MENINGKATKAN HARMONI DAN KERUKUNAN UMAT MENUJU KEHIDUPAN YANG ADIL DAN DEMOKRATIS Oleh : H. Muhammad M. Basyuni PENDAHULUAN Pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang adalah suatu tugas raksasa. Lebih-lebih bagi bangsa Indonesia yang mengandung berbagai kemajemukan seperti suku, budaya, bahasa, agama, tingkat pendidikan, kehidupan ekonomi dan sebagainya. Dalam beberapa hal, kemajemukan itu kait-mengkait sehingga membuatnya lebih ruwet. Kemajemukan itu sendiri tidaklah mengandung penilaian serta merta tentang "baik atau buruk". la bisa merupakan potensi yang memacu persaingan yang sehat untuk memperoleh kemajuan, akan tetapi sebaliknya iapun bisa beralih menjadi potensi yang mengobarkan pertentangan yang saling menghancurkan. Lebih - Lebih kalau pertentangan itu terjadi dalam persoalan keyakinan agama. Karena itu, untuk berhasilnya pembangunan bangsa, harus dikembangkan, di samping prasarana matenil, juga prasarana sosial, yang dalam hal ini masalah integrasi dan partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat essensial. Dalam rangka inilah "keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama" merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan vital. Adalah satu hal yang harus benar-benar disadari bahwa pertentanganpertentangan dalam kehidupan sosial keagamaan, amat mengganggu, baik stabilitas nasional maupun kehidupan agama itu sendiri. Ketidakrukunan dan ketidakadilan dalam kehidupan sosial keagamaan pasti akan menimbulkan problem-problem sosial, politik, ekonomi dan keagamaan, yang sangat jauh dan luas akibat-akibatnya. Itulah sebabnya maka usaha menciptakan dan membina keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama perlu beroleh penanganan yang sungguh-sungguh dan hati-hati. KEBERAGAMAAN SESEORANG Keberagamaan seseorang bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba muncul dalam suatu kondisi kehidupan manusia yang kosong. Bagi kebanyakan orang keberagamaannya berasal dari warisan dan dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Keberagamaan itu sebagian besar tidak lahir dari kesadaran obyektif dan pilihan bebas dalam arti yang polos. Karena itu, masalah kebenaran dan keyakinan agama bukanlah seluruhnya persoalan akademis di mana seseorang secara netral dan polos mendekati, membahas dan mengambil 1 kesimpulan secara ilmiah, dan atas dasar kesimpulan itu dia menentukan pilihan agamanya. Itulah sebabnya, maka pembinaan kerukunan hidup umat beragama yang harmonis itu hares ditangani dengan sungguh-sungguh dan hati-hati, agar jangan sampai berbalik arah, bukan menimbulkan kerukunan melainkan perbenturan antar umat berbagai agama. Sebab, dalam membicarakan perkara agama, orang akan selalu terlibat, berpihak dan tidak mungkin sepenuhnya bersikap rasional dan obyektif. KEHARMONISAN DAN KERUKUNAN UMAT Kerukunan hidup beragama yang harmonis adalah suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang balk dalam keadaan rukun dan damai. Karena itu, keharmonisan dan kerukunan hidup beragama itu tidak akan mungkin lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tak peduli atas hak dan perasaan orang lain. Tapi ini tidak hares berarti bahwa kerukunan beragama itu didasarkan atas sikap sinkritistis yang dibuat-buat, sebab hal itu hanya akan menimbulkan kekacauan dan merusak nilai agama itu sendiri. LANDASAN Bagi bangsa Indonesia, landasan untuk membina keharmonisan dan kerukunan hidup umat berbagai agama itu sudah ada, balk yang lebih bersifat filosofis maupun yang lebih bersifat pragmatis. Yang pertama adalah falsafah negara Pancasila dan yang kedua adalah tugas nasional bersama pembangunan bangsa. Sebagai landasan kehidupan yang harmonis dan kerukunan bagi semua golongan agama, Pancasila mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang bisa ditenma oleh semua pihak. Sedangkan pembangunan bangsa adalah tugas nasional yang semua pihak berkewajiban melaksanakan dan mensukseskannya. Oleh karena itu, di atas dasar kedua landasan tersebut dapat dikembangkan kehidupan yang harmonis dan kerukunan serta kerjasama umat berbagai agama. POLA KERUKUNAN Kerukunan hidup beragama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain. Dan lapang dada kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat majemuk, apabila is diwujudkan dalam. 1. Lapang dada dalam sikap yang diterjemahkan dalam : a. Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasaan golongan agama lain yang berbeda mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri; b. Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguhsungguh agamanya; c. Sikap saling mempercayai atas etikad baik golongan agama lain; 2 2. Lapang dada dalam perbuatan yang diwujudkan dalam: a. Usaha memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain; b. Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain; c. Usaha saling membantu dalam, kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi keterbelakangan bersama; d. Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi salingtukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama. Kehidupan harmonis dan kerukunan hidup beragama atas dasar kelapangan dada itu, bukan semangat untuk menang sendiri yang perlu dikembangkan melainkan prinsip "setuju dalam perbedaan". "Setuju dalam perbedaan" berarti orang mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh totalitasnya, menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya, menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk menganut keyakinan agamanya sendiri. DIALOG Membina kehidupan yang harmonis dan kerukunan hidup umat beragama tidaklah berarti hares mempertahankan status quo dalam arti menghambat kemajuan masing-masing agama. Juga tidak berarti sekedar menjaga dan memelihara situasi tidak adanya pertentangan dan ketegangan. Harmonis dan kerukunan tetap menjaga kehidupan yang adil dan demokratis yang dimiliki oleh masing-masing golongan agama. Situasi harmonis dan rukun itu harus dilihat dalam konteks perkembangan masyarakat yang sedang membangun, yang menghadapi aneka tantangan dan persoalan. Ini berarti bahwa keharmonisan dan kerukunan yang didambakan itu adalah suatu keadaan yang dinamis yang merupakan bagian dari pertumbuhan masyarakat. Oleh karena itu, kerukunan itu hares diciptakan, dipelihara dan dibina terus menerus. Di sinilah pentingnya dialog di antara tokoh-tokoh berbagai agama. Dialog bukan polemik dimana orang beradu argumentasi lewat pena. Dialog bukan debat dimana orang saling mengemukakan kebenaran pendapat sendiri dan kesalahan pendapat orang lain. Dialog bukan apologi dimana orang berusaha mempertahankan kepercayaannya karena merasa terancam. Dialog bukan pula elentik dimana orang membantah agama orang lain dengan menuntut pertanggung jawaban. Dialog, pada hakikatnya, adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab, yang didasari oleh saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa yang lebih dan makin baik, materil maupun spiritual. PENYIARAN AGAMA Prinsip "setuju dalam perbedaan" itu seterusnya menimbulkan kode etik yang lebih manusiawi dalam usaha golongan-golongan agama untuk menyiarkan agama masingmasing. Para penyiar agama tidak akan bersikap seperti kondektur bis yang berlomba mencari penumpang dalam menarik orang lain kepada agamanya. Pendekatan secara manusiawi dalam menarik orang lain terhadap agama berarti 3 memberikan kemungkinan dan kebebasan yang seluas-luasnya bagi orang lain untuk menentukan sikap dan pilihannya tanpa ikatan dan tekanan apapun, sebab hal itu hanya akan merendahkan agama itu sendiri. Tujuan agama adalah memberikan ketentraman batin kepada para pemeluknya, Penganutan agama yang disebabkan oleh tekanan, betapapun kecilnya dan apapun bentuknya, dan sama sekali bukan oleh hati nurani, pasti lah tidak akan membuahkan ketentraman batin, sebab dasar ketulusan tidak ada. Hal ini tidaklah yang dimaksudkan agama itu sendiri. Tanpa adanya kode etik yang lebih manusiawi dalam penyiaran agama, keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama tentu akan selalu terancam dengan segala akibat-akibatnya yang sulit diperhitungkan. LANGKAH MEMBANGUN KEHARMONISAN DAN KERUKUNAN UMAT Kita berpandangan bahwa wujud keberagamaan bangsa ini harus mampu memberikan sumbangan untuk memperkuat keutuhan perjalanan bangsa pada masa yang akan datang. Untuk itu, maka perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, wujud keberagamaan berangkat dari kesadaran terhadap kedalaman makna dari ajaran agama yang memanusiakan manusia dengan arti yang sesungguhnya. Dengan demikian agama hendaknya dipahami sebagai tuntutan kehidupan manusia yang bernilai luhur, karena itu tidak layak apabila agama dijadikan hanya sebagai alat atau kecenderungan untuk meraih kepentingan pribadi atau kelompok. Kedua, setiap pemuka agama hendaknya berupaya untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pembangunan bangsa dengan mengangkat sisi ajaran agamanya yang berdimensi universal untuk disumbangkan kepada pembangunan bangsa sehingga makna kehadiran agama tersebut bersifat l intas agama dan budaya. Dalam pandangan kita, bahwa agama yang paling berperan di masa depan adalah agama yang paling banyak memberikan sumbangan pemikiran dan menghasilkan kepentingan umat manusia secara universal. Tanpa kita sadari, sebenarnya dialog aktivitas keberagamaan telah terjadi di seputar kita seperti memasyarakatnya gagasan tentang perekonomian syariah dengan segala variasinya yang dilakukan umat Islam, konsep pelayanan aksi sosial yang dilakukan oleh umat Kristiani, aktivitas ekonomi yang dikembangkan umat Buddha dan Hindu. Ternyata aksi sosial yang bersifat lintas agama dan budaya berjalan dengan aman yang diterima masyarakat sebagai sebuah kenyataan. Ketiga, hendaknya pemuka berbagai agama membiasakan din untuk melakukan dialog tentang ajaran agama-agama yang memiliki kesamaan terminologi guna dipahami secara bersama peraamaan dan perbedaannya. Hal ini tentunya tidak bertujuan untuk membuat seseorang beralih imannya akan tetapi adalah membangun semangat persepahaman antara penganut agama yang berbeda. Bahkan juga hal ini dapat dikembangkan pada intern suatu agama. Sehingga perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam misalnya tentang persoalan Khilafiyah tidak lagi menjadi sumber pertentangan di kalangan intern umat Islam. Persoalan khilafiyah itu hendaknya tetap dibiarkan sebagai ragam dinamika yang terjadi di kalangan umat Islam. Keempat, kegiatan dialog adalah bertujuan untuk membangun komunikasi oleh karena 4 itu hal ini diharapkan menjadi tradisi yang membudaya di kalangan pemuka agama sehingga potensi kerawanan sosial yang membawa konflik dapat dilakukan pengamatan secara dini. Dengan demikian, pemuka agama akan tetap memerankan dirinya sebagai sumber referensi umat dan apabila terjadi masalah maka dengan mudah.ditemukan titik simpulnya yaitu pada para pemimpin dan tokoh agama itu sendiri. Sekian terima kasih. Jakarta, 1 April 2005 Menteri Agama RI ttd Muhammad M. Basyuni Disampaikan pada Acara Kongres GP Ansor Ke XIII, tanggal 1 April 2005 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta. 5