Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran SKI di MTs Negeri Krian Sidoarjo Syu'aib Nawawi a* aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto *Koresponden penulis: [email protected] Abstract One of the learning models that includes a series of planned learning experiences arranged in a systematic, operational, and directed way to help students master specific learning objectives is an ICARE learning tool. The objectives of this research are: 1) To compile the learning model of Intellection, connection, aplication, reflection, extension of Class VIII in theme "narrative text of propagation pattern of Prophet Muhammad SAW. In Medina "subjects History of Islamic Culture in MTs Negeri Krian Sidoarjo 2) To analyze the learning model of ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) can improve the learning completeness of Class VIII in theme" narrative text propagation pattern of Prophet Muhammad SAW. In Medina "subjects History of Islamic Culture in MTs Negeri Krian Sidoarjo ?. From the results of this research development can be concluded: 1) ICARE learning device products reviewed from students in MTs Negeri Krian Sidoarjo Fair enough, with a score of 3.53, (enough), from peer assessment no less than 3.0., With qualifications 4.15 (Good), no expert assessment of less than 3.0., With qualification 4.15 (Good) 2) ICARE learning tool product can improve student learning outcomes in MTs Negeri Krian Sidoarjo, from trial class experience improvement in mastery with average value Average Pre test 81.25 increased at the test post 88.13 while the percentage of pre-test completeness was 71.88% increased to 96.88%. Keywords: Learning model, I-CARE, History of Islamic Culture A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan. Untuk itu dalam menunjang kegiatan guru, diperlukan iklim sekolah yang kondusif dan hubungan yang baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dan siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah dengan orang tua murid maupun masyarakat. Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman (2004), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru 1 TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1 Mei 2017 mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Pendapat serupa dikemukakan oleh Marsh (1996) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar. Menindaklanjuti kondisi di atas yakni menjadikan perangkat pembelajaran ICARE menjadi model pelajaran yang menarik dan membantu tugas guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif dalam meningkatkan ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Kelas VIII. Salah satu model pembelajaran yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang terencana yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk membantu siswa menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik adalah perangkat pembelajaran ICARE pada ekspansi kelas. Pelaksanaan model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) didukung dengan beberapa metode mengajar diantaranya metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, penemuan dan pemecahan masalah. Sesuai fokus penelitian, maka perlu adanya pengembangan model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema “narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah” mata pelajaran Sejarah 2 Kebudayaan Islam di MTs Negeri Krian Sidoarjo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perangkat model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) Kelas VIII dalam tema “narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah” mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Negeri Krian Sidoarjo? 2. Apakah model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) dapat meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema “narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah” mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Negeri Krian Sidoarjo? C. Tujuan Model Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menyusun perangkat model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) Kelas VIII dalam tema “narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah” mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Negeri Krian Sidoarjo 2. Untuk menganalisis model pembelajaran ICARE (Introduction, connection, aplication, reflection, extension) dapat meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema “narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah” mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Negeri Krian Sidoarjo? D. Kajian Pustaka 1. Perangkat pembelajaran ICARE ICARE meliputi lima unsur kunci dari Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah pengalaman pembelajaran anak-anak, remaja dan dewasa yaitu Introduction Connection Application Reflection Extension. Penggunaan sistem ICARE untuk memastikan bahwa para peserta memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari (Nosadi. 2011). a. Introduction (Pendahuluan) Pada tahap pengalaman pembelajaran ini, para guru atau fasilitator menanamkan pemahaman tentang isi dari pelajaran kepada para peserta. Bagian ini harus berisi penjelasan tujuan pelajaran/sesi dan apa yang akan dicapai—hasil selama pelajaran/sesi tersebut. Introduction (pendahuluan) harus singkat dan sederhana. b. Connection (penghubung) Sebagian besar pembelajaran merupakan rangkaian dengan satu kompetensi yang dikembangkan berdasarkan kompetensi sebelumnya. Oleh karena itu, semua pengalaman pembelajaran yang baik perlu dimulai dari apa yang sudah diketahui, dapat dilakukan oleh peserta, dan mengembangkannya. Pada tahap Connection dari pelajaran, anda berusaha menghubungkan bahan ajar yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal para peserta dari pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Anda dapat melakukan hal ini dengan mengadakan latihan brainstorming yang sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui para peserta, dengan meminta mereka untuk memberitahu anda apa yang mereka ingat dari pelajaran/sesi sebelumnya atau dengan mengembangkan sebuah kegiatan yang dapat dilakukan peserta sendiri. Sesudah itu, anda dapat menghubungkan para peserta dengan informasi baru. Ini dapat dilakukan melalui presentasi atau penjelasan yang sederhana. Akan tetapi, perlu diingat bahwa presentasi seharusnya tidak terlalu lama dan paling lama hanya berlangsung selama sepuluh menit. c. Application (penerapan) Tahap ini adalah tahap yang paling penting dari pelajaran. Setelah peserta memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap Connection, mereka perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta kecakapan tersebut. Bagian Application harus berlangsung paling lama dari pelajaran di mana peserta bekerja sendiri, tidak dengan instruktur, secara pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang telah mereka peroleh. d. Reflection (Refleksi) Bagian ini merupakan ringkasan dari pelajaran, sedangkan peserta memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Kegiatan refleksi atau ringkasan dapat melibatkan diskusi kelompok dimana instruktur meminta peserta untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah siswa pelajari. Siswa juga dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri dimana peserta menulis sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran. Refleksi ini juga bisa berbentuk kuis singkat dimana instruktur memberi pertanyaan berdasarkan isi pelajaran. Poin penting untuk diingat dalam refleksi adalah instruktur perlu menyediakan kesempatan bagi para peserta untuk mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari. 3 TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1 Mei 2017 e. Extension (perluasan/pengembangan) Karena waktu pelajaran/sesi telah selesai, bukan berarti semua peserta yang telah mempelajari dapat secara otomatis menggunakan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan bagian Extension adalah kegiatan dimana guru menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran berakhir untuk memperkuat dan memperluas pembelajaran. Di sekolah, kegiatan Extension biasanya disebut pekerjaan rumah. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan. 2. Teori Pengembangan Model dan Desain Pembelajaran Menurut para ahli pengembangan bahan pembelajaran, seperti ICARE, Suparman (2001), menyatakan bahwa pedoman pengembangan bahan pembelajaran adalah terpenuhinya komponen-komponen pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan untuk membelajarkan pebelajar. Komponenkomponen bahan pembelajaran tersebut diharapkan mampu untuk memotivasi serta memudahkan pebelajar dalam mempelajari serta memotivasi isi bahan pembelajaran tersebut. Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya membelajarkan si belajar. Upaya ini diantaranya adalah dengan membuat rancangan pembelajaran sedemikian rupa sehingga menjadi menarik dan mudah dipahami si belajar. Tujuan utama perancangan (desain) pembelajaran adalah memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode pembelajaran yang optimal. Sehingga diharapkan dapat mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan (Degeng, 2000). Menurut 4 Degeng, ilmuwan pembelajaran lebih menaruh perhatian pada pengamatan variabel hasil pembelajaran sebagai akibat manipulasi suatu metode, dengan kondisi tertentu atau yang disebut sebagai upaya untuk mendeskripsikan hasil pembelajaran. Sedangkan ahli desain pembelajaran bekerja dengan menggunakan teori-teori pembelajaran (preskriptif) yang dihasilkan oleh ilmuwan pembelajaran. Sehingga ia lebih mempreskripsikan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil yang diinginkan. Upaya yang dilakukan ahli desain dengan pijakan asumsi-asumsi seperti, perbaikan kualitas pembelajaran diawali dari desain pembelajaran, pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan sistem; desain pembelajaran didasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana seseorang belajar (Degeng, 2000). Dari pendapat para ahli pengembangan bahan pembelajaran, pengembang berpendapat bahwa manfaat yang nantinya bisa diambil oleh pengembang dengan merancang, mengujicobakan, serta memproduksi bahan pembelajaran mata pelatihan teknik presentasi dan komunikasi adalah: (1) menarik dan memotivasi si belajar (2) dapat menjadi sumber belajar yang efektif dan efisien tentang matakuliah ini (3) dapat menjadi pedoman mengajar atau melatih sehingga pelatihan dapat lebih terarah. Model ICARE adalah kerangka pedagogis yang dikembangkan oleh staf dan fakultas di San Diego State University pada tahun 1997 untuk struktur dan mengatur modul saja, modul menjadi subbagian alami dari program (Salyers, 2005; Salyers et al, 2010.). Lima langkah dari ICARE (Pendahuluan, Connect, Terapkan, Reflect, dan Memperpanjang) diulang dalam setiap modul kursus dan dapat digunakan dalam tatap muka, dicampur, dan lingkungan belajar sepenuhnya Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah online. Informasi lebih lanjut mengenai ICARE disajikan oleh Hoffman & Ritchie (2005). Dalam "Pendahuluan" bagian dari modul ICARE, konteks disediakan. Misalnya, tujuan dan tugas membaca belajar disajikan. The "Connect" (atau Konten) bagian mungkin memberikan materi ajar dan informasi yang akan dibahas dalam bagian lain ICARE. Dalam "Terapkan" bagian, siswa mungkin diperlukan untuk menulis makalah singkat atau menyelesaikan evaluasi dalam bentuk kuis yang membutuhkan sintesis dan penerapan ide-ide yang disajikan dalam modul. Dalam "Reflect" bagian, siswa mungkin akan diminta merefleksikan keterampilan baru dikembangkan dan pengetahuan (e.g., pelajaran). The "Perluas" bagian mungkin terstruktur sekitar artikel berdasarkan bukti yang terkait dengan konsep yang disajikan dalam modul dan "dunia nyata" aplikasi (Salyers, 2005;. Salyers et al, 2010). Gambar 2.1 Model rancangan ICARE Sumber (Hoffman, 2005) Penjelasan: I = Pendahuluan: unit atau pelajaran diperkenalkan, dengan konteks, tujuan, dan / atau prasyarat yang disediakan. C = Konten atau Connect: berisi sebagian materi pembelajaran dan konten. A = Terapkan: meminta siswa untuk menerapkan konten pelajaran dalam kegiatan, latihan, atau proyek. R = Reflect: siswa merefleksikan proses pembelajaran mereka dan pengetahuan yang didapat melalui topik diskusi, jurnal, atau tes diri. E = Memperpanjang atau Evaluasi: memberikan kesempatan untuk belajar tambahan dengan link ke informasi lebih lanjut atau evaluasi. 3. Ketuntasan Belajar Dalam kegiatan belajar-mengajar, para guru tentu memiliki harapan-harapan tertentu terhadap siswanya. Misalnya menginginkan 90% siswa dapat menguasai materi pelajaran. Namun pada kenyataannya setiap siswa memiliki karakteristik, kecepatan, dan kebutuhan belajar yang berbeda dari siswa lain. Karena itu, guru perlu mengembangkan belajar tuntas (mastery learning) serta mampu menemukan perbedaan siswa secara individual dalam belajar yang berkaitan dalam proses belajar-mengajar. Ketuntasan belajar (daya serap) merupakan pencapaian taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan guru dalam tujuan pembelajaran setiap satuan pelajaran. Ketuntasan belajar dapat dianalisis dari dua segi yaitu ketuntasan belajar pada siswa dan ketuntasan belajar pada materi pelajaran/tujuan pembelajaran, keduanya dapat dianalisis secara perorangan atau perkelas siswa. Adapun kriteria ketuntasan belajar yang digunakan adalah sesuai yang dikeluarkan Tim Khusus (Setiawan, 2015:6). Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimum 100 (seratus). Angka maksimum 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. 5 TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1 Mei 2017 Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Berdasarkan kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator adalah 75%. Dalam hal ini, satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sehingga, kriteria ketuntasan belajar yang ada di setiap sekolah dapat berbeda-beda dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan kriteria ketuntasan belajar minimal 75% yang dianjurkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Akan tetapi, sekolah harus terus berupaya untuk meningkatkan kriteria ketuntasan belajarnya yang diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ketuntasan belajar yang harus dicapai oleh siswa dengan menggunakan KTSP, tidak hanya berupa nilai angka yang berasal dari hasil tes baik tes formatif maupun tes sumatif akan tetapi harus memenuhi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. E. Metode Penelitian 1. Model Pengembangan Rancangan penelitian yang digunakan adalah (research and development) atau penelitian pengembangan. Penelitian ini diarahkan pada pengembangan suatu produk model pembelajaran scientific mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ketuntasan belajar siswa. Model pengembangan tersebut meliputi tujuh prosedur pengembangan produk dan uji produk, yatiu: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan, (3) identifikasi spesifikasi produk yang diinginkan pengguna, (4) pengembangan produk, (5) uji internal: uji spesifikasi dan uji operasionalisasi produk (6) uji eksternal: uji kemanfaatan produk oleh pengguna, dan (7) produksi. Proses uji coba penggunaan produk dilakukan menggunakan desain penelitian Dick & Carey. Desain penelitian ini digunakan untuk meneliti satu kelompok dengan diberi satu kali perlakuan. Efek atau pengaruh perlakuan yang ingin diketahui melalui uji coba produk adalah tingkat kemenarikan produk hasil pengembangan sabagai media pembelajaran. Tingkat kemenarikan tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian yang diberikan setelah uji coba penggunaan produk. 2. Subjek Penelitian Subjek uji coba atau sampel untuk uji coba, dilihat dari jumlah dan cara memilih sampel perlu dipaparkan secara jelas. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih sampel. Adapun subjek uji yang dilakukan perlakuan dalam penelitian ini adalah 100 % kelas VIII MTs Negeri Krian Sidoarjo. Adapun perlakuan subjek uji coba atau sampel untuk uji coba, penulis 6 Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah menggunakan desain eksperiman OneShot Case Study (Studi Kasus Satu Tembakan) 3. Jenis Data dan Instrumentasi Dalam pengumpulan data dapat digunakan berbagai teknik pengumpulan data atau pengukuran yang disesuaikan dengan karakteristik data yang akan dikumpulkan dan responden penelitian. a. Teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan angket. b. Pengumpulan data dapat menggunakan instrumen yang sudah ada. Untuk ini perlu kejelasan mengenai karateristik instrumen, mencakup kesahihan (validitas), dan kehandalan (reliabilitas). F. Analisis Data 1. Analisis Data Validasi Perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Oleh Ahli Analisis dilakukan dengan membandingkan setiap komponen yang merupakan indikator dengan standar skor minimum. Skor batas minimum tersebut adalah 21. Indikator dengan skor 20 ke bawah harus direvisi. Hasil analisis kualitas perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di atas dapat disimpulkan bahwa RPP/ Skenario Pembelajaran sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidak ada yang kurang dari 3,0. Pada peilaian ini tidak ada revisi. Hasil analisis kualitas perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di atas dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) sudah layak digunakan untuk uji coba sebab skor masing-masing komponen yang merupakan indikator untuk perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidak ada yang kurang dari 3,0. Meskipun begitu, Saran dan komentar untuk Lembar Kerja Siswa (LKS) perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. 2. Analisis Data Validasi Perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam oleh Siswa Hasil pengolahan data angket pembelajaran dengan menggunkan perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diketahui bahwa ratarata pilihan siswa adalah 3.53, hal ini dikategorikan Cukup dengan simpang baku 0.31. 7 TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1 Mei 2017 3. Analisis Data ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Kelas VIII MTs Negeri Krian Sidoarjo KKM yang ditentukan sebelumnya adalah: 70.00, dan setelah Tes dilakukan diperoleh bahwa Nilai rata-rata sebesar: 73.66 . Dari sini dapat diperoleh penjelasan bahwa perolehan nilai siswa dibawah KKM sejumlah 20 anak / 48.78 %, setara KKM sejumlah 10 anak / 24.39 %, dan diatas KKM sejumlah 31 anak / 75.61 %, meskipun setelah diketahui hasil tes diadakan perbaikan dan pengayaan, namun hasilnya tidak dimasukkan dalam laporan ini. Setelah Tes dilakukan diperoleh bahwa Nilai rata-rata sebesar : 88.13 . Dari sini dapat diperoleh penjelasan bahwa perolehan nilai siswa dibawah KKM sejumlah 1 anak / 3.13 % , setara KKM sejumlah 0 anak / 0.00 % , dan diatas KKM sejumlah 31 anak / 96.88 % , meskipun setelah diketahui hasil tes diadakan perbaikan dan pengayaan, namun hasilnya tidak dimasukkan dalam laporan ini. Berdasarkan analisa ketuntasan belajar diketahui bahwa Ketuntasan belajar meningkat dari Pre Tes dan Pos Tes yaitu masing-masing 71.88 % naik menjadi 96.88 %. Sebagaimana grafik dibawah ini Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa hasil analisis ketuntasan belajar siswa kelas VIII MTs Negeri Krian 8 Sidoarjo diketahui bahwa nilai rata-rata Pre Tes 71.88 %, Pos Tes 96.88 %. G. Verifikasi/Revisi Produk Produk produk yang sudah direvisi dianggap valid, karena sudah melalui tahapan uji coba baik secara teoretis maupun empiris. Beberapa hal perlu digarisbawahi tentang produk yang telah direvisi ini adalah sebagai berikut. Revisi oleh Ahli a. Merevisi Kesesuaian dengan strategi pembelajaran b. Kecukupan waktu perlu direvisi Revisi oleh Siswa berdasarkan angket a. memperbaiki penggunaan sumber dalam menerapkan model b. Mengubah dengan meningkatkan daya tarik model c. Mengubah dengan meningkatkan daya tarik model d. Memperbaiki tampilan model atau mengganti strategi pembelajarannya. H. Kesimpulan 1. Produk perangkat pembelajaran ICARE ditinjau dari siswa di MTs Negeri Krian Sidoarjo Cukup layak, dengan skor 3.53, (Cukup), dari teman sejawat penilaian tidak ada yang kurang dari 3,0., dengan kualifikasi 4.15 (Baik), penilaian pakar tidak ada yang kurang dari 3,0., dengan kualifikasi 4.15 (Baik) 2. Produk perangkat pembelajaran ICARE dapat meningkatkan hasil belajar siswa di MTs Negeri Krian Sidoarjo, dari kelas uji coba mengalami peningkatan ketuntasan dengan nilai rata-rata Pre tes 81.25 meningkat pada pos tes 88.13 sedangkan prosentase ketuntasan pre tes adalah 71.88 % meningkat menjadi 96.88 %. Meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran introduction, connection, aplication, reflection dan extension (ICARE) Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah I. Saran Pemanfaatan 1. 2. 3. Perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dikembangkan bisa juga digunakan sebagai tugas yang dapat diberikan pada saat guru berhalangan hadir. Produk perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini dapat dikembangkan oleh para pendidik khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, memotivasi siswa dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Pengembangan penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang lebih menarik. Produk yang dikembangkan menarik untuk pembelajaran di kelas secara klasikal dan secara mandiri. 4. Produk produk ini dapat meringankan beban guru dalam mengajar. 5. Hasil dari validasi ahli dan uji coba, perangkat pembelajaran ICARE untuk meningkatkan ketuntasan belajar Kelas VIII dalam tema narrative text pola dakwah Nabi Muhammad SAW. di Madinah mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini layak digunakan untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. 6. Produk yang dikembangkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan motivasi merupakan salah satu syarat dari terlaksananya model pembelajaran produktif. J. Daftar Pustaka Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2010. Manajemen Yogyakarta: Aditya Media. penelitian. Degeng, I. N. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokratisasi. Makalah Seminar Regional, di Universitas PGRI Surabaya: 19 April 2000. Depdiknas, R. I. 2003. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. 2001. The systematic design of instruction (Vol. 5). New York: Longman. Firman, H. 2007. Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas. Fuad, M. Z. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berintregasi Life Skills Pada Materi Bangun Ruang, Tulungagung: Tesis Tidak dipublikasikan. Gustafson, K. L., & Branch, R. M. 2002b. What is instructional design. In R. A. Reiser & J. V. Dempsey (Eds.), Trends and issues in instructional design and technology. Upper Saddle River, N.J.: Pearson Education. Hoffman, B., & Ritchie, D.C 2005. Teaching and learning online: Tools, templates, and training. In: J. Willis, D. Willis, & J. Price (Eds.), Technology and teacher education annual1998. Charlottesville, VA: Association for Advancement of Computing in Education. Marsh, C. J., & Willis, G. 1995. Curriculum: Alternative approaches, ongoing issues. Englewood Cliffs, NJ: Merrill. 9 TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 7 No. 1 Mei 2017 Nosadi. 2011. Model ICARE (Introduction connection application reflection extention) untuk meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Teknik Informatika. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/26759485/Re ncana-Pelaksanaan-Pembelajaran-Berbasisi-Care-New Diakses 4 April 2016 Safrina, A., & Ali, M. 2009. Real time face detection system (Doctoral dissertation, Universiti Malaysia Pahang). Salyers, V. L. 2005. Web-enhanced and face-to-face classroom instructional methods: Effects on course outcomes and student satisfaction. International Journal of Nursing Education Scholarship, 2(1). Setyarini, S. 2010. “PUPPET SHOW”: Inovasi Metode Pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa SD. Jurnal Penelitian Pendidikan, 11(1), 1-7. Silverius, Suke. (1991). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: PT. Grasindo. Sudijono, A. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukmadinata, N. S. 2008. Pendidikan Dasar” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press. Suparman, A. (2001). Desain instruksional. Jakarta: PAC-PPAI Depdiknas. Salyers, V., Carter, L., Barrett, P., & Williams, L. 2010. Evaluating student and faculty satisfaction with a pedagogical framework. International Journal of E-Learning & Distance Education, 24(3). Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sardiman, A,M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Yamin, M. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada. Setiawan, A. C. A. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menggunakan Metode Mind Mapping Pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Teknik DigitaL. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, 4(2). 10