BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kesehatan
1. Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2007), menyatakan perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman,
serta lingkungan.
2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan dapat kiklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial budaya. Dengan perkataan lain, bilamana
seseorang mengelola
lingkungannya sehingga
kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat.
77
tidak
mengganggu
3. Faktor Pembentuk Perilaku
Perilaku
seseorang
menurut
Lawrence
Green
(1980)
dalam
Notoatmodjo (2003) dipengaruhi oleh :
a. Faktor predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas bagi
masyarakat, misalnya tersedianya alat USG (Ultra Sonografi) di tempat
pelayanan ANC seperti, Puskesmas, Rumah Bersalin, Rumah Sakit.
c. Faktor penguat (Reiforsing Factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
B. Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003).
8
2. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni.
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2.
Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
9
3. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan,
menyatakan,
dan
sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
10
situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya,
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
11
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin ketahui atau
diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo,
2002).
C. Sikap (Attitude)
1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu, stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).
Newcomp dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih
merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
responden (secara positif atau negatif), obyetif atau dalam situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, sedih dan
sebagainya). Selain bersikap positif atau negatif, sikap memiliki tingkat
12
kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya).
Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi
tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok
sosialnya (Sarwono, 1993).
2. Komponen Pokok Sikap
Allport dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.
b. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu obyek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tent to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sam membentuk sikap yang
utuh (total attitide). Dalam penentian sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
3. Berbagai Tingkatan Sikap
a. Menerima (receiving)
Menerima
diartikan
bahwa
orang
(subyek)
mau
dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) misalnya sikap orang
terhadap ANC dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu
terhadap pemeriksaan ANC.
b. Merespon (responding)
Memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyeleseikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena
dengan
suatu
usaha
13
untuk
menjawab
pertanyaan
atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang suami
yang mengajak ibu atau istrinya yang sedang hamil untuk mendiskusikan
tentang rencana persalinan, adalah suatu bukti bahwa suami tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap persiapan persalinan.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sesuai dengan
pengertian yang diuraikan diatas maka sikap yang diharap dari suami
adalah terbentuknya sikap yang mendukung di dalam peningkatan
kesehatan ibu dan anak melalui pemeriksaan ANC yang teratur
(Notoatmodjo, 2007).
4. Ciri-ciri Sikap
Sikap mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu, dalam berhubungan dengan
obyeknya.
b. Sikap itu berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari oleh orang
lain, masyarakat atau sebaliknya.
14
c. Sikap itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi
tertentu terhadap suatu obyek.
d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan. Sikap itulah yang
membedakan sikap dan kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
f. Mempunyai arah atau tujuan, artinya bahwa efek yang membekas yang
dirasakan terhadap suatu obyek dapat bersifat positif ataupun negatif.
D. Antenatal Care
1. Pengertian
Banyak pengertian mengenai pemeriksaan kehamilan atau yang
disebut juga dengan Antenatal Care (ANC) atau perawatan sebelum
kelahiran. Namun umum bahwa pengertian pemeriksaan kehamilan adalah
suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap ibu hamil
beserta janinnya secara berkala untuk mengawasi kondisi kesehatan ibu serta
pertumbuhan dan perkembangan janin guna persiapan persalinannya, masa
nifas, persiapan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan kembalinya kesehatan
reproduksi secara wajar yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap
penyimpangan yang ditemukan (Manuaba, 1998 dan Hanifa, 2001).
2. Tujuan Antenatal Care
15
a. Tujuan umum adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental
ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga
didapatkan ibu dan anak yang sehat.
b. Tujuan khusus adalah
1) Mengenali dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai
dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, misal pada kehamilan adanya
hiperemesis gravidarum yaitu muntah berlebihan yang dapat
membahayakan ibu hamil karena keluarnya cairan dan berkurangnya
masukan nutrisi karena mual muntah.
2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita
sedini mungkin, misal adanya penyakit hipertensi, yang menyertai
kehamilan.
3) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak
4) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-hari berkaitan
dengan kehamilan, nifas, laktasi dan keluarga berencana.
5) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Mochtar, 1998 dan
Manuaba, 1998).
3. Tahapan Pemeriksaan
Tahapan pemeriksaan dalam pelayanan ANC dibagi dalam berbagai
tahapan pemeriksaan yaitu :
16
a. Anamnesa
1) Anamnesa identitas isteri dan suami : nama, umur, agama, pekerjaan,
alamat, dan sebagainya.
2) Anamnesa umum :
a). Tentang keluhan-keluhan, napsu makan, tidur, miksi, defekasi,
perkawinan, dan sebagainya.
b). Tentang menarche, Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT), jika
sudah diketahui HPHT maka dapat diketahui Tanggal Tafsiran
Persalinan (TTP)dengan rumus Naegle : hari + 7, bulan – 3, dan
tahun + 1.
c). Tentang kehamilan, persalinan, keguguran, dan kehamilan etopik
atau kehamilan mola sebelumnya.
b. Pemeriksaan Umum
Meliputi pemeriksaan kesadaran, keadaan umum, tekanan darah, nadi,
suhu, pernapasan, berat badan, tinggi badan, ukuran LILA (Lingkar
Lengan Atas).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
:pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat dari
kepala sampai kaki.
2) Perkusi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk-ngetuk
bagian tubuh ibu. Pemeriksaan ini tidak banyak
dilakukan, kecuai bila ada indikasi.
17
3) Palpasi
:pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba-raba
tubuh pasien. Dalam kebidanan palpasi yang digunakan
adalah
palpasi
Leopold.
Langkah-langkah
palpasi
Leopold :
Leopold I
:pemeriksa menghadap ke arah muka
ibu hamil, kaki ibu agak ditekuk,
pemeriksaan
dilakukan
untuk
menentukan tinggi fundus uteri dan
bagian
janin
dalam
fundus
dan
memeriksa konsistensi uterus.
Leopold II
:menentukan batas samping rahim
kanan dan kiri, menentukan letak
punggung janin, pada letak lintang,
tentukan dimana kepala janin.
Leopold III
:menentukan bagian terbawah janin
dan apakah bagian terbawah sudah
masuk pintu atas panggul atau masih
dapat digoyang.
Leopold IV
:pemeriksa menghadap ke arah kaki
ibu hamil, kaki ibu diluruskan kembali,
dilakukan untuk menentukan berapa
jauh bagian terbawah janin masuk
pintu atas panggul.
18
4) Auskultasi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan.
Menggunakan stetoskop monoral (stetoskop obstetrik)
untuk mendengarkan denyut jantung janin. Yang dapat
dengarkan adalah :
Dari janin : denyut jantung janin pada bulan 4-5, bising tali pusat,
gerak dan tendangan janin
Dari ibu : bising rahim, bising aorta, peristaltik usus.
Cara menghitung denyut jantung janin adalah dihitung lima detik
pertama, kemudian istirahat, lima detik kedua, istirahat, kemudian
lima menit ketiga. Semua hasil perhitungan dijumlahkan dan
dikalikan empat. Denyut jantung janin dikatakan normal apabila
dalam pemeriksaan terdapat hasil pemeriksaan antara 120-180 kali per
menit.
d. Pemeriksaan Penunjang atau Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan kadar Hb (Haemoglobin), protein urine, glukosa
urine, dan periksa dalam jika perlu dilakukan atau atas indikasi tertentu
(Mochtar, 2002).
e. Konseling Kesehatan
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan
lengkap, dilakukan secara sistematis dengan paduan ketrampilan
komunikasi
interpersonal,
teknik
bimbingan,
dan
penguasaan
pengetahuan kesehatan. Konseling bertujuan membantu seseorang
mengenali kondisinyan saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan
19
menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut
(Salmah, 2006).
Macam-macam materi konseling yang dapat tenaga kesehatan
berikan pada saat pemeriksaan ANC :
1) Konseling tentang nutrisi, peningkatan konsumsi makanan hingga 300
kalori per hari, mengkonsumsi makanan yang mengandung protein,
zat besi, minum cukup cairan (menu seimbang).
2) Konseling tentang pola istirahat, pola istirahat wanita hamil
dianjurkan tidak berlebihan atau segera istirahat jika terasa lelah.
3) Konseling tentang perubahan fisiologi, penambahan berat badan,
perubahan pada payudara, tingkat tenaga yang bisa menurun, mual
selama triwulan pertama, suhu tubuh meningkat, timbulnya varises,
hubungan suami istri boleh dilanjutkan selama kehamilan (dianjurkan
memakai kondom).
4) Menasehati ibu untuk mencari pertolongan segera jika mendapati
tanda-tanda bahaya berikut :
a) perdarahan pervaginam,
b) sakit kepala lebih dari biasa,
c) gangguan penglihatan,
d) pembengkakan pada wajah dan tangan,
e) nyeri abdomen (epigastrik) atau nyeri perut,
f) janin tidak bergerak sebanyak biasanya.
20
5) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman di
rumah, hal yang perlu dipersiapkan di rumah adalah :
a) sabun dan air,
b) handuk dan selimut bersih untuk bayi,
c) makanan dan minuman untuk ibu selama persalinan.
6) Konseling tentang personal hyegine, menjaga kebersihan diri
terutama
lipatan
kulit
(ketiak,
bawah
buah
dada,
daerah
genetalia)dengan cara membersihkan dan mengeringkan.
7) Konseling perawatan payudara (Breast care), tenaga kesehatan
menjelaskan cara merawat
payudara terutama pada ibu yang
mempunyai payudara yang putingnya masuk ke dalam. Dilakukan dua
kali sehari selama lima menit
f. Memberikan tablet besi sebanyak 90 tablet mulai minggu ke 20.
g. Memberikan imunisasi Tetanus Toxoid (TT)dengan dosis 0,5 cc.
h. Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
i. Mendokumentasikan hasil kunjungan (Hanifa, 2002).
Dalam penerapan praktis pelayanan ANC, menurut Badan Litbangkes
Depkes RI, (2001) tentang standar minimal pelayanan ANC adalah “14 T”
yaitu:
1) Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah
2) Tinggi badan dan berat badan ditimbang
3) Temukan kelainan / periksa daerah muka dan leher (gondok, vena
jugularis externa), jari dan tungkai (edema), lingkaran lengan atas,
21
punggung (perkusi ginjal) dan reflek lutut
4) Tekanan darah diukur
5) Tekan / palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, senam
payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI,
6) Tinggi fundus uteri diukur
7) Tentukan posisi janin (Leopold I-IV) dan detak jantung janin
8) Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa
9) Tentukan kadar Hb (Haemoglobin) dan periksa lab (protein dan glukosa
urin), sediaan vagina dan VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
untuk medeteksi peyakit PMS (Penyakit Menular Seksual) sesuai indikasi
10) Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit lainnya sesuai
indikasi (gondok, malaria, dan lain-lain).
11) Tetanus toxoid imunisasi
12) Tingkatkan kesegaran jasmani (accu pressure) dan senam hamil
13) Tingkatkan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan) : makanan bergizi ibu
hamil, tanda bahaya kehamilan, petunjuk agar tidak terjadi bahaya pada
waktu kehamilan dan persalinan
14) Temu wicara konseling
4. Perubahan-perubahan psikologis dalam kehamilan.
a. Trimester pertama.
Segera setelah terjadi konsepsi kadar hormon progesteron dan
estrogen dalam tubuh meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual
muntah pada pagi hari, lemah, lelah dan membesarnya payudara. Ibu
22
merasa tidak sehat dan sering kali membenci kehamilannya. Banyak ibu
yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan.
Seringkali pada awal kehamilan, berharap untuk tidak hamil. Pada
trimester pertama seseorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk
lebih meyakinkan bahwa dirinya memang hamil. Setiap perubahan yang
terjadi pada tubuhnya akan selalu diperhatikan dengan seksama. Karena
perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia seseorang ibu untuk
mungkin diberitahunya kepada orang lain atau dirahasiakannya.
Hasrat untuk melakukann hubungan seks, pada wanita pada
trimester pertama ini berbeda-beda. Walaupun
beberapa wanita
mengalami gairah seks yang lebih tinggi, kebanyakan mereka mengalami
penurunan libido selama priode ini. Keadaan ini menciptakan kebutuhan
untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan suami. Banyak
wanita merasa butuh untuk dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai
namun tanpa berhubungan seks. Libido sangat dipengarui oleh kelelahan,
rasa mual, pembesaran payudara, keprihatinan. Semua ini merupakan
bagian normal dari proses kehamilan pada trimester pertama. Reaksi
pertama seorang pria ketika mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ayah
adalah timbulnya kebanggaan atas kemampuannya mempunyai keturunan
bercampur dengan keprihatinan akan kesiapannya untuk menjadi seorang
ayah dan menjadi pencari nafkah untuk keluarganya. Seorang calon ayah
mungkin akan sangat memperhatikan keadaan ibu yang sedang mulai
hamil dan menghindari hubungan seks karena takut akan mencedrai
23
bayinya. Ada pula pria yang hasrat seksnya terhadap wanita hamil relatif
lebih besar. Di samping respon yang diperhatikannya, seorang ayah perlu
dapat memahami keadaan ini dan menerimanya.
b. Trimester kedua.
Trimester kedua biasanya adalah saat ibu merasa sehat. Tubuh ibu
sudah terbiasa dengan keadaan hormon yang lebih tinggi dan merasa tidak
nyaman karena hamil sudah berkurang. Perut ibu belum terlalu besar
sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu sudah menerima
kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energi dan pikirannya
secara lebih konstruktif. Pada trimester ini pula ibu dapat merasakan
gerakan bayinya, dan ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai
seseorang di luar dirinya sendiri. Banyak ibu yang merasa terlepas dari
rasa kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang dirasakn pada
trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido.
c. Trimester ketiga.
Trimester ketiga seringkali disebut periode menunggu dan
waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran
bayinya. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang
mengingatkan ibu akan bayinya. Ibu merasa khawatir bahwa bayinya
akan
lahir
sewaktu-waktu.
Ini
menyebabkan
ibu
meningkatkan
kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala akan terjadinya
24
persalinan. Ibu seringkali merasa takut jika bayi yang akan dilahirkannya
tidak normal.
Kebanyakan ibu juga akan bersikap melindungi bayinya dan akan
menghindari orang atau benda apa saja yang dianggapnya membahayakan
bayinya. Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan rasa sakit dan
bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman
akibat kehamilan timbul kembali pada trimester ketiga dan banyak ibu
yang merasa dirinya aneh dan jelek. Disamping itu ibu mulai merasa
sedih karena akan berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus
yang diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan
keterangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan.
Trimester ketiga adalah saat persiapan aktif untuk kelahiran bayi
yang akan dilahirkan dan bagaimana rupanya. Mungkin nama bayi yang
akan dilahirkan sudah dipilih (PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO, 2001).
Disamping itu ada faktor psikologis lain yang turut mempengaruhi
kehamilan, yaitu :
a. Stressor. Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi
kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan
perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada
ibu tidak tertangani dengan baik.
b. Dukungan keluarga juga merupakan andil yang besar dalam
menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga terutama ayah
dari sang janin atau suami mengharapkan kehamilan, mendukung
25
bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu
hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam
menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas.
c. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi mempengaruhi
kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan dan
tentu saja ekonomi. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup yang
digunakan ibu hamil. Seorang ibu hamil sebaiknya tidak merokok,
bahkan kalau perlu selalu menghindari asap rokok, kapan dan dimana
pun ibu berada. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama
yang berhubungan dengan adat istiadat. Jika ada makanan yang
dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya
tetap dikonsumsi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah personal
hygiene. Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan dirinya,
mengganti pakaian dalamnya setiap kali terasa lembab, menggunakan
bra atau kutang yang menunjang payudara, dan pakaian yang
menyerap keringat. Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu
dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang
cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan
persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya
dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak
awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses
persalinan dapat berjalan dengan baik (PUSDIKNAKES-WHOJHPIEGO, 2001).
26
5. Perubahan Perilaku Ibu Hamil.
Setiap ibu yang mengalami kehamilan pasti ada perubahan perilaku
pada ibu ini semua diperngaruhi oleh perubahan hormonal. Saat memutuskan
untuk hamil suami dan istri harus benar-benar siap dengan segala perubahan
yang akan terjadi nanti pada si ibu baik perubahan fisik dan perilaku, agar
suami maupun istri siap menghadapinya. Jangan sampai perubahan ini
membuat pasangan jadi tidak harmonis. Perubahan perilaku pada ibu hamil
disebabkan karena adanya perubahan kadar hormon progesteron dalam tubuh.
Hal inilah yang mempengaruhi banyak hal, termasuk psikis ibu. Perubahan
hormon yang terjadi pada ibu hamil sebenarnya sama persis dengan
perubahan hormon pada wanita yang sedang mengalami siklus haid,
perubahan hormon yang terjadi tidak selamanya akan mempengaruhi psikis
ibu hamil. Ada juga yang perilakunya tidak berubah. Hal ini, disebabkan
kerentanan psikis setiap orang yang berbeda-beda. Perubahan perilaku
tersebut meliputi :
a. Cenderung malas. Suami perlu memahami bahwa kemalasan ini bukan
timbul begitu saja, melainkan pengaruh perubahan hormonal yang sedang
dialami istri. Jadi suami dapat menggantikan peran istri untuk beberapa
waktu. Misalnya dengan menggantikan membereskan tempat tidur,
membuat kopi sendiri, atau memasak.
b. Lebih sensitif, biasanya wanita yang hamil dapat berubah menjadi lebih
sensitif. Sering tersinggung kemudian marah. Perlu diperhatikan oleh
suami atau keluarga terdekat bahwa dampak perubahan psikis ini akan
27
hilang dengan sendirinya. Bila suami membalas kembali dengan
kemarahan, maka istri akan semakin tertekan sehingga mempengaruhi
pertumbuhan janinnya.
c. Minta perhatian lebih, perilaku lain yang sering mengganggu aktivitas
suami adalah istri mendadak minta perhatian lebih atau manja dan selalu
ingin diperhatikan. Usahakan untuk selalu menanyakan keadaannya saat
itu. Perhatian yang diberikan suami sangat penting walaupun sedikit dapat
memicu timbulnya rasa aman yang baik untuk pertumbuhan janin.
Demikian pula ketika istri merasakan pegal-pegal dan linu pada tubuhnya.
Istri sering meminta suami untuk mengusap tubuhnya.
d. Gampang cemburu, sifat cemburu istri terhadap suami pun muncul tanpa
alasan. Hal ini selain disebabkan oleh perubahan hormonal, istri pun
mulai tidak percaya diri dengan penampilan fisiknya.
e. Waspadai perubahan yang berlebihan pada perilaku ibu hamil, jika
kadarnya masih normal, tidak akan mengganggu proses tumbuh kembang
janin. Namun, ada batasan yang mesti diwaspadai, yakni saat perilaku ibu
sudah sangat berlebihan. Jika ibu terlihat dilanda kecemasan berlebih atau
stres sehingga perilakunya dapat membahayakan janin. Misalnya,
kemalasan ibu sampai membuatnya bersikap acuh dengan kehamilannya.
Atau kemarahan yang terjadi sudah sering berubah menjadi amukan.
Kondisi psikis yang terganggu akan berdampak buruk pada aktivitas
fisiologis dalam diri ibu. Misalnya, emosi tinggi dapat mempengaruhi
detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar
28
keringat dan sekresi asam lambung. Disamping itu, dapat pula
memunculkan gejala fisik seperti letih, lesu, gelisah, pusing, dan mual.
Semua dampak ini akhirnya akan merugikan pertumbuhan janin karena
janin sudah dapat merasakan dan menunjukkan reaksi terhadap stimulasi
yang berasal dari luar dirinya. Apalagi masa trimester pertama merupakan
masa kritis menyangkut pembentukan organ tubuh janin. Oleh karena itu,
walaupun sifat pemalas, pemarah, sensitif, dan manja wajar muncul di
masa hamil. Banyak hal yang bisa dilakukan. Jika perubahan ini
ditanggapi secara positif, baik ibu maupun janin akan lebih sehat
kondisinya. Inilah hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan munculnya dampak psikis yang negatif :
1) Menyimak
informasi
seputar
kehamilan.
Berbagai
informasi
mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid,
atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui masalah yang
terjadi maka ibu dapat menjadi lebih tenang menghadapi kehamilan.
Ibu menjadi tahu hal apa saja yang dapat dilakukan.
2) Periksa ANC teratur, periksa dapat dilakukan pada dokter kandungan
atau bidan. Saat konsultasi, ibu dapat menanyakan tentang perubahan
psikis yang dialami.
3) Perhatian suami dan keluarga, perhatian yang diberikan oleh keluarga
terutama suami dapat membangun kestabilan emosi ibu. Misalnya, ibu
bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter
29
atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari
pasangan.
4) Jalin komunikasi, hindari menutupi perubahan psikis yang terjadi,
tetap komunikasikan hal tersebut kepada suami. Dengan begitu
diharapkan suami dapat berempati dan mampu memberi dukungan
psikologis yang dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama
suami, sangat berpengaruh terhadap kestabilan emosi ibu hamil.
5) Beraktivitas, sangat dianjurkan agar ibu mencari aktivitas apa pun
yang dapat meredakan gejolak perubahan psikis. Dapat dilakukan
dengan menjahit, melukis, bermain musik, dan lain-lain. Umumnya,
ibu yang aktif di luar rumah dapat mengatasi berbagai perubahan
psikisnya tersebut dengan lebih baik.
6) Perhatikan kesehatan, tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi
berbagai perubahan, termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa
terwujud dengan berolahraga ringan dan memperhatikan asupan gizi.
Hindari mengonsumsi makanan yang dapat membahayakan janin,
seperti makanan yang mengandung zat-zat aditif, alkohol, rokok, atau
obat-obatan yang tidak dianjurkan bagi kehamilan.
7) Relaksasi, bila ingin mendapatkan perasaan yang lebih relaks, ibu bisa
mengatasinya
dengan
mendengarkan
musik
lembut,
belajar
memusatkan perhatian sambil mengatur napas, senam yoga, dan
bentuk relaksasi lainnya seperti senam hamil dapat dilakukan (Roza,
2008).
30
6. Tanda-tanda Dini Bahaya Kehamilan dan Keluhan Selama Kehamilan.
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan
yang normal dapat berubah menjadi patologi. Adapun jenis komplikasi ibu
dan janin yang dapat terjadi pada masa kehamilan antara lain :
a. Perdarahan pervaginam masa hamil muda (umur kehamilan 22 minggu)
yang dapat disebabkan oleh abortus, kehamilan etopik, dan mola
hidatidosa. Pada kehamilan lanjut dapat juga terjadi perdarahan yang
biasa disebut perdarahan ante partum yang disebabkan oleh kelainan
plasenta (plasenta previa dan solusio plasenta).
b. Hipertensi gravidarum, baik hipertensi yang bersifat kronik (terjadi pada
umur kehamialan kurang dari 20 minggu) maupun yang akut (preeklamsi
dan eklamsi) akan menjadi penyulit pada saat ibu hamil ataupun pada saat
hendak bersalin. Preeklamsi dan eklamsi dapat diketahui tanda dan gejala
awal yaitu sakit kepala hebat yang tidak sembuh dengan beristirahat,
pandangan kabur, bengkak di wajah dan jari-jari tangan, pada
pemeriksaan lanjut ditemukan tekanan darah pada sistole antara 140-160
mmHg (Milimeter per Air Raksa) dan pada diastole 90 mmHg atau lebih,
proteinuria positif, dan disertai kejang pada komplikasi eklamsi.
c. Nyeri perut jika nyeri perut terjadi pada umur kehamilan muda (umur
kehamilan 22 munggu atau kurang), hal ini mungkin gejala utama pada
kehamilan etopik atau abortus. Jika perut tegang seperti papan terjadi
pada trimester tiga dapat disimpulkan tanda gejala dari solusio plasenta
31
d. Keluar cairan pervaginam, dapat dimungkinkan air ketuban pecah
sebelum terjadi tanda persalinan atau ketuban pecah dini.
e. Gerakan janin tidak terasa, umumnya janin bergerak tiga kali dalam tiga
jam. (Kusmiyati, 2008).
7. Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care dapat dilaksanakan di
tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Bidan
Praktek Swasta, Rumah Bersalin, Rumah Sakit (Depkes,1995).
8. Sasaran
Sasaran pelayanan antenatal care adalah semua ibu hamil. Sasaran ibu
hamil di satu wilayah dalam kurun waktu tertentu, artinya pada setiap ibu
hamil harus periksa pada jadwal-jadwal tertentu sesuai umur kehamilan
(Depkes, 1995).
9. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
Sesuai kebijakan program kunjungan antenatal atau pemeriksaan
kehamilan sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Satu kali pada trimester pertama dengan usia kehamilan 0-12 minggu
b. Satu kali pada trimester kedua dengan usia kehamilan 13-28 minggu
c. Dua kali pada trimester ketiga dengan usia kehamilan 29-42 minggu
(Depkes, 1995).
32
Sedangkan Manuaba
(1998) menyatakan bahwa pemeriksaan
kehamilan akan lebih baik lagi apabila dilakukan lebih sering lagi sekitar 1213 kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Pertama
Ideal pemeriksaan pertama dilakukan sedini mungkin, yaitu segera setelah
diketahui terlambat haid (kurang lebih terlambat 1 bulan).
b. Pemeriksaan Ulang
1) Periksa ulang 1 kali sebulan sampai umur kehamilan 6-7 bulan
2) Periksa ulang 2 kali sebulan sampai umur kehamilan 8 bulan sampai
persalinan
3) Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan tertentu.
E. Dukungan Suami
1. Pengertian
Partisipasi suami dalam ANC dapat diwujudkan melalui berbagai
tindakan misalnya melalui dukungan sosial suami terhadap kunjungan ANC.
Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam
berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasikan oleh individu.
Dukungan sosial keluarga terutama dukungan suami mengacu pada
dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh suami sebagai suatu yang
dapat diakses/diadakan untuk keluarga, dukungan sosial atau tidak digunakan
tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung
33
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman,
1998).
Hubungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi
individu yang bersangkutan sehingga individu tersebut menjadi tahu bahwa
orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya (Smet, 1994).
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Smet (1994) mengatakan sumber dari dukungan sosial diperoleh dari
orang-orang yang memiliki hubungan berarti dengan individu seperti
keluarga, teman dekat, pasangan hidup (suami), saudara dan tetangga.
Pengaruh kehamilan pada kehidupan sosial sehari-hari seorang ibu
sangat bergantung pada dukungan sosialnya. Jika kehamilannya ini disertai
dengan kesadaran bahwa bayi yang dikandungya itu didambakan oleh dirinya
maupun suaminya dan akan disambut dengan gembira oleh orang tua mereka,
maka lingkungan keluarga dan sahabat yang lebih luas merupakan dukungan
sosial yang ideal dalam persiapan menjalani masa kehamilannya, karena
kehamilan akan memberi dampak terhadap jalannya kehidupan sebuah
keluarga, baik itu berupa penambahan biaya, pengurangan atau penambahan
pekerjaan, perubahan jasmani dan pengurangan frekuensi hubungan dengan
orang lain yang semuanya ini menimbulkan stess pada seorang ibu.
Terjadinya perubahan pola kehidupan sehari-hari ini disertai juga terjadinya
labilitas emosional yang terjadi sampai batas tertantu karena perubahan
34
hormon dan kebutuhan fisiologis di dalam tubuhnya. Permasalahanpermasalahan yang timbul ini tidak dapat diatasi oleh seorang ibu tetapi harus
didukung
atau
dibantu
oleh
orang-orang
disekelilingnya,
terutama
pasangannya (Farer, 1999).
Ibu yang mendapat dukungan suami tinggi, dapat memiliki
penghargaan diri yang lebih tinggi sehingga ibu akan lebih merasa percaya
diri yang membuat mereka tidak mudah terserang stress. Hal ini membuat
mereka lebih mudah untuk memutuskan mesalah kesehatan keluarga secara
umum dan masalah kesehatan kehamilan khususnya, karena mereka
umumnya lebih mudah mendapatkan informasi-informasi tentang kesehatan
kehamilan yang diinginkan (Farer, 1999).
3. Jenis Dukungan Sosial Suami
Menurut Wihnbust, dkk (1998) dalam Smet (1994) ada 4 dukung
sosial suami yaitu :
a. Dukungan Emosional
Adalah mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang yang
bersangkutan. Sumber utama dukungan pria adalah pasanganya.
Dukungan ini harus dimodifikasi, sehingga memungkinkan untuk
mengasuh bayi dan memenuhi kebutuhan istrinya.
b. Dukungan Informasi
Adalah dukungan yang diberikan apabila individu tidak mampu
menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi, nasehat dan
petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah. Suami perlu mengetahui
35
siapa saja yang dapat memberi nasehat (tenaga kesehatan atau keluarga)
jika tiba-tiba terjadi komplikasi pada kehamilan sang istri.
c. Dukungan Instrumental
Adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk materi yang
bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membutuhkan
orang lain untuk memenuhinya. Suami harus mengetahui jika istri dapat
bergantung padanya jika istri memerlukan bantuan.
d. Dukungan Penghargaan (Penilaian)
Adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan hormat /penghargaan
positif untuk orang lain contohnya : pujian, persetujuan orang lain.
Dukungan sosial dapat diukur dengan melihat tiga elemen :
2) Perilaku suportif actual dari teman-teman dan sanak family
3) Sifat kerangka sosial (apakah kelompok jaringan tertutup dari
individu-individu atau lebih menyebar)
4) Cara individu merasakan dukungan yang diberikan oleh teman dan
sanak familinya (Niven, 2000).
Lederman dan Diamond dalam Bobak (2004). Peran pasangan
dalam kehamilan dapat sebagai orang yang memberi asuhan, sebagai
orang yang merespon terhadap perasaan rentan wanita hamil, baik pada
aspek biologis maupun dalam hubungannya dengan ibunya sendiri.
Dukungan suami
menunjukkan
keterlibatannya dalam
pasangannya untuk terikat dengan anaknya
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Suami.
36
kehamilan
Menurut Cholil et all dalam Bobak (2004) menyimpulkan beberapa
faktor yang mempengaruhi dukungan suami dalam perlindungan kesehatan
reproduksi istri (ibu), antara lain adalah :
a. Budaya.
Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang
masih tradisional (patrilineal) menganggap istri adalah konco wingking,
yang artinya bahwa kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan
wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami
saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap
kesehatan reproduksi istri, misal: kualitas dan kuantitas makanan yang
lebih baik dibanding istri maupun anak karena menganggap suamilah
yang mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga sehingga asupan
zat gizi mikro untuk istri kurang, suami tidak empati dan peduli dengan
keadaan ibu yang sedang hamil maupun menyusui anak, dan lain-lain
Beberapa cara merubah budaya di atas antara lain :
1). Persepsi
mengenai
kesetaraan
gender
perlu
diberikan
dan
disosialisasikan sejak dini melalui kegiatan formal (sekolah) maupun
non formal (kelompok masyarakat), dan diaplikasikan ke dalam
praktek kehidupan sehari-hari.
2). Penyuluhan pada sarana maupun tempat dimana pria sering
berkumpul dan berintraksi (misalnya: tempat kerja, club, tukang
cukur, dan lain).
37
3). Berikan informasi sesering mungkin dengan stimulus yang menarik
perhatian.
4). Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mempunyai perasaan
malu dan sungkan kepada lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam
pelaksanaan GSI (Gerakan Sayang Ibu) perlu dipikirkan sesuatu
aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi kepala keluarga untuk
segera merealisasikan kepedulian pada istrinya.
b. Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilannya dipergunakan
untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah
yang setiap bulan bersaldo rendah. Sehingga pada akhirnya ibu hamil
tidak diperiksakan kepelayanan kesehatan karena tidak mempnyai
kemampuan untuk membayar. Atas dasar faktor tersebut di atas maka
prioritas kegiatan GSI ditingkat keluarga dalam pemberdayaan suami
tidak hanya terbatas pada kegiatan yang bersifat anjuran (advocacy) saja
seperti yang selama ini. Akan tetapi lebih bersifat holistic. Secara konkrit
dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan
pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak
mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan istrinya karena
permasalahan keuangan.
c. Tingkat Pendidikan
38
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami
sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami maka
akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga
suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Akhirnya, pandangan baru yang perlu diperkenalkan dan lebih
disosialisasikan
kembali
untuk
memberdayakan
kaum
suami
mendasarkan pada pengertian bahwa:
1). Suami memainkan peranan yang sangat penting, terutama dalam
pengambilan keputusan berkenaan dengan kesehatan reproduksi
pasangannya
2). Suami
sangat
berkepentingan
terhadap
kesehatan
reproduksi
pasangannya
3). Saling pengertian serta kesetimbangan peranan antara kedua pasangan
dapat membantu meningkatkan prilaku yang kondusif terhadap
peningkatan kesehatan reproduksi.
4). Pasangan yang selalu berkomunikasi tentang planning keluarga
maupun kesehatan reproduksi antara satu dengan yang lainnya akan
mendapatkan keputusan yang lebih efektif dan lebih baik
Menurut BKKBN (2001), perlunya peningkatan dukungan suami
dalam ANC karena :
a). Suami merupakan pasangan atau patner dalam proses reproduksi,
sehingga beralasan apabila suami istri berbagi tanggung jawab
dan peranan secara seimbang untuk mencapai kesehatan
39
reproduksi dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta
kompliksi kesehatan reproduksi dan kehamilan.
b). Suami bertanggung jawab secara sosial, moral, dan ekonomi
dalam membangun keluarga.
c). Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka
mempunyai peran yang penting dalam mengambil keputusan.
d). Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih
rendah.
40
5. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Predisposing Factor :
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Kepercayaan
d. Keyakinan
e. Nilai-nilai
Enabling Factor :
Ketersediaan sarana dan
fasilitas pelayanan
pemeriksaan ANC (BPS,
Puskesmas, Polindes,
posyandu dan lain-lain)
Pemeriksaan ANC
Budaya
Pendapatan
Tingkat pendidikan
Reinforsing Factor :
Pengetahuan dan sikap
tentang pemeriksaan ANC
dari :
a. Suami
b. Keluarga
c. Tenaga kesehatan
d. Tokoh agama
e. Tokoh masyarakat
Gambar 1 : Kerangka Teori
Sumber :
1. Notoadmojo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan 1.
Jakarta : PT Rineka Cipta
2. Smet, Benjamin. (1994). Psikologi Kesehatan, Jakarta : PT Gramedia
41
6. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pengetahuan Suami
Tentang ANC
Sikap Suami Terhadap
Pemeriksaan ANC
7. Hipotesis
Dari permasalahan yang ada maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan suami tentang ANC dengan
sikap suami terhadap pemeriksaan ANC.
42
Download