PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena pola pewarisan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai cukup kompleks, sedangkan gen-gen yang mengendalikan peningkatan kandungan lisin dan triptofan bersifat homosigot resesif. Analisis genetik ketahanan jagung terhadap penyakit bulai pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis pendugaan model genetik dan pola pewarisan berdasarkan persentase infeksi patogen P. maydis menggunakan masing-masing tujuh macam populasi pada dua set persilangan (Penelitian 1) dan analisis daya gabung dengan metode lini x tester (Penelitian 3). Hasil analisis pada bagian penelitian pertama menunjukkan bahwa infeksi patogen P maydis pada masing-masing 100 famili generasi F3 progeni CML161 x Mr 10 dan CML 161 x Nei9008 berdistribusi normal. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karakter ketahanan terhadap penyakit bulai pada jagung dikendalikan oleh gen-gen yang bersifat poligenik. Hasil uji kesesuaian model genetik aditif dominan menunjukkan bahwa keragaman sifat ketahanan terhadap penyakit bulai pada masing-masing tujuh macam populasi kedua set persilangan tidak cukup hanya dijelaskan dengan model genetik aditif dominan. Oleh karena itu, diperlukan pengujian dengan model yang menyertakan pengaruh interaksi non alelik dengan uji skala gabungan. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh informasi bahwa karakter ketahanan jagung terhadap penyakit bulai dikendalikan oleh gen-gen aditif, dominan dan interaksi non alelik (epistasis). Komponen gen aditif berkontribusi lebih nyata daripada aksi gen dominan dan epistasis pada kedua rekombinasi persilangan. Hasil uji skala gabungan juga menunjukkan bahwa pada rekombinasi MR10 x CML161 diperankan oleh aksi gen aditif dominan dengan pengaruh interaksi non alelik aditif komplementer epistasis, sedangkan pada rekombinasi Nei9008 x CML161 diperankan oleh non alelik aditif duplikat epistasis. Dengan keberadaan aksi gen epistasis tersebut, menyebabkan seleksi sifat ketahanan terhadap penyakit bulai tidak dapat difiksasi pada generasi awal yang masih bersegregasi sehingga diperlukan beberapa generasi seleksi hingga gen-gennya sudah stabil. Pengaruh gen-gen aditif untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai juga diperlihatkan pada penelitian ketiga. Nilai kuadrat tengah lini dan tester yang nyata berdasarkan analisis varian metode lini x tester menunjukkan bahwa varians aditif karakter 94 ketahanan terhadap penyakit bulai merata dan terdapat keragaman genetik karakter tersebut diantara turunannya (Tabel 15). Metode persilangan silang balik secara konvensional untuk mengintrogresikan gen homosigot resesif opaque2 ke galur-galur elit pemulia yang resisten terhadap penyakit bulai sulit dilakukan karena ekspresi gen opaque2 dalam kondisi heterosigot sulit dibedakan dengan ekspresi gen dalam kondisi homosigot dominan. Dengan demikian, untuk mendetekasi keberadaan gen resesif opaque2 pada tiap generasi silang balik, diperlukan uji keturunan. Hal ini berarti bahwa diperlukan tambahan generasi silang pada setiap generasi silang balik. Berdasarkan hal tersebut, pada kegiatan penelitian kedua dilakukan metode pendekatan pemanfaatan marka SSR sebagai alat bantu seleksi. Pemanfaatan marka SSR tidak berarti menghilangkan kegiatan pemuliaan dengan metode silang balik secara konvensional, tetapi hanya membantu percepatan kegiatan seleksi karena pada setiap generasi silang balik tidak diperlukan lagi uji keturunan. Marka yang digunakan sebagai alat bantu seleksi adalah marka SSR spesifik phi057 untuk progeni CML161 x Nei9008, sedangkan umc1066 untuk progeni CML161 x MR10. Pemilihan marka tersebut didasarkan pada hasil penelitan pendahuluan yang dilakukan sebelum kegiatan penelitian disertasi ini dilakukan. Dari hasil penelitian pendahuluan tersebut diperoleh informasi bahwa marka SSR spesifik phi057 bersifat polimorfis untuk galur inbrida CML 161 dan Nei9008 serta CML 161 dan MR10, sedangkan marka spesifik umc1066 teridentifikasi bersifat polimorfis untuk galur inbrida CML 161 dan MR10. Visualisasi hasil PCR dengan menggunakan marka umc066 pada gel ’ s upe rf i neagar os e ’ untuk galur CML 161 dan Nei9008 sulit dilakukan karena tingkat folimorfis kedua galur tersebut sangat rendah sehingga penampilannya bersifat monomorfis. Kelebihan yang dimiliki oleh marka umc1066 adalah hasil PCRnya dapat diseparasi pada gel ’ s upe rf i ne agarose’sehingga lebih mudah diaplikasikan dan mempercepat kegiatan seleksi di Laboratorium. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa marka SSR spesifik phi057 dan umc1066 secara berturut-turut terbukti efektif dan efisien digunakan sebagai alat bantu seleksi galurgalur yang memiliki gen homosigot resesif opaque-2 (oo). Berdasarkan hasil Uji Chikuadrat (2) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan silang dalam sesuai dengan nisbah hipotetiknya yaitu masing-masing 1 : 1 dan 1 : 2 : 1. Dari kegiatan seleksi dengan bantuan marka SSR phi057 dan umc1066, secara berturutturut diperoleh 50 galur Nei9008+o2 dan 42 galur MR10+o2. Namun demikian, beberapa 95 galur yang tersebut mengalami kegagalan dalam persilangan sehingga yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut hanya 42 galur Nei9008+o2 dan 36 galur MR10+o2. Galur-galur yang memiliki gen homosigot resesif opaque2 (o2), telah dievaluasi penampilan agronomis dan potensi hasil bijinya di lapangan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa potensi hasil dari beberapa galur Nei9008+o2 lebih tinggi dari salah satu dan atau kedua galur pembanding, sedangkan pada galur MR10+o2 potensi hasilnya tidak berbeda nyata dengan pembanding. Selain itu, untuk memilih tetua yang digunakan untuk evaluasi daya gabung, telah dilakukan penyaringan untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dengan menggunakan metode inokulasi baris penyebar dan penyemprotan konidia patogen bulai pada genotip uji. Dari hasil penyaringan tersebut, masing-masing terpilih delapan galur Nei9008+o2 dan MR10+o2 dengan tingkat infeksi <10%. Untuk lebih meyakinkan kualitas protein dan mengetahui kuantitas lisin dan triptofan dari galur-galur yang digunakan sebagai tetua persilangan dengan metode lini x tester, sebagian bijinya (25 biji/galur) dikirim ke laboratorium biokimia tanah dan tanaman CIMMYT di Mexico. Hasil analisis lisin dan triptofan menunjukkan bahwa kandungan triptofan galur-galur Nei9008+o2 berkisar antara 211.1% hingga 229.8%, sedangkan kandungan lisinnya berkisar antara 183.1% - 205.6% dibandingkan dengan galur inbrida asalnya (Nei9008). Galur MR10+o2 yang dianalisis memiliki kandungan triptofan berkisar antara 127.6% - 211.7% dan lisin berkisar antara 140.3% –228.1% dibandingkan dengan galur inbrida asalnya (MR10). Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa tingkat keakuratan penggunaan marka dalam kegiatan seleksi untuk memilih individu tanaman yang mengandung gen o2 cukup tinggi. Evaluasi daya gabung karakter ketahanan terhadap penyakit bulai telah dilakukan dengan menggunakan materi genetic yang berasal dari galur-galur hasil introgresi gen o2 yang terseleksi resisten terhadap penyakit bulai pada kegiatan penelitian sebelumnya. Galur-galur yang bernilai DGU tinggi (negatif) diharapkan mempunyai kemampuan berdaya gabung umum baik untuk menghasilkan genotip yang resisten terhadap penyakit bulai. Di antara genotip uji yang digunakan, lini yang memiliki efek DGU nyata adalah Nei9008+o2-11 dan Nei9008+o2-71, sedangkan untuk tester adalah MR10+o2-30 (T6) dengan nilai DGU berturut-turut -6.71, -7.16 dan -3.8. Galur-galur tersebut mempunyai kemampuan daya gabung umum paling baik untuk menghasilkan genotip jagung yang resisten terhadap penyakit bulai. Hal ini sesuai dengan pendapat Rifin (1983) yang menyatakan bahwa galur yang mempunyai efek daya gabung umum tinggi diharapkan menghasilkan turunan yang resisten terhadap penyakit bulai 96 Pemilihan galur-galur atau tetua yang mempunyai daya penggabung yang baik akan sangat membantu pemulia dalam menyeleksi tetua-tetua yang layak digunakan dalam program pemuliaan dalam pengembangan varietas yang resisten terhadap penyakit bulai. Pasangan galur-galur yang memiliki nilai DGK yang tinggi diharapkan menghasilkan genotip yang resisten terhadap penyakit bulai, dan dapat digunakan sebagai tetua dalam pembentukan varietas hibrida. Hasil uji t 5% untuk DGK menunjukkan bahwa terdapat tujuh rekombinasi persilangan dengan efek DGK nyata. Rekombinasi persilangan tersebut menurut urutan signifikansinya dimulai dari yang tertinggi adalah Nei9008+o2-27 (L7) // MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o 2-41 (L8) // MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-31 (T7), Nei9008+o2-27 (L7) // MR10+o2-08 (T1), Nei9008+o2-24 (L5)// MR10+o2-30 (T6), Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-26 (T5), Nei9008+o2-14 (L3) // MR10+o2-26 (T5). Untuk mengetahui seberapa besar potensi karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dari hibrida (F1) terhadap tetuanya, telah dilakukan analisis heterosis berdasarkan rata-rata kedua tetua dan heterobioltisis berdasarkan tetua tertinggi. Data yang digunakan pada analisis heterosis adalah persentase tanaman sehat yang tidak terinfeksi penyakit bulai. Heterosis terhadap rata-rata tetua yang bernilai positif diperoleh pada 54 kombinasi persilangan (Tabel 19). Persilangan Nei9008+o2-24 (L5)// MR10+o2-30 (T6), mempunyai nilai heterosis dan heterobioltisis positif tertinggi yaitu masing-masing tertinggi 26.7% dan 22,8%. Hal ini berarti bahwa rekombinasi persilangan tersebut menghasilkan keturunannya (F1) 26.7% lebih resisten dibanding rata-rata kedua tetuanya dan 22,8% terhadap tetua tertinggi. Secara teoritis, nilai heterosis tertinggi diperoleh dari persilangan antara tetua yang mempunyai perbedaan frekuensi gen dominan tinggi, sehingga pada hibridanya akan terkumpul gen-gen yang baik dan dominan di berbagai lokus serta alel-alel dominan yang menguntungkan akan menutupi alel-alel resesif yang merugikan (Fehr, 1987). Menurut Allard (1960) hibrida yang mempunyai efek heterosis terhadap penyakit dan hama berarti mempunyai resistensi yang tinggi terhadap penyakit dan hama, dan toleransinya meningkat terhadap kelakuan iklim, dan berbagai manifestasi lain dari keadaan yang lebih baik. Dari 64 rekombinasi F1, 54 rekombinasi persilangan (54.7% dari semua kombinasi) memiliki nilai heterosis terhadap terhadap rata-rata tetua dan 21 rekombinasi (32.8% dari semua kombinasi) untuk nilai heterosis terhadap tetua tertinggi. Evaluasi daya gabung dengan metode lini x tester bertujuan untuk mendapatkan informasi lini dan atau tester yang merupakan penggabung umum dan khusus pada beberpa karakter agronomis, komponen hasil dan hasil. Hasil analisis gabungan faktorial metode lini 97 x tester menunjukkan bahwa terdapat interaksi genotip dan lokasi untuk karakter bobot tongkol kupasan basah dan hasil biji pada kadar air 15%. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa genotip uji memiliki peringkat hasil yang tidak konsisten pada kedua lokasi pengujian. Sebaliknya, ketiadaan interaksi antara genotip x lokasi untuk beberapa karakter agronomis dan komponen hasil menunjukkan keberhasilan genotip berpenampilan sama dalam mengekspresikan karakter tersebut pada kondisi lokasi yang berbeda. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa nilai kuadrat tengah lini nyata untuk karakter tinggi kedudukan tongkol, bobot tongkol panen, diameter tongkol, bobot 1000 biji dan hasil biji, sedangkan untuk tester, nyata untuk karakter tinggi tanaman, rendemen, dan bobot 1000 biji. Hal ini menunjukkan bahwa varians aditif karakter-karakter tersebut tersebar secara merata diantara lini dan atau diantara tester. Selain itu, nilai kuadrat tengah P vs F1 pada semua karakter yang diamati memperlihatkan pengaruh yang nyata, mengindikasikan bahwa karakter-karakter tersebut dapat diwariskan dari tetua ke hibrida F1 nya. Pendugaan efek DGU untuk karakter agronomis, komponen hasil dan hasil memiliki arti penting untuk mendapatkan tanaman sesuai tujuan seleksi dalam kegiatan pemuliaan. Untuk mendapatkan tanaman yang berumur genjah, diperlukan galur penggabung yang baik untuk karakter umur berbunga, sedangkan untuk mendapatkan tanaman yang lebih pendek, arah seleksi adalah genotip yang memiliki daya gabung baik untuk karakter tinggi tanaman dan letak tongkol. Berdasarkan tujuan seleksi tersebut, pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa tester MR10+o2-08 (T1) dan MR10+o2-24 (T4) dengan DGU negatif masing-masing nyata dan sangat nyata untuk umur berbunga betina, sehingga dapat digunakan sebagai tetua untuk mendapatkan turunan yang lebih genjah. Kedua tester tersebut juga menghasilkan daya gabung khsusus negatif dan nyata dengan kombinasi persilangan Nei9008+o2-14//MR10+o2-24 dan Nei9008+o2-24// MR10+o2-08 serta sangat nyata pada kombinasi persilangan Nei9008+o2-09//MR10+o2-24. Dari hasil evaluasi potensi tanaman, karakter rata-rata umur 50% keluar bunga betina (rambut) pada genotip uji berkisar 52.3 –59 hari setelah tanam. Genotipe uji yang umur berbunganya paling genjah adalah Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-24 (T4), dan berbeda nyata dengan semua genotip pembanding. Selain itu, diperoleh delapan genotip uji yang memiliki umur yang nyata lebih genjah dari semua pembanding. Untuk karakter tinggi tanaman, lini Nei9008+o2-15 merupakan penggabung yang baik karena memiliki nilai DGU negatif dan sangat nyata. Lini tersebut memiliki daya gabung 98 khusus negatif dan sangat nyata dengan tester MR10+o2-08. Beberapa lini dan tester yang lain berpotensi digunakan sebagai tetua untuk mendapatkan tanaman lebih pendek dengan nilai DGU negatif yang cukup tinggi yaitu: Nei9008+o2-24, Nei9008+o2-26, MR10+o2-08, MR10+o2-13 dan MR10+o2-31 (T7). Hasil uji t 5% menunjukkan bahwa Nei9008+o2-24 dan MR10+o2-30 memiliki nilai DGU negatif dan nyata untuk karakter tinggi letak tongkol. Kedua galur tersebut masingmasing berdaya gabung khusus negatif dan nyata pada kombinasi persilangan Nei9008+o224//MR10+o2-24 dan Nei9008+o2-26//MR10+o2-30. Kombinasi persilangan antara galur yang memiliki DGU nyata dengan DGU tidak nyata yang menghasilkan DGK nyata tersebut mengindikasikan adanya interaksi alel-alel positif dan negatif dalam mengendalikan karfakter tinggi letak tongkol. Hasil analisis gabungan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tinggi tanaman bervariasi antara 108.3 –182.3 cm, sedangkan tinggi letak tongkol berkisar antara 61.3 –91.5 cm. Diperoleh 9 genotip uji yang memiliki rata-rata tinggi tanaman nyata lebih pendek dari varietas hibrida C7, Bima 1 dan Srikandi Kuning 1, sedangkan untuk karakter tinggi letak tongkol, semua genotip uji tidak berbeda nyata dengan tiga varietas hibrida C7, Bima 1 dan Bima 1q. Tanaman yang berumur genjah dan pendek serta berpotensi hasil tinggi merupakan tanaman jagung yang banyak diminati oleh petani. Hal ini disebabkan karena dengan menanam tanaman yang berumur genjah dan pendek akan memudahkan petani mengatur jadwal tanamnya, terutama pada daerah-daerah dimana pengairan sering menjadi kendala dalam bercocok tanam. Tanaman yang lebih pendek dan kokoh umumnya lebih tahan terhadap kerebahan sehingga sangat sesui pada daerah yang sering mengalami serangan angin kencang. Untuk karakter rendemen biji panen terhadap tongkol panen, Nei9008+o2-09 (L1), dan MR10+o2-31 (T7) memiliki nilai DGU positif dan sangat nyata, sedangkan MR10+o213 (T2) adalah nyata. Lini Nei9008+o2-09 (L1) dan tester MR10+o2-31 (T7), selain memiliki DGU sangat nyata, kombinasi antara keduanya juga menghasilkan DGK yang sangat nyata. Kombinasi persilangan antara galur yang masing-masing memiliki DGU sangat nyata dan menghasilkan DGK sangat nyata tersebut mengindikasikan adanya interaksi antara alel-alel positif dalam mengendalikan karfakter rendemen biji. Kombinasi persilangan dari lini atau tester yang memiliki DGU positif yang nyata dengan lini atau tester dengan DGU tidak nyata dan menghasilkan DGK sangat nyata untuk karakter rendemen biji adalah Nei9008+o2-09 (L1)//MR10+o2-30 (T6), Nei9008+o2-11 (L2)// 99 MR10+o2-31 (T7), Nei9008+o2-26 (L6)// MR10+o2-31 (T7) dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2). Karakter rendemen biji mempunyai kontribusi yang cukup nyata terhadap hasil panen. Petani yang sudah berpengalaman menanam jagung cenderung mencari benih jagung yang mampu menghasilkan tongkol dengan rendemen hasil panen yang tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab sehingga varietas Bisi 2 yang dirilis sejak tahun tahun 1995 masih disenangi petani, walaupun secara genetik saat ini varietas tersebut telah mengalami penurunan, terutama ekspresi tongkol dua dan tingkat keseragamannya di lapangan. Dari 64 hibrida hasil kombinasi lini x tester pada penelitian ini, karakter rendemen biji sangat bervariasi dengan kisaran antara 0.66 –0.80. Hasil uji LSI 5% menunjukkan bahwa diperoleh 11 genotip uji dengan rendemen biji berkisar antara 0.73 –0.80 dan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas hibrida Bima 1, Srikandi Kuning 1 dan hibrida Bima 1q , namun tidak nyata dibandingkan dengan C7. Selain itu, 20 genotip uji lainnya memiliki rendemen yang nyata lebih tinggi dari hibrida Bima 1q. Ekspresi genetik tanaman untuk karakter hasi selain dipengaruhi oleh rendemen biji, juga dipengaruhi oleh karakter lain seperti panjang dan diameter tongkol. Dari hasil uji t 5% diperoleh informasi bahwa galur Nei9008+o2 -15 (L4) dan MR10+o2-31 (T7) merupakan penggabung umum yang baik untuk karakter diameter tongkol, sedangkan untuk karakter panjang tongkol tester MR10+o2-26 (T5) merupakan penggabung yang baik dan nyata. Kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus yang baik untuk karakter diameter tongkol adalah Nei9008+o2-09//MR10+o2-31. Lini Nei9008+o2 -15 (L4) dan tester MR10+o2-26 (T5) tidak memiliki pasangan persilangan yang baik untuk mendapatkan nilai DGK yang nyata untuk karakter diameter dan panjang tongkol, meskipun DGU nya nyata. Dengan demikian, diperoleh informasi bahwa tidak semua galur yang memiliki DGU nyata untuk suatu karakter, juga memiliki DGK yang nyata. Karakter hasil tinggi pada umumnya merupakan tujuan akhir dari program pemuliaan tanaman jagung. Hasil uji t 5% untuk DGU menunjukkan bahwa diperoleh tiga lini yang memiliki DGU positif dan sangat nyata yaitu Nei9008+o2-09 (L1), Nei9008+o2-14 (L3) dan Nei9008+o2-27 (L7) serta hanya satu tester yang memiliki nilai DGU positif dan nyata yaitu MR10+o2-31 (T7). Dari lini yang memiliki DGU sangat nyata dan tester yang DGU nya tidak nyata menghasilkan tiga pasangan persilangan dengan DGK yang sangat nyata, yaitu Nei9008+o2-09 (L1)//MR10+o2-26 (T5), Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-30 (T6) dan dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2). Lini Nei9008+o2-09 (L1) yang memiliki DGU sangat nyata dan tester MR10+o2-31 (T7) dengan DGU nyata, juga merupakan 100 kombinasi persilangan yang memiliki DGK sangat nyata, sedangkan pasangan persilangan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-08 (T1 ) dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-24 (T4) memiliki DGK yang nyata dan berasal dari lini dengan DGU sangat nyata dan DGU tester yang tidak nyata. Dari analisis gabungan lokasi untuk menguji potensi hibrida, diperoleh informasi hasil panen biji kering pada kadar air 15% dari masing-masing kombinasi galur yang memiliki DGK nyata dan sangat nyata sebagai berikut: Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-31 (T7) = 9.3 t/ha; Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2) = 8.4 t/ha; Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-30 (T6) = 7.8 t/ha, Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-26 (T5) = 7.7 t/ha; Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-24 (T4) = 7.5 t/ha dan Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-08 (T1 ) = 7.4 t/ha. Tujuan akhir yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan hibrida yang memiliki kandunngan lisin dan triptofan tinggi, resisten terhadap penyakit bulai dan berdaya hasil tinggi. Dengan berdasar pada tujuan akhir penelitian tersebut, diperoleh tiga kombinasi persilangan yang dapat direkomendasikan berdasarkan hasil evaluasi daya gabung ketahanan terhadap penyakit bulai dan daya gabung karakter hasil yaitu: (1) Nei9008+o2-27 (L7)// MR10+o2-13 (T2) dengan DGK hasil biji sangat nyata, DGK ketahanan infeksi patogen penyakit bulai bernilai negative (-4,36), rata-rata hasil 8.4 t/ha serta rata-rata infeksi bulai 2.2%; (2) Nei9008+o2-09 (L1)// MR10+o2-26 (T5) dengan DGK hasil biji sangat nyata, DGK ketahanan infeksi patogen penyakit bulai bernilai negative (-5,29), rata-rata hasil 7.7 t/ha serta rata-rata infeksi bulai 14.4%; (3) Nei9008+o227 (L7)//MR10+o2-08 (T1 ) dengan DGK hasil biji sangat nyata, DGK ketahanan infeksi patogen penyakit bulai bernilai negatif dan sangat nyata (-13,45), rata-rata hasil 7.4 t/ha serta rata-rata infeksi bulai 2.2%. Sedangkan varietas pembanding: hibrida C7 dengan rerata hasil 7.4 t/ha dan infeksi bulai 48.7%, hibrida Bima dengan rerata hasil 6.3 t/ha dan infeksi bulai 45%, hibrida Bima 1q dengan rerata hasil 4.9 t/ha dan infeksi bulai 64.4%, dan varietas komposit Srikandi Kuning-1 dengan rerata hasil 5.3 t/ha dan infeksi bulai 100%. 101