BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas adalah suatu kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009:20). Sedangkan transparansi yaitu kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku (Nordiawan dan Hertianti, 2010:15). Otonomi daerah merupakan perwujudan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik birokratis menjadi desentralistik partisipatoris. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua regulasi tersebut sebagai perubahan atas UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1 2 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah bisa lebih mandiri dalam mengurus daerahnya baik dalam aspek sistem pembangunan daerah, sistem pengelolaan Sumber Daya Alam, dan sistem pengelolaan keuangan. Tujuan otonomi daerah yang hendak dicapai baik dalam aspek politik, administratif, dan ekonomi adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial melalui pengembangan kehidupan demokrasi serta penyediaan pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Kebijakan otonomi diterapkan secara luas kepada setiap pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Prinsip-prinsip otonomi daerah harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat. Artinya, pemerintah daerah diberikan kewenangan secara luas, nyata, bertanggung jawab dan proporsional dalam mengatur, membagi dan memanfaatkan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Purnamawati, 2006). Indraningrum (2011:20) menyatakan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban Anggaran 3 Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut PP No.58 Tahun 2005 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran dipergunakan sebagai alat perencanaan, alat politik, alat koordinansi dan komunikasi, serta alat motivasi. Jika dilihat dari karakteristik anggaran, terdapat perbedaan antara anggaran sektor publik dan sektor swasta yakni pada sektor publik rencana anggaran dipublikasikan kepada masyarakat secara terbuka untuk dikritisi dan didiskusikan. Sejalan dengan hal tersebut, anggaran bukanlah suatu rahasia negara. Namun dalam sektor swasta, anggaran bersifat tertutup dan merupakan rahasia perusahaan. Konsekuensi dari kebijakan PP No.58 Tahun 2005 adalah suatu kemandirian masing – masing daerah dalam menghasilkan suatu pendapatan yang digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam upaya perwujudan desentralisasi. Pendapatan tersebut yang antara lain diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil), Pinjaman Daerah, dan lain – lain pendapatan yang sah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pendapatan Asli Daerah terdiri atas pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain pendapatan asli daerah yang sah, sedangkan pendapatan dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dalam dana perimbangan sebagai variabel 4 independen. Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari dari 10% (Rahmawati, 2010:3). Hal tersebut bergantung pada kemampuan dan potensi daerah masing – masing. Untuk mengurangi kesenjangan fiskal tersebut transfer dana pemerintah pusat diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien. Selain dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana transfer dari pemerintah pusat untuk membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 37, menyatakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Sehingga karena peranan SiLPA yang juga penting untuk pendanaan kegiatan daerah maka dalam penelitian ini mengangkat variabel SiLPA sebagai variabel kontrol. Variabel kontrol yang kedua dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk digunakan sebagai salah satu variabel kontrol karena dilihat dari perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah, apabila perkembangan jumlah penduduk semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar. Karena meningkatnya jumlah penduduk menuntut konsekuensi 5 logis adanya peningkatan sarana dan prasarana umum, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Klasifikasi belanja berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Dalam penelitian ini menggunakan variabel belanja langsung sebagai variabel dependen karena porsi belanja langsung cenderung lebih besar dibanding belanja tidak langsung dalam belanja daerah. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal yang digunakan untuk melaksanakan program kegiatan pemerintah daerah. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmawati (2013) yaitu “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur” dengan periode penelitian dari tahun 2007-2011. Dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung, sedangkan Luas Wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka memberikan acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang bertujuan menganalisa bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Langsung, Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini menggunakan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus sebagai 6 variabel independen dengan periode penelitiannya yaitu tahun 2011 – 2015, serta mengangkat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Pertumbuhan Penduduk sebagai variabel kontrol yang berfungsi untuk memperjelas hasil penelitian dan agar tidak bias. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang disebutkan diatas, maka pemasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 4. Apakah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 5. Apakah Pertumbuhan Penduduk berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 7 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Pertumbuhan Penduduk terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif antara lain : 1. Manfaat Praktis Memperluas wawasan bagi organisasi sektor publik di Indonesia sehubungan dengan sumber – sumber penerimaan Pemerintah Daerah dan hubungannya dengan belanja daerah terutama belanja langsung, sehingga diharapkan tercipta kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan sumber penerimaan Pemerintah daerah. Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sumber – sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang berpengaruh positif terhadap belanja langsung. 2. ManfaatTeoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sektor publik khususnya dalam perkembangan teori – teori dan sistem pengelolaan keuangan daerah, serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian – penelitian selanjutnya dalam bidang kajian ini. 8 3. Manfaat Kebijakan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini difokuskan pada batasan masalah sebagai berikut : 1. Objek penelitian adalah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. 2. Data yang diteliti adalah data Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta SiLPA dan belanja Langsung yang terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran masing – masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur untuk periode 2011 – 2015. Serta data Pertumbuhan Penduduk yang terdapat dalam situs www.bps.go.id.