PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman hias sebagai komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, telah diusahakan secara komersial sejak lama. Keindahan dan daya tarik yang dimiliki oleh tanaman hias merupakan alasan mengapa peminatnya cukup besar. Berbagai jenis tanaman hias yang memiliki nilai komersial di Indonesia diantaranya adalah anggrek, krisan, mawar, anyelir, anthurium, gladiol, gerbera, amaryllis, sedap malam, aster, dan melati (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang penting, baik sebagai bunga potong maupun bunga pot. Produksi tanaman krisan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2010, produksi krisan di Indonesia bahkan merupakan yang tertinggi dibandingkan tanaman hias lainnya. Produksi tanaman ini mencapai 185 232 970 tangkai (Badan Pusat Statistik, 2011). Produksi yang dilakukan merupakan upaya untuk memenuhi permintaan krisan yang cukup besar. Permintaan krisan menduduki urutan tertinggi diantara bunga potong lainnya karena memiliki bentuk mahkota dan warna yang indah, selain itu bunga ini memiliki harga yang cukup murah dibandingkan tanaman hias lain (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Tanaman krisan yang dikembangkan di Indonesia berasal dari varietas lokal dan introduksi. Meskipun demikian, penggunaan varietas lokal kurang berkembang bila dibandingkan dengan varietas introduksi yang memiliki bentuk dan warna lebih beragam. Oleh karena itu, diperlukan upaya perakitan varietas baru yang memiliki bentuk serta warna yang beraneka ragam. Peningkatan keragaman tanaman ini dapat dilakukan dengan hibridisasi ataupun mutasi buatan. Mutasi merupakan salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik tanaman dalam waktu singkat. Induksi mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen fisik ataupun kimia. Salah satu mutagen fisik yang digunakan adalah radiasi sinar gamma, sedangkan mutagen kimia yang dapat digunakan adalah Ethyl Methane Sulphonate (EMS). Kromosom merupakan pembawa gen yang disusun oleh asam nukleat yang terdiri dari DNA dan RNA. DNA merupakan senyawa polinukleotida yang terdiri dari komponen gula deoksiribosa, basa (purin dan pirimidin), dan fosfat. Basa purin terdiri dari adenin dan guanin, sedangkan pirimidin terdiri dari timin dan sitosin. Radiasi dapat menembus bagian tertentu dari kromosom yang dapat menyebabkan perubahan bahan DNA (Jusuf, 2001). Akibat tidak langsung yang terjadi adalah radiasi menimbulkan perubahan zat kimia tertentu disekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida (Crowder, 2006). Susunan nukleotida dalam gen merupakan pengkode bagi protein yang ditentukan dari urutan asam aminonya, karena itu perubahan susunan nukleotida akan menentukan protein yang dihasilkan dan fungsinya (Salisbury and Ross, 1995). Radiasi pengionisasi diketahui menyebabkan mutasi pada gen dalam perbandingan lurus dengan dosis radiasinya (Elrod and Stansfield., 2007). Jumlah radiasi yang sama dengan intensitas tinggi untuk waktu pendek atau intensitas rendah dengan waktu panjang, atau dosis berselang-seling akan menimbulkan jumlah mutasi yang sama (Crowder, 2006). EMS merupakan mutagen kimia yang digunakan secara luas pada tanaman karena menyebabkan mutasi gen dengan frekuensi tinggi dan penyimpangan kromosom dengan frekuensi rendah. Mutagen kimia EMS memiliki frekuensi mutasi pada mutan M1 dan M2 dari 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sinar gamma (Filippetti and De Pace, 1986). Selain itu, generasi tanaman yang semakin jauh dari M0 akan menghasilkan lebih banyak mutan. Berdasarkan penelitian Arulbalachandran et al. (2010), pada mutan yang diisolasi dari tanaman black gram (Vigna mungo (L.) Hepper yang telah diberi perlakuan dengan sinar gamma dan EMS pada generasi M4 dihasilkan lebih banyak mutan dibandingkan generasi sebelumnya. EMS menyebabkan mutasi transisi pada DNA dengan mengubah basa guanin dan timin (GT) menjadi adenin dan timin (AT), serta adenin dan timin (AT) menjadi guanin dan timin (GT). Telah diperoleh pula bukti yang menjelaskan bahwa EMS dapat menyebabkan penyisipan (insersi) atau penghilangan (delesi) pasangan basa serta penghapusan intragenik lebih luas. Pada organisme tingkat tinggi, EMS mampu mematahkan kromosom, meskipun belum dipahami mekanismenya. Selain itu, ethylasi basa DNA oleh EMS (umumnya pada posisi N-7 dari guanin) secara bertahap menghidrolisis deoxiribosa pada backbone DNA meninggalkan sebuah situs purin (atau mungkin pirimidin) yang stabil dan dapat menyebabkan kerusakan untaian tunggal DNA (Sega, 1984). Upaya pemberian radiasi sinar gamma telah dilaporkan berhasil merakit keragaman baru tanaman hias. Sebagai contoh, pemberian radiasi pada gerbera dengan dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang terbentuknya tunas, sedangkan radiasi lebih dari 1000 rad menghambat munculnya tunas, akar, dan jumlah akar yang terbentuk pada tunas-tunas in vitro (Prasetyorini, 1991). Selain itu, radiasi sinar gamma pada krisan dapat mengakibatkan perubahan bentuk bunga, warna bunga, kandungan klorofil pada daun, dan antosianin pada bunga (Kendarini, 2006). Selain pemberian radiasi sinar gamma, perlakuan EMS juga dapat menginduksi mutasi pada beberapa tanaman. Latado et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian perlakuan EMS menyebabkan perubahan warna bunga pada tanaman krisan cv. Ingrid yang memiliki petal berwarna dark pink menjadi berwarna pink-salmon, bronze, salmon, dan kuning. Subhash et al. (1997), juga telah menghasilkan tanaman cabai (Capsicum annuum L.) tahan lincomycin setelah diinduksi menggunakan EMS. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan, morfologi, dan kualitas tanaman hias krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) hasil induksi mutasi. Hipotesis Dari varian yang diuji terdapat satu atau lebih varian krisan yang mengalami perubahan pertumbuhan, morfologi dan kualitas bunga.