PolitikAnggaranLingkunganHidup di Daerah OlehDadanRamdan1 Dalam pengertian paling sederhana, anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dikelola oleh pemerintahan daerah untuk sebesar-besarnya kepentingan pembangunan publik di daerah.Anggaran daerah yang biasa dikenal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan produk politik atau kebijakan politik yang dirumuskan dan disepakati oleh pemerintah dan parlemen di daerah. Walaupun bukan satu satunya jawaban mujarab dalam mengatasi permasalahan ketimpangan pembangunan daerah, anggara nmerupakan instrument penting dalam pembangunan daerah, takterkecuali anggaran untuk kepentingan pemulihan dan pemajuan kualitas lingkungan hidup akibat dampak dari pembangunan di daerah. Anggaran untuk kepentingan lingkungan hidup merupakan salah satu instrument kebijakan di daerah seiring dengan semakin masifnya kerusakan dan bencanalingkungan hidup serta degradasi layanana lama akibat pembangunan ruang dan wilayah yang dijalankan.Dalam konteks penganggaran untuk kepentingan urusan lingkungan hidup, maka setidaknya politik anggaran daerah dapat diarahkan pada ranah pencegahan, pemulihan dan pengendalian serta promosi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh masyarakat. MasalahPolitikAnggaran Berangkat dari praktik penganggaran pembangunan urusan lingkungan hidup di Jawa Barat, ada beberapa permasalahan politik anggaran daerah yang memiliki Implikasi pada upaya pemajuan kualitas lingkungan hidup di daerah. Pertama, rendahnya komitmen pemerintahan daerah untuk mengarusutamakan kepentingan lingkungan hidup menjadi agenda prioritas kebijakan pembangunan daerah. Rendahnya komitmen ini akan berpengaruh perumusan kebijakan dan program lingkungan hidup dan kuantitas besar dan kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk sektor lingkungan hidup. Kedua, sangat kecilnya jumlah anggaran daerah untuk urusan lingkungan hidup. Dari pemeriksaan APBD, rata-rata alokasi belanja daerah untuk urusan lingkungan hidup sekitar 1% dari total belanja pembangunan daerah. Bahkan, banyak kabupaten/kota di Jawa Barat yang mengalokasikan anggaran lingkungan hidup di bawah 1%.Alokasi anggaran daerah banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan belanja gaji pegawai atau aparatur pemerintah daerah. Ketiga, anggaran lingkungan hidup yang dialokasikan pun masih belum seutuhnya untuk kepentingan lingkungan hidup.Dari satupersen yang dialokasikan masih termasuk belanja aparatur pemerintah.Jika dihitung, dari total belanja pembangunan hanya sekitar 0,6% dibelanjakan untuk kepentingan lingkungan hidup di luar belanja pegawai/aparatur pemerintah. Bahkan, alokasi anggaran dipakai untuk belanja-belanja yang tidak langsung menjawab masalah seperti belanja workshop, pelatihan, riset dan pengadaanalat-alatkantor. Keempat, alokasi anggaran lingkungan hidup, belum diorientasikan bagi upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup. Alokasianggaran yang sangat kecil tersebut banyak dialokasikan untuk penanganan masalah yang pada realisasinya tidak efektif, tidak menjawab masalah dan rawan di korupsi. 1 AnggotaPerkumpulanInisiatifdanDirekturEksekutif Daerah WahanaLingkunganHidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat. Kelima, rendahnya keterlibatan publik dalam proses politik perumusan anggaran lingkungan hidup. Praktik perumusan anggaran menjadi milik dan dikuasai oleh pemerintah dan parlemen daerah. Pada kebanyakan kasus, kebijakan anggaran tidak berangkat dariusulan-usulan masyarakat/kelompok/organisasi masyarakat yang bergerak di sektor lingkungan hidup. Rendahnya keterlibatan publik sudah terjadi sejak perencanaan pembangunan hingga ketahap penganggaran di daerah mulai dari penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) hinggapenetapan APBD. Di luar APBN dan APBD sebagai anggaran negara, alokasi anggaran lingkungan hidup bersumber dari perusahaan - perusahaan baik negara dan swasta. Perusahaan memiliki tanggungjawab sosial untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat dari pembangunan dan aktivitas usahanya yang memberikan dampak terhadap lingkungan hidup sekitarnya. Namun, kontrol pemerintahan daerah untuk memastikan pemenuhan tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan hidup dan publik masih sangat rendah. Kebijakan pemerintahan daerah untuk memaksa perusahaan mengeluarkan dana atau anggaran untuk kepentingan lingkungan hidup belum banyak dijalankan. Dalam praktiknya, tanggungjawab sosial perusahaan banyakdikeluarkan untuk kepentingan promosi atau iklan untuk perusahaan itu kembali. SolusiKeDepan Melihat realitas ini, maka diperlukan beragam tindakan agar kebijakan politik anggaran sektor lindungan hidup mengalami perubahan dan alokasi anggaran bisa dibelanjakan dan memberikan dampaknya tanpa pemulihan kerusakan dan kemajuan kualitas lingkungan hidup di daerah. Pertama, pemerintahan daerah harus mengorientasikan kebijakan dan alokasi anggaran sektor lingkungan hidup diarahkan pada ranah pencegahan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan ini perlu untuk mengurangi biaya resiko kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Kedua, dalam ranah penanganan dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup, pemerintahan daerah harus membuat terobosan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memastikan tanggung jawab sosial perusahaan dijalankan dan partisipasi publik dilibatkan dalam perumusan kebijakan perencanaan dan penganggaran. Ketiga, pemerintahan daerah harus mengurangi belanja-belanja yang tidak memiliki hubungan langsung dengan upaya pencegahan dan penanganan kerusakan lingkungan hidup. Pemerintahan Daerah harus mengurangi belanja-belanja seperti pegawai di luargaji, workshop, pelatihanpelatihan, pengadaan ATK yang tidakperlu dll. Keempat, alokasi anggaran seharusnya dikeluarkan untuk mendukung upaya-upaya nyata masyarakat/komunitas yang berpartipasi dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup yang saat ini porsinya masih kecil. Ditengah keraguan publik, kita masih berharap anggota parlemen hasil Pemilu 2014 dapat berkontribusi nyata dalam mengubah kebijakan politik anggaran lingkungan hidup yang saat ini belum memihak pada kepentingan publik dan lingkungan hidup. Kontrol publik pun sangat diperlukan untuk mengawal dan mengawasi kinerja parlemen, kepala daerah dan biroraksi kedepan.