4 Gejala Klinis Ikan Sakit Ikan yang sakit menimbulkan gejala-gejala klinis yang spesifik. Menurut Kordi dan Ghufran (2004), ciri ikan yang sakit dapat ditinjau dari segi perilaku, equilibrium, lesi eksternal, dan faktor kondisi. Perilaku ikan sakit biasanya tidak normal. Ikan sering terlihat menggosok-gosokan tubuhmya pada suatu permukaan benda dan tidak mau makan. Ikan yang sakit akan memisahkan diri dan berenang secara pasif. Ikan yang terserang penyakit, keseimbangannya terganggu, meloncat-loncat tidak teratur, dan terkadang dapat menabrak dinding bak. Lesi eksternal adalah abnomalitas dari organ tubuh tertentu karena adanya serangan penyakit. Lesi eksternal pada ikan antara lain terjadi perubahan warna, produksi lendir yang berlebihan, kerusakan organ seperti kulit, sirip, insang, dan ulkus (Kordi & Ghufran 2004). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan April sampai September 2012. Penelitian diawali dengan pengambilan sampel ikan hias air tawar yang terlihat mengalami penyakit. Tempat pengambilan sampel dilakukan di tempat jual beli ikan hias Toko Ikanku, Babakan Tengah, kelurahan Babakan Kampus IPB, Dramaga Bogor. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi, kemudian sampel ikan dijadikan sediaan histopatologi sehingga dapat diperiksa lebih lanjut. Pembuatan histopatologi, pemeriksaan, dan interpretasi dilakukan di Laboratorium Diagnostik Patologi, Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), dilanjutkan dengan penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Alat dan Bahan Alat dan Bahan Transportasi : kantung plastik dan oksigen. Alat dan bahan nekropsi meliputi lima ekor ikan Guppy berukuran 3,8 cm, ember, gunting bedah dan lemari es. Alat dan bahan pembuatan histopatologi: Buffer Neutral Formalin 10%, kaset jaringan, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (absolut, 95%, 90%, 80%, 70%), xylol, parafin, freezer, gelas objek, inkubator, pewarna hematoksilin C.I. 75290, 5% sodium thiosulfate, lithium carbonate, pewarna eosin C.I. 45380, asam periodik 1%, reagen Schiff, air sulfit, mounting medium, automatic tissue processor, parafin embedding console, dan mikrotom. Alat pengamatan yaitu mikroskop cahaya Olympus CH-1. Peralatan dokumentasi memakai kamera. 5 Metode Penelitian Studi manajemen budidaya ikan hias Sebelum dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel, perlu dipelajari studi manajemen ikan untuk mengetahui pembenihan, perawatan serta pengolahan ikan dengan baik agar dapat dibandingkan dengan gejala-gejala klinis yang terjadi pada ikan serta memahami adanya penyakit infeksius ataupun non infeksius. Pengambilan sampel Pengamatan ikan dilakukan terlebih dahulu untuk dapat mengetahui ikan mana yang mengalami kelainan. Pengambilan sampel dilakukan pada ikan yang terlihat mengalami kelainan. Kelainan pada ikan diantaranya tampak ada sesuatu yang menempel pada tubuh ikan terutama di bawah sisik atau pada pangkal sirip, terjadi perubahan warna atau bentuk, hilang keseimbangan, ikan berenang mendekati permukaaan terus menerus, lemah dan nafsu makan turun, kerusakan pada jaringan insang atau kulit ikan, terdapat luka, dan terdapat pendarahan pada organ atau jaringan. Transportasi sampel ke laboratorium Sampel dibawa dengan kantong plastik berukuran cukup luas yang ditambahkan oksigen ke dalamnya. Saat mengganti tempat dari plastik menuju bak ikan di laboratorium, harus dilakukan secara teliti, jangan sampai suhu pada air berubah. Pencatatan data sampel Ikan sampel yang terlihat gejala klinisnya berjumlah 5 ekor. Pencatatan data sampel meliputi deskripsi tempat pengambilan sampel, jumlah ikan yang terinfeksi, warna, tingkah laku, dan umur ikan yang terinfeksi (Stoskopf 1993). Pada studi kasus ini ikan Guppy dengan infeksi Tetrahymena spp hanya ditemukan pada 1 dari 5 ekor yang diperiksa, sehingga jumlah sampel pada studi kasus ini adalah 1 ekor. Euthanasi Ikan di-euthanasi dengan cara dimasukkan ke dalam wadah berisi air, kemudian diletakkan ke dalam freezer dengan suhu -18°C selama 20 menit. Pendinginan ini akan menurunkan metabolisme dan tidak meningkatkan ambang nyeri (Noga 2010). Nekropsi Ikan yang sudah di-euthanasi diletakkan dengan posisi lateral recumbency, lalu diinsisi secara memanjang di garis tengah ventral tubuh, mulai dari lubang anal sampai ruang insang. Kemudian dilanjutkan dengan menginsisi secara melintang pada kedua ujung dari potongan sebelumnya ke arah dorsal tubuh ikan, sehingga terlihat organ interna dan diamati apakah terdapat perubahan atau abnormalitas (Noga 2010). Pengamatan insang dilakukan dengan menggunting operkulum sehingga insang dapat diamati perubahannya. 6 Pemeriksaan patologi anatomi Ikan yang sudah dinekropsi diamati lesi dan abnormalitas lainnya dari jaringan eksterna serta organ interna. Semua lesi dan abnormalitas didokumentasi menggunakan kamera. Penggaris diposisikan di samping ikan terlebih dahulu agar ukuran ikan dapat diketahui. Fiksasi Ikan yang sudah dinekropsi dan didokumentasi kemudian difiksasi menggunakan NBF 10% selama 24 jam. Ikan dapat langsung dimasukkan ke dalam wadah NBF 10% tanpa memisahkan organ-organ karena ukurannya yang relatif kecil atau kurang dari 10 cm. Pembuatan sediaan histopatologi Tubuh ikan yang sudah difiksasi kemudian dipotong (grossing) melintang dan dibagi atas lima sampai enam bagian, lalu dimasukkan ke dalam kaset jaringan. Hal ini dimaksudkan agar seluruh bagian ikan mulai dari insang hingga ginjal posterior dapat terlihat dalam pemeriksaan histopatologi. Potongan kemudian diproses menjadi sediaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan Periodic Acid-Schiff (PAS) (Bancroft dan Stevens 1990) (Lampiran 1). Pemeriksaan histopatologi Preparat yang telah dibuat kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya untuk melihat perubahan pada sel ataupun organ. Identifikasi parasit protozoa Mengidentifikasi protozoa diperlukan penentuan karakteristik morfologi dan dilakukan pengukuran bentuk tubuh. Kemudian dilakukan pencarian mengenai literatur parasit protozoa mana yang memiliki morfologi dan ukuran serupa dengan protozoa yang ditemukan. Pengamatan keberadaan protozoa di jaringan dan lesi akibat invasi yang ditimbulkan dapat membantu proses identifikasi. Hasil yang ditemukan dicocokkan dengan literatur yang ada (Noga 2010). Analisis data Lesi patologi anatomi dan histopatologi dianalisa secara deskriptif. Penyusunan patogenesa dilakukan melalui studi literatur.