pembahasan umum - IPB Repository

advertisement
PEMBAHASAN UMUM
Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang
mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit
dilakukan. Hal ini disebabkan karena pola pewarisan karakter ketahanan terhadap penyakit
bulai cukup kompleks, sedangkan gen-gen yang mengendalikan peningkatan kandungan
lisin dan triptofan bersifat homosigot resesif.
Analisis genetik ketahanan jagung terhadap penyakit bulai pada penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan analisis pendugaan model genetik dan pola pewarisan
berdasarkan persentase infeksi patogen P. maydis menggunakan masing-masing tujuh
macam populasi pada dua set persilangan (Penelitian 1) dan analisis daya gabung dengan
metode lini x tester (Penelitian 3). Hasil analisis pada bagian penelitian pertama
menunjukkan bahwa infeksi patogen P maydis pada masing-masing 100 famili generasi F3
progeni CML161 x Mr 10 dan CML 161 x Nei9008 berdistribusi normal. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa karakter ketahanan terhadap penyakit bulai pada jagung
dikendalikan oleh gen-gen yang bersifat poligenik.
Hasil uji kesesuaian model genetik aditif dominan menunjukkan bahwa keragaman
sifat ketahanan terhadap penyakit bulai pada masing-masing tujuh macam populasi kedua
set persilangan tidak cukup hanya dijelaskan dengan model genetik aditif dominan. Oleh
karena itu, diperlukan pengujian dengan model yang menyertakan pengaruh interaksi non
alelik dengan uji skala gabungan. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh informasi bahwa
karakter ketahanan jagung terhadap penyakit bulai dikendalikan oleh gen-gen aditif,
dominan dan interaksi non alelik (epistasis). Komponen gen aditif berkontribusi lebih nyata
daripada aksi gen dominan dan epistasis pada kedua rekombinasi persilangan. Hasil uji
skala gabungan juga menunjukkan bahwa pada rekombinasi MR10 x CML161 diperankan
oleh aksi gen aditif dominan dengan pengaruh interaksi non alelik aditif komplementer
epistasis, sedangkan pada rekombinasi Nei9008 x CML161 diperankan oleh non alelik
aditif duplikat epistasis. Dengan keberadaan aksi gen epistasis tersebut, menyebabkan
seleksi sifat ketahanan terhadap penyakit bulai tidak dapat difiksasi pada generasi awal yang
masih bersegregasi sehingga diperlukan beberapa generasi seleksi hingga gen-gennya sudah
stabil.
Pengaruh gen-gen aditif untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai juga
diperlihatkan pada penelitian ketiga. Nilai kuadrat tengah lini dan tester yang nyata
berdasarkan analisis varian metode lini x tester menunjukkan bahwa varians aditif karakter
94
ketahanan terhadap penyakit bulai merata dan terdapat keragaman genetik karakter tersebut
diantara turunannya (Tabel 15).
Metode persilangan silang balik secara konvensional untuk mengintrogresikan gen
homosigot resesif opaque2 ke galur-galur elit pemulia yang resisten terhadap penyakit bulai
sulit dilakukan karena ekspresi gen opaque2 dalam kondisi heterosigot sulit dibedakan
dengan ekspresi gen dalam kondisi homosigot dominan. Dengan demikian, untuk
mendetekasi keberadaan gen resesif opaque2 pada tiap generasi silang balik, diperlukan uji
keturunan. Hal ini berarti bahwa diperlukan tambahan generasi silang pada setiap generasi
silang balik. Berdasarkan hal tersebut, pada kegiatan penelitian kedua dilakukan metode
pendekatan pemanfaatan marka SSR sebagai alat bantu seleksi. Pemanfaatan marka SSR
tidak berarti menghilangkan kegiatan pemuliaan dengan metode silang balik secara
konvensional, tetapi hanya membantu percepatan kegiatan seleksi karena pada setiap
generasi silang balik tidak diperlukan lagi uji keturunan.
Marka yang digunakan sebagai alat bantu seleksi adalah marka SSR spesifik phi057
untuk progeni CML161 x Nei9008, sedangkan umc1066 untuk progeni CML161 x MR10.
Pemilihan marka tersebut didasarkan pada hasil penelitan pendahuluan yang dilakukan
sebelum kegiatan penelitian disertasi ini dilakukan. Dari hasil penelitian pendahuluan
tersebut diperoleh informasi bahwa marka SSR spesifik phi057 bersifat polimorfis untuk
galur inbrida CML 161 dan Nei9008 serta CML 161 dan MR10, sedangkan marka spesifik
umc1066 teridentifikasi bersifat polimorfis untuk galur inbrida CML 161 dan
MR10.
Visualisasi hasil PCR dengan menggunakan marka umc066 pada gel ’
s
upe
rf
i
neagar
os
e
’
untuk galur CML 161 dan Nei9008 sulit dilakukan karena tingkat folimorfis kedua galur
tersebut sangat rendah sehingga penampilannya bersifat monomorfis. Kelebihan yang
dimiliki oleh marka umc1066 adalah hasil PCRnya dapat diseparasi pada gel ’
s
upe
rf
i
ne
agarose’sehingga lebih mudah diaplikasikan dan mempercepat kegiatan seleksi di
Laboratorium.
Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa marka SSR spesifik phi057 dan umc1066
secara berturut-turut terbukti efektif dan efisien digunakan sebagai alat bantu seleksi galurgalur yang memiliki gen homosigot resesif opaque-2 (oo). Berdasarkan hasil Uji Chikuadrat (2) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan
silang dalam sesuai dengan nisbah hipotetiknya yaitu masing-masing 1 : 1 dan 1 : 2 : 1.
Dari kegiatan seleksi dengan bantuan marka SSR phi057 dan umc1066, secara berturutturut diperoleh 50 galur Nei9008+o2 dan 42 galur MR10+o2. Namun demikian, beberapa
95
galur yang tersebut mengalami kegagalan dalam persilangan sehingga yang bisa
dimanfaatkan lebih lanjut hanya 42 galur Nei9008+o2 dan 36 galur MR10+o2.
Galur-galur yang memiliki gen homosigot resesif opaque2 (o2), telah dievaluasi
penampilan agronomis dan potensi hasil bijinya di lapangan. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa potensi hasil dari beberapa galur Nei9008+o2 lebih tinggi dari salah satu dan atau
kedua galur pembanding, sedangkan pada galur MR10+o2 potensi hasilnya tidak berbeda
nyata dengan pembanding. Selain itu, untuk memilih tetua yang digunakan untuk evaluasi
daya gabung, telah dilakukan penyaringan untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai
dengan menggunakan metode inokulasi baris penyebar dan penyemprotan konidia patogen
bulai pada genotip uji. Dari hasil penyaringan tersebut, masing-masing terpilih delapan
galur Nei9008+o2 dan MR10+o2 dengan tingkat infeksi <10%.
Untuk lebih meyakinkan kualitas protein dan mengetahui kuantitas lisin dan triptofan
dari galur-galur yang digunakan sebagai tetua persilangan dengan metode lini x tester,
sebagian bijinya (25 biji/galur) dikirim ke laboratorium biokimia tanah dan tanaman
CIMMYT di Mexico. Hasil analisis lisin dan triptofan menunjukkan bahwa kandungan
triptofan galur-galur Nei9008+o2 berkisar antara 211.1% hingga 229.8%, sedangkan
kandungan lisinnya berkisar antara 183.1% - 205.6% dibandingkan dengan galur inbrida
asalnya (Nei9008). Galur MR10+o2 yang dianalisis memiliki kandungan triptofan berkisar
antara 127.6% - 211.7% dan lisin berkisar antara 140.3% –228.1% dibandingkan dengan
galur inbrida asalnya (MR10). Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa
tingkat keakuratan penggunaan marka dalam kegiatan seleksi untuk memilih individu
tanaman yang mengandung gen o2 cukup tinggi.
Evaluasi daya gabung karakter ketahanan terhadap penyakit bulai telah dilakukan
dengan menggunakan materi genetic yang berasal dari galur-galur hasil introgresi gen o2
yang terseleksi resisten terhadap penyakit bulai pada kegiatan penelitian sebelumnya.
Galur-galur yang bernilai DGU tinggi (negatif) diharapkan mempunyai kemampuan
berdaya gabung umum baik untuk menghasilkan genotip yang resisten terhadap penyakit
bulai. Di antara genotip uji yang digunakan, lini yang memiliki efek DGU nyata adalah
Nei9008+o2-11 dan Nei9008+o2-71, sedangkan untuk tester adalah MR10+o2-30 (T6)
dengan nilai DGU berturut-turut -6.71,
-7.16 dan -3.8. Galur-galur tersebut mempunyai
kemampuan daya gabung umum paling baik untuk menghasilkan genotip jagung yang
resisten terhadap penyakit bulai.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rifin (1983) yang
menyatakan bahwa galur yang mempunyai efek daya gabung umum tinggi diharapkan
menghasilkan turunan yang resisten terhadap penyakit bulai
96
Pemilihan galur-galur atau tetua yang mempunyai daya penggabung yang baik akan
sangat membantu pemulia dalam menyeleksi tetua-tetua yang layak digunakan dalam
program pemuliaan dalam pengembangan varietas yang resisten terhadap penyakit bulai.
Pasangan galur-galur yang memiliki
nilai DGK yang tinggi diharapkan menghasilkan
genotip yang resisten terhadap penyakit bulai, dan dapat digunakan sebagai tetua dalam
pembentukan varietas hibrida. Hasil uji t 5% untuk DGK menunjukkan bahwa terdapat
tujuh rekombinasi persilangan dengan efek DGK nyata. Rekombinasi persilangan tersebut
menurut urutan signifikansinya dimulai dari yang tertinggi adalah Nei9008+o2-27 (L7) //
MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o 2-41 (L8) // MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o2-11 (L2) //
MR10+o2-31 (T7), Nei9008+o2-27 (L7) // MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o2-24 (L5)//
MR10+o2-30 (T6), Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-26 (T5), Nei9008+o2-14 (L3) //
MR10+o2-26 (T5).
Untuk mengetahui seberapa besar potensi karakter ketahanan terhadap penyakit bulai
dari hibrida (F1) terhadap tetuanya, telah dilakukan analisis heterosis berdasarkan rata-rata
kedua tetua dan heterobioltisis berdasarkan tetua tertinggi. Data yang digunakan pada
analisis heterosis adalah persentase tanaman sehat yang tidak terinfeksi penyakit bulai.
Heterosis terhadap rata-rata tetua yang bernilai positif diperoleh pada 54 kombinasi
persilangan (Tabel 19). Persilangan Nei9008+o2-24 (L5)// MR10+o2-30 (T6), mempunyai
nilai heterosis dan heterobioltisis positif tertinggi yaitu masing-masing tertinggi 26.7% dan
22,8%. Hal ini berarti bahwa rekombinasi persilangan tersebut menghasilkan keturunannya
(F1) 26.7% lebih resisten dibanding rata-rata kedua tetuanya dan 22,8% terhadap tetua
tertinggi. Secara teoritis, nilai heterosis tertinggi diperoleh dari persilangan antara tetua
yang mempunyai perbedaan frekuensi gen dominan tinggi, sehingga pada hibridanya akan
terkumpul gen-gen yang baik dan dominan di berbagai lokus serta alel-alel dominan yang
menguntungkan akan menutupi alel-alel resesif yang merugikan (Fehr, 1987).
Menurut Allard (1960) hibrida yang mempunyai efek heterosis terhadap penyakit dan
hama berarti mempunyai resistensi yang tinggi terhadap penyakit dan hama, dan
toleransinya meningkat terhadap kelakuan
iklim, dan berbagai manifestasi lain dari
keadaan yang lebih baik. Dari 64 rekombinasi F1, 54 rekombinasi persilangan (54.7% dari
semua kombinasi) memiliki nilai heterosis terhadap terhadap rata-rata tetua dan 21
rekombinasi (32.8% dari semua kombinasi) untuk nilai heterosis terhadap tetua tertinggi.
Evaluasi daya gabung dengan metode lini x tester bertujuan untuk mendapatkan
informasi lini dan atau tester yang merupakan penggabung umum dan khusus pada beberpa
karakter agronomis, komponen hasil dan hasil. Hasil analisis gabungan faktorial metode lini
97
x tester menunjukkan bahwa terdapat interaksi genotip dan lokasi untuk karakter bobot
tongkol kupasan basah dan hasil biji pada kadar air 15%. Hal ini menunjukkan bahwa
beberapa genotip uji memiliki peringkat hasil yang tidak konsisten pada kedua lokasi
pengujian. Sebaliknya, ketiadaan interaksi antara genotip x lokasi untuk beberapa karakter
agronomis dan komponen hasil menunjukkan keberhasilan genotip berpenampilan sama
dalam mengekspresikan karakter tersebut pada kondisi lokasi yang berbeda.
Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa nilai kuadrat tengah lini
nyata untuk karakter tinggi kedudukan tongkol, bobot tongkol panen, diameter tongkol,
bobot 1000 biji dan hasil biji, sedangkan untuk tester, nyata untuk karakter tinggi tanaman,
rendemen, dan bobot 1000 biji. Hal ini menunjukkan bahwa varians aditif karakter-karakter
tersebut tersebar secara merata diantara lini dan atau diantara tester. Selain itu, nilai kuadrat
tengah P vs F1 pada semua karakter yang diamati memperlihatkan pengaruh yang nyata,
mengindikasikan bahwa karakter-karakter tersebut dapat diwariskan dari tetua ke hibrida F1
nya.
Pendugaan efek DGU untuk karakter agronomis, komponen hasil dan hasil memiliki
arti penting untuk mendapatkan tanaman sesuai tujuan seleksi dalam kegiatan pemuliaan.
Untuk mendapatkan tanaman yang berumur genjah, diperlukan galur penggabung yang baik
untuk karakter umur berbunga, sedangkan untuk mendapatkan tanaman yang lebih pendek,
arah seleksi adalah genotip yang memiliki daya gabung baik untuk karakter tinggi tanaman
dan letak tongkol. Berdasarkan tujuan seleksi tersebut, pada penelitian ini diperoleh
informasi bahwa tester MR10+o2-08 (T1) dan MR10+o2-24 (T4) dengan DGU negatif
masing-masing nyata dan sangat nyata untuk umur berbunga betina, sehingga dapat
digunakan sebagai tetua untuk mendapatkan turunan yang lebih genjah. Kedua tester
tersebut juga menghasilkan daya gabung khsusus negatif dan nyata dengan kombinasi
persilangan Nei9008+o2-14//MR10+o2-24 dan Nei9008+o2-24// MR10+o2-08 serta sangat
nyata pada kombinasi persilangan Nei9008+o2-09//MR10+o2-24.
Dari hasil evaluasi potensi tanaman, karakter rata-rata umur 50% keluar bunga betina
(rambut) pada genotip uji berkisar 52.3 –59 hari setelah tanam. Genotipe uji yang umur
berbunganya paling genjah adalah Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-24 (T4), dan berbeda
nyata dengan semua genotip pembanding. Selain itu, diperoleh delapan genotip uji yang
memiliki umur yang nyata lebih genjah dari semua pembanding.
Untuk karakter tinggi tanaman, lini Nei9008+o2-15 merupakan penggabung yang baik
karena memiliki nilai DGU negatif dan sangat nyata. Lini tersebut memiliki daya gabung
98
khusus negatif dan sangat nyata dengan tester MR10+o2-08. Beberapa lini dan tester yang
lain berpotensi digunakan sebagai tetua untuk mendapatkan tanaman lebih pendek dengan
nilai DGU negatif yang cukup tinggi yaitu: Nei9008+o2-24, Nei9008+o2-26, MR10+o2-08,
MR10+o2-13 dan MR10+o2-31 (T7).
Hasil uji t 5% menunjukkan bahwa Nei9008+o2-24 dan MR10+o2-30 memiliki nilai
DGU negatif dan nyata untuk karakter tinggi letak tongkol. Kedua galur tersebut masingmasing berdaya gabung khusus negatif dan nyata pada kombinasi persilangan Nei9008+o224//MR10+o2-24 dan Nei9008+o2-26//MR10+o2-30. Kombinasi persilangan antara galur
yang memiliki DGU nyata dengan DGU tidak nyata yang menghasilkan DGK nyata
tersebut
mengindikasikan
adanya
interaksi
alel-alel
positif
dan
negatif
dalam
mengendalikan karfakter tinggi letak tongkol.
Hasil analisis gabungan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tinggi tanaman bervariasi
antara 108.3 –182.3 cm, sedangkan tinggi letak tongkol berkisar antara 61.3 –91.5 cm.
Diperoleh 9 genotip uji yang memiliki rata-rata tinggi tanaman nyata lebih pendek dari
varietas hibrida C7, Bima 1 dan Srikandi Kuning 1, sedangkan untuk karakter tinggi letak
tongkol, semua genotip uji tidak berbeda nyata dengan tiga varietas hibrida C7, Bima 1 dan
Bima 1q.
Tanaman yang berumur genjah dan pendek serta berpotensi hasil tinggi
merupakan tanaman jagung yang banyak diminati oleh petani. Hal ini disebabkan karena
dengan menanam tanaman yang berumur genjah dan pendek akan memudahkan petani
mengatur jadwal tanamnya, terutama pada daerah-daerah dimana pengairan sering menjadi
kendala dalam bercocok tanam. Tanaman yang lebih pendek dan kokoh umumnya lebih
tahan terhadap kerebahan sehingga sangat sesui pada daerah yang sering mengalami
serangan angin kencang.
Untuk karakter rendemen biji panen terhadap tongkol panen, Nei9008+o2-09 (L1),
dan MR10+o2-31 (T7) memiliki nilai DGU positif dan sangat nyata, sedangkan MR10+o213 (T2) adalah nyata. Lini Nei9008+o2-09 (L1) dan tester MR10+o2-31 (T7), selain
memiliki DGU sangat nyata, kombinasi antara keduanya juga menghasilkan DGK yang
sangat nyata. Kombinasi persilangan antara galur yang masing-masing memiliki DGU
sangat nyata dan menghasilkan DGK sangat nyata tersebut mengindikasikan adanya
interaksi antara alel-alel positif dalam mengendalikan karfakter rendemen biji. Kombinasi
persilangan dari lini atau tester yang memiliki DGU positif yang nyata dengan lini atau
tester dengan DGU tidak nyata dan menghasilkan DGK sangat nyata untuk karakter
rendemen biji adalah Nei9008+o2-09 (L1)//MR10+o2-30 (T6), Nei9008+o2-11 (L2)//
99
MR10+o2-31 (T7), Nei9008+o2-26 (L6)// MR10+o2-31 (T7) dan Nei9008+o2-27 (L7)//
MR10+o2-13 (T2).
Karakter rendemen biji mempunyai kontribusi yang cukup nyata terhadap hasil panen.
Petani yang sudah berpengalaman menanam jagung cenderung mencari benih jagung yang
mampu menghasilkan tongkol dengan rendemen hasil panen yang tinggi. Hal tersebut
merupakan salah satu penyebab sehingga varietas Bisi 2 yang dirilis sejak tahun tahun 1995
masih disenangi petani, walaupun secara genetik saat ini varietas tersebut telah mengalami
penurunan, terutama ekspresi tongkol dua dan tingkat keseragamannya di lapangan. Dari 64
hibrida hasil kombinasi lini x tester pada penelitian ini, karakter rendemen biji sangat
bervariasi dengan kisaran antara 0.66 –0.80. Hasil uji LSI 5% menunjukkan bahwa
diperoleh 11 genotip uji dengan rendemen biji berkisar antara 0.73 –0.80 dan nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan varietas hibrida Bima 1, Srikandi Kuning 1 dan hibrida Bima
1q , namun tidak nyata dibandingkan dengan C7. Selain itu,
20 genotip uji lainnya
memiliki rendemen yang nyata lebih tinggi dari hibrida Bima 1q.
Ekspresi genetik tanaman untuk karakter hasi selain dipengaruhi oleh rendemen biji,
juga dipengaruhi oleh karakter lain seperti panjang dan diameter tongkol. Dari hasil uji t 5%
diperoleh informasi bahwa galur Nei9008+o2 -15 (L4) dan MR10+o2-31 (T7) merupakan
penggabung umum yang baik untuk karakter diameter tongkol, sedangkan untuk karakter
panjang tongkol tester MR10+o2-26 (T5) merupakan penggabung yang baik dan nyata.
Kombinasi persilangan yang
memiliki daya gabung khusus yang baik untuk karakter
diameter tongkol adalah Nei9008+o2-09//MR10+o2-31. Lini Nei9008+o2 -15 (L4) dan
tester MR10+o2-26 (T5) tidak memiliki pasangan persilangan yang baik untuk
mendapatkan nilai DGK yang nyata untuk karakter diameter dan panjang tongkol, meskipun
DGU nya nyata. Dengan demikian, diperoleh informasi bahwa tidak semua galur yang
memiliki DGU nyata untuk suatu karakter, juga memiliki DGK yang nyata.
Karakter hasil tinggi pada umumnya merupakan tujuan akhir dari program pemuliaan
tanaman jagung. Hasil uji t 5% untuk DGU menunjukkan bahwa diperoleh tiga lini yang
memiliki DGU positif dan sangat nyata yaitu Nei9008+o2-09 (L1), Nei9008+o2-14 (L3)
dan Nei9008+o2-27 (L7) serta hanya satu tester yang memiliki nilai DGU positif dan nyata
yaitu MR10+o2-31 (T7). Dari lini yang memiliki DGU sangat nyata dan tester yang DGU
nya tidak nyata menghasilkan tiga pasangan persilangan dengan DGK yang sangat nyata,
yaitu Nei9008+o2-09 (L1)//MR10+o2-26 (T5), Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-30 (T6)
dan dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2). Lini Nei9008+o2-09 (L1) yang memiliki
DGU sangat nyata dan tester MR10+o2-31 (T7) dengan DGU nyata, juga merupakan
100
kombinasi persilangan yang memiliki DGK sangat nyata, sedangkan pasangan persilangan
Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-08 (T1 ) dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-24 (T4)
memiliki DGK yang nyata dan berasal dari lini dengan DGU sangat nyata dan DGU tester
yang tidak nyata. Dari analisis gabungan lokasi untuk menguji potensi hibrida, diperoleh
informasi hasil panen biji kering pada kadar air 15% dari masing-masing kombinasi galur
yang memiliki DGK nyata dan sangat nyata sebagai berikut: Nei9008+o2-09 (L1)//
MR10+o2-31 (T7) = 9.3 t/ha; Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2) = 8.4 t/ha;
Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-30 (T6) = 7.8 t/ha, Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-26
(T5) = 7.7 t/ha; Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-24 (T4) = 7.5 t/ha dan Nei9008+o2-27
(L7)// MR10+o2-08 (T1 ) = 7.4 t/ha.
Tujuan akhir yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan hibrida
yang memiliki kandunngan lisin dan triptofan tinggi, resisten terhadap penyakit bulai dan
berdaya hasil tinggi. Dengan berdasar pada tujuan akhir penelitian tersebut, diperoleh tiga
kombinasi persilangan yang dapat direkomendasikan berdasarkan hasil evaluasi daya
gabung ketahanan terhadap penyakit bulai dan daya gabung karakter hasil yaitu: (1)
Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2)
dengan DGK hasil biji sangat nyata, DGK
ketahanan infeksi patogen penyakit bulai bernilai negative (-4,36), rata-rata hasil 8.4 t/ha
serta rata-rata infeksi bulai 2.2%; (2) Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-26 (T5) dengan
DGK hasil biji sangat nyata, DGK ketahanan infeksi patogen penyakit bulai
bernilai
negative (-5,29), rata-rata hasil 7.7 t/ha serta rata-rata infeksi bulai 14.4%; (3) Nei9008+o227 (L7)//MR10+o2-08 (T1 ) dengan DGK hasil biji sangat nyata, DGK ketahanan infeksi
patogen penyakit bulai bernilai negatif dan sangat nyata (-13,45), rata-rata hasil 7.4 t/ha
serta rata-rata infeksi bulai 2.2%. Sedangkan varietas pembanding: hibrida C7 dengan
rerata hasil 7.4 t/ha dan infeksi bulai 48.7%, hibrida Bima dengan rerata hasil 6.3 t/ha dan
infeksi bulai 45%, hibrida Bima 1q dengan rerata hasil 4.9 t/ha dan infeksi bulai 64.4%, dan
varietas komposit Srikandi Kuning-1 dengan rerata hasil 5.3 t/ha dan infeksi bulai 100%.
101
Download