BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep
1. Modal Sosial
a. Modal
Konsep modal apabila diruntut secara ontologi merupakan hal yang
harus ada sebagai dasar dalam pembuatan sesuatu yang bermanfaat yang
nantinya akan memberikan keuntungan kepada pemilik. Modal lebih
diidentikan dengan pembahasan dalam bidang ekonomi dan bisnis, modal
dalam bidang ekonomi dan bisnis diartikan sebagai dasar yang digunakan
dan dibutuhkan dalam terlaksananya suatu usaha (perusahaan).
Menurut Alam S. modal adalah segala sumber daya hasil produksi
yang tahan lama, yang dapat digunakan sebagai input produktif dalam proses
produksi berikutnya. Menurut Profesor Baker modal diartikan sebagai
barang-barang konkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang
terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar
dari barang-barang yang ada pada sebelah kredit. Kemudian Lawang
memberikan pengertian mengenai modal dalam bidang ekonomi memiliki
fungsi yang penting dalam proses produksi barang dan jasa, terutama untuk
jangka panjang, modal atau kapital dalam bidang ekonomi terbagi dalam tiga
bagian, yaitu: (1) Kapital Finansial, (2) Kapital Manusia, dan (3) Kapital
Fisik (Lawang, 2005:9). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
modal merupakan (1) uang yang dipakai sebagai pokok untuk berdagang,
harta benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan, atau (2) modal merupakan
barang
yang digunakan sebagai dasar
(www.kamusbahasaindonesia.org).
9
atau bekal untuk bekerja
Konsep ‘modal’ dalam ‘modal sosial’ pada penelitian ini diartikan
sebagai suatu dasar baik berupa barang atau jasa (konkrit atau abstrak) yang
berharga, bernilai, dan apabila digunakan secara tepat dapat memberikan
manfaat kepada pemilik, berupa manfaat perkembangan atau pelipatan pada
barang atau jasa yang dapat dimanfaatkan dalam masa depan usaha.
b. Sosial
Sosial dalam bahasa Latin ialah socius yang berarti teman, sekutu,
peserta (Lawang, 2004: 31). Konsep ‘sosial’ dalam artian ‘socius’
merupakan suatu wujud kata sifat yang berarti berteman, bersahabat. Sahabat
dalam bahasa Latin diartikan amicus yang terbentuk dari kata kerja amare
yang berarti mencintai. Sehingga Lawang menyimpulkan bahwa sosial
merupakan suatu hubungan persahabatan dimana didalamnya terdapat unsur
cintanya, pada akhirnya kata sosial mengandung kata yang positif (Lawang,
2004: 31).
Dalam penggunaan konsep ‘sosial’ dalam ‘modal sosial’ merupakan
suatu perwujudan positif, karena pada dasarnya modal atau kapital itu
merupakan suatu hal yang mampu mendorong adanya suatu pertumbuhan
ekonomi.
c. Modal Sosial
Modal sosial merupakan sebuah konsep dalam sosiologi ekonomi,
namun kearah sekarang modal sosial telah digunakan secara luas. Apabila
diruntut dari awal penggunaan mengenai konsep modal sosial, digunakan
oleh L.J Hanifah untuk menjelaskan mengenai ‘unsur-unsur nyata yang
paling berharga dalam kehidupan sehari-hari manusia’. Hanifah melihat
bahwa niat (motivasi) baik, persahabatan, simpati, dan pergaulan sosial
pengawas sekolah-sekolah negeri yang menyusun unit sosial (dalam
penelitian Hanifah (1916) mengenai pengawas sekolah-sekolah negeri di
Virginia Barat, Amerika Serikat yang berpendapat bahwa keterkaitan atau
keterlibatan masyarakat sangat mendukung keberhasilan sekolah). Dalam
10
penuturannya, Hanifah menilai bahwa individu tidak dapat berfungsi apabila
terlepas dari unit sosial tersebut.
Selanjutnya konsep modal sosial juga dianggap sebagai manfaat dari
jaringan sosial, oleh Jane Jacobs pada Tahun 1960an. Kemudian, seorang
ilmuwan politik Robert Salisbury menuturkan bahwa istilah modal sosial
sebagai komponen penting dari pembentukan kelompok kepentingan
(Slamet, 2012: 9).
Dalam Demartoto, dkk (2014: 31) menyebutkan bahwa modal sosial
merupakan bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma
dan jaringan yang dapat meningkatkan efisensi masyarakat dengan
memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga
didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di
dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu dalam masyarakat
tersebut, atau dalam kerangka kecil seperti pada suatu organisasi. Lebih
dalam lagi, modal sosial juga diartikan sebagai serangkaian nilai dan norma
informal yang dimiliki bersama diantara para pegawai suatu kelompok yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama (Demartoto, dkk. 2014: 31).
Keterlekatan
modal
sosial
dalam
pengembangan
pariwisata
diwujudkan dengan adanya sumber daya-sumber daya yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal dalam proses pengelolaan dan pengembangan
pariwisata, dalam hal ini ialah mengenai pengembangan Taman Satwa Taru
Jurug di Kota Surakarta. Sumber daya-sumber daya yang dimaksud ialah
jaringan sosial, sistem kepercayaan yang dibentuk, serta norma-norma sosial
mengenai aturan-aturan yang disepakati dalam proses pengembangan TSTJ
antara jaringan sosial yang ada sehingga memberikan keuntungan secara
timbal balik dalam pelaksanaan modal sosial melalui upaya pengembangan
TSTJ.
11
2. Dinamika Sosial
Dinamika sosial merupakan perubahan dalam kelompok sosial yang
terjadi sebagai akibat dari adanya proses formasi ataupun reformasi dari pola
yang ada dalam kelompok tersebut. Dinamika sosial didasari karena adanya
perbedaan unsur kepentingan, perbedaan faham atau cara pandang tentang
pemenuhan tujuan kelompok, kemampuan untuk mengorganisir kelompok,
adanya konflik (internal ataupun eksternal) yang mendorong terjadinya
perubahan pada kelompok itu sendiri. Dinamika kelompok sosial perlu
dipelajari untuk mengetahui realitas kehidupan kelompok sosial itu sendiri
(Soekanto, 2010: 186).
Kingsley Davis mendefinisikan dinamika sosial sebagai perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi suatu kelompok masyarakat (Soekanto, 2010:
336), menurut Mac Iver dinamika sosial didefinisikan sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan
terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial (Soekanto, 2010: 337).
3. Pariwisata
Pengertian pariwisata berdasar Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, pada BAB 1 Pasal 1 ayat (3)
menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya E. Guyer Freuler
mengartikan bahwa pariwisata dalam artian modern merupakan fenomena dari
jaman saat ini yang dilakukan atas dasar kebutuhan kesehatan dan pergantian
hawa (suasana), penilaian berdasarkan kesadaran yang nantinya mampu
memunculkan rasa kecintaan terhadap keindahan-keindahan alam, semakin
bertambahnya jalinan pergaulan dikarenakan berkembangnya perniagaan,
industri, perdagangan, serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan (Yoeti,
1983). Kemudian untuk mendukung pernyataan tersebut dijelaskan dalam
12
Marpaung, 2002: 13, pariwisata adalah perpindahan sementara (dalam tempo
tertentu) yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang yang bertujuan untuk
‘keluar’ dari pekerjaan-pekerjaan rutin, dan ‘keluar’ dari tempat kediamannya.
Sehingga dalam setiap kegiatan pariwisata merupakan suatu upaya manusia
untuk melepas penat dari kesibukan kesehariannya untuk mencari ‘udara baru’,
atau suasana baru.
Kemudian mengenai kepariwisataan, kajian dalam kepariwisataan lebih
luas daripada pariwisata, dalam Pasal 1 ayat (4), kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
pengusaha. Berdasar pasal tersebut nampak bahwa kepariwisataan cakupannya
lebih luas, termasuk di dalamnya ialah kegiatan pariwisata itu sendiri yang turut
berkaitan antara satu elemen dengan banyak elemen lain, baik dari Pemerintah,
pengusaha atau swasta, hingga masyarakat luas serta tak luput pula mengenai
keberadaan wisatawan sebagai konsumen dari kegiatan pariwisata. Kemudian
hal lain yang terkait langsung dengan pariwisata ataupun kepariwisataan ialah
wisatawan, masih terkait dalam BAB I, pada Pasal 1 ayat (2), wisatawan ialah
orang yang melakukan wisata. Menurut Demartoto, batasan mengenai
wisatawan juga bervariasi mulai dari yang umum hingga yang spesifik
(Demartoto, dkk. 2009: 8). United Nation Conference on Travel and Tourism di
Roma (1963) memberikan batasan umum mengenai wisatawan namun dalam
artian “visitor” atau pengunjung, yaitu:
“setiap orang yang mengunjungi Negara yang bukan merupakan tempat
tinggalnya, untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari
pekerjaan atau penghidupan di Negara yang dikunjungi”, (Demartoto,
dkk. 2009: 8).
13
Demartoto, dkk, menjelaskan terdapat ciri-ciri pokok dari pariwisata
sendiri, yaitu:
1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu
tempat ke tempat lainnya;
2. Adanya unsur ‘tinggal sementara’ di tempat yang bukan merupakan
tempat tinggal yang biasanya; dan
3. Tujuan utama dari pergerakan tersebut bukan untuk mencari
penghidupan atau pekerjaan yang dituju (Richardson dan Fluker,
2004: 5, dalam Demartoto, dkk. 2009: 11).
4. Taman Satwa
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53 Tahun 2006 Tentang
Lembaga Konservasi, taman satwa diartikan sebagai kebun binatang yang
melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan terhadap jenis satwa yang
dipelihara berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa sebagai sarana
perlindungan dan pelestarian jenis dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan,
penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana
rekreasi yang sehat.
a. Kriteria untuk penunjukan dan penetapan sebagai taman satwa, antara lain:
Koleksi satwa yang dipelihara sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas, baik yang
dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan
Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna
(CITES);
b. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;
c. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup;
d. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain : kandang pemeliharaan,
kandang perawatan, kandang karantina, kandang pengembangbiakan/
pembesaran dan prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;
e. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung; dan
14
f. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan,
ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat dan tenaga keamanan.
B. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian dengan judul Modal Sosial dan Dinamika Sosial Taman
Satwa Taru Jurug di Kota Surakarta, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini antara lain:
1. “Using Tourism to Build Social Capital in Communities: New Pathways to
Sustainable Tourism Futures”,Publish: BEST EN (Education Network) Think
Tank XIII Engaging Communities in Sustainable Tourism Development, oleh
Gianna Moscardo, Andrea Schurmann, Elena Konovalov (James Cook
University, Australia), dan Nancy G. McGehee (Virginia Tech, Blacksburg
VA, USA). Halaman: 219-236.
Artikel ini berisi laporan kegiatan proyek penelitian dengan fokus pada
identifikasi dan penerapan pendekatan baru dengan menggunakan pariwisata
secara efektif sebagai suatu strategi untuk pengembangan berkelanjutan yang
berbasis masyarakat. Laporan penelitian ini mengadopsi pendekatan modalmodal dalam masyarakat untuk tujuan pengembangan berkelanjutan dan
memaparkan (eksplorasi) jaringan-jaringan antara fitur (potensi-potensi) dari
pengembangan pariwisata dan dampak pada pengadaan modal sosial berbasis
masyarakat. Penelitian ini didasarkan pada lokakarya yang dilakukan dengan
enam belas petugas pengembangan pariwisata daerah yang menggunakan
berbagai teknik, termasuk latihan berjangka, untuk mengidentifikasi hubungan
antara aspek pembangunan pariwisata dan dampak pada modal sosial baik yang
positif maupun negatif. Hasil lokakarya menyoroti pentingnya keterlibatan
warga lokal yang efektif dalam perencanaan pariwisata dan kegiatan, sekaligus
menyarankan beberapa dimensi baru dalam perencanaan pariwisata untuk
mengeksplorasi dan pengembangan lebih lanjut.
15
2. “Linking Human Capital Management with Tourism Development and
Management for Economic Survival: The Nigeria”.
Artikel oleh Bassey Benjamin Esu, Departemen Pemasaran, Universitas
Calabar, Nigeria Jurnal internasional bisnis dan ilmu sosial Vol. 3 No 11; Juni
2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa pariwisata telah difokuskan
pengembangannya oleh pihak Pemerintah Nigeria. Kebijakan telah ditetapkan
namun masih belum pada tahap implementasi yang maksimal. Pengembangan
sumber daya manusia merupakan salah satu komponen kebijakan Pariwisata
Nasional. Kelangsungan hidup dari setiap tujuan wisata didasarkan pada
penyediaan yang efektif dalam manajemen sumber daya manusia pada
perusahaan ataupun organisasi pariwisata. Penelitian ini menyelidiki tantangan
Manajemen sumber daya manusia dalam industri pariwisata yang berada di
Nigeria, yang melingkupi tantangan pariwisata dan pendidikan perhotelan di
Nigeria.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk kerangka kerja konseptual yang
menunjukkan kaitan antara pengembangan sumber daya manusia dan
pariwisata. Kesemua hal tersebut merekomendasikan kepada stakeholder untuk
saling terkait melakukan pembangunan manajemen SDM yang nantinya
mampu menghasilkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang pada
akhirnya memberikan berdampak positif pada pariwisata pengembangan di
Nigeria.
3. “Mechanism of Social Capital in Community Tourism Participatory Planning
in Samui Island, Thailand”. Tourismos: An International Multidiciplinary of
Journal of Tourism, Volume 7, Number 1, Spring-Summer 2012. Pp. 339-349,
oleh Kannapa Pongponrat (Mahidol University),
dan Naphawan Jane
Chantradoan (International Stamford University).
Penelitian ini mengkaji partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pengembangan pariwisata lokal di berbagai langkah proses perencanaan. Juga
menyoroti factor-faktor penting yang terkait dengan partisipasi masyarakat
16
dalam proses modal sosial perencanaan wisata yang memobilisasi orang untuk
berkontribusi yang signifikan bagi masyarakat dalam partisipasi pembangunan
pariwisata setempat.
Partisipasi
masyarakat
merupakan
strategi
untuk
melakukan
pengembangan pariwisata lokal yang dijadikan sebagai sebuah mekanisme
penting untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Faktor-faktor yang
terkait antara lain: pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pemantauan dan
tahapan evaluasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan modal sosial sebagai
‘seorang sopir’ di berbagai tahapan merupakan mekanisme penting bagi
keberhasilan perencanaan untuk pariwisata setempat.
4. “Habitus Pengembangan Desa Wisata Kuwu: Studi Kasus Desa Wisata Kuwu
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan”. Tesis oleh Nur Indah Ariyani,
Program Pascasarjana Sosiologi, Universitas Sebelas Maret, 2014.
Penelitian ini mengenai bagaimana praktik (habitus dan modal dalam
ranah), dimensi pendukung dan penghambat, strategi, serta dampak
pengembangan Desa Wisata Kuwu, menggunakan teori praktik dari Pierre F
Bourdieu dan Teori Fungsionalisme Struktural dari Robert K Merton. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa banyak potensi wisata di Desa Kuwu yang
belum tergali, baik potensi sosial dan potensi budayanya. Habitus dan modal
ekonomi, modal sosial, dan serta modal simbolik masyarakat dapat
dimanfaatkan dalam ranah Desa Wisata Kuwu untuk mengembangan Desa
Wisata Kuwu. Namun pada kenyataannya, pemanfaatan habitus dan modalmodal yang dimiliki belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Dimensi pendukung antara lain fenomena alam Bledug Kuwu, potensi
sosial budaya, serta akses jalan yang mudah dijangkau. Dimensi penghambat
yang ada berasal dari pemerintah, masyarakat, kondisi fisik dan pihak luar
lainnya (investor dan LSM). Strategi pengembangan lebih dilakukan oleh
pemerintah kabupaten dan desa, dampak positif dilihat dari segi sosial ekonomi
17
beberapa warga yang berpartisipasi langsung meningkat, dampak negatifnya
adalah belum terserapnya tenaga kerja dari masyarakat secara umum.
Pembeda dalam penelitian ialah fokus teori modal sosial dari Pierre
Bourdieu, unit analisis dalam penelitian antara Desa Wisata Kuwu dengan
Taman Satwa Taru Jurug.
5. “Pengembangan Desa Wisata Sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat Di
Desa Brayut, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Skripsi oleh Afuwat Amin Wibowo, Jurusan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2010.
Penelitian ini memaparkan mengenai pengembangan Desa Wisata
Brayut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberdayakan
masyarakat di desa tersebut.Teori yang digunakan ialah teori aksi, jenis
penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud untuk
menggambarkan dan memberikan uraian mengenai pengembangan Desa Wisata
Bayut yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat serta dampak dari
pengembangan wisata tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan dalam pengembangan Desa Wisata
Brayut memberikan dampak secara tidak langsung terhadap keberdayaan
masyarakat Desa Brayut.Dengan adanya pengembangan yang dilakukan
masyarakat mampu mendapatkan pelatihan yang dapat mereka terapkan.Dari
kegiatan tersebut masyarakat memeeroleh penghasilan tambahan. Selain
memperoleh penghasilan tambahan masyarakat juga mengalami proses
perubahan perilaku yang positif dan pengorganisasian masyarakat sebagai
wujud pengembangan diri.
6. “Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia”,oleh Soebagyo. Jurnal
Liquidity Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2012, halaman 153-158.
Pariwisata Indonesia dijadikan sebagai sektor andalan dalam sumber
devisa Negara. Dalam upaya tersebut dibutuhkan strategi pengembangan baik
secara internal ataupun eksternal.Salah satu dukungan dalam upaya tersebut
18
ialah adanya sebuah sistem informasi pariwisata yang memenuhi kebutuhan
informasi bagi penggunanya, selain itu sistem informasi dapat juga digunakan
sebagai media promosi wisata.
Hasil dari penelitian ini ialah promosi dalam upaya menjaring
wisatawan terlebih wisatawan asing harus diimbangi dengan pembenahan dari
dalam negeri. Pembenahan seperti pencegahan aksi terorisme, serta
pengembangan budaya sebagai faktor penarik wisata dalam negeri.Berdasar
potensi, peluang, tantangan dan strategi yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan wisata bahwa wisata alam dan tradisionallah yang menjadi
ujung tombak pariwisata nasional.
19
Matriks 2.1.
Analisis Antar Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
Judul
“Using Tourism to Build
Socaial
Capital
in
Communities:
New
Pathways to Sustainable
Tourism Futures”
Peneliti
Gianna
Moscardo,
Andrea
Schurmann,
Elena
Konovalov,
dan Nnacy G.
McGehee
“Linking Human Capital Bassey
Management
with Benjamin Esu
Tourism
Development
and Management for
Economic Survival: The
Nigeria”
“Mechanism
Social Kannapa
Capital In Community Pongponrat,
Tourism Participatory dan Naphawan
Planning
in
Samui Jane
Island, Thailand”
Chantradoan
Hasil
Strategi pengembangan
pariwisata berfokus pada
masyarakat.
Lebih pada proses
pengelolaan
pariwisata dengan
memanfaatkan
beragam modal
sosial
Perusda
TSTJ.
Menyelidiki tantangan Kemampuan
Manajemen
Sumber SDM
melalui
Daya Manusia dalam modal sosial.
Industri Pariwisata di
Nigeria.
Modal sosial sebagai
‘sopir’
merupakan
mekanisme
penting
dalam
keberhasilan
perencanaan
untuk
kegiatan
pariwisata
setempat.
“Habitus Pengembangan Nur Indah
Hasil
penelitian
Desa Wisata Kuwu: Ariyani
menunjukkan
banyak
Studi Kasus Desa Wisata
potensi wisata di Desa
Kuwu
Kecamatan
Kuwu belum tergali,
Kradenan
Kabupaten
baik sosial ataupun
Grobogan”
budaya.
Pendekatan
habitus masyarakat.
“Pengembangan
Desa Afuwat Amin Pengembangan
Desa
Wisata Sebagai Model Wibowo
Wisata Brayut mampu
Pemberdayaan
memberikan
dampak
Masyarakat Di Desa
secara tidak langsung
Brayut
Kecamatan
bagi masyarakat.
Sleman
Kabupaten
Metode yang digunakan
Sleman Provinsi Daerah
deskriptif kualitatif.
Istimewa Yogyakarta”
“Strategi Pengembangan Soebagyo
Pengembangan
Pariwisata di Indonesia”
pariwisata secara umum
di Indonesia
dengan
cara
promosi
dan
pembenahan pariwisata
alam dan tradisional.
(Sumber: Data Sekunder Peneliti, diolah Juni 2015).
20
Pembeda
Integrasi modal
sosial
dan
potensi wisata
yang
dimiliki
sebagai
dasar
pengelolaan
pariwisata.
Fokus
teori
modal
sosial,
unit
analisis
dalam penelitian
Taman Satwa
Taru Jurug.
Hubungan dari
jaringan
memberikan
dampak
pada
pengelolaan
TSTJ,
masyarakat,
pemerintah.
Pembenahan
pariwisata
melalui potensi
dan modal sosial
yang dimiliki.
C. Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori modal sosial, modal
sosial dianggap sebagai manfaat dari jaringan sosial, oleh Jane Jacobs pada Tahun
1960an. Tokoh yang paling terkenal dalam bidang modal sosial adalah Robert
Putnam, Putnam membahas modal sosial sebagai “ciri-ciri kehidupan sosial –
jaringan, kaidah-kaidah, dan kepercayaan yang menyertai (Putnam, 1995, dalam
Slamet, 2012: 18). Menurut Putnam, modal fisik (nampak) merupakan obyek fisik
dan modal manusia merupakan sifat individu, kemudian modal sosial mengacu
kepada hubungan-hubungan antar individu-jaringan sosial dan kaidah timbal balik
dan kepercayaan yang timbul dari mereka yang terlibat (Social Capital,
http://infed.org/biblio/social_capital.htm, dalam Slamet, 2012: 18-19).
Pierre Bourdieu pada 1972 mendefinisikan modal sosial sebagai
“kumpulan sumber daya yang sesungguhnya atau calon sumber daya yang terkait
dengan dimilikinya sebuah jaringan yang tahan lama yang terdiri atas hubungan
saling mengenal dan saling mengakui yang kurang lebih terlembaga”. Bourdieu
melihat konsep modal sosial sebagai bagian yang bersifat instrumental, yaitu
memfokuskan pada keuntungan bagi individu atau kelompok yang memiliki modal
sosial, yang disengaja dengan tujuan untuk menciptakan sumber daya (Slamet,
2012: 10).
Modal sosial merupakan keberlangsungan dari adanya jaringan yang
bermanfaat. Dalam modal sosial terdapat pemahaman bahwa jaringan sosial
memberikan dasar dalam hubungan sosial yang merupakan suatu asset. Jaringan
sosial inilah yang menjadi landasan dalam setiap hubungan yang secara langsung
ataupun tidak langsung saling memberikan keuntungan (manfaat timbal balik).
Bourdieu memberikan penyempurnaan pada pendapatnya mengenai modal sosial,
yaitu modal sosial merupakan jumlah sumber daya, aktual, atau maya yang
berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan
lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit
banyak terinstitusionalisasikan.
21
Tiga parameter modal sosial, yaitu antar jaringan-jaringan (networks),
sistem kepercayaan (trust), norma-norma (norms), kemudian ditambah dengan
pola hubungan timbal balik (reciprocity).
1. Jaringan-jaringan (Networks)
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan
kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki
jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan
orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik
bersifat formal maupun informal.
2. Sistem Kepercayaan (trust)
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan
kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan
sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini.
Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal
sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya
lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan
sosial yang harmonis. Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie
dan perilaku anti sosial.
3. Norma-norma (Norms)
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman,
nilai-nilai,
harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama
oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama,
panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik
profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah
kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama.
22
Dalam tiga parameter tersebut terbentuk suatu pola resiprositas
(reciprocity) atau timbal balik dalam masing-masing bagian yang memberikan
pengaruh. Woolcock (Slamet, 2012: 27) menambahkan dalam modal sosial
terdapat tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu:
1. Modal sosial mengikat (social bonding).
Hubungan antar individu dalam suatu kelompok awal (primer) yaitu
antar tetangga yang berdekatan. Komunitas memberikan kelebihan dalam
upaya membentuk suatu hubungan yang saling membagi pengetahuan.Ikatan
yang memberikan perekat dalam komunitas primer.
2. Modal sosial menjembatani (social bridging).
Hubungan yang terjalin secara internal akan menghasilkan hubungan
secara eksternal, yaitu dari dalam komunitas kemudian berkembang secara
luas kepada beragam komunitas yang berhubungan, sering diartikan sebagai
hubungan sekunder dari komunitas primer. Sebagai konsekuensi adanya
ikatan relasi yang timbul. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut
didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b)
kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan,
terbuka, dan mandiri).
3. Modal sosial mengaitkan (social linking).
Hubungan yang terjalin antara komunitas primer dengan komunitas
sekunder memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola
aset dalam pembentukan partisipasi dalam organisasi formal yang memiliki
perbedaan level kekuasaan dan kemampuan.
D. Kerangka Pemikiran
Taman Satwa Taru Jurug memiliki beragam potensi wisata yang dijadikan
sebagai magnet dalam menarik pengunjung, potensi wisata yang dimiliki terwujud
dalam beragam bentuk, yaitu potensi alam yang ada dalam Taman Satwa Taru
Jurug, atraksi dan pertunjukan lain yang dijadikan sebagai potensi wisata Taman
Satwa Taru Jurug. Dalam upaya pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug diperlukan
23
adanya modal sosial yang diketahui dari adanya (1) jaringan sosial, (2) sistem
kepercayaan, dan (3) norma sosial, serta disempurnakan dengan adanya (4) pola
resiprositas.
Modal sosial yang ada pada pada masing-masing bagian dalam pengelolaan
Taman Satwa Taru Jurug antara lain: (1) Jaringan Sosial, jaringan sosial dalam
pengembangan Taman Satwa Taru Jurug ini ialah siapa saja yang terkait dan ikut
terlibat (atau dilibatkan) dalam setiap proses pengembangan Taman Satwa Taru
Jurug, secara konkrit jaringan ini dimulai dari awal antara Pemerintah Kota
Surakarta yang terwakilkan oleh Dinas Perekonomian Kota Surakarta, kemudian
Perusahaan Daerah TSTJ yang selanjutnya disebut sebagai Perusda TSTJ selaku
pengelola.
TSTJ memiliki jaringan internal yang dinamis yang terjadi dari setiap
pergantian pemegang pengelola hingga akhirnya saat ini dikelola oleh Perusda
TSTJ, masing-masing bagian dalam struktur yang baru memiliki tugas dan fungsi
yang berbeda dan saling melengkapi, selanjutnya antara Perusda TSTJ dengan
pihak swasta sebagai jaringan kerjasama yang saling berfungsi dan memberikan
keuntungan dalam jaringan yang bertujuan dalam pengembangan TSTJ, dalam
proses berjalannya TSTJ sendiri terdapat pedagang-pedagang yang memiliki suatu
wadah sebagai koordinasi antar pedagang dengan pihak Perusda TSTJ, yaitu
Paguyuban Bakul Taman Jurug (PBTJ) (Bakul atau Pedagang), kemudian yang
sama-sama memiliki fungsi penting dalam jaringan yang ada ialah masyarakat,
masyarakat sebagai pengunjung yang menerima manfaat dari keberadaan TSTJ,
pada masing-masing jaringan tersebut saling terkait dan memiliki fungsi timbal
balik atau reciprocitas sebagai upaya pengembangan TSTJ. (2) Pada masingmasing jaringan yang terbentuk sebagai suatu kesatuan jaringan sosial TSTJ
tersebut memiliki suatu sistem kepercayaan yang dijadikan sebagai pegangan
dalam setiap jaringan yang terbentuk, sistem kepercayaan tersebut terwujud dalam
beragam bentuk tergantung dari masing-masing jaringan saling membentuk dan
menjaga kepercayaan, (3) Norma sosial yang ada dalam pengembangan TSTJ
24
ialah mengenai beragam kesepakatan (konsensus) yang dibentuk dan harus ditaati
oleh masing-masing jaringan sosial yang ada, yaitu antar Dinas Perekonomian
Kota Surakarta dengan Perusda TSTJ, Perusda TSTJ dengan pihak Swasta,
Perusda TSTJ dengan Paguyuban Bakul Taman Jurug, dan yang terakhir ialah
norma atau aturan yang harus ditaati oleh pengunjung ketika mengunjungi TSTJ.
(4) Pola Respirositas merupakan hubungan timbal balik yang terjalin dari masingmasing bagian yang ada dalam pengelolaan TSTJ.
Setelah mengetahui apa saja potensi wisata dan modal sosial yang ada
selanjutnya adalah mengenai integrasi dari adanya modal sosial dalam
pengembangan TSTJ, wujud integrasi tersebut antara lain: modal sosial (1)
menjembatani, dan (2) mengaitkan.
25
Kerangka Berpikir
Taman Satwa Taru Jurug
Potensi Wisata
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Koleksi Satwa
Koleksi Tumbuhan
Atraksi Satwa
Sanggar Gesang dan Pendapa Acara
Acara Adat
Program dan Paket Wisata
Identifikasi Modal Sosial
1. Jaringan Perusda TSTJ
2. Sistem Kepercayaan Perusda TSTJ
3. Norma Perusda TSTJ
4. Hubungan Timbal Balik Perusda TSTJ
Integrasi Modal Sosial
1. Modal Sosial Menjembatani
2. Modal Sosial Mengaitkan
Bagan 2.1. Kerangka Berpikir
26
Download