Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan
tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah
baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang
lebih transparan dan akuntabel. Hal ini juga berlaku pada sektor publik lainnya,
seperti organisasi publik non-pemerintah. Sistem ini diharapkan dapat
mewujudkan pengelolaan keuangan secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan keadilan, kepatutan, serta manfaat bagi masyarakat (Indra
Bastian, 2010).
Otonomi Daerah di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999), membuka peluang yang luas bagi
daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan
kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Dengan berlakunya kedua undangundang tersebut di atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk
pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang
efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan
pelayanan umum kepada masyarakat. Undang-Undang tersebut merupakan
kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi
pemerintah yang sesungguhnya.
Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten
dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Hal tersebut
menegaskan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menentukan
alokasi sumber daya yang dimiliki untuk belanja – belanja daerah dengan
menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum
anggaran daerah.
Pemerintah daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan berbagai
sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya roda organisasi pemerintahan
dalam rangka pencapaian tujuan. Fakir keuangan merupakan faktor utama yang
merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda
pemerintah daerah.
Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat kelembagaan dan
kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Sumber –
sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan buka pajak, sumbangan dan
bantuan, serta penerimaan pembangunan.
Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud dengan otonomi
daerah karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling
mengetahui kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik dari segi
permasalahan yang ada sampai kepada sumber pendapatan yang bisa digali oleh
pemerintah daerah tersebut.
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2007).
Kemandirian keuangan daerah ini merupakan salah satu tujuan dari otonomi
daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat
mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Begitu pula
dengan keuangan daerah tersebut, dengan adanya otonomi daerah diharapkan
masing – masing daerah dapat mencapai suatu kemandirian keuangan daerah.
Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari besarnya Pendapatan Asli
Daerah yang diperoleh oleh tiap pemerintahan kabupaten / pemerintahan kota.
Semakin besar Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan bantuan yang
diberikan Pemerintahan Pusat maka pemerintahan kota tersebut dikatakan
mandiri. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri merupakan poin utama dalam
mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu, perlu dilihat
efektivitas Pendapatan Asli Daerah tersebut dengan membandingkan antara
Pendapatan Asli Daerah yang dianggarkan dengan realisasi Pendapatan Asli
Daerah. Pendapatan Asli Daerah inilah yang merupakan sumber pembiayaan yang
memang benar-benar digali dari daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan
kondisi riil daerah. Jika nantinya struktur Pendapatan Asli Daerah sudah kuat
boleh dikatakan daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat
untuk itu tentu dibutuhkan struktur industri yang mantap beserta obyek praja dan
retribusi yang taat. Sementara Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
serta berbagai pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di
daerah. Sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintahan pusat
dalam pembiayaan daerahnya semakin kecil. Dengan semakin kecilnya tingkat
ketergantungan tersebut, maka satu daerah dikatakan mandiri.
Namun yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya yaitu daerah makin
bergantung terhadap alokasi transfer dari pemerintahan pusat terutama Dana
Alokasi Umum. Hanya beberapa daerah yang menunjukkan struktur Pendapatan
Asli Daerah yang kuat.
Kota Bandung adalah salah satu kota di Propinsi Jawa Barat yang
pemerintahan daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya dari tahun
ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh
Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Jawa Barat itu sendiri. Adapun upaya
peningkatan daerah tersebut adalah dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan
pendapatan daerah yang pada garis besarnya ditempuh dengan usaha intensifikasi
yang artinya suatu tindakan atau usaha memperbesar penerimaan dengan cara
melakukan pemungutan yang lebih ketat dan teliti.
Berikut tabel Rasio Kemandirian Keuangan pemerintah, Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Kota
Bandung selama lima tahun yaitu tahun 2009 sampai dengan 2013 dapat dilihat
pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 1.1
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung Tahun Anggaran
2009 – 2013
Tahun
Pendapatan Asli
Total Pendapatan
Rasio
Daerah (Rp)
Daerah (Rp)
Kemandirian(%)
2009
360.152.627.690
2.402.466.979.725
15
2010
441.863.068.294
2.440.160.360.714
18,1
2011
833.254.175.288
3.115.296.523.905
26,8
2012
1.005.583.424.429
3.666.693.409.600
27,4
2013
1.442.775.238.323
4.332.088.946.776
33,3
Sumber Laporan Realisasi Anggaran Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Bandung Tahun 2009 – 2013 (data diolah kembali)
Tabel 1.1 menunjukkan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terjadi
perubahan yang meningkat dari tahun ke tahunnya. Namun terjadi ketidakstabilan
jumlah PAD yang diterima setiap tahunnya. Tahun 2009 nilai rasionya sebesar
15%, tahun 2010 18,1%, tahun 2011 26,8%, tahun 2012 27,4% dan tahun 2013
33,3%. Tahun 2009 memiliki rasio terendah sebesar 15% dan tahun 2013
memiliki rasio tertinggi yaitu 33,3%.
Tabel 1.2
Rasio Efektivitas PAD, DAU, DAK Kota Bandung Tahun Anggaran
2009 – 2013
Tahun
Rasio Efektivitas
PAD (%)
Rasio DAU (%)
Rasio DAK (%)
2009
97,57
41,2
1,8
2010
106,21
37,4
2,1
2011
115,73
32,2
1,4
2012
107,67
36,1
1,01
2013
102,49
34,3
1,5
Sumber Laporan Realisasi Anggaran Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Bandung Tahun 2009 – 2013 (data diolah kembali)
Tabel 1.2 menunjukkan Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah terjadi
perubahan di setiap tahunnya. Tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerahnya menunjukkan di atas 100%, sedangkan tahun 2009
rasionya di bawah 100%. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah tertinggi pada
tahun 2011 yaitu sebesar 115,73%.
Untuk Rasio Efektivitas Dana Alokasi Umum tahun 2009 adalah rasio dana
alokasi umum yang tertinggi sebesar 41,2%, mengalami penurunan pada tahun
2010 dan tahun 2011 memiliki rasio terkecil sebesar 32,3% lalu mengalami
peningkatan di tahun 2012 sebesar 36,1% dan menurun lagi di tahun 2013 sebesar
34,3%.
Sedangkan Rasio Dana Alokasi Khusus pada tahun 2009 sampai tahun 2013, yaitu
sebesar : tahun 2009 sebesar 1,8% ; tahun 2010 sebesar 2,1% ; tahun 2011
sebesar 1,4% ; tahun 2012 sebesar 1,01% ; tahun 2013 sebesar 1,5%. Rasio Dana
Alokasi Khusus terbesar pada tahun 2010 sebesar 2,1% dan rasio Dana Alokasi
Khusus terkecil pada tahun 2012 sebesar 1,01%.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
lebih lanjut tentang Rasio Efektivitas PAD, DAU dan DAK Kota Bandung
terutama mengenai Pengaruhnya dengan Kemandirian Keuangan Daerah dan akan
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :” Pengaruh Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ”, (Studi kasus pada Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung).
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas PAD terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kota Bandung.
2. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kota Bandung.
3. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kota Bandung.
4. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kota Bandung.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan
penjelasan mengenai pengaruh rasio efektivitas pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap kemandirian keuangan daerah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat bukti empiris mengenai :
1. Untuk mengetahui pengaruh rasio efektivitas pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap kemandirian keuangan
daerah Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi umum terhadap kemandirian
keuangan daerah Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi khusus terhadap kemandirian
keuangan daerah Kota Bandung.
4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh rasio efektivitas pendapatan asli
daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap kemandirian
keuangan daerah Kota Bandung.
1.4
Kegunaan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan mempunyai kegunaan
antara lain:
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan mengenai masalah rasio efektivitas pendapatan asli
daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus serta besar pengaruhnya
terhadap kemandirian keuangan daerah Kota Bandung.
2. Bagi Pemerintah Kota Bandung
Bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi
daerah baik penetapan peraturan daerah yang berhubungan dengan upaya
peningkatan pendapatan asli daerah, pengalokasian dana alokasi umum
dan dana alokasi khusus maupun peningkatan efisiensi dan efektifitas
kinerja
pemerintah
daerah
dan
sebagai
bahan
masukan
dalam
mengevaluasi tata cara penetapan pos pendapatan dan pos biaya.
3. Bagi Pihak Lain (pihak umum)
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya sepanjang berhubungan dengan objek penelitian yang sama.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Bandung yang khususnya dilakukan di Jalan Wastukencana No. 2.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan Mei
2015.
Download