza maka diduga terjadi masalah pada ketersediaan barang di toko, hal ini berdasarkan laporan dari Sales Promotion Girl yang telah ditempatkan oleh perusahaan di toko-toko yang menginformasikan bahwa telah terjadi kekosongan barang pada saat konsumen akan membli produk lulur mandi Sumber Ayu sehingga konsumen tidak jadi mengambil keputusan pembelian. 212 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Sebuah riset telah dilakukan oleh Yanqun He di China pada tahun 2010 mengenai pengaruh gaya hidup terhadap konsumsi kosmetik. Konsep sebuah gaya hidup dapat mendeskripsikan keinginan dan kebutuhan (He dan Deqiang, 2009). Hasil dari riset tersebut adalah antara lain konsumen melakukan keputusan pembelian sebuah produk sesuai dengan gaya hidup yang sekarang maupun gaya hidup yang akan datang. Riset lain yang pernah dilakukan oleh Kenneth A Hunt pada tahun 2011 menyatakan bahwa persepsi konsumer terhadap pembelian kosmetik adalah untuk tampil lebih menarik. Sudah menjadi hal yang umum bagi para wanita untuk mempercantik diri. Konsumen wanita di Indonesia juga mempunyai konsep yang sama dimana berdasarkan wawancara telah diketahui bahwa secara umum wanita menginginkan kulit yang lebih halus seperti putri keraton yang menggunakan sabun lulur mandi. Berdasarkan pertemuan dengan manajemen perusahaan maka diduga bahwa terdapat konsumen produk lulur mandi Sumber Ayu dengan gaya hidup tertentu seperti gaya hidup moderen yang selalu membeli produk tersebut. Sebuah kendala yang terjadi berdasarkan pertemuan tersebut adalah gaya hidup wanita di kota Jakarta menginginkan perawatan kulit yang lebih praktis dan cepat sedangkan penggunaan lulur mandi akan membutuhkan waktu dan kurang praktis. Baik pelanggan maupun bukan pelanggan tidak melakukan keputusan pembelian oleh karena beberapa hal diatas. Dapat diketahui bahwa pada saat konsumen melihat produk lulur mandi sumber Ayu di toko-toko maka konsumen melakukan perbandingan dengan produk lain. Namun pada saat konsumen mengambil keputusan pembelian yang terjadi adalah konsumen tersebut mengambil produk lain dan bukan poduk Sumber Ayu. Dengan demikian maka manajemen Wipro Unza menduga bahwa terjadi permasalahan pada saat konsumen mengambil keputusan pembelian terhadap produk lulur mandi Sumber Ayu. Kualitas Produk. Kepuasan pelanggan akan sangat bergantung kepada kualitas sebuah produk atau jasa. Kualitas menurut beberapa pakar dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang “nyaman untuk digunakan”, “sesuai dengan kebutuhan”. Menurut American Society definisi kualitas adalah fasilitas yang lengkap dan karakteristik produk atau jasa yang mampu menampung kepuasan yang dibutuhkan. Apabila sebuah produk atau jasa dapat memberikan kualitas sesuai bahkan lebih baik dari harapan konsumen maka produk atau jasa tersebut dapat dikatakan berkualitas baik. Sebuah perusahaan yang seringkali dapat memuaskan pelanggannya dapat dikatakan sebagai perusahaan yang mempunyai kualitas. Kualitas produk merupakan salah sebuah kunci untuk meningkatkan nilai sebuah produk dan memenuhi kepuasan pelanggan (Kotler, 2012:153). Konsumen mempertimbangkan sebuah produk mempunyai kualitas tinggi apabila produk tersebut: Reliable: dapat dipercaya, Durable: tahan lama dan Easy to maintain: mudah akan perawatan. Dalam hubungan bisnis, karakter sebuah produk mempunyai kualitas tinggi apabila produk tersebut: Technical suitability: terdapat kesamaan dalam hal teknis, Ease of repair: biaya perbaikan rendah dan Company reputation: reputasi perusahaan baik. Peningkatan kualitas sebuah produk akan mempengaruhi harga produk tersebut. Secara umum produk tersebut akan lebih mahal, hal ini menjadi sebuah pertimbangan bagi para pelaku pemasaran untuk melakukan perencanaan dengan cermat (Pride dan Ferrell, 2010:317). Kualitas produk, kepuasan pelanggan dan keuntungan perusahaan mempunyai 213 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 keterhubungan yang sangat erat. Semakin tinggi kualitas sebuah produk maka akan semakin tinggi kepuasan yang didapatkan oleh konsumen, hal ini akan akan memberikan dukungan terhadap tingginya harga sebuah produk dan rendahnya biaya. Terdapat korelasi tinggi antara kualitas produk, keputusan pembelian dan keuntungan penjualan perusahaan (Kotler, 2012:153). Kualitas akan memberikan pengaruh langsung terhadap kinerja sebuah produk, sehingga kualitas sangat dekat dengan nilai dan kepuasan pelanggan. “ Bebas dari cacat produk” merupakan sebuah pandangan sederhana mengenai kualitas sebuah produk namun banyak perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan berusaha untuk memproduksi sebuah produk yang lebih dari pandangan tersebut. Sebuah definisi yang ditetapkan oleh Siemens mengenai kualitas adalah sebuah produk berkualitas apabila pelanggan kembali untuk melakukan pembelian namun produknya tidak kembali untuk perbaikan. Total Quality Management (TQM) merupakan sebuah pendekatan dimana banyak perusahaan yang terlibat secara konsisten mengembangkan kualitas sebuah produk, jasa dan proses bisnis. Banyak merek produk berusaha keras untuk memproduksi barang mewah dimana karakter produk atau jasa mempunyai kualitas yang sangat tinggi, cita rasa tinggi dan status “barang mahal” dengan harga yang cukup tinggi namun masih dalam jangkauan daya beli konsumen. Beberapa merek produk telah berhasil memposisikan produknya sebagai pemimpin pasar produk berkualitas yang mengkombinasikan antara kualitas, kemewahan dan harga premium dengan konsumen yang loyal (Kotler dan Keller, 2006:459). Meningkatnya harapan pelanggan akan kualitas produk dannilai pelanggan menjadi prioritas bagi perusahaan dalam melakukan perencanaan strategi pemasaran. Ditingkat global, perusahaan international berusaha untuk bekerja sama dengan perusahaan yang sudah bersertifikasi seperti International Standards Organization (ISO). Kebutuhan kualitas yang mengacu kepada ISO-9000 telah dikembangkan di Eropa namun mempunyai pengaruh global. Kebutuhan sertifikasi menjadikan para pemasok untuk mengikuti program tersebut dengan tujuan memiliki jaminan standar internasional. (Hutt dan Speh, 2013:169). Dimensi Kualitas Produk. Kualitas produk memiliki dua dimensi yaitu mutu dan konsistensi. Didalam pengembangan sebuah produk dapat ditentukan kualitas mutu dari produk tersebut sehingga dapat mendukung positioning dari produk tersebut. Kualitas produk juga berarti kinerja dari kualitas itu sendiri yaitu kemampuan produk tersebut untuk menjalankan fungsinya denan baik. Perusahaan menetapkan kualitas mutusebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan kualitas mutu dari persaingan bisnis. Kualitas yang tinggi juga berati kualitas yang konsisten. Sebuah produk tidak hanya ”bebas dari cacat produk” namun juga harus konsisten. Konsistensi di dalam menyediakan kualitas terhadap produk yang dibeli oleh pelanggan maupun sesuai dengan yang pelanggan harapkan (Kotler dan Amstrong, 2012: 254). Identitas sebuah produk yang berkualitas harus memiliki nilai pembeda. Dimensi yang mungkin di dalam menentukan kualitas sebuah produk berdasarkan nilai pembedanya adalah sebagai berikut (Kotler, 2012: 351): 214 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 1. Features, sebuah produk dapat dinilai kualitasnya berdasarkan daya tarik yang terdapat pada produk tersebut. Daya tarik ini akan memberikan nilai tambah terhadap fungsi dasar dari produks tersebut. Konsumen akan memperoleh keuntungan dari fungsi tambahan sebuah produk. 2. Customization, sebuah produk dapat diproduksi sesuai selera pasar terentu dengan demikian sebuah produk dapat didesain dengan fleksibel sesuai kebutuhan. Dengan melakukan kustomisasi maka sebuah produk dapat memenuhi kebutuhan masingmasing pelanggan. 3. Performance quality, kualitas daya guna sebuah produk mempunyai tingkatan: rendah, rata-rata, tinggi dan kualitas unggul. Kualitas daya guna sebuah produk menentukan tingkatan karakteristik dari produk tersebut. Kualitas daya guna sangatlah penting oleh karena menjadi faktor pembeda dengan produk lainnya. Dari waktu ke waktu kualitas daya guna tersebut hendaklah terus dikembangkan. 4. Conformance quality, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Pelanggan mengharapkan kualitas kesesuaian sebuah produk sama dengan produk yang identik dan memenuhi standard yang ditawarkan. Sebuah produk dengan tingkat kesesuaian yang rendah dapat mengecewakan pelanggannya. 5. Reliability, hal ini berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. Pelanggan secara umum akan membayar lebih untuk sebuah produk yang lebih reliabel. 6. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang dalam pemakaian normal maupun dalam kondisi ”tekanan”. Sebuah produk dengan tingkat durabilitas baik maka produk tersebut tidak cepat menjadi ketinggalan tren dengan cepat. 7. Repairability, berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan keluhan yang ditujukan oleh pelanggan. Sebuah produk dengan pelayanan purna jual yang baik akan mudah untuk diperbaiki. Dengan biaya yang rendah dan waktu yang relatif cepat pelanggan dan memperbaiki kerusakan produk tersebut. Beberapa produk bahkan dapat diperbaiki dengan bantuan jarak jauh melalui komunikasi dengan telepon. 8. Style, corak sebuah produk mendeskripsikan kesan dan pandangan pembelinya. Corak sebuah produk juga menciptakan sebuah kekhususan yang tidak mudah untuk ditiru. Pelanggan dapat membayar mahal sebuah produk oleh karena produk tersebut mempunyai corak yang berbeda dengan produk sejenis. Ketersediaan Produk. Proses manajemen rantai pasok dimulai sebelum proses pengiriman fisik barang jadi dan arti dari manajemen rantai pasok adalah pengaturan strategi pembelian (barang mentah, komponen pendukung dan perlengkapan kapial), proses konversi barang jadi secara efisien dan pengiriman barang jadi tersebut kepada tujuan akhir. Tujuan akhir manajemen rantai pasok adalah membantu perusahaan melakukan identifikasi pemasok berkualitas dan pemasar/distributor serta meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya (Kotler, 2012: 486). Manajemen rantai pasok merupakan sebuah teknik untuk menghubungkan operasional manufaktur dengan pihak penghubung serta konsumen untuk meningkatkan efisiensi dan 215 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 efektivitas. Tujuan utama dari strategi rantai pasok adalah untuk memperbaiki kecepatan, ketepatan dan efisiensi produksi melalui kerjasama yang kuat dengan pemasok maupun distributor. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh kebersamaan informasi, kesatuan perencanaan, berbagai teknologi dan pembagian keuntungan bersama (Hutt dan speh, 2013: 19). Distribusi merupakan sebuah komponen dari bauran pemasaran yang fokus kepada pengambilan keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi sebuah produk dapat tersedia untuk konsumen. Ketersediaan barang akan menentukan kapan dan dimana konsumen akan memutuskan untuk melakukan pembelian sebuah produk. Pemilihan jenis saluran distribusi merupakan keputusan utama di dalam pengembangan strategi pemasaran. Penentuan saluran distribusi dapat ditentukan berdasrkan intensitas cakupan dari produk yang akan dijual. Jumlah dan jenis toko dalam suatu area sangat menentukan produk yang akan dijual. Tentunya keputusan pemilihan saluran distribusi juga mempertimbangkan karakteristik produk dan target pasarnya. Intensitas cakupanj pasar terdiri dari tiga level (pride dan Ferrell , 2010: 400): 1. distribusi intensive, memanfaatkan semua jenis toko untuk melakukan penjualan produk. Distribusi intensive sangat cocok untukproduk sseperti roti, minuman, koran, kosmetik dan lain-lain. Jenis produk tersebut perputarannya sangat cepat, tidak membutuhkan perawatan khusus dan harga menjadi hal yang sensitif. Bagi konsumen, ketersediaan barang berarti produk tersebut tersedia di toko yang dekat dengan konsumen, tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkannya di toko. 2. distribusi selektif, produk yang dipasarkan dengan cakupan distribusi selektif tidak ditempatkan di semua jenis toko namun hanya toko-toko tertentu yang menjual produk ini. Produk tersebut biasanya harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan produk kebutuhan sehari-hari. Distribusi selektif mempunyai usaha lebih untuk produk yang dijualnya seperti pelayanan konsumen. 3. distribusi eksklusif, jenis distribusi ini sanga cocok untuk menjual produk yang tidak sering untuk dibeli oleh konsumen. Konsumen dapat membeli produk ini dalam jangka waktu yang lama. Harga dari produk ini juga termasuk cukup mahal. Dimensi Ketersediaan Produk. On-shelf Availability (OSA) merupakan ketersediaan barang pada rak di toko. OSA merupakan kriteria bisnis yang penting pada pasar Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan sektor ritel (Trautrims, 2009). OSA juga merupakan hasil dari pelayanan pelanggan dari sebuah sistem rantai pasok yang baik dimana dengan kata lain jika sebuah produk tidak tersedia di rak maka barang tersebut tidak dapat dijual (Grant, 2006). Sebuah proses distribusi sangat mempengaruhi kecukupan jumlah barang yang tersedia di dalam sebuah toko, waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan barang dan menentukan kelengkapan ragam sebuah produk (Shipley dan Colin, 1992: 44). Pelanggan akan memilih satu dari lima tindakan ketika menemukan keadaan stok habis/ Out-of-Stock (OOS). Tindakan yang akan dilakukan adalah: (a) mencari pengganti dengan ukuran yang berbeda dalam merek yang sama, (b) mencari merek lain, (c) membeli di toko yang lain dengan merek yang sama, (d) menunda pembelian dan (e) tidak jadi membeli sama sekali. Setiap pilihan tindakan tersebut akan memberikan dampak langsung terhadap penjualan dan keuntungan perusahaan, dengan demikian On-shelf Availability menjadi hal 216 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 yang sangat penting dengan memastikan bahwa sebuah produk mudah dicari dan mudah dipilih pada aktivitas pembelian oleh pelanggan. Konsumen dengan kategori tertentu akan beralih membeli sebuah produk dengan merek yang berbeda yaitu apabila barang tersebut tidak berasosiasi secara personal. Namun apabila ada asosiasi personal maka konsumen tetap tidak akan membeli merek lain. Konsumen dapat beralih membeli ke merek lain untuk sebuah buku tulis/kertas, namun tidak demikian dengan produk pembersih kulit. (Daniel dan Gruen, 2003). Loyalitas terhadap sebuah toko menjadi sangat penting dan untuk meningkatkan efisiensi proses logistik banyak perusahaan yang mempersingkat rantai pasok dari distribusi terpusat menjadi distribusi primer dan sekunder yang terintegrasi sehingga dapat menurunkan waktu tunggu pengiriman barang (Fernie dan Sparks, 2004). Ketersediaan barang merupakan nilai pelayanan pelanggan yang mempunyai “nilai tukar” terhadap biaya yang timbul untuk mengirimkan sebuah barang dan biaya yang berhubungan dengan logistik (Trautrims, 2009). Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pada saat tidak menemukan sebuah produk di rak toko (Daniel dan Gruen, 2013): (a) biaya yang ditimbulkan apabila tidak segera membeli barang tersebut; (b) biaya pengganti dengan menggunakan produk yang bukan pilihan utama; (c) biaya transaksional yang ditimbulkan atas waktu yang dibutuhkan untuk mencari barang dengan nominal yang tidak terlalu mahal. Ketidak-tersediaan barang pada sebuah toko akan menimbulkan kepuasan konsumen yang rendah dan menambahkan kecendurangan konsumen untuk pindah ke toko lain. Pada toko-toko tertentu konsistensi ketersediaan barang pada rak juga dapat diartikan sebagai faktor penentu sebuah kualiatas produk karena dengan tingkat OOS yang tinggi maka konsumen akan mempertimbangkan produk tersebut kurang menarik (Daniel dan Gruen, 2003). Dampak OSA yang konsisten mempunyai implikasi terhadap konsumen. Hal tersebut juga akan mempengaruhi pilihan pembelian konsumen terhadap produk tertentu. Gaya Hidup. Gaya hidup mempunyai pengaruh yang kuat dalam berbagai aspek atas proses keputusan pembelian pelanggan, bahkan sampai tahap evaluasi setelah pembelian sebuah produk. Gaya hidup seseorang juga mempengaruhi kebutuhan produk konsumen, preferensi merek, tipe media yang digunakan dan bagaimana dan dimana mereka melakukan pembelian barang (Pride dan Ferrell, 2010:205). Gaya hidup orang dewasa terutama orang dewasa yang belum menikah menganggap supermarket adalah dapur mereka. Gaya hidup tersebut lebih memilih untuk tidak menyimpan banyak makanan di rumah dan apabila mereka memerlukan sesuatu maka akan membelinya di toko, hal ini menjadikan mereka sangat mudah untuk mengambil keputusan dalam membeli sesuatu (Ritchie dan Gary, 2010:109). Variabel gaya hidup konsumen merupakan faktor esensial dalam menentukan kategori kelompok gaya hidup di China seperti kelompok pengambil resiko, kelompok petualang dan kelompok gaya hidup tradisional. Gaya hidup kelompok masyarakat tradisional memberikan pengaruh kepada penjualan buah-buahan segar yang diimport oleh negara China (Ping dan Lobo, 2012:50). Gaya hidup merupakan pola unik di dalam kehidupan yang saling mempengaruhi dan menentukan perilaku pembelian. Banyak produk di pasar sekarang adalah produk yang mengacu kepada gaya hidup seseorang ataupun kelompok. Gaya hidup adalah pola 217 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 hidup individu yang diekspresikan melalui aktifitas, minat dan pandangan. Pola gaya hidup termasuk bagaimana seorang pribadi menghabiskan waktunya, hubungan interaksi dengan pribadi lain dan keadaan umum dalam menjalani kehidupan. Seseorang menentukan gaya hidupnya sendiri dan berbeda dari orang lain namun pola hidup tersebut juga dipengaruhi oleh kepribadian dan faktor demografi seperti umur, pendidikan, penghasilan dan kelas sosial (Kotler, 2012: 157). Segmentasi Gaya Hidup. Salah satu sistem klasifikasi berdasarkan pengukuran psychographic adalah Strategic Business Insight’s (SBI) VALS.VALS merupakan singkatan dari value dan lifestyle atau nilai dan gaya hidup. Dimensi utama dari segmentasi VALS adalah motivasi konsumen (dimensi horisontal) dan sumber konsumen (dimensi vertikal). Gaya hidup konsumen dapat dikategorikan dan diukur menjadi 8 grup, yaitu (Kotler, 2012: 226): (1) innovators: sukses, bersemangat, aktif, mempunyai kepercayaan dari yang baik; (2) thinkers: dewasa, mempunyai motivasi yang ideal, berpengetahuan dan bertanggungjawab; (3) achievers: sukses, berorientasi kepada hasil dan fokus terhadap karier dan keluarga. Menggunakan barang-barang mewah untuk menunjukkan kesuksesannya; (4) experiencers: muda, antusias, pribadi yang impulsif terhadap tantangan. Banyak melakukan pembelian untuk pakaian, hiburan dan sosialisasi.; (5) beleivers: konservatif, konvensional dan individu yang patuh terhadap hal tradisional. Loyal terhadap produk yang sudah stabil.; (6) strivers: bergaya dan periang. Senang dengan produk yang trendy; (7) makers: praktis, rendah hati dan senang melakukan banyak kegiatan dengan usaha sendiri; (8) survivors: dewasa, cenderung pasif dan sangat peduli terhadap sebuah perubahan serta setia terhadap produk favorit. Segmentasi psychographics seringkali dipengaruhi oleh budaya. Segmentasi amtara satu negara dapat berbeda dengan negara lain, sebagai contoh di negara Inggris terdapat segmentasi individu yang sangat ingin adanya perubahan. Indonesia sangat terkenal dengan beragam budaya tradisionalnya. Gaya hidup yang terbentuk adalah gaya hidup tradisional yang sangat menghormati adat istiadat masyarakat setempat. Gaya hidup tersebut diterima dari orang yang lebih dewasa/berpengalaman dan kemudian diberikan kepada keturunan selanjutnya. Proses Keputusan Pembelian. Proses psikologis mempunyai peran yang sangat penting dalam keputusan pembelian konsumen. Secara umum konsumen akan mengalami lima tahapan proses sebelum melakukan pengambilan keputusan pembelian; pemahaman masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif yang mungkin, pengambilan keputusan pembelian dan perilaku setelah melakukan pembelian walaupun kadang kala konsumen melewatkan beberapa tahap secara tidak sadar (Kotler, 2012: 116). 1. Problem recognition, dengan dorongan eksternal dan internal konsumen dapat memahami masalah yang timbul. Melalui dorongan internal seorang individu memerlukan kebutuhan pribadi seperti makan, minum dan sebagainya. Dorongan eksternal juga dapat membangunkan sebuah kebutuhan seperti kebutuhan untuk hiburan, kegiatan liburan dan sebagainya yang dilakukan oleh sahabatnya maupun pengaruh iklan di televisi. 2. Information search, melalui diskusi dengan teman, membaca, mengakses internet dan melihat sebuah produk di toko merupakan salah satu cara konsumen untuk 218 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 memperoleh informasi tentang produk yang akan dibeli. Sumber informasi secara umum dapat dibagi menjadi empat grup: pribadi, iklan, media masa dan pengalaman. 3. Evaluation of alternatives, tidak ada proses tunggal yang digunakan oleh konsumen pada situasi pembelian. Konsumen mengambil keputusan pembelian pada umumnya didasari oleh hati nurani dan pertimbangan. Konsep dasar yang dilakukann oleh konsumen adalah: berusaha untuk memenuhi kebutuahannya, mencari nilai keuntungan yang mungkin dapat diperoleh dari produk tersebut, dan konsumen akan mencari informasi apakah produk tersebut mempunyai fungsi seperti yang diharapkan. 4. Purchase decision, didalam melakukan keputusan pembelian, konsumen akan mempertimbangkan beberapa hal: merek, penjual, jumlah, waktu pembelian dan metode pembayaran. Keputusan pembelian konsumen juga dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu tanggapan orang lain terhadap produk tersebut dan faktor situasi yang tidak dapat diantisipasi. Pengaruh orang lain yang memberikan pendapat negatif terhadap pemilihan alternatif konsumen dan motivasi konsumen untuk berperilaku sama dengan orang yang memberikan pendapat negatif tersebut akan dapat mempengaruhi keputusan pembelian. 5. Postpurchase behaviour, konsumen akan menilai kepuasan yang diperoleh dengan membandingkan harapan dan kinerja produk yang telah dibelinya. Jika kinerja tidak sesuai dengan harapan maka konsumen akan kecewa dan senang jika sebaliknya. Perilaku Konsumen. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen di dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan sebuah produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana seorang individu dan keluarganya membuat sebuah keputusan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha) untuk mengkomsumsi produk yang relevan. Hal ini termasuk apa yang mereka beli, kenapa mereka membeli, kapan mereka membelinya, dimana mereka membeli, seberapa sering pembelian itu, seberapa sering mereka menggunakannya, evaluasi yang seperti apa yang mereka lakukan setelah melakukan pembelian, implikasi dari hasil evaluasi terhadap pembelian selanjutnya dan bagaimana mereka menghabiskannya (Schiffman dan Kanuk, 2010:23). Perilaku konsumen merupakan sebuah pembelajaran tentang proses yang mempengaruhi seorang individu atau kelompok di dalam memilih, membeli, menggunakan, atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau sebuah pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pemahaman yang baik tentang perilaku konsumen adalah merupakan sebuah bisnis yang baik. Konsep pemasaran mengatakan bahwa perusahaan tetap akan beroperasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Para pelaku pemasaran hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumen jika mereka memahami konsumen secara personal maupun kelompok yang akan menggunakan produk dan jasa yang akan dijual (Solomon, 2011:35). Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka kerangka berfikir yang menghubungkan variabel dalam melakukan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 219 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Permasalahan -Bentuk & desain produk kurang moderen -Ragam produk terbatas -Keberadaan pramuniaga kurang -Tidak ada penerapan register outlet -Lulur kurang praktis -Lulur membutuhkan waktu Strategi Pemasaran -Kualitas Produk -Ketersediaan Produk -Gaya Hidup Apakah ada pengaruh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian? Analisa Data -Regresi -Uji F -Uji T Pengaruh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian Gambar 1. Kerangka Pikir Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka model kerangka pikir adalah: Kualitas Produk (X1) -Kotler, 2012 Ketersediaan (X2) - Daniel dan Gruen, 2003 H1 H2 Keputusan Pembelian (Y) Kotler, 2012 H3 Gaya Hidup (X3) -Kotler, 2012 H4 Gambar 2. Pengaruh Kualitas Produk, Ketersediaan Produk dan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian Hipotesis H1: Ada pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta H2: Ada pengaruh ketersediaan produk terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta H3: Ada pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta H4: Ada pengaruh kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian lulur Sumber Ayu di Jakarta 220 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 METODE Jenis desain penelitian yang akan dilakukan adalah survei dengan model deskriptif yang merupakan salah satu teknik kualitatif. Model deskriptif dapat dilakukan analisa berdasarkan data yang diperoleh dan melakukan identifikasi variabel kunci yang mempengaruhi nilai data tersebut. Dalam model deskriptif tidak semua variabel dilakukan investigasi untuk setiap perubahan nilai datanya, sehingga ada elemen error untuk mewakili bagian yang tidak dapat dijelaskan. Model ini menggunakan perhitungan formulasi dan meneliti sejauh mana variabel saling berhubungan dengan menggunakan survey/kuesioner (Greener, 2008: 83). Variabel penelitian kualitatif tidak dapat diukur langsung, yang dapat diukur adalah dimensi dari variabel tersebut, dengan melihat indikator dari dimensi tersebut kemudian diolah dan hasilnya diinterpretasikan (Diposumarto, 2012:13). Di dalam melakukan marketing riset maka berdasarkan kajian teori ditentukan variabel yang mana yang harus diinvestigasi. Penelitian terdahulu dapat memberikan petunjuk di dalam menentukan variabel dependent (variabel yang nilainya tergantung dari nilai variabel lain) dan variabel independent (variabel yang nilainya mempengaruhi variabel yang lain). Pertimbangan lain adalah bagaimana variabel-variabel tersebut beroperasi dan diukur (Malhotra, 2007: 50). Populasi pengguna dan bukan pengguna produk Sumber Ayu di wilayah Jakarta diperkirakan berjumlah diatas 500.000 individu. Oleh sebab target populasi begitu luas maka pengukuran menggunakan sampel nonrandom sampling accidental dengan jumlah sampel 100 individu (Malhotra, 2007). Dapat dikatakan nonrandom oleh karena responden telah ditetapkan sebelumnya baik rentan usia, lokasi pengambilan sample dan jenis kelamin. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun dalam suatu instrumen, yang akan digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Apabila instrumen/alat ukur tersebut tidak valid maupun tidak reliabel maka harus dilakukan revisi (mengganti/mengurangi dan menambah). Kemudian harus diadakan uji kembali sampai valid dan reliabel karena data yang valid dan reliabel hanya bisa didapatkan dari instrumen yang valid dan reliabel, serta menggunakan instrumennya dengan benar. (Diposumarto, 2012: 67). HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada wilayah yang telah ditentukan. Penyebaran kuesioner dilakukan dua kali. Pertama kuesioner disebarkan kepada kurang lebih 30 responden kemudian hasil dari kuesioner tersebut di masukkan ke dalam perangkat lunak SPSS (Statistical Program Social Science). Setelah melakukan pengujian validitas terhadap hasil dari 30 responden maka penyebaran dilakukan kepada 70 responden lainnya. Dalam penelitian ini hasil 30 responden pertama menghasilkan nilai validitas yang baik sehingga dapat dilanjutkan dengan penyebaran kepada 70 responden lain. Pada penelitian ini pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows release 20. Setelah menyusun pertanyaan-pertanyaan/pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan definisi 221 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 indikator variabel dan pengumpulan data dari responden maka diperoleh data yang kemudian dapat dioleh menggunakan SPSS untuk menguji validitas dari pertanyaan/pernyattaan kuesioner tersebut. Dengan menggunakan metode Alpha maka diperoleh nilai hasil pengujian Cronbach’s Alpha untuk seluruh variabel di atas 0.6. Dengan demikian masing-masing pertanyaan/pernyataan variabel penelitian menunjukkan konsistensi. Tabel 1. Uji Reliabilitas Instrumen Pengukuran Cronbach’s Alpha ,789 ,762 ,807 ,826 Variabel X1 : Kualitas Produk X2 : Ketersediaan Produk X3 : Gaya Hidup Y : Keputusan Pembelian Sumber: data diolah Uji Normalitas. Untuk mendeteksi apakah residual data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan melihat uji statistik Kolmogorov-Smirnov, grafik probability plot dan diagram histogram. Berdasarkan perhitungan pada hasil pengolahan data diperoleh tingkat signifikansi variabel Kualitas:0.506, Ketersediaan:0.645, Gaya Hidup:0.972 dan Keputusan:0.707. Dengan nilai Kolmogorov-smirnov sebesar 0.824, 0.739, 0.487 dan 0.702 dan signifikan pada 0.05 (karena p > 0.05) maka H0 dapat diterima yang mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal. Tabel 2. Uji Normalitas Metode Kolmogorov-Smirnov N Normal Parameters a.b Most Differences Mean Std.Deviation Extreme Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp.Sig. (2-tailde) Kualitas Ketersediaan 100 100 0E-7 0E-7 1,00000000 1,00000000 Gaya Hidup 100 0E-7 1,00000000 Keputusan 100 0E-7 1,00000000 .082 .074 .049 .070 .076 -.082 .824 .506 .074 -.054 .739 .645 .049 -.042 .487 .972 .070 -.044 .702 .707 b. Test distribution is Normal c. Calculated from data Sumber: data diolah Berdasarkan hasil uji multikolinieritas pada Tabel-3 diperoleh nilai semua variabel yang digunakan sebagai prediktor model regresi menunjukkan nilai VIF yang kecil, dimana semuanya berada dibawah 10 dan nilai tolerance semua variabel berada di atas 0,10. Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian tidak menunjukkan adanya gejala multikolinieritas yang berarti bahwa semua variabel tersebut dapat digunakan sebagai variabel yang independen. 222 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel 3. Hasil Uji Multikolineritas Coefficientsa Model (Constant) Kualitas 1 Ketersediaan Gaya Unstandardized Standardized t Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1,236E-016 ,068 ,000 ,228 ,107 ,228 2,125 ,235 ,108 ,235 2,181 ,381 ,092 ,381 4,122 Sig. Collinearity Statistics Tolerance VIF 1,000 ,036 ,032 ,000 ,404 ,401 ,544 2,472 2,496 1,838 a. Dependent Variable: Keputusan Sumber: data diolah Selain melakukan uji normalitas data dan melihat adanya mutlikolinieritas data maka pengujian asumsi klasik berikutnya adalah melihat sebaran datanya apakah membentuk pola tertentu atau menyebar mendekati nilai rata-rata. Dengan melihat grafik scatterplot, jika ploting titik-titik menyebar secara acak dan tidak berkumpul pada satu tempat maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedasitisitas (Gujarati dan Poter, 2010). Dari hasil pengujian tampak penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu sehingga keadaan homokedatisitas terpenuhi. Berdasarkan perhitungan koefisien regresi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel kualitas produk memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Bentuk persamaan regresinya sebagai berikut: Ῠ = 9.698E-017 + 0.642 X1 1. β0 : 9.698E-17, merupakan nilai konstanta yang artinya tidak ada pengaruh terhadap peningkatan kualitas produk terhadap keputusan pembelian. Jika tidak ada peningkatan kualitas produk saat ini maka keputusan pembelian tetap positif yaitu sebesar 9,698 artinya konsumen tetap akan melakukan keputusan pembelian jika tidak ada peningkatan kualitas produk. 2. β1 : 0.642, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh. Interpretasi tersebut dapat menunjukkan bahwa jika perusahaan membuat produk yang berkualitas maka respon keputusan pembelian akan meningkat. Tabel 4. Koefisien Regresi Sederhana Kualitas Produk Coefficientsa Model 1 (Constant) Unstandardized Coefficients B Std. Error 9,698E-017 Kualitas ,642 a. Dependent Variable: Keputusan ,077 ,077 Standardized Coefficients Beta t Sig. 1,00 0 ,642 8,288 ,000 Collinearity Statistics Tolerance VIF ,000 1,000 1,000 Sumber: datadiolah Hasil perhitungan pada Tabel 4 juga dapat menggambarkan hasil uji t. Dimana uji t berfungsi untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh yang nyata antara variabel kualitas 223 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 produk terhadap keputusan pembelian lulur mandi Sumber Ayu?”. Dengan bersumber pada hasil perhitungan menunjukkan bahwa terbukti pada Hipotesa yang pertama bahwa “Ada pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian”. Adapun bukti yang menunjukkan bahwa kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian adalah hasil signifikansi dari uji t yaitu sebesar 0,000 dimana nilai tersebut < 0,05. Untuk mengetahui apakah ketersediaan barang memberikan pengaruh atau tidak terhadap keputusan pembelian maka perlu diketahui perhitungan koefisien regresinya. Berikut hasil perhitungan koefisien regresi yang dapat ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan Koefisien Regresi Sederhana Ketersediaan Barang terhadap Keputusan Pembelian Model (Constant) 1 Ketersediaan Unstandardized Coefficients B Std. Error 1,607E-016 ,077 ,645 ,077 Coefficientsa Standardized Coefficients Beta t Sig. ,000 1,000 8,36 ,645 ,000 7 Collinearity Statistics Tolerance VIF 1,000 1,00 0 a. Dependent Variable: Keputusan Sumber: data diolah Ῠ = 1,607E-016 + 0,645 X2 1. β0 : 1.607E-016, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya tidak ada pengaruh terhadap meningkatnya ketersediaan dan tidak memberikan dampak terhadap keputusan pembelian konsumen. Jika terdapat ketidaktersediaan barang pada toko tertentu maka konsumen akan tetap melakukan keputusan pembelian oleh karena nilai β0 tetap positif sebesar 1.607 dengan cara mencari produk tersebut di toko yang lain ataupun konsumen akan tetap menunggu sampai barang tersedia. 2. β1 : 0.645, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh. Dengan adanya kecenderungan ketersediaan barang yang konsisten akan menjadikan setiap nilai dari perubahan terhadap keputusan sebesar 0.685. Hasil pada Tabel 5 menggambarkan hasil uji t dimana uji t berfungsi untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh antara variabel ketersediaan produk terhadap variabel keputusan pembelian?”. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan terbukti pada hipotesa yang kedua bahwa “Ada pengaruh dari variabel ketersediaan produk terhadap variabel keputusan pembelian”. Adapun hasil signifikansi dari uji t sebesar 0,000 memenuhi syarat yaitu harus < 0,05 untuk dapat dikatakan sebuah variabel berpengaruh terhadap variabel yang lain. Untuk mengetahui seberapa besar persepsi dari gaya hidup konsumen terhadap keputusan pembelian maka perlu diketahui perhitungan koefisien regresinya. Tabel 6 menjelaskan hasil perhitungan koefisien regresi dari variabel gaya hidup. 224 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel 6. Perhitungan Koefisien Regresi Sederhana Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian Coefficientsa Model (Constant) 1 Gaya Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Beta Error 7,432E,074 017 ,673 ,075 ,673 t Sig. ,000 1,00 0 8,99 ,000 9 Collinearity Statistics Tolerance VIF 1,000 1,000 a. Dependent Variable: Keputusan Sumber: data diolah Ῠ = 7,432E-017 + 0,673 X3 1. β0 : 7.432E-017, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya jika tidak ada pengaruh terhadap kecenderungan gaya hidup dan nilai konstanta tidak akan memberikan dampak terhadap keputusan pembelian konsumen. Dengan nilai β0 positif sebesar 7.432 maka dapat diartikan bahwa tetap terjadi keputusan pembelian walaupun produk tersebut tidak sesuai dengan gaya hidup konsumen. Hal ini dapat terjadi oleh karena ada pengaruh faktor lain contohnya: kebiasaan, membelikan produk untuk orang lain dan sebagainya. 2. β1 : 0.673, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh. Dengan adanya kecenderungan gaya hidup tertentu akan menjadikan setiap nilai dari perubahan terhadap keputusan sebesar 0.673. Hasil perhitungan pada Tabel 6 menggambarkan hasil uji t dimana uji t berfungsi untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh antara variabel gaya hidup terhadap variabel keputusan pembelian?”. Dengan bersumber pada hasil perhitungan meunjukkan bahwa terbukti pada hipotesa yang ketiga bahwa “Ada pengaruh dari variabel gaya hidup terhadap variabel keputusan pembelian”. Adapun hasil signifikansi dari uji t sebesar 0,000 memenuhi syarat yaitu harus < 0,05 untuk dapat dikatakan sebuah variabel berpengaruh terhadap variabel yang lain. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan maka diperlukan regresi berganda. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa ketiga variabel independennya memiliki pengaruh yang kuat jika diregresikan secara bersama-sama dengan variabel Keputusan Pembelian. Dari perhitungan koefisien regresi dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Ῠ = 1,236E-016+ 0,228X1 +0,235 X2 +0,381X3 1. β0 : 1.236E-016, angka tersebut menggambarkan nilai konstanta yang artinya jika tidak ada pengaruh keputusan pembelian terhadap perubahan pada kualitas produk, ketersediaan barang dan gaya hidup. Apabila kualitas produk tidak ditingkatkan, produk kosong di toko tertentu ataupun konsumen tidak memahami sebuah arti gaya hidup maka produk tersebut tetap terjual. Hal ini terlihat dalam persamaan diatas, β0 bernilai positif yang artinya tetap saja konsumen akan melakukan keputusan pembelian terhadap produk tersebut. 225 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 2. β1 : 0.228, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh sebesar 0.228. 3. β2 : 0.235, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh sebesar 0.235 terhadap perubahan keputusan pembelian. 4. β3 : 0.381, nilai koefisien regresi sederhana yang menunjukkan nilai positif dan memiliki pengaruh yang paling kuat dibanding dengan 2 variabel lainnya. Jika Gaya hidup sesuai dengan produk maka akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian dibandingkan kualitas dan ketersediaan barang. Berdasarkan persamaan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa Gaya Hidup paling dominan bagi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. Tabel 7. Perhitungan Koefisien Regresi Berganda Kualitas Produk, Ketersediaan Barang dan Gaya Hidup terhadap Keputusan Pembelian Coefficientsa Model 1 Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B Std. Beta Tolerance VIF Error (Constant) 1,236E-016 ,068 ,000 1,000 Kualitas ,228 ,107 ,228 2,125 ,036 ,404 2,472 Ketersediaan ,235 ,108 ,235 2,181 ,032 ,401 2,496 Gaya ,381 ,092 ,381 4,122 ,000 ,544 1,838 a. Dependent Variable: Keputusan Sumber: data diolah Untuk mengetahui “Apakah ada pengaruh antara kualitas produk, ketersediaan barang dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian?” maka perlu uji F dengan menggunakan hasil pada hasil ANOVA sebagai berikut: Tabel 8. ANOVA Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 54,846 44,154 99,000 df Mean Square F Sig. 3 96 99 18,282 ,460 39,748 ,000b a. Dependent Variable: Keputusan b. Predictors: (Constant), Gaya, Kualitas , Ketersediaan Sumber: data diolah Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil uji F sebesar 39.748 dan signifikan pada 0.000, karena propabilitas jauh lebih kecil dari 0.005 maka berarti variabel independen (Kualitas Produk, Ketersediaan Barang, Gaya Hidup) secara simultan mempengaruhi variabel dependen (Keputusan Pembelian). Dengan demikian hipotesa keempat terbukti “Ada pengaruh secara simultan dari kualitas produk, ketersediaan barang dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian”. Untuk mengetahui 226 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 besarnya pengaruh kualitas produk, ketersediaan barang dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian maka dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini: Tabel 9. Koefesien Determinasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 ,744 ,554 ,540 ,67819041 a. Predictors: (Constant), Gaya, Kualitas , Ketersediaan b. Dependent Variable: Keputusan Sumber: data diolah Durbin-Watson 2,246 Uji ini digunakan untuk menguji goodness-of-fit dari model regersi. Besarnya nilai adjusted R2 adalah 0.554 yang berarti variabelitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 55% jadi model cukup baik dengan kekuatan sedang (Gujarati dan Poter, 2010). Sedangkan sisanya 45% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukan dalam model regresi. Standar Error of Estimatei (SEE) sebesar 0.67819041, semakin kecil nilai SEE akan berarti model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen (Diposumarto, 2012:176). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini maka hubungannya dengan penelitian terdahulu dapat dikatakan mempunyai dapak yang kurang lebih sama dimana variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel tidak bebas. Sesuai penelitian yang dilakukan Eric C Jackson (2010), Rajshree Agarwal (2002) dan Yashia Zare Mehrjerdi (2011) mereka menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas produk akan berdampak kepada keputusan pembelian, menaikkan penjualan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian penulis dimana peningkatan kualitas produk akan berpengaruh signifikan sebesar 0.228 terhadap keputusan pembelian. Penelitian lebih lanjut oleh Obaji (2011), John Weber (2000) dan Donald Lehmann (200) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa distribusi produk, ketersediaan produk dan saluran distribusi yang konsisten akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian penulis dimana ketersediaan produk berpengaruh signifikan sebesar 0.235 terhadap keputusan pembelian. Penelitian mengenai gaya hidup oleh Mark Hamstra (2005), Mark Katz (2012) dan Andrew Shirley (2005) menunjukan bahwa gaya hidup konsumen akan berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian penulis dapat disimpulkan bahwa gaya hidup akan berpengaruh signifikan sebesar 0.381 terhadap keputusan pembelian. PENUTUP Setelah dilakukan pengujian atas hipotesis, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) Kualitas produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin melakukan inovasi produk yang memberikan keunggulan produk tersebut. Dengan menjual produk yang berkualitas bagus diharapkan akan mampu meningkatkan penjualan produk lulur mandi.; (2) Ketersediaan produk di toko memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin 227 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 stabil ketersediaan produk di toko maka akan semakin tinggi pula kesempatan pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan menjaga kestabilan rantai pasok dan ketersediaan barang diharapkan konsumen dapat mendapatkan produk lulur mandi pada saat dibutuhkan.; (3) Gaya hidup memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini mempunyai arti bahwa semakin spesifik gaya hidup seorang konsumen maka akan semakin tinggi kemungkinan pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan menetapkan target yang jelas dan spesifik maka diharapkan keputusan pembelian produk lulur mandi dapat meningkat sehingga penjualan juga akan meningkat.; (4) Kualitas produk, ketersediaan produk dan gaya hidup secara bersamasama memberi pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hal ini berarti semakin tinggi kualitas produk, semakin stabil ketersediaan produk dan semakin spesifik gaya hidup konsumen maka keputusan pembelian akan semakin meningkat. Dengan terus menjaga kualitas barang, ketersediaan barang dan perhatian terhadap gaya hidup dapat diharapkan akan meningkatkan keputusan pembelian oleh konsumen. Rekomendasi. Dari hasil penelitian dan kesimpulan seperti yang dijelaskan sebelumnya, beberapa rekomendasi yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan keputusan pembelian konsumen terhadap produk lulur mandi antara lain: (1) Mempertahankan dan terus mengembangkan nilai tambah dan fungsi tambahan terhadap produk lulur mandi oleh karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Pengembangan yang dapat dilakukan adalah dengan cara menambah nilai tambah dan fungsi seperti : fungsi tambahan memutihkan kulit, fungsi tambahan cepat kering/fast dry, ataupun nilai tambah dengan kandungan vitamin yang baik untuk kulit, sehingga konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut.; (2) Memberikan perhatian khusus terhadap ketersediaan barang di toko-toko yang ada sehingga distribusi produk dapat dilakukan secara lebih merata. Walaupun konsumen dapat menunda pembelian pada saat tidak dapat memperoleh produk lulur mandi di sebuah toko tertentu namun hal tersebut tidak merupakan sebuah jaminan bahwa konsumen tersebut akan melakukannya setiap saat. Ada kemungkinan konsumen dapat beralih kepada produk lain. Ketersedian di toko dapat lebih merata seperti pada minimarket Alfamart atau Indomart yang banyak tersebar di wilayah Jakarta. Ketersediaan barang di hypermart seperti Carrefour, Hypermart, Yogya, Giant, Hero dan sebagainya sebaiknya selalu konsisten dan stabil sehingga pada saat konsumen mencari produk tersebut dapat segera membelinya. Ketersediaan barang tersebut dapat didukung dengan pemenuhan pesanan dari retail dengan Service Level 100% sehingga dapat menjamin ketersediaan barang di toko-toko tersebut.; (3) Produk lulur mandi sangat cocok untuk konsumen yang sudah dewasa namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk mengembangkan produk yang sudah ada yang di desain secara khusus juga untuk konsumen yang masih remaja atau belum dewasa. Kesempatan lainnya adalah pengembangan produk yang sesuai dengan konsumen dengan indikasi praktis dan mandiri seperti dengan mengembangkan produk dalam bentuk kemasan yang lebih mudah untuk dibawa pergi. Dapat dilakukan penelitian mengenai kebutuhan wanita dengan usia remaja atau membuat produk dalam bentuk tube sehingga sangat mendukung gaya hidup moderen yang cepat dan praktis. DAFTAR RUJUKAN 228 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Agarwal, Rajshree. (2002). The market evolution and sales take off of product innovations.Institute for Operations Research and the Management Sciences. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan pengawas obat dan makanan Republik Indonesia Nomor hk.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 Tentang kriteria dan tata cara pengajuan notifikasi kosmetika.Jakarta: BPOM RI. Biro Pusat Statistik. (2013). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 33.Jakarta: Biro Pusat Statistik. Daniel, Corsten dan Gruen, Thomas. (2003). Desperataly seeking shelf availability: An examination of the extent, the causes, and the efforts to address retail out-of-stocks. Emerald Group Publishing Limited. Diposumarto, (2012). Ngadino Surip. Metodologi Penelitian Teori dan Terapani. Mitra Wacana Media. Feldman, Alex. (2012). American Indonesian Chamber of Commerce; Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono Honored at New York Stock Exchange’s Indonesia Investment Day”. NewsRx. Greener, Sue. (2008). Business Research Methods.Ventus Publishing Aps. Gujarati, D.N. dan Poter. D.C. (2010). Basic Econometrica. 5th ed.New York: McGrawHill. Hamstra, Mark. (2005). Safeway's lifestyle remodels boost sales. erode profits”.Penton Business Media. Inc. and Penton Media Inc. He, Yanqun dan Zou Deqiang. (2010). Exploiting the goldmine: a lifestyle analysis of affluent Chinese Consumers.Emerald Group Publishing Limited. Hutt, Michael D. dan Speh Thomas W. (2013.) Business Marketing Management B2B. South Western Cengage Learning. Jackson, Eric C. (2010). A Dynamic Pricing Game Investigating The Interaction Of Price And Quality On Sales Response.Clute Institute for Academic Research. Katz, Mark. (2012). Lifestyle studies offer insights into sales performance. LebharFriedman. Inc. Kementrian Perindustrian RI. (2012). Indonesia Lahan Subur Industri Kosmetik, http://www.kemenperin.go.id/artikel/5897/Indonesia-Lahan-Subur-IndustriKosmetik. (Diakses tanggal 05 Juni 2013). Kotler, Philip dan Keller K. Lane. (2006). Marketing Management.Singapore: Prentice Hall 4th edition. Kotler, Philip. (2012). Marketing Management. 14th ed.England: Pearson Education Limited. Lehmann, Donald R. (2000). Sale through sequential distribution channels: An application to movies and videos. American Marketing Association. Malhotra, K. Naresh, K. Birks dan David F. Birks. (2007). Marketing Research An Applied Approach.Harlow: Pearson-Prentice Hall. Munro, Edith dan John Lindblom. (2013). Your Southeast Asian Customers”.Penton Business Media.Inc. and Penton Media Inc. Obaji, R N. (2011). The Effects Of Channels Of Distribution On Nigerian Product Sales”.Clute Institute for Academic Research. 229 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Ping, Qing dan Antonio Lobo. (2012). The impact of lifestyle and ethnocentrism on consumers' purchase intentions of fresh fruit in China.UK: Emerald Group Publishing Limited. Pride, William dan O.C. Ferrell. (2010). Marketing. 15th ed.Canada: South Western Cengage Learning. Ritchie, Caroline dan Gary Elliott. (2010). Buying wine on promotion is trading-up in UK supermarkets: A case study in Wales and Northern Ireland. Emerald Group PublishingLimited. Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. (2010). Consumer Behaviour.10th ed.New Jersey: Pearson Education. Inc-Prentice Hall. Shirley, Andrew. (2005). Lifestyle purchasers are on the up. Reed Business Information. Shipley, David dan Colin Egan. (1992). Power. Conflict and Co-operation in BeetwerTenant Distribution Channels”.International Journal of Service Industry Management. Solomon, Michael R. (2011).Consumer Behaviour buying. having. and being. 9th ed.New Jersey: Pearson Education-Prentice Hall. Trautrims, Alexander, et. al. (2009). Optimizing On-Shelf Availability For Customer Service And Profit. Journal of Business Logistics. Weber, John A. (2000). Partnering with distributors to stimulate sales: a case study. Emerald GroupPublishing Limited. Yahia, Zare Mehrjerdi. (2011). Quality function deployment and its profitability engagement: a systems thinking perspective”.Emerald Group Publishing Limited. 230 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENGARUH ORIENTASI PASAR, KEWIRAUSAHAAN, DAN INOVASI TERHADAP KINERJA BISNIS PADA PERUSAHAAN ASPAL-BETON (HOTMIX) DI JABODETABEK I Made Sukaryawan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Email: [email protected], Abstract: The purpose of this study was to research the influence of the market orientation on the alternative strategic orientations and their impact on business performance onasphalt concrete companies in the city of Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Indonesia. Alternative strategic orientations in this study is market, innovation, and entrepreneurial orientations. This research is associative causal relationship to determine a causal relationship between the independent variable, market orientation, entrepreneurial orientation, intermediate variables, innovation orientation, and dependent variable, business performance. Instrument in this study used a questionnaire for 30 respondents. Data processing techniques using the Partial Least Square (PLS) program. The results of the PLS analysis shows effect of market orientation, and entrepreneurial orientationon innovation orientation, and direct impactof market orientation, and entrepreneurial orientation on business performance gives the figure a significant correlation. Effect of innovation orientation onbusiness performance gives the figure a significant correlation . Key words: Market orientation, Innovation Orientation, Entrepreneurial Orientation, Business Performance, and PLS. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi strategis alternatif dan dampaknya terhadap kinerja bisnis onasphalt perusahaan beton di kota Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Indonesia. Orientasi strategis Alternatif dalam penelitian ini adalah pasar, inovasi, dan orientasi kewirausahaan. Penelitian ini merupakan hubungan asosiatif kausal untuk menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen, orientasi pasar, orientasi kewirausahaan, variabel perantara, orientasi inovasi, dan variabel dependen, kinerja bisnis. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk 30 responden. Teknik pengolahan data menggunakan program Partial Least Square (PLS). Hasil analisis PLS pengaruh orientasi pasar, dan orientasi inovasi orientationon kewirausahaan, dan orientasi pasar terkena dampak langsung, dan orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis menunjukkan memberikan angka korelasi yang signifikan. Pengaruh kinerja orientasi inovasi onbusiness memberikan angka korelasi yang signifikan. Kata kunci: Orientasi pasar, Inovasi Orientasi, Orientasi Kewirausahaan, Kinerja Usaha, dan PLS. 231 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 PENDAHULUAN Di era globalisasi ini, persaingan dalam dunia bisnis tidak dapat dihindari lagi. Disamping persaingan diantara perusahaan-perusahaan dengan produk sejenis (aspal-beton) persaingan pun muncul diantara perusahaan yang memiliki produk yang tidak sejenis (aspal-beton dengan beton) tetapi memiliki pangsa pasar yang sama. Perkembangan perusahaan kontraktor aspal-beton di Jabodetabek sangat dipengaruhi kemampuan manajemen perusahaan tersebut untuk menyikapi peluang bisnis yang ada di pasaran.Untuk itu setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti dan memahami apa yang terjadi di pasar dan apa yang menjadi keinginan konsumen, serta perubahanperubahan yang terjadi di sekitar lingkungan bisnisnya sehingga mampu bersaing dengan pesaing-pesaingnya. Tantangan terberat yang dihadapi saat ini oleh perusahaan aspalbeton adanya produk alternatif yang lebih kompetitif, yaitu produk beton, yang memiliki keunggulan lebih tahan terhadap air. Kelemahan dari produk aspal-beton yang lainnya adalah harga yang berfluktuatif dan cenderung naik mengikuti kenaikan harga minyak dunia, karena komponen biaya dari produk ini sangat dipengaruhi oleh harga aspal yang merupakan produk turunan dari minyak.Berdasarkan data dari BPS didapatkan kenaikan harga aspal seperti pada Tabel 1.berikut. Tabel 1. Pergerakan harga aspal dari tahun 2005 – 2013 Bulan Harga aspal per ton ($) Juli 2005 189 Pebruari 2006 231 Maret 2006 264 April 2006 313 Januari 2008 530 Maret 2008 560 Desember 2011 675 Juli 2013 812 Sumber: BPS tahun 20013 Berdasarkan data yang didapat dari pencatatan hasil penjual total dari semua anggota AABI DKI Jakarta, terjadi penurunan kinerja pada pada AABI DKI Jakarta seperti terlihat pada Gambar 1 dibawah ini. REALISASI 700,000 SALES AABI DKI TAHUN 2010 S/D 2012 607,349 600,000 374,267 500,000 409,919 400,000 300,000 200,000 100,000 Tahun 2010 Nilai ( Juta Rupiah ) Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 607,349 374,267 409,919 Gambar1. Nilai Penjualan AABI DKI Jakarta dari tahun 2010 sd 2012 Sumber: Pencatan Keuangan DPP AABI DKI Jakarta Perusahaan seharusnya berusaha untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki.Agar perusahaan aspal-beton ini 232 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dapat bertahan dan dapat memenangkan persaingan (memiliki keunggulan bersaing), maka perusahaan ini harus melakukan orientasi pasar (Narver dan Slater,1990 dalam Grinstein, 2008), orientasi kewirausahaan, dan orientasi inovasi secara sinergi sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Tajeddini (2010), orientasi pasar dibangun atas orientasi pelanggan relatif melawan orientasi pesaing. Orientasi pasar mencerminkan sejauh mana perusahaan dapat membangun pemenuhan kepuasan dan keinginan pelanggan sebagai prinsip dari organisasi perusahaan. Menurut Micheels (2012), orientasi pasar dan inovasi merupakan faktor kuat yang menentukan dalam kinerja perusahaan. Orientasi pasar dan inovasi mempunyai kontribusi pada kinerja perusahaan, sedangkan tidak didapatkan bahwa orientasi pelanggan relatif atau orientasi pesaing merupakan faktor kuat yang menentukan pada kinerja perusahaan. Pada tahun 2013 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sudah mulai menggalakkan sistem lelang penerapan kontrak berbasis kinerja atau Performance Based Contract (PBC)/Performance Based Maintenance Contract (PBMC). Kontrak PBC/PBMC ini merupakan integrasi dari 3 proses, yaitu desain, pelaksanaan, dan pemeliharaan, sehingga bisa dikatakan gabungan dari Design and Build (DB) dan layanan pemeliharaan dengan sistem kontrak lump sum. Hal ini memungkinkan penyedia jasa untuk proaktif terhadap peluang pasar yang tersedia dan menyikapinya melalui orientasi pasar, orientasi inovasi, dan orientasi kewirausahaan. Studi kontrak berbasis kinerja atau Performance Based Contract (PBC) sudah dimulai sejak tahun 2000 oleh Kementerian Pekerjaan Umum, penerapannya sudah dimulai sejak tahun 2011 yaitu ruas jalan Ciasem– Pemanukan dan ruas jalan Demak-Trengguli. Rencana pada tahun 2013 PBC akan diterapkan pada jalan di empat kota metropolitan yaitu Kota Medan, Jakarta, Semarang, dan Makasar. Penelitian ini menganalisis pengaruh orientasi pasar, kewirausahaan, dan inovasi terhadap kinerja bisnis. Perusahaan yang diteliti adalah 30 perusahaan yang mempunyai alat AMP (Asphalt Maxing Plant)se-Jabodetabek. Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, Dan Hipotesis. Dalam penelitian ini, kinerja bisnis didefinisikan sebagai pencapaian tujuan organisasi tentang pertumbuhan dalam penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli, 1993; Greenley, 1995 dalam Lin. Peng dan Kao 2009). Kinerja bisnis merupakan ukuran prestasi yang diperoleh dari aktifitas proses pemasaran secara menyeluruh dari sebuah perusahaan atau organisasi.Menurut Orcar, Javier, dan Pablo (2009) ada empat kriteria kinerja bisnis, yaitu: Profitabilitas, tanggapan pasar atau reaksi pasar, Nilai posisi pasar, dan Sukses produk baru. Kinerja Bisnis. Kinerja bisnis adalah hasil dari operasi organisasi, termasuk pencapaian tujuan internal dan eksternal perusahaan. Dalam penelitian ini kinerja bisnis didefinisikan sebagai pencapaian tujuan organisasi tentang pertumbuhan dalam penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli, 1993; Greenley, 1995 dalam Lin. Peng dan Kao 2009). Kinerja bisnis merupakan ukuran pretasi yang diperoleh dari aktivitas proses pemasaran secara menyeluruh dari sebuah perusahaan atau organisasi. Selain itu, kinerja bisnis juga dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang digunakan 233 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 untuk mengukur sampai sejauhmana prestasi yang telah dicapai oleh suatu produk yang dihasilkan perusahaan. Menurut Orcar, Javier, dan Pablo (2009) ada empat kriteria kinerja bisnis, yaitu: (1) profitabilitas atau kinerja ekonomi perusahaan (keuntungan, margin, laba atas investasi (ROI), diukur dengan item tunggal profitabilitas; (2) tanggapan pasar atau reaksi dari permintaan untuk upaya pemasaran perusahaan (penjualan, pertumbuhan penjualan, dan pangsa pasar), yang biasa diukur dengan dua item yang berhubungan dengan pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan pangsa pasar; (3) nilai posisi pasar, didefinisikan sebagai pencapaian keunggulan posisi dalam pikiran konsumen (kepuasan pelanggan, citra, reputasi dan loyalitas pelanggan), diukur dengan dua item yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan citra atau reputasi perusahaan; (4) sukses produk baru, yang diukur dengan item tunggal yaitu sukses produk baru. Pertumbuhan penjualan akan bergantung pada berapa jumlah pelanggan yang diketahui tingkat konsumsi rata-ratanya yang bersifat tetap. Nilai penjualan menunjukkan berapa rupiah atau berapa unit produk yang berhasil dijual oleh perusahaan kepada konsumen atau pelanggan. Makin tinggi nilai perusahaan mengindikasikan semakin banyak produk yang berhasil dijual oleh perusahaan. Sedangkan posisi pasar menunjukkan sebarapa besar kontribusi produk yang ditangani dapat menguasai pasar untuk produk sejenis dibandingkan para kompetitor. Orientasi Pasar. Orientasi pasar merupakan budaya bisnis dimana organisasi mempunyai komitmen untuk terus berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan nilai unggul bagi pembeli serta kinerja dalam bisnis. Sedangkan Kohli dan Jakworsi (1990) dalam Raaij dan Stoelhorst (2008) mengartikan orientasi pasar sebagai organisasi secara luas yang mempunyai kecerdasan pasar (market intelligence) yang berkaitan kepada kebutuhan pelanggan sekarang dan yang akan datang, penyebaran dari kecerdasan tersebut di seluruh departemen. Orientasi Pasar berdasarkan sifat keaktifan perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu orientasi pasar reaktif dan orientasi pasar proaktif. Perusahaan yang mempraktekkan orientasi pemasaran aktif dan proaktif yaitu perusahaan yang menerapkan orientasi pasar total dan cenderung menjadi paling sukses (Kotler dan Keller, 2009, 59).Narver dan Slater dalam Grinstein (2008), menyatakan bahwa orientasi pasar terdiri dari tiga (3) komponen perilaku, yaitu: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi interfungsional. Pertama. Orientasi pelanggan. Orientasi pelanggan meliputi seluruh aktivitas dalam upaya perolehan informasi mengenai pelanggan pada pasar sasaran. Analisis yang cermat terhadap faktor eksternal yaitu khususnya pelanggan, perusahaan akan memperoleh informasi pelanggan yang aktual, akurat dan berorientasi tindakan. Sehingga dengan mudah dapa memahami dan mengerti terhadap kebutuhan pelanggan, menciptakan nilai yang dibutuhkan pelanggan, memberikan komitmen terhadap nilai yang telah disampaikan dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai kepuasan pelanggan. Adapun indikator dari oerintasi pelanggan adalah (a) komitmen pelanggan; (b) menciptakan nilai pelanggan; (c) mengerti kebutuhan pelanggan; (d) tujuan kepuasan pelanggan; (e) mengukur kepuasan pelanggan; (f) pelayanan purna jual. Kedua. Orientasi Pesaing. Orientasi pesaing berarti bahwa perusahaan memahami kekuatan jangka pendek, kelemahan, kemampuan jangka panjang, dan strategi dari para pesaing poensinya. Pemahaman ini termasuk apakah 234 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 pesaing menggunakan teknologi baru guna mempertahankan pelayanan yang ada. Adapun indikator dari orientasi pesaing adalah: (a) tenaga penjual membagi informasi pesaing; (b) merespon dengan cepat tindakan-tindakan pesaing; (c) manajer puncak mendiskusikan strategi para pesaing; (d) target peluang untuk keunggulan kompetitif. Ketiga. Koordinasi interfungsional. Koordinasi interfungsional merupakan kegunaan dari sumber daya perusahaan yang terkoordinasi dalam menciptakan nilai unggul dari pelanggan yang ditargetkan. Koordinasi interfungsional menunjuk pada aspek khusus dari struktur yang mempermudah komunikasi antar fungsi organisasi yang berbeda. Koordinasi interfungsional didasarkan pada informasi pelanggan dan pesaing serta terdiri dari upaya penyelarasan bisnis, secara tipikal melibatkan lebih dari departemen pemasaran, untuk menciptakan nilai unggul bagi pelanggan. Koordinasi interfungsional dapat mempertinggi komunikasi dan pertukaran antara menginformasikan trend pasar yang terkini. Hal ini membantu perkembangan baik kepercayaan maupun kemandirian diantara unit fungsional yang terpisah, yang pada akhirnya menimbulkan lingkungan perusahaan yang lebih mau menerima suatu produk yang benar-benar baru yang didasarkan dari kebutuhan pelanggan. Adapun indikator koordinasi interfungsional adalah: (a) antar fungsi panngilan pelanggan (interfunctional customer calls); (b) informasi terbagi ke sejumlah fungsi; (c) integrasi fungsi dalam strategi; (d) semua fungsi berkontribusi kepada nilai pelanggan; (e) berbagi sumber daya dengan unit kerja lain. Orientasi pelanggan dan orientasi pesaing juga meliputi semua aktivitas yang dilibatkan dalam memperoleh informasi tentang pembeli dan pesaing pada pasar yang dituju dan menyebarkan melalui usaha bisnis, sedangkan koordinasi interfungsional didasarkan pada informasi pelanggan serta pesaing dan terdiri dari usaha bisnis yang terkoordinasi. Dengan kata lain orientasi pelanggan dapat diartikan sebagai pemahaman tentang target beli pelanggan dengan tujuan agar dapat menciptakan nilai unggul bagi pembeli secara terus menerus. Pemahaman disini mencakup pemahaman terhadap seluruh rantai nilai pembeli, baik pada saat ini maupun pada saat perkembangannya di masa yang akan datang. Dengan adanya informasi tersebut maka perkembangannya di masa yang akan datang. Dengan adanya informasi tersebut maka perusahaan penjual (seller) akan memahami siapa saja pelanggan potensialnya, baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang dan apa yang mereka inginkan untuk masa kini dan akan datang. Perusahaan berorientasi pesaing sering dilihat sebagai perusahaan yang mempunyai strategi dan memahami bagaimana cara memperoleh dan membagikan informasi mengenai pesaing, bagaimana cara memperoleh dan membagikan informasi mengenai pesaing, bagaimana merespon tindakan pesaing dan juga bagaimana manajemen puncak menanggapi strategi pesaing. Perusahaan yang menerapkan orientasi pasar memiliki kelebihan dalam hal pengetahuan pelanggan dan kelebihan ini dapat dijadikan sebagai sumber untuk menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Profil perusahaan yang berorientasi pasar adalah perusahaan yang membangun suatu busaya organisasi yang mendukung orientasi pelanggan. Orientasi pasar sangat efektif dalam mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif, yang dimulai dengan perencanaan dan koordinasi dengan semua bagian yang ada dalam organisasi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu orientasi pasar harus menekankan pentingnya analisis kebutuhan dan keinginan target pasar secara lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan pesaingnya dalam usaha untuk dapat bersaing 235 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dengan pesaing yang ada. Penekanan orientasi pasar terhadap daya saing berdasarkan pada pengidentifikasian kebutuhan pelanggan sehingga setiap perusahaan dituntut untuk menjawab kebutuhan yang diinginkan konsumen baik itu melalui penciptaan produk yang baru atau pengembangan dari produk yang sudah ada, agar dapat menciptakan superior value bagi konsumennya secara berkelanjutan dan dapat menjadi modal utama bagi perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan. Orientasi Kewirausahaan. Kewirausahaan dikenal sebagai pendekatan baru dalam pembaruan kinerja perusahaan.Hal ini, tentu harus direspon secara positif oleh perusahaan yang mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis yang berkepanjangan. Kewirausahaan disebut sebagai sprearhead (pelopor) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi perusahaan berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Wirausaha sendiri berarti suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk menciptakan atau mencapai suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insan mulia. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur manajemen memberikan tiga landasan dimensi dari kecenderungan organisasional untuk proses manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovasi, kemampuan mengambil risiko,dan sifat proaktif (Weerawerdeena,2003; Bhuian et al., 2005 dalam Grinstein 2008). Ireland dan Webb (2007) menjelaskan bahwa orientasi kewirausahaan adalah perwujudan dari inovasi produk dan proses. Orientasi kewirausahaan sebagai proses, pelatihan, dan aktivitas pembuat keputusan yang mengutamakan pada masukan yang baru. Sedangkan jiwa kewirausahaan sendiri meliputi lima hal, yakni: otonomi, keinovatifan, pengambilan risiko, proaktivitas, dan agresifitas kompetitif. Kompetensi kewirausahaan dibutuhkan didalam implementasi strategi pemasaran agar diperoleh keunggulan bersaing yang mantap melalui nilai responsifitas atas kebutuhan pelanggan. Menurut Oscar, Javier dan Pablo, (2008) terdapat tiga komponen dari kewirausahaan yaitu :Inovasi, Pengambilan Resiko, dan Proaktif. Definisi orientasi inovasi secara luas adalah tindakan yang dilakukan oleh individu atau organisasi dengan selalu menggali ide-ide baru dan mempraktekkan ide-ide tersebut sehingga timbullah objek/penemuan yang baru (Roger, 2003 dalam Grawe, Chen, dan Daugherty, 2009).Orientasi inovasi ada ketika organisasi mengimplementasikan ide-ide, produk-produk atau proses-proses yang baru (Damanpour, 1991; Hult and Ketchen, 2001; Lukas and Farrell, 2000 dalam Grinstein, 2008).Zaltman et al. (1973) dalam Zang dan Duang (2010) membagi proses inovasi menjadi dua tahap, yaitu tahan inisiasi dan tahap implementasi. Bagian penting dari tahap inisiasi adalah keterbukaan terhadap inovasi yang ditentukan oleh apakah anggota organisasi bersedia untuk mempertimbangkan adopsi atau resistansi terhadap inovasi. Berdasarkan pendekatan ini, Hurley dan Hult (1998) dalam Zang dan Duang (2010) membedakan dua konstruk inovasi, yaitu keinovasian (innovativeness) dan kemampuan untuk berinovasi. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, terdapat kesimpulan yang menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan akan menghasilkan dampak positif pada orientasi pasar dan hal ini akan berakibat juga pada kinerja bisnis (Matsuno et al, 2002 dalam William E.Baker dan James M. Sinkula, 2009 ). 236 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Baker and Sinkula (2009) meneliti Pengaruh gabungan dari orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan terhadap Profitabilits pada Perusahaan-perusahaan kecil. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Keberhasilan Inovasi berpengaruh langsung dan positif terhadap profitabilitas, Orientasi pasar berpengaruh langsung dan positif terhadap keberhasilan inovasi, Orientasi kewirausahaan berpengaruh langsung dan positif terhadap keberhasilan inovasi, Orientasi pasar berpengaruh langsung dan positif terhadap profitabilitas, dan Orientasi kewirausahaan berpengaruh tidak langsung dan positif terhadap profitabilitas. Micheels, E.T.(2012) meneliti Pengaruh dari Strategi Alternatif dari Orientasi Pasar pada kinerja Perusahaan. Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa Orientasi pasar dan inovasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi positif kinerja perusahaan khususnya pada perusahaan penghasil daging sapi di Ilinois. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, dapat diadopsi kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan didalam Gambar1 dibawah ini. Gambar 1. Pengaruh Orientasi Pasar, Orientasi Kewirausahaan, dan Orientasi Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis Hipotesis. Hipotesis untuk penelitian ini ada lima hipotesis yang diuraikan sebagai berikut: H1: Orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja bisnis. H2: Orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja bisnis. H3: Orientasi pasar berpengaruh terhadap orientasi inovasi H4: Orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap orientasi inovasi H5: Orientasi inovasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis. METODE Operasional Variabel. Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang terdiri dari dua variabel bebas, yaitu oerintasi pasar dan orientasi kewirausahaan, satu variabel perantara, yaitu orientasi inovasi, dan variabel tergantung yaitu kinerja bisnis. Beberapa pendapat mengatakan bahwa sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak tiga variabel manifes. Variabel laten disebut pula dengan istilah unobserver variabel, konstruk, atau konstruk laten. Variabel manifes disebut pula dengan istilah observer variabel, 237 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 measured variabel atau indikator (Santoso, 2012: 7). Jenis data yang digunakan adalah jenis data primer dan data skunder dalam bentuk skala Likert. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran quesioner baik langsung maupun melalui e-mail. Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan yang memiliki alat pencampur aspal panas (Hotmix) asphalt mixing plant (AMP) yang berlokasi di JABODETABEK yang jumlahnya berdasarkan laporan Asosiasi Aspal Beton Indonesia tahun 2013 yaitu berjumlah 30 perusahaan dengan masing-masing perusahaan 1 responden sehingga jumlah responden ada 30 responden. Teknik Pengumpulan Data. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.Teknik ini digunakan mengingat populasi relatif kecil yaitu 30 orang. Sehingga untuk menganalisis data akan digunakan alat analisis PLS-SEM (Partial Least Square-SEM). Teknik pengumpulan data dengan mengumpulan data primer, data dikumpulkan dengan cara memberikan pertanyaan secara tertulis terhadap responden dalam bentuk kuesioner, ataupun wawancara, data yang diperoleh langsung dengan pemimpin perusahaan aspal skala kecil dan menengah di kota Jabodetabek sebagai responden dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sistematis. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan skala Likert sebagai skala pengukuran. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan dan Kuncoro, 2008). Menurut Sugiyono (2008) dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item informasi yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Teknik Analisis Data. Jenis penelitian yang digunakan adalah asosiatif hubungan causal yaitu untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel bebas (independent variabel) orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan, variabel perantara (intervening variabel) orientasi inovasi, dan variabel terikat (dependent variabel) kinerja bisnis. Penulis ingin menangkap interaksi antar seluruh variabel secara bersamaan atau simultan maka pengujian model dilakukan menggunakan Partial Least Square (PLS). HASIL DAN PEMBAHASAN Menggunakan Analisis Partial Least Square (PLS) untuk uji validitas,dimana suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor di atas 0,7 terhadap konstruk yang dituju. Hasil uji validitas dirunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Loading Factor Kinerja bisnis KB1 KB2 KB3 KB4 0.8141 0.8789 0.7416 0.7486 Orientasi inovasi Orientasi kewirausahaan Orientasi pasar Keterangan valid valid valid valid 238 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Kinerja bisnis Orientasi inovasi KB5 KB6 KB7 KB8 OI1 OI2 OI3 OI4 OK1 OK2 OK3 OP01 OP02 OP03 OP04 OP05 OP06 OP07 OP08 OP09 Orientasi kewirausahaan Orientasi pasar 0.7647 0.7900 0.7726 0.7052 0.8248 0.8212 0.8644 0.7532 0.8359 0.8597 0.8260 0.7239 0.7891 0.9254 0.8534 0.7290 0.8502 0.8839 0.7823 0.7263 Keterangan valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smartPLS Setelah dilakukan uji validitas terhadap 26 indikator (11 indikator OP, 3 OK, 4 OI, dan 8 KB) hanya 24 indikator yang valid. Pemeriksaan selanjutnya dari convergent validity adalah reliability konstruk dengan melihat output composite reliability atau cronbach’s Alpha. Kriteria dikatakan reliability adalah nilai composite reliability atau cronbach’s Alpha lebih dari 0,70 (Hair et al 2006). Hasil pengukuran reliabilitas konstruk dengan composite reliability atau Cronbach’s Alpha adalah sebagai berikut. Tabel 3. Composite Reliability Dan Cronbach’s Alpha KB OI OK OP Composite Reliability Cronbach’s Alpha 0.9246 0.8889 0.8784 0.9592 0.9073 0.8346 0.7930 0.9347 Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smart PLS Berdasarkan hasil pengukuran dalam tabel di atas, nilai Composite Reliability, dari setiap konstruk memiliki nilai lebih besar dari 0,70. Sehingga semua konstruk dalam model yang diestimasi memenuhi syarat discriminat reliability. Nilai composite reliability yang terendah adalah 0,8784 pada konstruk OK (Orientasi Kewirausahaan). Dan pada cronbach’s alpha nilai yang disarankan adalah di atas 0,6 dan pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk semua konstruk berada di atas 0,6. Nilai terendah adalah sebesar 0,7930 (OK). 239 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel terhadap variabel terikat, semakin tinggi nilai R2 semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan. Tabel 4. R-Square R-Square Kinerja Bisnis Orientasi Inovasi 0.6817 0.4675 Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smart PLS Data pada Tabel 4 diatas menunjukkan total pengaruh terhadap Kinerja Bisnis adalah sebesar 68,17% yang artinya variasi perubahan variabel Kinerja Bisnis yang dapat dijelaskan oleh variabel OP, OK, dan OI adalah sebesar 68,17% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diajukan. Sedangkan total pengaruh terhadap Orientasi Inovasi adalah sebesar 46,75% yang artinya variasi perubahan variabel Kinerja Bisnis yang dapat dijelaskan oleh variabel OP, dan OK sebesar 46,75%, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diajukan. Uji Q-Square (Q²) bertujuan untuk menilai besaran keragaman data atau variasi data penelitian terhadap fenomena yang sedang diteliti. Formula yang digunakan untuk mengukur Q-Square (Q²) adalah sebagai berikut: Q² = 1-(1-R1²) (1-R2²)...............................(1) Q² = 1-(1-0,6817)(1-0,4675) Q² = 0,8305 = 83,05% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa model perhitungan ini mampu membuktikan hubungan secara bersama-sama dengan variabilitas data sebesar 83,05%, dan 16,95% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis dalam PLS mengunakan koefisien path dan t-value (t-statistik) untuk menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Skor koefisien path atau inner model yang ditunjukkan oleh nilai t-statistik harus di atas 1,96 untuk hipotesis dua ekor (two tailed) dan diatas 1,64 untuk hipotesis satu ekor (one tailed). Dalam penelitian ini digunakan hipotesis dua ekor sehingga nilai t-statistik harus di atas 1,96 agar hipotesis dapat diterima. Hasil t-statistik ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. T-Statistik Orientasi Inovasi -> Kinerja Bisnis T Statistics (> 1.96) 6.1206 Kesimpulan Signifikan Orientasi Kewirausahaan -> Kinerja Bisnis 5.9261 Signifikan Orientasi Kewirausahaan -> Orientasi Inovasi 9.1624 Signifikan Orientasi Pasar -> Kinerja Bisnis 9.2591 Signifikan Orientasi Pasar -> Orientasi Inovasi 8.4658 Signifikan Sumber: Hasil pengolahan data dengan menggunakan smartPLS 240 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Berdasarkan Tabel 5, hasil pengukuran nilai T-statistik dari setiap indikator ke variabel lebih besar dari 1,96 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05). Hal itu berarti, semua indikator berpengaruh secara signifikan terhadap variabel yang teliti, koefisien parameter yang bernilai positif, berarti terdapat ada pengaruh yang positif dari setiap indikator terhadap variabel yang diteliti. Dari Tabel 5 dapat dijelaskan pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis adalah 6,1206, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap kinerja bisnis, dan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 “ Ada pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja bisnis “ diterima.Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan Baker and Sinkula (2009) dan Micheel ET (2012). Nilai T untuk pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah 5,9621,dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis, dan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 2 “ Ada pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis “ diterima. Dengan kata lain orientasi kewirausahaan suatu perusahaan akan sangat menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan Oscar, Javier dan Pablo (2009 ). Nilai T untuk pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi inovasi adalah 9,1624, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang nyata (signifikan ) orientasi pasar terhadap orientasi inovasi, dan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 3 “ Ada pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi inovasi “ diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan Orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan Amir Grinstein ( 2008). Nilai T untuk pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah 9,2591, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi kewirausahaan terhadap orientasi inovasi, dan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 4 “ Ada pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap orientasi inovasi “ diterima. Dengan kata lain orientasi kewirausahaan suatu perusahaan akan sangat menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan Oscar, Javier dan Pablo (2009). Nilai T untuk pengaruh orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis adalah 8,4658, dimana nilainya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang nyata (signifikan) orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis, dan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 5 “Ada pengaruh orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis“ diterima.Dengan kata lain orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan William E Baker and James M Sinkula (2009). Uji Hubungan Dimensi dilakukan dengan menggunakan SPSS.Analisis korelasi dimensi dimaksudkan untuk menguji hubungan korelasi yang paling kuat, dan yang paling berpengaruh pada dimensi-dimensi dari variabel orientasi pasar danorientasi kewirausahaanterhadap orientasi inovasi serta variabel orientasi pasar, orientasi kewirausahaan, dan orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis. Korelasi dimensi yang paling 241 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 kuat dapat dilihat dari nilai pearson correlation yang paling besar. Berikut dilakukan uji hubungan dimensi dengan memakai program aplikasi SPSS. Adapun hasilnya akan ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 6. Hasil Korelasi Dimensi Variabel Orientasi Pasar dan Orientasi Kewirausahaan Orientasi Inovasi Terhadap Variabel Kinerja Bisnis Variabel Dimensi Orientasi Pasar (X1) Orientasi Kewirausah aan (X2) Orientasi Inovasi (Y1) Keuntungan Z1.1 Respon Pasar Z1.2 Nilai Posisi Pasar Z1.3 Orientasi Pelanggan Orientasi Pesaing Koordinasi Antar Fungsi Aktivitas Kewirausahaan X1.1 0.752 0.565 Produk Baru yang Sukses Z1.4 0.441 0.330 X1.2 0.683 0.654 0.412 0.346 X1.3 0.503 0.427 0.230 0.215 X2.1 0.528 0.530 0.231 0.585 Inovasi Y1.1 0.644 0.620 0.232 0.395 Sumber: Hasil Pengolahan data dengan SPSS Tabel 6 di muka menunjukkan bahwa ketiga dimensi dari Orientasi Pasar mempunyai pengaruh positif terhadap variabel kinerja bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada dimensi orientasi pelanggan terhadap dimensi keuntungan dengan nilai korelasi sebesar 0,752. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan dalam mencapai peningkatan kinerja bisnis adalah keuntungan, dan ini dapat tercapai apabila perusahaan melaksanakan orientasi pelanggan dengan memperhatikan komitmen terhadap pelanggan, menciptakan nilai ke pelanggan, mengerti kebutuhan pelanggan, dan menciptakan kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, dengan mengetahui kebutuhan pelanggan perusahaan akan dapat mencapai kinerja bisnis yang lebih baik. Dimensi orientasi kewirausahaan mempunyai hubungan positif terhadap variabel kinerja bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada dimensiaktifitas kewirausahaan dengan dimensi produk baru yang sukses dengan nilai korelasi 0,585. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang mendorong perusahaan mencapai peningkatan kinerja bisnis adalah jika perusahaan melaksanakan aktifitas kewirausahaan yaitu berupa menciptakan peluang baru, selalu melakukan inovasi, dan proaktif untuk melihat peluang pasar yang ada. Dimensi orientasi inovasi mempunyai hubungan positif terhadap variabel kinerja bisnis. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada dimensi orientasi inovasi dengan dimensi keuntungan dengan nilai korelasi 0,644. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang mendorong perusahaan mencapai peningkatan kinerja bisnis yaitu berupa peningkatan keuntungan perusahaan adalah jika perusahaan melaksanakan orientasi inovasi yaitu selalu menggali ide-ide baru baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan serta mempraktekkan ide-ide tersebut sehingga timbullah objek atau penemuan baru, yang mengakibatkan perusahaan tersebut bisa meningkatkan kinerja bisnisnya berupa peningkatan keuntungan perusahaan. 242 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel 7. Hasil Korelasi Dimensi Variabel Orientasi Pasar dan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Variabel Orientasi Inovasi Variabel Orientasi Pasar (X1) Orientasi Kewirausahaan (X2) Dimensi Orientasi Pelanggan Orientasi Pesaing Koordinasi Antar Fungsi Aktivitas Kewirausahaan X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 Orientasi Inovasi (Y1 Inovasi Y1.1 0.506 0.519 0.244 0.561 Sumber: Hasil Pengolahan data dengan SPSS Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa ketiga dimensi dari Orientasi Pasar mempunyai hubungan positif terhadap variabel orientasi inovasi. Tetapi nilai korelasi tertinggi terdapat pada hubungan dimensi orientasi pesaing terhadap dimensi inovasi dengan nilai korelasi 0,519. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan melakukan inovasi adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing, yaitu perusahaan memahami kekuatan jangka panjang, jangka pendek, serta memahami kelemahan dan kemampuan dari pesiang potensial. Untuk bisa mengalahkan pesaingpesaing potensial perusahaan harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi produk, dan inovasi pelayanan. Dimensi orientasi kewirausahaan mempunyai hubungan positif terhadap variabel orientasi inovasi. Nilai korelasi dimensi aktifitas kewirausahaan dengan dimensi inovasi adalah 0,561. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang mendorong perusahaan mencapai orientasi inovasi adalah jika perusahaan melaksanakan orientasi kewirausahaan, yaitu selalu melakukan aktifitas kewirausahaan berupa proaktif melihat peluang pasar yang ada dan berani mengambil resiko untuk menciptakan produk-produk baru yang inovatif yang dibutuhkan pasar, sehingga posisi perusahaan tersebut sangat unggul dalam persaingan dan memiliki nilai responsibilitas terhadap kebutuhan pelanggan. PENUTUP Orientasi Pasar berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja Bisnis.Artinya peningkatan kinerja bisnis merupakan dampak dari orientasi pasar yang dilakukan oleh perusahaan. Dimensi orientasi pelanggan memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap dimensi keuntungan, yang artinya bila perusahaan melaksanakan orientasi pelanggan dengan memperhatikan komitmen terhadap pelanggan, menciptakan nilai ke pelanggan, mengerti kebutuhan pelanggan, dan menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan akan dapat mencapai kinerja bisnis yang lebih baik. Orientasi Kewirausahaan berpengaruh signifikanpositif terhadap kinerja bisnis. Artinya peningkatan kinerja bisnis merupakan dampak dari orientasi kewirausahaan yang dilakukan oleh perusahaan.Dimensi aktifitas kewirausahaan memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap dimensi produk baru yang sukses. Perusahaan yang melakukan aktifitas kewirausahaan berupa proaktif melihat peluang pasar yang ada dan berani mengambil resiko untuk menciptakan produk produk baru yang sukses dan inovatif yang 243 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 dibutuhkan pasar menjadikan perusahaan tersebut sangat unggul dalam persaingan dan memiliki nilai resposibilitas terhadap kebutuhan pelanggan. Orientasi Inovasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja bisnis . Artinya Orientasi inovasi merupakan faktor pendorong terciptanya kinerja bisnis yang lebih baik di perusahaan. Dimensi orientasi inovasi memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap dimensi keuntungan, yang jika perusahaan melaksanakan orientasi inovasi yaitu selalu menggali ide-ide baru baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan serta mempraktekkan ide-ide tersebut sehingga timbulah objek atau penemuan baru, yang mengakibatkan perusahaan tersebut bisa meningkatkan kinerja bisnisnya berupa peningkatan keuntungan perusahaan. Orientasi Pasar berpengaruh signifikan positifterhadap orientasi inovasi . Artinya orientasi pasar merupakan faktor pendorong terciptanya inovasi di perusahaan.Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan melakukan inovasi adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing, yaitu perusahaan memahami kekuatan jangka panjang, jangka pendek, serta memahami kelemahan dan kemampuan dari pesiang potensial. Untuk bisa mengalahkan pesaing-pesaing potensial perusahaan harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi produk, dan inovasi pelayanan. Orientasi Kewirausahaan berpengaruh positif terhadap Orientasi Inovasi.Artinya Orientasi kewirausahaan merupakan faktor pendorong terciptanya inovasi di perusahaan.Dimensi orientasi pesaing memiliki hubungan korelasi paling kuat terhadap dimensi inovasi.Hal ini dapat diartikan bahwa faktor terbesar yang mendorong perusahaan melakukan inovasi adalah bila perusahaan melaksanakan orientasi pesaing, yaitu perusahaan memahami kekuatan jangka panjang dan pendek, memahami kelemahan dan kemampuan dari pesaing-pesaingnya, untuk bisa mengalahkan pesaing-pesaing, perusahaan harus melakukan inovasi baik inovasi proses, inovasi produk, dan inovasi pelayanan . Dari hasil penelitian dan kesimpulan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan berkenaan dengan perusahaan aspal beton dimana Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek harus menerapkan orientasi pelanggan yaitu mengetahui dan mengerti akan kebutuhan pelanggan yang ada di Jabodetabek dengan melihat permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan yaitu produk aspal yang tidak tahan terhadap genangan air di musim hujan dan banjir rob di daerah Jakarta Utara. Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan teknologi bahan yaitu menambahkan zat aditif pada campuran aspal yang kita kenal dengan anti pengelupasan atau anti stripping agent sehingga kelemahan aspal beton sedikit bisa teratasi. Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek harus menerapkan orientasi pesaing, yaitu selalu melihat pergerakan pesaing baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Kemudian menyusun strategi yang dibutuhkan sehingga produk aspal beton selalu bisa menguasai pasar yang ada dan jika perlu perusahaan aspal beton melirik daerah lain yang memiliki pasar yang lebih besar dengan tingkat persaingan yang lebih kecil seperti daerah Sumatra, Kalimantan, dan Indonesia Timur lainnya. Pengusaha Aspal Beton Jabodetabek harus menerapkan koordinasi antar fungsi, yaitu dengan mengetahui informasi pasar dan informasi pesaing, perusahaan harus melakukan koordinasi antar fungsi sehingga semua lini yang mendukung dari strategi dapat mengerti dan menjalankan strategi yang di putuskan sesuai dengan tugasnya 244 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 masing-masing. Perusahaan aspal beton yang berada di Jabodetabek harus melakukan orientasi kewirausahaan yaitu melakukan aktifitas kewirausahaan berupa proaktif menangkap peluang pasar yang ada dan berani mengambil resiko untuk melakukan penelitian-penelitian sehingga terciptanya produk baru yang sukses yaitu produk aspal beton yang memiliki keunggulan lebih dari pesaingnya yaitu produk jalan beton. Hal ini juga di dukung dengan adanya perubahan sistem pengadaan yang sudah mulai di terapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang membuka peluang kontraktor untuk mendesain dan melakukan inovasi terhadap pembuatan atau pemeliharaan jalan dengan sistim kontrak berbasis kinerja atau Performance Based Contract (PBC)/Performance Based Maintenance Contract (PBMC). Perusahaan aspal beton yang berada di Jabodetabek harus melakukan inovasi. Setelah mengetahui keinginan dari pelanggan dan memahami strategi yang akan dilakukan melalui orientasi kewirausahaan, perusahaan aspal beton harus menggali ide-ide baru baik pada tahap proses, produk, dan pelayanan. Selanjutnya mempraktekkan ide-ide tersebut sehingga timbullah obyek atau penemuan baru, yang mengakibatkan perusahaan tersebut memiliki nilai lebih di mata pelanggan dan unggul dalam persaingan. Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang disarankan untuk menganalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah maupun kualitasnya. DAFTAR RUJUKAN Baker, W.E. and Sinkula, J.M., (2009). The Complementary Affexts of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation on Profitability in Small Businesses, Journal of Small Bussiness Management. Vol. 47(4), October, p. 443-464. BPS Provinsi DKI Jakarta, (2008). Jakarta Dalam Angka 2008, BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta. Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009). The Relationship Between Strategic Orientation, Service Inovation, and Performance, International journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol. 39, No. 4, 2009, pp. 282-300. Grinstein Amir, (2008). The Relationship Between Market Orientation and Alternative Strategic Orientations, European Journal of Marketing Vol. 42, No. ½, pp. 115-134. Hair.J.F. Jr., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. and Tatham, R.L., (2008), Multivariate Data Analysis, 6th ed., NJ, Pearson Prentice Hall. Jogiyanto, dan Abdillah, Willy, (2009). Konsep & Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian Empiris, Edisi Pertama, Penerbit BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Ireland, R.D. and J.W. Webb, (2007). A cross disciplinary exploration of entrepreneurship research, J. Manage.,Vol.33(6).p. 891-927. Kohli, A.K., & Jaworski, B.J., (1990). Market Orientation: The Construct, Research Proposition, and Managerial Implication, Journal of Marketing. p.1-18. Kotler dan Keller, (2009). Marketing Management, 13th edition, Pearson Education Inc., New Jersey. Lin, Peng, dan Kao, (2008). The Innovativeness Effect of Market Orientation and Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man Power, Emerald Publishing Limited. 245 Sukaryawan 231 - 246 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Micheels, E.T., (2012). The Effects of Alternative Market Orientation Strategies on Firm Performance, International Jurnal of Marketing Studies. Vol. 4, (3), June, p. 2-15. Narver, J.C., & Slater, S.F., (1990). The Effect of Market Orietation on Product Innovation. Journal of Marketing. p.20-35. Oscar, Javier dan Pablo, (2009). Role of Entrepreneurship and Market Orientation in Firms’ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522 Raaij dan Stoelhorst, (2008). The Implementation of a Market Orientation, A Review and Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42 No.11/12 pp1265-1293. Tajeddini, K., (2010). Effect of Customer Orientation and Entrepreneurial Orientation on Innovativeness: Evidence from The Hotel Industry in Switzerland, Tourism Management, 31(2), 221-231, Elsevier Ltd. Zhang dan Duang, (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation on Product Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers, Management Decision, Vol 48 No 6, 2010, pp. 849-867. 246 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 ANALISIS PENGARUH PELATIHAN, PENGEMBANGAN, DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN BANK MEGA KCP SERANG Angrian Permana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bina Bangsa Banten Email: [email protected] Abstract: The objective of this research were to know the influence of training, development, and compensation towards employee performance of Bank Mega Serang Sub Branch. The sample of this reserach were forty four by using census method. The research result showed that training have positive and significant influence on employee performance, material dimension is the most affect dimension on employee performance. Development have positive and significant influence on employee performance, formal development is the most affect dimension on employee performance. Compensation have positive and significant influence on employee performance, financial, especially for base salary is the most affect dimension on employee performance. Key Words: Training, Development, Compensation, Employee Performance Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan, pengembangan, dan kompensasi terhadap kinerja karyawan Mega Sub Cabang Serang Bank. Sampel reserach ini adalah forty four dengan menggunakan metode sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dimensi materi adalah yang paling mempengaruhi dimensi terhadap kinerja karyawan. Pembangunan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, pembangunan formal adalah yang paling mempengaruhi dimensi terhadap kinerja karyawan. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, keuangan, terutama untuk gaji pokok yang paling mempengaruhi dimensi terhadap kinerja karyawan. Kata Kunci: Pelatihan, Pengembangan, Kompensasi, Kinerja Karyawan PENDAHULUAN Konch (2000) dalam Siringoringo (2012) mengatakan bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan danmemfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Bank merupakan alat dalam menetapkan kebijakan moneter pada level ekonomi makro, sedangkan pada level mikro ekonomi bank merupakan sumber utama pembiayaan bagi para pengusaha maupun individu. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 menyebutkan “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat 247 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 banyak”. Oleh karena itu, bank harus dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia yang memiliki tujuan utama yaitu mensejahterakan rakyat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank (Sjahdeini, 1993). Oleh karena itu, bank harus menjadi kepercayaan masyarakat agar masyarakat mau menyimpan dana pada bank tersebut, dan bank tersebut dapat menyalurkannya kepada masyarakat untuk menjalankan perekonomian bangsa (Pratama, 2012). Sumberdaya manusia yang berkualitasakan siap bekerja di berbagai industri dan sektor ekonomi sehingga akan menghasilkan produktivitas tinggi di berbagai sektor ekonomi dan industri (Sumarwan, 2013). Mayo (2000) dalam Ongkorahardjo, Susanto, dan Rachmawati (2008) menjelaskan bahwa, untuk mengukur kinerja perusahaan dari perspektif keuangan sangatlah akurat, tetapi sebenarnya yang menjadi dasar penggerak nilai dari keuangan tersebut adalah sumber daya manusia (human capital) dengan segala pengetahuan, ide, dan inovasi yang dimilikinya. Program pelatihan dan pengembangan merupakan cara untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan karyawan, terutama untuk menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat (Noviantoro, 2009). Perubahan-perubahan dalam persaingan bisnis ini tidak akan bermanfaat jika tidak didukung oleh pelatihan dan pengembangan sesuai dengan tingkat yang dibutuhkan, yang akan menyebabkan kinerja perusahaan terhambat (Fatchiyah, 2012). Karyawan memiliki kebutuhan lain selain pelatihan dan pengembangan, yaitu keinginan untuk memenuhi kebutuhan atau memiliki sesuatu atau balas jasa dari sebuah organisasi. Keinginan atau balas jasa ini yang mampu membuat pekerja bersikap dan berprilaku positif dalam bekerja serta berproduktif (Siagian, 2008). Kompensasi sangat penting bagi pegawai itu sendiri sebagai individu dan sebagai makhluk sosial, karena besarnya kompensasi akan mencerminkan status, pengakuan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang akan dinikmati oleh karyawan beserta keluarganya (Suwanto dan Priansia, 2011).Oleh karena itu, besar kecilnya kompensasi dapat memberikan rasa tenang bagi kehidupannya yang menghasilkan loyalitas pada perusahaan dan memotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya (Nawawi, 2008). Menurut Herpen et al, (2002) dalam Sumarto (2009), kompensasi yang diberikan secara adil dan layak sesuai dengan performance karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan. Kompensasi yang adil dan layak dapat memungkinkan karyawan mempertahankan harkat dan martabatnya dan mempertahankan taraf hidup yang wajar, layak dan mandiri tanpa tergantung kepada orang lain terutama dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya (Suwatno dan Priansia, 2011). Karyawan akan mengundurkan diri dari perusahaan jika kompensasi yang mereka terima kurang puas sehingga mengakibatkan penambahan biaya penerimaan tenaga kerja baru, yang seharusnya biaya tersebut dapat digunakan sebagai biaya operasional dan pemasaran (Bangun, 2012). Wikipedia menyebutkan salah satu dari tujuan kompensasi adalah pencerminan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusianya sebagai aset utama bagi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, pemberian kompensasi yang baik diperlukan oleh perusahaan kepada karyawannya. 248 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Kajian Pustaka. Menurut Solihin (2011), pelatihan (training) merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengubah perilaku tertentu dari tenaga kerja agar selaras dengan pencapaian tujuan perusahaan. Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan keahlian (skill) dan kemampuan (abilities) untuk mengerjakan tugas saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu tenaga kerja untuk menguasai keahlian dan kemampuan tertentu yang dibutuhkan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan berhasil. Menurut Undang-Undang ketenagakerjaan bab 1 butir 9 (2003) mendefinisikan pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.Wijayanto (2012) menerangkan program pelatihan merupakan proses yang didesain untuk memelihara atau memperbaiki kinerja pekerjaan saat ini. Menurut Kadarman dan Udayana (2001), program pelatihan merupakan program yang diarahkan guna memperbaiki kinerja pekerjaan sekarang (current job performance) yang ditujukan pada pegawai non manajer dengan memberikan pelatihan secara teknis serta memiliki empat prosedur yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan bagi pegawai dalam organisasi, yaitu: (a) penilaian kinerja, (b) analisis persyaratan pekerjaan, (c) analisis organisasi, (d) survai pegawai. Abiodun (1998) dalam Olanian dan Ojo (2008) menerangkan bahwa training is a systematic development of the knowledge, skills and attitudes required by employees to perform adequately on a given task or job. Pelatihan dengan ini dapat didefinisikan sebagai upaya kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menciptkan keahlian baru atau mempertajam ilmu yang sudah ada yang diselenggarakan oleh seseorang, sekelompok orang, organisasi, atau lembaga pendidikan untuk kepentingan peserta dalam mengerjakan pekerjaan yang sedang dilakukan. Tujuan Pelatihan. Gomes (2001) dalam Musafir (2009) mengemukakan bahwa pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja, memperbaiki moral, dan meningkatkan suatu potensi perusahaan. Menurut Mangkunegara (2003),tujuan pelatihanantara lain: (a) meningkatkan penghayatan jiwa dan ideology, (b) meningkatkan produktifitas kerja, (c) meningkatkan kualitas kerja, (d) meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia, (e) meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, (f) meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, (f) menghindarkan keusangan (obsolescence), dan (g) meningkatkan perkembangan pribadi pegawai. Mangkunegara (2003) menerangkan beberapa komponen-komponen yang ada pada pelatihan yaitu: (a) peserta pelatihan, (b) tujuan dan sasaran, (c) para pelatih (trainers), (d) materi pelatihan, dan (e) metode pelatihan. Suwatno dan Priansia (2011), memberi pendapat bahwa beberapa komponen dalam proses pelatihan antara lain: (a) analisis kebutuhan pelatihan, (b) sasaran pelatihan, (c) kurikulum pelatihan, (d) peserta pelatihan, (e) pelatih, (e) pelaksanaan, dan (f) evaluasi pelatihan. Sunyoto (2012) mengatakan bahwa pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi didalam didalam organisasi. Saydam (2000) telah mengungkapkan bahwa pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan 249 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 kegiatan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability) dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Menurut Cartwright (2003), development is a process in which learning occurs through experience and where the results of the learning enhance not only the task skills of the individual but also his or her attitudes.Freeman dan Gilbert (1995) dalam Wijayanto (2012) mengungkapkan bahwa program pengembangan merupakan proses yang didesain untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk aktivitas pekerjaan dimasa mendatang. Sunyoto (2012) mengemukakan bahwa pengembangan (development) merupakan upaya penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi didalam didalam organisasi.Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik. Saydam (2000) mengungkapkan bahwa dengan adanya kegiatan pengembangan, diharapkan karyawan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan.Suwatno dan Priansia (2011) mengatakan pula bahwa pengembangan merupakan cara penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi. Sunyoto (2012) menerangkan bahwa setidaknya ada 10 manfaat pengembangan bagi karyawan, yaitu: (1) membantu para karyawan membuat keputusan dengan lebih baik, (2) meningkatkan kemampuan para karyawan menyelesaikan pelbagai masalah yang dihadapinya, (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional, (4) timbulnya dorongan, dalam arti para karyawan dapat terus meningkatkan kemampuan kerjanya, (5) peningkatan kemampuan karyawan untuk mengatasi stress, frustasi, dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri, (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual, (7) meningkatnya kepuasan kerja, (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan atas kemampuan seseorang, (9) memperbesar tekad pekerja untuk lebih mandiri, (10) mengurangi ketakutan dalam menghadapi tugas-tugas baru di masa depan. Tujuan pengembangan dengan ini dapat disimpulkan untuk meningkatkan karir seorang karyawan agar karyawan tersebut bisa berkembang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja dan diikuti oleh kenaikan kompensasi. Kompensasi disini yang dimaksud dapat berupa kompensasi secara financial maupun non financial. Menurut Suwatno dan Priansia (2011), jenis-jenis dari pengembangan yang dapat dilakukan bagi karyawan yaitu: (a) Pengembangan Formal. Pengembangan formal ini cukup memakan biaya yang besar, program pengembangan seperti ini dilakukan karena tuntunan perubahan dan persaingan yang semakin tinggi. Pengembangan seperti ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan, baik untuk sekarang maupun untuk yang akan datang.; (b) Pengembangan Informal. Pengembangan secara informal dapat dilakukan karena inisiatif karyawan itu sendiri. Karyawan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan dirinya dengan mempelajari berbagai macam konsep buku berikut aplikasinya, yang berhubungan langsung dengan pekerjaan dan jabatan yang 250 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 diembannya. Pengembangan dengan ini dapat disimpulkan sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk meningkatkan karirnya dimasa yang akan datang. Kegiatan pengembangan biasanya dilakukan dengan mengikuti pendidikan secara formal seperti melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi yang dibiayai oleh perusahaan atau sendiri. Kompensasi merupakan hal yang penting, dan merupakan dorongan atau motivasi utama seseorang karyawan untuk bekerja. Hal ini berarti bahwa karyawan menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan waktu bukan semata-mata ingin membaktikan diri pada perusahaan, tetapi ada tujuan lain yaitu mengharapkan imbalan atau balas jasa, atau bagi hasil yang telah diberikan (Suwanto dan Priansia, 2011). Kompensasi menurut wirawan (2009), merupakan elemen hubungan kerja yang sering menimbulkan masalah dalam hubungan industrial.Masalah kompensasiselalu menjadi perhatian manajemen organisasi, karyawan, dan pemerintah, khususnya upah.Manajemenmemperhitungkan upah karena merupakan bagian utama dari biaya produksi dan operasi, melukiskan kinerja karyawan yang harus dibayar, dan mempengaruhi kemampuannya untuk merekrut tenaga kerja dengan kualitas tertentu. Para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi balas jasa atau kompensasi yang setimpal kepada mereka (Saydam, 2000). Kompensasi yang telah diberikan oleh perusahaan kepada perusahaan harus memungkinkan mempertahankan harkat dan martabat karyawan tersebut sebagai insan yang terhormat (Siagian, 2008). Davis dan Werther (1996) dalam Sudarsono (2008) menyebutkan ada beberapa tujuan dari pemberian kompensasi, di antaranya adalah: (a) mendapatkan personal yang kualified; (b) mempertahankan karyawan yang ada; (c)menunjukkan adanya keadilan baik internal equity maupun external equity; (d)memberi rewards terhadap perilaku yang sesuai dengan organisasi; (e)mengontrol dana; (f)menyesuaikan dengan regulasi upah yang ada; (g)memotivasi karyawan; dan (h) mengurangi Labor Turnover karyawan. Dessler (2007) mengatakan bahwa kompensasi karyawan merujuk kepada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka. Kompensasi karyawan memiliki dua komponen utama: pembayaran langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus), dan pembayaran tidak langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan liburan yang dibayar oleh pengusaha).Tujuan kompensasi dengan ini dapat disimpulkan sebagai kepuasan karyawan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Peningkatan kompensasi dengan harus berbading lurus dengan kinerja dan pendidikan yang telah diikuti oleh karyawan tersebut. Menurut Mondy dan Noe (1993) dalam Sudarsono (2008), kompensasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung dan tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi tidak langsung atau tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung. (2) kompensasi non-finansial adalah kompensasi yang diterima atas dasar pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang pengakuan, peluang promosi, lingkungan psikologis atau fisik. 251 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tujuan Pengembangan. Menurut Saydam (2000) mengemukanan bahwa terdapat macam-macam balasa jasa yang diterima oleh seorang karyawan dari tempat ia bekerja yaitu dapat berupa uang kontan, material, dan fasilitas- fasilitas. Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 yang dikutip oleh Wijayanto (2012) mengenai ketenagakerjaan menjelaskan bahwa upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja. Kompensasi dengan ini dapat ditarik kesimpulan yaitu imbal jasa berupa finansial ataupun non-finansial yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya untuk dapat bekerja dengan sungguhsungguh dan mengabdi kepada perusahaan tersebut. Hal ini bertujuan agar perusahaan dapat tetap berproduktifitas tinggi untuk mencapai laba yang maksimal. Para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi balas jasa atau kompensasi yang setimpal kepada mereka (Saydam, 2000). Kompensasi yang telah diberikan oleh perusahaan kepada perusahaan harus memungkinkan mempertahankan harkat dan martabat karyawan tersebut sebagai insan yang terhormat (Siagian, 2008). Davis dan Werther (1996) dalam Sudarsono (2008) menyebutkan ada beberapa tujuan dari pemberian kompensasi, di antaranya: (a) mendaptkan personal yang kualified; (b) mempertahankan karyawan yang ada; (c) menunjukkan adanya keadilan baik internal equity maupun external equity; (d) memberi rewards terhadap perilaku yang sesuai dengan organisasi; (e) mengontrol dana; (f) menyesuaikan dengan regulasi upah yang ada; (g) memotivasi karyawan; dan (h) mengurangi Labor Turnover karyawan. Dessler (2007) mengatakan bahwa kompensasi karyawan merujuk kepada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka. Kompensasi karyawan memiliki dua komponen utama: pembayaran langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus), dan pembayaran tidak langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan liburan yang dibayar oleh pengusaha). Tujuan kompensasi dengan ini dapat disimpulkan sebagai kepuasan karyawan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Peningkatan kompensasi dengan harus berbanding lurus dengan kinerja dan pendidikan yang telah diikuti oleh karyawan tersebut. Menurut Wirawan (2009), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsifungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Selain itu, Mangkunegara (2007) mendefinisikan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. As’ad (2001) dalam Musafir (2009) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Smith dalam Suwatno dan Priansia (2011), menyatakan bahwa: “performance is output derives from process, human otherwise”. Rizaldi (2002) dalam Astuti (2006) menerangkan penilaian prestasi kerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah karyawan telah memahami dan melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan (kemampuan kerja, 252 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 disiplin kerja, hubungan kerja, kepemimpinan) dan hal- hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya.Nawawi (2008)menjelaskan penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen SDM adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja.Hasil observasi tersebut dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai keberhasilan atau kegagalannya dalam bekerja. Menurut Werther dan Davis (1996) dalam Suwatno dan Priansia (2011), penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain: (1) Performance Improvement, (2) Compensation adjustment, (3) Placement Decision, (4) Training and development needs., (5) Carrer Planning and Development, (6) Staffing Process Deficiencies, (7) Informational Innaccuracies and Job Design Errors, (8) Equal Employment Opportunity, (9) External Challenges,(10) Feedback.Nawawi (2008) mengatakan ada beberapa bidang atau aspek pekerjaan yang dapat dinilai seperti: kemampuan menghubungkan keputusan dengan pekerjaan, menerima perubahan, pelaksanaan perintah, kehadiran, tanggung jawab, sikap, mematuhi peraturan, kerja sama, pemahaman kondisi pembiayaan, kelebihan yang diandalkan, efektif tanpa stress, inisiatif, pengetahuan mengenai pekerjaan, kepemimpinan, penggunaan dan pemeliharaan peralatan, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, pelaksanaan keamanan kerja, dan nilai keseluruhan dari supervisor. Indikator Kinerja. Nawawi (2008) mengatakan ada beberapa bidang atau aspek pekerjaan yang dapat dinilai seperti: kemampuan menghubungkan keputusan dengan pekerjaan, menerima perubahan, pelaksanaan perintah, kehadiran, tanggung jawab, sikap, mematuhi peraturan, kerjasama, pemahaman kondisi pembiayaan, kelebihan yang diandalkan, efektif tanpa stress, inisiatif, pengetahuan mengenai pekerjaan, kepemimpinan, penggunaan dan pemeliharaan peralatan, perencanaan dan pengorganisasian kerja, kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, pelaksanaan keamanan kerja, dan nilai keseluruhan dari supervisor. Menurut Wibisono (2011), penilaian kinerja bisa diukur dengan umpan balik 360 derajat, hal ini dilakukan untuk membuka kesempatan bagi semua pegawai untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada sesama anggota perusahaan lainnya, sehingga dapat diidentifikasi kinerja individu, departemen, atau proses dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan. Wirawan (2009) menjelaskan indikator- indikator kinerja terdiri dari kuantitas kerja, kualitas hasil kerja, efisiensi dalam melaksanakan tugas, disiplin kerja, inisiatif, ketelitian, kepemimpinan, kejujuran, dan kreatifitas. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik pada penelitian ini yang telah dilakukan. Mursidi (2009) meneliti mengenai “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan”. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan melaksanakan pelatihan dan pendidikan sangat baik dengan skor tingkat 227,8, tingkat kinerja karyawan sangat baik dengan skor nilai 226. Hasil analisis regresi menunjukkan training dan asuhan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisien regresi 0.911 dan koefisien determinasi dengan nilai 0.644, menunjukkan bahwa pengaruh pelatihan dan asuhan terhadap kinerja karyawan sebanyak 64.4%. Musafir (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelatihan dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai Pelabuhan IV Gorontalo”.Penelitian yang dilakukan 253 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 oleh Musafir memberikan hasil bahwa pelatihan memberikan kontribusi yang positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai. Abdullah, Ahsan, dan Alan melakukan penelitian pada tahun 2009 dengan judul “The Effect of Human Resource Management Practices on Business Performance among Private Companies in Malaysia”. Hasil penelitian ini yaitu: Pelatihan dan Pengembangan memiliki dampak positif terhadap kinerja bisnis, team work memiliki dampak yang positif terhadap kinerja bisnis, kompensasi atau insentif memberikan dampak positif pada kinerja bisnis, penilaian kinerja memiliki dampak yang positif terhadap kinerja bisnis, dan kemananan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja bisnis. Harlie (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi, dan Pengembangan Karir terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan”. Hasil dari penelitian ini yaitu seluruh variabel bebas (disiplin kerja, motivasi, dan pengembangan karir) berpengaruh nyata secara parsial terhadap kinerja pegawai pemerintah Kabupaten Tabolong di Tanjung Kalimantan Selatan. Chaudry et al, (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Determining Project Performance: The Role of Training and Compensation”. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan terkait secara positif terhadap kompensasi dan kompensasi juga menunjukkan hubungan yang kuat terhadap kinerja proyek. Zubaidah (2012) melakukan penelitian “Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja”.Penelitian ini menunjukkan terdapat tanggapan yang positif bahwa kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan CV Mandiri Palembang. Berdasarkan uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara kompensasi dan kinerja karyawan, yaitu hubungan yang sangat erat dan searah. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, disusun kerangka pemikiran dan penjelasan bahwa program pelatihan didesain untuk meningkatkan kemampuan kerja, baik secara individual, kelompok, maupun sebagai kegiatan organisasi secara keseluruhan. Membaiknya suatu program pelatihan diharapkan akan berdampak positif tehadap kinerja karyawan. Pengembangan karyawan dilaksanakan sebagai investasi jangka panjang suatu perusahaan terhadap sumber daya manusianya. Seseorang yang mengikuti pengembangan biasanya karyawan yang akan menduduki jabatan tertentu seperti untuk tingkat manajer, agar kelak ketika ia menjadi manajer, ia akan mengerti tentang hal- hal apa saja yang dilakukan oleh seorang manajer atau jabatan yang lebih tinggi lagi. Kompensasi merupakan sesuatu yang diberikan oleh sebuah organisasi terhadap karyawan sebagai pengganti tenaga, usaha dan pikirannya yang telah memberikan kontribusi positif terhadap perusahaan tersebut. Pemberian kompensasi oleh sebuah perusahaan harus bersifat adil dan layak, dimana kinerja karyawan akan cenderung terhadap kompensasi yang diberikan oleh perusahaan (Zubaedah: 2012). Semakin baik kompensasi maka kinerja seorang karyawan akan makin baik, sebaliknya semakin buruk atau tidak adil sebuah perusahaan memberikan kompensasi, maka dampak kinerja karyawan akan terlihat menurun. Kompensasi yang mengandung prinsip keadilan maksudnya adlah secara internal pegawai yang melaksanakan tugas sejenis mendapat imbalan yang sama (Siagian, 2008). Kompensasi yang baik dengan ini dapat disimpulkan bahwa harus ada keseimbangan antara produktivitas atau prestasi kerja karyawan dengan 254 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 upah atau gaji yang diterimanya. Kompensasi juga dapat dikatakan layak jika besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan, seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional. Menurunya atau ketidak sesuaian nilai kompensasi akan berdampak pada penurunan kinerja karyawan. Berdasarkan kajian teori dan fakta-fakta penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara program pelatihan dan pengembangan dengan kinerja karyawan dan ada pengaruh positif yang signifikan antara sistem kompensasi dengan kinerja karyawan. Disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara program pelatihan dan pengembangan serta kompensasi terhadap kinerja karyawan. Secara garis besar, pengaruh pelatihan dan pengembangan serta kompensasi terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar1 berikut ini. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian H1 : Pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. H2 : Pengembangan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. H3 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. H4 : Pelatihan, pengembangan, dan kompensasi bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Bentuk studi yang akan dikembangkan dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan yang akan dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner. Angket tersebut akan disebarkan kepada karyawan Bank 255 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Mega Cabang Pembantu Serang. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 44 karyawan yang terdiri dari divisi administrasi, bisnis, security, dan operasional. Penelitian ini menggunakan sensus, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Peneliti melakukan sensus karena jumlah populasi yang ada di Bank Mega Cabang Pembantu Serang tidak banyak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Bentuk studi yang akan dikembangkan dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan yang akan dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner. Angket tersebut akan disebarkan kepada karyawan Bank Mega Cabang Pembantu Serang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas (pelatihan, pengembangan, kompensasi) terhadap variabel terikat (kinerja) dan matrik korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan dimensi antar variabel. Selain itu, Uji-F digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bersama antara dimensi bebas terhadap dimensi terikat. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan analisis koefisien regresi untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian yang telah diolah menggunakan SPSS 18.0 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Uji Normalitas. Uji untuk mengetahui apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau mendekati normal dilakukan dengan Regression Standarized. Tabel 1. Uji Normalitas Npar Tests Uraian N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp.sig.(2-tailed) Unstandardized Residual 44 .0000000 .33626475 .133 .125 -.133 .881 .420 a. Test distribution is Normal b. Calculated from data Sumber: data primer diolah Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai signifikan (Asymp. Sig 2-tailed) sebesar 0,420. Oleh karena signifikansi lebih dari 0,05 maka residual terdistribusi dengan normal. Uji Multikolinieritas. Uji Multikolinieritas pada penelitian ini dengan menggunakan bantuan SPSS v.18.0. Metode pengujian yang digunakan yaitu dengan melihat nilai inflation factor (VIF) dan tolerance pada model regresi, hasilnya adalah: 256 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Tabel 2. Hasil Uji Multikolinieratis Model Collinearity Statistics (Constant) Pelatihan Pengembangan Kompensasi Tolerance VIF .793 .803 .978 1.261 1.246 1.022 Sumber: data primer diolah Analisis Regresi Bersama. Pengaruh antar variabel dan sumbangan antar variabel independen (pelatihan, pengembangan, dan kompensasi) terhadap variabel dependen (kinerja) karyawan Bank Mega KCP Serang dapat dilihat dari hasil t hitung antar variabel dan nilai R2. Pengujian koefisien regresi korelasi (R2) dan nilai t hitung dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Hasil Analisis Koefisien Regresi Model 1 R2 (Constant) Pengembangan Pelatihan Kompensasi = .692 Unstandardized Coefficients B Std. Error .780 .281 .387 .074 .293 .082 .211 .064 Standardized Coefficients Beta .513 .353 .291 T Sig. 2.771 5.237 3.585 3.278 .008 .000 .001 .002 Sumber: Data Primer diolah Berdasarkan output diatas diperoleh angka R2 sebesar 0,692 atau (69,2%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen yaitu pelatihan, pengembangan, dan kompensasi terhadap variabel kinerja sebesar 69,2%. Hasil tersebut dapat dikatakan pula variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan sebesar 69,2% variasi variabel dependen, sedangkan sisanya sebesar 30,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Tabel tersebut memperlihatkan nilai seluruh variabel thitung lebih besar dari nilai ttabel. Seluruh Variabel dikatakan signifikan karena nilai signifikan seluruh variabel < 0,05. Tabel tersebut selain menjelaskan tentang sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen juga menjelaskan: (a) nilai konstanta 0,780. Hal ini berarti bahwa tanpa adanya pengaruh variabel bebas yaitu variabel pelatihan (X1), variabel pengembangan (X2), dan kompensasi (X3), maka variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,780.; (b) nilai koefisien regresi (b1) variabel pelatihan (X1) satu satuan, maka akan mengakibatkan kenaikan variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,293, dengan asumsi bahwa variabel bebas pengembangan (X2) dan kompensasi (X3) adalah konstan (tetap).; (c) nilai koefisien regresi (b2) variabel pengembangan (X2) adalah 0,378. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel pengembangan (X2) satu satuan, maka akan mengakibatkan kenaikan variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP 257 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Serang sebesar 0,387 dengan asumsi bahwa variabel bebas pelatihan (X1), dan kompensasi (X3) adalah konstan (tetap).; (d) nilai koefisien regresi (b3) variabel kompensasi (X3) adalah 0,211. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan (Y) Bank Mega KCP Serang sebesar 0,211 dengan asumsi bahwa variabel bebas pelatihan (X1) dan pengembangan (X2) adalah konstan (tetap). Kesimpulan dari penjelasan tersebut adalah seluruh variabel berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja karyawan bank Mega KCP Serang. Variabel yang sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang ytiu variabel pengembangan. Kinerja karyawan akan meningkat sebesar 38,7% jika pengembangan ditingkatkan per satu satuan. Variabel pengembangan informal merupakan variabel yang mempengaruhi terhadap variabel pengembangan. Pengembangan secara informal dengan ini dapat dilakukan berbagai cara, misalkan dengan membuat perpustakaan di area kantor Bank Mega KCP Serang, memberikan coaching secara rutin, atau bisa juga dengan menambah film atau video pengembangan diri sebelum meeting atau coaching. Variabel pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh lebih kecil dibawah variabel pengembangan yaitu dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,293. Variabel pelatihan yang paling berpengaruh adalah variabel pelatih, dengan ini variabel pelatihan dapat diperbaiki dengan cara memilih pelatih yang profesional, mengerti keadaan sekitar, memahami karakteristik peserta, serta menguasai jalannya program pelatihan, baik itu materi maupun metode. Variabel kompensasi merupakan variabel yang berpengaruh lebih kecil dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua karyawan Bank Mega KCP Serang bekerja karena memprioritaskan kompensasi dari perusahaan. Karyawan ingin mengembankan dirinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dimasa mendatang. Faktor usia karyawan Bank Mega menjadi acuan utama dalam penelitian ini, karena dibuktikan lebih dari 50% karyawan Bank Mega KCP Serang berada pada usia < 40 tahun dimana pada usia ini karyawan masih ingin berkembang dengan pekerjaan yang dilakukan sekarang. Uji-F ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tergantung. Variabel bebas yang dimaksud adalah variabel pelatihan, pengembangan, dan kompensasi, sedangkan variabel tergantung yang dimaksud adalah variabel kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Hasil uji-F pada penelitian ini yaitu: Tabel 4. Hasil Uji F dan Nilai Signifikan ANOVA Sum of Squares Df Mean Square 1 Regression 10.988 3 3.663 Residual 4.899 40 .122 Total 15.886 43 a. Predictors: (Constant), Kompensasi, Pengembangan, Pelatihan b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan Model F Sig. 29.905 .000a Sumber: Data Primer diolah Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai Fhitung adalah 29,905 dan tingkat signifikan < 0,05. Oleh karena 0,00 <0,05, maka penelitian ini dikatakan signifikan. Ftabel ini 258 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 menggunakan tingkat keyakinan 95%, a = 5%, df 1 (jumlah variabel -1) atau 4-1 =3 dan df 2 (n-k-1) atau 44-3-1 = 40. ). Fhitung dalam penelitian ini lebih besar dari Ftabel (29,905> 2,839), maka Ho ditolak. Maksud dari angka ini yaitu pelatihan, pengembangan, dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Penelitian ini menggunakan beberapa dimensi antar variabel yang akan dikorelasikan dengan melihat nilai r. Hasil matrik korelasi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 5. Matrik Korelasi Dimensi antar Variabel Variabel Variabel Dimensi Y1 .206 X1.1 .271 X1.2 Pelatihan .038 X1.3 (X1) .071 X1.4 .172 X1.5 .314 Pengembangan X2.1 .339 (X2) X2.2 .111 Kompensasi X3.1 .161 (X3) X3.2 Sumber: Data Primer diolah Y2 Kinerja (Y) Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 .433 .222 .137 .261 .000 .316 .159 .143 .146 .290 .146 .127 .314 .364 .364 .432 .178 .351 .059 .131 .103 .270 .135 .097 .327 .489 .128 .222 .082 .305 .373 .205 .317 .464 .255 .231 .049 .384 .399 .242 .222 .309 .385 .246 .231 .513 .424 .441 .159 .349 .300 .243 .250 .318 .416 .293 .090 .008 .258 .415 .204 .138 .054 .280 .043 -.089 .230 .369 .221 .227 .155 .257 Tabel diatas memperlihatkan bahwa terdapat hubungan kuat sedang antara dimensi X1.4 (materi) dengan Y3 (kuantitas), X2.1 (pengembangan formal) dengan Y3 (kualitas), dan X3.1 (finansial) dengan Y5 (disiplin kerja). Dimensi antar variabel pelatihan, pengembangan, dan kompensasi memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi kinerja. Dimensi finansial memiliki beberapa instrumen, instrumen finansial kemudian dikorelasikan dengan dimensi finansial. Hasil korelasi instrumen finansial dengan instrumen finansial dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 6. Korelasi Instrumen Dimensi Finansial dengan Dimensi Finansial Keterangan Insentif Uang makan transport Asuransi Gaji pokok Finansial 1 Uang makan dan transport .451 .451 .411 .449 .738 Insentif dan .411 Gaji pokok .449 1 418 617 710 .418 .617 .710 1 .478 .670 .478 1 .747 .670 .747 1 Asuransi Finansial .738 Sumber: Data Primer diolah Tabel di atas menjelaskan bahwa instrumen gaji pokok memiliki hubungan lebih kuat dengan dimensi finansial dibandingkan instrumen-instrumen lainnya. Tabel tersebut 259 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 menjelaskan bahwa jika gaji pokok dinaikkan, maka dimensi finansial akan meningkat, yang berhubungan kuat sedang dengan disiplin kerja. PENUTUP Kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Bank Mega KCP Serang diperoleh hasil perhitungan dan beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Dimensi materi merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi kualitas.; (2) Pengembangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Dimensi formal merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi kuantitas.; (3) Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Dimensi finansial berupa gaji pokok merupakan dimensi yang memiliki hubungan kuat sedang dengan dimensi disiplin kerja.; (4) Pelatihan, pengembangan, dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mega KCP Serang. Rekomendasi. Rekomendasi peneliti dalam penelitian ini yaitu: (1) Bank Mega KCP Serang sebaiknya memprioritaskan materi pelatihan dalam melaksanakan program pelatihan, materi yang akan diberikan kepada peserta haruslah sesuai dengan posisi dan tugas masing-masing peserta pelatihan.; (2) Manajemen Bank Mega KCP Serang perlu memberikan kesempatan pengembangan formal terhadap karyawan agar kualitas pekerjaan yang di hasilkan oleh karyawan meningkat, memberikan beasiswa kepada karyawan yang ingin berkembang harus bisa dilakukan oleh manajemen.; (3) Manajemen Bank Mega KCP Serang sebaiknya memperhatikan karyawannya dari aspek finansial, khususnya gaji pokok. Gaji pokok karyawan Bank Mega KCP Serang seharusnya dinaikkan untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan. Skala prioritas manajemen Bank Mega KCP Serang untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah pengembanganformal, pelaksanaan program pelatihan khususnya dengan memperhatikan materi pelatihan, dan disusul dengan peningkatan kompensasi finansial berupa peningkatan gaji pokok karyawan. DAFTAR RUJUKAN Abdullah,Nilufar A., and Syed S. Alam.(2009). The Effect of Human Resources Management on Bussiness Performance among Private Companies in Malaysia. Ejournal on- line. Melalui <http//www.ccsenet.org/journal.html> [22 November 2012]. Astuti, D. (2006). Penciptaan Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif dengan Assessment Centre. E- Jurnal. Jurnal Manajemen. Melalui <http://major.maranatha.edu> [05 Februari 2013]. Bangun, W. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga Cartwright, R. (2003).Training and Development. Oxford OX4 1RE. Capstone Publishing Limited 260 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Chaudry et al. (2012). Determining Project Performance: The Role of Training and Compensation. Journal of Economics and Sustainable Development. E-Journal online. Melalui <http//iiste.org> [02 November 2012]. Dessler, G. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Paramita Rahayu. Jakarta: PT Indeks. Fatchiyah. (2012). Training Needs Analysis: Analisis Kebutuhan Pelatihan bagi Personel Laboratorium. Melalui <http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id>. [09 Februari 2013]. Harlie. (2010). Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi, dan Pengembangan Karir terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan. Jurnal Manajemen dan Akuntansi. Melalui <http://jurnaljam.ub.ac.id>. [02 Maret 2013]. Kadarman dan Udayana. (2001). Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Prenhallindo. Mangkunegara, A.P. (2003). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Penerbit Refika Aditama. ---------------------------. (2009). Evaluasi Kinerja SDM.Cetakan ke tiga. Bandung: Refika Aditama. Mursidi. (2009). Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan, Jurnal Ilmu Pendidikan.Volume 10, no.2, <http://ejournal.umm.ac.id> [15 November 2012]. Musafir. (2009). Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pelabuhan Indonesia IV Gorontalo. E- Jurnal. Jurnal Kependidikan. Melalui <http://isjd.pdii.lipi.go.id> [05 Februari 2013]. Nawawi, H., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Noviantoro, D., (2009). Analisis Pengaruh pelatihan serta Pengembangan terhadap Kinerja Pegawai pada PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk Medan. Tesis. Melalui <http://repository.usu.ac.id> [09 Februari 2013]. Ongkorahardjo, D., Susanto A., dan Rachmawati D., (2008). Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. E- Jurnal on-line. Melalui <http://puslit.petra.ac.id> [09 Februari 2013]. Ojo, L.B., dan Olaniyan. (2008). Staff Training and Development: A Vital Tool for Organizational Effectiveness. European Journal of Scientific Research. E- Journal on line. Melalui <http://eurojournals.com> [03 Maret 2013]. Pratama. (2012). Kepercayaan Menjadi Faktor Penting Berkaitan Dengan Sektor Perbankan. Melalui <http://pratama1989.wordpress.com> [09 Februari 2013]. Republik Indonesia. “Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003”. Bandung: Fokusmedia. Robbins, S., Michael, C., (1999). Manajemen. Terjemahan Hermaya. Jakarta: Penerbit PT Prenhallindo Saydam, G., (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya jawab). Jakarta: Djambatan. Siagian, S. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: 2008 Solihin, I. (2011). Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga. Sunyoto. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Center 261 Permana 247 - 262 Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni 2013 Suwatno, Jusuf P. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sjahdeini, S.R. (1993). Rahasia Bank: Berbagai Masalah Disekitarnya. Melalui <http://www.oocities.org>. [02 Februari 2013] Siringoringo, R., (2012). Karakteristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. E-Journal on-line. Melalui <http://www.bi.go.id> [05 Februari 2013]. Sudarsono, H., (2008). Analisis Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi dan Kinerja (Studi Kasus Dosen Ekonomi pada Perguruan Tinggi Swasta). E- Jurnal. Jurnal Kependidikan. Melalui <http://lemlit.um.ac.id> [ 02 Februari 2013]. Sumarto. (2009). Meningkatkan Kompensasi, Kepuasan Kerja, dan Motivasi untuk Mengurangi Labor Turnover Intention. E- Journal. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. Melalui <http://ejournal.upnjatim.ac.id> [10 Februari 2013]. Sumarwan, U., (2013). Gaya Hidup Sehat Konsumen Jerman Berjalan, Bersepeda, dan Makan Roti. Melalui <http://www.bakerymagazine.com> [09 Februari 2013]. Wijayanto, D., (2012). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan penelitian. Jakarta: Salemba Empat. Wibisono, D., (2011). Manajemen Kinerja Korporasi dan Organisasi: Panduan Penyusunan Indikato. Jakarta: Erlangga. Zubaedah. (2012). Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan pada CV. Mandiri Palembang. Jurnal Manajemen, Volume 1, No. 2. Universitas Palembang. 262