1 JENIS DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN YANG TERTANGKAP

advertisement
1
JENIS DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN YANG TERTANGKAP DI
SUNGAI SERUAI DESA NAMU SURO KABUPATEN
DELI SERDANG SUMATERA UTARA
(Kinds of Fish Species and Growth Pattern of Fish that was Chaught at River Seruai,
Namo Suro Village, Deli Serdang District of North Sumatera)
1
1
Putra Sorbin Angga Sihaloho, 2Hasan Sitorus, 3Rusdi Leidonald
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
Email : [email protected]
2
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
3
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
ABSTRACT
The objective of the research was to know the kinds of fish species and
growth pattern of fish that was caught at the River Seruai, Namo Suro Village,
Deli Serdang District of North Sumatera Province. The research was conducted
by using field survey method on November to December, 2016. Parameters
measured were length and weight of fish, condition factor, gonad maturity and
water quality. Based on the research found four fish species i.e Baung (Mystus
nemurus), Cencen (Mystacoleucus marginatus), Nila (Oreochromis niloticus), and
Sibaro (Hampala macrolepidota). All of the fish had a negative allometric growth
pattern. The highest value of condition factor found in Cencen fish (1,007) and the
lowest value obtained in Sibaro fish (0,001). The correltion of Length and weight
of all fish species was very strong wih correlation coefficient (R) and determinant
coefficient (R2) approximately to value of 1.
Keywords: Fish Species, Growth Pattern, River Serui, Deli Serdang.
PENDAHULUAN
Air sungai menjadi salah
satu sumber air bagi kehidupan
makhluk
hidup.
Apabila
keseimbangan kualitas air mulai
terganggu maka akan terjadi
permasalahan
lingkungan
yang
sangat
merugikan
bagi
kelangsungan
hidup
organisme
yang berada di dalam sungai
maupun manusia yang tinggal di
daerah sekitar aliran sungai. Selain
itu sungai dikenal sebagai media
yang praktis untuk pembuangan
berbagai jenis limbah (padat dan
cair) ataupun sampah, hal ini
menyebabkan
sungai
rentan
terhadap pencemaran.
Seperti
sungai
pada
umumnya, Sungai Seruai juga
mengalami perubahan kualitas air
yang ditimbulkan akibat dari
berbagai aktivitas di sekitar sungai
tersebut. Kondisi perairan yang
2
demikian
akan
mempengaruhi
kehidupan ikan yang ada di sekitar
habitat dari perairan sungai Seruai
tersebut. Penurunan populasi ikan
akan berlangsung semakin cepat
akibat
degradasi
lingkungan
perairan. Fenomena ini tentu akan
mengancam penurunan
populasi
ikan dan akan berakhir pada
kepunahan jika tidak dilakukan
upaya konservasi. Sebagai bentuk
antisipasi maka penelitian terkait
umur dan pertumbuhan ikan dapat
memberikan
informasi
tentang
produksi suatu jenis ikan, hal ini juga
sangat penting sebagai dasar
informasi
guna
pengelolaan
sumberdaya
perikanan
yang
berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui jenis-jenis
dan pola pertumbuhan ikan yang
tertangkap di Sungai Seruai.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan November-Desember
2016 yang bertempat di Sungai
Seruai Desa Namu Suro Kabupaten
Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah
timbangan digital, jala, kamera
digital, termometer, bola duga, pH
meter, botol sampel air, kertas label,
kertas milimeter blok, tali plastik,
lakban, alat bedah, ember, buku
identifikasi ikan, alat tulis.
Bahan
yang
dibutuhkan
dalam penilitian ini adalah air
sampel, akuades dan ikan sampel.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan
setiap 2 minggu sekali selama 2
bulan.
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode eksploratif
dan
deskriptif.
Data
yang
dikumpulkan dalam penelitian ini
antara lain: panjang dan berat ikan
yang tertangkap dari setiap stasiun,
jenis ikan yang tertangkap, tingkat
kematangan gonad dan parameter
kualitas air. Pengambilan sampel
ikan dan kualitas air dilakukan secara
purposive sampling berdasarkan
aktivitas di Sungai Seruai. Ikan
contoh yang diambil dari tiap stasiun
diukur panjang, bobot dan ditentukan
tingkat
kematangan
gonadnya
langsung di lapangan.
Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan
dilakukan dengan menggunakan alat
tangkap jala untuk mendapatkan
ikan,
selanjutnya
ikan
yang
tertangkap langsung diidentifikasi.
Pengamatan terhadap ikan meliputi
pengukuran panjang total dan bobot
ikan, serta TKG ikan yang tertangkap
dengan menggunakan mili meter
blok, alat bedah, dan timbangan.
Pengamatan Panjang dan Berat
Ikan
Cara kerja yang dilakukan
sebagai berikut : 1) Panjang total
tubuh
ikan
diukur
dengan
menggunakan kertas ukur dengan
ketelitian 1 mm, 2) Ikan yang sudah
diukur panjang total, kemudian
dikeringkan dengan
tisu
dan
ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 1
g untuk mengetahui berat ikan, dan
3) Hasil pengamatan dicatat sebagai
data penelitian.
Pengamatan Tingkat Kematangan
Gonad (TKG)
Untuk menentukan jenis
kelamin dan tingkat kematangan
gonad maka ikan yang sudah diukur
panjang dan bobot selanjutnya
3
dibedah dengan menggunakan alat
bedah. Tingkat kematangan gonad
ikan dapat dibagi menjadi lima tahap.
Penentuan tingkat kematangan gonad
menggunakan klasifikasi kematangan
gonad yang telah ditentukan. Tingkat
kematangan gonad ditentukan secara
morfologi
berdasarkan
bentuk,
warna, ukuran, bobot gonad, serta
perkembangan isi gonad. Penentuan
tingkat kematangan gonad mengacu
dari Effendie yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Penentuan Tingkat Kematangan Gonad Secara Morfologi
TKG
Betina
Ovari seperti benang, panjangnya
sampai ke depan rongga tubuh, serta
permukaannya licin
Jantan
Testes seperti benang,warna jernih, dan
ujungnya terlihat di rongga tubuh
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar pewarnaan
seperti susu
Ovari berwarna kuning dan secara
morfologi telur mulai terlihat
Permukaan testes tampak bergerigi, warna
makin putih dan ukuran makin besar
Dalam keadaan diawet mudah putus, testes
semakin pejal
IV
Ovari makin besa, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan. Butir
minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3
rongga perut
V
Ovari berkerut, dinding tebal, butir
telur sisa terdapat didekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih berisi
I
II
III
Sumber : Effendie (2002)
Pengukuran Parameter Fisika
Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika
kimia perairan dilakukan bersamaan
dengan penangkapan ikan. Data yang
dikumpulkan pada penelitian ini
yaitu data primer fisika dan kimia
perairan. Parameter fisika perairan
yang diukur yaitu suhu kecerahan,
dan kecepatan arus, sedangkan
parameter kimia perairan yang
diukur yaitu pH, DO, BOD5, Nitrat,
dan Fosfat. Untuk pengukuran DO,
BOD5, Nitrat, dan Fosfat dilakukan
di Laboratorium Balai Teknik
Kesehatan Air Lingkungan Kelas I
Medan dengan mengambil air sampel
pada masing-masing stasiun.
Analisa Data
Hubungan Panjang dan Berat
Analisis hubungan panjang
berat
menggunakan uji regresi,
dengan rumus sebagai berikut
(Effendie, 1979):
W = aLb
Keterangan:
W
: Berat tubuh ikan (gram)
L
: Panjang ikan (mm)
a dan b : Konstanta
Faktor Kondisi
Faktor kondisi dapat dihitung
berdasarkan panjang dan berat ikan.
Jika pertumbuhan ikan bersifat
isometrik, maka faktor kondisi dapat
dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Effendie, 1979) :
4
Jika pertumbuhan bersifat allometrik
maka dapat digunakan rumus :
Keterangan :
K
: Faktor kondisi
W
: Berat rata–rata ikan (gram)
L
: Panjang rata–rata ikan (mm)
a dan b : Konstanta
Komposisi
Tangkapan
dan
Sebaran Panjang
Jumlah ikan yang diperoleh
selama penelitian sebanyak 62 ekor,
yang terdiri dari 7 ekor Ikan Baung
(Mystus nemurus), 42 ekor Ikan
Cencen (Mystacoleucus marginatus),
6 ekor Ikan Nila (Oreochromis
niloticus), dan 7 ekor Ikan Sibaro
(Hampala macrolepidota), yang
dapat dilihat pada Tabel 3 dan
Gambar 6.
Hasil
Tabel 3. Jenis dan Jumlah Ikan yang Tertangkap
7
Panjang
(mm)
113-230
Berat
(gr)
19-65
8
42
77-180
26-77
1
3
6
129-233
31-161
3
-
7
125-167
19-49
No.
Nama Ikan
I
II
III
Jumlah
1.
Baung
2
1
4
2.
Cencen
19
15
3.
Nila
2
4.
Sibaro
4
Jumlah
27
20
15
Keterangan:
I
: Stasiun 1 (kontrol/belum ada aktivitas apapun)
II
: Stasiun 2 (dekat dengan aktivitas wisata)
III
: Stasiun 3 (dekat dengan aktivitas pertanian)
62
Gambar 6. Kelompok Ukuran Panjang Ikan yang Tertangkap
5
Hubungan Panjang dan Berat
Ikan yang Tertangkap
Hubungan panjang dan berat
ikan yang tertangkap di Sungai
Seruai
menghasilkan
model
pertumbuhan dan kurva hubungan
panjang berat dengan Nilai koefisien
determinasi (R2) 0,951 untuk Ikan
Baung, 0,897 untuk Ikan Cencen,
0,928 untuk Ikan Nila, dan 0,942
untuk Ikan Sibaro. Nilai b untuk Ikan
Baung, Cencen, Nila, dan Sibaro
masing-masing 1,966; 1,128; 2,396;
dan 2,91. Grafik hubungan panjang
berat ikan yang tertangkap di Sungai
Seruai dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan yang Tertangkap
Faktor Kondisi
Nilai faktor kondisi ikan
yang didapat selama penelitian
berdasarkan kurva hubungan panjang
berat memiliki rata-rata yaitu
masing-masing 0,0108 untuk Ikan
Baung, 1,007 untuk Ikan Cencen,
0,004 untuk Ikan Nila, dan 0,001
untuk Ikan Sibaro.
Tingkat Kematangan Gonad
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada ikan yang tertangkap
terdapat 3 ekor yang sudah matang
gonad (TKG IV) pada ukuran
panjang 168-180 mm untuk Ikan
Cencen dan 2 ekor untuk yang sudah
matang gonad (TKG IV) pada
ukuran panjang 228-233 mm untuk
Ikan Nila sedangkan pada jenis Ikan
Baung dan Sibaro tidak ditemukan
adanya ikan yang sudah mengalami
matang gonad yang dapat dilihat
pada Gambar 8.
6
Gambar 8. Tingkat Kematangan Gonad Ikan yang Tertangkap
berkisar antara 0,6-1,53 m/s, Nilai
Kondisi Kualitas Air Sungai
pH 6,6-6,8, Nilai DO berkisar antara
Seruai
Hasil pengamatan terhadap
6,13-6,38 mg/l, Nilai BOD5 berkisar
paramater fisika-kimia perairan yang
antara 1,44-2,75 mg/l, Nilai nitrat
telah dilakukan di Sungai Seruai
berkisar antara 1,56-1,6 mg/l, dan
maka dapat diketahui bahwa pada
Nilai fosfat berkisar antara 0,02-0,04
tiap stasiun pengamatan tidak terlalu
mg/l . Hasil pengukuran faktor
memiliki perbedaan Nilai. Nilai ratafisika-kimia Sungai Seruai dapat
rata suhu tiap stasiun berkisar antara
dilihat pada Tabel 4.
29-31˚C, Nilai kecerahan berkisar
antara 25-47,6 cm, Nilai arus
Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter
Satuan
Stasiun Pengamatan
II
I
Fisika
Suhu
ºC
29
Kecerahan
cm
47,6
Arus
m/s
1,53
Kimia
pH
6,80
DO
mg/l
6,38
BOD5
mg/l
1,44
Nitrat
mg/l
1,56
Phospat
mg/l
0,02
Keterangan:
I
: Stasiun 1 (kontrol/belum ada aktivitas apapun)
II
: Stasiun 2 (dekat dengan aktivitas wisata)
III
: Stasiun 3 (dekat dengan aktivitas pertanian)
III
30
45,6
1,13
31
25
0,60
6,60
6,13
2,75
1,60
0,03
6,80
6,29
1,69
1,60
0,04
7
Pembahasan
Komposisi
Tangkapan
dan
Sebaran Panjang
Berdasarkan Tabel 3, terlihat
adanya perbedaaan komposisi dan
jumlah ikan yang tertangkap pada
masing-masing stasiun pengamatan.
Pada stasiun 3 terlihat hanya ada tiga
jenis ikan yang tertangkap yaitu Ikan
Baung, Cencen, dan Nila sedangkan
Ikan
Sibaro tidak tertangkap.
Keempat jenis ikan tertangkap pada
stasiun 1 dan 2 namun dengan
jumlah
yang
berbeda-beda.
Berdasarkan jumlah ikan
yang
tertangkap
selama
2
bulan
pengamatan, terlihat bahwa Ikan
Nila yang memiliki frekuensi
terendah dengan jumlah 6 ekor.
Sedangkan
frekuensi
tertinggi
terdapat pada Ikan Cencen dengan
jumlah 42 ekor. Hal ini diduga
terkait dengan kebiasaan hidup dari
masing-masing spesies, dimana ikan
yang berukuran besar seperti Ikan
Baung, Nila, maupun Sibaro jika
telah mencapai ukuran dewasa akan
cenderung hidup sendiri atau soliter.
Keadaan ini membuat kemungkinan
untuk tertangkapnya juga semakin
kecil. Hal inilah yang diduga menjadi
penyebab sedikitnya jumlah ketiga
jenis ikan tersebut tertangkap selama
penelitian.
Berbeda dengan ketiga jenis
ikan lainnya, jumlah Ikan Cencen
yang tertangkap selama penelitian
lebih banyak yaitu 42 ekor. Hal ini
diduga terkait dengan kebiasaan
hidup jenis ikan ini, dimana Ikan
Cencen merupakan jenis ikan yang
berukuran kecil sehingga ikan ini
hidup
secara
bergerombol
(schooling). Keadaan ini yang
membuat kemungkinan jenis ikan
ini untuk tertangkap semakin besar.
Kisaran panjang total dan berat
pada keempat jenis ikan
yang
tertangkap
juga
berbeda-beda.
Berdasarkan Gambar 4, terlihat
bahwa Ikan Baung, Nila, dan Sibaro
memiliki kisaran panjang total yang
lebih luas dari jenis Ikan Cencen.
Hal ini dikarenakan ketiga jenis ikan
tersebut memiliki kemampuan untuk
mencapai panjang total dan berat
yang lebih tinggi dari jenis ikan
Cencen. Panjang maksimum yang
dapat dicapai ketiga jenis ikan
tersebut antara lain 65 cm untuk Ikan
Baung (Yudha, 2011), 60 cm untuk
Ikan Nila (Eccles, 1992), dan 70,0
cm untuk Ikan Sibaro (Davidson,
1975),
sedangkan
panjang
maksimum yang dapat dicapai Ikan
Cencen yaitu 20 cm (Kottelat dkk.,
1993).
Hubungan Panjang dan Berat
Ikan yang Tertangkap
Persamaan
hubungan
panjang-berat ikan Baung, Cencen,
Nila, dan Sibaro secara keseluruhan
berturut-turut adalah W = 0,143704
L 1,966 ; W = 0,204948 L 1,128 ; W =
0,0869 L 2,396 ; dan W = 0,013128 L
2,910
. Hubungan panjang dan berat
jenis ikan
yang tertangkap
menunjukkan pola pertumbuhan
yang
tidak
jauh
berbeda.
Pertumbuhan allometrik negatif
ditemui pada semua jenis ikan yang
tertangkap dengan Nilai (b < 3)
artinya, pertumbuhan Ikan Baung,
Cencen, Nila, dan Sibaro cenderung
pertumbuhan beratnya lebih lambat
dibandingkan pertumbuhan panjang.
Hal ini diduga karena pergerakan
yang lebih banyak dari ikan untuk
melawan kecepatan arus pada
perairan tempat ikan hidup. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Muchlisin
(2010) yang menyatakan bahwa
besar kecilnya nilai b dipengaruhi
oleh perilaku ikan , misalnya ikan
yang berenang aktif menunjukkan
8
nilai b yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan ikan
yang
berenang pasif. Perbedaan tampilan
pertumbuhan dapat disebabkan oleh
kondisi lingkungan serta kondisi
biologis masing-masing individu
ikan . Menurut Nofrita dkk (2013)
secara umum, nilai b tergantung pada
kondisi fisiologis dan lingkungan
seperti suhu, pH, letak geografis dan
teknik sampling dan juga kondisi
biologis.
Pola hubungan panjang-berat
antar ikan yang tidak jauh berbeda
diduga karena adanya persamaan
kematangan gonad, dari total sampel
ikan
yang tertangkap, yang
mengalami matang gonad hanya
beberapa persen saja. Pertumbuhan
gonad ikut meningkatkan berat total
ikan sehingga dapat mempengaruhi
Nilai faktor kondisi dan juga Nilai b.
Febrianti dkk (2013) menyatakan
faktor‐faktor yang menyebabkan
perbedaan Nilai b ditentukan oleh
perbedaan variasi ukuran ikan yang
diamati,
jenis
kelamin,
dan
perbedaan
waktu
pengambilan
sampel karena terjadi perubahan isi
perut.
Persamaan hubungan panjang
berat ikan yang tertangkap memiliki
Nilai rata-rata koefisien korelasi
0,929. Hubungan panjang dan berat
ikan
tertangkap memiliki Nilai
determinan (R2) 0,951 untuk Ikan
Baung, 0,897 untuk Ikan Cencen,
0,928 untuk Ikan Nila, dan 0,942
untuk Ikan
Sibaro.
Hal ini
menjelaskan bahwa model dugaan
dapat menjelaskan model sebenarnya
sebesar 95% untuk Ikan Baung, 89%
untuk ikan Cencen, 92% untuk ikan
Nila, dan 94% untuk Ikan Sibaro,
hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan
yang
erat
antara
pertambahan panjang ikan dengan
pertambahan
beratnya
dimana
dengan adanya pertambahan panjang
akan diikuti dengan pertambahan
beratnya. Nilai (R²) dari hubungan
panjang dan berat ikan tertangkap
relatif cukup besar, menurut Walpole
(1992) besarnya Nilai tersebut yang
mendekati 1, menunjukkan bahwa
keragaman yang dipengaruhi oleh
variabel lain cukup kecil dan
hubungan antara panjang dan berat
ikan sangat erat. Hal ini diduga
karena kondisi perairan yang mampu
mendukung kehidupan ikan yang
tertangkap cukup baik.
Pola pertumbuhan yang bersifat
allometrik negatif menunjukkan
bahwa makanan yang tersedia di
perairan Sungai Seruai sedikit atau
dapat dikatakan bahwa perairan
Sungai Seruai kurang subur, dimana
nilai rata-rata kandungan nitrat yang
didapat dari hasil penelitian yaitu 1,6
mg/l yang menunjukkan bahwa
perairan tersebut dalam kategori
mesotrofik. Ini sesuai dengan
pernyataan Wetzel (1975) yang
menyatakan
bahwa
perairan
oligotrofik memiliki kadar Nitrat
antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik
memiliki kadar Nitrat antara 1-5 mg/l
dan perairan eutrofik memiliki kadar
Nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/l
(Wetzel, 1975). Hal ini merupakan
kondisi yang kurang baik untuk
pertumbuhan biota–biota perairan
begitu juga dengan plankton yang
menjadi makanan dari ikan – ikan
muda.
Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah derivat
penting dari pertumbuhan. Faktor
kondisi atau Indeks Ponderal sering
disebut faktor K. Faktor kondisi ini
menunjukkan keadaan baik dari ikan
dilihat dari segi kapasitas fisik untuk
survival dan reproduksi (Effendie,
2002). Secara komersil, kondisi ini
9
mempunyai arti kualitas dan
kuantitas daging yang tersedia. Jadi
kondisi ini dapat memberikan
keterangan baik secara biologis
maupun secara komersil. Secara
detail hasil perhitungan faktor
kondisi ikan yang tertangkap dapat
dilihat pada Gambar 6.
Faktor kondisi setiap jenis ikan
secara umum relatif tidak berbeda
jauh, kecuali faktor kondisi Ikan
Cencen. Kondisi ini diperkuat dari
sebaran ukuran ikan
tertangkap
selama penelitian juga relatif
seragam.
Hal lain yang cukup
menarik ditelaah adalah sebaran
Nilai faktor kondisi pada jenis Ikan
Cencen relatif sama, dengan kisaran
nilai yang menunjukkan kondisi fisik
ikan yang masuk pada golongan
kurang pipih, hal ini tidak ditemui
pada jenis ikan lainnya. Faktor
kondisi tertinggi ditemukan pada
ikan Cencen dengan Nilai 1,007 dan
terendah ditemukan pada Ikan
Sibaro dengan Nilai 0,001. Pola
sebaran Nilai faktor kondisi yang
ditemukan berbeda antar jenis ikan
yang
tertangkap
menunjukkan
adanya indikasi faktor internal yaitu
umur dan faktor lingkungan perairan
yang mempengaruhinya.
Keterkaitan faktor umur dan
lingkungan terhadap Nilai faktor
kondisi dapat dijelaskan secara
deskriptif dengan melihat kondisi ril
di lapangan dimana jenis ikan yang
tertangkap merupakan fase ikan
muda dengan indikasi TKG rendah.
Effendie (1979) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi
faktor kondisi ikan adalah umur. Di
Perairan Binuangeun, Nilai faktor
kondisi ikan terbang (Hyrundichthys
oxycephalus) mengalami penurunan
seiring dengan pertambahan umur
(Harahap dan Djamali 2005).
Faktor
lingkungan
seperti
ketersediaan makanan adalah faktor
eksternal yang dapat memberi
pengaruh terhadap fluktuasi faktor
kondisi ikan , hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang didapat yaitu
bahwa nilai unsur hara pada Sungai
Seruai tergolong sedang, hal inilah
yang diduga mempengaruhi jumlah
ikan
yang tertangkap di tiap
stasiunnya.
Tingkat Kematangan Gonad
Hasil
penelitian
memperlihatkan jumlah tingkat
kematangan gonad ikan
yang
tertangkap bervariasi. Untuk Ikan
Baung didapatkan bahwa paling
dominan yaitu TKG II sebesar
57,14% dari total Ikan Baung yang
didapat,
untuk
Ikan
Cencen
didapatkan bahwa paling dominan
yaitu TKG I sebesar 50% dari total
Ikan Cencen yang didapat, untuk
Ikan Nila didapatkan bahwa paling
dominan yaitu TKG II dan 1V
masing-masing sebesar 33,33% dari
total Ikan Nila yang didapat, dan
untuk Ikan Sibaro didapatkan bahwa
paling dominan yaitu TKG II sebesar
57,14% dari total Ikan Sibaro yang
didapat. Menurut Suhendra dan
Merta (1986) bahwa ditemukannya
ikan yang sudah mencapai TKG III
dan IV merupakan indikator adanya
ikan yang memijah pada perairan
tersebut.
Hasil penelitian diketahui
bahwa semakin tinggi Nilai panjang
tubuh ikan maka semakin tinggi pula
Nilai kematangan gonadnya, namun
hal demikian hanya terjadi pada dua
jenis ikan saja yaitu pada ikan
Cencen dan ikan
Nila dimana
diperoleh bahwa pada ikan yang
tertangkap terdapat 3 ekor yang
sudah matang gonad (TKG IV) pada
ukuran panjang 168-180 mm yang
10
memiliki berat tubuh 64-77 gram
untuk ikan Cencen dan 2 ekor untuk
yang sudah matang gonad (TKG IV)
pada ukuran panjang 228-233 mm
yang memiliki berat tubuh 143-161
gram untuk ikan Nila. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Yustina dan
Arnentis (2002) yang menyatakan
bahwa umumnya semakin tinggi
TKG suatu ikan , maka panjang dan
berat tubuh pun semakin tinggi.
Secara alamiah TKG akan berjalan
menurut siklusnya sepanjang kondisi
makanan dan faktor lingkungan tidak
berubah (Handayani 2006).
Kondisi Kualitas Air
Air merupakan media utama
dalam kelangsungan hidup ikan , jika
kualitas air sesuai dengan kebutuhan
dan Nilai toleransi ikan
yang
menempatinya maka ikan tersebut
dapat
hidup,
tumbuh
dan
berkembang dengan baik. Meskipun
faktor genetis berperan penting dan
merupakan faktor utama untuk
pertumbuhan ikan namun habitat
sebagai
tempat
bernaung
memberikan pengaruh yang tidak
sedikit terhadap pertumbuhan ikan .
Dengan memperhatikan
data
kualitas air baik suhu, kecerahan,
arus, pH, DO, BOD5, Nitrat, dan
Fosfat maka kondisi perairan masih
memungkinkan
untuk tumbuh
kembang / keberlangsungan ikan
yang yang ada di Sungai Seruai.
Suhu
Nilai rata-rata suhu air tidak
jauh berbeda antar stasiun yaitu ratarata 30°C. Nilai suhu tersebut masih
dikategorikan
baik
untuk
pertumbuhan ikan , hal ini sesuai
dengan pernyataan Darmono (2011)
yang menyatakan bahwa hampir
semua ikan dapat bertoleransi pada
batas suhu air dari 25°C sampai
dengan 36°C . Terjadinya kenaikan
maupun penurunan suhu pada lokasi
pengamatan diduga menunjukkan
bahwa kegiatan masyarakat pada
sekitar
Sungai
Seruai
telah
memberikan
pengaruh terhadap
Nilai suhu perairan. Perbedaan suhu
pada tiap stasiun juga diduga
diakibatkan karena adanya perbedaan
waktu pengamatan pada tiap
stasiunnya.
Kecerahan
Hasil
pengamatan
pada
Sungai Seruai terlihat bahwa warna
air memang berbeda antara tiap
stasiun, dimana pada stasiun 3
memiliki Nilai kecerahan terendah
dibandingkan stasiun lainnya yaitu
23 cm. Hal ini menunjukkan bahwa
kejernihan badan air antara ketiga
stasiun ini tidak sama. Nilai
kecerahan rendah diduga disebabkan
masuknya bahan organik seperti
misalnya di sekitar stasiun 3 terdapat
aktivitas pertanian yang diduga
bahan kimia yang dipakai dalam
aktivitas tersebut masuk ke Sungai
Seruai secara langsung. Hal ini
jugalah yang diduga menyebabkan
sedikitnya ikan
yang tertangkap
pada stasiun 3. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kordi (2004) yang
menyatakan bahwa Nilai kecerahan
yang baik untuk kehidupan ikan
adalah lebih dari 45 cm, artinya kita
dapat melihat ke dalam air sejauh 45
cm atau lebih karena apabila Nilai
kecerahan kurang dari 45 cm, batas
pandangan ikan akan berkurang.
Arus
Hasil yang diperoleh dari
pengukuran kecepatan arus Sungai
Seruai, pada stasiun 1 memiliki
kecepatan arus rata-rata yaitu 1,53
m/s, pada stasiun 2 memiliki
kecepatan arus rata-rata yaitu 1,13
m/s, dan stasiun 3 memiliki
kecepatan arus rata-rata yaitu 0,6
11
m/s. Kecepatan arus suatu perairan
dapat
mempengaruhi
pola
pertumbuhan ikan , karena semakin
cepat arus maka pergerakan ikan
akan lebih banyak sehingga ukuran
tubuh ikan
akan lebih pipih.
Perbedaan kecepatan arus sungai
disebabkan karena keceptan aliran air
pada sungai, dan kondisi substrat
yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Barus (2004) bahwa arus
laminar, yaitu arus air yang bergerak
ke satu arah tertentu saja meskipun
demikian sangat sulit untuk membuat
suatu batasan mengenai kecepatan
arus, karena kecepatan arus di suatu
ekosistem air sangat berfluktuasi dari
waktu ke waktu tergantung dari
fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi
substrat yang ada.
pH
Hasil yang diperoleh dari
pengukuran pH air, dapat dijelaskan
bahwa Nilai pH air pada masingmasing stasiun penelitian tidak
memperlihatkan
variasi
yang
menyolok, dimana rata-rata pH tiap
stasiun yaitu 6,7. Secara umum Nilai
pH yang didapatkan dari semua
stasiun penelitian, baik pada stasiun
1, stasiun 2, dan stasiun 3 mampu
mendukung kehidupan ikan -ikan
yang tertangkap. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Fernandez (2011)
yang
menyatakan
bahwa
pertumbuhan organisme perairan
dapat berlangsung dengan baik pada
kisaran pH 6,5-8,5.
DO
Kelarutan Oksigen (DO) pada
perairan Sungai Seruai memiliki
kisaran DO rata-rata yang hampir
sama pada setiap stasiun. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran oksigen
terlarut Sungai Seruai yaitu pada tiap
stasiun memiliki Nilai DO rata-rata
yaitu 6,3 mg/l. Hal ini dikategorikan
baik untuk pertumbuhan organisme
air, dimana pada Barus (2004)
dikatakan bahwa Nilai oksigen
terlarut di perairan sebaiknya
berkisar antara 6 mg/l - 8 mg/l.
BOD5
Nilai BOD5 pada setiap
stasiun penelitian berkisar 1,44-2,72
mg/l. Parameter BOD5 secara umum
digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran suatu perairan. Menurut
Fadil (2011) tingkat pencemaran
suatu
perairan
dapat
diNilai
berdasarkan kandungan Nilai BOD5
dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l
merupakan perairan yang tidak
tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l
merupakan perairan yang tercemar
ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l
merupakan perairan yang tercemar
sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l
merupakan perairan yang tercemar
berat. Berdasarkan kriteria tersebut,
maka perairan pada Sungai Seruai
merupakan perairan yang tidak
tercemar.
Zat Hara (Nitrat dan Fosfat)
Hasil pengukuran nitrat yang
telah dilakukan di setiap stasiun
penelitian berkisar 1,56-1,6 mg/l.
Nitrat yang paling tinggi dijumpai
pada stasiun 2 dan 3 dengan Nilai 1,6
mg/l. Kandungan nitrat berpengaruh
terhadap kehidupan ikan
karena
berfungsi sebagai sumber nutrisi
dalam pertumbuhan fitoplankton
sehingga banyaknya fitoplankton
dalam suatu perairan berguna sebagai
sumber makanan bagi ikan yang
tertangkap di Sungai Seruai.
Haryono
(2006)
menyatakan
kandungan nitrat yang baik bagi
kehidupan ikan berkisar <10. Hal
ini menunjukkan bahwa kandungan
nitrat di perairan Sungai Seruai
mendukung kehidupan ikan yang
tertangkap.
12
Berdasarkan kadar Fosfat,
perairan diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang
memiliki kadar Fosfat total berkisar
antara
0-0,02
mg/l;
perairan
mesotrofik yang memiliki kadar
Fosfat total 0,021-0,05 mg/l; dan
perairan eutrofik yang memiliki
kadar Fosfat total 0,051-0,2 mg/l
(Effendi, 2003).
Hasil pengukuran fosfat yang
diukur pada setiap stasiun berkisar
0,02-0,04 mg/l, yang menjelaskan
bahwa Sungai Seruai dapat dikatakan
sebagai perairan oligotrofik. Fosfat
umumnya muncul dalam jumlah
yang kecil dalam suatu perairan
konsentrasi fosfat pada perairan
berkisar 0,01-200 mg/l (Wardoyo,
1975).
Rekomendasi
Pengelolaan
Sumberdaya Ikan
Jenis ikan yang tertangkap di
Sungai Seruai memiliki nilai
ekonomis
penting.
Aktivitas
penangkapan ikan -ikan tersebut
secara terus menerus dikhawatirkan
akan menyebabkan penurunan stok
ikan
sehingga perlu dilakukan
pengelolaan
yang
tepat
agar
sumberdaya Ikan Baung, Cencen,
Nila, maupun Sibaro di alam dapat
berlanjut. Pengelolaan ini dilakukan
dengan
cara
rekomendasi
pembatasan ukuran mata jaring
berdasarkan ukuran pertama matang
gonad dan pengaturan musim
penangkapan dan pembatasan upaya
penangkapan.
Alat tangkap yang digunakan
harus alat tangkap yang ramah
lingkungan, yaitu ukuran mata jaring
yang digunakan hanya untuk
menangkap ikan -ikan
dewasa.
Apabila mata jaring alat tangkap
yang digunakan terlalu kecil maka
ikan -ikan yang masih kecil akan
tertangkap, sehingga populasi ikan
tersebut akan cepat punah dan tidak
dapat
dimanfaatkan
secara
berkelanjutan.
Rekomendasi
pengelolaan ukuran mata jaring yang
digunakan sebaiknya lebih besar dari
5 cm agar ikan -ikan
yang
tertangkap yang pertama kali matang
gonad yang berukuran lebih besar
dari 170 mm diberi kesempatan
untuk memijah sehingga populasi
ikan -ikan tersebut dapat lestari.
Larasati (2011) menyatakan bahwa
ikan
yang seharusnya boleh
ditangkap adalah ikan
yang
ukurannya melebihi panjang 185 mm
dengan tinggi tubuh 51 mm dan
untuk penentuan ukuran mata jaring
dilakukan berdasarkan tinggi tubuh
ikan
yang pertama kali matang
gonad yaitu lebih dari 5 cm.
Pembatasan
upaya
penangkapan karena masih banyak
penangkapan Ikan Baung, Cencen,
Nila, maupun Sibaro yang berukuran
kecil dan memiliki TKG I dan II
sehingga penangkapan ini tergolong
growth overfishing. Beberapa upaya
yang dapat dilakukan adalah
penetapan
jumlah
tangkapan
maksimal harian tanpa mengurangi
jumlah kapal yang beroperasi dan
jumlah alat tangkap yang digunakan.
Walaupun tanpa mengurangi jumlah
kapal yang beroperasi, namun
perlunya
upaya
pelarangan
penambahan
jumlah
kapal.
Pengaturan waktu penangkapan ikan
Sungai Seruai juga perlu dilakukan
khususnya
tidak
melakukan
penangkapan berlebih pada puncak
pemijahan sehingga ikan -ikan yang
matang
gonad
tidak
banyak
tertangkap agar proses pemijahan
tidak terganggu.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
didapat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis-jenis ikan yang tertangkap
pada Sungai Seruai terdiri dari 4
jenis yaitu : Ikan Baung (Mystus
nemurus),
Ikan
Cencen
(Mystacoleucus marginatus), Ikan
Nila (Oreochromis niloticus), dan
Ikan
Sibaro
(Hampala
macrolepidota).
2. Pola pertumbuhan seluruh ikan
yang
tertangkap
bersifat
allometrik negatif yang artinya
bahwa pertumbuhan beratnya
lebih
lambat
dibandingkan
pertumbuhan panjang.
Saran
Adapun
saran
untuk
penelitian
selanjutnya
yaitu
pengkajian stok ikan
Baung,
Cencen, Nila, maupun Sibaro di
perairan Sungai Seruai ini perlu
dilakukan terus menerus karena
informasi ilmiah ini diperlukan untuk
mendukung pengelolaan perikanan
yang lebih rasional. Khusus untuk
kajian aspek reproduksi seperti
waktu
pemijahan,
sebaiknya
dilakukan lebih cermat dan dalam
waktu setidaknya satu tahun. Selain
itu, untuk kajian laju pertumbuhan,
pengumpulan
data
sebaiknya
mencakup mulai dari ikan remaja
sampai ikan yang berumur tua, dan
juga perlu adanya kerjasama antara
pemerintah daerah di wilayah sekitar
Sungai Seruai untuk mengawasi
pemanfaatan sumberdaya perikanan,
seperti ikan
yang tertangkap
sehingga
tidak
mengalami
kepunahan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrim, M., dan Fahmi. 2010.
Panduan Penelitian Untuk Ikan
Laut.
Pusat
Penelitian
Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Barus, T. A. 2004. Pengantar
Limnologi,
Studi
tentang
Ekosistem Air Daratan. USUPress. Medan.
Biring, D. 2011. Hubungan Bobot
Panjang dan Faktor Kondisi
Ikan Pari yang didaratkan di
Tempat
Pelelangan
Ikan
Paotere Makassar Sulawesi
Selatan. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Connel, R. 1987. Ecological Studides
in Tropical Fish communities.
Cambridge University Press.
Cambridge.
Darmono. 2011. Lingkungan Hidup
dan Pencemaran Hubungannya
dengan Toksikologi Senyawa
Logam. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Effendie, M. I. 1979.
Metoda
Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri. Bogor.
Effendie, M. I. 2002. Biologi
Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusantara. Yogyakarta.
Fadil, M.S. 2011. Kajian Beberapa
Aspek Parameter Fisika Kimia
Air dan Aspek Fisiologis Ikan
yang Ditemukan Pada Aliran
Buangan Pabrik Karet Di
Sungai
Batang
Arau.
Universitas Andalas. Padang.
Fandri, D. 2012. Pertumbuhan dan
Reproduksi Ikan Kembung
14
Lelaki
(Rastrelliger
kanagurta) di Selat Sunda.
Skripsi.
Institut
Pertanian
Bogor. Bogor.
Febrianti, A., T. Efrizal., dan Z.
Andi. 2013. Kajian Kondisi
Ikan
Selar (Selaroides
leptolepis)
Berdasarkan
Hubungan Panjang Berat dan
Faktor Kondisi di Laut Natuna
yang Didaratkan di Tempat
Pendaratan Ikan Pelantar Kud
Tanjung Pinang. Fakultas Ilmu
Kelautan
dan
Perikanan:
Universitas Maritime Raja Ali
Haji.
Fernandez, Jhon F. 2011. Informasi
Dan
Data
Kualitas
Air
Pemantauan
Kualitas
Air
Dalam Wilayah Sungai – Bws
Nt.Ii Kilas Informasi Kualitas
Air Di Beberapa Sumber Air
Dalam Ws. Bws Nt.Ii. Sipil
Unwira. 1 (3) : 163 -174.
Handayani, T. 2006. Aspek Biologi
Ikan Lais di Danau Lais.
Journal of Tropical Fisheries
1(1) : 12-23.
Harahap, T., dan A Djamali. 2005.
Pertumbuhan Ikan Terbang
(Hirundichthys oxycephalus) di
Perairan Binuangen, Banten.
Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2) :
49-54.
Haryono. 2006. Fauna Ikan
di
Perairan Sekitar Bukit Lawang
Kawasan Taman Nasional
Gunung
Leuser.
Jurnal
Iktiologi Indonesia LIPI 1(6) :
55-56.
Larasati, D. A. 2011. Kajian Biologi
Reproduksi Ikan
Kembung
Perempuan
(Rastrelliger
brachysoma Bleeker, 1851) di
Perairan Teluk Jakarta, Jakarta
Utara. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut
Pertanian
Bogor.
Bogor.
Layli, N. 2006. Identifikasi JenisJenis Ikan
Teleostei yang
Tertangkap Nelayan di Wilayah
Perairan
Pesisir
Kota
Semarang. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.
Muchlisin, Z. A. 2010. Biodeversity
Of Freshwater Fishes In Aceh
Province,
Indonesia
With
Emphasis
On
Several
Biological Aspects Of The
Depik (Rasbora Tawarensis)
An Endemic Species In Lake
Laut
Tawar.
[Disertasi],
Penang:
Universiti
Sains
Malaysia.
Mulfizar., A. Zainal., Muchlisin., dan
D. Irma. 2012. Hubungan
Panjang Berat dan Faktor
Kondisi Tiga Jenis Ikan yang
Tertangkap di Perairan Kuala
Gigieng, Aceh Besar, Provinsi
Aceh. Jurnal Depik Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh. 1 (1):
1-9.
Nofrita., Dahelmi., H. Syandri., dan
D. Tjong. 2013. Hubungan
Tampilan Pertumbuhan Dengan
Karakteristik Habitat Ikan
Bilih
(Mystacoleucus
padangensis Blekeer). Jurusan
Biologi
FMIPA.Universitas
Bung Hatta. Padang.
Resmikasari, Y. 2008. Tingkat
Kemampuan
Ikan
Koan
(Ctenopharyngodon idella
Val.) Memakan Gulma Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes
15
(Mart) Solms.). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO)
dan
Kebutuhan
Oksigen
Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu
Indikator
untuk
Menentukan Kualitas Perairan.
Jurnal Oseana. 30 (3): 1-8.
Suhendra T dan Merta IGS. 1986.
Hubungan Panjang Berat,
Tingkat Kematangan Gonad
dan Fekunditas Ikan Cakalang
Katsuwonus
pelamis
(Linnaeus) di Perairan Sorong.
Jurnal Penelitian Perikanan
Laut, 34: 11-19.
Suwondo, E. Febrita, Dessy & M.
Alpusari. (2004). Kualitas
Biologi
Perairan
Sungai
Senapelan, Sago dan Sail di
Kota Pekanbaru Berdasarkan
Bioindikator Plankton dan
Bentos. Jurnal Biogenesis 1(1):
Hlm. 15- 20
Syahrir, M. 2013. Kajian Aspek
Pertumbuhan Ikan Di Perairan
Pedalaman Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Ilmu Perikanan
Tropis. 18 (2): 8-13.
Tutupoho,
S.
N. E.
2008.
Pertumbuhan Ikan
Motan
(Thynnichths thynnoides) di
Rawa Banjiran Sungai Kampar
Kiri, Riau. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ulqodry, TZ., Yulisman, Muhammad
S,
and
Santoso.
2010.
Karakteristik dan Sebaran
Nitrat, Fosfat dan Oksigen
Terlarut
di
Perairan
Karimunjawa Jawa Tengah.
FMIPA Universitas Sriwijaya.
13 (1) : 2010.
Walpole, R. E. 1992. Pengantar
Statistika.
Edisi
ke3.Diterjemahkan
oleh
B.
Sumantri.Penerbit
PT
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan
Kualitas Air (Water Quality
Management). Pusat Studi
Pengelolaan
Sumberdaya
Lingkungan. Bahan Training
Analisa Dampak Lingkungan.
Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
Wetzel, R. G. 1975. Lymnology. W.
B. Saunders Co. Philadelphia.
Pennsylvania
Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek
Reproduksi Ikan
Kapiek
(Puntius schwanefeldi Bleeker)
di Sungai Rangau, Riau,
Sumatera. Jurnal Matematika
dan Sains 7(1) : 5-14.
Download