PERANAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DALAM

advertisement
PERANAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DALAM MEMELIHARA
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
RINGKASAN SKRIPSI
Oleh :
Henrikus Wawan Kurniawan
13401241032
JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
PERANAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DALAM
MEMELIHARA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Henrikus Wawan Kurniawan dan Dr. Suharno, M.Si
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengungkapkan peranan pemerintah kota
Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama, 2) menjelaskan hambatan
pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama, selain itu
3) mendeskripsikan upaya pemerintah dalam mengatasi hambatan dalam memelihara
kerukunan umat beragama.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Teknik penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive, teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan
keabsahan data menggunakan teknik cross check. Selanjutnya teknik analisis data
menggunakan analisis model interaktif yang meliputi 4 (empat) tahap, yakni:
pengumpulan data, reduksi data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Peranan pemerintah kota Yogyakarta
dalam memelihara kerukunan umat beragama meliputi; a) sebagai fasilitator,
pemerintah memberdayakan dan memfasilitasi Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) dan memfasilitasi pelajar, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan serta
tokoh agama dalam program pemantapan cinta tanah air dan nasionalisme. b) sebagai
koordinator, pemerintah menyelenggarakan rapat koordinasi dengan FKUB,
pengkoordinasian dengan instansi vertikal pemerintahan, pembinaan dan
pengkoordinasian camat dan lurah dalam musyawarah rencana pembangunan
(Musrembang) serta koordinasi terkait penyelesaian konflik. c) regulator, pemerintah
menerbitkan surat ijin mendirikan bangunan rumah ibadah sesuai dengan
rekomendasi FKUB. 2) Hambatan pemerintah dalam memelihara kerukunan umat
beragama yakni; kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas
keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial, minimnya distribusi anggaran
FKUB dan pemberitaan media yang berlebihan. 3) Upaya pemerintah dalam
mengatasi hambatan tersebut adalah rapat koordinasi dengan Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) kota Yogyakarta, rapat koordinasi dengan Forum Kewaspadaan
Dini Masyarakat (FKDM) kota Yogyakarta, rapat koordinasi dengan Forum
Komunikasi Intelejen Daerah (Forkominda) Kota Yogyakarta dan rapat rutin dengan
Tim Terpadu Gangguan Sosial
Kata Kunci: Peranan, Pemerintah Kota, Kerukunan Umat Beragama
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang pluralisme, itu diakui dengan adanya
keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat, budaya hingga agama. Keanekaragaman
ini merupakan suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa karena dapat menciptakan tali
persaudaraan, saling mengisi dan melengkapi demi kemajuan negeri. Jauh sebelum
kemerdekaan, keanekaragaman ini telah dipupuk oleh masyarakat Indonesia, tepatnya
tanggal 28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda yang dikumandangkan oleh para pemuda
Indonesia yang berbeda latar belakang. Ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa
adanya keinginan yang kuat untuk membangun negara Indonesia diatas dasar
pluralisme, dan
perjuangan itu terus berlanjut hingga pada tahun 1945
menghantarkan Indonesia pada kemerdekaan Indonesia.
Pasca kemerdekaan, Orde Baru dan hingga sekarang pada zaman reformasi
tantangan besar untuk menjaga persatuan bangsa terus saja bergulir. Keanekaragaman
yang ada dipandang sebagai potensi untuk memajukan bangsa Indonesia, namun
disisi yang lain juga dianggap sebagai ancaman yang serius republik ini karena
dengan mudahnya dapat dipecah belah oleh konflik. Perilaku toleransi terhadap
perbedaan suku, bahasa, adat istiadat, budaya hingga agama merupakan suatu hal
yang mutlak yang harus ditanamkan dalam kehidupan masyarakat, sehingga
pandangan negatif mengenai dapat dengan mudahnya bangsa dipecah belah oleh
konfik tidak terjadi.
Memasuki awal abad 21, diberbagai daerah di Indonesia masih terdapat banyak
masalah seperti banyak umat beragama khususnya minoritas mengalami kesulitan
hidup ditengah kehidupan mayoritas umat agama lain. Tindakan-tindakan intoleransi
tersebut dilakukan terus menerus oleh aktor-aktor yang tidak bertanggungjawab.
Padahal konstitusi negara Indonesia telah secara tegas memberikan jaminan
konstitusional kepada setiap warga negara yang ada di Indonesia diberikan kebebasan
untuk memeluk agamanya dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan,
seperti yang tertuang didalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen yang berbunyi, “Negara berhak
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam bidang agama, arah kebijakanpembangunan nasional yang dicita-citakan
saat ini, menyangkut 4 hal seperti; peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman
agama, kehidupan beragama serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat
beragama. Untuk mewujudkan cita-cita dan arah kebijakan pembangunan nasional itu
tentu diperlukan kerja maksimal, seperti sinergi dan koordinasi pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan mitra pemerintah dalam pengelolaan keberagaman umat
beragama. Program-program yang dirancang oleh pemerintah khususnya ditingkat
lokal/ daerah juga perlu dievaluasi, terutama berkaitan dengan pemeliharaan
kerukunan umat beragama, karena program yang sudah dijalankan belum
memberikan hasil yang baik. Padahal itu merupakan suatu kewajiban pemerintah
sebagai perwakilan dari negara untuk menjamin kerukunan di masyarakat yang
beragam.
Pada dasarnyapengelolaan keberagaman umat beragama ditingkat daerah, telah
jelas diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 8 dan Nomor 9 mengenai pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/ Wakil
Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pendirian rumah ibadah.Peraturan itu
memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang besar kepada Pemerintah Daerah
terutama di tingkat Kabupaten/ Kota. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1)
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor
8 Tahun 2006 “Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi
tugas dan kewajiban Bupati/ Walikota.
Lebih lanjut dalam pasal 6 ayat (1) dijelaskan bahwa tugas dan kewajiban
Bupati/ Walikota yaitu:
a. Memelihara ketenteraman dan kewajiban masyarakat termasuk
memfasilitasi kerukunan umat beragama di Kabupaten/ Kota
b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dikabupaten/ Kota dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama
c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
pengertian, saling menghormati dan saling percaya diantara umat
beragama.
d. Membina dan mengoordinasikan camat, Lurah/ Kepala Desa dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibidang ketentraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama.
e. Menerbitkan ijin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadat.
Kerukunan Umat Beragama dalam masyarakat akan terwujud jika tugas dan fungsi
tersebut dijalankan dengan baik oleh Pemerintah Daerah.
Sejak Tahun 2007 Lembaga Swadaya Masyarakat Setara Institute yang
mempunyai mandat mempromosikan, merawat dan memperkuat kemajemukan
Indonesia memantau kondisi kebebasan beragama/ berkeyakinan di Indonesia. Hasil
tersebut menunjukan bahwa ditingkat lokal masih terdapat banyak kasus intoleran
antar umat beragama.
Dalam laporannya yang berjudul kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan
di Indonesia tahun 2014 (2014: 232), SetaraInsitute melihat bahwa situasi dan kondisi
umat beragama di Indonesia saat ini masih terdapat aksi konsolidasi dari aktor-aktor
intoleran.
“Pelaku dari intoleransi, diskriminasi dan agen kekerasan sesungguhnya
relatif tetap, meskipun dalam beberapa kasus hanya berganti kostum. Hal itu
menunjukan bahwa mereka memang tak tersentuh (unstouchable), atau negara
memang tidak mau menyentuh mereka. Negara kembali kerapkali absen
dalam beberapa kasus pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang
dilakukan oleh aktor-aktor intoleran.”
Dari pernyataan tersebut memperlihatkan aktor-aktor intoleran
dari tahun
ketahun relatif sama dan ini sudah sangat jelas diperlukan perhatian yang serius agar
permasalahan didaerah intoleran cepat usai dan dampaknya tidak menjalar kedaerahdaerah lain. Permasalahan yang using ini sudah seharusnya negara dalam hal ini
pemerintah hadir didalam setiap konflik/ benturan yang terjadi, sehingga masalah
yang muncul tidak berpengaruh dan mengganggu stabilitas sosial dan pemerintahan.
Selain itu, dalam laporan kebebasan beragama dan berkeyakinan versi The
Wahid Institute(2014: 14) yang juga merupakan lembaga swadaya masyarakat, sudah
sejak Tahun 2008 selalu melaporkan kepada publik mengenai situasi kebebasan
beragama di Indonesia. Dari tahun ketahunpemetaan terus dilakukan oleh The Wahid
Institute dengan tujuan melihat secara jelas gambaran-gambaran daerah intoleran
yang mempunyai permasalahan yang cukup serius seperti pelanggaran kebebasan
beragama/ berkeyakinan, konflik dan benturan kelompok agama lain hingga
pembakaran rumah ibadah.
Sepanjang 2008-2015, laporan dan kajian the Wahid Institute
(2014: 33)
mencatat provinsi tertinggi terjadi kasus-kasus pelanggaran masih ditempati oleh
Jawa Barat. Menurut The Wahid Institute, kasus– kasus yang terjadi diberbagai
daerah dikarenakan belum adanya kinerja yang serius dari pemerintah daerahnya,
yang seharusnya pemerintah tersebut bisa menekan kelompok-kelompok intoleran
agar tidak melancarkan aksinya.
Pada akhir-akhir ini kasus-kasus yang meningkat meliputi: pelarangan dan
penyegelan gereja serta kasus-kasus penyesatan. Bahkan dalam laporannya ditahun
2014 dan 2015, Daerah Istimewa Yogyakarta dinobatkan sebagai daerah Intoleran ke
2 di Indonesia setelah Jawa Barat. Peristiwa pelanggaran kebebasan beragama yang
terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebar disetiap kabupaten/ kota, termasuk
salah satunya Kota Yogyakarta.
Dari data yang terdapat didalam Laporan The Wahid Institute dan Setara Institute
dapat disimpulkan bahwa situasi kebebasan beragama/ berkeyakinan di Yogyakarta
sangat mengkhawatirkan.Yogyakarta yang mempunyai predikat; “Yogyakarta City
Of Tolerance” patut dipertanyakan, karena kasus-kasus yang ada memberikan
gambaran kepada publik
bahwa daerah ini intoleran. Program-program yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah khususnya di Kota Yogyakarta dalam bidang
pengelolaan keberagaman umat beragama belum memperlihatkan hasil yang positif.
Visi Pembangunan Kota Yogyakarta yang dirancang dari Tahun 2005- 2025
yakni “Terwujudnya kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan yang berkualitas,
pariwisata yang berbudaya, pertumbuhan dan pelayanan jasa yang prima, ramah
lingkungan serta masyarakat madani yang dijiwai semangat Mangayu Hayuning
Bawana” akan terlaksana jika pengelolaan keberagaman yang merupakan masalah
mendasar dijalankan secara maksimal, benar dan tidak tebang pilih.
Berangkat dari kasus-kasus intoleransi yang setiap tahunnya mengakar di kota
pelajar yakni Kota Yogyakarta seperti; penolakan gereja Kristen Yehuwe di Baciro,
Konflik agama hingga data terbaru pemaksaan penurunan baliho serta penyebaran
kebencian oleh organisasi masyarakat berbasis keagamaan, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam
Memelihara Kerukunan Umat Beragama.
II.
KAJIAN PUSTAKA
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1989: 234). Pentingnya peranan
adalah karena ia mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat
pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan.
Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat.
Menurut Abdulsyani (2007: 94) peranan adalah suatu perbuatan seseorang atau
sekelompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Pelaku peranan dapat dikatakan
berperan jikalau telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status
sosialnya didalam masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu dalam
kehidupan sosial, maka selanjutnya akan ada kecenderungan yang timbul dari suatu
harapan-harapan yang baru.
Dikutip oleh Soerjono Soekanto (1998: 29) dari buku “Role, Personality and
Social Structure” karya Levinson, peranan dapat mencakup tiga hal berikut:
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Berangkat dari beberapa definisi/ pendapat yang ada, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa secara umum peranan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
yang meliputi status atau keberadaan seseorang dan atau sekelompok orang yang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya atau posisinya
didalam suatu kelompok tertentu.
Menurut Inu Kencana (2013: 9) didalam bukunya yang berjudul Ilmu
Pemerintahan kata pemerintah dan pemerintahan diberbagai negara tidak dibedakan.
Contohnya, Inggris yang
menyebutkan
”Government”, kemudian Prancis
menyebutnya sebagai “Gouvernment”, keduanya itu berasal dari perkataan latin
“Gubernacalum” yang biasanya kita sebut sekarang dengan sebutan gubernur. Lebih
lanjut,dijelaskan bahwa dalam bahasa Arab disebut dengan “Hukumat” sedangkandi
Amerika Serikat disebut dengan “administration”, sedangkan untuk mengartikan
“Regering” yakni sebagai penggunaan kekuasaaan negara oleh yang berwenang
untuk menentukan
keputusan dan kebijakan dalam rangka mewujudkan tujuan
negara, dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.Jadi dengan kata lain Inu
Kencana
dalam
bukunya
mengartikan
bahwa“Regeren”
digunakan
untuk
pemerintahan pada tingkat nasional, sedangkan “Bestuur” diartikan sebagai
keseluruhan badan pemerintah dan kegiatannya yang langsung berhubungan dengan
usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Lebih lanjut lagi Labolo (2011: 16) mengungkapkan bahwa “sebagai representasi
rakyat, pemerintah merupakan entitas yang dipandang paling berdaulat karena tidak
semua organisasi yang
memiliki kesamaan struktur dan fungsi sebagaimana
organisasi pemerintah dapat disebut sebagai entitas pemerintah yang berdaulat”,
oleh karena itu pemerintah merupakan organisasi yang terstruktur yang mempunyai
tugas dan fungsinya dalam menjalankan berbagai kebijakan demi terciptanya suatu
tatanan masyarakat yang lebih baik.
Pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah sebagaimana
diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mengartikan bahwa
Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui kewenangan otonomi yang dimilikinya, Pemerintah Kota Yogyakarta
wajib menciptakan pemerintahan yang demokratis demi terwujudnya ketentraman
dan kesejahteraan dalam masyarakat. Terwujudnya pemerintahan yang demokratis
akan membawa dampak positif dalam stabilitas sosial dan pemerintahan sehingga
good governance benar-benar nyata terwujud.
Otonomi daerah merupakan salah satu dasar kebijakan bahwa pemerintah daerah
Provinsi, Kabupaten/ Kota dapat menjalankan kebijakannya masing-masing didaerah
tersebut.Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, Kabupaten/ Kota harus
sesuai dengan peraturan yang ada. Seperti dalam pengelolaan keberagaman umat
beragama pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota diberikan mandat
sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 09 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan ForumKerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat
bahwa “pemeliharaan kerukunan umat beragama menjaditanggung jawab bersama
umat beragama,pemerintahan daerah dan Pemerintah”. Ditingkat Provinsi yang
bertanggungjawab dalam menjaga kerukunan umat beragama yakni Gubernur,
sedangkan ditingkat Kabupaten/ Kota yang mempunyai peranan dan tanggungjawab
yakni Pemerintah Kabupaten/ Kota yang diwakili oleh Bupati/ Walikota.
Berikut tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang
meliputi:
a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi terwujudnyakerukunan umat beragama di provinsi;
b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam
pemeliharaan kerukunanumat beragama;
c. Menumbuhkembangkan
keharmonisan,
saling
pengertian,
salingmenghormati, dan salingpercaya di antara umat beragama; dan
d. Membina dan mengoordinasikan Bupati/Wakil Bupati dan
walikota/wakil walikota dalampenyelenggaraan pemerintahan daerah
di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakatdalam kehidupan
beragama.
Sedangkan ditingkat Kabupaten/ Kota seperti yang terdapat dipasal 6 ayat (1)
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006
mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut;
a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi
terwujudnyakerukunan
umat
beragama
di
kabupaten/kota;
b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam
pemeliharaankerukunan umat beragama;
c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama;
d. Membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam
penyelenggaraan
e. Pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupanberagama;
f. Menerbitkan IMB rumah ibadat.
Tugas dan Kewajiban baik itu ditingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota harus terus
dilaksanakan agar toleransi yang ada tetap terjaga sehingga kerukunan dalam
masyarakat.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif.Tujuan dari
penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena,variabel dan keadaan
yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.Penelitian
deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan
situasi yang sedang terjadi,sikap serta pandangan yang terjadi di dalam
masyarakat,pertentangan 2 keadaan atau lebih,hubungan antar variabel,perbedaan
antar fakta,pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kesatuan Bangsa Pemerintah Kota
Yogyakarta. Peneliti mengambil tempat penelitian disini karena lokasi ini sesuai
dengan studi kasus/peristiwa yang telah ada diatas. Waktu penelitian yang dilakukan
pada penelitian ini yakni terhitungtanggal 18 Januari 2017 hingga 20 Maret 2017.
Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki
kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Adapun kriteria yang
digunakan peneliti memilih subjek penelitian disini adalah Pejabat pemerintah daerah
yang bertugas minimal 4 tahun di Kota Yogyakarta yang mempunyai kewenangan,
pengalaman dan pengetahuan mengenai peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam
memelihara kerukunan umat beragama. Berkaitan dengan kriteria tersebut yakni:
Kepala Sie. Pembinaan Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta, Kepala TU Kantor
Kesatuan Bangsa dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta.
Merujuk pada analisis data kualitatif, ada empat langkah dalam melakukan
analisis data. a) tahap pengumpulan data, b) tahap reduksi data, tahap display data,
dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.berdasarkan uraian diatas maka kesimpulan
dalam penelitian ini adalah peranan pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara
kerukunan umat beragama.
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kota Yogyakarta, Identik
dengan kota yang plural terutama penduduk
berdasarkan agama. Data kependudukan khususnya berdasarkan agama menunjukan
masing-masing penduduk di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta memeluk agama yang
berbeda-beda. Menurut jumlah penduduk berdasarkan agamanya di 14 kecamatan
urutan tertinggi yakni Islam dengan 340.000 orang, Katolik 43.028 orang, Kristen
26.554 orang, Buddha 1.356 orang, Hindu 515 orang, Konghucu 29 orang dan aliran
kepercayaan 18 orang. Data kependudukan merupakan hasil dari jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Dalam menjaga dan memelihara kerukunan dimasyarakat
tersebut sesungguhnya bukan hanya tugas pemerintah melainkan tugas semua warga
masyarakat. Sinergi antar pemerintah dan masyarakat harus sejalan, agar apa yang
dicita-citakan oleh pemerintah dan masyarakat terwujud.
A. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat
beragama
Hasil dari penelitian penulis di Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta
menunjukan, bahwa Pemerintah Kota sudah berusaha maksimal dan berhasil dalam
merawat kerukunan di Kota Yogyakarta. Keberhasilan terlihat dalam laporan
Pemerintah Kota yang menunjukan tingkat intensitas frekuensi akibat SARA dari
tahun ketahun semakin rendah. Keberhasilan dari tahun ketahun menunjukan bahwa
pemerintah sudah menciptakan kondisi damai dan aman di Kota Yogyakarta.
Buktinya pada tahun 2012 dari capaian indikator sasaran strategis didalam RPJMD
Tahun 2012-2016 yakni pada tahun 2012 indikator kerja mengenai pengendalian
konflik sosial akibat SARA dan kesenjangan sosial 40%, 2013 turun 37,03%,
kemudian realisasi tahun 2014 mencapai 27,5% dan tahun 2015 sekitar 25,75%.
Berdasarkan telaah dilapangan yang dilakukan oleh penulis, peranan Pemerintah Kota
dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yakni sebagai fasilitator, koordinator dan
regulator. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dijalankan sesuai dengan Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006 dan RPJMD Tahun 2012- 2016 tentang pengendaian konflik sosial yang
ditimbulkan isu SARA. Pertama, peranan pemerintah Pemerintah Kota sebagai
fasilitator meliputi:
1) Sebagai Fasilitator
a. Mengesahkan Kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) disahkan dengan keputusan
Walikota nomor 195/KEP/2013. Sesuai namanya FKUB Kota ini merupakan forum/
organisasi yang dibentuk oleh masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan
kerukunan umat beragama sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006.
b. Pemerintah Kota Memfasilitasi dan Menyelenggarakan Program Pemantapan
Nasionalisme dan Cinta Tanah Air.
Selain Kementerian Agama dan mitra kerja pemerintah kota, Kantor Kesatuan
Bangsa Kota Yogyakarta mempunyai program prioritas dalam merawat kebhinekaan
dan mengendalikan konflik sosial yang timbul karena isu SARA. Program tersebut
dikemas dengan program pemantapan nasionalisme dan cinta tanah air/ wawasan
kebangsaan.
Program
Pemantapan
nasionalisme
dan
cinta
tanah
air
ini
diselenggarakan rutin oleh Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta di Balai Kota
Yogyakarta.
Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2013
anggaran untuk program wawasan kebangsaan sebesar Rp. 201.883.500, kemudian
pada tahun 2014 realisasi anggaran sebesar Rp. 304.485.015 sedangkan tahun 2015
yang dipublikasikan di website Pemerintah Kota Yogyakarta program wawasan
kebangsaan tahun 2015 sebesar Rp. 386.612.485. Realisasi Anggaran dari tahun ke
tahun meningkat, sejalan dengan capaian program pengendalian konflik berdasarkan
isu SARA yang semakin baik.
2) Pemerintah Sebagai Koordinator
Koordinasi Pemerintah Kota dengan instansi pemerintah dan/ atau Mitra
pemerintah lain merupakan suatu keharusan. Terciptanya tujuan pemerintah dalam
tata kelola pemerintahan tentunya merupakan hasil dari koordinasi yang baik antar
lembaga/ mitra pemerintahan. Berikut ini peranan pemerintah sebagai koordinator
dalam memelihara kerukunan umat beragama;
a) Memberikan arahan pada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama
Melalui berbagai forum Kepala Kantor Kesatuan Bangsa bahkan Walikota
Yogyakarta selalu memberikan arahan terkait kebijakan pemerintah daerah. Hal
itu terlihat dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah, kesatuan bangsa
Kota Yogyakarta bahwa Wali Kota Yogyakarta bersama Kepala Kantor Kesatuan
Bangsa memberikan arahan terkait kebijakan pemerintah dalam acara seminar
kebangsaan yang diselenggarakan di ruang sadewa kota Yogyakarta, pemantapan
rasa cinta tanah air di Balai Kota Yogyakarta dan Outbound bersama tokoh lintas
agama. Materi yang disampaikan berkenaan dengan potensi konflik yang berbasis
wilayah.
b) Pengkoordinasikan kegiatan Instansi Vertikal dan menumbuhkembangkan
keharmonisan diantara umat beragama.
Sebagai upaya menjaga kondisi Yogyakarta yang tetap aman dan damai.
Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dikegiatan dengan instansi vertikal
sebagai langkah efektif guna mencegah terjadi konflik sosial keagamaan
dimasyarakat. Koordinasi dilakukan Pemerintah Kota dengan instansi terkait
seperti dengan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta dan
Kepolisian Resort Kota Yogyakarta. Rapat koordinasi merupakan program
tahunan dari kantor kesatuan bangsa kota Yogyakarta dengan Polres Kota
Yogyakarta dan Kementerian Agama Kota Yogyakarta dilakukan 6 kali pada
tahun 2016.
c) Pembinaan dan Pengkoordinasian camat dan lurah
Pembinaan dan pengkoordinasian terhadap camat dan lurah dilakukan
diberbagai kegiatan, terlihat pada kegiatan Musrembang tingkat kecamatan dan
kota. Kegiatan Musrembang yang diselenggarakan ini dilaksanakan pada tahap
awal pembahasan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
Pada tahun 2016 Musrembang Pemerintah Kota Yogyakarta, menjabarkan
bahwa Tahun 2016, Pemerintah Kota memprioritaskan program sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yakni pada tujuh bidang, yakni sosial budaya, kesehatan,
pendidikan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan wilayah dan peningkatan
infrastruktur, lingkungan hidup dan pemanfaatan ruang, serta kinerja aparatur dan
birokrasi.
d) Koordinasi penyelesaian perselisihan/ konflik.
Konflik yang terjadi dimasyarakat tentu perlu disikapi dengan serius oleh
Instansi Pemerintahan daerah. Konflik akan usai ketika instansi pemerintah
bersama FKUB berperan sebagai mediator dari pihak-pihak yang terlibat. Kantor
kesatuan bangsa kota Yogyakarta melihat bahwa kasus konflik yang berkaitan
dengan SARA yang terjadi dimasyarakat tentu akan mengganggu pemerintahan
dan akan memperburuk citra Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengku
Buwana XI jika dibiarkan.
Koordinasi yang baik demi menyelesaikan perselisihan/ konflik merupakan
modal utama demi tercapainya tujuan. Selama ini koordinasi dalam penyelsaian
konflik yang terjadi dimasyarakat sudah berjalan dengan baik, hal itu dapat
dibuktikan seperti contoh penolakan pendirian gereja Kristen di Baciro oleh
organisasi berbasis keagamaan berakhir dengan duduk bersama dengan pihakpihak yang terlibat, dan akhir dari konflik tersebut FKUB Kota Yogyakarta
memberikan rekomendasi untuk mendirikan rumah ibadah dan Walikota
Yogyakarta memberikan ijin dengan SK IMB rumah ibadah gereja Kristen di
Baciro.
3) Sebagai Regulator
Sebagai regulator pemerintah menjalankan perannya dalam memberikan ijin
Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah. Ketentuan tersebut tertuang sesuai dengan
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor
8 Tahun 2006. Proses penerbitan surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah
ibadah cukup panjang. Penerbitan IMB rumah ibadah dilakukan setelah mendapat
rekomendasi dari FKUB. Pada tahun 2015-2016 FKUB kota Yogyakarta dalam
memberikan rekomendasi yakni 6 surat. Sedangkan pemberian ijin mendirikan
bangunan rumah ibadah yang diterbitkan oleh pemerintah kota Yogyakarta tahun
2014- 2016 berjumlah 9 IMB rumah ibadah.
B. Hambatan Pemerintah KotaYogyakarta dalam memelihara kerukunan umat
beragama
Berdasarkan Penelitian
yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui bahwa
dalam menjalankan perannya sebagai implementor program pemeliharaan kerukunan
umat beragama, Pemerintah Kota masih menemukan berbagai hambatan. Hambatan
tersebut meliputi:
1) Kurangnya Tingkat Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas
keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan
karena kesenjangan sosial dan isu dimasyarakat.
Pemerintah Kota Yogyakarta menilai bahwa tingkat kesadaran masyarakat
dalam menjaga stabilitas keamanan masih kurang. hal itu didapat diketahui bahwa
masih banyak masyarakat yang mudah terprovokasi oleh isu-isu yang
berkembang dimasyarakat. Isu-isu tersebut membawa dampak negatif terhadap
kehidupan sosial.
Tahun 2014 khususnya mengenai potensi konflik sosial sangat tinggi, salah
satu penyebabnya adalah banyaknya black-campaign pada pemilu tahun 2014.
Pemahaman mengenai pentingnya memelihara ketertiban terus dilakukan agar
benturan antar masyarakat yang berbeda latar belakang tidak terjadi.
Tidak
hanya itu, tingkat pemahaman mengenai pentingnya hidup rukun dimasyarakat
tentunya juga harus diimplementasikan dengan menghargai dan menghormati
perbedaan dimasyarakat. Pendidikan toleransi yang dirancang selama ini, sudah
menjadi program tahunan baik dari Kantor Kesatuan Bangsa, Kementerian
Agama Kota Yogyakarta dan Forum Kerukunan Umat Beragama.
2) Minimnya Distribusi Anggaran untuk Forum Kerukunan Umat Beragama
Masalah
Anggaran
merupakan
masalah
kompleks
dalam
rangka
menciptakan suasana kerukunan di Kota Yogyakarta. Anggaran pemerintah
daerah masih difokuskan program lain yang merupakan program-program
prioritas kebijakan pemerintah daerah
Kota. Anggaran FKUB yang minim
memang diakui oleh Wakil Ketua Forum kerukunan Umat Beragama, distribusi
anggaran dari tahun ketahun masih terbatas. Program-program yang dirangcang
Forum Kerukunan Umat Beragama saat ini tergantung dari distribusi anggaran
pemerintah.
Berdasarkan Data yang terdapat di laporan pertanggungjawaban FKUB kota
Yogyakarta, anggaran yang didapatkan FKUB berasal dari pos APBN Kantor
Kementerian Agama Kota Yogyakarta, sedangkan dari Kantor Kesatuan Bangsa
Kota Yogyakarta hanya menganggarkan untuk rapat rutin dan koordinasi.
Pada tahun 2014 dengan anggaran Rp. 40.000.000,00 Forum kerukunan
beragama menyelenggarakan 8 program yakni penguatan kerukunan umat
beragama, rapat koordinasi pengurus dan anggota FKUB, sosialisasi tentang
pentingnya kerukunan umat beragama, pembuatan booklet FKUB kota
Yogyakarta, penerimaan tamu dari FKUB provinsi DIY dan luar daerah,
pemasangan spanduk untuk mendukung dan mensukseskan Pemilu tahun 2014
serta pemasangan spanduk untuk hari raya, seperti hari raya Natal.
Berbeda dengan tahun 2014, tahun 2015 hanya menyelenggarakan 4
program kerja, dikarenakan pos anggaran yang minim. Program tersebut meliputi
pembuatan leaflet dan buku panduan kerukunan umat beragama di kota
Yogyakarta, sosialisasi buku panduan kerukunan umat beragama serta rapat
pengurus FKUB. Sedangkan tahun 2016 program yang diselenggarakan yakni
pembinaan kerukunan hidup umat beragama, outbound implementasi hidup rukun
di kota Yogyakarta dan rapat pengurus.
3) Pemberitaan Media Massa yang berlebihan
Media massa mempunyai peran dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama terutama di Kota Yogyakarta. Media yang baik adalah media yang
mengabarkan informasi bersifat edukasi kepada masyarakat bukan sebaliknya. Di
lini media massa baik lokal maupun nasional secara massif menginformasikan
berbagai kasus intoleransi. Pemberitaan tersebut terkesan memberikan informasi
yang tidak relevan kepada masyarakat. Walikota Yogyakarta bahkan Kepala
Kantor kesatuan bangsa diberbagai media selalu mengungkapkan bahwa kasuskasus intoleransi yang diberitakan dimedia sebenarnya bukan di kota Yogyakarta,
akan tetapi di kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. .
C. Upaya Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat
beragama
Berdasarkan monitoring Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta bersama
dengan Kantor Kementerian Agama diketahui bahwa di Kota Yogyakarta tidak
mempunyai permasalahan yang serius mengenai toleransi umat beragama. Kondisi
kerukunan umat beragama di Kota Yogyakarta sudah banyak dijadikan contoh dan
teladan bagi kota lain. terlihat dari dengan banyaknya study banding yang dilakukan
oleh Forum Kerukunan Umat Beragama bersama pemerintah daerah lain Ke FKUB/
Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta, seperti Silaturahmi dari Pengurus FKUB dan
perwakilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Samarinda dan Kunjungan
Kerja Pengurus FKUB Timur dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupaten Kutai Timur.
Namun, dalam segala hal Pemerintah Daerah Kota melalui Kantor Kesatuan
Bangsa selalu mengupayakan dengan berbagai cara agar kasus yang pernah terjadi di
Kota Yogyakarta tidak terulang kembali. Berikut ini pembahasan mengenai Upaya
Pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama yakni rapat koordinasi dan
rapat rutin dengan Forum Pembauran Kebangsaan Kota Yogyakarta, Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat, Forum Komunikasi
TimTerpadu Gangguan Sosial.
Intelejen Daerah serta
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peranan Pemerintah Kota
Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama dapat disimpulkan bahwa:
1. Peranan Pemerintah Kota
Pemerintah Kota Yogyakarta selama ini sudah melakukan sejumlah peranan
dalam
memelihara
diklasifikasikan
kerukunan
menjadi
3
umat
yakni
beragama.Peranan
sebagai
fasilitator,
tersebut
koordinator
dapat
dan
regulator.Peranan pemerintah sebagai fasilitator terlihat dari berbagai tugas yang
telah dijalankan seperti memberdayakan dan memfasilitasi Forum Kerukunan
Umat Beragama dan menyelenggarakan program wawasan kebangsaan dan cinta
tanah air bagi pelajar, mahasiswa daerah, organisasi masyarakat dan tokoh
agama.
Peranan pemerintah yang kedua yakni sebagai Koordinator berarti
pemerintah melakukan berbagai mengkoordinasikan semua kegiatan di Instansi
vertikal dan menumbuhkembangkan keharmonisan diantara umat beragama,
Pembinaan camat, lurah atau kepala desa dalam penyelenggaraan kehidupan
beragama, penyampaian kebijakan pemerintah kota dalam rapat koordinasi
dengan camat pada musrembang tingkat kelurahan, kecamatan atau kota dan
koordinasi dengan Instansi Pemerintahan seperti Kementerian Agama Kota
Yogyakarta serta Kepolisian Resort Kota Yogyakarta.
Yang terakhir, Peranan pemerintah sebagai regulator dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama berarti pemerintah memberikan perizinan terkait
pendirian rumah ibadah sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
sipemohon. Pertimbangan Walikota dalam memberikan ijin yakni dengan
adanya surat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama Kota
Yogyakarta.
2. Hambatan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat
beragama
Peranan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota sudah cukup baik dengan
melihat peranan yang dijalankan tersebut mencakup fasilitator, koordinator dan
regulator. Meskipun demikian, dalam menjalankan peran dalam teknis
dilapangan dinilai masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan masih
terdapat
hambatan.
Hambatan tersebut
diantaranya:Kurangnya
Tingkat
Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan meminimalisir
terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial dan isu
dimasyarakat, minimnya distribusi anggaran untuk forum kerukunan umat
beragama serta pemberitaan media massa yang berlebihan.
3. Upaya dalam mencegah terjadinya kasus intoleransi
Dalam mencegah terulangnya kasus-kasus intoleransi yang terjadi
dimasyarakat, Pemerintah Kota sudah berupaya dengan menjalankan tugasnya
seperti: rapat koordinasi Forum Pembauran Kebangsaan Kota Yogyakarta, rapat
koordinasi Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kota Yogyakarta,
rapat koordinasi Komunikasi Intelejen Daerah (KOMINDA) Kota Yogyakarta
yang intensif, rapat koordinasi rutin dengan Tim Terpadu Penanganan
Gangguan Sosial Kota Yogyakarta
B. SARAN
Berdasarkan
gambaran penelitian yang telah dilakukan
dengan segala
kekurangan, maka penulis mencoba memberikan saran-saran kepada Pemerintah
Kota Yogyakarta guna mencegah terjadinya sikap intoleransi dimasyarakat yaitu
sebagai berikut:
1. Hendaknya Pemerintah Kota membuat sebuah program/ kegiatan khusus
mengenai hidup rukun dengan konsep yang baru guna menumbuh kembangkan
sikap toleransi dimasyarakat dengan baik dengan melibatkan semua unsur
lapisan masyarakat dan tokoh agama.
2. Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dengan berbagai instansi
pemerintahan lain seperti Kementerian Agama Kota, Kepolisian Resort Kota
Yogyakarta dan dengan Mitra Pemerintahan yakni Forum Kerukunan Umat
Beragama.
3. Pemerintah perlu terus mensosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 dan kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah dengan menyasar target yang lebih luas.
4. Semua Instansi hendaknya dapat terus menjaga kerukunan yang sudah
terwujud di Kota Yogyakarta dengan terus meningkat sosialisasi mengenai
pemeliharaan kerukunan umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial. Surabaya: PT. BinaIlmu.
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Anshari, Endang Saifuddin. 1987.Ilmu Filsafat dan Agama.Surabaya: Bina Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
________. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta.
Halili, Dkk.”Dari Stagnasi Menjemput Harapan Baru”. (Pustaka Masyarakat Setara,
Jakarta). 2014.
____________.”Stagnasi Kebebasan Beragama”, (Pustaka Masyarakat Setara,
Jakarta. 2013.
____________.“Politik Harapan Minim Pembuktian”, (Pustaka Masyarakat Setara,
Jakarta). 2015.
Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Kencana, Inu. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Labolo, Muhammad. 2011.Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rajawali Pers.
Mantra, Ida Bagoes. 2001. Langkah-Langkah Penelitian Survei, Usulan Penelitian
dan Laporan Penelitian. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi (BPFG), UGM.
Moleong,Lexy.2010.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung Gramedia Widya
Saranang : PT Remaja Rosdakarya.
Ny. Dra. Sumber Saparin. 1997.Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan
Desa, Yogyakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Rasyid, M. Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan
Kepemimpinan. Jakarta : Yarsif Watampoe.
________________ 1998. Pemerintahan yang Amanah. Jakarta: Binarena Pariwara.
Siagan, Sondang P. 2000. Manajemen Abad 21. Jakarta; Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto. 1989. Sosiologi Suata Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sumaryadi, Nyoman., 2010, Sosiologi Pemerintahan. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
The Wahid Institute. “Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014”,
dalam laporan Tahunan penelitian. (The Wahid Institute, Jakarta).
2014
Wasron, Ahmad. 2012 Kamus Arab Indonesia al- Munawir. Yogyakarta:
BalaiPustakaProgressif.
Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Jurnal:
I Nyoman Yoga Segara, dkk.Pertentangan dan Harmoni dalam Masyarakat Majemuk.
Jurnal Harmoni, Vol 15, No 01, Edisi Januari- April 2016.
Mawardi dan Marmiati. Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah
Transmigrasi Palingkau Asri. Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02 Mei – Agustus, 2008.
Nasarudin Umar, dkk. Kumpulan Jurnal Bimas Islam. Jurnal Bimas Islam Kemenag
RI, Vol. 6, No. 4, Edisi: 2013
Yustiani. Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, Edisi: Mei-Agustus 2008.
Dokumen:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 9 tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor
8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala DaerahDalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan ForumKerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012- 2016
PeraturanDaerah Kota Yogyakarta No Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012- 2016.
Keputusan Walikota Nomor 195/ KEP/ 2013 Tentang Pembentukan Forum
Kerukunan Umat Beragama Kota Yogyakarta Periode 2013- 2018.
Situs/ Website:
Pemerintah Kota Yogyakarta.(2016). “Sejarah Pemerintah Kota Yogyakarta”.Diakses
di alamat www.jogjakota.go.id/about pada tanggal 23 Maret 2017.
Pemerintah
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.(2016).
“Seputar
Yogyakarta”.Diakses di alamat www.jogjaprov.go.id/jogjakota-jhgfg/web/yju7&pada
tanggal 20 Maret 2017.
Pemerintah Kota Yogyakarta.(2016). “Rencana Kerja Pemerintah Daerah”.Di akses
www.jogjakota.go.id/rkpd16jogjakota-jhweb/yj6ygpada tanggal 20 Maret 2017.
Kementerian Agama Kota Yogyakarta.(2017). “Tugas dan kewenangan Kementerian
Agama Kota Yogyakarta.Diakses dialamat http://yogyakarta.kemenag.go.id/tugasfungsi-kuhuy-jogja-98&pada tanggal 25 Maret 2017.
Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.“Pemeliharaan
kerukunan Umat Beragama di Daerah Istimewa Yogyakarta.Diakses dialamat
www.kesbangpol.jogjaprov.go.id/fkd-forkomnda-jbjh&jhdiakses pada tanggal 1 April
2017.
Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia.“Pendirian Rumah Ibadah”. Di
akses dialamat www.kemenkumham.go.id/syaratimbrb-jhjhh67932&2webtu-html
pada tanggal 2 April 2017.
Download