Nama : M.Fatih Rahman Kelas : XI-MIPA 3 Absen : 18 Kontribusi dan perkembangan Nahdatul ulama (NU) dalam Sejarah Indonesia Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) adalah ormas Islam terbesar di Indonesia. Dalam usia panjang, NU telah memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan agama Islam, pergerakan kemerdekaan, dan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia dalam arti luas. Melalui K.H. A Wahid Hasyim, NU ikut berperan merumuskan UUD 1945 dan telah menunjukkan kebesaran jiwa dengan mencoret tujuh kata bermasalah dari Pembukaan UUD. Melalui K.H. Achmad Siddiq, NU telah melahirkan dokumen tentang hubungan Pancasila dengan Islam tahun 1984. Menurut saya, dokumen itu merupakan akhir penafsiran dikotomis Pancasila dan Islam yang menguras banyak energi bangsa. Nahdlatul Ulama (NU) lahir setidaknya mempunyai tiga motivasi : 1. menegakkan nilai-nilai agama dalam setiap lini kehidupan. 2. Kedua, membangun nasionalisme. KH Hasyim Asy’ari mengatakan, agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling memperkuat untuk mewujudkan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin. 3. mempertahankan paham Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam perkembangannya, NU tidak sedikit menghadapi resistensi yang tinggi terutama dari kelompok penjajah dan kelompok yang mengatasnamakan permurnian akidah (puritan), namun berupaya memberangus tradisi dan budaya Nusantara yang merupakan identitas kebangsaan. Hingga masa orde baru pun, NU masih terdiskriminasi oleh rezim. Walau demikian, NU justru makin besar, berkembang, dan mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Tugas yang diemban NU dari masa ke masa akan terus mengalami tantangan yang tidak mudah. Namun, berkaca pada dinamika internal organisasi, akan lebih baik jika warga NU memahami dan mengetahui titik awal perkembangan NU. Titik awal sejarah perkembangan NU terjadi ketika perhelatan Muktamar ke-9 NU di Banyuwangi, Jawa Timur pada 1934. Menurut Choirul Anam (1985), setidaknya ada sejumlah alasan kenapa Muktamar di Banyuwangi tersebut dijadikan titik awal perkembangan sejarah NU di Banyuwangi. Pertama, karena di Muktamar Banyuwangi inilah mulai diberlakukan mekanisme kerja baru, yakni pemisahan sidang antara Syuriyah dan Tanfidziyah di dalam muktamar. Sejak itu Tanfidziyah mengadakan sidang sendiri dengan materi permasalahan sendiri. Juga Syuriyah yang mengurus majelisnya sendiri dengan permasalahan yang tentunya terkait dengan persoalan agama. Namun, keputusan yang didapat tetap menjadi kesepkatan organisasi NU secara umum. Sebelum itu, sidang-sidang di dalam muktamar dipimpin langsung oleh Syuriyah. Pengurus Tanfidziyah boleh ikut dalam sidang – yang biasanya dibagi dalam tujuh majelis – tetapi tidak berhak bersuara (ikut memutuskan) suatu persoalan, terutama yang berhubungan dengan hukum agama. Fatwa Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari (Resolusi Jihad Oktober 1945) mendorong umat Islam membantu TNI dalam melawan tentara Belanda. Fatwa itu menegaskan, perjuangan mengusir penjajah adalah jihad bagi umat Islam Indonesia. Yang gugur dalam peperangan itu berarti mati syahid. NU tidak pernah cacat dalam kesetiaan terhadap bangsa dan negara Indonesia. NU telah memainkan peran berarti dalam upaya bersama komponen bangsa lain menghadapi berbagai pemberontakan dalam sejarah bangsa Indonesia seperti pemberontakan Madiun (1948), DI/TII Kartosuwiryo, PRRI/ Permesta dan pemberontakan G30S (1965). Ijtihad politik telah membawa NU mendukung Bung Karno dalam kerja sama dengan PKI, tetapi NU menunjukkan perlawanan saat PKI dan organisasi onderbouw-nya melakukan aksi sepihak yang mengintimidasi sebagian warga NU di daerah. NU juga telah menunjukkan sikap tegas saat meyakini bahwa PKI ada di belakang Gerakan 30 September. NU (dengah tokoh antara lain Subchan ZE) telah menunjukkan peran berarti dalam memperjuangkan demokrasi (awal 1970) saat pemerintahan Soeharto mulai menekan rakyat untuk memilih Golkar dalam pemilu 1971. NU-di bawah Ketua Umum Abdurrahman Wahid-kembali menjadi kekuatan terdepan masyarakat sipil dalam perjuangan menegakkan demokrasi menghadapi rezim Soeharto (sekitar awal 1990). NU juga telah ikut berperan serta dalam proses transisi menuju demokrasi dengan memfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Semua itu membuahkan hasil terpilihnya tokoh utama NU Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Sayang masa jabatan Abdurrahman Wahid berakhir sebelum saatnya. LANGKAH-langkah PBNU ikut dalam upaya meredam konflik di Poso dan Ambon adalah salah satu bentuk menjalankan tugas dan peran kesejarahan NU saat ini. Demikian pula langkah untuk ikut mengupayakan pencegahan serangan Amerika Serikat ke Irak yang dilakukan Ketua Umum PBNU. Sejumlah anak muda NU melakukan upaya menghilangkan perlakuan diskriminatif atas keluarga yang terlibat G30S. Mereka aktif melakukan kontak dan pertemuan dengan keluarga korban sebagai upaya awal menuju rekonsiliasi. Masalah lain yang seharusnya bisa ditangani struktur NU adalah ikut serta secara aktif dalam gerakan memerangi korupsi, ikut menggalakkan penyebaran ajaran Islam yang anti-kekerasan, mendukung upaya pembelaan terhadap nasib rakyat kecil seperti petani lokal yang menderita akibat kebijakan impor beras yang berlebihan jumlahnya dan tidak tepat saatnya. Dan banyak masalah mendasar bangsa yang tampaknya luput dari perhatian masyarakat politik dan memerlukan keterlibatan ormas agama berpengaruh dan LSM-LSM untuk memperjuangkannya. Salahuddin Wahid Ketua PB Nahdlatul Ulama. NU didirikan karena terdorong oleh motif agama dan nasionalisme, serta semangat untuk mempertahankan faham ASWAJA yang berpegang teguh pada salah satu dari madzhab empat. Para ulama’ pendiri NU sepakat untuk meredam gerakan-gerakan pembaharuan Islam yang dinilai meresahkan umat Islam – terutama umat Islam di Indonesia dengan keaneka-ragaman tradisi keagamaan dan budayanya – . Gerakan itu antara lain adalah gerakan Wahabisme yang bersloga “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Hadits”, sehingga gerakan ini ingin menghapuskan segala bentuk praktek-praktek keagamaan yang penuh bid’ah, tahayyul, khurafat, syirik, taqlid, madzhab serta praktek keagamaan lainnya yang dinilai tidak ada dalam AlQur’an dan Hadits. Gerakan ini tidak hanya mengancam metode dakwah di Indonesia, namun juga sudah mendobrak tradisi keilmuan yang selama ini dianut oleh para ulama’ pesantren di Indonesia, misalnya: sistem bermadzhab, persyaratan ijtihad, keharusan taqlid atau ittiba’, serta praktek keagamaan yang lain seperti: Ziarah kubur, talqin, tawassul, dsb. Selain Wahabisme, Indonesia juga dimasuki oleh gerakan lain semacam Thariqah Sanusiyah dan Gerakan Pan Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani dan diteruskan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. NU mulai bersungguh-sungguh memperhatikan masalah kepemudaan. Berbagai organisai pemuda yang pada dasarnya satu aspirasi dengan NU dikumpulkan dalam satu wadah sebagai benteng pertahanan. Sehingga dalam muktamar kesembilan ini lahirlah sebuah keputusan: “Membentuk wadah pemuda yang diberi nama Anshor Nadhlatoel Oelama (ANO). Dari uraian di atas, pada prinsipnya, perkembangan NU ada pada visi dan cita-cita mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin yang berupaya selalu memoderasi Islam dengan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Di titik ini NU, tidak hanya menyikapi perkembangan dunia global, tetapi juga terus berupaya mempertahankan tradisi dan budaya baik yang ditancapkan oleh para ulama terdahulu dan para pendiri bangsa.