tanaman obat dan rempah mkk 533 /3 sks (2-1)

advertisement
TANAMAN OBAT DAN REMPAH
MKK 533 /3 SKS (2-1)
OLEH :
PIENYANI ROSAWANTI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2015
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TANAMAN OBAT & REMPAH SERTA
KEKAYAAN HAYATI DI INDONESIA
Indonesia : salah satu negara yang kaya akan sumber daya tanaman obat dan rempah. Begitu
eksotiknya tan obat & rempah Nusantara, perusahaan persatuan dagang Belanda untuk Hindia
Timur atau VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) sekitar 400 tahun lampau datang
untuk menguasainya
Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250 - 1950 (M. Adnan Amal, 2006)
 Kekayaan Maluku terutama diperoleh dari rempah-rempah cengkeh. Tanaman rempahrempah ini mula-mula tumbuh secara liar di pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan
Kasiruta. Cengkeh baru dibudidayakan mulai tahun 1450
 Kekayaan akan rempah-rempah tersebut telah menyebabkan para pedagang Cina, Melayu,
Jawa, Arab, Persia, dan Gujarat datang di daerah-daerah ini dengan membawa tekstil,
beras, perhiasan dan kebutuhan hidup lainnya untuk ditukar dengan rempah-rempah. Para
pedagang asing tersebut meraup keuntungan berlipat ganda dari pada rakyat kerajaankerajaan Ternate, Tidore, dan Bacan penghasil rempah-rempah
 Para sultan, terutama Ternate dan Tidore yang menguasai sentra-sentra perdagangan
rempah-rempah, juga menjadi kaya raya dan sangat makmur
Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Indonesia
merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati cukup luas, dari 40
ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Akan tetapi
baru sekitar 26% yang telah dibudidayakan dan 74% masih tumbuh liar di hutan. Dari 26 %
yang telah dibudidayakan, sebanyak 940 jenis tanaman telah digunakan sebagai obat
tradisional. Pemakaian tanaman obat terus meningkat sejalan dengan berkembangnya industri
obat tradisional/modern, farmasi ataupun komestika yang menggunakan tanaman obat sebagai
bahan bakunya. Peningkatan ini diduga karena adanya beberapa aspek yang mendukung,
antara lain kecenderungan kembali ke alam (back to nature) dari pemakai tanaman obat, efek
samping yang ditimbulkannya kurang berarti bila dibandingkan dengan obat sintetis, populasi
penduduk yang semakin meningkat, diiringi dengan pasokan obat tidak banyak mendukung,
biaya perawatan yang cukup mahal, resistensi obat terhadap penyakit infeksi yang digunakan
untuk penyakit menular.
Menurut Hedi (2007), Indonesia yang beriklim tropis merupakan Negara dengan
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25
000-30 000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari
jenis tanaman di Asia.
Tanaman obat/biofarmaka: adalah tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan (pencegahan
dan pengobatan penyakit) yang dikonsumsi dari bagian tanaman yang berupa daun, bunga,
buah, umbi (rimpang) ataupun akar (BPS Kalteng, 2015) sedangkan rempah adalah bagian
tan/tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil pd
makanan sebagai pengawet atau perisa dalam masakan
Para pakar dunia berkesimpulan tentang banyaknya manfaat dalam tiap jenis tan obat dan
rempah-rempah di Indonesia diantaranya mengandung antioksidan, antibakteri, antikanker,
antiseptik, antibiotik. Antioksidan merupakan zat pengikat radikal bebas yang disebabkan dari
lingkungan yang tidak baik dan dapat memicu pertumbuhan penyakit dalam tubuh kita dan
radikal bebas menjadi suatu hal yang sangat rentan terhadap tubuh kita apalagi di zaman
globalisasi ini.
Menurut Winarti dan Nurdjanah (2005) tanaman rempah dan obat dapat sebagai sumber
pangan fungsional. Sebagai dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam
memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi
juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep pangan
fungsional. Menurut Badan POM (2001), pangan fungsional adalah pangan yang secara alami
maupun telah melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajiankajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman,
mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat
diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan efek samping terhadap
metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam jumlah yang dianjurkan. Meskipun
mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk
kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami. Kecenderungan masyarakat untuk
mengkonsumsi makanan sebagai sumber zat gizi serta untuk menjaga kesehatan semakin
meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Pangan
fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat berdasarkan penampakan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Bila fungsi obat terhadap penyakit bersifat kuratif, maka
pangan fungsional lebih bersifat pencegahan terhadap penyakit. Berbagai jenis pangan
fungsional telah beredar di pasaran, mulai dari produk susu probiotik tradisional seperti
yoghurt, kefir dan coumiss sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang
mengandung serat larut. Juga produk yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut yang
berfungsi menurunkan kolesterol dan mencegah obesitas. Untuk minuman, telah tersedia
berbagai minuman yang berkhasiat menyehatkan tubuh yang mengandung komponen aktif
rempah-rempah seperti kunyit asam, minuman sari jahe, sari temu lawak, beras kencur, serbat,
dan bandrek. Tanaman rempah dan obat sudah lama dikenal mengandung komponen
fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit.
Kebutuhan akan tanaman rempah dan obat terus meningkat sejalan dengan munculnya
kecenderungan untuk kembali ke alam dan adanya anggapan bahwa efek samping yang
ditimbulkannya tidak sebesar obat sintetis.
Menurut Depkes, yang dimaksud dengan obat tradisional ialah obat yang berasal dari
bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan galeniknya (sediaan yang di buat dari
bahan baku hewan atau tumbuhan yang di ambil sarinya) atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan hanya
berdasarkan pengalaman. Bahan yang digunakan bisa dalam keadaan segar ataupun dalam
bentuk kering yang disebut simplisia, dapat berupa rimpang, akar, herba, daun, batang, bunga
dan buah. Secara umum yang dinamakan simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan.
Untuk menunjang kegiatan industri, suatu produksi harus dimulai dari cara
mendapatkan bahan baku yang tepat, baik dari segi kuantitas ataupun kualitasnya. Faktor
yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah aspek budidaya dan pascapanen yang tepat.
Proses pembuatan simplisia di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, dan kadangkadang tidak memenuhi cara-cara pengolahan yang baik dan benar, sehingga untuk
mendapatkan mutu yang baik agak sulit dicapai. Untuk simplisia yang berasal dari petani,
biasanya dilakukan proses ulang, dimulai dari penyortiran, pencucian, perajangan dan
pengeringan dengan catatan tidak terlalu banyak terjadinya penyusutan kandungan zat
berkhasiatnya. Kandungan senyawa yang terdapat pada tanaman, terdiri dari resin, karet, gum,
lilin, pewarna, wewangian, protein, asam amino, peptida bioaktif, hormon, fitokimia, gula,
flavonoid dan biopestisida. Berdasarkan penilaian dari World Health Organization (WHO),
sekitar 80% dari populasi penduduk dunia sangat tergantung pada tanaman obat untuk
kebutuhan perawatan kesehatan mereka, dan lebih dari 30% sediaan farmasi didapatkan dari
tanaman. Kemampuan suatu tanaman sebagai obat disebabkan oleh kandungan senyawa kimia
atau senyawa aktif yang memiliki daya kerja pengobatan. Pengobatan tradisional
menggunakan bahan dari tanaman umumnya telah di lakukan secara turun-temurun.
Pemakaian dan cara pengolahannya sangat sederhana. Untuk itu, jenis tanaman obat yang
digunakan haruslah tepat, karena setiap tanaman memiliki efek farmakologi yang sangat
beragam. Pemakaian tanaman obat yang salah dapat berakibat sangat fatal.
Untuk pemilihan simplisia bahan baku obat yang berasal dari herbal (tanaman obat)
sebaiknya memperhatikan aroma, rasa, kandungan kimia, maupun sifat fisiologisnya.
Ketepatan pemilihan bahan baku tidak hanya pada jenis tanaman, tetapi juga dari bagian
tanaman yang digunakan. Hal ini disebabkan setiap bagian tanaman memiliki khasiat khusus
yang sangat berbeda. Pengolahan hasil panen merupakan suatu tahapan yang sangat penting
dan perlu dilakukan secara baik dan benar, sehingga dapat memberikan hasil dengan kualitas
yang optimal, mempunyai kadar zat berkhasiat yang tinggi, stabil, efisien dan mempunyai
penampilan fisik yang menarik. Cara pencucian dan pengeringan harus dilakukan dengan baik
dan teliti. Selain itu, proses pengolahan sebaiknya dilakukan ditempat yang sedekat mungkin
dengan lokasi tanaman yang dipanen. Apabila terjadi penundaan dalam pencucian dan
pengeringan, hal ini dapat menimbulkan kelainan kualitas dari simplisia yang dihasilkan.
Untuk itu, dengan teknik pengolahan yang baik dan benar maka akan dihasilkan simplisia
dengan kualitas yang memenuhi persyaratan standar. Dalam upaya mendapatkan simplisia
dengan kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan pengamanan dimulai dari prapanen,
pada saat panen dan pascapanen. Tahap-tahap pengolahan yang dilakukan, tergantung pada
bahan yang akan diolah. Bahan baku tanaman obat sumbernya sangat beragam, antara lain
yang berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah, rimpang dan kulit kayu. Beberapa bahan
tanaman obat, biasanya ada yang dipanen dari tanaman liar dan baru sebagian kecil yang telah
di budidayakan. Bila tanaman telah dibudidayakan, dapat dipantau secara mudah
keseragaman umur, masa panen, dan varietas. Sementara, jika di panen dari tanaman liar,
maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, jenis
tanaman, umur tanaman, dan lingkungan tumbuhnya. Faktor-faktor yang menentukan tinggi
rendahnya suatu mutu simplisia adalah keaslian, kemurnian dan zat berkhasiat yang
dikandungnya. Usaha peningkatan mutu sebaiknya dilakukan sejak awal, yaitu dari penentuan
areal pertanaman yang cocok secara agronomis serta menggunakan bibit unggul.
PASCA PANEN TANAMAN OBAT DAN REMPAH
Pascapanen merupakan salah satu tahapan pengolahan dari bahan-bahan yang telah
dipanen, dan harus dilakukan secara baik dan benar, karena akan berpengaruh terhadap
kuantitas, kualitas dan zat berkhasiat yang terkandung didalamnya. Tahap-tahap pengolahan
yang dilakukan, tergantung pada jenis bahan yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji,
buah, rimpang dan kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan meliputi sortasi basah,
pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan.
Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas dari masa sebelum panen khususnya
beberapa saat sebelum panen, hal ini akan sangat menentukan kualitas akhir dari simplisia.
Untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan
pengamanan dimulai dari pra panen, pada saat panen dan pascapanen. Selain itu, pengolahan
bertujuan juga untuk menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam upaya memperoleh
simplisia yang berkualitas serta menjaga agar proses produksi selanjutnya tetap terjaga
stabilitas dan homogenitas komposisinya. Kerusakan hasil tanaman obat sesungguhnya telah
dimulai sejak masa sebelum panen dilakukan, yaitu ketika tanaman masih berada dilapang.
Beberapa serangga (ngengat dan kumbang) dan jasad renik seperti Aspergillus sp, Fusarium
sp dan golongan khamir yang mencemari pada waktu dilapang, masih dapat berkembang biak
selama masa penyimpanan atau setelah proses pengolahan. Pengendalian cemaran sejak
dilapang sampai penyimpanan untuk pengolahan lebih lanjut perlu dilakukan dalam upaya
untuk menekan kehilangan hasil. Demikian juga dengan sanitasi, wadah yang digunakan
untuk menyimpan hasil panen merupakan sarana keberhasilan pada saat pra panen.
Kandungan zat berkhasiat dari suatu tanaman sangat erat kaitannya dengan tingkat
kematangan pada waktu tanaman tersebut dipanen, karena akan sangat menentukan mutu
akhir dari produk yang diperoleh. Keragaman derajat kematangan bukan saja mempengaruhi
mutu tetapi membawa konsekuensi juga terhadap biaya dan tenaga pada waktu proses
pembersihan dan sortasi serta dapat menurunkan rendemen yang diperoleh. Sebagai contoh,
tanaman lada dikenal dengan pembungaan yang tidak serentak. Hal ini akan menyebabkan
proses pematangan buah yang tidak serentak pula, sehingga masa panen yang berlangsung
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Untuk tanaman yang mengandung minyak atsiri
sebaiknya dipanen pada waktu pagi hari atau sore hari untuk menghindari penguapan minyak
atsirinya bila dipanen pada tengah hari disaat matahari sedang panas. Faktor paling kritis yang
sangat menentukan dalam pengolahan pascapanen tanaman obat adalah proses pengeringan.
Cara-cara pengeringan harus disesuaikan dengan jenis bahan tanaman, misalnya daun, bunga,
kulit, rimpang, akar dan buah. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap warna dan aroma
dari produk akhir yang dihasilkan. Tingkat keragaman, kadar kotoran dan kadar air yang
tinggi dari produk akan memberikan kecenderungan yang buruk terhadap kualitas dan
kuantitas karena akan terjadi kerusakan fisik, mekanis, fisiologis dan mikrobiologis yang
semakin besar. Teknik pengeringan yang tepat untuk tanaman yang mengandung senyawa
volatil perlu mendapatkan perhatian. Untuk memperoleh keseragaman bahan baku simplisia
atau untuk mempertahankan keasliannya, maka setiap bahan yang akan diproses harus
dipisahkan dari bahan asing lainnya, seperti akar-akar yang menempel. Untuk memisahkan
tanah dan pasir yang melekat dilakukan dengan proses pencucian. Pada saat proses pencucian
sebaiknya menggunakan air yang bersih dan bertekanan supaya memudahkan penghilangan
kotoran yang melekat. Demikian pula untuk bahan-bahan yang secara visual terlihat sangat
mirip, tetapi berbeda khasiatnya perlu dipisahkan dari bahan aslinya. Keadaan ini biasanya
terjadi pada hasil panen dari tumbuhan liar dan bukan hasil pertanaman secara budidaya.
Hingga saat ini, untuk beberapa tanaman obat tertentu masih dipanen secara liar dari hutan.
Banyak tanaman yang mempunyai kemiripan sehingga bila tidak mengenal secara baik akan
terjadi kesalahan dalam pemanenan, akibatnya akan mempengaruhi khasiat dari tanaman
tersebut. Pengeringan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kadar air bahan sampai
ketingkat yang diinginkan. Pemakaian alat pengering mekanik dapat dikatakan lebih efisien
bila mampu mengeringkan bahan sampai pada tingkat kekeringan yang aman tanpa
mengalami perubahan fisik, kimia, biokimia, efisien dalam penggunaan waktu, biaya
operasional bahan bakar, dan upah pekerja. Pada proses pengeringan menggunakan matahari
langsung, kemungkinan akan terjadi kontaminasi dari lingkungan, seperti debu, insekta,
kotoran burung dan rodensia. Untuk itu, diperlukan tempat penjemuran yang cukup luas
karena bila tidak luas, kadang-kadang bisa terjadi proses fermentasi bila tidak diperlakukan
secara benar, susut pengeringan lebih besar, suhu tidak dapat dikontrol. Dari segi ekonomis,
matahari akan lebih menguntungkan karena tanpa menggunakan bahan bakar atau tambahan
energi, tapi dari segi kualitas kadang-kadang akan memberikan produk yang kurang baik.
Selain itu, pengeringan matahari tidak dapat diterapkan disemua daerah karena kondisi cuaca
yang tidak sama. Untuk proses pengeringan dengan matahari, bahan-bahan yang akan
dikeringkan bisa ditebar ditanah dengan terlebih dahulu dialasi tikar, kain atau diatas baki
besar dari aluminium, lamporan, dapat juga menggunakan bahan bambu/kayu yang dibuat
berlubang-lubang (Gambar 1). Lamanya pengeringan tergantung dari jenis bahan yang
dikeringkan. Biasanya pengeringan dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 1-2 minggu.
Bahan tanaman yang dapat dikeringkan dengan cara ini adalah bahan yang berasal dari akar,
kulit dan biji-bijian. Dengan keadaan terbuka, seringkali menyebabkan bahan mengalami
pencemaran dan bila terjadi perubahan cuaca secara tiba-tiba akan memberikan masalah.
Pengeringan dengan menggunakan alat pengeringan mekanikakan lebih menguntungkan
karena suhu dapat diatur sesuai dengan jenis bahan yang akan dikeringkan. Keuntungan alat
ini adalah tidak perlu diangkat atau dirubah bila cuaca secara tiba-tiba berubah, serta
pencemaran akibat debu sangat sedikit bahkan kemungkinan tidak ada. Selain itu, bila
menggunakan alat pengering mekanik, produk yang dihasilkan akan lebih baik dari segi
penampilan dan kandungan zat berkhasiat, karena suhunya dapat diatur sesuai keinginan.
Beberapa tipe alat pengering mekanik, antara lain tipe rak dan tipe berputar tertera pada
Gambar 2 (Gambar 2a dan 2b).
(a)
(b)
Gambar 1 Penjemuran dengan alas lamporan (a), tikar (b)
(a)
(b)
Gambar 2 Beberapa tipe alat pengering, tipe rak(a) pengering mekanik tipe berputar (b)
PASCA PANEN TANAMAN OBAT DARI DAUN
Tanaman obat yang berasal dari daun bisa digunakan langsung dalam keadaan segar
atau yang telah dikeringkan. Bila akan digunakan secara segar, harus melalui proses
pencucian terlebih dahulu baru diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan. Pemanenan daun
dilakukan pada saat fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat
tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Sebagai contoh daun sambiloto, pemanenan
dilakukan ketika tanaman sudah berbunga hampir 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tiga bahan aktif yang terdapat dalam daun (andrografolid, neo andrografolid dan mencapai
maksimum dibandingkan ditangkai pada saat sebelum berbunga. Daun yang dipanen muda
biasanya dikeringkan secara perlahan mengingat kandungan airnya cukup tinggi, sehingga
memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis masih dapat berlangsung dengan cepat. Selain itu,
jaringan yang dimiliki oleh daun muda masih sangat lunak sehingga daun sangat mudah
hancur atau rusak. Sementara daun-daun yang dipanen pada umur tua diberi perlakuan khusus
berupa proses pelayuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan secara perlahan agar
diperoleh warna yang menarik. Untuk proses pengeringan, dalam kapasitas besar, daun
langsung dikeringkan tanpa melalui proses pencucian. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
kualitas simplisia yang dihasilkan. Proses pengeringan daun, bila dikeringkan dimatahari
langsung sebaiknya tidak langsung terkena cahaya matahari, karena akan merubah senyawa
khlorofilnya, sehingga produk yang dihasilkan akan berwarna agak kecoklatan. Bila
menggunakan pengering mekanik, suhu diatur agar tidak melebihi 40°C, karena pada suhu
tersebut senyawa khlorofilnya tidak akan rusak. Setelah dihasilkan simplisia kering, bahan
bisa diolah lebih lanjut sesuai kebutuhan kedalam menjadi bentuk serbuk, ekstrak dan produk
obat lainnya. Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat dari daun terlihat pada
Gambar 1.
Setelah panen, sebaiknya daun dilayukan terlebih dahulu meskipun beberapa senyawa
volatil akan menguap. Biasanya proses pelayuan membutuhkan waktu antara 24-72 jam.
Setelah bahan kering, bahan dijaga agar tetap kering dan dingin untuk mencegah terjadinya
proses fermentasi atau timbulnya jamur. Pengeringan daun harus tidak merubah warna, aroma
tanaman aslinya, zat berkhasiat dan senyawa kimianya. Daun sambiloto, kumis kucing,
tempuyung mengandung senyawa flavanoid, sehingga pada waktu pengeringan perlu
diperlakukan secara hati-hati karena senyawa tersebut mudah mengalami kerusakan bila
proses pengolahan tidak benar. Telah diketahui bahwa daun mudah mengalami kerusakan
selama pengolahan, bila penanganannya salah, akan terjadi perubahan warna atau tercemar
mikroba. Secara visual, daun yang telah dikeringkan menggunakan matahari ataupun alat
pengering tidak berbeda warnanya, akan tetapi setelah digiling menjadi serbuk akan terlihat
bahwa pengeringan secara oven akan menghasilkan warna yang lebih baik, yaitu hijau
sedangkan dengan matahari akan berwarna kecoklatan. Hal ini disebabkan suhu penjemuran
matahari berfluktuasi dengan kisaran 25-50oC, sehingga penguapan air tidak merata, hal ini
menyebabkan bahan menjadi kering tidak merata dan sempurna. Untuk oven, suhu yang
konstan dan stabil menyebabkan penguapan air juga konstan. Kisaran suhu untuk
mengeringkan daun-daun adalah 20oC-40oC. Bila pengeringan dilakukan di tempat teduh,
keuntungannya dapat melindungi aroma, warna asli bahan, dan senyawa kimia di dalamnya.
Suatu penelitian terhadap daun jambu biji yang dikeringkan ditempat teduh dan langsung
dengan sinar matahari menunjukkan perbedaan terhadap kadar tanninnya. Untuk pengeringan
ditempat teduh kadar tanninnya lebih tinggi, yaitu 13,72% dibandingkan dikeringkan dibawah
sinar matahari langsung hanya 11,56%.
Gambar 1 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari daun
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari daun:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Daun jambu biji
Daun kumis kucing
Daun tapak dara
Daun katuk
Daun binahong
Daun sirih
Daun sambiloto
Daun dewa
Daun keji beling
Daun saga
Daun tempuyung
Daun sembung
Daun ki urat
Daun meniran
Daun sirih
PASCA PANEN TANAMAN OBAT BERASAL DARI AKAR
Tanaman obat yang berasal dari akar dapat digunakan sebagai obat baik dalam bentuk
segar, simplisia, serbuk dan ekstrak. Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan
berhenti atau tanaman sudah cukup umur, karena panen akan mematikan tanaman yang
bersangkutan. Akar sebagai produk tanaman obat dapat dibedakan dalam dua golongan
menurut asal dan jenis tanamannya, yaitu akar lunak dan akar keras. Akar lunak biasanya
banyak mengandung air, lebih dari 60%, misalnya akar kolesom (T. paniculatum), akar
purwoceng (P.alpina). Sementara akar yang bersifat keras biasanya memiliki kandungan serat
yang tinggi, misalnya akar pasak bumi (E. longifolia) dan akar trengguli (C. fistula). Dengan
adanya perbedaan sifat tersebut, tentu dibutuhkan penanganan dan pengolahan yang berbeda.
Akar-akar yang banyak mengandung air, pengeringannya dilakukan secara perlahan untuk
menghindari proses pembusukan dan fermentasi. Untuk akar-akar keras pengolahannya
hampir sama dengan pengolahan simplisia batang dan kulit batang. Secara umum, diagram
alir pengolahan tanaman obat yang berasal dari akar sesuai dengan Gambar 2. Tahapan proses
pengolahan tanaman yang berasal dari akar adalah pencucian secara baik dan benar, karena
banyak tanah yang melekat disela-sela akar tersebut. Bentuk akar yang tidak beraturan
kadang-kadang sedikit menyulitkan dalam proses pencucian. Akar tanaman harus dibersihkan
secara hati-hati, karena merupakan bagian yang langsung bersinggungan dengan tanah. Selain
itu, kemungkinan adanya bakteri yang akan terikut karena sulit dibersihkan. Bahan-bahan
seperti akar wangi, akar purwoceng, akar kolesom sebaiknya menggunakan air yang
bertekanan atau dilakukan perendaman terlebih dahulu untuk beberapa saat agar pencucian
akan menjadi lebih mudah. Untuk lebih bersih bisa menggunakan sikat halus dan
menyikatnya secara perlahan agar kulitnya tidak terkelupas. Setelah ditiriskan dan air
mengering, bahan bisa dikecilkan ukurannya dengan cara dipotong-potong sesuai ukuran yang
diinginkan menggunakan pisau stainless steel. Untuk akar purwoceng dan som jawa,
pengirisan dapat dilakukan secara memanjang atau melintang dengan ketebalan sekitar 4-5
mm. Dalam proses pengeringan, sebaiknya bahan dihamparkan pada wadah atau alas
penjemur dan ditebarkan tidak terlalu tebal. Hal ini untuk mencegah kerusakan pada bahan
serta memudahkan panas cepat menyerap kedalam bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan
langsung dengan sinar matahari, membutuhkan waktu sedikit lebih lama dibandingkan bila
menggunakan alat pengering mekanik. Bila cuaca tidak memungkinkan, biasanya bahan akan
mudah sekali rusak karena berjamur. Untuk itu, akan lebih baik bila bahan dikeringkan
dengan menggunakan alat pengering mekanik. Akar pasak bumi, setelah ditiriskan lalu di
keringkan dengan ukuran tertentu kemudian baru dikecilkan kembali ukurannya atau bisa
menggunakan alat penyerut. Lamanya pengeringan tergantung dari ketebalan bahan yang
dikeringkan. Tanaman obat yang berasal dari akar yang sangat dikenal oleh masyarakat
adalah pasak bumi dan purwoceng, karena kedua tanaman tersebut berkhasiat sebagai
afrosidiak atau meningkatkan vitalitas bagi kaum laki-laki. Di Indonesia pasak bumi banyak
tumbuh di pulau Kalimantan, sehingga pasak bumi menjadi salah satu tanaman obat yang
sangat terkenal sejak dahulu dan telah digunakan oleh masyarakat suku asli di Kalimantan
seperti suku Banjar dan Dayak. Di Kalimantan akan sangat mudah dijumpai pasak bumi yang
dijual hamper disemua toko barang-barang kerajinan. Kini pasak bumi menjadi tanaman obat
yang mulai dikenal di dunia, banyak penelitian baik di dalam dan luar negeri yang dilakukan
untuk mencari kebenaran atau khasiat lain dari akar pohon ini. Bahkan disebutkan pasak bumi
memiliki keampuhan empat kali lebih kuat dari pada Ginseng untuk meningkatkan kadar
testosterone dalam tubuh manusia. Di Malaysia pasak bumi ini dikenal dengan nama tongkat
ali.
Gambar 2 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari akar
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari akar:
1.
Tanaman purwoceng: Akar purwoceng
2.
Tanaman som jawa: Akar som jawa
3.
Tanaman alang-alang: Akar alang-alang
4.
Tanaman akar wangi: Akar wangi
5.
Tanaman pasak bumi: Akar pasak bumi
6.
Tanaman pule pandak: Akar pule pandak
PASCA PANEN TANAMAN OBAT BERASAL DARI BUNGA
Tanaman oobat yang berasal dari bunga dapat digunakan sebagai obat baik dalam
bentuk segar, simplisia, ekstrak dan minyak atsiri. Bunga memiliki kandungan air lebih dari
70 %, bersifat lunak, dan mudah rusak. Setelah melewati proses pengeringan atau didiamkan
agak lama maka zat warna bunga akan mengalami perubahan karena adanya reaksi oksidasi
dan fermentasi. Dengan demikian, bunga-bunga yang memiliki aroma atau mengandung
minyak asiri perlu segera ditangani sehingga diperoleh kestabilan aroma dan minyaknya.
Selain itu, bunga sangat mudah sekali mengalami pencoklatan akibat terjadinya proses
enzimatik. Untuk itu, pengeringan bunga sebaiknya dengan pelayuan dan tidak langsung
terkena sinar matahari sangat dianjurkan agar didapatkan bunga yang kering sempurna. Bahan
yang berasal dari bunga bisa langsung dilayukan ataupun dikeringkan tanpa melalui proses
pencucian dan pengecilan ukuran. Bunga yang akan dimanfaatkan sebagai bahan obat,
sebaiknya di petik sebelum bunga tersebut mekar atau setelah mekar secara sempurna. Bunga
cengkeh harus sesegera mungkin dikeringkan setelah dipetik dan dipisahkan dari tangkainya.
Hal ini untuk menghindari warna yang dihasilkan yang kurang baik. Bila perontokan tangkai
tidak dilakukan secara sempurna maka akan membutuhkan proses lanjut untuk memisahkan
tangkai tersebut, sehingga membutuhkan biaya tambahan. Pada umumnya, cara pengeringan
terhadap bunga hampir sama dengan pengeringan terhadap daun, yaitu dilakukan secara hatihati karena sifat dan keadaan bunga mempunyai bagian-bagian yang rapuh serta mudah sekali
rontok. Diagram alir pengolahan tanaman obat yang berasal dari bunga sesuai diagram alir
Gambar 3
Gambar 3 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari bunga
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari akar: Bunga cengkeh, bunga kecombrang,
bunga kenanga, bunga melati, bunga rosella, bunga turi, bunga pagoda (Clerodendrum
javonicum), bunga kembang merak (Caesalpinia pulcherrima (L)), bunga jengger ayam
PASCAPANEN TANAMAN OBAT BERASAL DARI BUAH
Tanaman obat dari buah seperti mahkota dewa (Paleria macrocarpa Boerl) (Gambar
10), cabe jawa (Piper retrofractum L.), kemukus (Piper cubeba), mengkudu (Moringa
citrifolia) dan beberapa tanaman obat dari buah masing-masing memerlukan penanganan
yang cukup spesifik. Buahnya juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi, yaitu antara
70%-80%. Namun, ada beberapa jenis buah yang memiliki kandungan air kurang dari 70%.
Selain mengandung air, buah-buah yang lunak juga mengandung lemak, protein, atau zat-zat
lain sehingga membutuhkan perlakuan khusus dalam proses pengeringan agar kandungan zat
yang dimiliki tidak hilang. Untuk buah mahkota dewa perlakuan pascapanen meliputi:
penyortiran, pencucian, pengirisan, pengeringan. Bila diinginkan membuat serbuk maka
setelah proses pengeringan dilakukan penyangraian terlebih dahulu baru digiling halus
menjadi serbuk. Pada waktu pembelahan buah, biji dan cangkang yang terdapat didalamnya
harus dibuang karena agak beracun. Proses pengolahan buah harus dilakukan sesegera
mungkin, karena bila ditunda akan menurunkan kualitasnya terutama kandungan zat
berkhasiatnya. Penyortiran dilakukan terhadap keadaan bahan, buah dipilih yang baik dan
tidak dalam keadaan rusak akibat adanya serangan hama. Setelah dilakukan pencucian, buah
ditiriskan dan diangin-anginkan sampai air yang menempel kering sempurna. Pengirisan
dilakukan dengan menggunakan pisau stainless steel dengan ketebalan 3-5 mm. Pengeringan
bisa dilakukan secara bertahap atau langsung bisa dikeringkan dengan penjemuran
menggunakan alas tikar dengan ketebalan yang merata dan tidak terlalu tebal atau
menggunakan alat pengering mekanik atau oven dengan suhu sekitar 40-50oC. Selama proses
penjemuran sebaiknya selalu dilakukan pembalikan untuk mendapatkan hasil pengeringan
yang merata. Untuk cabe jawa, pemetikan dilakukan bila buah sudah berwarna kemerahan
sampai merah, kemudian buah ditebarkan diwadah pengeringan. Buah cabe jawa ini bisa
dikeringkan menggunakan matahari atau menggunakan alat pengering mekanik dengan suhu
berkisar 40ºC. Untuk mendapatkan kadar air yang cukup rendah bisa digunakan alat
pengering beku, tapi biasanya bahan harus dihancurkan terlebih dahulu dan produk yang
dihasilkan dalam bentuk serbuk. Rasa pedas pada cabe jawa disebabkan oleh senyawa turunan
alkaloid, yaitu piperin dan piperidin. Dalam pengolahan cabe jawa terutama dalam proses
pengeringan, bahan jangan di tumpuk terlalu tinggi atau ketinggian tidak melebihi 5 cm, dan
harus selalu dibolak balik untuk menghindari fermentasi yang akan menyebabkan bahan
menjadi busuk. Selanjutnya, suhu pengeringan perlu diperhatikan agar simplisia yang di
hasilkan tidak mudah mengalami kerusakan dalam penyimpanan. Sebelum pengeringan,
sebaiknya buah cabe jawa dicuci terlebih dahulu, kemudian dimasukkan dalam air panas
selama beberapa menit, baru di tiriskan dan di keringkan. Untuk buah kemukus, buah yang di
panen harus buah yang sudah tua dan berwarna hijau tua sampai kuning kemerahan. Akibat
tidak adanya keseragaman warna buah, maka sebelum dijemur atau dikeringkan, buah
sebaiknya diperam terlebih dahulu dalam ruang tertutup selama 1-3 hari agar buah menjadi
masak secara keseluruhan dan warnanya merata. Buah harus langsung dikeringkan agar tidak
terjadi proses fermentasi atau berjamur yang akan menurunkan kualitasnya. Untuk
melepaskan buah dari tangkainya, bisa dilakukan dengan memasukkan buah kedalam air
panas selama beberapa menit, sehingga buah dapat dengan mudah terlepas dari tangkainya.
Kemudian buah dipisahkan dari tangkainya, dan ditiriskan baru dikeringkan. Bila pengeringan
menggunakan matahari langsung sangat tergantung pada cuaca. Pada saat cuaca cukup baik,
maka penjemuran bisa berlangsung sekitar 4-7 hari. Selama proses penjemuran buah harus
dibolak-balik agar tidak terjadi fermentasi yang akan menurunkan kualitas buah. Bila buah di
keringkan langsung dengan tangkai, maka akan memakan waktu yang cukup lama dan proses
pengeringan juga tidak merata. Buah mengkudu, bila ingin di keringkan, pemanenan
dilakukan sebelum buah matang sempurna yang berwarna kuning keputihan. Kemudian diiris
dengan ketebalan 6-7 mm, baru di keringkan. Bila untuk pengolahan segar, maka buah di
panen saat buah betul-betul matang, yaitu tepat sebelum buah jatuh secara alami dari pohon.
Gambar 4 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari buah
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari akar:
1.
Tanaman mahkota dewa Buah mahkota dewa
2.
Tanaman mahkota dewa dan buah mahkota dewa
3.
Tanaman cabe jawa dan buah cabe jawa
4.
Tanaman cabe jawa Buah cabe jawa
5.
Tanaman Kemukus Buah kemukus
6.
Tanaman kemukus dan buah kemukus
7.
Tanaman mengkudu dan buah mengkudu
8.
Tanaman mengkudu Buah mengkudu
PASCAPANEN TANAMAN OBAT DARI BIJI
Tanaman obat yang berasal dari biji sangat bervariasi, ada biji yang sangat keras dan ada yang
lunak. Selain itu, biji-bijian memiliki kadar air yang cukup bervariasi juga, dari yang rendah
sampai tinggi, tergantung dari umur biji saat di panen. Semakin tua umur biji yang dipanen,
maka kadar airnya akan semakin rendah. Untuk itu, penanganannya harus memperhatikan
karakteristik dari biji, agar biji tidak mudah hancur, pecah, dan rusak. Demikian juga dengan
penyimpanan, sedapat mungkin dihindari tempat yang lembab, karena bila dibiarkan berlanjut
akan merangsang perkecambahan. Biji banyak mengandung zat tepung, protein, dan minyak
atsiri atau minyak lemak. Bahan-bahan yang berasal dari biji seperti adas (Foeniculum
vulgare), ketumbar (Coriander sativum), selasih (Ocimum basilicum), kedawung (Parkia
roxburgii G.don) dapat dikeringkan dengan penjemuran langsung atau menggunakan alat
pengering mekanik tanpa melalui tahap pencucian. Pengolahan buah kapolaga bisa langsung
dikeringkan/langsung dijemur atau menggunakan alat pengering mekanik. Dari berbagai cara
pengeringan, yaitu langsung dengan matahari, direndam terlebih dahulu dengan air panas
selama 5-10 menit baru dijemur, direndam dengan alcohol panas 5-10 menit kemudian
dijemur menghasilkan lama pengeringan yang berbeda. Lama pengeringan setelah direndam
alkohol adalah paling pendek, yaitu 6 hari, diikuti perendaman dalam air panas (7 hari) dan
paling lama dengan penjemuran langsung. Rata-rata rendemen yang dihasilkan adalah 25 %.
Dalam pengeringan buah dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup dengan kain hitam
sehingga penyerapan panas cukup baik. Diagram alir pengolahan tanaman obat yang berasal
dari biji tertera pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari biji
PASCAPANEN TANAMAN OBAT DARI HERBA
Herba secara umum adalah bila menggunakan seluruh bagian tanaman untuk pengobatan,
karena akan lebih berkhasiat dibandingkan bila hanya menggunakan daunnya saja. Tanaman
yang banyak dikenal sebagai herba antara lain, meniran (Phyllanthus niruri), pegagan
(Centella asiatica), kiurat (Plantago major), babadotan (Ageratum conizoides), ceplukan
(Physalis minima L.). Setelah panen, herba sebaiknya dicuci bersih, terutama pada bagian
akar tanaman, karena cukup banyak tanah yang melekat. Akar dari herba sebaiknya direndam
terlebih dahulu agar tanah yang melekat bisa terlepas secara sempurna, baru dilakukan
pencucian secara menyeluruh. Kemudian tanaman ditiriskan agar airnya terbuang sebelum
dilakukan proses pengeringan. Diagram alir proses pengolahan herba tertera pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari herba
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari herba: Ceplukan, Babadotan, Kiurat,
Pegagan, Meniran, Rumput mutiara,Suruhan Cakar ayam dan Baru cina
PASCAPANEN TANAMAN OBAT DARI KULIT BATANG
Simplisia yang berasal dari batang tanaman biasanya merupakan hasil panen dari kulit
batang seperti kayumanis), kina, secang dan beberapa tanaman, sedangkan brotowali dipanen
keseluruhan batangnya. Pemanenan pada kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang
sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik adalah pada awal musim kemarau. Cara
panen kulit batang, biasanya dengan membersihkan kulit batang terlebih dahulu dari kotoran
yang tidak diinginkan, baru dipanen. Contohnya pada kulit kayumanis, pertama-tama kulit
kayu dikerik dari kulit terluarnya, kemudian dipotong-potong sesuai ukuran, biasanya sesuai
dengan ketebalan kulit yang ada, ukuran panjang 25-28 cm dan lebar antara 3-7 cm.
Pemanenan kulit kayumanis sebaiknya dilakukan saat musim penghujan, karena dapat
memudahkan dalam pengelupasan kulit dari batang ketika di panen. Dalam proses pengolahan
lanjut setelah panen, biasanya kulit kayumanis secara otomatis akan menggulung. Untuk
membersihkannya, kulit harus direndam dan di cuci dari kotoran yang melekat dalam
gulungan kulit dalamnya. Lama perendaman dalam air akan mempengaruhi kadar minyak
atsiri kulit, karena minyak atsiri kayumanis sangat mudah larut dalam air, maka sebaiknya
perendaman dilakukan tidak terlalu lama. Untuk kulit kayu kina yang diperdagangkan dalam
bentuk gulungan-gulungan dengan diameter 20-40 mm dan dengan tebal kulit 2-6 mm. Dalam
kulit batang terdapat alkaloid 9-10% terdiri dari kinina dan kinidina. Batang dan kulit batang
memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu kaku, keras, dan liat. Hal ini karena keduanya
memiliki kandungan serat selulosa, hemiselulosa, serta lignin yang tinggi. Penanganan dan
pengolahan terhadap produk tersebut harus sesuai anjuran dengan memperhatikan sifat yang
dimiliki oleh masing-masing tanaman. Diagram alir pengolahan simplisia yang berasal dari
kulit batang tersaji pada Gambar 7.
Simplisia yang berasal dari batang seperti brotowali (Tinospora crispa) sangat berbeda
cara pengolahan pascapanennya, karena yang di manfaatkan keseluruhan batangnya. Pada
saat panen, sebaiknya dipilih batang yang telah berumur tua dan berwarna cokelat kehitaman
dengan cara memangkas batang. Setelah di panen, daunnya di buang, kemudian batang di cuci
untuk menghilangkan kotoran, lalu diiris dengan ketebalan 5-6 mm untuk memudahkan dalam
proses pengeringan. Senyawa yang memberikan rasa pahit dalam batang brotowali adalah
tinokrisposid yang di bangun oleh molekul glukosa dan satu molekul furano diterpen sebagai
aglikon. Senyawa ini di perkirakan mempunyai efek farmakologis sebagai analgetik, anti
piretik dan anti malaria.
Gambar 7 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari kulit batang
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari kulit batang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tanaman brotowali: Batang brotowali
Tanaman kayumanis: Kulit kayumanis
Tanaman kina: Kulit kayu kina
Tanaman secang: Kulit kayu secang
Tanjung
Turi merah
Kelor
PASCAPANEN TANAMAN OBAT DARI RIMPANG
Rimpang adalah umbi batang yang berada dalam tanah dari tanaman empon-empon
(temu-temuan) yang berasal dari famili Zingiberaceae. Rimpang yang cukup dikenal, antara
lain jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Alpinia galanga),
temu lawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (C. domestica), temugiring (C. heyneana), temu
hitam (C. aeruginosa), temu kunci (Boesenbergia pandurata), temu mangga (C. mangga),
temu putih (C.zedaria), temu putri (C. kaempferia), bangle (Zingiber cassumunar), kunci
pepet (K. angustifolia), lempuyang gajah (Z. zerumbet), lempuyang pahit (Z. littorale) dan
lempuyang wangi (Z. aromaticum). Khasiat dari rimpang juga sangat bervariasi, antara lain
untuk mengobati penyakit liver, masuk angin, mag, penyakit perut, asma, batuk, gatal-gatal
dan bengkak. Kandungan utama dari rimpang adalah pati (paling dominan), pigmen, resin,
gula, lemak, mineral dan senyawa metabolit sekunder termasuk di dalamnya minyak atsiri,
flavonoid, saponin, alkaloid, steroid dan terpenoid. Pemanfaatan utamanya adalah sebagai
bahan baku jamu gendong, bumbu masakan, obat tradisional atau bahkan bisa digunakan dan
dikembangkan sebagai makanan atau minuman fungsional, rempah, aromaterafi (minyak
atsiri), aroma, pewangi dan obat modern (bahan aktif senyawa kimia). Rimpang, umbi batang,
umbi lapis, dan umbi akar umumnya memiliki sifat yang sangat mirip, yakni keras dan agak
rapuh. Hal ini dikarenakan adanya kandungan zat pati, protein dan kandungan air yang cukup
tinggi. Penanganan dan pengolahan untuk tanaman obat dari rimpang harus sesuai dengan
karakteristik dari masing-masing tanaman. Panen rimpang sebaiknya dilakukan pada saat
awal musim kemarau. Diagram alir pengolahan rimpang tersaji pada Gambar 8.
Bentuk dari rimpang umumnya tidak beraturan, sehingga agak sedikit menyulitkan
dalam proses pengolahan pascapanen, terutama pencucian. Pada tahap awal, rimpang dicuci
setelah panen (kadar air diperkirakan sekitar 85- 90%), diiris-iris dengan ketebalan 7-8 mm.
Setelah dijemur atau kering (kadar air sekitar 7-12%), ketebalan bahan menjadi 5-6 mm
dengan kehilangan berat sekitar 60 – 70%. Pada waktu penjemuran dengan matahari, bahan
dijaga agar jangan sampai menumpuk terlalu tinggi, tetapi diratakan. Untuk pengeringan
matahari, sebagai alas penjemuran sebaiknya menggunakan anyaman dari bambu, lamporan,
lantai penjemur atau tikar. Bila pengeringan menggunakan pemanas mekanik seperti oven,
agar diperhatikan suhu oven dijaga tidak melebihi 50°C, supaya minyak atsiri yang
terkandung di dalamnya tidak banyak yang menguap. Setelah pengeringan, simplisia bisa
dikemas menggunakan karung plastik atau wadah yang kedap udara untuk menjaga kestabilan
kadar airnya. Bila cara pengeringan di lakukan tidak benar, akan mengakibatkan terjadinya
face hardening pada simplisia yang dihasilkan, yaitu bagian luar dari bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan oleh irisan rimpang yang terlalu
tebal dan suhu pengeringan yang terlalu tinggi menyebabkan penguapan air di permukaan
bahan lebih cepat dibandingkan difusi air dari dalam bahan ke permukaan, sehingga
permukaan bahan menjadi keras dan dapat menghambat pengeringan. Untuk rimpang yang
mengandung senyawa kurkuminoid, seperti temulawak dan kunyit sangat peka terhadap sinar
ultra violet, sehingga bila di keringkan dengan sinar matahari sebaiknya ditutup dengan kain
hitam atau menggunakan alat pengering yang menggunakan penutup plastik/kaca berwarna
hitam. Dari beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa pengeringan oven menghasilkan
simplisia berwarna lebih cerah dan permukaannya berwarna jingga kekuningan, sedangkan
simplisia hasil pengeringan sinar matahari berwarna gelap dan terinfeksi jamur putih.
Dalam upaya memberikan penampakan yang menarik pada rimpang, dalam proses
pengolahan bisa dilakukan blansing ataupun bleaching. Blansing dilakukan menggunakan air
panas tujuannya untuk mematikan enzim-enzim yang aktif sehingga tidak terjadi pencoklatan
pada irisan rimpang. Pertama-tama disiapkan air yang telah di panaskan pada suhu 90-95ºC.
Ke dalam air panas tersebut, kemudian dimasukkan irisan rimpang sebesar 300 sampai 350 g
dalam setiap 1 L air. Rebus selama 5 sampai 10 menit sambil diaduk dengan perlahan. Setelah
selesai rimpang segera diangkat dan ditiriskan baru di keringkan. Untuk proses bleaching
pada irisan rimpang menggunakan kapur sirih, pertama kapur sirih sebanyak 15-30 %
dimasukkan ke dalam air sebanyak 1 liter, kemudian diaduk-aduk sampai semua kapur larut.
Larutan ini dibiarkan di dalam wadah tertutup selama 4 sampai 8 jam sehinga padatan yang
tidak larut mengendap. Cairan jernih air kapur sirih dipisahkan dan digunakan untuk
perendaman rimpang. Irisan rimpang dimasukkan ke dalam larutan jernih kapur. Perendaman
dilakukan selama semalam, kemudian irisan rimpang di tiriskan untuk selanjutnya di
keringkan. Akan tetapi dari segi kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalamnya akan
menghasilkan pengaruh yang tidak baik. Kerugian akibat dibleaching adalah berkurangnya
kandungan minyak atsiri, kurkuminoid, karena kurkuminoid sangat peka terhadap air kapur,
dan dari reaksi tersebut akan menghasilkan asam ferulat.
Gambar 8 Diagram alir pascapanen tanaman obat dan rempah yang berasal dari rimpang
Contoh tanaman obat dan rempah yang berasal dari rimpang: jahe gajah, jahe merah, jahe
emprit, lengkuas, kunyit, temulawak, kencur, lempuyang wangi, lempuyang emprit, temu
putih, temu hitam, temu kunci, temu giring, kunci pepet dan lempuyang gajah.
PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
Pengemasan terhadap simplisia sebaiknya menggunakan wadah yang kedap udara,
karena sifat simplisia yang sangat higroskopik. Wadah atau kemasan yang digunakan
sebaiknya bersifat inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun bagi
bahan yang di kemas maupun bagi manusia yang menanganinya, mampu melindungi
simplisia dari penguapan kandungan aktif, pengaruh cahaya, oksigen, uap air, cemaran
mikroba, kotoran, dan serangga. Wadah yang umum di gunakan untuk mengemas simplisia
adalah karung goni, plastik, peti kayu/triplek, kantong kertas dan lain-lain. Sistem
pengemasan harus merupakan unit penanganan yang efisien, penyimpanan yang mudah
disimpan digudang-gudang atau dirumah, dapat melindungi mutu dan mengurangi
pemborosan, memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik, kehilangan air,
memungkinkan penggunaan udara termodifikasi yang menguntungkan dan barang tetap bersih
serta memenuhi persyaratan kesehatan. Sebagai contoh kayu kina, dapat dikemas dalam
wadah bersih dan kedap udara berupa kantong plastik atau karung.
Pada kemasan harus diberikan label yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman
bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode
penyimpanan. Wadah-wadah yang digunakan harus cukup kuat untuk ditumpuk,
memungkinkan penggunaan ruang secara maksimum dalam penyimpanan sambil menunggu
pengolahan (Gambar 1).
Penyimpanan tidak teratur
Penyimpanan teratur
Gambar 1 Cara-cara penyimpanan simplisia
Penyimpanan simplisia termasuk salah satu faktor yang cukup penting dalam
penanganan pascapanen tanaman obat. Simplisia bersifat sangat higroskopis dan mudah
mengalami perubahan enzimatis serta mutu akibat adanya pengaruh oksigen, kelembaban,
suhu dan cahaya. Pengaruh oksigen dari udara menyebabkan simplisia mudah teroksidasi,
perubahan yang terlihat sangat jelas adalah perubahan warna dan bau dari simplisia tersebut.
Suhu dan kelembaban yang tinggi dari lingkungan ruang penyimpanan dapat menyebabkan
kadar air simplisia akan meningkat. Untuk simplisia yang mempunyai kadar air di atas 12%
pada saat penyimpanan, dapat menambah aktivitas enzim dan merupakan media yang cukup
baik bagi pertumbuhan jamur. Akibat adanya pertumbuhan jamur atau reaksi enzimatik, dapat
menguraikan kandungan senyawa aktif dan senyawa kimia lainnya yang terdapat di dalam
simplisia. Bila terjadi proses penguraian secara tidak terkontrol akan mengakibatkan
pembusukan pada simplisia. Jika spesies yang berbeda disimpan secara bersama dapat
menimbulkan aroma yang berbeda dan tidak sesuai dengan aroma aslinya. Masing-masing
tanaman biasanya mempunyai aroma yang sangat spesifik, apabila penyimpanannya
dicampur, aroma yang ditimbulkan sudah tidak asli lagi. Pencegahan dan pemberantasan
serangan serangga terhadap simplisia perlu diperhatikan secara lebih serius, karena
pencegahan lebih baik dari pada penanggulangan, bila salah satu telah terserang maka
simplisia lainnya akan mudah ikut tercemar. Usaha yang perlu dilakukan terhadap hal tersebut
diatas adalah dengan membersihkan ruang penyimpanan terlebih dahulu sebelum barang
dimasukkan, menambal lubang-lubang yang ada dengan semen, menempatkan barang sesuai
dengan jenisnya dan memberi pembatas diantaranya, serta ventilasi yang baik dan suhu
rendah, karena hama insekta menyukai udara yang lembab dan panas. Bila telah terjadi
serangan terhadap simplisia, dapat dilakukan fumigasi dengan gas, misalnya etilen dioksida
atau metil bromida, dengan obat-obatan yang berbentuk serbuk atau spray akan memberikan
hasil yang baik. Selanjutnya buanglah simplisia yang telah terkena dengan jalan
membakarnya, lalu ruang penyimpanan dibersihkan sebelum simplisia yang baru dimasukkan.
Ruang penyimpanan harus memiliki ventilasi yang baik, tidak bocor, terhindar dari
kontaminasi bahan lain yang dapat menurunkan kualitas bahan, memiliki penerangan cukup,
bersih, dan bebas dari hama gudang.
PENGAWASAN MUTU
Mutu simplisia sangat erat kaitannya dengan kompleksibilitas komposisi kandungan
senyawa kimia yang terdapat di dalam simplisia tersebut. Untuk memastikan
reproduksibilitas, pengawasan mutu sudah harus dilakukan, sejak di mulai dari penanaman
atau GAP (Good Agricultural Practices), dan pengolahan atau GMP (Good Manufacturing
Practices). Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian antara lain, keterulangan keaslian
simplisia, variasi inter/intra spesies tumbuhan, faktor lingkungan, bagian tumbuhan yang
diambil, waktu panen, perlakuan pascapanen, kontaminan, pestisida, fumigant dan logam
toksik. Selain itu, kandungan kimia merupakan suatu proses awal yang sangat membantu
untuk mengetahui dasar ilmiah khasiat dari tanaman tersebut. Standardisasi bahan baku bisa
dibuat sebagai tolok ukur untuk pembuatan simplisia yang tepat dan terarah dengan
kandungan kimia yang tinggi.
Jaminan kualitas simplisia yang harus di terapkan adalah bahwa simplisia yang di
gunakan adalah benar, bersih, aman dan berkhasiat. Simplisia harus di jamin benar karena
untuk sediaan herbal, aktivitas farmakologi sangat tergantung pada kandungan kimianya.
Setiap simplisia mempunyai komponen aktif yang berbeda, sehingga kebenarannya dapat
diuji dengan karakteristik farmakognosi dan fitokimia. Untuk jaminan bersih bukan sekedar
bersih dari pengotor saja, tetapi bersih dari cemaran bakteri patogen, jamur atau cemaran
logam berat dan residu pestisida dengan pengujian sesuai parameter yang ada. Jaminan aman
adalah aman dari toksisitas hasil nilai pengujian terhadap toksisitas akut dan sub akut dan
dilanjutkan dengan uji zat berkhasiat. Uji berkhasiat melalui uji farmakologi terhadap hewan
coba. Masalah mutu simplisia di Indonesia yang digunakan dalam bidang farmasi telah
ditetapkan di dalam Farmakope dan Ekstra Farmakope Indonesia. Untuk simplisia yang
belum digunakan dalam pengobatan modern sudah tertera dalam Materia Medika Indonesia.
Persyaratan simplisia yang tertera dalam Farmakope dan Ekstra Farmakope Indonesia, antara
lain meliputi kadar zat berkhasiat, pemerian rasa dan bau, makroskopi dan mikroskopi,
identifikasi secara kimiawi dan kromatografi, kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam
asam dan bahan organik asing. Untuk persyaratan simplisia dalam Materia Medika Indonesia,
meliputi semua persyaratan yang ada dalam Farmakope dan Ekstra Farmakope, kecuali untuk
kadar zat berkhasiat diganti dengan kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut
dalam alkohol. Kadar abu merupakan komponen yang sangat penting untuk menilai cemaran
fisik simplisia, seperti partikel tanah dan pasir yang dapat memberikan gambaran higinitas
atau baik tidaknya cara-cara pengolahan simplisia tersebut. Untuk kadar sari yang larut dalam
air dan alkohol merupakan suatu petunjuk terhadap kualitas tanaman, terutama komposisi
senyawa kimia; nilainya sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh atau baik tidaknya
proses agronomi serta dapat memperlihatkan apakah simplisia tersebut berasal dari bagian
tanaman yang dikehendaki. Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah
dengan melakukan standarisasi terhadap simplisia. Standarisasi diperlukan agar dapat
diperoleh bahan baku yang seragam dan dapat menjamin efek farmakologi dari tanaman
tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu
simplisia yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan
cuaca yang berbeda. Dalam standardisasi simplisia perlu di lakukan pengamatan parameter
non spesifik dan spesifik. Parameter non-spesifik berhubungan dengan kondisi lingkungan
dalam proses pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan
kandungan senyawa yang ada di dalam tanaman. Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan
dengan cara organoleptik, makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan
makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian
dan mutu simplisia dengan cara mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau dari
simplisia tersebut. Sebaiknya dalam pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
Parameter uji non-spesifik meliputi uji yang terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh
pestisida, jamur, aflatoksin dan logam berat. Uji cemaran mikroba terhadap mikroba patogen
sebagai salah satu parameter non-spesifik mempersyaratkan bahwa tidak boleh ada
kandungan mikroba pathogen seperti Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, dan
Pseudomonas aeruginosa pada simplisia yang terstandar.
POTENSI PASAR
Peningkatan penggunaan obat tradisional memungkinkan adanya pengadaan dan
pendistribusiannya. Peningkatan pertambahan perusahaan dan pabrik jamu juga diikuti oleh
peningkatan nilai jual produk yang dihasilkan, berarti jenis simplisia yang digunakan juga
semakin bertambah. Beberapa industry makanan, farmasi, minuman yang dikelola oleh
perusahaan multinasional melakukan pembelian langsung bahan baku berupa rempah dan
tanaman obat dari sumber-sumbernya. Ekspor tanaman obat bila dibandingkan dengan ekspor
non-migas relatif sangat kecil, akan tetapi bila mengingat keragaman hayati yang cukup luas,
maka ekspor tanaman obat dapat diandalkan sebagai salah satu komoditas non migas yang
mempunyai potensi besar dan daya saing yang cukup kuat. Dalam dekade terakhir, pasar
herbal telah mengalami peningkatan dengan meningkatnya permintaan akan obat alternatif
alami. Menurut penelitian, permintaan produk herbal dipasaran dunia rata-rata setiap
tahunnya meningkat 8% selama tahun 1999-2001. Pasar global produk herbal diperkirakan 80
billion US pada tahun 2000, dan meningkat menjadi 200 billion US tahun 2008 dan 5 trillion
US pada tahun 2050. Permintaan herbal berdasarkan dari kegunaannya sebagai ingredients
telah meningkat secara signifikan di negara-negara Eropa dan Amerika, karena kebutuhan
industri. Di negara Eropa, yaitu Jerman merupakan pasar yang cukup besar, diperkirakan 80%
masyarakatnya telah mencoba herbal sebagai obat. Di negara Asean, herbal telah cukup lama
dikenal dan cukup efektif dalam bidang pengobatan, karena khasiat dan manfaatnya telah
dikenal secara turun temurun. Omzet penjualan jamu dan obat tradisional di Tanah Air pada
tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp 13,2 triliun. Kontribusi dari penjualan di pasar dalam
negeri sekitar Rp 12,1 triliun dan pasar ekspor Rp 1,1 triliun. Omzet tersebut didapatkan dari
penjualan jamu, obat herbal, makanan dan minuman herbal, ramuan spa, aroma terapi dan
minuman energi. Khusus untuk omzet obat tradisional di dalam negeri tahun ini berpotensi
meningkat 10% menjadi Rp 12,1 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 11 triliun.
Potensi omzet pasar obat tradisional sebenarnya mencapai sekitar Rp 30 triliun. Namun,
produsen nasional hanya menguasai pasarnya Rp 12,1 triliun, sisanya dikuasai oleh produk
impor resmi dan ilegal, serta produk dari perusahaan pemasaran berjenjang (multi level
marketing/MLM). Sementara itu, produsen di Tanah Air saat ini telah mengekspor produk
setengah jadi Rp 1,1 triliun, antara lain ke kawasan Timur Tengah, India, dan Tiongkok.
Namun, produk yang diekspor masih setengah jadi, seperti jahe kering dan temu lawak
kering. Hampir semua jenis tanaman obat di butuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat
tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun ada beberapa jenis
tanaman obat budidaya yang dibutuhkan industri obat tradisional dalam jumlah besar, antara
lain jahe (Z. officinale Roxb.) sebesar 5000 ton / tahun, kapulogo (A. cardamomum Auct.)
3000 ton/tahun, temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.) 3000 ton/tahun, adas (F. vulgare Mill.)
2000 ton/tahun, kencur (K. galanga L.) 2 000 ton kering/tahun, kunyit (C. domestica Val.)
3000 ton kering/tahun dan 1500 ton basah/tahun.
Download