OPTIMALISASI PERAN AGAMA DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEBANGSAAN Oleh: Muhammad M. Basyuni, MenteriAgama RI I. Pendahuluan Agama merupakan faktor utama dalam mewujudkan masyarakat madani atau civil society di Indonesia. Melalui pembangunan bidang agama yang dipadu dengan pembangunan bidangbidang yang lain, diharapkan dapat mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang harmonis, demokratis, mandiri, berkualitas, sejahtera lahir dan batin, tercukupi kebutuhan materialspritual, sehat jasmani dan rohani, sehingga bangsa Indonesia dapat tumbuh kuat dan berkembang sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Salah satu tantangan dan persoalan utama kita dewasa ini menuju citacita seperti di atas adalah menjaga keutuhan bangsa dan kebersamaan sebagai syarat pokok membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara dan umat beragama di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hambatan yang paling berat terhadap upaya ke arah itu adalah masalah kerukunan nasional, termasuk di dalamnya kerukunan hidup umat beragama. Persoalan ini semakin krusial karena terdapat serangkaian kondisi sosial yang menyuburkan pertikaian, sehingga kebersamaan dalam bersikap dan mengedepankan prioritas bangsa dalam membangun negeri ini menghadapi cobaan besar. Demikian pula halnya pengaruh globalisasi yang menimbulkan berbagai dampak negatif, tidak saja menyangkut industrialisasi dan aspek ekonomi, tetapi juga terhadap budaya, agama dan nilai-nilai moral. Bangsa ini dihadapkan pada berbagai gejala negatifyang masih sangat memprihatinkan di masyarakat. Seperti perilaku asusila, praktek korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan narkoba, perjudian dan lain-lain. Agama seakan menjadi terasing dari kehidupan sosial, dan lama kelamaan mengalami apa yang disebut dengan krisis relevansi. Dalam kaitan ini agama seakan terpenjara dalam hati, pasifdan tidak teraktualisasikan dalam kehidupan nyata. Namun demikian, akibat berbagai dampak negatifyang muncul di masyarakat, kini semakin dirasakan bahwa sesungguhnya agama sangat diperlukan dalam proses globalisasi ini. Hal ini mendorong orang kembali melirik pada agama. Agama dengan nilai spritual yang dimilikinya dipandang paling memiliki kekuatan untuk memberikan sumbangan bagi pemecahan berbagai problem yang dihadapi umat manusia sekarang dan akan datang. Oleh karena itulah melalui pengoptimalan peran agama dalam berbagai bidang kehidupan, rasanya kita patut optimis bahwa permasalahan-permasalahan krusial bangsa akan dapat kita perbaiki di masa yang akan datang. 1 II. Kebijakan Pemerintah di Bidang Keagamaan Pembinaan agama merupakan tanggung jawab Departemen Agama sebagai institusi negara yang secara historis dan yuridis mempunyai wewenang di bidang itu. Departemen Agama sendiri, dalam melaksanakan arah pembinaan kehidupan beragama di Indonesia adalah untuk menunaikan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di sektor agama, sekaligus melaksanakan tugas-tugas lintas sektoral bersama instansi-instansi pemerintah dan seluruh masyarakat dalam rangka membangun seluruh manusia Indonesia secara utuh menuju masyarakat yang sejahtera, baik lahir maupun batin. Berdasarkan itu, kita tidak mempunyai pretensi bahwa seluruh persoalan dan problerna umat beragama akan ditangani dan diatasi secara sendiri oleh pemerintah, dalam hal ini DepartemenAgama, melainkan oleh kita semua secara terpadu dan terintegrasi. Seiring dengan itu, tugas pokok Departemen Agama adalah melayani, membimbing dan membina kehidupan beragama warga negara Indonesia. Dalam menjalankan pelayanan, pembimbingan dan pembinaan umat beragama itu, pemerintah tidak diperkenankan mencampuri akidah atau teologi masing-masing agama. Tugas menjaga dan membina akidah umat adalah fungsi majelis-majelis agama dan pimpinan agama. Dalam kaitannya dengan ormas termasuk lembaga keagamaan, pemerintah mempunyai kewenangan sebagai pembina lembaga dan organisasi masyarakat agar pranata-pranata yang ada di dalamnya berkembang sehat dan mandiri. Pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan rasa aman dan nyaman serta kemudahan menjalankan ajaran agama. Oleh karena itu dalam Rencana Kerja Pemerintah dalam Bidang Agama Tahun 2005 secara umum arah kebijakannya adalah peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, menciptakan suasana kehidupan intern dan antanunat beragama yang rukun dan harmonis, serta mendorong terciptanya masyarakat yang berakhlak mulia dalarn kehidupan bennasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara khusus arah kebijakan itu dapat dirinci antara lain sebagai berikut: (1) Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat; (2) Peningkatan peranserta lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam pembangunan nasional; (3) Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan: (4) meningkatkan kerukunan intern dan antar umat beragama dalam rangka terwujudnya kehidupan yang harmonis, toleran dan saling menghormati; (5) Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama; (6) Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama, penghulu, dan pelayanan keagamaan lainnya; (7) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infaq, shodaqoh, kolekte, dana.punia serta peningkatan profesionalisme pengelola Sasaran yang ingin dicapai melalui pelaksanaan program-program tersebut antara lain adalah terwujudnya masyarakat agamis, berakhlak mulia dan berperadaban luhur, berbasiskan hati nurani yang disinari oleh ajaran agama; terhindarnya perilaku radikal, ekstrim dan tidak toleran serta eksklusif dalam kehidupan beragama; terbinanya masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran agama dengan sebenarnya, mengutamakan dan menghormati perbedaan melalui intemalisasi ajaran agama. 2 Untuk menjalankan tugas berat-itu, ke depan Departemen Agama perlu Iebih mendapat dukungan dan kerjasama dari semua pihak, baik aparat pemerintah maupun kelompokkelompok agama dan masyarakat, termasuk tokoh-tokoh yang terhimpun dalam Jam 'iyyah Ahlith TharigahAl Mu’tabarah ini. Terutama dalam rangka kita mendorong masyarakat berakhlak mulia, berperilaku rukun, dan menghormati tata tertib aturan, etika dan moral umum masyarakat dan bangsa. III. Optimalisasi Peran Agama Dalam rangka kita meningkatkan peran agama untuk menghadapi dampak negatif globalisasi serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan bangsa sebagaimana dimaksudkan di atas, saya mengajak hadirin peserta muktamar agar sama-sama merenungkan hal-hal sebagai berikut a. Bahwa krisis yang dihadapi umat dan bangsa dewasa ini tidak terlepas dari sikap umat yang kurang mengoptimalkan ajaran agamanya sendiri. Ajaran Islam yang kaffah umpamanya, belum diaplikasikan dalam kehidupan luas dan nyata. Padahal kita diturunkan ke dunia adalah sebagai khalifah (wakil) Tuhan, dengan tujuan agar kehadiran kita mampu menebar kebaikan dan meningkatkan kualitas hidup berlandaskan nilai-nilai Ilahiyah. Oleh karena itu, pada- saatnyalah kita semua terpanggil untuk memikirkan kembali dan bagaimana caranya untuk memperluas keterlibatan kita memperkuat kualitas kehidupan bangsa ini pada masa sekarang dan akan datang. b. Kualitas manusia yang hendak kita bangun adalah manusia yang mampu menempatkan secara seimbang kebutuhan hidupp duniawi dengan kepentingan ukhrowi. Sesuai dengan firman-Nya: Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan ". (Surah Al Qashash. 77). Disinilah diperlukan sosok manusia Indonesia yang beriman, berpengetahuan tinggi, berekonomi kuat, berperadaban dan sekaligus berakhlak mulia. c. Menurut petunjuk ayat yang lain, (Surah al Ra'd. 11), nasib manusia bisa berubah j ika manusia itu sendiri mampu melakukan perubahan dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu struktur berpikir, berkeyakinan dan bersikap juga sangat menentukan dalam mencapai tingkat kehidupan yang diinginkan. Dengan demikian konsep "zuhud" yang pernah dikembangkan dalam perjalanan sejarah umat Islam tampaknya perlu direinterpretasi untuk membangun kehidupan yang lebih kuat di masa yang akan datang. Dalam catatan sejarah, sebagian kalangan mengartikan konsep "zuhud" tersebut adalah sebagai suatu usaha antisipasi sebagian ulama terhadap masa depan umat dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu. Dengan demikian, tampaknya terbuka pengertian bahwa makna zuhud tidak selalu identik dengan sikap menjauhi duniawi. 3 Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan muktamar ini dapat menghasilkan rumusan bagi upaya-upaya perbaikan umat dalam mengejar ketertinggalan di berbagai bidang. Akhirnya saya ucapkan selamat melaksanakart muktamar, semogaAllah S WT senantiasa memberikan bimbingan dan hidayahNya kepada kita sekalian. Amin. Jakarta, 28 Maret 2005 Menteri Agama RI ttd Muhammad M. Basyuni . 4