BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2007), menyatakan perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. 2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan dapat kiklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. b. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior) Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. c. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Dengan perkataan lain, bilamana seseorang mengelola lingkungannya sehingga kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat. 77 tidak mengganggu 3. Faktor Pembentuk Perilaku Perilaku seseorang menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) dipengaruhi oleh : a. Faktor predisposisi (Predisposing Factor) Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor pemungkin (Enabling Factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat, misalnya tersedianya alat USG (Ultra Sonografi) di tempat pelayanan ANC seperti, Puskesmas, Rumah Bersalin, Rumah Sakit. c. Faktor penguat (Reiforsing Factor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. B. Pengetahuan (Knowledge) 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003). 8 2. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni. 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). 9 3. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau 10 situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- 11 penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin ketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2002). C. Sikap (Attitude) 1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu, stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Newcomp dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk responden (secara positif atau negatif), obyetif atau dalam situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, sedih dan sebagainya). Selain bersikap positif atau negatif, sikap memiliki tingkat 12 kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993). 2. Komponen Pokok Sikap Allport dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu obyek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tent to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sam membentuk sikap yang utuh (total attitide). Dalam penentian sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. 3. Berbagai Tingkatan Sikap a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) misalnya sikap orang terhadap ANC dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pemeriksaan ANC. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyeleseikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha 13 untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang suami yang mengajak ibu atau istrinya yang sedang hamil untuk mendiskusikan tentang rencana persalinan, adalah suatu bukti bahwa suami tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap persiapan persalinan. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sesuai dengan pengertian yang diuraikan diatas maka sikap yang diharap dari suami adalah terbentuknya sikap yang mendukung di dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pemeriksaan ANC yang teratur (Notoatmodjo, 2007). 4. Ciri-ciri Sikap Sikap mempunyai ciri sebagai berikut : a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu, dalam berhubungan dengan obyeknya. b. Sikap itu berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari oleh orang lain, masyarakat atau sebaliknya. 14 c. Sikap itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e. Mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan. Sikap itulah yang membedakan sikap dan kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki seseorang. f. Mempunyai arah atau tujuan, artinya bahwa efek yang membekas yang dirasakan terhadap suatu obyek dapat bersifat positif ataupun negatif. D. Antenatal Care 1. Pengertian Banyak pengertian mengenai pemeriksaan kehamilan atau yang disebut juga dengan Antenatal Care (ANC) atau perawatan sebelum kelahiran. Namun umum bahwa pengertian pemeriksaan kehamilan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap ibu hamil beserta janinnya secara berkala untuk mengawasi kondisi kesehatan ibu serta pertumbuhan dan perkembangan janin guna persiapan persalinannya, masa nifas, persiapan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan (Manuaba, 1998 dan Hanifa, 2001). 2. Tujuan Antenatal Care 15 a. Tujuan umum adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. b. Tujuan khusus adalah 1) Mengenali dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, misal pada kehamilan adanya hiperemesis gravidarum yaitu muntah berlebihan yang dapat membahayakan ibu hamil karena keluarnya cairan dan berkurangnya masukan nutrisi karena mual muntah. 2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin, misal adanya penyakit hipertensi, yang menyertai kehamilan. 3) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak 4) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-hari berkaitan dengan kehamilan, nifas, laktasi dan keluarga berencana. 5) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Mochtar, 1998 dan Manuaba, 1998). 3. Tahapan Pemeriksaan Tahapan pemeriksaan dalam pelayanan ANC dibagi dalam berbagai tahapan pemeriksaan yaitu : 16 a. Anamnesa 1) Anamnesa identitas isteri dan suami : nama, umur, agama, pekerjaan, alamat, dan sebagainya. 2) Anamnesa umum : a). Tentang keluhan-keluhan, napsu makan, tidur, miksi, defekasi, perkawinan, dan sebagainya. b). Tentang menarche, Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT), jika sudah diketahui HPHT maka dapat diketahui Tanggal Tafsiran Persalinan (TTP)dengan rumus Naegle : hari + 7, bulan – 3, dan tahun + 1. c). Tentang kehamilan, persalinan, keguguran, dan kehamilan etopik atau kehamilan mola sebelumnya. b. Pemeriksaan Umum Meliputi pemeriksaan kesadaran, keadaan umum, tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, berat badan, tinggi badan, ukuran LILA (Lingkar Lengan Atas). c. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat dari kepala sampai kaki. 2) Perkusi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk-ngetuk bagian tubuh ibu. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan, kecuai bila ada indikasi. 17 3) Palpasi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba-raba tubuh pasien. Dalam kebidanan palpasi yang digunakan adalah palpasi Leopold. Langkah-langkah palpasi Leopold : Leopold I :pemeriksa menghadap ke arah muka ibu hamil, kaki ibu agak ditekuk, pemeriksaan dilakukan untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam fundus dan memeriksa konsistensi uterus. Leopold II :menentukan batas samping rahim kanan dan kiri, menentukan letak punggung janin, pada letak lintang, tentukan dimana kepala janin. Leopold III :menentukan bagian terbawah janin dan apakah bagian terbawah sudah masuk pintu atas panggul atau masih dapat digoyang. Leopold IV :pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu hamil, kaki ibu diluruskan kembali, dilakukan untuk menentukan berapa jauh bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul. 18 4) Auskultasi :pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan. Menggunakan stetoskop monoral (stetoskop obstetrik) untuk mendengarkan denyut jantung janin. Yang dapat dengarkan adalah : Dari janin : denyut jantung janin pada bulan 4-5, bising tali pusat, gerak dan tendangan janin Dari ibu : bising rahim, bising aorta, peristaltik usus. Cara menghitung denyut jantung janin adalah dihitung lima detik pertama, kemudian istirahat, lima detik kedua, istirahat, kemudian lima menit ketiga. Semua hasil perhitungan dijumlahkan dan dikalikan empat. Denyut jantung janin dikatakan normal apabila dalam pemeriksaan terdapat hasil pemeriksaan antara 120-180 kali per menit. d. Pemeriksaan Penunjang atau Pemeriksaan Laboratorium Meliputi pemeriksaan kadar Hb (Haemoglobin), protein urine, glukosa urine, dan periksa dalam jika perlu dilakukan atau atas indikasi tertentu (Mochtar, 2002). e. Konseling Kesehatan Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematis dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan, dan penguasaan pengetahuan kesehatan. Konseling bertujuan membantu seseorang mengenali kondisinyan saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan 19 menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Salmah, 2006). Macam-macam materi konseling yang dapat tenaga kesehatan berikan pada saat pemeriksaan ANC : 1) Konseling tentang nutrisi, peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori per hari, mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, zat besi, minum cukup cairan (menu seimbang). 2) Konseling tentang pola istirahat, pola istirahat wanita hamil dianjurkan tidak berlebihan atau segera istirahat jika terasa lelah. 3) Konseling tentang perubahan fisiologi, penambahan berat badan, perubahan pada payudara, tingkat tenaga yang bisa menurun, mual selama triwulan pertama, suhu tubuh meningkat, timbulnya varises, hubungan suami istri boleh dilanjutkan selama kehamilan (dianjurkan memakai kondom). 4) Menasehati ibu untuk mencari pertolongan segera jika mendapati tanda-tanda bahaya berikut : a) perdarahan pervaginam, b) sakit kepala lebih dari biasa, c) gangguan penglihatan, d) pembengkakan pada wajah dan tangan, e) nyeri abdomen (epigastrik) atau nyeri perut, f) janin tidak bergerak sebanyak biasanya. 20 5) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman di rumah, hal yang perlu dipersiapkan di rumah adalah : a) sabun dan air, b) handuk dan selimut bersih untuk bayi, c) makanan dan minuman untuk ibu selama persalinan. 6) Konseling tentang personal hyegine, menjaga kebersihan diri terutama lipatan kulit (ketiak, bawah buah dada, daerah genetalia)dengan cara membersihkan dan mengeringkan. 7) Konseling perawatan payudara (Breast care), tenaga kesehatan menjelaskan cara merawat payudara terutama pada ibu yang mempunyai payudara yang putingnya masuk ke dalam. Dilakukan dua kali sehari selama lima menit f. Memberikan tablet besi sebanyak 90 tablet mulai minggu ke 20. g. Memberikan imunisasi Tetanus Toxoid (TT)dengan dosis 0,5 cc. h. Menjadwalkan kunjungan berikutnya. i. Mendokumentasikan hasil kunjungan (Hanifa, 2002). Dalam penerapan praktis pelayanan ANC, menurut Badan Litbangkes Depkes RI, (2001) tentang standar minimal pelayanan ANC adalah “14 T” yaitu: 1) Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah 2) Tinggi badan dan berat badan ditimbang 3) Temukan kelainan / periksa daerah muka dan leher (gondok, vena jugularis externa), jari dan tungkai (edema), lingkaran lengan atas, 21 punggung (perkusi ginjal) dan reflek lutut 4) Tekanan darah diukur 5) Tekan / palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, senam payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI, 6) Tinggi fundus uteri diukur 7) Tentukan posisi janin (Leopold I-IV) dan detak jantung janin 8) Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa 9) Tentukan kadar Hb (Haemoglobin) dan periksa lab (protein dan glukosa urin), sediaan vagina dan VDRL (Veneral Disease Research Laboratory) untuk medeteksi peyakit PMS (Penyakit Menular Seksual) sesuai indikasi 10) Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit lainnya sesuai indikasi (gondok, malaria, dan lain-lain). 11) Tetanus toxoid imunisasi 12) Tingkatkan kesegaran jasmani (accu pressure) dan senam hamil 13) Tingkatkan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan) : makanan bergizi ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, petunjuk agar tidak terjadi bahaya pada waktu kehamilan dan persalinan 14) Temu wicara konseling 4. Perubahan-perubahan psikologis dalam kehamilan. a. Trimester pertama. Segera setelah terjadi konsepsi kadar hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual muntah pada pagi hari, lemah, lelah dan membesarnya payudara. Ibu 22 merasa tidak sehat dan sering kali membenci kehamilannya. Banyak ibu yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan. Seringkali pada awal kehamilan, berharap untuk tidak hamil. Pada trimester pertama seseorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya memang hamil. Setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya akan selalu diperhatikan dengan seksama. Karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia seseorang ibu untuk mungkin diberitahunya kepada orang lain atau dirahasiakannya. Hasrat untuk melakukann hubungan seks, pada wanita pada trimester pertama ini berbeda-beda. Walaupun beberapa wanita mengalami gairah seks yang lebih tinggi, kebanyakan mereka mengalami penurunan libido selama priode ini. Keadaan ini menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan suami. Banyak wanita merasa butuh untuk dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai namun tanpa berhubungan seks. Libido sangat dipengarui oleh kelelahan, rasa mual, pembesaran payudara, keprihatinan. Semua ini merupakan bagian normal dari proses kehamilan pada trimester pertama. Reaksi pertama seorang pria ketika mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ayah adalah timbulnya kebanggaan atas kemampuannya mempunyai keturunan bercampur dengan keprihatinan akan kesiapannya untuk menjadi seorang ayah dan menjadi pencari nafkah untuk keluarganya. Seorang calon ayah mungkin akan sangat memperhatikan keadaan ibu yang sedang mulai hamil dan menghindari hubungan seks karena takut akan mencedrai 23 bayinya. Ada pula pria yang hasrat seksnya terhadap wanita hamil relatif lebih besar. Di samping respon yang diperhatikannya, seorang ayah perlu dapat memahami keadaan ini dan menerimanya. b. Trimester kedua. Trimester kedua biasanya adalah saat ibu merasa sehat. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan keadaan hormon yang lebih tinggi dan merasa tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu sudah menerima kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energi dan pikirannya secara lebih konstruktif. Pada trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya, dan ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang di luar dirinya sendiri. Banyak ibu yang merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang dirasakn pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido. c. Trimester ketiga. Trimester ketiga seringkali disebut periode menunggu dan waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang mengingatkan ibu akan bayinya. Ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu. Ini menyebabkan ibu meningkatkan kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala akan terjadinya 24 persalinan. Ibu seringkali merasa takut jika bayi yang akan dilahirkannya tidak normal. Kebanyakan ibu juga akan bersikap melindungi bayinya dan akan menghindari orang atau benda apa saja yang dianggapnya membahayakan bayinya. Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul kembali pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya aneh dan jelek. Disamping itu ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan keterangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan. Trimester ketiga adalah saat persiapan aktif untuk kelahiran bayi yang akan dilahirkan dan bagaimana rupanya. Mungkin nama bayi yang akan dilahirkan sudah dipilih (PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO, 2001). Disamping itu ada faktor psikologis lain yang turut mempengaruhi kehamilan, yaitu : a. Stressor. Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak tertangani dengan baik. b. Dukungan keluarga juga merupakan andil yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga terutama ayah dari sang janin atau suami mengharapkan kehamilan, mendukung 25 bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas. c. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan dan tentu saja ekonomi. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup yang digunakan ibu hamil. Seorang ibu hamil sebaiknya tidak merokok, bahkan kalau perlu selalu menghindari asap rokok, kapan dan dimana pun ibu berada. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat. Jika ada makanan yang dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah personal hygiene. Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan dirinya, mengganti pakaian dalamnya setiap kali terasa lembab, menggunakan bra atau kutang yang menunjang payudara, dan pakaian yang menyerap keringat. Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses persalinan dapat berjalan dengan baik (PUSDIKNAKES-WHOJHPIEGO, 2001). 26 5. Perubahan Perilaku Ibu Hamil. Setiap ibu yang mengalami kehamilan pasti ada perubahan perilaku pada ibu ini semua diperngaruhi oleh perubahan hormonal. Saat memutuskan untuk hamil suami dan istri harus benar-benar siap dengan segala perubahan yang akan terjadi nanti pada si ibu baik perubahan fisik dan perilaku, agar suami maupun istri siap menghadapinya. Jangan sampai perubahan ini membuat pasangan jadi tidak harmonis. Perubahan perilaku pada ibu hamil disebabkan karena adanya perubahan kadar hormon progesteron dalam tubuh. Hal inilah yang mempengaruhi banyak hal, termasuk psikis ibu. Perubahan hormon yang terjadi pada ibu hamil sebenarnya sama persis dengan perubahan hormon pada wanita yang sedang mengalami siklus haid, perubahan hormon yang terjadi tidak selamanya akan mempengaruhi psikis ibu hamil. Ada juga yang perilakunya tidak berubah. Hal ini, disebabkan kerentanan psikis setiap orang yang berbeda-beda. Perubahan perilaku tersebut meliputi : a. Cenderung malas. Suami perlu memahami bahwa kemalasan ini bukan timbul begitu saja, melainkan pengaruh perubahan hormonal yang sedang dialami istri. Jadi suami dapat menggantikan peran istri untuk beberapa waktu. Misalnya dengan menggantikan membereskan tempat tidur, membuat kopi sendiri, atau memasak. b. Lebih sensitif, biasanya wanita yang hamil dapat berubah menjadi lebih sensitif. Sering tersinggung kemudian marah. Perlu diperhatikan oleh suami atau keluarga terdekat bahwa dampak perubahan psikis ini akan 27 hilang dengan sendirinya. Bila suami membalas kembali dengan kemarahan, maka istri akan semakin tertekan sehingga mempengaruhi pertumbuhan janinnya. c. Minta perhatian lebih, perilaku lain yang sering mengganggu aktivitas suami adalah istri mendadak minta perhatian lebih atau manja dan selalu ingin diperhatikan. Usahakan untuk selalu menanyakan keadaannya saat itu. Perhatian yang diberikan suami sangat penting walaupun sedikit dapat memicu timbulnya rasa aman yang baik untuk pertumbuhan janin. Demikian pula ketika istri merasakan pegal-pegal dan linu pada tubuhnya. Istri sering meminta suami untuk mengusap tubuhnya. d. Gampang cemburu, sifat cemburu istri terhadap suami pun muncul tanpa alasan. Hal ini selain disebabkan oleh perubahan hormonal, istri pun mulai tidak percaya diri dengan penampilan fisiknya. e. Waspadai perubahan yang berlebihan pada perilaku ibu hamil, jika kadarnya masih normal, tidak akan mengganggu proses tumbuh kembang janin. Namun, ada batasan yang mesti diwaspadai, yakni saat perilaku ibu sudah sangat berlebihan. Jika ibu terlihat dilanda kecemasan berlebih atau stres sehingga perilakunya dapat membahayakan janin. Misalnya, kemalasan ibu sampai membuatnya bersikap acuh dengan kehamilannya. Atau kemarahan yang terjadi sudah sering berubah menjadi amukan. Kondisi psikis yang terganggu akan berdampak buruk pada aktivitas fisiologis dalam diri ibu. Misalnya, emosi tinggi dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar 28 keringat dan sekresi asam lambung. Disamping itu, dapat pula memunculkan gejala fisik seperti letih, lesu, gelisah, pusing, dan mual. Semua dampak ini akhirnya akan merugikan pertumbuhan janin karena janin sudah dapat merasakan dan menunjukkan reaksi terhadap stimulasi yang berasal dari luar dirinya. Apalagi masa trimester pertama merupakan masa kritis menyangkut pembentukan organ tubuh janin. Oleh karena itu, walaupun sifat pemalas, pemarah, sensitif, dan manja wajar muncul di masa hamil. Banyak hal yang bisa dilakukan. Jika perubahan ini ditanggapi secara positif, baik ibu maupun janin akan lebih sehat kondisinya. Inilah hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan munculnya dampak psikis yang negatif : 1) Menyimak informasi seputar kehamilan. Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui masalah yang terjadi maka ibu dapat menjadi lebih tenang menghadapi kehamilan. Ibu menjadi tahu hal apa saja yang dapat dilakukan. 2) Periksa ANC teratur, periksa dapat dilakukan pada dokter kandungan atau bidan. Saat konsultasi, ibu dapat menanyakan tentang perubahan psikis yang dialami. 3) Perhatian suami dan keluarga, perhatian yang diberikan oleh keluarga terutama suami dapat membangun kestabilan emosi ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter 29 atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan. 4) Jalin komunikasi, hindari menutupi perubahan psikis yang terjadi, tetap komunikasikan hal tersebut kepada suami. Dengan begitu diharapkan suami dapat berempati dan mampu memberi dukungan psikologis yang dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama suami, sangat berpengaruh terhadap kestabilan emosi ibu hamil. 5) Beraktivitas, sangat dianjurkan agar ibu mencari aktivitas apa pun yang dapat meredakan gejolak perubahan psikis. Dapat dilakukan dengan menjahit, melukis, bermain musik, dan lain-lain. Umumnya, ibu yang aktif di luar rumah dapat mengatasi berbagai perubahan psikisnya tersebut dengan lebih baik. 6) Perhatikan kesehatan, tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan, termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan dan memperhatikan asupan gizi. Hindari mengonsumsi makanan yang dapat membahayakan janin, seperti makanan yang mengandung zat-zat aditif, alkohol, rokok, atau obat-obatan yang tidak dianjurkan bagi kehamilan. 7) Relaksasi, bila ingin mendapatkan perasaan yang lebih relaks, ibu bisa mengatasinya dengan mendengarkan musik lembut, belajar memusatkan perhatian sambil mengatur napas, senam yoga, dan bentuk relaksasi lainnya seperti senam hamil dapat dilakukan (Roza, 2008). 30 6. Tanda-tanda Dini Bahaya Kehamilan dan Keluhan Selama Kehamilan. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Adapun jenis komplikasi ibu dan janin yang dapat terjadi pada masa kehamilan antara lain : a. Perdarahan pervaginam masa hamil muda (umur kehamilan 22 minggu) yang dapat disebabkan oleh abortus, kehamilan etopik, dan mola hidatidosa. Pada kehamilan lanjut dapat juga terjadi perdarahan yang biasa disebut perdarahan ante partum yang disebabkan oleh kelainan plasenta (plasenta previa dan solusio plasenta). b. Hipertensi gravidarum, baik hipertensi yang bersifat kronik (terjadi pada umur kehamialan kurang dari 20 minggu) maupun yang akut (preeklamsi dan eklamsi) akan menjadi penyulit pada saat ibu hamil ataupun pada saat hendak bersalin. Preeklamsi dan eklamsi dapat diketahui tanda dan gejala awal yaitu sakit kepala hebat yang tidak sembuh dengan beristirahat, pandangan kabur, bengkak di wajah dan jari-jari tangan, pada pemeriksaan lanjut ditemukan tekanan darah pada sistole antara 140-160 mmHg (Milimeter per Air Raksa) dan pada diastole 90 mmHg atau lebih, proteinuria positif, dan disertai kejang pada komplikasi eklamsi. c. Nyeri perut jika nyeri perut terjadi pada umur kehamilan muda (umur kehamilan 22 munggu atau kurang), hal ini mungkin gejala utama pada kehamilan etopik atau abortus. Jika perut tegang seperti papan terjadi pada trimester tiga dapat disimpulkan tanda gejala dari solusio plasenta 31 d. Keluar cairan pervaginam, dapat dimungkinkan air ketuban pecah sebelum terjadi tanda persalinan atau ketuban pecah dini. e. Gerakan janin tidak terasa, umumnya janin bergerak tiga kali dalam tiga jam. (Kusmiyati, 2008). 7. Tempat Pelaksanaan Pemeriksaan Kehamilan Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care dapat dilaksanakan di tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Bidan Praktek Swasta, Rumah Bersalin, Rumah Sakit (Depkes,1995). 8. Sasaran Sasaran pelayanan antenatal care adalah semua ibu hamil. Sasaran ibu hamil di satu wilayah dalam kurun waktu tertentu, artinya pada setiap ibu hamil harus periksa pada jadwal-jadwal tertentu sesuai umur kehamilan (Depkes, 1995). 9. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan Sesuai kebijakan program kunjungan antenatal atau pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Satu kali pada trimester pertama dengan usia kehamilan 0-12 minggu b. Satu kali pada trimester kedua dengan usia kehamilan 13-28 minggu c. Dua kali pada trimester ketiga dengan usia kehamilan 29-42 minggu (Depkes, 1995). 32 Sedangkan Manuaba (1998) menyatakan bahwa pemeriksaan kehamilan akan lebih baik lagi apabila dilakukan lebih sering lagi sekitar 1213 kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pemeriksaan Pertama Ideal pemeriksaan pertama dilakukan sedini mungkin, yaitu segera setelah diketahui terlambat haid (kurang lebih terlambat 1 bulan). b. Pemeriksaan Ulang 1) Periksa ulang 1 kali sebulan sampai umur kehamilan 6-7 bulan 2) Periksa ulang 2 kali sebulan sampai umur kehamilan 8 bulan sampai persalinan 3) Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan tertentu. E. Dukungan Suami 1. Pengertian Partisipasi suami dalam ANC dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan misalnya melalui dukungan sosial suami terhadap kunjungan ANC. Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasikan oleh individu. Dukungan sosial keluarga terutama dukungan suami mengacu pada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh suami sebagai suatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga, dukungan sosial atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung 33 selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). Hubungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang bersangkutan sehingga individu tersebut menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya (Smet, 1994). 2. Sumber-sumber Dukungan Sosial Smet (1994) mengatakan sumber dari dukungan sosial diperoleh dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti dengan individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup (suami), saudara dan tetangga. Pengaruh kehamilan pada kehidupan sosial sehari-hari seorang ibu sangat bergantung pada dukungan sosialnya. Jika kehamilannya ini disertai dengan kesadaran bahwa bayi yang dikandungya itu didambakan oleh dirinya maupun suaminya dan akan disambut dengan gembira oleh orang tua mereka, maka lingkungan keluarga dan sahabat yang lebih luas merupakan dukungan sosial yang ideal dalam persiapan menjalani masa kehamilannya, karena kehamilan akan memberi dampak terhadap jalannya kehidupan sebuah keluarga, baik itu berupa penambahan biaya, pengurangan atau penambahan pekerjaan, perubahan jasmani dan pengurangan frekuensi hubungan dengan orang lain yang semuanya ini menimbulkan stess pada seorang ibu. Terjadinya perubahan pola kehidupan sehari-hari ini disertai juga terjadinya labilitas emosional yang terjadi sampai batas tertantu karena perubahan 34 hormon dan kebutuhan fisiologis di dalam tubuhnya. Permasalahanpermasalahan yang timbul ini tidak dapat diatasi oleh seorang ibu tetapi harus didukung atau dibantu oleh orang-orang disekelilingnya, terutama pasangannya (Farer, 1999). Ibu yang mendapat dukungan suami tinggi, dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi sehingga ibu akan lebih merasa percaya diri yang membuat mereka tidak mudah terserang stress. Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk memutuskan mesalah kesehatan keluarga secara umum dan masalah kesehatan kehamilan khususnya, karena mereka umumnya lebih mudah mendapatkan informasi-informasi tentang kesehatan kehamilan yang diinginkan (Farer, 1999). 3. Jenis Dukungan Sosial Suami Menurut Wihnbust, dkk (1998) dalam Smet (1994) ada 4 dukung sosial suami yaitu : a. Dukungan Emosional Adalah mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang yang bersangkutan. Sumber utama dukungan pria adalah pasanganya. Dukungan ini harus dimodifikasi, sehingga memungkinkan untuk mengasuh bayi dan memenuhi kebutuhan istrinya. b. Dukungan Informasi Adalah dukungan yang diberikan apabila individu tidak mampu menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi, nasehat dan petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah. Suami perlu mengetahui 35 siapa saja yang dapat memberi nasehat (tenaga kesehatan atau keluarga) jika tiba-tiba terjadi komplikasi pada kehamilan sang istri. c. Dukungan Instrumental Adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya. Suami harus mengetahui jika istri dapat bergantung padanya jika istri memerlukan bantuan. d. Dukungan Penghargaan (Penilaian) Adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan hormat /penghargaan positif untuk orang lain contohnya : pujian, persetujuan orang lain. Dukungan sosial dapat diukur dengan melihat tiga elemen : 2) Perilaku suportif actual dari teman-teman dan sanak family 3) Sifat kerangka sosial (apakah kelompok jaringan tertutup dari individu-individu atau lebih menyebar) 4) Cara individu merasakan dukungan yang diberikan oleh teman dan sanak familinya (Niven, 2000). Lederman dan Diamond dalam Bobak (2004). Peran pasangan dalam kehamilan dapat sebagai orang yang memberi asuhan, sebagai orang yang merespon terhadap perasaan rentan wanita hamil, baik pada aspek biologis maupun dalam hubungannya dengan ibunya sendiri. Dukungan suami menunjukkan keterlibatannya dalam pasangannya untuk terikat dengan anaknya 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Suami. 36 kehamilan Menurut Cholil et all dalam Bobak (2004) menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan suami dalam perlindungan kesehatan reproduksi istri (ibu), antara lain adalah : a. Budaya. Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang masih tradisional (patrilineal) menganggap istri adalah konco wingking, yang artinya bahwa kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi istri, misal: kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik dibanding istri maupun anak karena menganggap suamilah yang mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga sehingga asupan zat gizi mikro untuk istri kurang, suami tidak empati dan peduli dengan keadaan ibu yang sedang hamil maupun menyusui anak, dan lain-lain Beberapa cara merubah budaya di atas antara lain : 1). Persepsi mengenai kesetaraan gender perlu diberikan dan disosialisasikan sejak dini melalui kegiatan formal (sekolah) maupun non formal (kelompok masyarakat), dan diaplikasikan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari. 2). Penyuluhan pada sarana maupun tempat dimana pria sering berkumpul dan berintraksi (misalnya: tempat kerja, club, tukang cukur, dan lain). 37 3). Berikan informasi sesering mungkin dengan stimulus yang menarik perhatian. 4). Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mempunyai perasaan malu dan sungkan kepada lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam pelaksanaan GSI (Gerakan Sayang Ibu) perlu dipikirkan sesuatu aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi kepala keluarga untuk segera merealisasikan kepedulian pada istrinya. b. Pendapatan Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilannya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah yang setiap bulan bersaldo rendah. Sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak diperiksakan kepelayanan kesehatan karena tidak mempnyai kemampuan untuk membayar. Atas dasar faktor tersebut di atas maka prioritas kegiatan GSI ditingkat keluarga dalam pemberdayaan suami tidak hanya terbatas pada kegiatan yang bersifat anjuran (advocacy) saja seperti yang selama ini. Akan tetapi lebih bersifat holistic. Secara konkrit dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan istrinya karena permasalahan keuangan. c. Tingkat Pendidikan 38 Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif. Akhirnya, pandangan baru yang perlu diperkenalkan dan lebih disosialisasikan kembali untuk memberdayakan kaum suami mendasarkan pada pengertian bahwa: 1). Suami memainkan peranan yang sangat penting, terutama dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan kesehatan reproduksi pasangannya 2). Suami sangat berkepentingan terhadap kesehatan reproduksi pasangannya 3). Saling pengertian serta kesetimbangan peranan antara kedua pasangan dapat membantu meningkatkan prilaku yang kondusif terhadap peningkatan kesehatan reproduksi. 4). Pasangan yang selalu berkomunikasi tentang planning keluarga maupun kesehatan reproduksi antara satu dengan yang lainnya akan mendapatkan keputusan yang lebih efektif dan lebih baik Menurut BKKBN (2001), perlunya peningkatan dukungan suami dalam ANC karena : a). Suami merupakan pasangan atau patner dalam proses reproduksi, sehingga beralasan apabila suami istri berbagi tanggung jawab dan peranan secara seimbang untuk mencapai kesehatan 39 reproduksi dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta kompliksi kesehatan reproduksi dan kehamilan. b). Suami bertanggung jawab secara sosial, moral, dan ekonomi dalam membangun keluarga. c). Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peran yang penting dalam mengambil keputusan. d). Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah. 40 5. Kerangka Teori Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut : Predisposing Factor : a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Keyakinan e. Nilai-nilai Enabling Factor : Ketersediaan sarana dan fasilitas pelayanan pemeriksaan ANC (BPS, Puskesmas, Polindes, posyandu dan lain-lain) Pemeriksaan ANC Budaya Pendapatan Tingkat pendidikan Reinforsing Factor : Pengetahuan dan sikap tentang pemeriksaan ANC dari : a. Suami b. Keluarga c. Tenaga kesehatan d. Tokoh agama e. Tokoh masyarakat Gambar 1 : Kerangka Teori Sumber : 1. Notoadmojo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan 1. Jakarta : PT Rineka Cipta 2. Smet, Benjamin. (1994). Psikologi Kesehatan, Jakarta : PT Gramedia 41 6. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan Suami Tentang ANC Sikap Suami Terhadap Pemeriksaan ANC 7. Hipotesis Dari permasalahan yang ada maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan suami tentang ANC dengan sikap suami terhadap pemeriksaan ANC. 42