Kiprah BPTP Yogyakarta Oleh : Budi Setyono – Anthoni M. Sri S Peran penting BPTP Yogyakarta dalam pembangunan pertanian di Propinsi D.I Yogyakarta diwujudkan dalam bentuk pengkajian dan pendampingan teknologi pada kelompok tani, antara lain budidaya tanaman bunga potong Krisan dan usahatani di lahan pasir. Rumah-rumah beratapkan plastik Ultra Violet (UV) yang berjajar rapi di sepanjang jalan Dusun Wonokerso wilayah Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman yang berfungsi sebagai green house untuk budidaya tanaman bunga krisan (Chrysanthemum sp.). Berawal dari satu buah rumah plastik yang dibangun atas kerjasama kelompok tani Udi Makmur (Klantum), dengan BPTP Yogyakarta dan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) pada tahun 2005, kini telah berkembang menjadi 10 buah rumah plastik dengan total luas 2000 m2 yang seluruhnya dibangun secara swadaya dan dikelola oleh anggota kelompok tani. Varietas bunga krisan yang ditanam petani setempat antara lain varietas Reegen, Puma, Stroika, dan Town Talk yang memiliki kualitas prima (Grade A). Usahatani bunga krisan menggunakan kualitas pilihan dan unggulan yang dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan petani. Ketua Klantum, Siswianto menjelaskan bahwa untuk membangun rumah plastik seluas 120 m2, dapat memproduksi 5.000 tangkai bunga krisan, membutuhkan biaya sebesar Rp. 6.000.000,00, sedangkan untuk biaya produksi selama 4 bulan dibutuhkan biaya Rp. 2.021.388, dengan demikian apabila harga jual pertangkai Rp. 1.000,00, maka dapat menghasilkan pendapatan bersih Rp. 2.978.612,00 (B/C=1,47 dan R/C=2,47). Sedangkan apabila ditanam jagung pada luasan lahan yang sama hanya menghasilkan Rp. 300.000,00. Pada akhir tahun 2005. Klantum mendapatkan bantuan penguatan modal kredit dengan bunga rendah dari Dinas Pertanian Propinsi D.I. Yogyakarta ±Rp. 20.000.000,00. Jumlah petani kooperator meningkat dari 23 orang menjadi 28 orang, selain itu masih terdapat tambahan tenaga kerja sebanyak 10 orang petani non kooperator yang berasal dari kelompok tani Sari Makmur di Dusun Sawungsari, mereka ikut melakukan kegiatan penanaman krisan. Bantuan pemerintah pusat berupa Dana Dekonsentrasi melalui Dinas Pertanian Propinsi D.I. Yogyakarta dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman diwujudkan pula dalam bentuk pembangunan irigasi pipa dan sprinkle senilai Rp. 50.000.000,00. Modal usaha juga didapatkan dalam bentuk investigasi bagi hasil senilai Rp. 20.000.000,00 dari Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) cabang Yogyakarta. Usahatani di Lahan Pasir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki kawasan lahan pasir pantai seluas ± 8.250 ha yang membentang sepanjang ± 110 km. Kawasan tersebut tadinya kurang produktif, namun berkat kerja keras berbagai pihak, kini pemerintah DIY telah dapat mengembangkannya menjadi lahan pertanian produktif yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan memberi sumbangan bagi perekonomian daerah. Lahan yang didominasi oleh partikel pasir dengan kandungan bahan organik rendah mengakibatkan tanah berstruktur remah dan porus air. Rendahnya kemampuan tanah untuk memegang air dan menyimpan hara menyebabkan tanah kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Dibanding lahan normal, usahatani di lahan pasir memang membutuhkan input yang cukup tinggi. Setiap hektar tanaman membutuhkan sekitar 50 m2 air/hari, sehingga untuk mengatasi keterbatasan air pemerintah DIY membangun sumur dan bak-bak penamnpungan air (sumur renteng). Untuk mengatasi keterbatasan air pemerintah DIY membangun sumur dan bak-bak penampuingan air (sumur renteng). Tanaman yang dikembangkan di kawasan ini antara lain cabai merah, semangka dan melon. Pendampingan teknologi dilakukan oleh BPTP Yogyakarta meliputi teknologi pemupukan dan ameliorasi tanah, serta mengevaluasi kelayakan ekonomi berbagai jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada penanaman bawang merah, kombinasi pemberian zeolit 450 kg/ha dan pupuk kandang 40 ton/ha memberikan pertumbuhan hasil umbi dan keuntungan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga petani dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp. 12.080.000,00. Selain ameliorasi, tanaman perlu dipupuk Urea 125 kg/ha, ZA 25 kg/ha, SP-37 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha sebagai pupuk dasar, disertai penyiraman dua kali/hari. Perkembangan selanjutnya, penggunaan zeolit diganti dengan tanah liat karena lebih murah dan mudah diperoleh. Melalui perubahan ini petani yang menggunakan medium input mampu menghasilkan pendapatan bersih petani sebesar Rp. 26.061.000,00/ha, dan jika ditingkatkan lagi menjadi high input pendapatan bersih petani ikut meningkat menjadi Rp. 37.436.000,00/ha. Analisis R/C dan B/C ratio dari medium input berturut-turut 2,56 dan 1,56, sedang high input berturut-turut 2,82 dan 1,82. Pada tahun 2005, varietas bawang merah Super Biru Samas dapat ditingkatkan dari 29,66 ton/ha menjadi 31,46 ton/ha, setara dengan varietas Philipina di lokasi yang sama menghasilkan 31,63 ton/ha, sedangkan varietas Tiron Bantul hanya menghasilkan 23,04 ton/ha. Adapun cabai merah yang ditanam menggunakan sistem tumpang gilir (relay cropping) dengan bawang merah, menunjukkan bahwa takaran pupuk organik majemuk 6 ton/ha dapat menghasilkan produksi cabai sekitar 2 ton/ha. Waktu penanaman cabai merah dilakukan sebulan sebelum bawang merah panen. Mengubah lahan pasir menjadi lahan pertanian produktif memang membutuhkan banyak pupuk organik, namun masyarakat di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta telah terbiasa memelihara kambing, sehingga kebutuhan pupuk kandang dapat dipenuhi dengan meningkatkan populasi kambing atau sapi. Produksi kotoran tiap ekor sapi setara dengan yang dihasilkan oleh 7 ekor kambing. Dampak positifnya adalah bertambahnya permintaan pupuk kandang sehingga dapat menjadi daya tarik bagi petani untuk meningkatkan populasi ternak kambing. Sertifikasi Akreditasi Laboratorium Tanah dan Pupuk Pada saat ini laboratorium BPTP Yogyakarta telah diajukan untuk mendapatkan sertifikat akreditasi KAN dari Badan Standarisasi Nasional (BSN). Adanya sertifikasi ini akan lebih menjamin keabsahan hasil analisis laboratorium tanah dan pupuk, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pengguna. Seiring dengan hal tersebut, para petugas dan analis laboratorium dituntut untuk terus meningkatkan kinerja, demikian penjelasan singkat Kepala BPTP Yogyakarta Prof. Ir. Bambang Sudaryanto, MS. Budi Setyono – Anthoni M. Sri S BPTP Yogyakarta