Masukan LAN thd RUU Kementerian Negara dan

advertisement
www.parlemen.net
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SARAN DAN PEMIKIRAN PENYEMPURNAAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG DEWAN PENASIHAT PRESIDEN
DAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
POKOK-POKOK PIKIRAN
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA ATAS NASKAH
RUU TENTANG DEWAN PENASEHAT PRESIDEN
DAN RUU TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera .
Yth.Ketua Pansus,
Para Anggota Dewan yang kami hormati,
Pada kesempatan ini ijinkan kami menyampaikan pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan
RUU Kementerian Negara dan RUU Penasihat Presiden sebagai berikut:
A.
TUJUAN KONSTITUSI
Pembukaan UUD 1945 sebagai tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang
melatar belakangi, kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia 17 Agustus 1945, dalam Alinea Keempat memuat tentang tujuan
konstitusional dari pembentukan penyelenggara kekuasaan pemerintahaan negara yang
menyatakan "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, yang terbentuk suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia"
Rumusan alinea keempat tersebut mengemukakan norma dasar bahwa dalam rangka
mencapai visi dan cita-cita luhur bangsa dan negara Republik Indonesia (Alinea Kedua), perlu
dibentuk suatu Pemerintahan Negara dengan misi atau tugas pokok pelayanan :
(a)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
(b)
memajukan kesejahteraan umum,
(c)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
(d)
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Keempat misi pemerintahan yang kemudian terjabarkan secara tersebar dalain pasalpasal UUD 1945 merupakan domein kekuasaan pemerintahan (eksekutif) negara yang disebut
sebagai urusan pemerintahan. Berdasarkan penelitian LAN teridentifikasi kurang lebih 37
bidang kegiatan yang termasuk urusan pemerintahan (digunakan dalam analisis RUU). Analog
dengan kekuasaan pemerintahan negara, maka pada cabang kekuasaan negara lainnya,
kekuasaan legislative dan kekuasaan yudikatif, dapat diidentifikasi jenis-jenis urusannya.
Kemantapan penyelenggaraan pemerintahan negara memerlukan suatu sistem tatanan
kelembagaan yang mengacu atau didukung sistem pembagian kekuasaan negara dan rincian
urusannya yang jelas, serta terbangunnya checks and balances system.
B.
KONDISI DEWASA INI
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Berikut disampaikan beberapa permasalahan atau fenomena yang dihadapi negara
Indonesia dalam berbagai upaya menata atau membentuk suatu kelembagaan penyelenggara
pemerintahan negara
•
Tidak atau belum adanya konsep yang clear cut mengenai bidang-bidang urusan pada
masing-masing jenis kekuasaan negara (eksekutif, legislative dan yudikatif), kuhususnya
urusan-urusan dalam ranah kekuasaan eksekutif. Dalam pengorgani-sasian kementerian
negara misalnya digunakan pendekatan 'bagi habis' tetapi tanpa konsep mengenai 'apa
yang dibagi'.
•
Pembentukan organisasi kabinet atau kemeterian negara sebagai satu kesatuan
organisasi di samping tidak mengacu pada konsep urusan pemerintahan yang jelas,
selama ini juga kurang memperhatikan perlunya pembedaan antara fungsi operating core
(cq.urusan pemerintah) dengan techno structure dan supporting staff.
•
Dalam mengantisipasi perubahan dan pergeseran paradigma dalam administrasi atau
manajemen publik (new public administration/management), masih dihadapkan pada
sikap yang double-standard dari penguasa, misalnya kesadaran akan perlunya
membangun organisasi pemerintah yang lebih ramping di satu pihak, tetapi di lain pihak,
ketika menyusun struktur kabinet yang baru justru lebih gemuk dari sebelumnya demi
untuk tujuan mangakomodasi kepentingan tertentu.
•
Pengembangan konsep partisipasi publik justru terbentur dengan sikap dan kebijakan
penguasa yang cenderung ingin menangani segala urusan kepublikan yang tercermin
dalam pembentukan berbagai organisasi publik (dalam arti pemerintah), sementara
terjadi kecenderungan global terbentuknya organisasi masyarakat yang bersifat quasi
public.
C.
PRINSIP-PRINSIP PEMBENTUKAN KEMENTERIAN NEGARA
Dengan memperhatikan tujuan konstitusional dan kondisi dewasa ini mengenai
organisasi pemerintahan negara, maka tanggapan serta saran perbaikan yang akan
disampaikan Lembaga Administrasi Negara, sebagai instasi yang diberi tugas pemerintah untuk
mengembangkan sistem administrasi negara, terhadap naskah RUU tentang Dewan Penasehat
Kepresidenan dan RUU tentang Kementerian Negara didasari pada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1.
Prinsip build and scrap
Bahwa setiap upaya untuk memperbaharui suatu susunan organisasi kementerian
negara yang lama, maka berdasar pada bidang-bidang urusan pemerintahan yang
teridentifikasi (tercermin juga dari nomenklatur Kementerian negara) dapat dibangun
dengan cara setiap bidang urusan atau beberapa urusan pemerintahan menjadi tugas
pokoknya suatu kementerian negara. Sebaliknya, beberapa urusan yang semula
dipegang satu kementerian negara dapat dihapus (scrap) dan dipindahkan pada
kemeterian baru atau lebih sesuai digabungkan kementerian lainnya; termasuk
kemungkinan
dilimpahkan
kepada
organisasi
masyarakat/lembaga
non
structural/lembaga independent.
2.
Prinsip Efisiensi
Pembagian berbagai kementerian negara juga harus berpedoman pada prinsip bahwa
keseluruhan urusan pemerintahan dapat dilaksanakan olehkeseluruhan kementerian
negara, sebagai satu kesatuan, secara efisien, dengan cara menghindari duplikasi atau
tumpang tindihya tugas dan kewenangan dan tugas, serta membangun sistem hubungan
kerja dan prosedur kerja yang handal.
3.
Prinsip Tiga Pilar Good Governance
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Sesuai makna dari konsep Good Governance, bahwa kepemeritahan (tata kelola
Resources pemerintahan/korporasi untuk pencapaian tujuan negara/korporasi) bukan
lagi monopoli pemerintah/pemilik modal, tetapi dijalankan bersama secara sinerjik dan
cooperative dengan pilar dunia usaha/direksi dan masyarakat/karyawan (pelanggan).
Dengan menggunakan prinsip built and scrap beberapa urusan pemerintah yang lebih
tepat didelegasikan pada masyarakat bahkan swasta. Misalnya beberapa urusan
kewenangan regulasi seperti penyiaran, telekomunikasi, tarip angkutan, tarip minyak dan
gas bumi, perlu diberikan pada suatu lembaga independent. Juga urusan pemerintah
yang potensial konflik kepentingannya dengan pemerintah tiriggi, seperti HAM, perlu
dilirnpahkan badan lembaga quasi publik seperti KOMNASHAM, Komisi OMBUDSMAN.
Contoh lain, urusan pemerintah yang dalam perkembangannya lebih sehat dikontrol oleh
market, seperti urusan koperasi cukup diwadahi dalam pengaturan hukum, urusan
olahraga diserahkan pada KONI
D.
LEMBAGA NON KEMENTERIAN
Dalam sejarah pembentukan organisasi pemerintahan selama ini, disamping pendekatan
dengan membedakan antara kementerian negara porto folio dan kemeterian negara non porto
folio, untuk membedakan kementerian yang tugasnya hanya membuat kebijakan saja dan
kementerian negara yang di samping fungsinya membuat kebijakan juga pada tataran
operasional, juga menunjukkan adanya kebutuhan untuh diwadahi dalam lembaga non
kementerian yakni penanganan beberapa urusan pemerintahan dengan criteria "urusannya
penting tetapi terlalu kecil urusannya untuk diwadahi dalam kementerian negara". Kriteria itu
saat ini menjadi kurang valid, karena beberapa urusan pemerintah yang ditangani lembaga non
kementerian (disebut LPND) ternyata berkembang dan semakin kompleks. Untuk itu diajukan
saran agar pembentukan lembaga non kementerian negara menggunakan pendekatan
Mintzberg yang disamping kriteria operating core untuk menentukan urusan pemerintah mana
yang diwadahi dalam kementerian negara, juga mengajukan konsep criteria urusan
pemerintahan yang bersifat techno structure dan supporting staff. Dengan demikian berbagai
LPND yang ada selama ini perlu direstrukturisasi, dengan cara menyeleksi mana yang masih
tepat sebagai LPND atau Lembaga Non Kementerian Negara, yakni hanya yang memenuhi
criteria sebagai techno structure dan atau supporting staff, sedangkan lainnya bisa
diintegrasikan pada kementerian negara yang menangani urusan pemerintahan yang sesuai,
atau bahkan diserahkan pada lembaga independent/masyarakat/swasta. Yang dimaksud
dengan techno structure adalah fungsi-fungsi yang sifatnya merumuskan atau membuat
standarisasi atau kebijakan tertentu yang harus dilaksanakan oleh keseluruhan organisasi
pemerintahan. Sedangkan supporting staff adalah fungsi yang sifatnya memberikan dukungan
kepada manajemen atau organisasi lini pemerintahan secara keseluruhan dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi atau negara.
Selanjutnya terlampirdisampaikan saran dan panyempurnaan RUU Kementerian Negara dan
RUU Dewan Penasihat Presiden.
Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Pansus yang terhormat, kami menyampaikan terima
kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Lembaga Administrasi Negara,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Lampiran 1
SARAN DAN PEMIKIRAN PENYEMPURNAAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
Menimbang
Mengingat
: Tidak ada perubahan
: Tidak ada perubahan
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Kementerian Negara Portofolio, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah lembaga
pelaksana pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dan memiliki perangkat
teknis.
2.
Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian Negara Portofolio.
3.
Kementerian Negara Non Portofolio, yang selanjutnya disebut Kementerian Negara
adalah pelaksana pemerintahan yang menangani bidang khusus tetapi tidak memiliki
perangkat teknis.
4.
Menteri Negara adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian Negara Non
Portofolio.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG
Bagian Pertama
Kedudukan
(1)
(2)
Pasal 2
Kementerian dipimpin oleh Menteri dan berada di bawah serta bertanggungjawab kepada
Presiden.
Kementerian Negara dipimpin oleh Menteri Negara dan berada di bawah serta
bertanggungjawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Tugas
(1)
(2)
Pasal 3
Kementerian mempunyai tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan urusan
tertentu dalam pemerintahan.
Kementerian Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan
bidang khusus dalam pemerintahan.
Bagian Ketiga
Fungsi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
(1)
(2)
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Kementerian
menyelenggarakan fungsi:
a.
pelaksanaan urusan pemerintahan;
b.
perumusan, penetapan dan pengawasan kebijakan pelaksanaan dan kebijakan
teknis;
c.
pembinaan, koordinasi, dan pelaksanaan pelayanan administrasi pemerintahan;
dan
d.
pelaksanaan pengawasan fungsional.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Kementerian
Negara menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan, penetapan dan pengawasan kebijakan pelaksanaan dan kebijakan
teknis;
b.
pembinaan dan koordinasi pelayanan administrasi pemerintahan; dan
c.
pelaksanaan pengawasan fungsional.
Bagian Keempat
Wewenang
(1)
(2)
Pasal 5
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Kementerian mempunyai wewenang membantu Presiden
pemerintahan dalam hal:
a.
membuat perencanaan;
b.
merumuskan dan menetapkan kebijakan;
c.
melaksanakan kebijakan, dan
d.
melakukan pengawasan fungsional.
Dalann menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Kementerian Negara mempunyai wewenang membantu Presiden
pemerintahan dalam hal:
a.
membuat perencanaan;
b.
merumuskan dan menetapkan kebijakan;
c.
melakukan pengawasan fungsional.
Pasal 3 ayat (1),
menyelenggarakan
Pasal 3 ayat (2),
menyelenggarakan
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian dan Kementerian
Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 7
Susunan organisasi Kementerian terdiri dari Menteri, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal,
Direktorat Jenderal; dan unit kerja di bawahnya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 8
Susunan organisasi Kementerian Negara terdiri dari Menteri Negara, Sekretariat Menteri
Negara, Asisten Menteri Negara, Inspektorat, dan unit kerja di bawahnya.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi Kementerian dan Kementerian Negara
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN
Bagian Pertama Pembentukan
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 10
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara dibentuk Kementerian yang terdiri atas:
a.
Kementerian Dalam Negeri;
b.
Kementerian Luar Negeri;
c.
Kementerian Pertahanan;
d.
Kementerian Hukum;
e.
Kementerian Keuangan;
f.
Kementerian Agama;
g.
Kementerian Pendidikan; dan
h.
Kementerian Kesehatan.
Selain Kementerian sebagaimana disebut pada ayat (1), Presiden dapat membentuk
Kementerian-Kementerian yang melaksanakan urusan sosial, pertanian, kehutanan,
perindustrian, perdagangan, kelautan, pekerjaan umum, tenaga kerja, transmigrasi,
telekomunikasi dan informasi, pertambangan, energi, transportasi, dan pertanahan.
Setiap urusan-urusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak harus diwadahi
dalam satu Kementerian tertentu.
Pasal 11
Selain Kementerian sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (1), Presiden dapat
membentuk Kementerian Negara, yang melaksanakan bidang, seperti Perencanaan
Pembangunan Nasional; Pendayagunaan Aparatur Negara; Riset, Ilmu Pengetahuan,
dan Teknologi; Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga; Pemuda dan
Olah Raga; Perumahan Rakyat; Kebudayaan dan Kesenian; Pariwisata; Lingkungan
Hidup dan Kependudukan; Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Koperasi,
Usaha Kecil, dan Menengah,koordinasi antar urusan.
Setiap Bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak harus diwadahi dalam satu
Kementerian Negara tertentu dan/atau dapat diwadahi dalam Lembaga Non
Kementerian.
Pasal 12
Presiden dapat membentuk Kementerian dan Kementerian Negara baru dengan tidak melebihi
jumlah Kementerian dan Kementerian Negara pada saat ini.
Pasal 13
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
(1)
(2)
Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Presiden dan Wakil Presiden dilantik,
Presiden harus membentuk Kementerian dan Kementerian Negara sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini.
Selain Kementerian darn Kementerian Negara yang menangani urusan dan bidang
sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1), Presiden dapat membentuk
Kementerian dan Kementerian Negara baru dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Bagian Kedua
Pengubahan
Pasal 14
Pengubahan, penggabungan, dan/atau pemisahan Kementerian maupun Kementerian Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11, dapat dilakukan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian Kedua
Pembubaran
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 15
Kementerian yang nomenklaturnya tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) tidak dapat
dibubarkan oleh Presiden.
Kementerian yang dibentuk Presiden yang mengurus urusan-urusan tertentu dapat
dibubarkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11
dapat dibubarkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembubaran Kementerian dan Kementerian Negara tidak menghapus urusan dan bidang
yang dilaksanakan Pemerintah.
Pasal 16
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 dan Pasal 15 paling lambat diberikan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Dewan Perwakilan Rakyat menerima
surat permohonan persetujuan dari Presiden.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Undang-undang ini tidak berlaku untuk Kementerian Negara yang sudah ada pada saat
Undang-undang ini ditetapkan kecuali apabila terjadi pengubahan, pembentukan, dan
pembubaran Kementerian Negara tersebut.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Lampiran 2
SARAN DAN PEMIKIRAN PENYEMPURNAAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG DEWAN PENASIHAT PRESIDEN
BAB III
TUGAS
(4)
(5)
Pasal 3
(Penambahan dan perubahan urutan ayat)
Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Penasihat Presiden dibantu satu Sekretariat
Jenderal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Lebih lanjut tentang tata cara pemberian nasihat dan pertimbangan diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB IV
KEANGGOTAAN
(4)
(5)
(6)
Pasal 4
(Penambahan ayat)
Presiden dapat mengangkat Tenaga Ahli untuk membantu Anggota Dewan Penasihat
Presiden
Setiap Anggota Dewan Penasihat Presiden dapat mengangkat Tenaga Ahli.
Jumlah dan Kedudukan Tenaga Ahli diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
(Penambahan Pasal)
Pasal (10)
Dewan-Dewan yang selama ini tugasnya membantu Presiden, dengan berlakunya UndangUndang ini keberadaannya diintegrasikan dalam Dewan Penasihat Presiden, diatur dengan
peraturan sendiri dan/atau dapat tetap berdiri sendiri sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
Download