BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Operasi dan Produksi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Operasi dan Produksi
Manajemen Operasi dan Produksi merupakan bagian yang sangat penting
dalam
suatu perusahaan. Mengingat
seluruh proses perusahaan dalam
menghasilkan barang atau jasa sangat bergantung kedalam aktivitas operasi dan
produksi. Manajemen operasi dan produksi mengatur seluruh kegiatan produksi.
Mulai dari bahan baku (input), proses, hingga hasil produksi (output). Agar
kegiatan produksi berjalan dengan lancar dan terkendali maka dari itu perlu
dilakukan sistem manajemen yang tepat.
2.1.1
Pengertian Manajemen
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, perusahaan membutuhkan
suatu sitem yang dapat menggerakan dan mengkordinir seluruh elemen dalam
perusahaan agar dapat menghubungkan antara tujuan setiap elemen tersebut
menjadi tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama tersebut tentunya perlu
mendapat partisipasi dan kerjasama antar elemen dalam perusahan. Untuk
menciptakan partisipasi dan kerjasama dari setiap elemen yang baik, diperlukan
suatu sistem yang disebut manajemen.
Berikut adalah pengertian manajemen yang dikemukakan oleh para ahli :
Pengertian manajemen menurut Hasibuan (2010:2), yaitu:
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai satu tujuan tertentu.”
9
10
Sedangkan pengertian manajemen menurut Sofjan Assauri (2008) adalah
sebagai berikut :
“Manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan kegiatan –
kegiatan orang lain.”
Selanjutnya menurut Rosenberg dan Adam yang kutip oleh Haming dan
Nurnajamuddin (2007) dikemukaan sebagai berikut :
“Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan perencanaan,
pengkoordinasian, penggerakan dan pengendalian aktivitas organisasi atau
perusahaan bisnis atau jasa.”
Dari definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien dengan menjalankan fungsi – fungsi
manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan atau pengendalan dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya yang lain baik perusahaan bisnis atau jasa.
2.1.2
Pengertian Produksi dan Operasi
Produksi dapat diartikan sebagai kegiatan menciptakan atau menambah
kegunaan dalam suatu barang atau jasa. Produksi merupakan faktor terpenting
dalam suatu perusahaan dan merupakan salah satu dari kegiatan pokok untuk
mempertahankan kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Menurut Haizer dan Render (2008) pengertian produksi dalam bukunya
“Manajemen Operasi” adalah sebagai berikut :
“Produksi adalah proses penciptaan barang dan jasa”
Sedangkan pengertian operasi menurut Rosenberg yang diterjemahkan
oleh Haming dan Nurnajamuddin (2007) sebagai berikut:
“Operasi merupakan suatu proses atau tindakan tertentu yang
menjadi unsur dari sejumlah kegiatan untuk membuat suatu produk”
11
Selanjutnya pengertian produksi menurut Sofjan Assauri (2008) adalah
“produksi
sebagai
suatu
kegiatan
atau
proses
yang
mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output),
tercakup semua aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa,
serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk
menghasilkan produksi tersebut.”
Dari pengertian produksi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa produksi adalah suatu kegiatan penciptaan barang dan jasa
dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dengan mempertimbangkan pula
kegiatan-kegiatan pendukung lainnya. Produksi atau operasi memiliki arti yang
sangat penting dalam sebuah industri, karena merupakan kegiatan pokok yang
harus dilakukan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.1.3
Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi
Manajemen Produksi dan Operasi telah mengalami perubahan yang cukup
drastis sejalan dengan perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh sangat cepat.
Keadaan ini menuntut kegiatan operasi harus memerhatikan prinsip efisiensi dan
keinginan konsumen sebagai pemakai barang dan jasa. Manajemen operasi tidak
hanya sebagai alat untuk mengendalikan urutan input - process - output sebagai
hubungan yang dinamis, tetapi merupakan suatu keseluruhan sistem yang
berlandaskan pada konsep pendekatan sistem.
Berikut Pengertian manajemen operasi yang dikemukakan oleh para ahli:
Pengertian Manajemen Operasi menurut Heizer dan Render (2008)
sebagai berikut :
“Manajemen Operasional merupakan aktivitas yang mengubah
sumber daya yang ada menjadi barang dan jasa. Hal ini berarti adanya nilai
tambah yang diberikan dalam proses tersebut hingga keluaran akan berbeda
secara signifikan dengan masukan.”
12
Menurut Sofjan Assauri (2008:12) Pengertian manajemen produksi dan
operasi adalah sebagai berikut :
“Merupakan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan
penggunaan sumber-sumber daya yang berupa sumber daya manusia,
sumber daya alat dan sumber daya dana serta bahan, secara efektif dan
efisien untuk menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang
atau jasa.”
Pengertian manajemen operasi menurut Zulian Yamit (2010) sebagai
berikut :
“Manajemen Operasi adalah kegiatan untuk mengolah input melalui
proses transformasi atau pengubahan atau konversi sedemikian rupa
sehingga menjadi output yang dapat berupa barang atau jasa”.
Sedangkan menurut Manahan (2004:13), yang dimaksud dengan
manajemen operasional adalah:
“Manajemen proses konversi dengan bantuan fasilitas seperti tanah,
tenaga kerja, modal dan manajemen masukan (input) yang diubah
menjadi keluaran yang diinginkan berupa barang atau jasa/layanan.”
Menurut Lalu Sumayang (2003) pengertian manajemen operasi sebagai
berikut :
“Manajemen Operasi adalah suatu proses pengubahan atau proses
konversi dimana sumber – sumber daya yang berlaku sebagai “input”
diubah menjadi barang dan jasa”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, manajemen operasi
merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mengasilkan nilai barang
dan jasa secara efisien melalui proses pengubahan atau konversi dimana sumber –
sumber daya yang berlaku sebagai masukan (input) menjadi keluaran (output).
13
Penekanan dalam manajemen produksi adalah kerangka pengambilan
keputusan dalam pelaksanaan fungsi produksi. adapun fungsi produksi menurut
Sofjan Assauri (2008:23) terdiri dari 4 (empat) hal utama, yaitu :
a. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk
mengolah masukan (input)
b. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa pengorganisasian
yang perlu untuk penetapan teknik dan metode yang akan dijalankan,
sehingga proses pengolahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
c. Perencanaan, merupakan penetapan keterkaitan dan pengorganisasian dari
kegiatan produksi dan operasi yang dilakukan dalam suatu dasar waktu
atau periode tertentu.
d. Pengendalian atau pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin
terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga
maksud dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan (input)
pada kenyataannya dapat dilaksanakan.
Perusahaan harus memaksimalkan sumber dayanya dalam mengubah input
menjadi output yang berkualitas baik dan mampu mencapai tujuan perusahaan.
Agar output tersebut memiliki kualitas yang baik maka perlu dilakukan
pengawasan dan pengendalian kualitas.
2.2
Pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan langkah nyata dari
manajemen operasi dalam upayanya untuk melaksanakan fungsi manajemen
dalam kegiatan operasi. Fungsi tersebut yaitu pengendalian, manajemen operasi
memfokuskan pengendalian terhadap kualitas dari barang dan jasa yang akan
dihasilkannya. Hal tersebut dilakukan dalam upaya agar barang dan jasa yang
dihasilkannya sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dan memenuhi
kebutuhan konsumen.
Pembahasan mengenai kualitas sebenarnya sangat bergantung kepada
persepsi konsumen itu sendiri. Setiap konsumen tentunya akan memiliki
14
pandangan yang berbeda terhadap suatu kualitas. Secara subjektif orang akan
mengatakan kualitas merupakan sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for
use). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai
kecocokan dengan penggunanya. Ada juga pandangan yang mengatakan kualitas
adalah barang atau jasa yang dapat menaikan status pemakainya. Pandangan lain
mengatakan baranig dan jasa yang memberikan manfaat pada pemakai (measure
of utility and usefulness).
2.2.1
Pengertian Pengendalian
Menurut Sofjan Assauri (2008:25), pengendalian dan pengawasan
merupakan :
“Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi
dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan, dan
apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat
dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.”
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pengendalian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktifitas
dan memastikan seluruhnya berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
2.2.2
Pengertian Kualitas
Menurut Heizer dan Render (2008:92) pengertian kualitas adalah sebagai
berikut :
“Kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa
yang menunjukan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan
yang tampak jelas maupun tersembunyi.”
Menurut Zulian Yamit (2010:347) pengertian kualitas adalah sebagai
berikut :
“Sesuatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi ditinjau
dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas
adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use).”
15
Sedangkan menurut istilah pembendaharaan Internasional Organization
for Standardization (ISO) dikatakan bahwa :
“Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa
yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan
secara tegas maupun tersamar.”
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan kualitas adalah keseluruhan karakteristik dari produk yang
tercermin dalam aspek pemasaran, proses produksi dan pemeliharaan sehingga
produk tersebut mampu memberikan kepuasan pada konsumen.
Meskipun sulit menetapkan kualitas yang diharapkan konsumen,
perusahaan tetap dapat menetapkan standar kualitas yang didapat dari riset
konsumen maupun perusahaan sendiri yang menentukan kebijakannya. Oleh
karena itu standar kualitas di setiap perushaan berbeda-beda sesuai dengan produk
yang dihasilkan dan kemampuan perusahaan.
2.2.2.1 Dimensi Kualitas
Menurut Douglas C. Montgomery, terdapat 8 (delapan) dimensi kualitas
suatu barang, yaitu :
1. Performance
Menunjukkan karakteristik utama suatu produk.
2. Reliability
Merupakan dimensi kualitas yang menunjukkan kemungkinan suatu
produk dapat berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu tertentu.
Biasanya diukur dengan menggunakan waktu rata-rata kegagalan. Produk
dikatakan awet, kalau sudah banyak digunakan atau sudah lama sekali
digunakan. Bagi perusahaan, sebenarnya awet juga hal dilematis. Karena
produk awet, maka pelanggan akan lama dalam membeli produk baru lagi
dan
tentunya
dapat
mengurangi
kesempatan
perusahaan
untuk
mendapatkan revenue lagi. Akan tetapi, apabila awet adalah hal penting
16
dan ternyata perusahaan tidak menawarkan hal ini, pelanggan akan pindah
kepada merek pesaing karena tidak puas. Suka atau tidak, memproduksi
produk yang benar-benar awet adalah pilihan yang lebih baik. Walau
pelanggan tidak membeli untuk waktu yang lama, perusahaan masih dapat
berharap bahwa pelanggan akan menyebarkan word of mouth yang positif.
3. Durability
Merupakan ukuran dari umur suatu produk. Diukur dari waktu daya tahan
produk tersebut, dimana produk tersebut lebih baik diganti daripada
diperbaiki.
4. Serviceability
Merupakan
kecepatan,
kemampuan
dan
kemudahan
dalam
perbaikan.Serviceability ditunjukan oleh kesiapan dan kemudahan suatu
produk pada saat diperbaiki ketika terdapat kerusakan.
5. Aesthetic
Merupakan ukuran, desain, rasa, suara, dan bau dari suatu produk.
Dimensi aesthetic suatu tamiya dapat dinilai dari ukuran, bentuk/ desain
dan warnanya.
6. Features
Merupakan item-item ekstra yang ditambahkan dalam suatu produk guna
menambah keistimewaan produk tersebut.
7. Perceived Quality
Merupakan penilaian konsumen terhadap kualitas produk yang dihasilkan
oleh merek-merek tertentu.
8. Conformance to Standard
Merupakan tingkat dimana suatu produk dan jasa telah sesuai dengan
spesifikasinya.
17
2.2.2.2 Ukuran Kualitas
Terdapat 3 (tiga) ukuran kualitas yang dapat digunakan untuk barang, di
antaranya :
1. Kualitas Desain (Design Quality)
Kulitas desain barang sangat berhubungan dengan sifat-sifat keunggulan
pada saat barang pertama diharapkan.
2. Kualitas Penampilan (Performance Quality)
Aspek ini mencakup performa produk dimasa yang akan datang,
dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu :
a. Keadaan produk
b. Perawatan Produk
3. Kualitas yang memenuhi (Conformance Quality)
Berhubungan dengan apakah produk yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan , dengan kata lain sejauh mana kualitas
produk dapat dicapai.
2.2.3
Pengertian Pengendalian Kualitas
Setelah mengetahui pengertian pengendalian dan kualitas, berikut adalah
pengertian pengertian pengendalian yang dikemukakan oleh para ahli.
Gaspersz (2005:4) mengatakan pengendalian kualitas adalah
“Aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan,
dan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.”
Sedangkan menurut Sofjan Assauri (2008:210) pengertian pengendalian
kualitas adalah sebagai berikut :
”Pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu /
kualitas dari barang dihasilkan, agar sesuai spesifikasi produk yang
telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan perusahaan.”
Dari pengertian pengendalian kualitas yang dikemukakan oleh para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah aktivitas yang dilakukan
18
dalam upaya untuk mencegah kerusakan dan juga mempertahankan kualitas suatu
produk agar sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Pengendalian kualitas diharapkan tidak hanya mendeteksi kerusakan
produk pada suatu rangkaian produksi, melainkan dapat menekan seminimal
mungkin
kerusakan tersebut. Dengan melakukan pengendalian kualitas,
diharapkan produk akan terkendali sehingga manajer operasi dapat mengetahui
penyebab dan dengan segera dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan
dengan begitu juga sekaligus mempertahanka kualitas produk yang dihasilkannya.
2.2.4
Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (2008:210)
adalah:
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Dengan demikian, tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk
mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang
ekonomis atau serendah mungkin.
2.2.5
Langkah-langkah Pengendalian Kualitas
Menurut Roger G. Schroeder (2000:135), untuk mengimplementasikan
perencanaan, pengendalian, dan pengembangan kualitas melalui siklus kualitas
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan karakteristik kualitas
2. Memutuskan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik
3. Menetapkan standar kualitas
19
4. Menentukan tes yang tepat untuk tiap-tiap standar
5. Mencari dan memperbaiki kasus produk berkualitas rendah
6. Terus-menerus melakukan perbaikan
2.2.6
Faktor-Faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Sofjan Assauri (2008:302), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengendalian kualitas adalah :
1. Kemampuan proses
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan
proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam
batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
2. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan
konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini
haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku
dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian
kualitas pada proses dapat dimulai.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi
produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat
pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang
berada di bawah standar yang dapat diterima.
4. Biaya kualitas
Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam
menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang
positif dengan terciptanya produk yang berkualitas. Apabila ingin
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi makan dibutuhkan biaya
kualitas yang relatif lebih besar.
20
a. Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya
kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang
berhubungan dengan perancangan dan pemeliharaan sistem
kualitas.
b. Biaya Deteksi/ Penilaian (Detection/ Appraisal Cost)
Biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk atau jasa
yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan
kualitas sehingga dapat menghindari kesalahan dan kerusakan
sepanjang proses produksi.
c. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
Merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian
dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa
tersebut dikirim ke pihak luar (pelanggan atau konsumen).
d. Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Cost)
Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk
tersebut dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen.
2.2.7
Tahapan Pengendalian Kualitas
Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil
produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Menurut Suyadi Prawirosentono (2007:72), terdapat beberapa standar
kualitas
yang
bisa
ditentukan
oleh
perusahaan
dalam
upaya
menjaga output barang hasil produksi di antaranya:
1. Standar kualitas bahan baku yang akan digunakan.
2. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
melaksanakannya).
3. Standar kualitas barang setengah jadi.
21
4. Standar kualitas barang jadi.
5. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir tersebut
sampai ke tangan konsumen.
Dikarenakan kegiatan pengendalian kualitas sangatlah luas, untuk itu semua
pengaruh terhadap kualitas harus dimasukkan dan diperhatikan. Secara umum
menurut Suyadi Prawirosentono (2007:74), pengendalian atau pengawasan akan
kualitas di suatu perusahaan manufaktur dilakukan secara bertahap meliputi halhal sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku, bahan
baku penolong dan sebagainya), kualitas bahan dalam proses dan kualitas
produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan komposisinya.
2. Pemeriksaan atas produk sebagai hasil proses pembuatan. Hal ini berlaku
untuk barang setengah jadi maupun barang jadi. Pemeriksaan yang
dilakukan tersebut memberi gambaran apakah proses produksi berjalan
seperti yang telah ditetapkan atau tidak.
3. Pemeriksaan cara pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen.
Melakukan analisis fakta untuk mengetahui penyimpangan yang mungkin
terjadi.
4. Mesin, tenaga kerja dan fasilitas lainnya yang dipakai dalam proses
produksi harus juga diawasi sesuai dengan standar kebutuhan. Apabila
terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi agar produk yang
dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan.
Sedangkan
Sofjan
Assauri
(2008:210)
menyatakan
bahwa
tahapan
pengendalian/ pengawasan kualitas terdiri dari 2 (dua) tingkatan antara lain:
1. Pengawasan selama pengolahan (proses)
Yaitu dengan mengambil contoh atau sampel produk pada jarak waktu
yang sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat
apakah proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah,
22
maka keterangan kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula
untuk penyesuaian kembali.
Pengawasan yang dilakukan hanya terhadap sebagian dari proses,
mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengawasan pada
bagian lain. Pengawasan terhadap proses ini termasuk pengawasan atas
bahan-bahan yang akan digunakan untuk proses.
2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan
Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat
proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang
rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk
menjaga supaya hasil barang yang cukup baik atau paling sedikit
rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen/pembeli,
maka diperlukan adanya pengawasan atas produk akhir.
2.2.8
Metode Pengendalian Kualitas
Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil
produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Menurut Douglas C. Motgomery (2001:15), teknik dalam melaksanakan
pengendalian kualitas terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Inspection/Pemeriksaan
2. Statistical Quality Qontrol/SQC
2.2.9
Alat Bantu Pengendalian Kualitas
Alat Bantu dalam pelaksanaan pengendalian kualitas atau teknik
pengendalian mutu merupakan alat untuk mendeteksi sebab-sebab terjadinya
penyimpanngan diluar kendali dalam proses produksi dan cara bagaimana untuk
melakukan tindakan perbaikan. Terdapat tujuh macam alat pengendalian kualitas
yang dalam penerapannya dapat digunakan seluruhnya maupun sebagian
tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan.
23
Menurut Douglas C. Montgomery (2001:154) terdapat 7 (tujuh) alat
bantu untuk mengendalikan kualitas, yaitu :
1. Flow Chart
Gambar yang menjelaskan langkah-langkah utama, cabang-cabang proses
dan produk akhir dari proses.
2. Pareto Analysis
Pendekatan yang terkordinasi untuk mengidentifikasikan, mengurutkan
dan bekerja untuk menyisihkan ketidaksesuaian secara permanen.
Memforkuskan pada sumber kesalahan yang penting. Aturannya 80/20
yaitu 80% dari masalah dan 20% adalah penyebab.
3. Histogram
Distribusi yang menunjukan frekuensi kejadian-kejadian di antara jajaran
data yang tinggi dan yang rendah.
4. Scatter Diagram
Dikenal juga dengan peta korelasi. Grafik dari nilai suatu karakteristik
yang dibandingkan dengan nilai karakteristik yang lain.
5. Check Sheet
Merupakan alat pengumpal dan penganalisis data, disajikan dalam bentuk
tabel yang berisi nama dan jumlah barang yang di produksi dan jenis
ketidaksesuaian beserta jumlah yang dihasilkan.
6. Control Chart
Peta ukuran waktu yang menunjukan nilai-nilai statistika, termasuk garis
pusat dan satu atau lebih batas kendali yang didapatkan secara statistika.
7. Cause and Effect Diagram
Alat yang menggunakan secara grafik dari elemen-elemen proses untuk
menganalisis sumber-sumber potensial dari variasi proses.
24
2.3
Flowchart
2.3.1
Definisi Flowchart
Menurut Jogiyanto (2005:795) bagan alir (flowchart) adalah : Bagan
(chart) yang menunjukan alir (flow) di dalam program atau prosedur sistem secara
logika.”
Sedangkan menurut Zamit Y. (2010:45) Flowchart merupakan sebuah
gambar sederhana dari sebuah proses.
Bedasarkan definisi Flowchart yang dikemukakan oleh para ahli dapat
disimpulkan definisi flowchart yaitu, bagan-bagan yang mempunyai arus yang
menggambarkan langkah-langkah penyelesaian suatu masalah. Flowchart
merupakan cara penyajian dari suatu algoritma.
Gambar 2.1
Contoh Gambar Flowchart
25
2.3.1
Kegunaan Flowchart
Berikut ini adalah kegunaan dari Flowchart :
Menggambarkan proses-proses produksi sehingga mudah dipahami dan
mudah dilihat berdasarkan urutan langkah dari suatu proses ke proses
lainnya
Menyederhanakan rangkaian proses atau prosedur untuk memudahkan
pemahaman pengguna terhadap informasi tersebut.
2.4.1
Simbol-simbol Flowchart
Gambar 2.2
Contoh Simbol-simbol Flowchart
26
2.4
Check Sheet (Lembaran pemeriksaan)
2.4.1
Definisi Check Sheet
Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat bantu untuk
memudahkan pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan menyajikan
dalam bentuk yang komunikatif sehingga dapat dikonversikan menjadi informasi.
Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada.
Tujuan pembuatan Check Sheet tersebut adalah untuk menyajikan bahwa data
dikumpulkan secara hati-hati dan akurat untuk kendali proses dan penyelesaian
masalah.
Nama produk :
Karakteristik :
No
Tanggal
LEMBAR CATATAN PEMERIKSAAN
No Mesin :
Dept No :
Dicatat oleh :
Jumlah yang
Jumlah yang
Batas Kendali
diperiksa
ditolak
Atas
Bawah
Ket
Jumlah
Sumber : Kauro Ishikawa
Gambar 2.3
Contoh Gambar Check Sheet
2.4.2
Kegunaan Check Sheet
Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana
sesuatu masalah sering terjadi.
Memudahkan pemilahan data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebabpenyebab, masalah-masalah dan lain-lain.
Memudahkan penyusunan data secara otomatis, sehingga data itu dapat
dipergunakan dengan mudah. Memudahkan pemisahan antara opini dan fakta.
27
2.4.3
Langkah-langkah Pembuatan Check Sheet
Untuk membuat Check Sheet membutuhkan adanya pencatatan secara
disiplin. Maka dari itu dalam pembuatan Check Sheet perlu diperhatikan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Memperjelas sasaran pengukuran.
2. Mengidentifikasikan apa yang akan diukur dan waktu pengukuran.
3. Menentukan isian waktu atau tempat yang akan diukur.
4. Implementasi pengumpulan data.
5. Menjumlahkan data atau merekapitulasi data.
2.5
Histogram
2.5.1
Definisi Histogram
Histogram adalah grafik balok yang memperlihatkan satu macam
pengukuran dari suatu proses atau kejadian. Grafik ini sangat cocok untuk data
yang di kelompokan dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Histogram
merupakan diagram frekuensi bertetangga yang bentuknya seperti diagram batang.
Batang yang berdekatan harus berimpit.
Gambar 2.4
Contoh Gambar Histogram
2.5.2
Kegunaan Histogram
Kegunaan histogram digunakan untuk menyajikan hasil pengolahan data
bentuk grafik. Selain itu berikut ini beberapa kegunaan dari histogram :
28
1. Mengetahui dengan mudah penyebaran data yang ada
2. Mempermudah melihat dan menginterpretasikan data
3. Sebagai alat pengendali proses, sehingga dapat mencegah timbulnya
masalah
2.5.3
Langkah-langkah Pembuatan Histogram
Dalam pembuatan histogram diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan batas-batas observasi. Perbedaan antara nilai terbesar dengan
nilai terkecil.
2. Memilih kelas-kelas atau sel-sel, pedoman banyaknya kelas sama dengan
akar n, dimana n adalah banyaknya data.
3. Menentukan lebar kelas-kelas tersebut. biasanya, semua kelas mempunyai
lebar yang sama. Lebar kelas sama dengan banyaknya kelas.
4. Menentukan batas-batas kelas. Kelas-kelas tersebut tidak saling tumpang
tindih.
5. Menggambarkan frekuensi histogram dan menyusun diagram batangnya.
2.6
Scatter Diagram (Diagram tebar)
2.6.1
Definisi Scatter Diagram
Diagram Scatter atau diagram pencar atau juga disebut diagram sebar
adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan (korelasi) antara
pasangan dua macam variabel dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua
variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Scatter
diagram juga dapat digunakan untuk mengecek apakah suatu variabel dapat
digunakan untuk mengganti variabel yang lain.
29
Gambar 2.5
Contoh Gambar Scatter Diagram
2.6.2
Kegunaan Scatter Diagram
Scatter Diagram digunakan untuk menentukan hubungan antara sebar dan
akibat dari dua variabel atau untuk menentukan korelasi antara penyebab yang
diduga dengan akibat yang timbul dari suatu masalah. Ada beberapa jenis
hubungan antara dua faktor, yaitu :
1. Hubungan sebab akibat
2. Hubungan antara satu dan lain sebab
3. Hubungan antara satu sebab dengan dua sebab lainnya.
2.6.3
Langkah-langkah Pembuatan Scatter Diagram
Data dikumpulkan dalam bentuk pasangan titik (x,y). Dari titik-titik
tersebut dapat diketahui hubungan antara variabel x dan variabel y, apakah terjadi
hubungan positif atau negatif.
1. Kumpulkan data-data yang akan dibuat hubungannya dan masukkan dalam
satu lembar data
2. Gambarkan sumbu grafik vertikal dan horisontal. Sumbu vertikal
menunjukan akibat dan sumbu horizontal menunjukan sebab.
3. Plot data ke dalam grafik
30
2.7
Control Chart (Peta Kendali)
2.7.1
Definisi Control Chart
Control Chart merupakan alat untuk mengawasi kualitas dengan mudah
sehingga semakin mudah juga dalam mengambil keputusan jiga terjadi produk
yang menyimpang. Control Chart ditentukan juga untuk membuat batas-batas
dimana hasil produksi menyimpang dari mutu yang diinginkan. Tujuan
menggambarkan Control Chart adalah untuk menetapkan apakah setiap titik pada
grafik normal atau tidak normal dan dapat mengetahui perubahan dalam proses
dari mana data dikumpulkan, sehingga setiap titik pada grafik harus
mengindikasikan dengan cepat dari proses mana data diambil.
Gambar 2.6
Contoh Gambar Control Chart
2.7.2
Manfaat Control Chart
1. Menentukan apakah proses produksi masih berada didalam batas-batas
kendali atau tidak terkendali.
2. Memantau proses produksi secara terus-menerus agar tetap stabil.
3. Menentukan kemampuan proses (capability process).
31
2.7.3
Proses Terkendali
Suatu proses dapat dikatakan terkendali (process control) apabila pola
alami dari nilai-nilai variansi yang di plot pada peta kendali memiliki pola sebagai
berikut:
1. Terdapat 2 atau 3 titik yang dekat dengan garis pusat.
2. Sedikit titik-titik yang dekat dengan batas kendali.
3. Titik-titik terletak bolak-balik di antara garis pusat.
4. Jumlah titik-titik pada kedua titik pada garis pusat seimbang.
5. Titik ada yang melewati batas-batas kendali
2.7.4
Proses Tidak Terkendali
Beberapa titik pada peta kendali yang membentuk grafik memiliki
berbagai macam bentuk yang dapat memberitahukan kapan proses dalam keadaan
tidak terkendali dan perlu perbaikan. Perlu diperhatikan bahwa adanya
kemungkinan titik-titik tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya penyimpangan
pada proses berikutnya.
Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi berikut dapat berupa:
1. Deret
Apabila terdapat 7 titik berturut-turut pada kendali yang selalu berada di
atas atau di bawah garis tengah secara berurutan.
2. Kecenderungan
Bila dari 7 titik berturut-turut cenderung menuju ke atas atau ke bawah
garis tengah atau membentuk sekumpulan titik yang membentuk garis
yang naik atau turun.
3. Perulangan
Dari sekumpulan titik terdapt titik yang menunjukan pola yang hampir
sama dalam selang waktu yang sama.
4. Terjepit dalam batas kendali
Apabila dari sekelompok titik terdapat beberapa titik pada peta kendali
cenderung jauh dekat garis tengah atau batas kendali atas maupun bawah
(CL/Central Line, UCL/Upper Control Line, LCL/Lower Control Limit).
32
5. Pelompatan
Apabila beberapa titik yang jatuh dekat batas kendali secara tiba-tiba titik
selanjutnya jatuh di dekat batas kendali yang lain.
Salah satu teknik untuk mengetahui pola yang tidak umum adalah dengan
membagi peta kendali kedalam 6 (enam) bagian yang sama dengan garis
khayalan. Tiga bagian di antara garis tengah dan batas kendali atas sedangkan tiga
bagian lagi di antara garis tengah dengan batas kendali bawah. Pola normal dari
variansi tersebut akan terjadi apabila:
1. Kira-kira 34% titik jatuh berada di antara kedua garis khayalan yang
pertama, yang dihitung mulai dari garis tengah sampai dengan batas garis
khayalan kedua.
2. Kira-kira 13,5% titik jatuh di antara kedua garis khayalan kedua.
3. Kira-kira 2,5% dari titik-titik jatuh kedua garis khayalan ketika.
Peta kendali variabel
Peta kendali variabel digunakan untuk pengukuran produk yang
karakteristik kualitasnya dapat diukur secara kuantitatif seperti: berat, ketebalan,
panjang, volume, diameter. Peta kendali variabel biasanya digunakan untuk
pengendalian proses yang didominasi oleh mesin. Peta kendali variabel dibagi
menjadi:
1. Peta kendali rata-rata
Digunakan untuk mengetahui rata-rata pengukuran antar subgrup yang
diperiksa.
2. Peta kendali rentang
Digunakan untuk mengetahui besarnya rentang atau selisih antara nilai
pengukuran yang tebesar dengan nilai pengukuran terkecil di dalam
subgrup yang diperiksa.
33
Peta kendali atribut
Peta kendali atribut merupakan peta kendali yang digunakan untuk
kualitas produk yang dapat dibedakan dalam karakteristik baik atau buruk,
berhasil atau gagal. Peta kendali atribut terbagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Peta kendali kerusakan (p chart)
Merupakan peta kendali yang digunakan untuk menganilis banyaknya
barang yang ditolak yang ditemukan dalam pemeriksaan atau sederetan
pemeriksaan terhadap total barang yang diperiksa.
2. Peta kendali kerusakan perunit (np chart)
Merupakan peta kendali yang digunakan untuk menganalisis banyaknya
butir yang ditolak perunit.
3. Peta kendali ketidaksesuaian (c chart)
Merupakan peta kendali yang digunakan untuk menganalisis dengan cara
menghitung jumlah produk yang mengalami ketidaksesuaian dengan
spesifikasi.
4. Peta kendali ketidaksesuaian perunit (u chart)
Merupakan peta kendali yang digunakan untuk menganalisis dengan cara
menghitung jumlah produk yang mengalami ketidaksesuaian perunit.
Peta kendali untuk jenis atribut ini memiliki perbedaan dalam
penggunaannya. Perbedaan tersebut adalah peta kendali p dan np digunakan untuk
menganalisis produk yang mengalami kerusakan dan tidak dapat diperbaiki lagi,
sedangkan peta kendali c dan u digunakan untuk menganalisis produk yang cacat
atau ketidaksesuaian dan masih dapat diperbaiki.
2.8
Pareto Diagram (Diagram Pareto)
2.8.1
Definisi Diagram Pareto
Menurut Heizer dan Render (2008:267), diagram pareto adalah
“Sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat
produk untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha
penyelesaian masalah.”
34
Diagram ini berdasarkan pekerjaan Vilfredo Pareto, seorang pakar
ekonomi diabad ke-19.
Sedangankan menurut Purnomo (2004), prinsip yang mendasari diagram
pareto adalah aturan “80-20” yang menyatakan bahwa :
“80% of the trouble comes from 20% of the problems”
Diagram ini dimaksudkan untuk menemukan atau mengetahui penyebab
utama yang merupakan kunci dalam penyelesaian persoalan, dan perbandingan
terhadap keseluruhan persoalan pada daerah tertentu. Diagram ini juga digunakan
untuk mengklarifikasikan masalah menurut sebab, dan gejala.
Gambar 2.7
Contoh Gambar Diagram Pareto
2.8.2
Kegunaan Diagram Pareto
Pada dasarnya diagram pareto digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalahmasalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada
b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari
masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, diagram Pareto adalah suatu metode
untuk mengidentifikasikan hal-hal atau kejadian-kejadian penting, maka
pada dasarnya diagram pareto terdiri dari dua jenis, yaitu :
35
a. Diagram Pareto mengenai fenomena
Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil yang tidak diinginkan
untuk mengetahui masalah utama yang ada. Contoh fenomena:
Kualitas
Kerusakan, keluhan, kegagalan, item-item yang dikembalikan,
perbaikan, dan lain-lain.
Biaya
Jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dan lain-lain.
Penyerahan (delivery)
Penundaan penyerahan, keterlambatan pembayaran, kekurangan
stok dan lain-lain
Keamanan
Kecelakaan, kesalahan, gangguan, dan lain-lain
b. Diagram Pareto mengenai Penyebab
Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan
dipergunakan untuk mengetahui penyebab utama dari masalah
yang ada. Contoh penyebab :
Operator
Umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual, pergantian kerja
(shift), dan lain-lain.
Mesin
Peralatan, mesin instrumen, dan lain-lain.
Bahan Baku
Pembuatan bahan baku, jenis bahan baku, pabrik bahan baku, dan
lain-lain.
Metode Operasi
Kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dan lain-lain.
36
2.8.3
Langkah-langkah pembuatan
Untuk menjelaskan proses pembuatan diagram pareto akan dijabarkan
melalui beberapa langkah berikut ini:
a. Menentukan
masalah
yang
akan
diteliti,
mengidentifikasikankategori-kategori atau penyebab-penyebab dari
masalah yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan
melaksanakan pengumpulan data.
b. Membuat suatu ringkasan data atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan
formulir pengumpulan data
c. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi
kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendh, serta hitunglah
frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian, dan persentase
dari total kejadian secara kumulatif.
d. Menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horizontak.
e. Membuat histogram pada diagram pareto.
f. Menggambar kurva kumulatif serta mencantumkan nilai-nilai
kumulatif (total kumulatif atau persen kumulatif) disebelah kanan
atas dari interval setiap item masalah.
g. Memutuskan
untuk
mengambil
tindakan
peningkatan
atas
penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi. Untuk
mengetahui akar penyebab dari suatu masalah, dapat menggunakan
diagram sebab akibat atau bertanya mengapa-mengapa beberapa
kali (konsep why-why).
2.9
Fishbone Diagram (Ishikawa Diagram)
2.9.1
Definisi Fishbone Diagram
Fishbone diagram (diagram tulang ikan karena bentuknya seperti tulang
ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa Diagram
diperkenalkan oleh Dr. Kauro Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari
jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools).
37
Suatu tindakan dan langkah improveement akan lebih mudah dilakukan
jiga masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone
diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah
secara user friendly, tools yang user friendly disukai orang-orang di industri
manufaktur di mana proses disana terkenal memiliki banyak ragam variabel yang
berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Purba (2008:1-6)
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari
suatu efek atau masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi
brainstroming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan,
mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap
kategori
mempunyai
sebab-sebab
yang
perlu
diuraikan
melalui
sesi
brainstorming.
Gambar 2.8
Contoh Gambar Diagram Fishbone
2.10
Tree Diagram (Diagram Pohon)
2.10.1 Definisi Tree Diagram (Diagram Pohon)
Tree Diagram Juga disebut systematic diagram, tree analysis, analytical
tree, atau hierarchy diagram. Tree Diagram adalah teknik untuk memetakan
lengkap jalur dan tugas-tugas yang perlu dilakukan dalam rangka untuk mencapai
tujuan utama dan tujuan sub terkait. Diagram ini mengungkapkan secara
38
sederhana besarnya masalah dan membantu untuk sampai pada metode-metode
yang harus dikejar untuk mencapai hasil. Tree Diagram dimulai dengan satu item
yang cabang menjadi dua atau lebih, yang masing-masing cabang menjadi dua
atau lebih, dan seterusnya. Kelihatannya seperti pohon, dengan banyak batang dan
cabang. Hal ini digunakan untuk memecah kategori luas ke tingkat yang lebih
detail.
2.10.2 Penggunaan Tree Diagram (Diagram Pohon)
Tree Diagram sering digunakan antara lain :
Ketika sebuah isu/masalah hanya diketahui secara umum dan harus
dijabarkan menjadi detail-detail yang lebih spesifik, misalnya
menggambarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai
suatu tujuan.
Untuk menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mengimplementaskan sebuah solusi atau rencana.
Untuk menganalisis proses secara detail.
Untuk melakukan penyelidikan mengenai akar penyebab suatu
masalah.
Untuk mengevaluasi kegiatan implementasi dari solusi.
Digunakan setelah menemukan isu kunci yang didapat dari
diagram afinitas atau interrelationship diagram.
Sebagai alat komunikasi, untuk menjelaskan sesuatu secara detail
kepada orang lain.
2.10.3 Langkah-langkah membuat Tree Diagram (Diagram Pohon)
1. Buat draft pernyataan sasaran (goal statement)
Buat suatu pernyataan sasaran, proyek, rencana, masalah, atau persoalan
lain yang sedang diselidiki. Tulis persoalan tersebut pada bagian paling
atas (untuk tree diagram vertikal) atau pada bagian paling kiri (untuk tree
diagram horizontal).
39
2. Buat sub-sub sasaran
Lakukan curah pendapat (brainstorming) untuk membuat batang pertama
tree diagram. Hal ini berarti membuat rencana aksi (action plan) apa pada
tingkat/level pertama agar pernyataan sasaran dapat tercapai. Terus ulangi
hal ini pada level-level berikutnya yang lebih rinci sampai mendapatkan
elemen
fundamental
seperti:
tindakan
spesifik yang
dapat
ditugaskan, komponen yang tidak dapat dibagi lagi, akar penyebab, atau
sampai team mencapai batas keahlian mereka.
3. Lakukan peninjauan
Lakukan pemeriksaan secukupnya sesuai dengan yang dibutuhkan pada
setiap level, gunakan pertanyaan-pertanyan seperti berikut:
Apakah ada hal-hal yang terlupakan?
Apakah item pada setiap level telah cukup menjelaskan level
diatasnya?
Apakah item pada setiap level memang benar-benar perlu
dilakukan untuk level diatasnya?
Apakah tugas-tugas yang dihasilkan mengarah pada pencapaian
sasaran?
2.11
Peta Kendali u
Peta kendali u adalah salah satu peta kendali yang digunakan dalam
pengendalian kualitas secara atribut, yaitu mengetengahkan cacat (defect) atau
kecacatan (defective) pada produk yang dihasilkan. Peta kendali u digunakan
untuk jumlah ketidaksesuaian per unit apabila yang diperiksa lebih dari satu
macam produk.
2.11.1 Tujuan Pembuatan Peta Kendali u
Tujuan pembuatan peta kendali untuk ketidaksesuaian (peta kendali C dan
peta kendali u) adalah:
1. Menentukan tingkat kualitas rata-rata semua perubahan. Informasi ini
menunjukan kemampuan proses awal.
40
2. Memberi perhatian kepada pengelolaan rata-rata semua perubahan. Sekali
kualitas rata-rata diketahui, semua perubahan menjadi penting.
3. Meningkatkan kualitas produk.
Dalam hal ini peta kendali untuk ketidaksesuaian dapat memotivasi
karyawan bagian pengaturan dan pelaksanaan unutk mengajukan ide-ide
untuk perbaikan kualitas. Dari peta kendali akan dapat diketahui apakah
ide itu tepat atau tidak. Usaha yang berkelanjutan dan tepat sasaran harus
dibuat untuk meningkatkan kualitas.
4. Mengevaluasi hasil kualitas karyawan pengaturan dan pelaksanaan.
Selama peta kendali dalam pengontrolan, karyawan pelaksanaan
menunjukan hasil yang memuaskan karena dari perhitungan peta kendali
untuk ketidaksesuaian biasanya dapat dipakai untuk menemukan
kesalahan-kesalahan, maka akan sangat efektif dalam evaluasi kualitas
pada lingkungan keuangan, penjualan, pelayanan kepada pelanggan dan
lain-lain.
5. Menyarankan tempat untuk memakai peta
dan peta R.
Beberapa penerapan dari peta untuk ketidaksesuaian memberikan analisis
yang lebih lengkap dengan peta
dan R.
6. Menyediakan informasi yang memperhatikan kemampuan diterimanya
urutan produk untuk pengiriman
.
2.11.2 Cara Membuat Peta u
Pada dasarnya cara membuat peta kendali C dan peta kendali u sama. Cara
membuat peta kendali u adalah:
1. Memilih karakteristik kualitas.
Langkah pertama dari prosedur ini adalah menentukan kegunaan peta
kendali, yaitu untuk mengendalikan karakteristik kualitas gabungan,
karakteristik kualitas sebagian kecil produk, karakteristik kuallitas seluruh
produk atau sejumlah produk. Dapat juga menentukan pengendalian
prestasi dari operator, departemen, pusat kerja, giliran kerja, bangunan
41
atau perusahaan. Kegunaan dari peta akan didasarkan pada jaminan
keuntungan yang terbesar untuk biaya terkecil.
2. Menentukan ukuran dan metode subgrup.
Ukuran dari peta u adalah salah satu unit yang diperiksa. Metode untuk
menghasilkan sampel dapat dilakukan audit atau secara langsung.
3. Mengumpulkan data.
Data dikumpulkan dari jumlah ketidaksesuaian per unit.
4. Menghitung garis pusat dan batas kendali.
CL = ū =
UCL = ū + 3
LCL = ū - 3
Keterangan:
C
= jumlah ketidaksesuaian dalam subgrup
n
= jumlah yang diperiksa dalam subgrup
u
= rata-rata ketidaksesuaian per unit untuk beberapa subgrup
UCL = batas kendali atas
LCL
= batas kendali bawah
*Jika LCL < 0 maka dianggap LCL = 0
5. Membuat garis pusat dan batas kendali yang sudah diperbaharui
Apabila analisis pada data pendahuluan menunjukan pengendalian yang
baik, maka u dapat dianggap mewakili proses u-u. Biasanya analisis pada
peta pendahuluan tidak menunjukan adanya pengendalian yang baik (di
luar batas kendali). Oleh karena itu perlu adanya pengendalian garis pusat
dan batas kendali untuk kemudian dianalisis kembali apakah data tersebut
masih berada di luar kendalli atau tidak.
42
6. Mencapai tujuan.
Alasan peta kendali adalah untuk mencapai salah satu atau lebih tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Sekali tujuan tercapai, peta tidak
dilanjutkan atau aktivitas pemeriksaan dikurangi dan sumbernya
dipindahkan pada masalah kualitas yang lain.
2.12
Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data untuk mengetahui apakah secara stastistik jumlah data
yang telah dikumpulkan sudah mencukupi atau belum. Uji kecukupan data ini
dilakukan setelah data atau sampel berada dalam populasi yang sama atau yang
seragam.
Rumus yang digunakan untuk uji kecukupan data tersebut adalah sebagai
berikut:
N’ =
Keterangan:
N’
= jumlah sampel yang seharusnya
Z
= nilai pada tabel Z dengan tingkat keyakinan tertentu
u
= rata-rata ketidaksesuaian per unit
a
= tingkat ketelitian
Apabila jumlah sampel yang digunakan (N) lebih besar atau sama dengan
jumlah sampel yang seharusnya (N’), maka jumlah sampel yang digunakan sudah
mencukupi untuk digunakan dalam perhitungan batas-batas kendali.
Namun apabila jumlah sampel yang sudah digunakan (N) lebih kecil
daripada jumlah sampel yang seharusnya (N’), maka jumlah sampel yang telah
diambil tidak mencukupi sehingga perlu pengambilan sampel lagi untuk
mengatasi kekurangan tersebut.
43
2.13
Produk Cacat
Pengendalian kualitas dilakukan bukan hanya pada proses produksi (in-
line inspection), tetapi juga pada penerimaan material (receiving inspection). Dari
berbagai inspeksi ini, yang merupakan action dari pengendalian kualitas, dapat
diketahui produk-produk gagal yang dapat menyebabkan laba berkurang bahkan
menyebabkan kerugian.
Seperti yang dilakukan oleh Charles T. Horngren dan George Foster
(2006:626) yang mendifinisikan produk cacat sebagai berikut:
“Produk cacat adalah unit produksi apakah penuh atau sebagian
selesai yang tidak memenuhi standar yang dibutuhkan oleh pelanggan untuk
unit yang baik dan dibuang atau dijual untuk mengurangi harga”
Kecacatan pada industri manufacture terkadang disebabkan oleh 6
kategori penyebab yaitu Machine, Method, Material, Man, Measurement,
Environtment. (Kusnadi, E:2011)
Perlakuan terhadap produk cacat ini dapat digolongkan kedalam tiga jenis,
yaitu:
1. Dijual langsung
Perlakuan ini adalah menjual langsung produk gagal atau cacat yang tidak
lulus tahap inspeksi, namun masih layak untuk dijual kepada konsumen
yang siap menampungn produk cacat jenis ini.
2. Dikerjakan kembali (Rework)
Jenis produk cacat ini dapat dimasukkan kedalam proses produksi kembali
untuk di proses ulang, untuk menghasilkan produk yang tidak dalam
kondisi cacat lagi. Tentunya akan menambah biaya proses ulang, baik
untuk lembur maupun biaya lainnya yang timbul akibat pengerjaan
kembali produk ini.
3. Dibuang langsung (Scrap)
Perlakuan produk gagal jenis ini diberikan pada produk gagal yang seudah
tidak dapat dijual langsung dan tidak dapat diperbaiki lagi. Artinya produk
cacat jenis ini adalah produk yang tingkat kegagalan paling tinggi,
sehingga produk ini biasanya dibuang langsung dan dimusnahkan.
44
2.14
Penelitian terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Fachri Ahmad
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Analisis
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Pengendalian
dengan menggunakan alat bantu
Kualitas
Upaya
dalam statistik
berupa
check
sheet,
Mengurangi histogram, peta kendali p, diagram
Produk Cacat pada pareto dan sebab akibat maka
CV Baktindo
diketahui besar kegagalan produk
yang terjadi sebagian kegagalan
produk
disebabkan
bahan.
Dengan
pengendalian
oleh
cacat
adanya
kualitas
yang
dilakukan maka dapat menjadi
masukan bagi perusahaan untuk
memperbaiki hal-hal tersebut.
2.
Friska Medisa
Analisis
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Kristyana
Pengendalian
dengan
Kualitas
Upaya
melakukan
pengujian
dalam Statistical Quality Control (SQC)
Mengurangi maka dapat diketahui beberapa
Tingkat
Kegagalan kecacatan
Produk
pada
Super Sari Bunga
produk
yang
PT mempengaruhi kualitas perusahaan
yang
dipengaruhi
oleh
faktor
manusia sehingga perusahaan dapat
mengambil tindakan pencegahan
dan perbaikan untuk mengurangi
produk cacat dan meningkatkan
kualitas produk.
3.
Galih Panji
Penerapan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Wibawa (2013)
Pengendalian
pengendalian kualitas produk PT.
45
Kualitas
Upaya
dalam Dirgantara Indonesia sudah cukup
Mengurangi terkendali,
Kecacatan
dengan
rata-rata
Produk kecacatan produk sebesar 32,4%
pada PT. Dirgantara perbulan. Jenis kecacatan yang
Indonesia
paling banyak terjadi adalah proses
pengeboran
lubang
assembly
dengan total 95 kerusakan 52,4%
dari total produk cacat pada tahun
2012. Faktor yang menyebabkan
kerusakan
ini
adalah
manusia,
mesin, lingkungan, metode kerja
dan bahan baku. Maka dapat
dilakukan
pencegahan
agar
mengurangi kecacatan produk.
4.
Yonathan M.
Quality Improvement Hasil
penelitian
Awaj, Ajit Pal
Using
Singh dan
Process
Wassihun Yimer
Tools
Amedie (2013)
Bottles
menganalisa
Manufacturing
yang
Company
manufaktur botol gelas, sehingga
Statistical dengan
menunjukan
penerapan
Statistical
Qontrol Process Control (SPC) dengan alat
In
Flass bantu
seven
terjadi
tools
dapat
kecacatan
produk
di
perusahaan
dapat mengurangi berbagai macam
pemborosan
dengan
begitu
perusahaan
tidak
perlu
biaya
tambahan
menghadapi
kecacatan
mengeluarkan
dalam
produk.
5.
Bakhtiar S,
Analisa
Hasil
penelitian
menunjukan
Suharto Tahir dan
Pengendalian
jumlah kerusakan botol pada UD.
Ria Asysyfa
Kualitas
Dengan Mestika Tapaktuan dibagi kedalam
46
Hasni (2013)
Menggunakan
Metode
dua jenis yaitu jenis pecah dan
Statistical retak.
Quality
Penelitian
menggunakan
Control seven tools maka dapat diketahui
(SQC)
penyebab
terjadinya
kerusakan
sehingga dapat dilakukan usulan
yang dapat dilakukan terhadap jenis
kerusakan tersebut.
6.
Cyrilla Indri
Pengendalian
Hasil
Parwati dan
Kualitas
dengan penerapan alat bantu seven
Rian Mandar Sakti
penelitian
menunjukan
Produk cacat dengan tools dapat menganalisa kecacatan
analisis seven tools produk yang terjadi di perusahaan
pada PT Adi Satria produsen sarung tangan, sehingga
Abadi
dapat
mencapai
biaya
kualitas
terendah.
2.15
Kerangka pemikiran
Dalam persaingan dalam dunia bisnis secara global kini perusahaan tidak
hanya dihadapkan dengan persaingan dalam ruang lingkup lokal atau nasional
melainkan tantangan dari pasar internasional yang lebih ketat dan cenderung lebih
unggul. Ditambah perilaku konsumen saat ini pun cenderung membuat tantangan
tersebut menjadi lebih kompleks. Hanya perusahaan yang dapat menghasilkan
produk dengan kualitas barang atau jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen
yang dapat bertahan dari persaingan.
Tuntutan masyarakat modern saat ini akan barang dan jasa berkualitas
semakin tinggi. Kesadaran masyarakat akan kualitas suatu barang atau jasa kini
lebih unggul dibanding dengan harga yang juga faktor penentu pembelian.
Terlebih
kelompok masyarakat
ekonomi
menengah
keatas
yang lebih
mengutamakan kualitas dibandingkan dengan harga. Oleh karena itu orientasi
dalam produksi barang atau jasa yang dihasilkan tidak berdasarkan keinginan
perusahaan saja melainkan memenuhi keinginan konsumen.
47
Menurut Dr. Zulian Yamit (2010:347) Kualitas adalah suatu yang
cocok dengan selera (fitness for use), produk dikatakan berkualitas apabila
produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya.
Sedangkan menurut Suyadi Prawirasentono (2007:5) Kualiltas suatu
produk merupakan keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi selera konsumen dengan memuaskan
sesuai dengan nilai uang dikeluarkan. Berdasarkan pengertian kualitas menurut
para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas memiliki peranan yang
penting dalam penentuan produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen.
Maka dari itu, untuk menghasilkan kualitas produk yang berorientasi
kepada keinginan konsumen tersebut diperlukan upaya manajemen dalam
perbaikan mutu yang tidak lepas dari pengendalian manajemen yang memiliki
peranan penuh dan harus berkomitmen tinggi dalam pelaksanaannya. Yaitu
melalui
pengendalian
kualitas
yang
memungkinkan
perusahaan
untuk
menghasikan produk yang berkualitas tinggi. Pengendalian kualitas ini harus
dilaksanakan dengan baik untuk menekan tingkat kegagalan pada produk
sehingga tidak terjadi biaya tambahan untuk pengerjaan ulang produk cacat,
mencegah barang tidak sesuai standar sampai ke tangan konsumen sehingga dapat
mengurangi keluhan dari konsumen bahkan lebih jauh lagi mengurangi
kemungkinan pelanggan berpindah ke produk pesaing karena ketidakpuasan
terhadap kualitas produk perusahaan.
Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian kualitas, perusahaan harus
membuat kebijakan pengendalian kualitas produk dengan menentukan standar
untuk bahan baku, standar proses produksi, dan standar produk akhir untuk
dijadikan acuan dalam menyusun rencana produksi. seperti pendapat Sofjan
Assauri (2008:210) yang mendefinisikan pengendalian kualitas sebagai berikut:
”Pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu
kualitas dari barang dihasilkan, agar sesuai spesifikasi produk yang
telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan perusahaan.”
48
Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan secara
menyeluruh dan pengambilan sampel. Kegiatan pemeriksaan secara menyeluruh
terkadang berjalan tidak efisien karena memerlukan biaya dan waktu yang cukup
besar. Oleh karena itu pengambilan sampel lebih memberikan manfaat dalam
kegiatan pengendalian kualitas.
Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan metode statistika. Metode
tersebut dikenal dengan pengendalian kualitas secara statistika atau Statistical
Quality Control (SQC). Statistical Quality Control (SQC) adalah suatu sistem
yang dikembangkan untuk menjaga standar yang uniform dari kualitas hasil
produksi, pada tingkatan biaya yang minimum dan merupakan bantuan
untuk mencapai efisiensi (Sofjan Assauri, 2008:219)
Dengan demikian pengendalian kualitas ini sangat membantu apabila
dilaksanakan dalam kegiatan produksi karena dapat membantu perusahaan untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Selain
itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan produk
agar kemudian perusahaan dapat mengambil tindakan dan melakukan perbaikan.
Download