Keberhasilan Pengobatan Deksametason pada Nekrolisis

advertisement
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
KeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksik
yangDiinduksiObatPadaAnak
InezSaraswati
FakultasKedokteran,UniversitasLampung
Abstrak
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah penyakit yang mengancam kehidupan akibat reaksi mukokutaneus. Penyakit ini
ditandaiolehnekrosisluasdankerusakanjaringanepidermis.Padapenyakitiniditemukankelainandikulit,mata,danlebih
darisatumukosa.Seoranganakperempuan,4tahun,mengeluhkanlepuhanpadakulityangmunculsejak3harisebelum
masukrumahsakit.Penyebarannyadaribibir,anggotagerak,punggung,danleher.Pasienjugamengeluhkansulitmenelan
dannyeripadamata.Padapemeriksaanfisikdidapatkanluaspermukaantubuhyangterkenasebesar38%.Pasienditerapi
denganterapicairan,antibiotiktopikalasamfusidat,dankortikosteroidsistemikdeksamethason.Terdapatperbaikanpada
pasienselamaperawatan.NETadalahkasusemergensipadakulit.Penilaianklinisdanterapiyangcepatdapatmemberikan
prognosisyanglebihbaik.
Katakunci:emergensi,kortikosteroid,NET,reaksikulitakibatobat
SuccessfulDexamethasoneTreatmentofDrug-InducedToxicEpidermal
NecrolysisinChidren
Abstract
Toxicepidermalnecrolysis(TEN)isalife-threateningillnessduetomucocutaneousreactions.Thisdiseasecharacterizedby
extensivenecrosisandtissuedamagetotheepidermis.Inthisdiseaseisfoundabnormalitiesintheskin,eyes,andmore
thanonemucosa.Agirl,4yearsold,complainedblistersontheskinthatappearsince3daysbeforeadmission.Thespread
ofthisdiseaseincludelips,limbs,back,andneck.Thepatientalsocomplaineddifficultyinswallowing,andpainintheeyes.
Onphysicalexaminationfoundbodysurfaceareaof38%.Patientstreatedwithfluidtherapy,antibioticfusidicacidtopical
andsystemiccorticosteroiddexamethasone.Thereisimprovementinpatientsduringtreatment.TENisalife-threatening
conditionindermatology.Earlyclinicalassesmentandtreatmentwillleadintobetterprognosis.
Keywords:corticosteroid,drug-inducedcutaneousreactions,emergency,TEN
Korespondensi : Inez Saraswati, M.Kes., alamat Jl. Abdul Muis VII No. 41 Gedung Meneng, HP 081318268888, e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
adalah penyakit yang mengancam kehidupan
akibat reaksi mukokutaneus. Penyakit ini
ditandai oleh nekrosis luas dan kerusakan
jaringan epidermis. Pada penyakit ini
ditemukan kelainan di kulit, mata, dan lebih
dari satu mukosa. Kelainan kulit yang sering
ditemukan biasanya berbentuk lesi target.
Gejala konstitusi sering ditemukan pada
penderita NET dan pada kasus berat dapat
mengancamkehidupan.1-4
NET pertama kali dikemukakan pada
tahun 1956, merupakan varian Eritema
Multiforme Mayor (EMM) tetapi beberapa
penulis telah memisahkan NET sebagai suatu
penyakittersendiri.InsidensiNETdiperkirakan
1-6 kasus/1 juta orang/tahun di Eropa dan
Amerika. Terdapat 3 penderita NET yang
tercatat di Bagian Rawat Inap Departemen
IlmuKesehatanKulitdanKelaminRumahSakit
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|84
Abdul Moeloek (RSAM) Lampung sejak bulan
Maret2010sampaiMaret2015.1-6
Etiologi NET belum diketahui, diduga
penyebabnya adalah alergi obat, infeksi,
keganasan, atau idiopatik. Obat-obatan
merupakan penyebab yang paling sering
ditemukan. Kelainan kulit dapat timbul
beberapa hari pertama sampai dengan
delapanminggusetelahpenggunaanobat.1-5
Patogenesis NET belum diketahui
secara pasti, diduga merupakan reaksi alergi
tipe III dan IV. Diagnosis NET ditegakkan atas
dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan
utama NET adalah menyelamatkan jiwa
penderita, salah satunya dengan segera
mengidentifikasidanmenghentikanobatyang
dicurigai sebagai penyebab timbulnya
kelainan. Penatalaksanaan yang baik akan
memberikan prognosis yang baik dan dapat
sembuh sempurna dalam waktu 2-3 minggu.
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
Kasus berat dengan komplikasi atau
penatalaksanaan yang terlambat dan tidak
adekuat,dapatmenyebabkankematian.1,3
Kasus
An.Mberusia4tahun,datangkerumah
sakit diantar oleh orangtuanya dengan
keluhan kulit lepuh hampir di seluruh bagian
tubuh sejak tiga hari sebelum masuk rumah
sakit. Lepuh-lepuh ini berisi cairan bening
yang kemudian pecah, lecet, dan terasa nyeri
terutama di daerah mulut, sehingga terasa
sakit kalau menelan. Pasien juga mengeluh
bibir bengkak, berdarah, dan ditutupi kerak
berwarna hitam. Pasien mengalami demam
dan terasa sakit saat buang air kecil. Mata
pasien menjadi bengkak, disertai cairan
lengketberwarnakuning,sehinggapasiensulit
untuk membuka matanya. Pasien tidak
berobat ke dokter dan tidak mengonsumsi
obat minum maupun menggunakan obat oles
tradisional.
Sebelumnya, satu setengah bulan yang
lalu, pasien berobat ke bidan di kecamatan
Sukau dengan keluhan demam dan kembung,
kemudian diberi tiga macam obat minum
yaitu sirup sulfametoksazol 1x1 cth, sirup
parasetamol 3x1 cth dan sirup antasida 2x½
cth. Pasien rutin mengonsumsi obat tersebut
selamaseminggu.
Sepuluh hari yang lalu, pasien
mengeluh timbul bercak merah di kulit
disertai rasa gatal. Awalnya terasa gatal di
wajah, lalu dalam waktu sehari meluas ke
dada,perut,punggung,dankaki.Pasientidak
berobat ke dokter, tidak memakan obat
tradisional apapun dan tidak mengoleskan
obatapapunpadabercakmerahtersebut.
Lima hari yang lalu, bercak merah dan
rasa gatal berkurang, namun timbul bintilbintil berisi air. Awalnya bintil terdapat di
sekitar mulut dan mata, lama-kelamaan
semakin banyak dan menyebar di seluruh
tubuh. Kemudian pasien dibawa berobat ke
puskesmas dan diberikan obat sirup
amoksisilin, sirup parasetamol, salep mata
gentamicin, dan salep asiklovir. Setelah
diminum selama 2 hari, keluhan tidak
berkurang. Bintil-bintil semakin membesar
hinggamenjadilepuh-lepuhdiseluruhtubuh.
Riwayatkeluargadenganpenyakityang
sama disangkal oleh ibu pasien. Riwayat
penyakit keluarga yang lainnya seperti
hipertensi disangkal oleh orangtua pasien.
Riwayat penyakit asma atau kencing manis
disangkal. Riwayat sering bersin pagi hari dan
gataldisangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit berat. Hasil
pemeriksaan suhu 36,2 oC, nadi 150 x/menit,
napas 40 x/menit, berat badan 11 kg, dan
tinggibadan115cm.
Pada status dermatologis, di regio
labialis superior dan inferior terdapat edema
dan krusta sanguinolenta yang tebal dengan
dasar erosif. Di regio coli anterior dan
posterior, trunkus anterior dan posterior,
ekstremitas superior dan inferior dextra dan
sinistra, terdapat makula eritema, multipel,
berbentuk bulat sampai tidak tidak teratur
dengan diameter 0,1–0,5 cm. Sebagian
konfluen disertaierosi, multipel, berbentuk
tidak teratur dengan diameter 0,3–50 cm,
beberapa diantaranya ditutupi krusta warna
merahkehitaman.BodySurfaceArea±38%.
Gambar1.Statusdermatologisperawatanhari
ke-4
Konjuntiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik. Telinga, hidung, dan mulut dalam
batas normal. Leher tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening (KGB). Suara paru
vesikular kanan dan kiri. Bunyi jantung pada
pemeriksaan auskultasi reguler. Abdomen
dalambatasnormal.Ekstremitassuperiordan
inferiordalambatasnormal,tidakedemadan
akral hangat. Status neurologis dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal untuk darah rutin. Hasil
Scorten pada pasien ini adalah ≥2 dengan tes
Nicolskypositif.
Penatalaksanaan pada pasien terbagi
menjadi tatalaksana umum dan khusus.
Tatalaksana umum meliputi penjelasan
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|85
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
dan pengobatannya, penghentian konsumsi
obat yang dicurigai sebagai penyebab, serta
pengawasanfungsivital,keseimbangancairan
tubuh, dan elektrolit. Pasien mendapat diet
cair(susu)viaNGTdandilakukanpemasangan
kateterFoley.
Tatalaksana khusus dengan cara
memberikan kompres terbuka NaCl 0,9%
sebanyak 3xsehari, selama setengah jam.
Kompres
terbuka
diberikan
sebagai
pengobatan topikal. Pengobatan sistemik
diberikan IVFD RL:D5:NaCl 0,9% = 1:1:1
sebanyak 30 tetes/menit (makrodrip), injeksi
intravenadeksametason2,5mgsebanyak2x½
ampul (setara prednison 2 mg/kgBB) dengan
tappering off cepat sesuai kondisi pasien,
injeksi intravena ranitidin 25 mg sebanyak
2x½ ampul, dan injeksi intravena gentamisin
28mgsebanyak3x0,7mlampul.
Setelah sepuluh hari mendapatkan
perawatan di ruang inap anak, pasien
mengalami perbaikan. Pasien diperbolehkan
pulang dengan diberikan kartu alergi dan
disarankankontrolkepolikulitdankelamin.
Gambar2.Statusdermatologisperawatanhari
ke-10
Pembahasan
Pada kasus ini, diagnosis banding
dengan keluhan kulit lepuh-lepuh hampir di
seluruh badan adalah Sindroma Steven
Johnson (SSJ), SSJ Overlap NET, dan NET. Dari
anamnesis, diketahui adanya faktor risiko
yang berhubungan, yaitu riwayat konsumsi
obat sebagai kemungkinan pencetus
timbulnya NET. Berdasarkan anamnesis dari
ibupasien,pasienmendapatduamacamobat
makan,
yaitu
sulfametoksazol
dan
parasetamol. Penelitian dari berbagai negara
menyebutkan bermacam jenis obat yang
dapatmenyebabkanNET,namunberdasarkan
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|86
survei dan review, terdapat 2 kelompok obat
yang paling sering yaitu (1) golongan sulfa
yaitu
kotrimoksazol,
sulfamethoksazol,
sulfakoksin, sulfasalazin, (2) golongan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yaitu
piroksikam,ibuprofen,parasetamol,naprosin,
naprokseninfliximab,oksikam,rofecoxib.1,5,13
Dari pemeriksaan fisik tampak
gambaran kelainan kulit spesifik NET dengan
pola distribusi yang simetris. Onset penyakit
biasanya mendadak. Waktu antara ekspos
obat-obatan dan timbulnya erupsi bervariasi.
Perkembangan penyakit, luasnya permukaan
tubuh yang terkena, dan tingkat keparahan
bervariasi antara pasien yang satu dengan
yanglain.1,14
Sebagian penderita NET mengalami
gejalaprodromalnonspesifikselama1-14hari.
Gejalayangtimbulmenyerupaiinfeksisaluran
pernafasan, meliputi demam, malaise, sakit
kepala, rinitis, batuk, sakit tenggorokan, nyeri
dada, muntah, diare, mialgia, dan artralgia.
Karena keluhan-keluhan tersebut pasien
sering mengonsumsi obat-obat antimikroba
dan analgetik, yang kemudian dapat
menyulitkanpenentuanfaktorpenyebab.1,5
Manifestasi klinis berupa gambaran
lesi yang bermacam-macam. Lesi dapat
diawali dengan eritem, papul, vesikel, atau
bula dalam berbagai ukuran. Penyebaran
dapat dimulai pada wajah, leher, dan batang
tubuh yang kemudian menyebar ke
ekstremitashinggaakhirnyakeseluruhtubuh.
Gambaran lesinya khas yaitulesi berwarna
kehitaman di bagian tengah, yang dikelilingi
lingkaran konsentris kemerahan (lesi target,
iris atau bull eye`s), yang terasa gatal. Bentuk
lesi kadang bulat atau ireguler yang berbatas
tegas. Sering terdapat lesi yang lebih besar
dari lesi target, lebih mendatar,dan lunak
dengantesNicolskypositif.Vesikelhemoragik
kadang dapat terjadi. Lesi biasanya
berkelompok, sebagian konfluens pada
tempat-tempat predileksi (wajah, leher dan
batang tubuh). Lesi di mukosa membran
dapattimbulsebelumataubersamaandengan
lesikulit.1-2,13,14
Kriteria diagnosis NET adalah
ditemukan kelainan di kulit, mata, dan lebih
dari satu mukosa. SSJ dan TEN hanya
dibedakan atas dasar luasnya permukaan
tubuh (Body Surface Area (BSA) ) yang
terkena.PadaSSJBSAyangterlibat<10%,SSJ
overlap NET 10-30% dan NET >30 %. Cara
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
mengukurnya dengan formulasi Rule of Nine
atau permukaan dari satu tangan pasien
(telapak dan jari-jari). Pada kasus ini, pasien
memenuhi trias diagnosis NET dan
berdasarkan kriteria formulasi Rule of Nine,
diketahui luasnya permukaan tubuh yang
terkena>30%(±38%).1,3,11
Pasien mengalami gejala prodromal
berupa keluhan demam. Keluhan berupa
vesikel dan bula, multipel, di kulit hampir
seluruh tubuh, terjadi mendadak bersamaan
dengan gejala prodromal. Gejala tersebut
muncul setelah tiga hari mengonsumsi obat
yangtermasukseringmenimbulkanNET.Pada
pasien ditemukan gambaran lesi di kulit
berupa makula eritema, purpura, dan bula.
Saatpenderitadatang,didapatkanhasilpositif
pada tes Nicolsky pada lesi di regio
abdominalis. Terlibatnya mukosa labialis
ditandaidenganmukosalabialisyangedema,
sebagian permukaan ditutupi krusta
sanguinolenta yang tebal dengan dasar yang
erosif. Terlibatnya mukosa konjungtiva
ditandaidenganedemapalpebrasuperiordan
inferior, serta konjungtivitis dengan sekret
purulendikeduamata.1,2,5
Tidak ada pemeriksaan laboratorium
yang spesifik pada NET. Umumnya terjadi
peningkatan eosinofil jika penyebabnya
adalah alergi obat. Biakan bakteri dari darah,
urin, dan lesi dilakukan bila terdapat tanda
infeksi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan
untuk studi diagnostik. Tes tempel, tes tusuk,
dan tes provokasi untuk memastikan obat
penyebabtidakdianjurkankarenapadakasus
NETdapatmembahayakanpenderita.7
Penatalaksanaan
NET
terutama
ditujukan untuk menyelamatkan jiwa dan
mencegah komplikasi melalui tatalaksana
umumdankhusus.Tatalaksanaumumberupa
identifikasi segera dan penghentian obatobatan yang dicurigai menjadi sebuah
penyebab timbulnya kelainan. Penderita
sebaiknya dirawat di ruang khusus dan
diberikanperawatansuportifyangaseptisdan
simtomatis. Cairan pengganti diberikan untuk
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
yang terganggu. Dilakukan perawatan
terhadap lesi mukosa oral serta daerah erosi
dengan kompres terbuka dengan cairan salin
atau burowi. Obat kumur antiseptik juga
diberikan untuk membersihkan krusta dan
kotoran yang dapat menyebabkan infeksi
ronggamulut.1,7,8-13
Tata laksana khusus berupa pemberian
medikamentosa sesuai dengan kondisi
penderita.PemberiankortikosteroidpadaNET
masih diperdebatkan. Beberapa penulis
menyatakan sebagai kontraindikasi, karena
dapatmeningkatkankemungkinankomplikasi.
Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan
dalam dosis tinggi (1-2 mg/kgBB tablet
prednison) dan bila terdapat perbaikan klinis
secepatnya dosis diturunkan. Pada kasus ini
dilakukanpenatalaksanaanumumdankhusus.
Berdasarkan anamnesis diketahui adanya
pemakaian obat yang diduga penyebab
timbulnya kelainan, tetapi penggunaan obat
telahdihentikan.9,11-14
Pemberian cairan intravena dan
pengawasan cairan bertujuan untuk menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada
pasien ini administrasi obat diberikan secara
intravena karena kondisi pasien tidak
memungkinkan diberikan secara peroral.
Maka dipertimbangkan pemberian steroid
sistemik injeksi intravena deksametason
sebanyak 2x2,5 mg, sesuai perhitungan
konversi dosis prednison dengan dosis
ekuivalennya. Setelah keadaan klinis
membaik, secepatnya dilakukan pengurangan
dosis dan dikonversi menjadi tablet
metilprednisolon. Dilakukan kompres terbuka
dengan
larutan
NaCl
0,9%
untuk
mempermudah pelepasan krusta yang
mengering. Pada pasien terjadi konjungtivitis,
sehingga dilakukan perawatan bersama
dengan Departemen Ilmu Kesehatan Mata,
dan diberikan tetes mata yang berisi
natriumklorida8,64 mg dan kalium klorida
1,32mg,untukperawatanmata.Tatalaksana
selanjutnyasetelahlesikeringdiberikansalep
triamsinolon asetonida pada lesi di regio
labialissertakrimasamfusidatdikulittubuh.912
NET dapat menyebabkan berbagai
komplikasi.KasustanpakomplikasiNETdapat
sembuh setelah 2-3 minggu. Dengan
penatalaksanaan yang cepat dan tepat angka
kematian rendah. Kasus berat dengan
berbagai komplikasi atau dengan pengobatan
terlambat dan tidak adekuat, angka kematian
cukup tinggi. Komplikasi yang paling sering
dan dapat mengakibatkan kematian adalah
bronkopneumonia dan sepsis. Selain itu,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menyebabkan syok. Komplikasi pada
mata
dapat
berupa
konjungtivitis,
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|87
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
blefarokonjungtivitis, iritis, dan iridosiklitis
yang menyebabkan kelopak mata biasanya
edema dan sulit dibuka. Pada kasus berat
dapat terjadi erosi dan perforasi kornea
sampaikebutaan.8-9
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam
adalah dubia ad bonam karena body surface
area yang terlibat ±38%. Selain itu, sesuai
dengan skor prognosis Scorten ≥2, angka
kematianrata-rataadalah12,1%.Selanjutnya,
quo ad functionam adalah dubia ad bonam
karena belum ditemukannya kelainan organ
yang menetap yang disebabkan oleh NET
tersebut. Sedangkan quo ad sanationam
adalah dubia ad bonam karena keluhan yang
sama akan timbul kembali, tergantung pasien
mengonsumsi kembali atau tidak obat
sebelumnya yang diduga menjadi penyebab
NET. Untuk mencegah pemakaian obat yang
dicurigai sebagai penyebab timbulnya NET,
pada waktu pulang penderita diberikan kartu
alergi.
Simpulan
Telah dilaporkan kasus NET pada
seorang anak perempuan berusia 4 tahun.
Pada kasus ini, diduga penyebab timbulnya
NETadalahsulfametoksazoldanparasetamol.
Pasien diberikan terapi suportif dan
simtomatis. Walaupun masih diperdebatkan,
terapi kortikosteroid yang diberikan pada
pasien ini menunjukkan hasil yang efektif.
Hasilpemeriksaanfisikdanlaboratoriumpada
hari ke-10 perawatan pasien menunjukkan
perbaikan.
DaftarPustaka
1.
Fritsch OP, Maldonado RR. Stevens
johnson syndrome-toxic epidermal
necrolysis.Dalam:FreedbergIM,Eisen
AZ, Wolff K, editors. Fitzpatrick`s
Dermatology in general medicine.
Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill;
2008.hlm.548-57.
2.
Paller SA, Mancini JA. Stevensjohnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis. Dalam: Paller
SA, Mancini JA, editors. Hurwitz
clinical pediatric dermatology : A
textbook of skin disorders of
childhoodandadolescence.Edisike-3.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.
hlm.533-38.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|88
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
WestonWL.Erythemamultiformeand
stevens johnson syndrome. Dalam:
Bolognia JL, Jorizzo J, Rapini RP,
editors. Dermatology. Edisi ke-2.
Edinburg:Mosby;2007.hlm.313-22.
BreathnachSM.Erythemamultiforme,
Stevens-johnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis. Dalam: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
editors.
Rook`s
textbook
of
dermatology. Edisi ke-7. USA:
BlackwellScience;2006.hlm.3945-64.
Schachner
LA.
Stevens-johnson
syndrome/toxic epidermal necrolysis.
Dalam: Schachner LA, Hansen RC,
editors. Pediatric dermatology. Edisi
ke-3. London: Mosby Elsevier; 2007.
hlm.711-2.
Data pasien rawat inap Departemen
IKKK periode Maret 2010 sampai
Maret 2015. Lampung: RSUDAM.
2015.
Moenadjat Y, editor. Luka Bakar
Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi ke-2.
Jakarta:
Fakultas
Kedokteran
UniversitasIndonesia;2003.
Nugroho SA. Penelitian 40 kasus
Sindroma Stevens Johnson di
Departemen Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang. Palembang:
BagianDermatologik;2003.
GhislainPD,RoujeauJC.Treatmentof
Severe Drug Reaction: StevensJohnson Syndrome, Toxic Epidermal
Necrolysis
and
Hypersensitivity
Syndrome. Dermatol Online J
[internet]. 2002 [diakses tanggal 14
Maret 2015]; 8(1):5. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
/12165215.
Labreze CL, Lamireau T, Chawki D,
Malleville J, Taieb A. Diagnosis,
classification, and management of
erythema multiforme and StevensJohnson syndrome. Arch Dis Child.
2000;83(4):347-52.
RoujeauJC.TreatmentofSJSandTEN.
Dalam: Kauppinen K, Alanko K,
Hannuksela M, Maibach HI, editors.
Skin Reaction To Drug. Florida: Taylor
&Francis;2010.hlm.141-50.
InezlKeberhasilanPengobatanDeksametasonpadaNekrolisisEpidermalToksikyangDiinduksiObatpadaAnak
12.
Kotturesha HV. Images in Clinical
Practice, Stevens-Johnson Syndrome.
IndianPediatric.2005;42:487-8.
Kardaun
SH,
Jonkman
MF.
Dexamethasonepulse therapy for
Stevens-Johnson
syndrome/toxic
epidermal necrolysis. Acta Derm
Venereol.2007;87(2):144-8.
Delpozzo BR, Carleton B, Riedder MJ.
A systematic review of treatment of
13.
14.
drug-induced
Stevens-Johnson
syndrome and toxic epidermal
necrolysisinchildren.JPopulTherClin
Pharmacol [internet].2011 [diakses
tanggal 19 Maret 2015]. Tersedia
dari:
http:
//www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/214
67603.
JMedulaUnila|Volume4|Nomor3|Januari2016|89
Download