IDENTIFIKASI SPESIES ISOLAT BAKTERI S1 DENGAN

advertisement
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
IDENTIFIKASI SPESIES ISOLAT BAKTERI S1 DENGAN
METODE ANALISA SEKUEN FRAGMEN GEN 16S
rDNA
Thoyibatun Nuroniyah dan Surya Rosa Putra*
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected] *dosen pembimbing
Abstrak— Telah dilakukan identifikasi spesies isolat bakteri S1
dengan menggunakan pendekatan analisa genotip. Isolat bakteri
S1 merupakan bakteri termofilik yang diisolasi dari sumber
mata air panas Songgoriti, Malang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi spesies bakteri S1 dengan metode analisa
sekuen fragmen 16SrDNA yang telah diakui sebagai metode
identifikasi yang akurat untuk berbagai spesies organisme. DNA
kromosom bakteri diisolasi dan diamplifikasi menggunakan
instumen PCR dan primer yang digunakan adalah primer
universal. Selanjutnya dilakukan analisa sekuen fragmen gen
16S rDNA teramplifikasi. Hasil analisa dibandingkan dengan
sekuen 16S rDNA bakteri yang telah terdaftar di BankGen untuk
diketahui homologinya dengan bakteri yang lain. Hasil analisa
menunjukkan bahwa sekuen fragmen gen 16S rDNA bakteri
teridentifikasi memiliki kecocokan 99,12% dengan Bacillus
thuringiensis galur IAM 14077.
Kata Kunci—identifikasi spesies, bakteri termofilik, analisa
fragmen gen 16S rDNA
I. PENDAHULUAN
ndonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim
tropis sehingga memiliki banyak daerah pegunungan
berapi dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Kondisi
geografis ini mendukung untuk dilakukannya eksplorasi
bakteri termofilik yang merupakan bakteri penghasil enzim
termostabil[1].
Di Indonesia, penelitian mengenai bakteri termofilik
mulai mendapatkan perhatian. Beberapa bakteri termofilik
isolat lokal telah berhasil diisolasi dari sejumlah tempat.
Beberapa bakteri termofilik yang berhasil diisolasi dari
berbagai sumber air panas di Indonesia antara lain Geobacillus
thermoleovorans yang tumbuh pada suhu 43 – 75 °C dari
sumber air panas kawah Wayang, Pangelangan [2]. Selain itu
bakteri Geobacillus thermoleovorans juga ditemukan di
sumber air panas Gunung Pancar, Bogor dengan suhu tumbuh
antara 42 – 70 °C[3]. Penelitian mengenai pemetaan bakteri
termofilik di Indonesia juga dilakukan oleh Muharni [4] yang
menemukan bakteri Bacillus sp dalam sampel air panas Danau
Ranau Sumatera Selatan dan Asnawi [5] yang menemukan 8
genus bakteri dalam sampel air panas Pacet, yaitu Bacillus sp,
Acetogenium
sp,
Thermus
sp,
Pseudomonas
sp,
Thermodesulfobacterium sp, Thermotrix sp, Sulfobacillus sp,
dan Thermomicrobium sp. Biodiversitas ini dipengaruhi oleh
perbedaan kondisi seperti pH, temperatur, ketersediaan air,
I
cahaya dan oksigen, serta jenis dan jumlah nutrien dalam
suatu habitat [6].
Bakteri termofilik dapat dimanfaatkan dalam bidang
bioteknologi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri
termofilik menghasilkan enzim termostabil. Enzim termostabil
yang dihasilkan oleh
bakteri termofilik mampu
mengakatalisis reaksi biokimia pada suhu tinggi dan umumnya
lebih stabil dari enzim yang dihasilkan oleh bakteri mesofilik.
Beberapa enzim termostabil tersebut adalah enzim amylase
dari Geobacillus sp [7], enzim lipase dari Pseudomonas sp [8],
dan selulase dari Anoxybacillus flavithermus [9].
Eksplorasi pemanfaatan bakteri termofilik dalam
berbagai bidang industri mendorong dilakukannya pemetaan
dan identifikasi bakteri termofilik dari berbagai sumber mata
air panas. Salah satu sumber mata air panas yang diduga
memiliki tingkat biodiversitas bakteri termofilik yang tinggi
adalah Sumber Mata Air Panas Songgoriti.
Penelitian mengenai bakteri termofilik dari Sumber
Mata Air Panas Songgoriti pertama kali dipublikasikan oleh
Karina [10]. Dalam penelitiannya, Karina telah melakukan
identifikasi isolat S1. Identifikasi bakteri termofilik yang
dilakukan oleh Karina didasarkan pada metode analisa
fenotipik meliputi morfologi sel, pewarnaan gram, uji
oksidasi, dan uji fermentasi. Berdasarkan serangkaian
identifikasi fenotipik tersebut, dilaporkan bahwa isolat S1
termasuk bakteri Gram negatif, sel berbentuk batang, positif
terhadap uji oksidasi, dan negatif terhadap uji fermentasi.
Berdasarkan
karakter
fenotipik
tersebut,
Karina
menyimpulkan bahwa isolat bakteri S1 merupakan bakteri
genus Pseudomonas.
Meski demikian, identifikasi bakteri dengan berdasarkan
karakter fenotip memiliki kelemahan utama, yaitu kerapnya
terjadi kesalahan dalam pembedaan spesies dan galur bakteri.
Kesalahan tersebut disebabkan hadirnya karakter fenotipik
bakteri yang tidak biasa. Terlebih karakter fenotipik bakteri
tidak bersifat statis dan dapat berubah seiring dengan
perubahan kondisi organisme dan lingkungan hingga
menyebabkan evolusi [11]. Identifikasi bakteri berdasarkan
karakter fenotipik juga memiliki reprodusibilitas yang rendah
karena tergantung pada kondisi kultur di laboratorium yang
berbeda.
Kekurangakuratan identifikasi isolat bakteri S1 melalui
analisa fenotipik mendorong dilakukannya identifikasi bakteri
dengan metode lain yang lebih akurat. Metode identifikasi
bakteri yang banyak direkomendasikan adalah analisa genotip
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
bakteri melalui pembacaan sekuen basa nitrogen pada
nukleotida penyusun fragmen gen 16S rDNA bakteri. Dinilai
dari beberapa pertimbangan, metode ini dinilai lebih baik
dibandingkan dengan metode analisa fenotipik. Pertimbangan
yang pertama adalah gen 16S rDNA dari hampir seluruh
spesies bakteri telah ditentukan urutan basa nitrogennya
sehingga dapat dijadikan pedoman jika ditemukan spesies
baru[12]. Pertimbangan yang kedua adalah urutan basa
nitrogen gen 16S rDNA memiliki keragaman intraspesifik
yang lebih rendah dibandingkan gen pengkode protein yang
lain, serta sifat dari fragmen 16S rDNA yang lestari[13].
Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi spesies
isolat bakteri S1 dengan metode analisa sekuens basa nitrogen
pada nukleotida penyusun fragmen gen 16S rDNA isolat
bakteri S1. Identifikasi dilakukan dengan pertama kali
melakukan isolasi DNA isolat bakteri S1 dan selanjutnya
diamplifikasi fragmen gen 16S rDNAnya menggunkan
instrumen Polymerase Chain Reaction. Fragmen gen
teramplifikasi selanjutnya di analisa sekuen basa nitrogen pada
nukleotida penyusun fragmen untuk diketahui homologinya
dengan sekuen basa nitrogen fragmen gen 16S rDNA bakteri
lain yang telah terdata pada bankgen. Melalui metode ini, juga
akan diketahui kekerabatan isolat bakteri S1 dengan bakteri
lain melalui pohon filogenetik.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Isolasi DNA Isolat S1
10 mL kultul cair bakteri isolat S1 disentrifus dalam
tabung ependorf 1000µL selama dua menit dengan kecepatan
10000 rpm. Supernatan yang diperoleh dibuang, sedangkan
endapannya diresuspensi dengan menambahkan buffer STE
sebanyak 500µL. Larutan
dihomogenkan menggunakan
vortex hingga homogen dan disentrifus kembali selama 2
menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan yang
diperoleh kembali dibuang dan endapan diresuspensi dengan
500 µL buffer TE dan SDS 10% 100 µL. Larutan
dihomogenkan dengan mengeluar-masukkan larutan dengan
mikropipet. Setelah homogen, ditambahkan 10µL enzim
proteinase K kedalam larutan dan diinkubasi selama 1 jam
pada suhu 37°C. Ketika inkubasi berjalan, tabung eppendorf
diketuk-diketuk dengan jari setiap 15 menit sekali.
Setelah inkubasi, kedalam tabung eppendorf
ditambahkan 500µL larutan PCI. Kemudian tabung eppendorf
disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit.
Dari hasil sentrifus diambil larutan bagian atas tabung
sebanyak 400µL dan dipindahkan ke tabung eppendorf steril
yang lain. Kedalam larutan yang dipindahkan ini ditambahkan
etanol absolut dingin sebanyak 800µL. Selanjutnya tabung
eppendorf difreezer dengan suhu 4°C selama 30 menit.
Setelah difreezer, tabung eppendorf disentrifus selama 10
menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan yang
diperoleh dibuang dan endapan diresuspensi dengan etanol
70%. Tabung eppendorf kemudian disentrifuse kembali
dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan
yang diperoleh dibuang dan endapan yang diperoleh
dikeringkan menggunakan evaporator. Endapan yang telah
kering diresuspendi dengan menambahkan ddH2O 50µL.
2
selanjutnya, untuk memeriksa hasil isolasi DNA, dilakukan
analisa menggunakan gel elektroforosis agarosa.
B. Pembuatan Gel Agarosa
Sebanyak 0.4 gram bubuk agarosa dilarutkan dalam
40 mL buffer TAE. Pelarutan dilakukan dengan bantuan
microwave selama 2 menit. Sesudah larut, larutan agarosa
didiamkan hingga suam-suam suku. Selanjutnya, larutan
agarosa dituangkan kedalam alat pencetak gel agarosa.
Didiamkan larutan agarosa hingga membeku. Setelah
membeku, dimasukkan gel agarosa yang telah mengeras
kedalam loyang elektroforesis. Kemudian dituangkan buffer
TAE kedalam loyang hingga gel terendam.
C. Elektroforesis
Disiapkan 3 µL loading buffer pada lembaran
parafilm. Ditambahkan 7 µL sampel hasil isolasi DNA ke
loading buffer dan dihomogenkan. Sesudah homogen (ditandai
dengan perubahan warna campuran menjadi biru tua)
dimasukkan campuran sampel dan loading buffer kedalama
lubang-lubang sumur pada gel agarosa. Dimasukkan marka
DNA ukuran 1 kb kedalam lubang sumur paling ujung.
Setelah itu dilakukan elektroforesis selama 30 menit dengan
tegangan 5 V/cm..
Setelah proses elektroforesis, diambil gel agarosa dari
chamber dan direndam dalam larutan EtBr selama 10 menit
untuk proses pewarnaan. Seusai pewarnaan selama 10 menit,
gel agarosa direndam dalam air selama 1 menit. Selanjutnya
dilakukan pengamatan migrasi DNA pada gel agarosa
menggunakan lampu UV transiluminator.
D. Amplifikasi Fragmen 16S rDNA
Kedalam tabung PCR dimasukkan larutan DNA
cetakan sebanyak 5 µL, reagen multimix PCR 25 µL, primer
forward (5’-CAC GGA TCC AGA GTT TGA TC(A/C) TGG
CTC AG-3’) 5 µL, primer reverse (3’-GTG AAG CTT ACG
GYT ACC TTG TTA CGA CTT-5’) 5µL (Promega
Corporation, USA) dan ddH2O 10 µL. Selanjutnya campuran
dimasukkan kedalam PCR dengan pengaturan suhu
prapemisahan 95°C selama 5 menit, suhu pemisahan 95°C
selama 30 detik, suhu penempelan 60°C selama 30 menit dan
suhu polimerisasi 72°C selama 1 menit.
Reagen multimix PCR merupakan reagen campuran
yang mengandung enzim i-Taq DNA polymerase 5U/µL, 4
macam dNTP (dTTP, dCTP, dATP dan dGTP) masing-masing
2.5 mM, buffer PCR dan buffer loading gel. Setelah
amplifikasi, dilakukan analisa gel elektroforesis kembali.
E. Purifikasi Produk Amplifikasi
Diambil 30 µL produk amplifikasi dan dimasukkan
kedalam tabung eppendorf 1000µL. kedalamnya ditambahkan
70µL ddH2O dan 500µL binding buffer dan dikocok perlahan.
Dipipet seluruh campuran kedalam filter tube disentrifus
selama 1 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Dibuang
liquidyang terpisah. Kemudian ditambahkan 500 µL wash
buffer kedalam filter tube dan disentrifus selama 1 menit
dengan kecepatan 10000 rpm, dibuang liquidyang terpisah.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Pencucian dengan wash buffer dilakukan dua kali. Langkah
terakhir, dimasukkan filter tube kedalam tabung eppendorf,
ditambahkan 25µL ddH2O dan disentrifus selama 1 menit
dengan kecepatan 10000 rpm. Liquid yang didapat pada dasar
eppendorf merupakan hasil purifikasi. Hasil purifikasi diuji
dengan gel elektroforesis.
F. Analisa Sekuen Fragmen Gen 16S rDNA
Analisa sekuen fragmen gen 16S rDNA dilakukan
dalam satu reaksi dan primer yang digunakan adalah primer
forward yang juga dipakai pada proses amplifikasi fragmen
16S rDNA. Urutan sekuesn fragmen gen yang diperoleh
selanjutnya diupload ke bankGen melalui program BLAST
pada website www.ncbi.nlm.nih.gov untuk mengetahui
kemiripannya dengan fragmen gen 16S rDNA bakteri lain
serta pohon filogenetik bakteri isolat S1.
3
Keberadaan RNA dalam larutan DNA disebabkan karena pada
prosedur ini tidak ditambahkan enzim RNAse.
Keberadaan plasmid serta RNA yang tidak
diinginkan pada larutan DNA bisa ditolerir karena pada proses
amplifikasi fragmen DNA menggunakan instrumen PCR,
primer oligonukleotida universal yang digunakan hanya akan
menempel secara spesifik pada basa nitrogen komplementer
pada nukleotida penyusun fragmen gen 16S rDNA bakteri
yang ada pada DNA kromosom, bukan pada RNA atau DNA
plasmid. Hasil elektroforesis yang sama juga dilaporkan oleh
Noer [17] yang melakukan isolasi DNA sel epitel.
Berdasarkan hasil penelitiannya, protein serta molekul
kontaminan yang masih terkandung dalam larutan DNA tidak
mengganggu proses amplifikasi DNA sel epitel.
III. HASIL DAN DISKUSI
A. Isolasi DNA Isolat Bakteri S1
Hasil elektroforesis DNA kromosom bakteri isolat
S1 tersaji dalam gambar 3.1. Pada gambar tersebut terlihat
beberapa jalur migrasi DNA. Jalur migrasi DNA isolat bakteri
S1 berada pada jalur 1. Pada jalur 1 terlihat adanya beberapa
pita yang terseparasi berdasarkan ukuran molekul masing –
masing. Pita pertama terpisah diatas wilayah 10000bp. Hal ini
menunjukkan bahwa terdeteksi adanya molekul dengan
ukuran lebih dari 10000bp. Ukuran pita yang jelas dan tebal
mengindikasikan bahwa konsentrasi molekul yang terseparasi
pada wilayah ini tinggi. Tertahannya laju migrasi molekul
pada daerah 10000 bp mengindikasikan bahwa molekul
tersebut adalah molekul DNA kromosom bakteri, karena
berdasarkan penelitian Demerdash[14], molekul DNA
kromosom bakteri memiliki ukuran lebih dari 10000 bp, yakni
21000 bp – 23000 bp. Wang juga melaporkan bahwa pola pita
elektroforesis DNA kromosom bakteri dengan menggunakan
marka DNA 250bp – 10000bp terpisah pada daerah diatas
10000bp.
Faktor lain selain ukuran molekul yang menyebabkan
DNA kromosom tertahan diatas 10000bp dan tidak jauh dari
sumur gel adalah karena konformasi DNA kromosom bakteri.
DNA kromosom bakteri memiliki konformasi sirkular yang
menyebabkan molekul DNA susah melewati pori dalam
agarosa. Akibat konformasi tersebut, kromosom DNA
memiliki laju migrasi yang rendah dan tertahan di daerah
diatas 10000bp .
Pada gambar tersebut juga terlihat adanya 2 pita tipis
yang berada sedikit dibawah lini marka 2500bp dan 1500bp
dan pita tebal dibawah lini marka 250bp. Hal ini
menginformasikan bahwa terdapat molekul lain dengan
ukuran molekul yang berbeda – beda dalam larutan DNA[15].
Pita tipis dan samar yang tertahan sedikit dibawah lini marka
2500bp dan 1500bp diduga merupakan DNA plasmid[16].
Visualisasi pita memperlihatkan kedua pita merupakan pita
samar dan kecil yang menginformasikan bahwa konsentrasi
plasmid DNA dalam larutan DNA rendah.
Adapun pita tebal dan melebar yang tertahan sedikit
dibawah lini marka 250bp diduga merupakan RNA.
Gambar 3.1 pola elektroforesis DNA kromosom bakteri S1
B. Amplifikasi Fragmen Gem 16S rDNA
Gambar 3.2 adalah gambar gel elektroforesis hasil
amplifikasi fragmen gen 16S rDNA. Dari hasil elektroforesis
diketahui terdapat pita yang terseparasi dan sejajar dengan
marka 1500bp. Hal ini mengindikasikan bahwa fragmen gen
yang teramplifikasi memiliki ukuran ±1500 bp. Hasil
elektroforesis ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
molekul fragmen gen 16S rDNA bakteri memiliki ukuran
1500 bp, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses
amplifikasi fragmen gen 16S rDNA bakteri berhasil
dilakukan.
Hasil
amplifikasi
Marka
1500
bp
Gambar 3.2 pola elektroforesis fragmen gen 16S RDNA
C. Purifikasi produk Amplifikasi
Gambar 3.3 adalah gambar uji elektroforesis produk
amplifikasi pasca purifikasi.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Bacillus thuringiencis. Bacillus thuringiensis yang diisolasi
dari sumber air panas Himalaya ini diketahui memiliki gen
pengkode enzim DNA gyrase. Enzim DNA gyrase merupakan
salah satu enzim topoisomerase yang berperan dalam
mengontrol susunan suatu sel dan memiliki peranan penting
dalam proses replikasi dan transkipsi DNA. Enzim ini dapat
menginduksi terjadinya supercoiling positif pada molekul
DNA dan mempengaruhi mekanisme perbaikan melalui
pelapisan protein tertentu pada daerah yang rusak.
Gambar 3.3 pola elektroforesis produk amplifikasi pasca
purifikasi
Informasi yang didapat dari gambar diatas adalah
bahwa proses purifikasi berhasil dilakukan dengan terlihatnya
pita tunggal pada daerah sedikit diatas 1500 bp. Pita tunggal
yang jelas dan tidak melebar pada daerah 1500 bp
menunjukkan bahwa produk amplifikasi fragmen gen 16S
rDNA telah bersih dari protein dan molekul pengotor.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, fragmen
gen 16S rDNA bakteri memiliki homologi 99,12% dengan
fragmen gen 16S rDNA Bacillus thuringiensis galur IAM
12077. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa bakteri
teridentifikasi merupakan bakteri Bacillus thuringiensis galur
baru.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
D. Analisa Sekuen Fragmen Gen 16S rDNA
Informasi yang diperoleh dari prosedur ini adalah
bahwa sekuen fragmen gen 16S rDNA bakteri isolat S1
memiliki homologi 98 - 99% dengan fragmen gen 16S rDNA
dari 4 galur bakteri, yakni Bacillus thuringiensis galur IAM
12077, Bacillus Weihanstephanensis galur D5M 11821,
Bacillus mycoides galur 273, dan Bacillus anthracis galur
ATCC 14578. Dari keempat galur bakteri tersebut, fragmen
gen 16S rDNA isolat bakteri S1 memiliki homologi paling
besar dengan Bacillus thuringiensis galur IAM 12077.
Homologi sekuen fragmen 16S rDNA kedua jenis bakteri
mencapai 99,12%. Perbedaan sekuen fragmen gen 16S rDNA
bakteri S1 dan Bacillus thuringiensis galur IAM 12077
disebabkan adanya ketidaksesuaian 6 basa diantara 1241
sekuen basa yang terbaca. Ketidaksesuaian tersebut terjadi
pada sekuen basa ke 48 (A/G), 62 (T/C), 64 (T/A), 1158
(A/G), 1237 (T/C) dan 1243 (A/G).
Besarnya persentase keidentikan fragmen gen 16S
rDNA isolat bakteri S1 dan Bacillus thuringiensis galur IAM
12077, menginformasikan bahwa bakteri teridentifikasi
memiliki kekerabatan yang dekat dengan Bacillus
thuringiensis galur IAM 12077, namun bukan merupakan
Bacillus thuringiensis galur IAM 12077 karena tidak memiliki
homologi 100%. Tidak adanya kecocokan 100% antara
fragmen gen 16S rDNA sampel dengan fragmen gen 16S
rDNA bakteri yang telah terdaftar di genBank
mengindikasikan bahwa bakteri teridentifikasi merupakan
bakteri Bacillus thuringiensis galur baru.
Alam [18] melaporkan bahwa Bakteri Bacilus
thuringiensis juga berhasil diisolasi dari sumber air panas di
Himalaya timur. Dalam penelitiannya, Alam melakukan
identifikasi fenotip, genotip serta perbandingan proteoma
terhadap beberapa isolat bakteri termofilik yang diduga
merupakan Bacillus anthracis. Berdasarkan pendekatan
tersebut, diketahui isolat bakteri termofilik teridentifikasi tidak
menunjukkan karakteristik Bacillus anthracis, melainkan
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
Christina, Dessy.”Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase Termofil
Kasar Dari Sumber Air Panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara”.
Jurusan Biologi Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
Indrajaya, Madayanti F., dan Akhmaloka.
“Isolasi dan Identifikasi
Mikroorganisme Termofil Isolat Kawah Wayang”. Jurnal Mikrobiologi
Indonesia . 2003. 8, 67-71.
Dirnawan , H.A, Suwanto., Purwadaria T., “Eksplorasi Bakteri Termofil
Penghasil Enzim Hidrolitik-Ekstraseluler dari Sumber Air Panas
Gunung Pancar”. Hayati, 2000. 7,52-57.
Muharni. “Isolasi dan Identifikasi Bakteri penghasil Kitinase dari
Sumber Air Panas Danau Ranau Sumatera Selatan”. Jurusan Biologi
FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Utara. 2010
Asnawi, Hafid., “Keanekaragaman Bakteri Termofilik yang Terdapat
Dalam Sumber Mata Air Panas di Taman Wisata Padusan Pacet,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur”. Jurusan Biologi FMIPA, UM,
Malang. 2006.
Madigan, M.T. Martinko, J.M. Parker, J. ”Brock Biology of
Microorganisms”, Prentice-Hall International (UK) Limited, London.
1998.
Tayyab, Muhammad . “Isolation and identification of lipase producing
thermophilic Geobacillus sp. SBS-4S:Cloning and characterization of
the lipase “. Journal of Bioscience and Bioengineering. 2010. Vol. 111
No. 3, 272–278.
Ghosh.”Production of Lipase and Phospholipase Enzymes from
Pseudomonas sp and Their Action on Phospholipids.” Journal of Oleo
Science.2005.Vol 54, No 7, 407-411.
Ibrahim, “Isolation and Identification of New Cellulases Producing
Thermophilic Bacteria from an Egyptian Hot Spring and Some
Properties of the Crude Enzym”, Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, 2007. 473-478.
Buditianingsih, Karina. “Isolasi Bakteri Termofilik dari Sumber Air
Panas di Songgoriti ,”.Jurusan Kimia FMIPA, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember , Surabaya. 2011.
Ochman, H. “Genomes on The Shrink.” Proc.Natl.Acad.Sci USA. 2005.
102.11959 – 11960.
Acinas S.G., Marcelino L., Klepac-Ceraj V. POLZ M.F., J. Bacteriol.,
2004. 186. 2629 - 2635.
Oren A.The Royal Society.2004.359. 623-638
Demerdash, Hassan A,M,El.,”A Simple and Inexpensive Procedure for
Chromosomal DNA Extraction from Streptococcus thermophilus
Strains”. Middle-East Journal of Scientific Research . 2012.11 ,1,13-18
Faatih, Mukhlissul.”Isolasi dan Digesti DNA Kromosom.” Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi. 2009. 10.1. 61 – 67.
Anam,
Khoirul.“DNA
Sekolah
Pascasarjana
Rekombinasi”.
Bioteknologi,Institut Pertanian Bogor. 2009.
Noer, A. Saifuddin ., Gustiananda, Marcia. “PCR Tanpa Isolasi DNA
dari Sel Epitel Rongga Mulut”. JMS. 1997. 2. 1. 35 – 45.
Alam, SI., Bansod,S., Goel, AK., Singh, L. “Characterization of an
environmental strain of Bacillus thuringiensis from a hot spring in
Western Himalayas.”, . 2010. 62(2). 547-56.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
Download