PERANAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA RINGKASAN SKRIPSI Oleh : Henrikus Wawan Kurniawan 13401241032 JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 PERANAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Henrikus Wawan Kurniawan dan Dr. Suharno, M.Si ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengungkapkan peranan pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama, 2) menjelaskan hambatan pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama, selain itu 3) mendeskripsikan upaya pemerintah dalam mengatasi hambatan dalam memelihara kerukunan umat beragama. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik cross check. Selanjutnya teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif yang meliputi 4 (empat) tahap, yakni: pengumpulan data, reduksi data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Peranan pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama meliputi; a) sebagai fasilitator, pemerintah memberdayakan dan memfasilitasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan memfasilitasi pelajar, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan serta tokoh agama dalam program pemantapan cinta tanah air dan nasionalisme. b) sebagai koordinator, pemerintah menyelenggarakan rapat koordinasi dengan FKUB, pengkoordinasian dengan instansi vertikal pemerintahan, pembinaan dan pengkoordinasian camat dan lurah dalam musyawarah rencana pembangunan (Musrembang) serta koordinasi terkait penyelesaian konflik. c) regulator, pemerintah menerbitkan surat ijin mendirikan bangunan rumah ibadah sesuai dengan rekomendasi FKUB. 2) Hambatan pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama yakni; kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial, minimnya distribusi anggaran FKUB dan pemberitaan media yang berlebihan. 3) Upaya pemerintah dalam mengatasi hambatan tersebut adalah rapat koordinasi dengan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) kota Yogyakarta, rapat koordinasi dengan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) kota Yogyakarta, rapat koordinasi dengan Forum Komunikasi Intelejen Daerah (Forkominda) Kota Yogyakarta dan rapat rutin dengan Tim Terpadu Gangguan Sosial Kata Kunci: Peranan, Pemerintah Kota, Kerukunan Umat Beragama I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang pluralisme, itu diakui dengan adanya keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat, budaya hingga agama. Keanekaragaman ini merupakan suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa karena dapat menciptakan tali persaudaraan, saling mengisi dan melengkapi demi kemajuan negeri. Jauh sebelum kemerdekaan, keanekaragaman ini telah dipupuk oleh masyarakat Indonesia, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda yang dikumandangkan oleh para pemuda Indonesia yang berbeda latar belakang. Ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa adanya keinginan yang kuat untuk membangun negara Indonesia diatas dasar pluralisme, dan perjuangan itu terus berlanjut hingga pada tahun 1945 menghantarkan Indonesia pada kemerdekaan Indonesia. Pasca kemerdekaan, Orde Baru dan hingga sekarang pada zaman reformasi tantangan besar untuk menjaga persatuan bangsa terus saja bergulir. Keanekaragaman yang ada dipandang sebagai potensi untuk memajukan bangsa Indonesia, namun disisi yang lain juga dianggap sebagai ancaman yang serius republik ini karena dengan mudahnya dapat dipecah belah oleh konflik. Perilaku toleransi terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat, budaya hingga agama merupakan suatu hal yang mutlak yang harus ditanamkan dalam kehidupan masyarakat, sehingga pandangan negatif mengenai dapat dengan mudahnya bangsa dipecah belah oleh konfik tidak terjadi. Memasuki awal abad 21, diberbagai daerah di Indonesia masih terdapat banyak masalah seperti banyak umat beragama khususnya minoritas mengalami kesulitan hidup ditengah kehidupan mayoritas umat agama lain. Tindakan-tindakan intoleransi tersebut dilakukan terus menerus oleh aktor-aktor yang tidak bertanggungjawab. Padahal konstitusi negara Indonesia telah secara tegas memberikan jaminan konstitusional kepada setiap warga negara yang ada di Indonesia diberikan kebebasan untuk memeluk agamanya dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan, seperti yang tertuang didalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen yang berbunyi, “Negara berhak menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam bidang agama, arah kebijakanpembangunan nasional yang dicita-citakan saat ini, menyangkut 4 hal seperti; peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman agama, kehidupan beragama serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama. Untuk mewujudkan cita-cita dan arah kebijakan pembangunan nasional itu tentu diperlukan kerja maksimal, seperti sinergi dan koordinasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan mitra pemerintah dalam pengelolaan keberagaman umat beragama. Program-program yang dirancang oleh pemerintah khususnya ditingkat lokal/ daerah juga perlu dievaluasi, terutama berkaitan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama, karena program yang sudah dijalankan belum memberikan hasil yang baik. Padahal itu merupakan suatu kewajiban pemerintah sebagai perwakilan dari negara untuk menjamin kerukunan di masyarakat yang beragam. Pada dasarnyapengelolaan keberagaman umat beragama ditingkat daerah, telah jelas diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 mengenai pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pendirian rumah ibadah.Peraturan itu memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang besar kepada Pemerintah Daerah terutama di tingkat Kabupaten/ Kota. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 “Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban Bupati/ Walikota. Lebih lanjut dalam pasal 6 ayat (1) dijelaskan bahwa tugas dan kewajiban Bupati/ Walikota yaitu: a. Memelihara ketenteraman dan kewajiban masyarakat termasuk memfasilitasi kerukunan umat beragama di Kabupaten/ Kota b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dikabupaten/ Kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya diantara umat beragama. d. Membina dan mengoordinasikan camat, Lurah/ Kepala Desa dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibidang ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. e. Menerbitkan ijin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadat. Kerukunan Umat Beragama dalam masyarakat akan terwujud jika tugas dan fungsi tersebut dijalankan dengan baik oleh Pemerintah Daerah. Sejak Tahun 2007 Lembaga Swadaya Masyarakat Setara Institute yang mempunyai mandat mempromosikan, merawat dan memperkuat kemajemukan Indonesia memantau kondisi kebebasan beragama/ berkeyakinan di Indonesia. Hasil tersebut menunjukan bahwa ditingkat lokal masih terdapat banyak kasus intoleran antar umat beragama. Dalam laporannya yang berjudul kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia tahun 2014 (2014: 232), SetaraInsitute melihat bahwa situasi dan kondisi umat beragama di Indonesia saat ini masih terdapat aksi konsolidasi dari aktor-aktor intoleran. “Pelaku dari intoleransi, diskriminasi dan agen kekerasan sesungguhnya relatif tetap, meskipun dalam beberapa kasus hanya berganti kostum. Hal itu menunjukan bahwa mereka memang tak tersentuh (unstouchable), atau negara memang tidak mau menyentuh mereka. Negara kembali kerapkali absen dalam beberapa kasus pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh aktor-aktor intoleran.” Dari pernyataan tersebut memperlihatkan aktor-aktor intoleran dari tahun ketahun relatif sama dan ini sudah sangat jelas diperlukan perhatian yang serius agar permasalahan didaerah intoleran cepat usai dan dampaknya tidak menjalar kedaerahdaerah lain. Permasalahan yang using ini sudah seharusnya negara dalam hal ini pemerintah hadir didalam setiap konflik/ benturan yang terjadi, sehingga masalah yang muncul tidak berpengaruh dan mengganggu stabilitas sosial dan pemerintahan. Selain itu, dalam laporan kebebasan beragama dan berkeyakinan versi The Wahid Institute(2014: 14) yang juga merupakan lembaga swadaya masyarakat, sudah sejak Tahun 2008 selalu melaporkan kepada publik mengenai situasi kebebasan beragama di Indonesia. Dari tahun ketahunpemetaan terus dilakukan oleh The Wahid Institute dengan tujuan melihat secara jelas gambaran-gambaran daerah intoleran yang mempunyai permasalahan yang cukup serius seperti pelanggaran kebebasan beragama/ berkeyakinan, konflik dan benturan kelompok agama lain hingga pembakaran rumah ibadah. Sepanjang 2008-2015, laporan dan kajian the Wahid Institute (2014: 33) mencatat provinsi tertinggi terjadi kasus-kasus pelanggaran masih ditempati oleh Jawa Barat. Menurut The Wahid Institute, kasus– kasus yang terjadi diberbagai daerah dikarenakan belum adanya kinerja yang serius dari pemerintah daerahnya, yang seharusnya pemerintah tersebut bisa menekan kelompok-kelompok intoleran agar tidak melancarkan aksinya. Pada akhir-akhir ini kasus-kasus yang meningkat meliputi: pelarangan dan penyegelan gereja serta kasus-kasus penyesatan. Bahkan dalam laporannya ditahun 2014 dan 2015, Daerah Istimewa Yogyakarta dinobatkan sebagai daerah Intoleran ke 2 di Indonesia setelah Jawa Barat. Peristiwa pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebar disetiap kabupaten/ kota, termasuk salah satunya Kota Yogyakarta. Dari data yang terdapat didalam Laporan The Wahid Institute dan Setara Institute dapat disimpulkan bahwa situasi kebebasan beragama/ berkeyakinan di Yogyakarta sangat mengkhawatirkan.Yogyakarta yang mempunyai predikat; “Yogyakarta City Of Tolerance” patut dipertanyakan, karena kasus-kasus yang ada memberikan gambaran kepada publik bahwa daerah ini intoleran. Program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah khususnya di Kota Yogyakarta dalam bidang pengelolaan keberagaman umat beragama belum memperlihatkan hasil yang positif. Visi Pembangunan Kota Yogyakarta yang dirancang dari Tahun 2005- 2025 yakni “Terwujudnya kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan yang berkualitas, pariwisata yang berbudaya, pertumbuhan dan pelayanan jasa yang prima, ramah lingkungan serta masyarakat madani yang dijiwai semangat Mangayu Hayuning Bawana” akan terlaksana jika pengelolaan keberagaman yang merupakan masalah mendasar dijalankan secara maksimal, benar dan tidak tebang pilih. Berangkat dari kasus-kasus intoleransi yang setiap tahunnya mengakar di kota pelajar yakni Kota Yogyakarta seperti; penolakan gereja Kristen Yehuwe di Baciro, Konflik agama hingga data terbaru pemaksaan penurunan baliho serta penyebaran kebencian oleh organisasi masyarakat berbasis keagamaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama. II. KAJIAN PUSTAKA Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1989: 234). Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Menurut Abdulsyani (2007: 94) peranan adalah suatu perbuatan seseorang atau sekelompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Pelaku peranan dapat dikatakan berperan jikalau telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosialnya didalam masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu dalam kehidupan sosial, maka selanjutnya akan ada kecenderungan yang timbul dari suatu harapan-harapan yang baru. Dikutip oleh Soerjono Soekanto (1998: 29) dari buku “Role, Personality and Social Structure” karya Levinson, peranan dapat mencakup tiga hal berikut: a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan. b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Berangkat dari beberapa definisi/ pendapat yang ada, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa secara umum peranan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang meliputi status atau keberadaan seseorang dan atau sekelompok orang yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya atau posisinya didalam suatu kelompok tertentu. Menurut Inu Kencana (2013: 9) didalam bukunya yang berjudul Ilmu Pemerintahan kata pemerintah dan pemerintahan diberbagai negara tidak dibedakan. Contohnya, Inggris yang menyebutkan ”Government”, kemudian Prancis menyebutnya sebagai “Gouvernment”, keduanya itu berasal dari perkataan latin “Gubernacalum” yang biasanya kita sebut sekarang dengan sebutan gubernur. Lebih lanjut,dijelaskan bahwa dalam bahasa Arab disebut dengan “Hukumat” sedangkandi Amerika Serikat disebut dengan “administration”, sedangkan untuk mengartikan “Regering” yakni sebagai penggunaan kekuasaaan negara oleh yang berwenang untuk menentukan keputusan dan kebijakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara, dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.Jadi dengan kata lain Inu Kencana dalam bukunya mengartikan bahwa“Regeren” digunakan untuk pemerintahan pada tingkat nasional, sedangkan “Bestuur” diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan kegiatannya yang langsung berhubungan dengan usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut lagi Labolo (2011: 16) mengungkapkan bahwa “sebagai representasi rakyat, pemerintah merupakan entitas yang dipandang paling berdaulat karena tidak semua organisasi yang memiliki kesamaan struktur dan fungsi sebagaimana organisasi pemerintah dapat disebut sebagai entitas pemerintah yang berdaulat”, oleh karena itu pemerintah merupakan organisasi yang terstruktur yang mempunyai tugas dan fungsinya dalam menjalankan berbagai kebijakan demi terciptanya suatu tatanan masyarakat yang lebih baik. Pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mengartikan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui kewenangan otonomi yang dimilikinya, Pemerintah Kota Yogyakarta wajib menciptakan pemerintahan yang demokratis demi terwujudnya ketentraman dan kesejahteraan dalam masyarakat. Terwujudnya pemerintahan yang demokratis akan membawa dampak positif dalam stabilitas sosial dan pemerintahan sehingga good governance benar-benar nyata terwujud. Otonomi daerah merupakan salah satu dasar kebijakan bahwa pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/ Kota dapat menjalankan kebijakannya masing-masing didaerah tersebut.Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, Kabupaten/ Kota harus sesuai dengan peraturan yang ada. Seperti dalam pengelolaan keberagaman umat beragama pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota diberikan mandat sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan ForumKerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat bahwa “pemeliharaan kerukunan umat beragama menjaditanggung jawab bersama umat beragama,pemerintahan daerah dan Pemerintah”. Ditingkat Provinsi yang bertanggungjawab dalam menjaga kerukunan umat beragama yakni Gubernur, sedangkan ditingkat Kabupaten/ Kota yang mempunyai peranan dan tanggungjawab yakni Pemerintah Kabupaten/ Kota yang diwakili oleh Bupati/ Walikota. Berikut tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang meliputi: a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnyakerukunan umat beragama di provinsi; b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunanumat beragama; c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, salingmenghormati, dan salingpercaya di antara umat beragama; dan d. Membina dan mengoordinasikan Bupati/Wakil Bupati dan walikota/wakil walikota dalampenyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakatdalam kehidupan beragama. Sedangkan ditingkat Kabupaten/ Kota seperti yang terdapat dipasal 6 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut; a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnyakerukunan umat beragama di kabupaten/kota; b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaankerukunan umat beragama; c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; d. Membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan e. Pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupanberagama; f. Menerbitkan IMB rumah ibadat. Tugas dan Kewajiban baik itu ditingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota harus terus dilaksanakan agar toleransi yang ada tetap terjaga sehingga kerukunan dalam masyarakat. III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif.Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena,variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi,sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat,pertentangan 2 keadaan atau lebih,hubungan antar variabel,perbedaan antar fakta,pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kesatuan Bangsa Pemerintah Kota Yogyakarta. Peneliti mengambil tempat penelitian disini karena lokasi ini sesuai dengan studi kasus/peristiwa yang telah ada diatas. Waktu penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yakni terhitungtanggal 18 Januari 2017 hingga 20 Maret 2017. Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Adapun kriteria yang digunakan peneliti memilih subjek penelitian disini adalah Pejabat pemerintah daerah yang bertugas minimal 4 tahun di Kota Yogyakarta yang mempunyai kewenangan, pengalaman dan pengetahuan mengenai peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama. Berkaitan dengan kriteria tersebut yakni: Kepala Sie. Pembinaan Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta, Kepala TU Kantor Kesatuan Bangsa dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta. Merujuk pada analisis data kualitatif, ada empat langkah dalam melakukan analisis data. a) tahap pengumpulan data, b) tahap reduksi data, tahap display data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.berdasarkan uraian diatas maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah peranan pemerintah kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Yogyakarta, Identik dengan kota yang plural terutama penduduk berdasarkan agama. Data kependudukan khususnya berdasarkan agama menunjukan masing-masing penduduk di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta memeluk agama yang berbeda-beda. Menurut jumlah penduduk berdasarkan agamanya di 14 kecamatan urutan tertinggi yakni Islam dengan 340.000 orang, Katolik 43.028 orang, Kristen 26.554 orang, Buddha 1.356 orang, Hindu 515 orang, Konghucu 29 orang dan aliran kepercayaan 18 orang. Data kependudukan merupakan hasil dari jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Dalam menjaga dan memelihara kerukunan dimasyarakat tersebut sesungguhnya bukan hanya tugas pemerintah melainkan tugas semua warga masyarakat. Sinergi antar pemerintah dan masyarakat harus sejalan, agar apa yang dicita-citakan oleh pemerintah dan masyarakat terwujud. A. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama Hasil dari penelitian penulis di Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta menunjukan, bahwa Pemerintah Kota sudah berusaha maksimal dan berhasil dalam merawat kerukunan di Kota Yogyakarta. Keberhasilan terlihat dalam laporan Pemerintah Kota yang menunjukan tingkat intensitas frekuensi akibat SARA dari tahun ketahun semakin rendah. Keberhasilan dari tahun ketahun menunjukan bahwa pemerintah sudah menciptakan kondisi damai dan aman di Kota Yogyakarta. Buktinya pada tahun 2012 dari capaian indikator sasaran strategis didalam RPJMD Tahun 2012-2016 yakni pada tahun 2012 indikator kerja mengenai pengendalian konflik sosial akibat SARA dan kesenjangan sosial 40%, 2013 turun 37,03%, kemudian realisasi tahun 2014 mencapai 27,5% dan tahun 2015 sekitar 25,75%. Berdasarkan telaah dilapangan yang dilakukan oleh penulis, peranan Pemerintah Kota dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yakni sebagai fasilitator, koordinator dan regulator. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dijalankan sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 dan RPJMD Tahun 2012- 2016 tentang pengendaian konflik sosial yang ditimbulkan isu SARA. Pertama, peranan pemerintah Pemerintah Kota sebagai fasilitator meliputi: 1) Sebagai Fasilitator a. Mengesahkan Kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) disahkan dengan keputusan Walikota nomor 195/KEP/2013. Sesuai namanya FKUB Kota ini merupakan forum/ organisasi yang dibentuk oleh masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kerukunan umat beragama sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006. b. Pemerintah Kota Memfasilitasi dan Menyelenggarakan Program Pemantapan Nasionalisme dan Cinta Tanah Air. Selain Kementerian Agama dan mitra kerja pemerintah kota, Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta mempunyai program prioritas dalam merawat kebhinekaan dan mengendalikan konflik sosial yang timbul karena isu SARA. Program tersebut dikemas dengan program pemantapan nasionalisme dan cinta tanah air/ wawasan kebangsaan. Program Pemantapan nasionalisme dan cinta tanah air ini diselenggarakan rutin oleh Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta di Balai Kota Yogyakarta. Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2013 anggaran untuk program wawasan kebangsaan sebesar Rp. 201.883.500, kemudian pada tahun 2014 realisasi anggaran sebesar Rp. 304.485.015 sedangkan tahun 2015 yang dipublikasikan di website Pemerintah Kota Yogyakarta program wawasan kebangsaan tahun 2015 sebesar Rp. 386.612.485. Realisasi Anggaran dari tahun ke tahun meningkat, sejalan dengan capaian program pengendalian konflik berdasarkan isu SARA yang semakin baik. 2) Pemerintah Sebagai Koordinator Koordinasi Pemerintah Kota dengan instansi pemerintah dan/ atau Mitra pemerintah lain merupakan suatu keharusan. Terciptanya tujuan pemerintah dalam tata kelola pemerintahan tentunya merupakan hasil dari koordinasi yang baik antar lembaga/ mitra pemerintahan. Berikut ini peranan pemerintah sebagai koordinator dalam memelihara kerukunan umat beragama; a) Memberikan arahan pada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama Melalui berbagai forum Kepala Kantor Kesatuan Bangsa bahkan Walikota Yogyakarta selalu memberikan arahan terkait kebijakan pemerintah daerah. Hal itu terlihat dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah, kesatuan bangsa Kota Yogyakarta bahwa Wali Kota Yogyakarta bersama Kepala Kantor Kesatuan Bangsa memberikan arahan terkait kebijakan pemerintah dalam acara seminar kebangsaan yang diselenggarakan di ruang sadewa kota Yogyakarta, pemantapan rasa cinta tanah air di Balai Kota Yogyakarta dan Outbound bersama tokoh lintas agama. Materi yang disampaikan berkenaan dengan potensi konflik yang berbasis wilayah. b) Pengkoordinasikan kegiatan Instansi Vertikal dan menumbuhkembangkan keharmonisan diantara umat beragama. Sebagai upaya menjaga kondisi Yogyakarta yang tetap aman dan damai. Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dikegiatan dengan instansi vertikal sebagai langkah efektif guna mencegah terjadi konflik sosial keagamaan dimasyarakat. Koordinasi dilakukan Pemerintah Kota dengan instansi terkait seperti dengan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta dan Kepolisian Resort Kota Yogyakarta. Rapat koordinasi merupakan program tahunan dari kantor kesatuan bangsa kota Yogyakarta dengan Polres Kota Yogyakarta dan Kementerian Agama Kota Yogyakarta dilakukan 6 kali pada tahun 2016. c) Pembinaan dan Pengkoordinasian camat dan lurah Pembinaan dan pengkoordinasian terhadap camat dan lurah dilakukan diberbagai kegiatan, terlihat pada kegiatan Musrembang tingkat kecamatan dan kota. Kegiatan Musrembang yang diselenggarakan ini dilaksanakan pada tahap awal pembahasan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Pada tahun 2016 Musrembang Pemerintah Kota Yogyakarta, menjabarkan bahwa Tahun 2016, Pemerintah Kota memprioritaskan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat yakni pada tujuh bidang, yakni sosial budaya, kesehatan, pendidikan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan wilayah dan peningkatan infrastruktur, lingkungan hidup dan pemanfaatan ruang, serta kinerja aparatur dan birokrasi. d) Koordinasi penyelesaian perselisihan/ konflik. Konflik yang terjadi dimasyarakat tentu perlu disikapi dengan serius oleh Instansi Pemerintahan daerah. Konflik akan usai ketika instansi pemerintah bersama FKUB berperan sebagai mediator dari pihak-pihak yang terlibat. Kantor kesatuan bangsa kota Yogyakarta melihat bahwa kasus konflik yang berkaitan dengan SARA yang terjadi dimasyarakat tentu akan mengganggu pemerintahan dan akan memperburuk citra Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwana XI jika dibiarkan. Koordinasi yang baik demi menyelesaikan perselisihan/ konflik merupakan modal utama demi tercapainya tujuan. Selama ini koordinasi dalam penyelsaian konflik yang terjadi dimasyarakat sudah berjalan dengan baik, hal itu dapat dibuktikan seperti contoh penolakan pendirian gereja Kristen di Baciro oleh organisasi berbasis keagamaan berakhir dengan duduk bersama dengan pihakpihak yang terlibat, dan akhir dari konflik tersebut FKUB Kota Yogyakarta memberikan rekomendasi untuk mendirikan rumah ibadah dan Walikota Yogyakarta memberikan ijin dengan SK IMB rumah ibadah gereja Kristen di Baciro. 3) Sebagai Regulator Sebagai regulator pemerintah menjalankan perannya dalam memberikan ijin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah. Ketentuan tersebut tertuang sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Proses penerbitan surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah cukup panjang. Penerbitan IMB rumah ibadah dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari FKUB. Pada tahun 2015-2016 FKUB kota Yogyakarta dalam memberikan rekomendasi yakni 6 surat. Sedangkan pemberian ijin mendirikan bangunan rumah ibadah yang diterbitkan oleh pemerintah kota Yogyakarta tahun 2014- 2016 berjumlah 9 IMB rumah ibadah. B. Hambatan Pemerintah KotaYogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui bahwa dalam menjalankan perannya sebagai implementor program pemeliharaan kerukunan umat beragama, Pemerintah Kota masih menemukan berbagai hambatan. Hambatan tersebut meliputi: 1) Kurangnya Tingkat Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial dan isu dimasyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta menilai bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan masih kurang. hal itu didapat diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berkembang dimasyarakat. Isu-isu tersebut membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial. Tahun 2014 khususnya mengenai potensi konflik sosial sangat tinggi, salah satu penyebabnya adalah banyaknya black-campaign pada pemilu tahun 2014. Pemahaman mengenai pentingnya memelihara ketertiban terus dilakukan agar benturan antar masyarakat yang berbeda latar belakang tidak terjadi. Tidak hanya itu, tingkat pemahaman mengenai pentingnya hidup rukun dimasyarakat tentunya juga harus diimplementasikan dengan menghargai dan menghormati perbedaan dimasyarakat. Pendidikan toleransi yang dirancang selama ini, sudah menjadi program tahunan baik dari Kantor Kesatuan Bangsa, Kementerian Agama Kota Yogyakarta dan Forum Kerukunan Umat Beragama. 2) Minimnya Distribusi Anggaran untuk Forum Kerukunan Umat Beragama Masalah Anggaran merupakan masalah kompleks dalam rangka menciptakan suasana kerukunan di Kota Yogyakarta. Anggaran pemerintah daerah masih difokuskan program lain yang merupakan program-program prioritas kebijakan pemerintah daerah Kota. Anggaran FKUB yang minim memang diakui oleh Wakil Ketua Forum kerukunan Umat Beragama, distribusi anggaran dari tahun ketahun masih terbatas. Program-program yang dirangcang Forum Kerukunan Umat Beragama saat ini tergantung dari distribusi anggaran pemerintah. Berdasarkan Data yang terdapat di laporan pertanggungjawaban FKUB kota Yogyakarta, anggaran yang didapatkan FKUB berasal dari pos APBN Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta, sedangkan dari Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta hanya menganggarkan untuk rapat rutin dan koordinasi. Pada tahun 2014 dengan anggaran Rp. 40.000.000,00 Forum kerukunan beragama menyelenggarakan 8 program yakni penguatan kerukunan umat beragama, rapat koordinasi pengurus dan anggota FKUB, sosialisasi tentang pentingnya kerukunan umat beragama, pembuatan booklet FKUB kota Yogyakarta, penerimaan tamu dari FKUB provinsi DIY dan luar daerah, pemasangan spanduk untuk mendukung dan mensukseskan Pemilu tahun 2014 serta pemasangan spanduk untuk hari raya, seperti hari raya Natal. Berbeda dengan tahun 2014, tahun 2015 hanya menyelenggarakan 4 program kerja, dikarenakan pos anggaran yang minim. Program tersebut meliputi pembuatan leaflet dan buku panduan kerukunan umat beragama di kota Yogyakarta, sosialisasi buku panduan kerukunan umat beragama serta rapat pengurus FKUB. Sedangkan tahun 2016 program yang diselenggarakan yakni pembinaan kerukunan hidup umat beragama, outbound implementasi hidup rukun di kota Yogyakarta dan rapat pengurus. 3) Pemberitaan Media Massa yang berlebihan Media massa mempunyai peran dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama terutama di Kota Yogyakarta. Media yang baik adalah media yang mengabarkan informasi bersifat edukasi kepada masyarakat bukan sebaliknya. Di lini media massa baik lokal maupun nasional secara massif menginformasikan berbagai kasus intoleransi. Pemberitaan tersebut terkesan memberikan informasi yang tidak relevan kepada masyarakat. Walikota Yogyakarta bahkan Kepala Kantor kesatuan bangsa diberbagai media selalu mengungkapkan bahwa kasuskasus intoleransi yang diberitakan dimedia sebenarnya bukan di kota Yogyakarta, akan tetapi di kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. . C. Upaya Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama Berdasarkan monitoring Kantor Kesatuan Bangsa Kota Yogyakarta bersama dengan Kantor Kementerian Agama diketahui bahwa di Kota Yogyakarta tidak mempunyai permasalahan yang serius mengenai toleransi umat beragama. Kondisi kerukunan umat beragama di Kota Yogyakarta sudah banyak dijadikan contoh dan teladan bagi kota lain. terlihat dari dengan banyaknya study banding yang dilakukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama bersama pemerintah daerah lain Ke FKUB/ Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta, seperti Silaturahmi dari Pengurus FKUB dan perwakilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Samarinda dan Kunjungan Kerja Pengurus FKUB Timur dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Kutai Timur. Namun, dalam segala hal Pemerintah Daerah Kota melalui Kantor Kesatuan Bangsa selalu mengupayakan dengan berbagai cara agar kasus yang pernah terjadi di Kota Yogyakarta tidak terulang kembali. Berikut ini pembahasan mengenai Upaya Pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama yakni rapat koordinasi dan rapat rutin dengan Forum Pembauran Kebangsaan Kota Yogyakarta, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat, Forum Komunikasi TimTerpadu Gangguan Sosial. Intelejen Daerah serta V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama dapat disimpulkan bahwa: 1. Peranan Pemerintah Kota Pemerintah Kota Yogyakarta selama ini sudah melakukan sejumlah peranan dalam memelihara diklasifikasikan kerukunan menjadi 3 umat yakni beragama.Peranan sebagai fasilitator, tersebut koordinator dapat dan regulator.Peranan pemerintah sebagai fasilitator terlihat dari berbagai tugas yang telah dijalankan seperti memberdayakan dan memfasilitasi Forum Kerukunan Umat Beragama dan menyelenggarakan program wawasan kebangsaan dan cinta tanah air bagi pelajar, mahasiswa daerah, organisasi masyarakat dan tokoh agama. Peranan pemerintah yang kedua yakni sebagai Koordinator berarti pemerintah melakukan berbagai mengkoordinasikan semua kegiatan di Instansi vertikal dan menumbuhkembangkan keharmonisan diantara umat beragama, Pembinaan camat, lurah atau kepala desa dalam penyelenggaraan kehidupan beragama, penyampaian kebijakan pemerintah kota dalam rapat koordinasi dengan camat pada musrembang tingkat kelurahan, kecamatan atau kota dan koordinasi dengan Instansi Pemerintahan seperti Kementerian Agama Kota Yogyakarta serta Kepolisian Resort Kota Yogyakarta. Yang terakhir, Peranan pemerintah sebagai regulator dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama berarti pemerintah memberikan perizinan terkait pendirian rumah ibadah sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sipemohon. Pertimbangan Walikota dalam memberikan ijin yakni dengan adanya surat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Yogyakarta. 2. Hambatan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memelihara kerukunan umat beragama Peranan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota sudah cukup baik dengan melihat peranan yang dijalankan tersebut mencakup fasilitator, koordinator dan regulator. Meskipun demikian, dalam menjalankan peran dalam teknis dilapangan dinilai masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat hambatan. Hambatan tersebut diantaranya:Kurangnya Tingkat Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial dan isu dimasyarakat, minimnya distribusi anggaran untuk forum kerukunan umat beragama serta pemberitaan media massa yang berlebihan. 3. Upaya dalam mencegah terjadinya kasus intoleransi Dalam mencegah terulangnya kasus-kasus intoleransi yang terjadi dimasyarakat, Pemerintah Kota sudah berupaya dengan menjalankan tugasnya seperti: rapat koordinasi Forum Pembauran Kebangsaan Kota Yogyakarta, rapat koordinasi Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kota Yogyakarta, rapat koordinasi Komunikasi Intelejen Daerah (KOMINDA) Kota Yogyakarta yang intensif, rapat koordinasi rutin dengan Tim Terpadu Penanganan Gangguan Sosial Kota Yogyakarta B. SARAN Berdasarkan gambaran penelitian yang telah dilakukan dengan segala kekurangan, maka penulis mencoba memberikan saran-saran kepada Pemerintah Kota Yogyakarta guna mencegah terjadinya sikap intoleransi dimasyarakat yaitu sebagai berikut: 1. Hendaknya Pemerintah Kota membuat sebuah program/ kegiatan khusus mengenai hidup rukun dengan konsep yang baru guna menumbuh kembangkan sikap toleransi dimasyarakat dengan baik dengan melibatkan semua unsur lapisan masyarakat dan tokoh agama. 2. Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dengan berbagai instansi pemerintahan lain seperti Kementerian Agama Kota, Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dan dengan Mitra Pemerintahan yakni Forum Kerukunan Umat Beragama. 3. Pemerintah perlu terus mensosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dengan menyasar target yang lebih luas. 4. Semua Instansi hendaknya dapat terus menjaga kerukunan yang sudah terwujud di Kota Yogyakarta dengan terus meningkat sosialisasi mengenai pemeliharaan kerukunan umat beragama. DAFTAR PUSTAKA Buku: Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial. Surabaya: PT. BinaIlmu. Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Anshari, Endang Saifuddin. 1987.Ilmu Filsafat dan Agama.Surabaya: Bina Ilmu. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta ________. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Halili, Dkk.”Dari Stagnasi Menjemput Harapan Baru”. (Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta). 2014. ____________.”Stagnasi Kebebasan Beragama”, (Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta. 2013. ____________.“Politik Harapan Minim Pembuktian”, (Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta). 2015. Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Kencana, Inu. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara. Labolo, Muhammad. 2011.Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rajawali Pers. Mantra, Ida Bagoes. 2001. Langkah-Langkah Penelitian Survei, Usulan Penelitian dan Laporan Penelitian. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG), UGM. Moleong,Lexy.2010.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung Gramedia Widya Saranang : PT Remaja Rosdakarya. Ny. Dra. Sumber Saparin. 1997.Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Yogyakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Rasyid, M. Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan. Jakarta : Yarsif Watampoe. ________________ 1998. Pemerintahan yang Amanah. Jakarta: Binarena Pariwara. Siagan, Sondang P. 2000. Manajemen Abad 21. Jakarta; Bumi Aksara. Soerjono Soekanto. 1989. Sosiologi Suata Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumaryadi, Nyoman., 2010, Sosiologi Pemerintahan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. The Wahid Institute. “Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014”, dalam laporan Tahunan penelitian. (The Wahid Institute, Jakarta). 2014 Wasron, Ahmad. 2012 Kamus Arab Indonesia al- Munawir. Yogyakarta: BalaiPustakaProgressif. Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Jurnal: I Nyoman Yoga Segara, dkk.Pertentangan dan Harmoni dalam Masyarakat Majemuk. Jurnal Harmoni, Vol 15, No 01, Edisi Januari- April 2016. Mawardi dan Marmiati. Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah Transmigrasi Palingkau Asri. Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02 Mei – Agustus, 2008. Nasarudin Umar, dkk. Kumpulan Jurnal Bimas Islam. Jurnal Bimas Islam Kemenag RI, Vol. 6, No. 4, Edisi: 2013 Yustiani. Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, Edisi: Mei-Agustus 2008. Dokumen: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang No. 9 tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala DaerahDalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan ForumKerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012- 2016 PeraturanDaerah Kota Yogyakarta No Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012- 2016. Keputusan Walikota Nomor 195/ KEP/ 2013 Tentang Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Yogyakarta Periode 2013- 2018. Situs/ Website: Pemerintah Kota Yogyakarta.(2016). “Sejarah Pemerintah Kota Yogyakarta”.Diakses di alamat www.jogjakota.go.id/about pada tanggal 23 Maret 2017. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.(2016). “Seputar Yogyakarta”.Diakses di alamat www.jogjaprov.go.id/jogjakota-jhgfg/web/yju7&pada tanggal 20 Maret 2017. Pemerintah Kota Yogyakarta.(2016). “Rencana Kerja Pemerintah Daerah”.Di akses www.jogjakota.go.id/rkpd16jogjakota-jhweb/yj6ygpada tanggal 20 Maret 2017. Kementerian Agama Kota Yogyakarta.(2017). “Tugas dan kewenangan Kementerian Agama Kota Yogyakarta.Diakses dialamat http://yogyakarta.kemenag.go.id/tugasfungsi-kuhuy-jogja-98&pada tanggal 25 Maret 2017. Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.“Pemeliharaan kerukunan Umat Beragama di Daerah Istimewa Yogyakarta.Diakses dialamat www.kesbangpol.jogjaprov.go.id/fkd-forkomnda-jbjh&jhdiakses pada tanggal 1 April 2017. Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia.“Pendirian Rumah Ibadah”. Di akses dialamat www.kemenkumham.go.id/syaratimbrb-jhjhh67932&2webtu-html pada tanggal 2 April 2017.