PDF

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Gangguan Sistem Reproduksi Wanita
Organ-organ reproduksi wanita membentuk suatu sistem kompleks
yang dapat menimbulkan berbagai masalah atau gangguan pada setiap
tahap kehidupan yang berbeda. Pengetahuan tentang masalah tersebut
dapat membantu untuk mengidentifikasi gejala yang mempengaruhi tubuh
dan mengetahui kapan harus memeriksakan diri ke tenaga kesehatan
(Hartono, 2009).
Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat baik fisik,
mental maupun sosial, diperlukan beberapa syarat yaitu tidak ada kelainan
anatomis atau fisiologis baik pada kaum perempuan ataupun laki-laki.
Setiap kelainan atau penyakit pada organ reproduksi akan mengganggu
kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas reproduksinya (Jacoeb,
2010).
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen
kesehatan reproduksi (Manuaba, 2008). Hal ini mencakup infeksi,
gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat reproduksi
wanita dan infertilitas (Baradero, 2007). Gangguan reproduksi disebabkan
oleh ketidakseimbangan hormon (Kasdu, 2005).
commit to user
5 perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 2. Menstruasi
a.
Pengertian
Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron
dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang
menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai
organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi
dan siklus menstruasi. Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat
berakibat gangguan uterus, gangguan kesuburan, abortus berulang,
atau keganasan. Gangguan dari siklus menstruasi merupakan salah
satu alasan seorang wanita berobat ke dokter. Siklus menstruasi
normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu
keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Siklus mentruasi ini
melibatkan
kompleks
hipotalamus-hipofisis-ovarium
(Manuaba,
2008).
b. Gangguan Menstruasi
Wiknjosastro (2008) menjelaskan gangguan haid dan siklusnya
khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada
haid
a) Hipermenorea atau menoragia yaitu menstruasi dengan
perdarahan yang lebih banyak dan atau lebih lama dari normal,
dimana diperlukan ganti pembalut sebanyak > 6 kali per hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 b) Hipomenorea yaitu menstruasi dengan perdarahan yang lebih
sedikit dan atau lebih pendek dari normal, dan hanya
diperlukan ganti pembalut sebanyak < 2 kali per hari .
2) Kelainan siklus :
a) Polimenorea yaitu siklus menstruasi yang terlalu sering dengan
interval < 21 hari.
b) Oligomenorea yaitu siklus menstruasi yang terlalu jarang
dengan interval > 35 hari.
c) Amenore yaitu keadaan tidak terjadi menstruasi pada wanita.
Amenore dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Amenore Primer
ialah tidak adanya menstruasi pada umur 16 tahun dan
Amenore Sekunder adalah ketiadaan menstruasi selama > 6
bulan atau ≥ 3 siklus menstruasi pada wanita yang sebelumnya
memiliki siklus menstruasi teratur.
3) Perdarahan di luar haid
Metroragia
adalah
Gangguan
perdarahan
menyerupai
menstruasi yang terjadi di luar siklus menstruasi normal. Hal ini
ditemukan pada perdarahan yang terjadi diantara dua siklus haid.
4) Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid :
a) premenstrual tension (ketegangan prahaid) yaitu keluhankeluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa
hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 datang, walaupun kadang berlangsung terus sampai haid
berhenti.
b) Mastodinia yaitu rasa tegang pada payudara menjelang haid.
c) Mittelschmerz yaitu rasa nyeri pada ovulasi.
d) Dismenorea yaitu rasa nyeri pada haid.
3. Amenore Sekunder
a.
Pengertian
Amenore sekunder adalah ketiadaan menstruasi selama > 6
bulan atau selama ≥ 3 siklus menstruasi pada wanita yang sebelumnya
memiliki siklus menstruasi teratur (Norwitz, 2008).
b.
Etiologi
Ada beberapa etiologi yang berkaitan dengan terjadinya
amenore sekunder pada wanita. Beberapa teori dibawah ini mencakup
sebab-sebab amenore sekunder.
Benson (2009) menyebutkan ada 3 penyebab amenore sekunder,
yaitu :
1) Disfungsi Ovarium
Penyebab disfungsi ovarium yang paling sering menyebabkan
amenore sekunder adalah Sindrom Ovarium Polikistik (polycistic
ovary syndrome, PCOS). Kelainan ini akibat dari peningkatan
androgen (baik dari ovarium maupun maupun kelenjar adrenal)
diikuti perubahan menjadi estrogen dalam jaringan lemak.
Peningkatan estrogen memacu hipofisis untuk meningkatkan LH
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 dan
menekan
FSH
yang
menyebabkan
penyimpangan
perkembangan folikel, anovulasi, dan peningkatan produksi
androgen ovarium. Menurut Norwitz E. (2008) kelainan ini
merupakan kerusakan yang disebabkan pengiriman sinyal yang
“tidak seharusnya” ke hipotalamus dan hipofisis.
2) Gagal Ovarium
Gagal ovarium primer ditandai dengan adanya peningkatan
gonadotropin
dan
rendahnya
estradiol
(hipogonadisme
hipergonadotropik). Gagal ovarium sekunder ditandai dengan
kadar gonadotropin normal atau rendah dan rendahnya estradiol
(hipogonadisme hipogonadotropik).
Akibat yang ditimbulkan dari penyebab ini adalah kegagalan
ovarium prematur (premature ovarian failure, POF), yaitu
hilangnya semua folikel ovarium disertai berhentinya menstruasi
sebelum usia 40 tahun. Penyebab tersering dari kasus ini adalah
proses autoimun, kemoterapi, radiasi, infeksi (Norwitz, 2008).
3) Penyebab Sistemik
Selain penyebab yang disebutkan diatas, ada beberapa penyebab
lain yang sudah terbukti menyebabkan terjadinya ameneore
sekunder, antara lain ketidakseimbangan hormon yang disebabkan
stress hingga mengganggu fungsi dari hipotalamus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 Sedangkan menurut Baziad (2008) penyebab amenore sekunder
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1) Penyebab Umum (Keadaan Umum Pasien)
Malnutrisi,
obesitas,
stres,
dan
aktifitas
berlebihan
dapat
mengganggu kerja hipotalamus dalam sistem reproduksi. Keadaankeadaan tersebut menyebabkan penurunan frekuensi dan amplitudo
denyut GnRH secara berkesinambungan.
2) Penyebab di Uterus
Kerusakan uterus yang paling sering menyebabkan amenore
sekunder adalah sinekia atau perlekatan intrauterin menutup rongga
uterus dan pembentukan jaringan parut yang dapat menutupi
seluruh rongga uterus. Keadaan ini disebut juga sebagai Sindrom
Asherman. Penyebab dari kasus ini adalah tindakan kuretase yang
berlebihan yang dapat mengangkat lapisan dalam endometrium dan
merusak kriptus dan kelenjar basal yang penting untuk regenerasi
endometrium. Selain itu infeksi tuberkulosis endometrium juga
dapat
menyebabkan
kerusakan
endometrium
yang
dapat
menyebabkan amenore sekunder.
3) Penyebab Hipofisis
a) Sindrom Sheehan
Suatu keadaan yang ditemukan sesudah persalinan dan yang
disertai dengan banyak perdarahan dan/atau syok. Hal ini
menyebabkan nekrosis karena spasme atau trombosis arteriola
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 pada hipofisis. Dengan adanya nekrosis fungsi dari hipofisis
terganggu dan menyebabkan menurunnya pembuatan hormonhormon gonadotropin sehingga dapat menyebabkan amenore
sekunder.
b) Tumor Hipofisis
Diantara sebab-sebab amenore sekunder, tumor hipofisis
merupakan sebab yang jarang ditemui. Gejala yang mungkin
timbul pada wanita amenore dengan tumor hipofisis adalah
sakit kepala dan gangguan penglihatan. Potret Roentgen dari
sella tursika dan visus perifer akan memperkuat diagnosis.
4) Obat-obatan
Penggunaan steroid seks dan obat yang meningkatkan kadar
prolaktin dapat menyebabkan amenore sekunder.
c.
Faktor Risiko
1) Aktivitas fisik yang terlalu berat.
2) Terlalu kurus (lemak tubuh kurang dari 15 – 17%). Keadaan ini
mempengaruhi
proses
pembentukan
hormon.
Jika
seorang
perempuan mengalami kelainan makan, seperti anoreksia atau
bulimia, dapat menyebabkan perubahan hormonal yang berujung
pada berhentinya menstruasi.
3) Obesitas. Adanya jaringan lemak yang berlebih pada seorang yang
mengalami
obesitas
juga
mempengaruhi
(pengeluaran sel telur dari indung telur).
commit to user
proses
ovulasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 4) Stress psikis. Stress dapat mempengaruhi fungsi hipotalamus
sehingga menstruasi berhenti. Karena itu jika stress berkurang,
menstruasi muncul kembali.
5) Penggunaan obat-obatan tertentu seperti antidepresan, antipsikotik,
obat kemoterapi, dan kortikosteroid oral (Baziad, 2008).
d.
Tanda Klinis
1) Tidak adanya perdarahan menstruasi selama 6 bulan atau ≥ 3 kali
siklus setelah adanya perdarahan menstruasi sebelumnya.
2) Galaktore.
3) Penurunan atau peningkatan berat badan drastis.
4) Hirsutisme
5) Penglihatan kabur (Morgan, 2009)
e.
Prognosis
Karena hampir seluruh kasus amenore dapat diatasi dengan
terapi, prognosisnya baik. Pengecualian pada gagal ovarium prematur
dan tidak adanya organ reproduksi. Dengan penggunaan satu atau
kombinasi hormon (misal hMG, GnRH, kortikosteroid) dan obatobatan (misalnya bromokriptin, kloomifen sitrat). Hampir semua
pasien amenore dengan ovarium dapat dipicu untuk terjadinya ovulasi
(Benson, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 f.
Pengobatan
Menurut Benson (2009) penatalaksanaan pasien amenore
sekunder tergantung pada keinginan individu untuk mengalami
ovulasi (menstruasi, kehamilan) dan penyebab amenore.
1) Jika
pasien
mengalami
amenore
karena
hipotiroid,
maka
penggantian hormon tiroid merupakan terapi yang diperlukan.
2) Pasien dengan makroadenoma hipofisis, pengangkatan adenoma
dengan pembedahan harus dipertimbangkan.
3) Pasien dengan amenore galaktore tanpa atau dengan adenoma,
terapi dengan bromokriptin 2,5 mg PO dua kali sehari sampai
prolaktin menjadi normal.
4) Pasien dengan gagal ovarium primer (POF), kemungkinan ovulasi
tidak ada kecuali jika penyebabnya ooforitis autoiimun yang dapat
berespon terhadap kortikosteroid.
5) Pasien dengan tantangan uji progestin atau progesteron tes negatif
(-) diobati dengan hMG, seringkali dikombinasi dengan klomifen
sitrat untuk memicu ovulasi.
6) Pasien
dengan
tantangan
uji
progestin
positif
(+)
yang
mengharapkan untuk hamil, terapi yang diberikan adalah berupa
klomifen sitrat. Dosis awal adalah 50 mg PO setiap hari selama 5
hari. Ovulasi biasanya terjadi 5-10 hari setelah dosis kelima. Jika
dosis harian tidak mencukupi, dosis dapat dinaikan secara bertahap
hingga dosis maksimum 250 mg/hari. Sedangkan untuk pasien
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 yang tidak mengharap hamil dan hanya menginginkan siklus
menstruasi teratur maka dapat diberikan progestin oral bulanan
untuk
menginduksi
perdarahan
berkala
dan
pengelupasan
endometrium.
7) Pasien dengan sindrom ovarium polikistik, obat pilihan adalah
klomifen sitrat, diikuti oleh hMG jika tidak berhasil.
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2008), amenore sendiri tidak
selalu memerlukan terapi. Penderita yang memerlukan terapi adalah
wanita muda yang mengeluh tentang infertilitas atau yang sangat
terganggu karena tidak datangnya haid.
Dalam terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan
kesehatan termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang
sehat dan tenang dan sebagainya. Pemberian estrogen bersama dengan
progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara siklis. Akan tetapi,
perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding. Pada kasus yang ringan
dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi (Wiknjosastro, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 g.
Patofisiologi
Penyebab Amenore
Sekunder
Esterogen
Hipogonadisme
meningkat hipogonadotropik
Progesteron Malnutrisi
Kuretase Gangguan
Berlebih
menurun
Hhipofisis Steroid
Seks
Obesitas
Hipogonadisme
Stres
hipergonadotropik
Aktifitas
Obat,
berlebih
LH ↑,
FSH ↓
Gagal
Ovarium
Sindrom
Asherm
Defisiensi Progesteron GnRH ↓
Sindrom
Sheehan
Amenore sekunder
Gambar 2.1
Bagan Patofisiologi
Sumber: Benson (2009), Norwitz (2008), Baziad (2008)
commit to user
Tumor
hipofis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 h.
Bagan Penatalaksanaan
Gambar 2.2
Evaluasi dan Diagnosis Amenore Sekunder
Sumber : Norwitz E (2008), Morgan (2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 B. Teori Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan menurut Varney (2006) terdiri dari tujuh
langkah, yaitu pengumpulan data, interpretasi data, diagnosis potensial dan
antisipasi, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar secara lengkap
Data yang diperlukan untuk studi kasus pada gangguan reproduksi
dengan amenorea sekunder adalah melalui anamnesis, observasi dan
pemeriksaan yang meliputi :
a.
Data Subjektif
1) Identitas meliputi nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
a) Nama untuk mengetahui identitas pasien dan penanggung
jawab.
b) Umur untuk mengetahui pasien dalam kasus amenore
sekunder sudah masuk dalam kategori umur reproduktif.
c) Suku/ bangsa untuk mengetahui pengaruh faktor ras dan
lingkungan.
d) Pendidikan untuk mengetahui tingkat pendidikan formal
pasien yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi.
e) Pekerjaan untuk menunjukkan aktivitas pekerjaan dan
keadaan
ekonomi
yang
mempengaruhi
permasalahan
keluarga. Misalnya stres yang dialami dalam kehidupan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 sehari-hari karena pekerjaan yang berat atau penghasilan
yang kurang.
f)
Alamat untuk mengetahui tempat tinggal dan lingkungan
sekitar tempat tinggal pasien.
2) Keluhan Utama
Keluhan yang biasa dikemukakan oleh penderita amenore
yaitu keluhan tidak datangnya menstruasi setelah pernah
mengalami menstruasi sebelumnya (Wiknjosastro, 2008).
3) Riwayat Kebidanan
a) Riwayat menstruasi untuk mengetahui kapan pertama kali
menstruasi untuk menegakan diagnosa apakah pasien
termasuk dalam kriteria amenore primer atau sekunder, siklus
haid
untuk
mengetahui
riwayat
siklus
menstruasi
sebelumnya, jenis dan warna darah menstruasi, serta keluhan
atau rasa sakit pada saat haid, karena gangguan pada ovarium
lebih sering dijumpai pada wanita yang mengalami sindrom
prahaid (Manuaba, 2008).
b) Riwayat perkawinan untuk mengetahui umur ibu saat
menikah, perkawinan yang ke berapa, lama menikah dan
merupakan istri atau suami yang ke berapa (Depkes RI,
2007).
c) Riwayat obstetri untuk mengetahui pada kasus amenore
sekunder dengan pasien yang sudah menikah, dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 dilakukan pengkajian apakah pasien pernah mengalami
penyulit yang mendukung terjadinya amenore sekunder
seperti perdarahan yang harus dilakukan kuretase, tindakan
Sectio Secaria , dan miomektomi (Benson, 2008).
d) Riwayat kontrasepsi untuk mengetahui dalam kasus amenore
sekunder, pada pasien yang sudah menikah perlu dikaji
riwayat pemakaian kontrasepsi. Pada beberapa kasus
amenore sekunder dapat terjadi setelah pengguanaan
kontrasepsi hormonal. Amenore dapat terjadi pada pemakaian
kontrasepsi hormonal seperti suntik dan implan, karena masih
terdapat progesteron yang tinggi di dalam serum. Kadar
dalam serum yang tinggi berasal dari lemak yang sulit
direabsorbsi.
Apabila
persediaan
depo
sudah
habis
seluruhnya, maka kadarnya akan hilang di serum dan siklus
haid menjadi normal kembali (Benson, 2008).
4) Data kesehatan
a) Data kesehatan sekarang, untuk mengetahui apakah pasien
sedang menderita penyakit kronis. Dalam kasus amenore
perlu ditanyakan apakah pasien sedang menderita diabetes
melitus, karena ada hubungannya dengan fungsi ovarium.
b) Riwayat kesehatan dahulu, untuk mengetahui apakah
sebelumnya pasien pernah menderita penyakit kronis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 c) Riwayat kesehatan keluarga, untuk mengetahui apakah dalam
keluarga pasien ada yang pernah mempunyai riwayat
amenore (Morgan, 2009).
5) Data Psikososial dan agama
Data ini berkaitan dengan hubungan pasien dengan
keluarga, masyarakat dan kegiatan spiritualnya. Hubungan
dengan keluarga untuk mengetahui psikologis ibu dalam keluarga,
mungkin ibu memiliki masalah dengan keluarga sehingga
menyebabkan ibu berpikir terlalu berat serta mempengaruhi
hipotalamus
ibu
dan
mengganggu
pola
menstruasi
ibu
(Soepardan, 2008).
6)
Data Kebiasaan Sehari-hari
Pada kasus amenore sekunder perlu dikaji mengenai data
kebiasaan pemenuhan nutrisi dan istirahat. Karena gangguan
nutrisi dan istirahat merupakan faktor yang sangat berperan
terhadap terjadinya amenore (Baziad, 2008).
b.
Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus amenore sekunder
untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran pasien,
pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, suhu,
nadi dan respirasi, serta pemeriksaan mulai dari kepala sampai
ekstremitas bawah dan berat badan. Pemeriksaan fisik pada kasus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 amenore ini harus dilakukan dengan seksama. Keadaan tubuh
klien tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai
dengan tingginya, apakah ciri-ciri kelamin sekunder bertumbuh
dengan baik, apakah ada hirsutisme ; semua ini penting untuk
pembuatan diagnosa. (Wiknjosastro, 2008).
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus amenore sekunder
menurut Morgan (2009) adalah :
a) Tes Kehamilan
Tes kehamilan harus dilakukan pada kasus amenore sekunder
untuk menyingkirkan diagnosa kehamilan.
b) Pemeriksaan Hormonal
Hormon hormon yang diperiksa adalah hormon yang
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan folikel serta
hormon yang dikeluarkan oleh folikel itu sendiri seperti
hormon Prolaktin, TSH, FSH, LH.
c) USG
Untuk mengetahui keadaan endometrium dan mendeteksi
apabila ada kelainan ginekologi yang berkaitan dengan
amenore sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 d) Pemeriksaan Darah
Untuk mengetahui kelainan darah yang disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan terjadinya amenore sekunder
seperti hipotrombosis pada sindrom Sheehan dan sepsis pada
sumbatan Sindrom Simmond.
2. Langkah II : Interpretasi data dasar
Langkah kedua bermula dari data dasar, menginterpretasikan data
untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan
perawatan kesehatan yang diidentifikasi khusus (Varney, 2006).
Interpretasi data dari data-data yang telah dikumpulkan pada langkah
penyajian data mengacu pada:
a.
Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan yang ditegakkan adalah amenore sekunder
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan.
b.
Masalah
Masalah yang biasa muncul pada pasien dengan amenore
berkaitan dengan kekhawatiran pasien terhadap keadaan yang dialami.
Hal ini muncul karena kurangnya pengetahuan pasien tentang
amenore maupun siklus menstruasi.
c.
Kebutuhan
Kebutuhan pasien dengan amenore adalah dukungan moril serta
informasi tentang kasus dan penatalaksanaan amenore.
(Manuaba, 2008 ; Wiknjosastro, 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 3. Langkah III : Mengidentifikasikan diagnosis atau masalah potensial
dan mengantisipasi penanganannya.
Diagnosis potensial pada kasus amenore sekunder harus disesuaikan
dengan penyebab terjadinya amenore sekunder tersebut. Karena amenore
merupakan biasanya hanya berupa gejala terhadap suatu penyakit.
Sedangkan antisipasi yang dilakukan pada kasus amenore sekunder adalah
penapisan dan pemeriksaan yang seksama dan menyeluruh untuk dapat
menegakkan diagnosa (Manuaba, 2008 ; Wiknjosastro, 2008).
4. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera.
Dalam kasus amenore sekunder membutuhkan konsultasi dengan dokter
spesialis obstetri ginekologi untuk pemeriksaan penunjang (ginekologi),
pemberian terapi, serta kolaborasi laboratorium untuk pemeriksaan darah
sehingga pasien mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang adekuat
(Manuaba, 2008 ; Wiknjosastro, 2008).
5. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Pada kasus amenore sekunder
asuhan kebidanan yang dapat
direncanakan yaitu :
a.
Observasi keadaan umum dan vital sign pasien
b.
Jelaskan kepada pasien mengenai amenore sekunder yang sedang
dialami.
c.
Kolaborasi dengan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi untuk
pemeriksaan penunjang dan pemberian terapi.
d.
KIE tentang gizi yang seimbang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 e.
KIE tentang pola hidup sehat dan menghindari stres berlebih
f.
Beri dukungan moril pada klien dan libatkan keluarga dalam
perawatan.
(Manuaba, 2008 ; Wiknjosastro, 2008)
6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan
Aman
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh dari langkah kelima
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut (Varney,
2006).
7. Langkah VII : Evaluasi
Langkah terakhir evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa
apakah rencana yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu
sesuai dengan yang diidentifikasi tentang masalah, diagnosis, maupun
kebutuhan. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang efektif
dalam pelaksanaannya (Varney, 2006). Dalam kasus amenore sekunder
evaluasi harus dilakukan sehubungan dengan kesediaan pasien untuk
memperbaiki pola hidup, pola nutrisi , serta kejelasan pasien tentang terapi
yang diberikan oleh dokter (Wiknjosastro,2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien
Tujuh Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP
(Subjektif, Objektif, Assesment dan Plan). SOAP disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan
kemajuan keadaan klien.
S = Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien pada
kasus amenore sekunder melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
O = Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan test diagnostik lain yang diperlukan dalam pemeriksaan
kasus amenore sekunder dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney .
A = Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta
kebutuhan pada kasus amenore sekunder, sebagai langkah II Varney.
P = Plan
Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan pada kasus amenore sekunder seperti tindakan
antisipasi, tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dari rujukan sebagai langkah III,
IV, V, VI, dan VII Varney (KepMenKes RI No. 938/5K/VIII/2007).
commit to user
Download