1 JENIS DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN YANG TERTANGKAP DI SUNGAI SERUAI DESA NAMU SURO KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA (Kinds of Fish Species and Growth Pattern of Fish that was Chaught at River Seruai, Namo Suro Village, Deli Serdang District of North Sumatera) 1 1 Putra Sorbin Angga Sihaloho, 2Hasan Sitorus, 3Rusdi Leidonald Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 Email : [email protected] 2 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 3 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 ABSTRACT The objective of the research was to know the kinds of fish species and growth pattern of fish that was caught at the River Seruai, Namo Suro Village, Deli Serdang District of North Sumatera Province. The research was conducted by using field survey method on November to December, 2016. Parameters measured were length and weight of fish, condition factor, gonad maturity and water quality. Based on the research found four fish species i.e Baung (Mystus nemurus), Cencen (Mystacoleucus marginatus), Nila (Oreochromis niloticus), and Sibaro (Hampala macrolepidota). All of the fish had a negative allometric growth pattern. The highest value of condition factor found in Cencen fish (1,007) and the lowest value obtained in Sibaro fish (0,001). The correltion of Length and weight of all fish species was very strong wih correlation coefficient (R) and determinant coefficient (R2) approximately to value of 1. Keywords: Fish Species, Growth Pattern, River Serui, Deli Serdang. PENDAHULUAN Air sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan makhluk hidup. Apabila keseimbangan kualitas air mulai terganggu maka akan terjadi permasalahan lingkungan yang sangat merugikan bagi kelangsungan hidup organisme yang berada di dalam sungai maupun manusia yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai. Selain itu sungai dikenal sebagai media yang praktis untuk pembuangan berbagai jenis limbah (padat dan cair) ataupun sampah, hal ini menyebabkan sungai rentan terhadap pencemaran. Seperti sungai pada umumnya, Sungai Seruai juga mengalami perubahan kualitas air yang ditimbulkan akibat dari berbagai aktivitas di sekitar sungai tersebut. Kondisi perairan yang 2 demikian akan mempengaruhi kehidupan ikan yang ada di sekitar habitat dari perairan sungai Seruai tersebut. Penurunan populasi ikan akan berlangsung semakin cepat akibat degradasi lingkungan perairan. Fenomena ini tentu akan mengancam penurunan populasi ikan dan akan berakhir pada kepunahan jika tidak dilakukan upaya konservasi. Sebagai bentuk antisipasi maka penelitian terkait umur dan pertumbuhan ikan dapat memberikan informasi tentang produksi suatu jenis ikan, hal ini juga sangat penting sebagai dasar informasi guna pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis-jenis dan pola pertumbuhan ikan yang tertangkap di Sungai Seruai. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2016 yang bertempat di Sungai Seruai Desa Namu Suro Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah timbangan digital, jala, kamera digital, termometer, bola duga, pH meter, botol sampel air, kertas label, kertas milimeter blok, tali plastik, lakban, alat bedah, ember, buku identifikasi ikan, alat tulis. Bahan yang dibutuhkan dalam penilitian ini adalah air sampel, akuades dan ikan sampel. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksploratif dan deskriptif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain: panjang dan berat ikan yang tertangkap dari setiap stasiun, jenis ikan yang tertangkap, tingkat kematangan gonad dan parameter kualitas air. Pengambilan sampel ikan dan kualitas air dilakukan secara purposive sampling berdasarkan aktivitas di Sungai Seruai. Ikan contoh yang diambil dari tiap stasiun diukur panjang, bobot dan ditentukan tingkat kematangan gonadnya langsung di lapangan. Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jala untuk mendapatkan ikan, selanjutnya ikan yang tertangkap langsung diidentifikasi. Pengamatan terhadap ikan meliputi pengukuran panjang total dan bobot ikan, serta TKG ikan yang tertangkap dengan menggunakan mili meter blok, alat bedah, dan timbangan. Pengamatan Panjang dan Berat Ikan Cara kerja yang dilakukan sebagai berikut : 1) Panjang total tubuh ikan diukur dengan menggunakan kertas ukur dengan ketelitian 1 mm, 2) Ikan yang sudah diukur panjang total, kemudian dikeringkan dengan tisu dan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 g untuk mengetahui berat ikan, dan 3) Hasil pengamatan dicatat sebagai data penelitian. Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad maka ikan yang sudah diukur panjang dan bobot selanjutnya 3 dibedah dengan menggunakan alat bedah. Tingkat kematangan gonad ikan dapat dibagi menjadi lima tahap. Penentuan tingkat kematangan gonad menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad mengacu dari Effendie yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penentuan Tingkat Kematangan Gonad Secara Morfologi TKG Betina Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin Jantan Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal IV Ovari makin besa, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi I II III Sumber : Effendie (2002) Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika kimia perairan dilakukan bersamaan dengan penangkapan ikan. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data primer fisika dan kimia perairan. Parameter fisika perairan yang diukur yaitu suhu kecerahan, dan kecepatan arus, sedangkan parameter kimia perairan yang diukur yaitu pH, DO, BOD5, Nitrat, dan Fosfat. Untuk pengukuran DO, BOD5, Nitrat, dan Fosfat dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Air Lingkungan Kelas I Medan dengan mengambil air sampel pada masing-masing stasiun. Analisa Data Hubungan Panjang dan Berat Analisis hubungan panjang berat menggunakan uji regresi, dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979): W = aLb Keterangan: W : Berat tubuh ikan (gram) L : Panjang ikan (mm) a dan b : Konstanta Faktor Kondisi Faktor kondisi dapat dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan. Jika pertumbuhan ikan bersifat isometrik, maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) : 4 Jika pertumbuhan bersifat allometrik maka dapat digunakan rumus : Keterangan : K : Faktor kondisi W : Berat rata–rata ikan (gram) L : Panjang rata–rata ikan (mm) a dan b : Konstanta Komposisi Tangkapan dan Sebaran Panjang Jumlah ikan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 62 ekor, yang terdiri dari 7 ekor Ikan Baung (Mystus nemurus), 42 ekor Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus), 6 ekor Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan 7 ekor Ikan Sibaro (Hampala macrolepidota), yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 6. Hasil Tabel 3. Jenis dan Jumlah Ikan yang Tertangkap 7 Panjang (mm) 113-230 Berat (gr) 19-65 8 42 77-180 26-77 1 3 6 129-233 31-161 3 - 7 125-167 19-49 No. Nama Ikan I II III Jumlah 1. Baung 2 1 4 2. Cencen 19 15 3. Nila 2 4. Sibaro 4 Jumlah 27 20 15 Keterangan: I : Stasiun 1 (kontrol/belum ada aktivitas apapun) II : Stasiun 2 (dekat dengan aktivitas wisata) III : Stasiun 3 (dekat dengan aktivitas pertanian) 62 Gambar 6. Kelompok Ukuran Panjang Ikan yang Tertangkap 5 Hubungan Panjang dan Berat Ikan yang Tertangkap Hubungan panjang dan berat ikan yang tertangkap di Sungai Seruai menghasilkan model pertumbuhan dan kurva hubungan panjang berat dengan Nilai koefisien determinasi (R2) 0,951 untuk Ikan Baung, 0,897 untuk Ikan Cencen, 0,928 untuk Ikan Nila, dan 0,942 untuk Ikan Sibaro. Nilai b untuk Ikan Baung, Cencen, Nila, dan Sibaro masing-masing 1,966; 1,128; 2,396; dan 2,91. Grafik hubungan panjang berat ikan yang tertangkap di Sungai Seruai dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan yang Tertangkap Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi ikan yang didapat selama penelitian berdasarkan kurva hubungan panjang berat memiliki rata-rata yaitu masing-masing 0,0108 untuk Ikan Baung, 1,007 untuk Ikan Cencen, 0,004 untuk Ikan Nila, dan 0,001 untuk Ikan Sibaro. Tingkat Kematangan Gonad Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ikan yang tertangkap terdapat 3 ekor yang sudah matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang 168-180 mm untuk Ikan Cencen dan 2 ekor untuk yang sudah matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang 228-233 mm untuk Ikan Nila sedangkan pada jenis Ikan Baung dan Sibaro tidak ditemukan adanya ikan yang sudah mengalami matang gonad yang dapat dilihat pada Gambar 8. 6 Gambar 8. Tingkat Kematangan Gonad Ikan yang Tertangkap berkisar antara 0,6-1,53 m/s, Nilai Kondisi Kualitas Air Sungai pH 6,6-6,8, Nilai DO berkisar antara Seruai Hasil pengamatan terhadap 6,13-6,38 mg/l, Nilai BOD5 berkisar paramater fisika-kimia perairan yang antara 1,44-2,75 mg/l, Nilai nitrat telah dilakukan di Sungai Seruai berkisar antara 1,56-1,6 mg/l, dan maka dapat diketahui bahwa pada Nilai fosfat berkisar antara 0,02-0,04 tiap stasiun pengamatan tidak terlalu mg/l . Hasil pengukuran faktor memiliki perbedaan Nilai. Nilai ratafisika-kimia Sungai Seruai dapat rata suhu tiap stasiun berkisar antara dilihat pada Tabel 4. 29-31˚C, Nilai kecerahan berkisar antara 25-47,6 cm, Nilai arus Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan Parameter Satuan Stasiun Pengamatan II I Fisika Suhu ºC 29 Kecerahan cm 47,6 Arus m/s 1,53 Kimia pH 6,80 DO mg/l 6,38 BOD5 mg/l 1,44 Nitrat mg/l 1,56 Phospat mg/l 0,02 Keterangan: I : Stasiun 1 (kontrol/belum ada aktivitas apapun) II : Stasiun 2 (dekat dengan aktivitas wisata) III : Stasiun 3 (dekat dengan aktivitas pertanian) III 30 45,6 1,13 31 25 0,60 6,60 6,13 2,75 1,60 0,03 6,80 6,29 1,69 1,60 0,04 7 Pembahasan Komposisi Tangkapan dan Sebaran Panjang Berdasarkan Tabel 3, terlihat adanya perbedaaan komposisi dan jumlah ikan yang tertangkap pada masing-masing stasiun pengamatan. Pada stasiun 3 terlihat hanya ada tiga jenis ikan yang tertangkap yaitu Ikan Baung, Cencen, dan Nila sedangkan Ikan Sibaro tidak tertangkap. Keempat jenis ikan tertangkap pada stasiun 1 dan 2 namun dengan jumlah yang berbeda-beda. Berdasarkan jumlah ikan yang tertangkap selama 2 bulan pengamatan, terlihat bahwa Ikan Nila yang memiliki frekuensi terendah dengan jumlah 6 ekor. Sedangkan frekuensi tertinggi terdapat pada Ikan Cencen dengan jumlah 42 ekor. Hal ini diduga terkait dengan kebiasaan hidup dari masing-masing spesies, dimana ikan yang berukuran besar seperti Ikan Baung, Nila, maupun Sibaro jika telah mencapai ukuran dewasa akan cenderung hidup sendiri atau soliter. Keadaan ini membuat kemungkinan untuk tertangkapnya juga semakin kecil. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab sedikitnya jumlah ketiga jenis ikan tersebut tertangkap selama penelitian. Berbeda dengan ketiga jenis ikan lainnya, jumlah Ikan Cencen yang tertangkap selama penelitian lebih banyak yaitu 42 ekor. Hal ini diduga terkait dengan kebiasaan hidup jenis ikan ini, dimana Ikan Cencen merupakan jenis ikan yang berukuran kecil sehingga ikan ini hidup secara bergerombol (schooling). Keadaan ini yang membuat kemungkinan jenis ikan ini untuk tertangkap semakin besar. Kisaran panjang total dan berat pada keempat jenis ikan yang tertangkap juga berbeda-beda. Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa Ikan Baung, Nila, dan Sibaro memiliki kisaran panjang total yang lebih luas dari jenis Ikan Cencen. Hal ini dikarenakan ketiga jenis ikan tersebut memiliki kemampuan untuk mencapai panjang total dan berat yang lebih tinggi dari jenis ikan Cencen. Panjang maksimum yang dapat dicapai ketiga jenis ikan tersebut antara lain 65 cm untuk Ikan Baung (Yudha, 2011), 60 cm untuk Ikan Nila (Eccles, 1992), dan 70,0 cm untuk Ikan Sibaro (Davidson, 1975), sedangkan panjang maksimum yang dapat dicapai Ikan Cencen yaitu 20 cm (Kottelat dkk., 1993). Hubungan Panjang dan Berat Ikan yang Tertangkap Persamaan hubungan panjang-berat ikan Baung, Cencen, Nila, dan Sibaro secara keseluruhan berturut-turut adalah W = 0,143704 L 1,966 ; W = 0,204948 L 1,128 ; W = 0,0869 L 2,396 ; dan W = 0,013128 L 2,910 . Hubungan panjang dan berat jenis ikan yang tertangkap menunjukkan pola pertumbuhan yang tidak jauh berbeda. Pertumbuhan allometrik negatif ditemui pada semua jenis ikan yang tertangkap dengan Nilai (b < 3) artinya, pertumbuhan Ikan Baung, Cencen, Nila, dan Sibaro cenderung pertumbuhan beratnya lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjang. Hal ini diduga karena pergerakan yang lebih banyak dari ikan untuk melawan kecepatan arus pada perairan tempat ikan hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchlisin (2010) yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b dipengaruhi oleh perilaku ikan , misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan 8 nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif. Perbedaan tampilan pertumbuhan dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan serta kondisi biologis masing-masing individu ikan . Menurut Nofrita dkk (2013) secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, letak geografis dan teknik sampling dan juga kondisi biologis. Pola hubungan panjang-berat antar ikan yang tidak jauh berbeda diduga karena adanya persamaan kematangan gonad, dari total sampel ikan yang tertangkap, yang mengalami matang gonad hanya beberapa persen saja. Pertumbuhan gonad ikut meningkatkan berat total ikan sehingga dapat mempengaruhi Nilai faktor kondisi dan juga Nilai b. Febrianti dkk (2013) menyatakan faktor‐faktor yang menyebabkan perbedaan Nilai b ditentukan oleh perbedaan variasi ukuran ikan yang diamati, jenis kelamin, dan perbedaan waktu pengambilan sampel karena terjadi perubahan isi perut. Persamaan hubungan panjang berat ikan yang tertangkap memiliki Nilai rata-rata koefisien korelasi 0,929. Hubungan panjang dan berat ikan tertangkap memiliki Nilai determinan (R2) 0,951 untuk Ikan Baung, 0,897 untuk Ikan Cencen, 0,928 untuk Ikan Nila, dan 0,942 untuk Ikan Sibaro. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan dapat menjelaskan model sebenarnya sebesar 95% untuk Ikan Baung, 89% untuk ikan Cencen, 92% untuk ikan Nila, dan 94% untuk Ikan Sibaro, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pertambahan panjang ikan dengan pertambahan beratnya dimana dengan adanya pertambahan panjang akan diikuti dengan pertambahan beratnya. Nilai (R²) dari hubungan panjang dan berat ikan tertangkap relatif cukup besar, menurut Walpole (1992) besarnya Nilai tersebut yang mendekati 1, menunjukkan bahwa keragaman yang dipengaruhi oleh variabel lain cukup kecil dan hubungan antara panjang dan berat ikan sangat erat. Hal ini diduga karena kondisi perairan yang mampu mendukung kehidupan ikan yang tertangkap cukup baik. Pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif menunjukkan bahwa makanan yang tersedia di perairan Sungai Seruai sedikit atau dapat dikatakan bahwa perairan Sungai Seruai kurang subur, dimana nilai rata-rata kandungan nitrat yang didapat dari hasil penelitian yaitu 1,6 mg/l yang menunjukkan bahwa perairan tersebut dalam kategori mesotrofik. Ini sesuai dengan pernyataan Wetzel (1975) yang menyatakan bahwa perairan oligotrofik memiliki kadar Nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar Nitrat antara 1-5 mg/l dan perairan eutrofik memiliki kadar Nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/l (Wetzel, 1975). Hal ini merupakan kondisi yang kurang baik untuk pertumbuhan biota–biota perairan begitu juga dengan plankton yang menjadi makanan dari ikan – ikan muda. Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah derivat penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi atau Indeks Ponderal sering disebut faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie, 2002). Secara komersil, kondisi ini 9 mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia. Jadi kondisi ini dapat memberikan keterangan baik secara biologis maupun secara komersil. Secara detail hasil perhitungan faktor kondisi ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Gambar 6. Faktor kondisi setiap jenis ikan secara umum relatif tidak berbeda jauh, kecuali faktor kondisi Ikan Cencen. Kondisi ini diperkuat dari sebaran ukuran ikan tertangkap selama penelitian juga relatif seragam. Hal lain yang cukup menarik ditelaah adalah sebaran Nilai faktor kondisi pada jenis Ikan Cencen relatif sama, dengan kisaran nilai yang menunjukkan kondisi fisik ikan yang masuk pada golongan kurang pipih, hal ini tidak ditemui pada jenis ikan lainnya. Faktor kondisi tertinggi ditemukan pada ikan Cencen dengan Nilai 1,007 dan terendah ditemukan pada Ikan Sibaro dengan Nilai 0,001. Pola sebaran Nilai faktor kondisi yang ditemukan berbeda antar jenis ikan yang tertangkap menunjukkan adanya indikasi faktor internal yaitu umur dan faktor lingkungan perairan yang mempengaruhinya. Keterkaitan faktor umur dan lingkungan terhadap Nilai faktor kondisi dapat dijelaskan secara deskriptif dengan melihat kondisi ril di lapangan dimana jenis ikan yang tertangkap merupakan fase ikan muda dengan indikasi TKG rendah. Effendie (1979) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi faktor kondisi ikan adalah umur. Di Perairan Binuangeun, Nilai faktor kondisi ikan terbang (Hyrundichthys oxycephalus) mengalami penurunan seiring dengan pertambahan umur (Harahap dan Djamali 2005). Faktor lingkungan seperti ketersediaan makanan adalah faktor eksternal yang dapat memberi pengaruh terhadap fluktuasi faktor kondisi ikan , hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapat yaitu bahwa nilai unsur hara pada Sungai Seruai tergolong sedang, hal inilah yang diduga mempengaruhi jumlah ikan yang tertangkap di tiap stasiunnya. Tingkat Kematangan Gonad Hasil penelitian memperlihatkan jumlah tingkat kematangan gonad ikan yang tertangkap bervariasi. Untuk Ikan Baung didapatkan bahwa paling dominan yaitu TKG II sebesar 57,14% dari total Ikan Baung yang didapat, untuk Ikan Cencen didapatkan bahwa paling dominan yaitu TKG I sebesar 50% dari total Ikan Cencen yang didapat, untuk Ikan Nila didapatkan bahwa paling dominan yaitu TKG II dan 1V masing-masing sebesar 33,33% dari total Ikan Nila yang didapat, dan untuk Ikan Sibaro didapatkan bahwa paling dominan yaitu TKG II sebesar 57,14% dari total Ikan Sibaro yang didapat. Menurut Suhendra dan Merta (1986) bahwa ditemukannya ikan yang sudah mencapai TKG III dan IV merupakan indikator adanya ikan yang memijah pada perairan tersebut. Hasil penelitian diketahui bahwa semakin tinggi Nilai panjang tubuh ikan maka semakin tinggi pula Nilai kematangan gonadnya, namun hal demikian hanya terjadi pada dua jenis ikan saja yaitu pada ikan Cencen dan ikan Nila dimana diperoleh bahwa pada ikan yang tertangkap terdapat 3 ekor yang sudah matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang 168-180 mm yang 10 memiliki berat tubuh 64-77 gram untuk ikan Cencen dan 2 ekor untuk yang sudah matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang 228-233 mm yang memiliki berat tubuh 143-161 gram untuk ikan Nila. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yustina dan Arnentis (2002) yang menyatakan bahwa umumnya semakin tinggi TKG suatu ikan , maka panjang dan berat tubuh pun semakin tinggi. Secara alamiah TKG akan berjalan menurut siklusnya sepanjang kondisi makanan dan faktor lingkungan tidak berubah (Handayani 2006). Kondisi Kualitas Air Air merupakan media utama dalam kelangsungan hidup ikan , jika kualitas air sesuai dengan kebutuhan dan Nilai toleransi ikan yang menempatinya maka ikan tersebut dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Meskipun faktor genetis berperan penting dan merupakan faktor utama untuk pertumbuhan ikan namun habitat sebagai tempat bernaung memberikan pengaruh yang tidak sedikit terhadap pertumbuhan ikan . Dengan memperhatikan data kualitas air baik suhu, kecerahan, arus, pH, DO, BOD5, Nitrat, dan Fosfat maka kondisi perairan masih memungkinkan untuk tumbuh kembang / keberlangsungan ikan yang yang ada di Sungai Seruai. Suhu Nilai rata-rata suhu air tidak jauh berbeda antar stasiun yaitu ratarata 30°C. Nilai suhu tersebut masih dikategorikan baik untuk pertumbuhan ikan , hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono (2011) yang menyatakan bahwa hampir semua ikan dapat bertoleransi pada batas suhu air dari 25°C sampai dengan 36°C . Terjadinya kenaikan maupun penurunan suhu pada lokasi pengamatan diduga menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada sekitar Sungai Seruai telah memberikan pengaruh terhadap Nilai suhu perairan. Perbedaan suhu pada tiap stasiun juga diduga diakibatkan karena adanya perbedaan waktu pengamatan pada tiap stasiunnya. Kecerahan Hasil pengamatan pada Sungai Seruai terlihat bahwa warna air memang berbeda antara tiap stasiun, dimana pada stasiun 3 memiliki Nilai kecerahan terendah dibandingkan stasiun lainnya yaitu 23 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara ketiga stasiun ini tidak sama. Nilai kecerahan rendah diduga disebabkan masuknya bahan organik seperti misalnya di sekitar stasiun 3 terdapat aktivitas pertanian yang diduga bahan kimia yang dipakai dalam aktivitas tersebut masuk ke Sungai Seruai secara langsung. Hal ini jugalah yang diduga menyebabkan sedikitnya ikan yang tertangkap pada stasiun 3. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2004) yang menyatakan bahwa Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm, artinya kita dapat melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau lebih karena apabila Nilai kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang. Arus Hasil yang diperoleh dari pengukuran kecepatan arus Sungai Seruai, pada stasiun 1 memiliki kecepatan arus rata-rata yaitu 1,53 m/s, pada stasiun 2 memiliki kecepatan arus rata-rata yaitu 1,13 m/s, dan stasiun 3 memiliki kecepatan arus rata-rata yaitu 0,6 11 m/s. Kecepatan arus suatu perairan dapat mempengaruhi pola pertumbuhan ikan , karena semakin cepat arus maka pergerakan ikan akan lebih banyak sehingga ukuran tubuh ikan akan lebih pipih. Perbedaan kecepatan arus sungai disebabkan karena keceptan aliran air pada sungai, dan kondisi substrat yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barus (2004) bahwa arus laminar, yaitu arus air yang bergerak ke satu arah tertentu saja meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi substrat yang ada. pH Hasil yang diperoleh dari pengukuran pH air, dapat dijelaskan bahwa Nilai pH air pada masingmasing stasiun penelitian tidak memperlihatkan variasi yang menyolok, dimana rata-rata pH tiap stasiun yaitu 6,7. Secara umum Nilai pH yang didapatkan dari semua stasiun penelitian, baik pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 mampu mendukung kehidupan ikan -ikan yang tertangkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fernandez (2011) yang menyatakan bahwa pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5-8,5. DO Kelarutan Oksigen (DO) pada perairan Sungai Seruai memiliki kisaran DO rata-rata yang hampir sama pada setiap stasiun. Hasil yang diperoleh dari pengukuran oksigen terlarut Sungai Seruai yaitu pada tiap stasiun memiliki Nilai DO rata-rata yaitu 6,3 mg/l. Hal ini dikategorikan baik untuk pertumbuhan organisme air, dimana pada Barus (2004) dikatakan bahwa Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 mg/l - 8 mg/l. BOD5 Nilai BOD5 pada setiap stasiun penelitian berkisar 1,44-2,72 mg/l. Parameter BOD5 secara umum digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran suatu perairan. Menurut Fadil (2011) tingkat pencemaran suatu perairan dapat diNilai berdasarkan kandungan Nilai BOD5 dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat. Berdasarkan kriteria tersebut, maka perairan pada Sungai Seruai merupakan perairan yang tidak tercemar. Zat Hara (Nitrat dan Fosfat) Hasil pengukuran nitrat yang telah dilakukan di setiap stasiun penelitian berkisar 1,56-1,6 mg/l. Nitrat yang paling tinggi dijumpai pada stasiun 2 dan 3 dengan Nilai 1,6 mg/l. Kandungan nitrat berpengaruh terhadap kehidupan ikan karena berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam pertumbuhan fitoplankton sehingga banyaknya fitoplankton dalam suatu perairan berguna sebagai sumber makanan bagi ikan yang tertangkap di Sungai Seruai. Haryono (2006) menyatakan kandungan nitrat yang baik bagi kehidupan ikan berkisar <10. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrat di perairan Sungai Seruai mendukung kehidupan ikan yang tertangkap. 12 Berdasarkan kadar Fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang memiliki kadar Fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar Fosfat total 0,021-0,05 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar Fosfat total 0,051-0,2 mg/l (Effendi, 2003). Hasil pengukuran fosfat yang diukur pada setiap stasiun berkisar 0,02-0,04 mg/l, yang menjelaskan bahwa Sungai Seruai dapat dikatakan sebagai perairan oligotrofik. Fosfat umumnya muncul dalam jumlah yang kecil dalam suatu perairan konsentrasi fosfat pada perairan berkisar 0,01-200 mg/l (Wardoyo, 1975). Rekomendasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Jenis ikan yang tertangkap di Sungai Seruai memiliki nilai ekonomis penting. Aktivitas penangkapan ikan -ikan tersebut secara terus menerus dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan stok ikan sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang tepat agar sumberdaya Ikan Baung, Cencen, Nila, maupun Sibaro di alam dapat berlanjut. Pengelolaan ini dilakukan dengan cara rekomendasi pembatasan ukuran mata jaring berdasarkan ukuran pertama matang gonad dan pengaturan musim penangkapan dan pembatasan upaya penangkapan. Alat tangkap yang digunakan harus alat tangkap yang ramah lingkungan, yaitu ukuran mata jaring yang digunakan hanya untuk menangkap ikan -ikan dewasa. Apabila mata jaring alat tangkap yang digunakan terlalu kecil maka ikan -ikan yang masih kecil akan tertangkap, sehingga populasi ikan tersebut akan cepat punah dan tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Rekomendasi pengelolaan ukuran mata jaring yang digunakan sebaiknya lebih besar dari 5 cm agar ikan -ikan yang tertangkap yang pertama kali matang gonad yang berukuran lebih besar dari 170 mm diberi kesempatan untuk memijah sehingga populasi ikan -ikan tersebut dapat lestari. Larasati (2011) menyatakan bahwa ikan yang seharusnya boleh ditangkap adalah ikan yang ukurannya melebihi panjang 185 mm dengan tinggi tubuh 51 mm dan untuk penentuan ukuran mata jaring dilakukan berdasarkan tinggi tubuh ikan yang pertama kali matang gonad yaitu lebih dari 5 cm. Pembatasan upaya penangkapan karena masih banyak penangkapan Ikan Baung, Cencen, Nila, maupun Sibaro yang berukuran kecil dan memiliki TKG I dan II sehingga penangkapan ini tergolong growth overfishing. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah penetapan jumlah tangkapan maksimal harian tanpa mengurangi jumlah kapal yang beroperasi dan jumlah alat tangkap yang digunakan. Walaupun tanpa mengurangi jumlah kapal yang beroperasi, namun perlunya upaya pelarangan penambahan jumlah kapal. Pengaturan waktu penangkapan ikan Sungai Seruai juga perlu dilakukan khususnya tidak melakukan penangkapan berlebih pada puncak pemijahan sehingga ikan -ikan yang matang gonad tidak banyak tertangkap agar proses pemijahan tidak terganggu. 13 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis-jenis ikan yang tertangkap pada Sungai Seruai terdiri dari 4 jenis yaitu : Ikan Baung (Mystus nemurus), Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan Ikan Sibaro (Hampala macrolepidota). 2. Pola pertumbuhan seluruh ikan yang tertangkap bersifat allometrik negatif yang artinya bahwa pertumbuhan beratnya lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjang. Saran Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu pengkajian stok ikan Baung, Cencen, Nila, maupun Sibaro di perairan Sungai Seruai ini perlu dilakukan terus menerus karena informasi ilmiah ini diperlukan untuk mendukung pengelolaan perikanan yang lebih rasional. Khusus untuk kajian aspek reproduksi seperti waktu pemijahan, sebaiknya dilakukan lebih cermat dan dalam waktu setidaknya satu tahun. Selain itu, untuk kajian laju pertumbuhan, pengumpulan data sebaiknya mencakup mulai dari ikan remaja sampai ikan yang berumur tua, dan juga perlu adanya kerjasama antara pemerintah daerah di wilayah sekitar Sungai Seruai untuk mengawasi pemanfaatan sumberdaya perikanan, seperti ikan yang tertangkap sehingga tidak mengalami kepunahan. DAFTAR PUSTAKA Adrim, M., dan Fahmi. 2010. Panduan Penelitian Untuk Ikan Laut. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Air Daratan. USUPress. Medan. Biring, D. 2011. Hubungan Bobot Panjang dan Faktor Kondisi Ikan Pari yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Connel, R. 1987. Ecological Studides in Tropical Fish communities. Cambridge University Press. Cambridge. Darmono. 2011. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Fadil, M.S. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air dan Aspek Fisiologis Ikan yang Ditemukan Pada Aliran Buangan Pabrik Karet Di Sungai Batang Arau. Universitas Andalas. Padang. Fandri, D. 2012. Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung 14 Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Sunda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Febrianti, A., T. Efrizal., dan Z. Andi. 2013. Kajian Kondisi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) Berdasarkan Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi di Laut Natuna yang Didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar Kud Tanjung Pinang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan: Universitas Maritime Raja Ali Haji. Fernandez, Jhon F. 2011. Informasi Dan Data Kualitas Air Pemantauan Kualitas Air Dalam Wilayah Sungai – Bws Nt.Ii Kilas Informasi Kualitas Air Di Beberapa Sumber Air Dalam Ws. Bws Nt.Ii. Sipil Unwira. 1 (3) : 163 -174. Handayani, T. 2006. Aspek Biologi Ikan Lais di Danau Lais. Journal of Tropical Fisheries 1(1) : 12-23. Harahap, T., dan A Djamali. 2005. Pertumbuhan Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus) di Perairan Binuangen, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2) : 49-54. Haryono. 2006. Fauna Ikan di Perairan Sekitar Bukit Lawang Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Jurnal Iktiologi Indonesia LIPI 1(6) : 55-56. Larasati, D. A. 2011. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Layli, N. 2006. Identifikasi JenisJenis Ikan Teleostei yang Tertangkap Nelayan di Wilayah Perairan Pesisir Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Muchlisin, Z. A. 2010. Biodeversity Of Freshwater Fishes In Aceh Province, Indonesia With Emphasis On Several Biological Aspects Of The Depik (Rasbora Tawarensis) An Endemic Species In Lake Laut Tawar. [Disertasi], Penang: Universiti Sains Malaysia. Mulfizar., A. Zainal., Muchlisin., dan D. Irma. 2012. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan yang Tertangkap di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jurnal Depik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 1 (1): 1-9. Nofrita., Dahelmi., H. Syandri., dan D. Tjong. 2013. Hubungan Tampilan Pertumbuhan Dengan Karakteristik Habitat Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blekeer). Jurusan Biologi FMIPA.Universitas Bung Hatta. Padang. Resmikasari, Y. 2008. Tingkat Kemampuan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella Val.) Memakan Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes 15 (Mart) Solms.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30 (3): 1-8. Suhendra T dan Merta IGS. 1986. Hubungan Panjang Berat, Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan Cakalang Katsuwonus pelamis (Linnaeus) di Perairan Sorong. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 34: 11-19. Suwondo, E. Febrita, Dessy & M. Alpusari. (2004). Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis 1(1): Hlm. 15- 20 Syahrir, M. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Di Perairan Pedalaman Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18 (2): 8-13. Tutupoho, S. N. E. 2008. Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichths thynnoides) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ulqodry, TZ., Yulisman, Muhammad S, and Santoso. 2010. Karakteristik dan Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. FMIPA Universitas Sriwijaya. 13 (1) : 2010. Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke3.Diterjemahkan oleh B. Sumantri.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air (Water Quality Management). Pusat Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan. Bahan Training Analisa Dampak Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Wetzel, R. G. 1975. Lymnology. W. B. Saunders Co. Philadelphia. Pennsylvania Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau, Riau, Sumatera. Jurnal Matematika dan Sains 7(1) : 5-14.