FAKTOR RlSlKO INFEKSI HAEMOPHKUS VAGlNALlS PENGUNJUNG KLlNlK KANKER Dl SURABAYA Prajoga,' Fathi," Atik Choirul Hidajah"' ABSTRACT Haernophilus vaginalis infection is a sexual transmitted disease in women. In the public health services, the proporlional rate was 40% (Klein, 1994). Preliminary study in the one of the cancer clinic in Surabaya showed that 1.544 women (6.2%) infected by Haernophilus vaginalis. So, need a study to assess the risk factor of Haernophylus vaginalis infection. This was a case control study. The case was all of the womeri who had Pap's smear examination in the one of cancer clinic in Surabaya at 2001 with Haernophillusvaginalis infecfion (47 women). Ratio case and control was 1:I. Control was conducted with matching in age and parity, used simple random sampling. Independent variables were woman characteristic (age, education level, income,job status, parity,and IUD client), level of knowledge andpersonal hygiene. Collecting data used interview and tracer of the secondary data. To analyzed used OR wilh 95% CI. The risk factors of Haemophylus vaginalis infection were junior high school education level or lower (OR = 2.BB), low income (OR = 17.32) and IUD client (OR = 4.29). The age above Z 40 years old, job status, parity (> 3 children), the low level of knowledge and personal hygiene had no statistically significant. Knowledge about the risk factors can used to control the disease. Need the early detection in women with risk factors such as lower education level. low income and IUD Client. Key words: Risk factors, Haernophilus vaginalis infection PENDAHULUAN Kejadian penyakit menular seksual di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 330 juta penderita baru setiap tahunnya (wHo'l 995)' yang berobat hanya sekitar satu juta orang saja (0,30%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyaknya pengidap penyakit menular seksual yang berkunjung ke klinik untuk berobat belum dapat memberikan garnbaran prevalensi Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Surabaya - RSUD Sumbawa, NTB - Bagian Epiderniologi FKM Unair FaMor Resiko Kejadian Haemophilus Vaginaiis (Prajoga, Fathi, Atik Choirul Hidayah) sebenarnya di masyarakat. lnfeksi Haemophilus vaginalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang sering dialami oleh para wanita. Kejadian penyakit ini cukup tinggi. Menurut Klein (1994) 40% dari kunjungan penyakit menular seksual di institusi pelayanan kesehatan merupakan penderita infeksi Haemophilus vaginalis, disebutkan pula bahwa penyakit tersebut belum sepenuhnya dapat difahami. Dari hasil kajian di salah satu klinik yayasan kanker di Surabaya, pada tahun 1999 ditemukan 6,2% pengunjung yang mengidap Haemophilus vaginalis. Bila dilihat proporsinya nampak tidak terlalu besar, tetapi bila dilihat jumlahnya nampak cukup besar, yaitu sebanyak 1.544 orang penderita. Dengan besarnya jumlah penderita infeksi Haemophilus vaginalis tersebut dapat berakibat terjadinya komplikasi kepada pengidapnya. Menurut Schullman (2000), komplikasi akibat menderita Haemophilus vaginalis adalah radang panggul, infeksi kongenital bahkan dapat meyebabkan kematianjanin. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Haemophilus vaginalis. TUJUAN 1. Tujuan Umum: diketahuinya faktor- faktor yang mempengaruhi infeksi Haemophilus vaginalis pada pengunjung klinik yayasan kanker di Surabaya tahun 2001. . 2. Tujuan Khwus a. Mengidentifikasi faktor karakterisik (umur, jenis pekerjaan dan pendapatan) pengunjung klinik yayasan kanker di Surabaya b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang infeksi Haemophilus vaginalis pengunjungklinik yayasan kanker di Surabaya c. Mengidentifikasi tingkat higienta perorangan, paritas (jumlah anak) dan penggunaan alat kontrasepsi pengunjungklinik yayasan kanker di Surabaya d. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeks~ Haemophilus vaginalis pada pengunjung klinik yayasan kanker di Surabaya. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan case-control dan dilakukan di salah satu klinlk pemeriksaan kanker dari salah satu yayasan kanker di Surabaya. Sebaga~ subyek penelitiannya adalah ibu-ibu pengunjung klinik yayasan kanker yang melakukan pemeriksaan pap-smearpada bulan Juni tahun 2001. Subyek penelitian terdiri dari kasus dan kontrol atau pembandingnya. Kasus adalah pengunjung yayasan klinik yang menderita infeksi Haemophilus vaginalis dan kontrol adalah pengunjung klinik Buletin Penelitian Sisfem Kesehatan yang tidak menderita infeksi Haemophilus vaginalis dengan perbandingan 1:1 dan penentuannya dilakukan dengan matching: pemah rnelahirkan dan umur 20-49 tahun. Jumlah pengunjung pada bula Juni 2001 yang menderita infeksi Haemophilus vaginalis sebesar 47 orang. Sernua ditetapkan sebagai kasus dan kemudian dipilih kontrolnya (sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan), sehingga jumlah seluruh sampel 94 orang. Penentuan kontrol dilakukan dengan- cara sample random sampling. Variabel penelitian terdiri dari karakteristik ibu yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan formal, rerata pendapatan per bulan, pekerjaan, jumlah anak, dan penggunaan alat kontrasepsi; tingkat pengetahuan tentang Haemophilus vaginalis dan higiene perorangan (kebiasaan untuk menjaga kebersihan tubuh terutama daerah vagina). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terstruktur (dengan panduan kuesioner) kepada subyek penelitian dan penelusuran data sekunder. Analisis data untuk menentukan faktor risiko dilakukan dengan mengukur faktor risiko dengan confidence interval 95%. 1. Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik ibu dalam ha1 penyakit Haemophilus vaginalis juga rnerupakan faktor risiko maupun - Vol. 7. No. 1 Juni 2006:56-64 sebagai faMor predisposisi. Dari 94 ibu yang berhasil diwawancarai, umur ibu berkisar antara 20 tahun (2,1%) sampai 41 tahun (2,1%) dengan rerata 31 tahun dan urnur terbanyak 29 tahun (12,8%). Umur ibu ini bila dikelompokkan. menjadi = 39 tahun dan = 40 tahun, pada kelompok kasus 80,9% berumur = 39 tahun dan 19,1% berumur = 40 tahun. Pada kelompok kontrol, 76,6% berumur = 39 tahun dan 23,4% berumur = 40 tahun. Kelompok umur ini bukan merupakan faktor risiko terjadinya Haemophilus vaginalis (OR = 0,78). Ditinjau dari tingkat pendidikan ibu, bewariasi dari lulus SD (21,3%) sampai dengan lulus SLTA (35,1%) dengan tingkat pendidikan terbanyak SMP (43,6%). Tingkat pendidikan ibu bila dikelompokkan menjadi kurang (lulus SD + SMP) dan cukup (lulus SLTA), hasilnya pada kelompok kasus 76,6% tingkat pendidikannya kurang dan 23,4% berpendidikan tinggi, sedang pada kelompok kontrol 53,2% tingkat pendidikannya rendah dan 46,8% pendidikannya tinggi (OR = 2,88). Distribusi subyek penelitian menurut tingkat pendapatannya, untuk kelornpok kasus yang' mempunyai tingkat pendapatan rendah (c Rp500.000,OO per bulan) sebanyak 61,7%, tingkat pendapatan sedang (Rp500.000,OORp750.000,OO) sebesar 8,5% dan yang mempunyai pendapatan tinggi Faktor Resrkc Kejadian Hart!??oohiicisVaginalis (Prajoga, Fathi, Atik Choirul Hidayah) (> Rp750.000,OO per bulan) sebesar 29,8%. Tingkat pendapatan ini bila dikelompokkan rnenjadi rendah dan tinggi (termasuk tingkat pendapatan sedang), hasilnya pada kelompok kasus 61,7% mempunyai pendapatan kurang dan 38,3% pendapatannya tinggi sedang pada kelompok kontrol 8,5% berpendapatan rendah dan 915 % pendapatannya tinggi (OR = 17,32). Distribusi subyek penelitian menurut jumlah anak yang pernah dilahirkan, berkisar antara 1 orang (26,6%) sampai > 3 orang anak (33,0%) dan yang terbanyak jumlah anak yang pemah dilahirkan 2 orang (40,4%). Jumlah anak ini bila dikelompokkan menjadi < 3 orang dan 23 anak, hasilnya pada kelompok kasus 36,2% mempunyai anak c 3 orang dan 63,8% mempunyai anak > 3 orang sedang pada kelompok kontrol 29,8% mempunyai anak < 3 orang dan 70,2% pendapatannya tinggi (OR = 1.34). Distribusi subyek penelitian rnenurut alat kontrasepsi yang digunakan selama satu tahun berturut-turut sebelum pengumpulan data dilakukan meliputi AKDR (30%), suntik (17,5%), steril (13,8%), pi1 dan kondom masing-masing7,5%, susuk (5,0%) dan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi 11,3%. Pemakaian alat kontrasepsi ini bila dikelompokkan menjadi menggunakan AKDR tidak menggunakan AKDR (termasuk tidak menggunakan alat kontrasepsi), hasilnya pada kelompok kasus 46,8% menggunakanAKDR dan 53,2% tidak menggunakan AKDR sedang pada kelompok kontrol 17,0% menggunakanAKDR dan 83,0% tidak menggunakan AKDR (OR = 4,29). Hasil selengkapnya tentang karakteristik subyek penelitian ini dapat disimak pada Tabel 1. 2. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan tentang infeksi Haemophilus vaginalis yang meliputi gejala, faktor yang mempengaruhi, cara pengobatan dan pencegahannya. Skor pengetahuan yang terendah 31,O (1,I%) dan skor tertinggi 81,5 (3,2%) dengan rerata 50,O dan skor yang terbanyak 48,1 (27,7%). Tingkat pengetahuan ini bila dikelompokkan menjadi kurang (< 55) dan cukuphaik (= 55), hasilnya pada kelompok kasus 38,3% tingkat pengetahuannya rendah dan 61,7% pengetahuannya cukuplbaik sedang pada kelompok kontrol 66,0% pengetahuannya kurang dan 34,0°/~ pengetahuannya cukup/baik (OR = 0,44). Periksa Tabel 2 Higiene Perorangan Higiene perorangan diartikan sebagai kebiasaan untuk menjaga kebersihan tubuh, terutarna daerah alat kelamin dan sekitarnya. Hasilnya skor higiene peroranganterendah 25,s (1,1%) dan skor tertinggi 78,4 (1 ,I%) dengan Buletin Penelitian Sistem Kesehaten - Vol. ?.,No. 1 Juni 2004: 56-64 rerafa 63,5 dan skor yang terbanyak 64,7 (14,9%). Skor tingkat higiene perorangan ini bila dikelompokkan menjadi kurang (£60) dan cukuptbaik (> 60), hasilnya pada kelompok kasus dan kontrol mempunyai hasil yang sama, yaitu masing-masing 48,9% tingkat higiene perorangannya cukup dan 51,1% baik (OR = 1,37). Periksa Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik Pengunjung Pwgunjung Klinik Yayasan Kanker di Surabaya Bulan Juni Tahun 2001 Faktor Resiko Kejacirin Haemophilris Vapinalis (Prdjqa, Fathi, Atik Choirul Hidayah) Tabel 2. Tngkat Pengetahuantentang lnfeksi Haemophilus vaginalisdan KebersihanPerorangan Pengunjung Klinik Yayasan Kanker di Surabaya Bulan Juni Tahun 2001 PEMBAHASAN Kejadian Haemophilus vaginalis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini dapat diidentifikasi beberapa faktor yang merupakan faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis. Umur (2 40 tahun) sebagai salah satu faktor risiko yang diteliti, mempunyai nilai OR (odds ratio) sebesar 0,78. Hasil ini dapat diartikan bahwa umur (2 40 tahun) bukan merupakan faktor risiko, tetapi sebagai faktor protektif. Artinya semakin tua usia wanita semakin kecil kemungkinannya ierjangkit infeksi Haemophilus vaginalis. Namun bila dilihat confidence interval 95% (0,26-2,32), nampak bahwa ha1 tersebut tidak bermakna. Jadi dapat dikatakan bahwa umur bukan merupakan faktor protektif maupun sebagai faktor risiko kejadian Haemophilus vaginalis. Mengingat nilai OR tertinggi mencapai 2,32 dimungkinkan bahwa umur sebagai faktor risiko, hanya dalam penelitian ini tidak terbukti. Hal ini dapat disebabkan oleh kecilnya sampel penelitian. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan sampel yang lebih besar, misal dengan perbandingan 1 kasus dengan 4 kontrol. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SMP atau di bawahnya sebagai faktor risiko (OR = 2,88 dengan CI 95% = 1,09-7,71). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wanita yang tingkat pendidikannya SMP atau di bawahnya mempunyai probabilitas menderita infeksi Haemophilus vaginalis 2-3 kali lebih besar daripada wanita yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. Hal dapat terjadi karena tingkat pendidikan seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan sikap, yang keduanya mempengaruhi pembentukan perilaku (Green, 1991). Dalam hubungannya dengan infeksi Haemophilus vaginalis, Buletin Penelltian Sistem Kesehatan tingkat pengetahuan ibu-ibu pengunjung klinik kanker di Surabaya merupakan faktor protektif, meskipun hanya berlaku pada sampel yang diteliti saja (OR = 0,44; CI 95% = 0,12-158). Dalam ha1 perilaku menjaga kebersihan perorangan (yang difokuskan pada kebersihan alat kelamin dan sekitarnya), nampak bahwa ibu-ibu yang tingkat higiene perorangannya kurang merupakan faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis, meskipun hasil ini tidak dapat digeneralisasikan (OR = 1,37; CI 95% = 0,51-3,69). Dalam penelitian ini status ibu yang bekej a merupakanfaktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis meskipun hanya berlaku pada sample penelitian (OR = 1.09; CI 95% = 0.36-2.31). Mengingat nilai OR tertinggi mencapai 2,31 dimungkinkan bahwa status bekerja sebagai faktor risiko, hanya dalam penelitian ini tidak terbukti. Hal ini dapat disebabkan oleh kecilnya sampel penelitian. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan sampel yang lebih besar. Tingkat pendapatan keluarga yang rendah, juga merupakan faktor risiko (OR = 17,32; CI 95% = 4,91-74,98), yang artinya bahwa ibu yang tingkat pendapatannya rendah mempunyai kemungkinan untuk terinfeksi Haemophilus vaginalis 17 kali lebih besar daripada ibu-ibu yang tingkat pendapatannya sedang atau tinggi. Oleh karena itu dalam program pencegahan, di - Vol. 7 No. ? Juni 2000:56-64 samping diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat, sebaiknya lebih difokuskan pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah. Jumlah anak sebagai salah satu faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis dalam penelitian ini hasilnya meskipun menunjukkan sebagai faktor risiko, namun tidak dapat digeneralisasikan ke populasinya (OR = 134; CI 95% = 0,52-3,46). Melihat hasil tersebut, dimana OR mencapai 3,46 tetapi secara statistik tidak bermakna, dapat disebabkan karena kecilnya sampel dalam penelitian ini. Oleh karena itu diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan sampel yang lebih besar dan subyek penelitian yang lebih luas, yaitu dengan melibatkan komunitas (community based). Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), juga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis (OR = 4,29; CI 95% = 1,1712,49). Ini berarti bahwa ibu-ibu yang menggunakanAKDR kemungkinanuntuk terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis 4 kali lebih besar daripada ibu-ibu yang menggunakan alat kontrasepsi lain atau tidak menggunakan alat kontrasepsi. Untuk kepada ibu-ibuyang menggunakan AKDR sebaiknya lebih memperhatikan kebersihan perorangannya dan rajin untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Kepada petugas kesehatan agar lebih memperhatikan dan mengintensifkan pemberian penjelasan Faktor Resiko Kejadian Haemophilus Vaginalis (Prajoga, Fathf,Atik Choirill Hidayah) kepada ibu-ibu yang menggunakan AKDR, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor risiko terjadinya infekasi Haemophilus vaginalis pada ibu-ibu yang berkunjung ke klinik kanker adalah: a. Tingkat pendidikan setingkat SMP atau di bawahnya (OR = 2,88 dengan CI 95% = 1,09-7,71). b. Tingkat pendapatan keluarga rendah (OR = 17,32;CI 95% = 4,91-74,98). c. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (OR = 4,29; CI 95% = 1,1712,49). Sedang untuk faktor umur 2 40 tahun, status bekerja, jumlah anak > 3 orang, tingkat pengetahuan yang kurang dan higiene peroranganyang kurang dari uji statistik tidak menunjukkan kemaknaan. Saran a. Kepada petugas kesehatan, terutama yang sering kontak dengan ibu-ibu diharapkan untuk melakukan deteksi dini faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis, sehingga dapat memberikan perhatian khusus dan memberikan penjelasan untuk melakukan pencegahan terjadinya penyakit tersebut. b. Kepada pengambil kebijakan perlu adanya anjuran atau peraturan untuk melakukan deteksi dini faktor risiko infeksi Haemophilus vaginalis baik di klinik maupun di masyarakat (Posyandu dan Polindes). c. Bagi masyarakat terutama para ibu, hendaknya memahami faktor-faktor risiko terjadinya infeksi Haemophilus vaginalis dan cara-cara pencegahannya. d. Perlu kajian yang lebih mendalam dan melibatkan sampel yang lebih besar dan luas, terutama untuk faktor-faktor protektif dan faktor risiko yang tidak menunjukkan kemaknaan pada uji statistik, untuk dapat mengetahui kepastian faktor-faktor tersebut. DAFTAR PUSTAKA Bustan MN, 1995. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta: Rineka Cipta. Daili, Saiful Fahmi, dkk. 1997. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: Bala~ Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Green LW, Kreuter MW, 1991. Health Promotion Planning: An Educations, and Environmental Approach. Second Edition, California, Mayfield. Klein, Jacob St Lois, 1994. Woman's Heanh and Prescription Drug. New Jersey. Murti, Bhisma, 1997. Prinsip den Metode Rket Epidemiologi Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Cetakan I. S c ? u l l ~ a 0'~ a 2000 Infeksi F ; r k : ~ r ~ Soedoko. Poom .?kk '38' Ke~utrhan(Fluor yokvakar(a Gadjah Mada U n ~ v e r s ~ t v Plhus) Jpda "em.la*ai alat Kontrasepsr, P~OSS S u r ~ b a v a Ecag~ar pa to log^ Anatorn~ U n w ~ r s ~ + ;At si r ancga