Hak Bela Diri Menurut Hukum Internasional dalam Operation Pillar

advertisement
Hak Bela Diri Menurut Hukum Internasional dalam Operation Pillar of
Defense yang Dilakukan oleh Tentara Israel Terhadap Palestina
(Tahun 2012)
Sheila Hillary Kandou, Adijaya Yusuf, dan Hadi Rahmat Purnama
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang penggunaan kekuatan atau use of force. Pengecualian terhadap
prinsip tersebut adalah apabila penggunaan kekuatan telah mendapatkan otorisasi dari Dewan Keamanan PBB
atau dalam rangka pembelaan diri. Namun demikian, penggunaan hak bela diri tidak perlu didahului oleh
persetujuan dari Dewan Keamanan PBB sehingga kerap kali disalahgunakan oleh negara untuk melakukan
kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain. Skripsi ini akan membahas
pengaturan hukum internasional mengenai hak bela diri serta penerapannya melalui praktik negara-negara, dan
secara spesifik akan menganalisis penggunaan hak bela diri oleh Israel dalam Operation Pillar of Defense yang
dilakukannya terhadap Palestina pada November 2012. Pembahasan permasalahan ini menggunakan penelitian
hukum normatif dengan analisis pendekatan yuridis normatif. Pada akhirnya, diungkapkan bahwa tindakan bela
diri yang dilakukan oleh Israel sebagai negara anggota PBB tidak sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB maupun
hukum kebiasaan internasional karena tidak memenuhi semua ketentuan yang mengatur tentang syarat dapat
digunakannya hak bela diri tersebut.
Right of Self-Defense according International Law in Operation Pillar of Defense
Carried Out by Israeli Soldiers Against Palestine (Year of 2012)
Abstract
The United Nations Charter explicitly prohibits the use of force. The exceptions to this principle are (i) if use of
force has been authorized by the UN Security Council and (ii) self-defense. However, the right of self-defense
has been abused by states as a justification to use of force against another state‟s territorial integrity and political
independence since it does not need prior authorization from the UN Security Council. This thesis examines how
international law regulates the right of self-defense along with how states apply it in their practices, and in
particular analyses how Israel uses its right of self-defense against Palestine during Operation Pillar of Defense,
carried out in November 2012. This thesis uses normative legal method of research as well as juridical normative
analysis in addressing the issue. This study reveals that the self-defense done by Israel as a state member of the
UN is not in compliance with Article 51 of the UN Charter nor customary international law because it did not
fulfill all of the provisions concerning the requirements to use the right of self-defense.
Keyword: Armed attack; international peace and security; jus ad bellum; right of self-defense; use of force
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Pendahuluan
Ahmed Said Khalil al-Jabari merupakan seorang militan dan aktivis politik Palestina
yang menjabat sebagai komandan militer Hamas dalam brigade Ezzedine al-Qassam1 yang
dibunuh dalam serangan udara pertama oleh tentara Israel dalam Operation Pillar of Defense
pada tanggal 14 Nopember 2012. Operation Pillar of Defense merupakan operasi militer
Israel terhadap Palestina yang berlangsung selama 8 hari, dan merupakan operasi militer
berskala luas setelah Operation Cast Lead yang dilakukan Israel pada bulan Desember 2008
hingga Januari 2009. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa operasi
militer ini dilakukan atas dasar hak bela diri, yaitu dari serangan roket udara yang dilakukan
Palestina dari jalur Gaza.2
Piagam PBB pada Pasal 2 ayat (4) melarang anggotanya untuk menggunakan ancaman
atau kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara manapun. 3 Namun
demikian, Piagam PBB tetap mengatur pengecualian dari Pasal 2 ayat (4), yakni:
a. penggunaan kekuatan bersenjata yang diotorisasi oleh Dewan Keamanan PBB sesuai
pengaturan dalam Pasal 444 Bab VII, dan
b. penggunaan kekuatan bersenjata yang dilakukan secara unilateral oleh negara sebagai
haknya untuk membela diri sesuai pengaturan dalam Pasal 51.
Dengan adanya beberapa ketentuan hukum internasional yang memberi pengecualian
terhadap larangan pengunaan kekuatan senjata, maka negara diberi celah untuk dapat
membenarkan tindakannya dalam melakukan serangan bersenjata. Padahal, belum tentu
semua unsur dan syarat telah dipenuhi oleh suatu negara untuk memenuhi hak bela diri.
Hukum kebiasaan internasional yang berlaku sebelum adanya Pasal 51 Piagam PBB
memperbolehkan anticipatory self-defense yang awal mulanya berkembang karena Kasus
1
David Gritten “Obituary: Ahmed Jabari, Hamas Commander” BBC News Middle East,
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-20328270, diakses pada 27 Maret 2014.
2
Israel Ministry of Foreign Affairs, “PM Netanyhu: Operation Pillar of Defense-Ceasefire”,
http://mfa.gov.il/MFA/PressRoom/2012/Pages/PM_Netanyahu_Operation_Pillar_Defense_Cease-Fire_21-Nov2012.aspx diakses pada 28 Maret 2014.
3
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pasal 2 ayat 4 (All members shall refrain in their international
relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or
in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations.)
4
Ibid, Pasal 44 (When the Security Council has decided to use force it shall, before calling upon a
Member not represented on it to provide armed forces in fulfilment of the obligations assumed under Article 43,
invite that Member, if the Member so desires to participate in the decisions of the Security Council concerning
the employment of contingents of that Member’s armed forces.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Kapal Caroline antara Inggris Raya dan Amerika Serikat.5 Hal ini tidak diizinkan lagi oleh
Piagam PBB6 namun tetap dipertimbangkan kembali keberlakuan dan kebutuhannya oleh para
ahli hukum dalam kaitan dengan aksi teroris dan senjata nuklir.7
Analisis hak bela diri ini dilakukan terhadap konflik yang hingga saat ini belum
menemukan titik penyelesaiannya, yaitu konflik Israel-Palestina. Dalam hal ini, Israel sudah
merupakan negara anggota PBB namun Palestina masih berstatus observer. Dengan status
yang berbeda di dalam PBB sendiri, penelitian ini akan menganalisis hak, kewajiban serta
tanggung jawab dan peran kedua negara dalam serangkaian peristiwa pada tahun 2012,
terutama dalam serangan di Operation Pillar of Defense yang dilakukan oleh Israel terhadap
Palestina dengan alasan menggunakan hak bela dirinya.
Pokok-pokok permasalahan yang ditemukan penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum internasional mengenai hak bela diri oleh negara?
2. Bagaimana penerapan hak bela diri dalam hukum internasional serta praktik-praktik
negara?
3. Apakah Operation Pillar of Defense yang dilakukan tentara Israel terhadap Palestina
dapat digolongkan sebagai penggunaan hak bela diri dalam hukum internasional?
Tujuan umum yang ingin dicapai penulis melalui penulisan ini adalah memberikan
pemahaman secara komprehensif dan jelas mengenai penggunaan hak bela diri. Secara
khusus, penulisan ini bertujuan untuk (1) menjelaskan pengaturan dalam hukum internasional
mengenai penggunaan hak bela diri oleh negara, (2) memaparkan penerapan hak bela diri
dalam hukum internasional sesuai dengan praktik yang telah dilakukan oleh negara-negara,
serta (3) menganalisis legitimasi hak bela diri yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina
dalam Operation Pillar of Defense.
5
Caroline adalah kapal yang dioperasikan dari wilayah Amerika Serikat yang memberikan bantuan bagi
para pemberontak di Kanada. Angkatan bersenjata Inggris menghancurkan kapal Caroline dengan cara
memasuki wilayah Amerika Serikat tanpa izin dan dua warga negara Amerika Serikat pun terbunuh. Dalam hal
ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Daniel Webster, mengatakan bahwa luasnya hak bela diri tergantung
pada penilaian setiap kasus sehingga tidak menetapkan batas yang tegas dari hak bela itu sendiri. Lihat T. M. C.
Asser Press, Anticipatory Action in Self-Defense Essence and and Limits under International Law, (The Hague:
T. M. C. Asser Press, 2011), hal. 32-33.
6
Ademola Abass, International Law Text, Cases, and Materials, (New York: Oxford University Press
Inc., 2012), hal. 378
7
ICJ Advisory Opinion 1996 concerning The Legality of Threat or Use of Nuclear Weapons.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Tinjauan Teoritis
Pengaturan mengenai hak bela diri dalam hukum internasional terdapat pada hukum
kebiasaan internasional dan hukum perjanjian internasional. Setelah Caroline Case 1837,
syarat untuk dapat dilaksanakannya hak bela diri negara yang diakui hukum kebiasaan
internasional adalah necessity, imminence atau immediacy dan proportionality sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli hukum serta praktik-praktik negara selama ini.8 Hal ini sesuai
dengan syarat yang dikemukakan oleh Daniel Webster, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat
pada tahun 1842 kepada Lord Ashburton dari Inggris Raya:
“It will be for that Government to show a necessity of self-defence, instant,
overwhelming, leaving no choice of means, and no moment for deliberation.
It will be for it to show, also, that the local authoritites of Canada, - even
supposing the necessity of the moment authorized them to enter the
territories of the United States at all, - did nothing unreasonable or
excessive; since the act justified by the necessity of self-defence must be
limited by that necessity, and kept clearly within it.”
Prinsip necessity dalam penggunaan hak bela diri menjadi penting karena penggunaan
hak bela diri dapat berbentuk penggunaan kekuatan, dan telah diatur dalam Pasal 2 ayat (4)
Piagam PBB bahwa negara dilarang menggunakan kekuatan terhadap negara lain. Ketika
negara diperbolehkan untuk menggunakan kekuatan sebagai bentuk pembelaan diri, bukan
berarti penggunaan kekuatan tersebut tidak ada batasnya.9
Untuk melihat apakah prinsip necessity telah dijalankan oleh suatu negara dalam
tindakan pembelaan diri, Christian Tams mengemukakan bahwa harus diteliti apakah
tindakan bela diri dibutuhkan untuk menghentikan serangan bersenjata atau semata-mata
untuk pembalasan. Selain itu, dilihat pula apakah respon dari negara korban serangan
bersenjata memang diperlukan, atau respon tersebut dapat dilakukan oleh aktor lain, terutama
Dewan Keamanan PBB. Kemudian, prinsip necessity juga diwujudkan dalam hal tidak adanya
cara lain untuk merespon serangan bersenjata, khususnya tindakan non-forcible10.
8
Dalam surat Daniel Webster, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 1842, kepada
Alexander Baring, 1st Baron Ashburton (Lord Ashburton) “
9
Christopher Greenwood, Self-Defence, (Oxford University Press, 2013), hal. 7.
10
Christian J. Tams, “The Necessity and Proportionality of Anti-Terrorist Self-Defence” dalam Social
Science Research Network, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1653895, diunduh pada 14 Juni
2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Di sini, immediacy merupakan hubungan temporal antara waktu serangan bersenjata
dilakukan dan respon bela diri. Agar tindakan pembelaan diri dapat dikatakan absah, maka
respon dari serangan bersenjata tidak boleh ditunda-tunda.11
Sehubungan dengan pembahasan hak bela diri, para ahli hukum mengemukakakan
bahwa prinsip proportionality harus dihubungkan dengan tujuan dari pembelaan diri itu
sendiri, yaitu menghentikan atau mematikan kekerasan dan ancaman yang dihadapinya karena
adanya serangan bersenjata.12 Semakin besar ancaman yang dihadapi negara korban serangan
bersenjata, semakin besar pula intensitas dari tindakan pembelaan diri yang dapat dapat
dilakukan olehnya.13 Pada intinya, prinsip proportionality dalam konteks bela diri tidak boleh
berlebihan sehubungan dengan kerugian yang diperkirakan dari tindakan pembelaan diri.14
Tetap harus diingat bahwa tujuan dari penggunaan hak bela diri adalah semata-mata
pembelaan diri, bukan untuk menjatuhkan atau merugikan pihak lain secara berlebihan.
Setelah ditandatanganinya Piagam PBB, maka terdapat pengaturan hak bela diri dalam
hukum perjanjian internasional. Pasal 51 Piagam PBB mengakui hak bela diri negara secara
individual dan kolektif yang dapat dilaksanakan hanya apabila ada negara anggota PBB yang
mengalami serangan bersenjata (armed attack). Negara anggota PBB yang melakukan
tindakan pembelaan diri harus melapor kepada Dewan Keamanan PBB sebagai organ yang
bertanggung jawab dan berwenang untuk mengambil tindakan sesuai dengan tugas dan
fungsinya yaitu memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Berikut rumusan Pasal
51 Piagam PBB:
“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of
individual or collective self-defense if an armed attack occurs against a
Member of the United Nations, until the Security Council has taken
measures necessary to maintain International peace and security measures
taken by members in the exercise of this right of self-defense shall be
immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect
the authority and responsibility of the Security Council under the present
Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to
maintain or restore international peace and security.”
Dengan demikian, pengaturan hukum internasional mengenai hak bela diri terdapat
dalam hukum kebiasaan internasional dan hukum perjanjian internasional. Akan tetapi,
11
Noam Lubell, Extraterritorial Use of Force Against Non-State Actors, (New York: Oxford University
Press, 2010), hal. 44.
12
Tams, op.cit., hal. 14.
13
Ibid.
14
Ibid.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
enerapan dan praktik hak bela diri oleh negara berbeda-beda karena pengaturan hukum
internasional mengenai hak bela diri dianggap kurang jelas. Masih diperdebatkan oleh para
ahli hukum mengenai ruang lingkup dari serangan bernsejata yang dimaksud dalam Pasal 51
Piagam PBB.15 Perbedaan pendapat mengenai penerapan hak bela diri dan pesatnya
perkembangan teknologi persenjataan menimbulkan munculnya doktrin dan konsep baru,
seperti anticipatory self-defense16, accumulation doctrine17, preemptive self-defense, dan
sebagainya. Kemudian, masih ada perbedaan pendapat mengenai signifikansi dari kewajiban
negara yang menggunakan hak bela dirinya untuk melaporkan tindakan pembelaan diri
kepada Dewan Keamanan PBB. Selain akan dianggap lebih menghormati ketentuan hukum
internasional ada, negara yang melaporkan tindakannya juga akan dianggap menyadari betul
bahwa penggunaan hak bela dirinya sudah sesuai dengan hukum internasional. Di sisi lain,
apabila negara tidak melaporkan hal tersebut maka hak bela diri dari negara yang
bersangkutan tentu tidak dapat ditiadakan karena hak tersebut bersifat inheren dan selalu
melekat kepada negara.18
Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang
menarik asas hukum, sistematik hukum, melakukan sinkronisasi peraturan perundangundangan, membandingkan sistem hukum yang berlaku, serta meneliti sejarah hukum.19
Bentuk penelitian ini cocok untuk memenuhi tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui
bagaimana pengaturan dan penerapan hak bela diri dalam hukum internasional serta apakah
Operation Pillar of Defense yang dilakukan Israel terhadap Palestina sudah sesuai dengan
pengaturan hukum internasional mengenai hak bela diri.
15
Steven R. Ratner, “Self-Defense Against Terrorists: The Meaning of Armed Attack” dalam
University of Michigan Law School Public Law and Legal Theory Working Paper Series (Mei 2012), hal. 2.
16
Leo Van den hole, “Anticipatory Self-Defence Under International Law” dalam American University
International Law Review Volume 19 Issue 1 Year 2003,
17
Raphael van Steenberghe, “Self-Defence in Response to Attacks by Non-state Actors in the Light of
Recent State Practice: A Step Forward?” dalam Leiden Journal of International Law 23 (2010).
18
Case Concerning Military and Paramilitary Activities in and Against Nicaragua (“Nicaragua
Case”) (Nicaragua v.United States of America), Dissenting Opinion Judge Schwebel 1986.
19
Sri Mamudji, et. Al., Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hal. 9-11.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana permasalahan diteliti
pada tataran normatif yang ada, terutama sumber hukum internasional yaitu konvensikonvensi internasional, kebiasaan-kebiasaan internasional. prinsip-prinsip hukum yang diakui,
yurisprudensi, serta doktrin para ahli hukum. Pendekatan yuridis normatif juga melibatkan
penerapan, formulasi dan pelaksanaan pengaturan hukum internasional tentang hak bela diri
pada peristiwa dan kasus-kasus serangan bersenjata.
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
mencakup antara lain dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal-jurnal internasional, hasilhasil penelitian yang berbentuk laporan, dan seterusnya.20
Adapun jenis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan:
1. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Piagam PBB;
2. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.21
Bahan hukum sekunder ini antara lain draft perjanjian internasional, yaitu International
Law Commission Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful
Acts hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen
atau bahan pustaka yang berfungsi untuk memberikan fakta-fakta yang secara tidak langsung
memberikan suatu pemahaman atas permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis data karena data yang digunakan adalah
data sekunder. Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan menyajikan analisis dari
penerapan peraturan hukum internasional dan kebiasaan internasional yang berlaku sehingga
mendapatkan data yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.
Pembahasan
Analisis terhadap kasus Operation Pillar of Defense berfokus kepada satu poin
bahasan, yaitu pengkajian dari terpenuhinya syarat-syarat yang memunculkan hak bela diri
suatu negara menurut hukum internasional, khususnya Pasal 51 Piagam PBB. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi menurut Pasal 51 Piagam PBB adalah:
1. Hanya negara anggota PBB yang diakui hak bela dirinya
2. Harus terdapat serangan bersenjata
20
Soekanto, Op. cit., hal. 12.
21
Ibid, hal.52.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
3. Negara yang telah menggunakan hak bela dirinya harus melaporkan tindakannya
kepada Dewan Keamanan PBB
Analisis yang dilakukan juga disempurnakan dengan elemen-elemen hukum kebiasaan
internasional yang diterima sebagai bagian dari Pasal 51 Piagam PBB, yaitu prinsip necessity
dan prinsip proportionality.
Operation Pillar of Defense merupakan operasi militer oleh prajurit Israel atau Israel
Defense Forces (“IDF”) di daerah Palestina, secara khusus Jalur Gaza. Operasi militer ini
berlangsung selama delapan hari dan dimulai secara resmi pada 14 November 2012. Operasi
militer ini sebelumnya didahului oleh kegiatan saling menyerang22 antara Israel dan
Palestina.23 Menurut Pemerintah Israel sendiri, operasi militer ini dilakukan sebagai respon
terhadap peluncuran lebih dari 100 roket yang dilakukan oleh Palestina kepada Israel selama
24 jam,24 sebuah serangan dari militan Gaza terhadap mobil patroli jeep militer Israel, serta
ledakan yang disebabkan oleh bom rakitan („Improvised Explosive Devices’) yang terjadi di
dekat tentara-tentara Israel, di terowongan yang termasuk wilayah bagian Israel (melewati
perbatasan Tepi Barat bagian Israel).
Pemerintah Israel menyatakan bahwa tujuan dari operasi militer tersebut adalah untuk
menghentikan serangan roket dari Jalur Gaza yang ditargetkan keada masyarakat sipil Israel,
serta untuk mengacaukan militant Palestina. Palestina menyalahkan Pemerintah Israel atas
eskalasi kekerasan yang terjadi, dan menuduh IDF atas serangan-serangan yang terjadi
terhadap masyarakat sipil di daerah Gaza pada hari-hari menuju Operation Pillar of Defense.
22
Amira Hass, “Why the mullet, not the Israel Navy, are to blame for the death of a Gaza fisherman”,
29 Oktober 2012 pada Haaretz, http://www.haaretz.com/news/features/why-the-mullet-not-the-israel-navy-areto-blame-for-the-death-of-a-gaza-fisherman.premium-1.472845, diakses pada 4 Juni 2014.
23
Palestinian Centre for Human Rights (“PCHR”) sebelumnya melaporkan bahwa terdapat 92 serangan
dari Israel terhadap nelayan Palestina hingga Juni 2012. Lihat PCHR, “Israeli Attacks on Palestinian Fishermen
in
the
Gaza
Sea
Fact
Sheet”
2
Juli
2012,
http://www.pchrgaza.org/portal/en/index.php?option=com_content&view=article&id=8596:israeli-attacks-onpalestinian-fishermen-in-the-gaza-sea-&catid=56:fact-sheets-&Itemid=18, dikases pada 4 Juni 2014;
Selanjutnya, pada bulan Juli dan Agustus, terdapat 11 serangan dari Israel, penahanan atas dua orang nelayan,
dan penyitaan atas sebuah kapal dilakukan. Lihat PCHR, “Israeli Attacks on Palestinian Fishermen in Gaza Sea
Fact
Sheet”
3
September
2012,
http://www.pchrgaza.org/portal/en/index.php?option=com_content&view=article&id=8759:israeli-attacks-onpalestinian-fishermen-in-gaza-sea-&catid=56:fact-sheets-&Itemid=18, diakses pada 4 Juni 2014.
24
“Gaza groups pound Israel with over 100 rockets”, The Jerusalem Post 12 November 2012,
http://www.jpost.com/Defense/Gaza-groups-pound-Israel-with-over-100-rockets, diakses pada 4 Juni 2014;
“Israel:
Tunnel
Explodes
on
Gaza
Border.”
ABC
News
10
November
2012,
http://abcnews.go.com/International/wireStory/israel-tunnel-explodes-gaza-border-17686902#.UKnxEIefvuE,
diakses pada 4 Juni 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Menurut Palestina, peluncuran roket ke daerah Israel dilakukan karena Israel memblokade
Jalur Gaza dan menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Sebelum Operation Pillar of Defense terdapat serangkaian serangan yang dilakukan
oleh Palestina terhadap Israel. Eskalasi serangan dari Palestina dimulai pada atau sekitar
tanggal 23 Oktober 2012, ketika sebuah alat peledak melukai seorang perwira IDF di dekat
perbatasan Gaza. Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) pun mengaku
bertanggung jawab atas kejadian tersebut.25 Pada 6 November 2012 Palestina melukai tiga
prajurit IDF dengan alat peledak, menembakkan roket Kassam ke bagian selatan Israel, serta
meledakkan sebuah terowongan besar sepanjang perbatasan Gaza. Kemudian, pada 9
November 2012, Palestina menembakkan peluru kendali anti-tank („anti-tank missile’) ke
sebuah jeep Israel yang melukai empat prajurit IDF. Beberapa tank Israel pun membalas
dengan tembakan-tembakan, yang kemudian dibalas Palestina dengan peluncurah beberapa
roket Kassam ke arah selatan Israel. Pada tanggal 10-13 November 2012, empat hari sebelum
Operation Pillar of Defense, Hamas dan organisasi Palestina lainnya meluncurkan lebih dari
seratus roket dan mortir ke bagian selatan Israel.
Israel meluncurkan serangan pertama dalam Operation Pillar of Defense pada 14
November 2012 sebagai respon terhadap serangan roket dari wilayah Gaza yang dikuasai oleh
Hamas. Serangan awal ini dilakukan dengan 20 serangan udara dan menyebabkan tewasnya
Ahmad al-Jabari, yaitu komandan militer Hamas. Israel berhasil melumpuhkan targetnya,
yaitu peluncur roket bawah tanah dan warehouse amunisi yang menyimpan misil Fajr-5 jarak
jauh. IDF mengklaim bahwa target-target tersebut merupakan tempat penyimpanan senjata
yang terletak di area pemukiman, sehingga menunjukkan bawa penempatan penyimpanan
senjata oleh Hamas tersebut dilakukan dengan sengaja untuk membentuk human shield dari
warga sipil Palestina. Juru bicara IDF mengatakan bahwa tujuan operasi militer adalah untuk
mengembalikan ketenangan di Israel selatan dan untuk menyerang organisasi teroris.26 Juru
bicara Israel lainnya mengatakan bahwa Israel tetap berusaha untuk menghindari korban
sipil.27
25
“Israel: Gaza rocket strikes Eshkol, no injuries” dalam Ma’an News Agency 23 Oktober 2012,
http://www.maannews.net/eng/ViewDetails.aspx?ID=531673, diakses pada 10 Juni 2014.;
26
Yaakov Lappin, “Israeli air strike kills Hamas military chief.”, dalam The Jerusalem Post 14
November 2012, http://www.jpost.com/Defense/IAF-strike-kills-Hamas-military-chief-Jabari, diakses pada 4
Juni 2014.
27
“Gaza rocket fire persists; gov‟t okays IDF reserves call-up”, dalam Ynet news 15 November 2012,
http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-4305624,00.html, diakses pada 4 Juni 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Pada tanggal 21 November 2012 Israel dan Palestina akhirnya menyepakati gencatan
senjata pada hari ini sekitar pukul 21.00 waktu setempat, dan mengakhiri konflik bersenjata
yang telah berjalan selama delapan hari. Kedua belah pihak berjanji untuk menghentikan
serangan dan Israel juga berjanji untuk melonggarkan beberapa peraturan blokade untuk
bahan-bahan sembako dan kesehatan ke Jalur Gaza.28 Sebelumnya, pesawat udara Israel
menyerang markas militan Gaza yang sedang mempersiapkan peluncuran roket dari daerah
Jabalia dan Khan Younis.29 Sebaliknya, 116 roket diluncurkan dari Gaza ke Israel, dimana
tujuh orang mengalami luka-luka ketika sebuah roket menghantam Eshkol.30
Ketentuan dalam Pasal 51 Piagam PBB menstipulasi bahwa Piagam PBB hanya
memberi hak bela diri kepada negara yang merupakan anggota PBB. Sehubungan dengan hal
ini, Israel merupakan negara yang berdaulat. Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 14
Mei 1948 dari Mandat Britania atas Palestina („Mandatory Palestine‟), yaitu sebuah wilayah
di Timur Tengah dari tahun 1920-1948 yang dipercayakan oleh Liga Bangsa-Bangsa kepara
Britania Raya untuk diadministrasikan pada masa setelah Perang Dunia I sebagai sebuah
wilayah mandat.31 Pengajuan permohonannya ditolak oleh Dewan Keamanan PBB pada 17
Desember 1945. Akhirnya, pada 4 Maret 1949 Dewan Keamanan PBB menerima pengajuan
permohonan tersebut dan pada 11 Mei 1949, Majelis Umum PBB menerima Israel sebagai
anggota PBB.32
Pasal 51 Piagam PBB secara jelas menyatakan bahwa hak bela diri negara anggota
PBB, secara individual maupun secara kolektif, hanya muncul “if an armed attack occurs”.
Dengan demikian, suatu negara baru dapat menggunakan hak bela dirinya apabila telah terjadi
atau sedang terjadi. Telah diketahui bahwa perkembangan teori tentang hak bela diri negara
telah mulai mempertimbangkan konsep anticipatory self-defense dan pre-emptive self-defense
yang mengesampingkan ketentuan yang mewajibkan adanya serangan bersenjata sebelum hak
28
Ibid.
29
Yoav Zitun dan Roi Kais, “IDF bombs Gaza; rockets fired at Beersheba” dalam Ynet News 21
November 2012, http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-4309970,00.html, diakses pada 5 Juni 2014.
30
“7 injured by rocket in Eshkol” dalam Ynet News 21
http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-4310064,00.html, diakses pada 5 Juni 2014.
November
2012,
31
Liga Bangsa-Bangsa, “Communiqué au Conseil et aux Membres de la Société: Mandat Pour La
Palestine”, 19 Agustus 1922.
32
Donald Neff, “Third Time‟s a Charm: Israel Admitted as U.N. Member in 1949” dalam Washington
Report
on
Middle
East
Affairs
(American
Educational
Trust)
Juli
2011,
http://www.wrmea.org/component/content/article/370-2011-july/10548-third-times-a-charm-israel-admitted-asun-member-in-1949.html, diakses pada 8 Juni 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
bela diri negara muncul. Namun demikian, praktik dari kebanyakan negara memperlihatkan
bahwa anticipatory self-defense masih belum bisa diterima.
Serangan yang dilakukan oleh Palestina terhadap Israel sebelum Operation Pillar of Defense
adalah sebagai berikut:
1. penggunaan alat peledak sehingga melukai prajurit IDF
2. peluncuran peluru kendali anti-tank, dan
3. peluncuran lebih dari seratus roket dan mortir yang menimbulkan korban luka-luka
serta korban jiwa, baik anggota IDF maupun masyarakat sipil Israel.
Tindakan-tindakan ini harus masuk dalam kategori serangan bersenjata sebagaimana diatur
dalam Pasal 51 Piagam PBB agar Operation Pillar of Defense yang dilakukan Israel menjadi
tindakan pembelaan diri yang sah.
Sayangnya, Dewan Keamanan PBB tidak menentukan dengan tegas bilamana
tindakan Palestina sebelum Operation Pillar of Defense merupakan serangan bersenjata.
Padahal, sudah menjadi wewenang Dewan Keamanan PBB untuk menentukan apakah suatu
tindakan mempunyai karakter sebagai serangan bersenjata, agresi, atau penggunaan
kekuatan.33
Apabila dianalisis dan dibandingkan dengan praktik-praktik bela diri negara
sebelumnya, maka pertama kita lihat berbagai pernyataan Mahkamah Internasional serta ahli
hukum perihal apa yang dimaksud dengan serangan bersenjata dalam Pasal 51 Piagam PBB.
Dalam Nicaragua Case, yang dimaksud dengan serangan bersenjata adalah most grave forms
of the use of force; lesser grave forms of the use of force tidak termasuk dalam kategori
serangan bersenjata dalam Pasal 51 Piagam PBB. Di dalam kasus ini juga ditegaskan bahwa
yang dimaksud dengan tindakan less grave forms of the use of forms, sehingga tidak masuk
dalam kategori serangan bersenjata, tertulis dalam Resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV)
tentang Declaration on Principles of International Law concerning Relations and Cooperation among States in accordance with the Charter of the United Nations.34
Di sisi lain, dalam sebuah tulisan yang dibuat oleh sejumlah pengacara dan ahli hukum
ternama, dinyatakan bahwa menurut hukum internasional, serangan roket yang sering
33
Stanimir A. Alexandrov, Self-Defense Against the Use of Force in International Law, (Den Haag:
Kluwer Law International, 1996), hal. 95-96.
34
Contoh less grave forms of the use of force menurut Resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) yang
disinggung dalam putusan Nicaragua Case oleh Mahkamah Internasional yang berkaitan dengan tindakan
Palestina dalam hal ini adalah ancaman atau penggunaan kekuatan dalam melanggar perbatasan internasional.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
dilakukan Hamas terhadap Israel selama ini bukan merupakan serangan bersenjata yang
memberikan Israel hak bela dirinya. Berikut pernyataan dalam tulisan tersebut:35
“The rocket attacks on Israel by Hamas deplorable as they are, do not, in
terms of scale and effect amount to an armed attack entitling Israel to rely
on self-defence. Under international law self-defence is an act of last resort
and is subject to the customary rules of proportionality and necessity.”
Terdapat ketentuan yang berbeda antara pengaturan bela diri hukum kebiasaan
internasional dengan hukum perjanjian, yaitu bahwa Piagam PBB mewajibkan negara yang
melakukan tindakan bela diri untuk melapor kepada Dewan Keamanan PBB. Dengan
kewajiban ini, maka hak negara untuk menggunakan kekuatan sebagai bentuk pembelaan diri
berhenti dan dialihkan kepada Dewan Keamanan PBB sebagai organ yang bertanggung jawab
atas pemeliharaan keamanan dan perdamaian internasional.
Pada hari pertama dilancarkannya Operation Pillar of Defense yaitu 14 November
2012, Dewan Keamanan PBB langsung mengadakan pertemuan ke-6863 secara tertutup di
Markas Besar PBB (“U.N. Headquarters”), New York, Amerika Serikat dengan isu “The
situation in the Middle East, including the Palestinian question”. Presiden Dewan Keamanan
PBB mengundang serta representatif dari 45 negara lain, termasuk Israel, serta perwakilan
dari Uni Eropa dan perwakilan Liga Arab. Melalui surat yang diajukan perwakilan Palestina
(„Permanent Observer of Palestine to the United Nations’),36 maka Dewan Keamanan PBB
mengundang juga Palestina untuk hadir pada pertemuan tertutup tersebut.37
Kemudian, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan pada hari dimana Israel dan
Palestina berhasil mengadakan gencatan senjata dan mengakhiri Operation Pillar of Defense.
Pada pertemuan ini, Dewan Keamanan PBB mendengarkan pidato melalui video
35
Dalam tulisan yang dimuat dalam The Times edisi London, sejumlah pengacara dan ahli hukum
ternama dari seluruh dunia memberikan pernyataan yang pada intinya mengatakan bahwa tindakan Israel
terhadap Gaza bukan merupakan tindakan bela diri sesuai Pasal 51 Piagam PBB, namun merupakan kejahatan
perang. Akademisi ternama yang terlibat dalam tulisan ini antara lain Ian Brownlie QC dari Blackstone
Chambers, Professor Richard Falk dari Princeton University, Professor Christine Chinkin dari London School of
Economics, Dr. Niaz Shah dari University of Hull, Professor Thomas Skourteris dan Professor Michael Kagan
dari American University of Cairo, Professor Javaid Rehman dari Brunei University. Lihat Juan Cole, “Israel’s
bombardment of Gaza is not self-defence – it’s a war crime” dalam situs Juan Cole 12 Januari 2009,
http://www.juancole.com/2009/01/this-letter-of-attorneys-and-academics.html, diunduh pada 9 Juni 2014.
36
Riyad Mansour, Duta Besar dan Permanent Observer Palestina untuk PBB, Letter dated 14 November
2012 from the Permanent Observer of Palestine to the United Nations addressed to the President of the Security
Council
(S/2012/841),
http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/1E928CFC6210856085257AB7004FC4CE,
diunduh pada 8 Juni 2014.
37
Dewan Keamanan PBB, Official communiqué of the 6863rd (closed) meeting of the Security Council
(S/PV.6863)
14
November
2012,
http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/CBF13E9F5576F64A85257AB80053A94D, diunduh pada 4 Mei 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
teleconference dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, yang pada saat itu sedang berada
di Timur Tengah.38 Dalam pidatonya, secara umum Ban Ki-moon menjelaskan situasi antara
Israel dan Palestina dalam Operation Pillar of Defense, serangan-serangan yang terjadi secara
umum, serta upaya-upaya penyelesaian konflik yang telah dibahas bersama dengan para
pemimpin negara di Timur Tengah.
Pasal 51 Piagam PBB mengatur bahwa tindakan yang dilakukan negara anggota PBB
sebagai penggunaan hak bela diri “shall be immediately reported to the Security Council”.
Sebagian besar ahli hukum dan praktik negara sepakat bahwa hal tersebut merupakan suatu
kewajiban prosedural bagi negara yang melaksanakan hak bela dirinya. Namun demikian,
patut dipertimbangkan pula pendapat Judge Schwebel dalam Nicaragua Case yang
menentang bahwa hal tersebut merupakan kewajiban mutlak dalam hukum internasional.
Amerika Serikat tidak melaporkan pembelaan dirinya kepada Dewan Keamanan PBB, dan
baru mendalilkan hak bela diri dalam tindakannya dalam persidangan di Mahkamah
Internasional.39 Menurut Judge Schwebel, suatu negara yang bertindak dalam pembelaan diri
dapat saja bertindak secara diam-diam sehingga tidak melaporkan tindakannya kepada Dewan
Keamanan PBB karena alasan-alasan yang masuk akal dan patut dihormati (respectable
reasons).40 Selain itu, kewajiban melapor kepada Dewan Keamanan PBB hanya merupakan
ketentuan provisional sehingga tidak bisa, dan sesuai ketentuan Pasal 51 Piagam PBB itu
sendiri, tidak mungkin meniadakan ketentuan substantif dan inheren, yang merupakan hak
bela diri.41
Dengan demikian, walaupun Israel mengklaim di hadapan umum bahwa tindakannya
dalam Operation Pillar of Defense merupakan tindakan pembelaan diri, namun Israel tidak
melaporkan hal tersebut kepada Dewan Keamanan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 51
Piagam PBB. Walaupun terdapat pendapat oleh Judge Schwebel bahwa kegagalan
melaporkan tindakan pembelaan diri kepada Dewan Keamanan PBB tidak mempengaruhi
legalitas tindakan bela diri, namun sebaiknya Israel melapor kepada Dewan Keamanan PBB.
Apabila pemerintah Israel telah mengumumkan secara publik bahwa ia bertindak dalam
38
Dewan Keamanan PBB, United Nations Security Council 6869th meeting record (S/PV.6869) 21
November 2012, http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/6C2008DAB149F30485257AC4004E72A3, diunduh
pada 4 Mei 2014.
39
Nicaragua Case Dissenting Opinion by Judge Schwebel, para. 221.
40
Ibid, para. 224.
41
Ibid, para. 227.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
pembelaan diri, maka seharusnya ia sekaligus melaporkan hal tersebut kepada Dewan
Keamanan PBB. Di sini, tidak ada indikasi bahwa Israel mencoba untuk menutupi tindakan
tersebut sehingga ia tidak hanya mengumumkan tindakannya secara publik,42 tetapi juga
kepada Dewan Keamanan PBB.
Kemudian, untuk menentukan adanya necessity dalam tindakan pembelaan diri, harus
diteliti apakah tindakan bela diri dibutuhkan untuk menghentikan serangan bersenjata atau
semata-mata untuk pembalasan. Selain itu, dilihat pula apakah respon dari negara korban
serangan bersenjata memang diperlukan, atau respon tersebut dapat dilakukan oleh aktor lain,
terutama Dewan Keamanan PBB. Kemudian, prinsip necessity juga diwujudkan dalam hal
tidak adanya cara lain untuk merespon serangan bersenjata, khususnya tindakan non-forcible.
Selain itu, perlu juga diperhatikan waktu antara serangan bersenjata dengan tindakan bela diri
dari negara korban serangan bersenjata tersebut. Suatu negara tidak boleh menunggu dalam
waktu yang tidak masuk akal lamanya untuk melakukan tindakan pembelaan diri atas suatu
serangan bersenjata. Dengan demikian, terdapat temporal limitation yang harus dipatuhi
negara dalam melakukan tindakan pembelaan diri.43
Dalam kasus Operation Pillar of Defense, Israel mengaku bertindak dalam pembelaan
diri dan juga untuk menghentikan serangan roket yang terus-menerus telah menghantam
Israel dari Jalur Gaza. Serangan roket telah dilakukan oleh Palestina pada tahun-tahun
sebelumnya, namun sebelum Operation Pillar of Defense, khususnya pada 10-13 November
2012, Palestina terus menembakkan lebih dari 100 roket dan mortir ke wilayah selatan
Israel.44 Melihat jumlah dan intensitas roket yang diluncurkan ke Israel selama empat hari,
sudah sepatutnya Israel mengambil tindakan untuk melindungi dan membela dirinya. Respon
ini sudah pantas dilakukan oleh Israel sendiri tanpa terlebih dahulu mengadu kepada Dewan
Keamanan PBB. Selain itu, penggunaan kekuatan militer untuk menghadapi serangan roket
tersebut memang sulit untuk dihentikan melalui tindakan non-forcible, misalnya mediasi atau
42
Dalam Dissenting Opinion yang ditulisnya untuk Nicaragua Case, Judge Schwebel mengatakan
bahwa kewajiban untuk melapor kepada Dewan Keamanan PBB menunjukkan bahwa tindakan pembelaan diri
tidak boleh dilakukan secara diam-diam. Tindakan pembelaan diri dapat dilakukan secara nyata dan terus terang
atau secara diam-diam. Namun demikian, terdapat beberapa tindakan pembelaan diri yang dilakukan secara
diam-diam (Judge Schwebel merujuk pada tindakan paramiliter pada Perang Korea dan konflik antara Indonesia
dan Malaysia dimana Malaysia akhirnya dibantu oleh Inggris Raya) dan tidak dilaporkan kepada Dewan
Keamanan PBB yang pada kenyataannya tidak mendegradasikan karakter defensif dari tindakan-tindakan
tersebut. Lihat Nicaragua Case Dissenting Opinion by Judge Schwebel, op.cit., para. 223.
43
Lubell, op.cit., hal. 44.
44
Jay Alan Sekulow, “Legal Memorandum in Support of Israel‟s Response to Ongoing Palestinian
Attacks from the Gaza Strip” dalam American Center for Law & Justice, http://media.aclj.org/pdf/memorandumsupporting-israel.pdf, diunduh pada 1 Maret 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
secara diplomatis. Masalahnya, Israel dan Palestina sudah lama berada dalam konflik yang
hingga saat ini titik pertemuannya sulit untuk dicapai. 45 Mediasi untuk menyelesaikan
permusuhan yang terjalin di antara kedua pihak sudah lama diupayakan oleh pihak ketiga.
Saat itu, Israel tidak mempunyai cara lain selain melakukan penggunaan kekuatan militer
terhadap Palestina karena jika tidak, maka warga sipil Israel akan berada di dalam bahaya.
Selain itu, Israel juga telah memenuhi temporal limitation atau immediacy/imminence untuk
melakukan tindakan bela dirinya karena empat hari lamanya Palestina menembakkan roket ke
Israel, dan Israel langsung meluncurkan Operation Pillar of Defense pada tanggal 14
November 2012.
Menurut sejumlah ahli hukum internasional, Israel memang mempunyai hak untuk
mengambil tindakan yang masuk akal dan proporsional untuk melindungi masyarakat sipilnya
terhadap serangan roket Palestina. Namun demikian, cara dan skala operasi militer di Gaza
melebihi ketentuan hak bela diri dalam hukum internasional.46 Dalam Operation Pillar of
Defense, Israel tidak hanya menyebabkan korban jiwa masyarakat sipil, tetapi juga merusak
harta benda masyarakat sipil, kerusakan pada media, fasilitas kesehatan, dan infrastruktur
lainnya.47 Dengan demikian, Israel tidak hanya menghentikan peluncuran roket oleh
Palestina, tetapi juga menimbulkan trauma serta melanggengkan konflik antara Palestina dan
Israel.48
Kesimpulan
Terdapat tiga pokok permasalahan yang telah dikaji melalui skripsi ini setelah penulis
melakukan analisis terhadap Operation Pillar of Defense dengan pengaturan hukum
internasional mengenai hak bela diri, yaitu:
1. Pengaturan mengenai hak bela diri dalam hukum internasional terdapat pada hukum
kebiasaan internasional dan hukum perjanjian internasional. Tindakan pembelaan diri
45
Louis Kriesberg, “Mediation and the Transformation of the Israeli-Palestinian Conflict” dalam
Journal of Peace Research; Jarat Chopra, “Third Party Monitoring in the Isareli-Palestinian Conflict” dalam The
International Spectator (2003), http://sites.tufts.edu/jha/files/2011/04/a151.pdf, diunduh pada 4 Juni 2014.
46
“Israel’s actions amount to aggression, not self-defence, not least because its assault on Gaza was
unnecessary” dalam Juan Cole, ibid.
47
Yuval Shany, et. al., “UN Issues Report on Operation Pillar of Defense” dalam The Israel Democracy
Institute Issue No.2 (2003), http://en.idi.org.il/analysis/terrorism-and-democracy/issue-no-52/un-issues-reporton-operation-pillar-of-defense, diunduh pada 16 Juni 2014.
48
Gary Spedding, “Israel Ignoring Principles of Distinction and Proportionality” dalam Huff Post
Politics United Kingdom 16 November 2012, http://www.huffingtonpost.co.uk/gary-spedding/israel-palestinegaza_b_2029916.html, diakses pada 2 Juni 2014.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
yang sah harus memenuhi prinsip necessity, imminence, dan proportionality. Khusus
bagi negara anggota PBB, tindakan pembelaan diri hanya dapat dilakukan ketika telah
terjadi serangan bersenjata dan hal tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Keamanan
PBB.
2. Penerapan dan praktik hak bela diri oleh negara berbeda-beda karena pengaturan
hukum internasional mengenai hak bela diri dianggap kurang jelas. Istilah-istilah dalam
Pasal 51 seperti right of self-defense, inherent, dan armed attack dapat menimbulkan
penafsiran yang berbeda-beda karena tidak dijelaskan definisi, pengertian maupun
ruang lingkupnya. Perbedaan pendapat mengenai penerapan hak bela diri dan pesatnya
perkembangan teknologi persenjataan menimbulkan munculnya doktrin dan konsep
baru, seperti anticipatory self-defense, accumulation doctrine, preemptive self-defense,
dan sebagainya.
3. Ketiga, Walaupun Israel telah menyatakan bahwa tindakannya dalam Operation Pillar
of Defense merupakan tindakan pembelaan diri dan sudah sesuai dengan hukum
internasional, tetapi ketentuan hukum internasional tentang hak bela diri tidak dipenuhi
oleh Israel. Tindakan Palestina yang meluncurkan roket ke daerah Israel tidak dapat
disebut sebagai serangan bersenjata sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB. Israel
memang merupakan negara anggota PBB yang memiliki hak bela diri yang inheren,
namun ia juga tidak melaporkan tindakannya secara resmi ke Dewan Keamanan PBB
dan hanya melakukan pengumuman di hadapan umum. Prinsip necessity dan
immediacy/imminence yang diatur dalam hukum kebiasaan internasional memang telah
dipenuhi oleh Israel. Israel memang perlu bertindak dan membela dirinya terhadap
serangan Palestina, namun tindakannya dalam Operation Pillar of Defense terbukti
tidak proporsional. Serangan Israel yang diklaimnya sebagai tindakan bela diri
menunjukkan bahwa tindakannya berlebihan.
Saran
Sehubungan dengan analisis kasus Operation Pillar of Defense yang dilakukan oleh
Israel terhadap Palestina dengan konsep hak bela diri, berikut saran-saran yang diberikan oleh
penulis:
1.
Negara-negara serta ahli hukum internasional untuk memberikan penjelasan mengenai
Pasal 51 Piagam PBB, terutama definisi dan ruang lingkup istilah-isitlah yang
menimbulkan kemultitafsiran. Istilah armed attack dan kewajiban negara untuk
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
melaporkan tindakan pembelaan dirinya kepada Dewan Keamanan PBB harus dibahas
dan diatur lebih lanjut agar tidak menyebabkan perbedaan penafsiran dan perbedaan
pelaksanaan oleh negara-negara anggotanya.
2.
PBB, terutama Dewan Keamanan PBB, untuk membahas dan mempertimbangkan lebih
lanjut legalitas doktrin anticipatory self-defense. Dengan perkembangan teknologi dan
alat senjata yang semakin pesat, akan menjadi sulit bagi negara untuk diam dan
menunggu serangan bersenjata untuk dilaksanakan terlebih dahulu agar negara tersebut
dapat melakukan pembelaan diri. Sehubungan dengan penggunaan senjata nuklir dan
senjata kimia , dan juga cyberattack dapat menimbulkan kerugian yang begitu besar
sehingga ditakutkan bahwa hak bela diri negara tidak dapat dilaksanakan.
3.
Mengimbau Israel, Palestina, organisasi internasional khususnya PBB, pemerintah
negara-negara serta masyarakat internasional untuk terus berupaya mempertemukan
Israel dan Palestina pada titik penyelesaian konflik yang sudah berlangsung terlalu lama.
Daftar Referensi
Buku
Abass, Ademola, International Law Text, Cases, and Materials. New York: Oxford
University Inc, 2012.
Alexandrov, Stanimir A. Self-Defense Against the Use of Force in International Law. The
Hague: Kluwer Law International, 1996.
Bowett, Derek W. Self-Defence in International Law. New York: Praeger, 1958.
Brownlie, Ian. International Law and the Use of Force by States. Oxford: Clarendon Press,
1963.
Dinstein, Yoram, War Aggression and Self-Defence, ed. 3., New York: Cambridge University
Press, 2004.
Gray, Christine. International Law and the Use of Force. New York: Oxford University
Press, 2008.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Shah, Niaz A, Self-Defense in Islamic and International Law Assessing Al-Qaeda and the
Invasion of Iraq. New York: Palgrave Macmillan, 2008.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. Jakarta: Universitas Indonesia,
2007.
Szabó, Kinga Tibori. Anticipatory Action in Self-Defence: Essence and Limits under
International Law. The Hague: T.M.C. Asser Press, 2011.
Jurnal dan Artikel
Greewood, Christopher. “Self-Defence”. Oxford Public International Law – Max Planck
Encyclopedia of Public International Law. Oxford University Press, 2013.
Kriesberg, Louis. “Mediation and the Transformation of the Israeli-Palestinian Conflict”.
Journal of Peace Resarch. (2001)
Lubell, Noam. Extraterritorial Use of Force Against Non-State Actors. New York: Oxford
University Press, 2010.
Mulcahy, James dan Mahony, Charles O. “Anticipatroy Self-Defence: A Discussion of the
International Law” Hanse Law Review (2006).
Tams, Christian J. “The Necessity and Proportionality of Anti-Terrorist Self-Defence”. Social
Science Research Network (2012).
Kasus
Armed Activities on the Territory of the Congo (Democratic Republic of the Congo v.
Uganda), Judgment of 19 December 2005. 2005 ICJ Report
Case Concerning Oil Platforms (Islamic Republic of Iran v. United States of America),
Judgment off 6 November 2003. 2003 ICJ Report
Case of Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua (Nicaragua v. the
United States), Judgment of June 1987 (Merits). 1986 ICJ Report 14.
Internet
ABC News. “Israel: Tunnel Explodes on Gaza Border.” 10 November 2012.
http://abcnews.go.com/International/wireStory/israel-tunnel-explodes-gaza-border17686902#.UKnxEIefvuE.
Gritten, David. “Obituary: Ahmed Jabari, Hamas Commander” BBC News Middle East (14
November 2012), http://www.bbc.com/news/world-middle-east-20328270.
Hass, Amira. “Why the mullet, not the Israel Navy, are to blame for the death of a Gaza
fisherman”.
29
Oktober
2012
Haaretz.
http://www.haaretz.com/news/features/why-the-mullet-not-the-israel-navy-are-toblame-for-the-death-of-a-gaza-fisherman.premium-1.472845.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Israel Ministry of Foreign Affairs. “PM Netanyhu: Operation Pillar of Defense-Ceasefire”,
http://mfa.gov.il/MFA/PressRoom/2012/Pages/PM_Netanyahu_Operation_Pillar_
Defense_Cease-Fire_21-Nov-2012.aspx
Ma‟an News Agency. “Israel: Gaza rocket strikes Eshkol, no injuries”. 23 Oktober 2012.
http://www.maannews.net/eng/ViewDetails.aspx?ID=531673
Neff, Donald. “Third Time‟s a Charm: Israel Admitted as U.N. Member in 1949”.
Washington Report on Middle East Affairs (American Educational Trust) Juli
2011.
http://www.wrmea.org/component/content/article/370-2011-july/10548-
third-times-a-charm-israel-admitted-as-un-member-in-1949.html
PCHR. “Israeli Attacks on Palestinian Fishermen in the Gaza Sea Fact Sheet. 2 Juli 2012,
http://www.pchrgaza.org/portal/en/index.php?option=com_content&view=article
&id=8596:israeli-attacks-on-palestinian-fishermen-in-the-gaza-sea&catid=56:fact-sheets-&Itemid=18.
Shany, Yuval et al. UN Issues Report on Operation Pillar of Defense”. The Israel Democracy
Institute
Issue
No.2
(2003).
http://en.idi.org.il/analysis/terrorism-and-
democracy/issue-no-52/un-issues-report-on-operation-pillar-of-defense.
Spedding, Gary. “Israel Ignoring Principles of Distinction and Proportionality”. 16 November
2012 Huff Post Politics United Kingdom. http://www.huffingtonpost.co.uk/garyspedding/israel-palestine-gaza_b_2029916.html
The Jerusalem Post. “Gaza groups pound Israel with over 100 rockets”. 12 November 2012.
http://www.jpost.com/Defense/Gaza-groups-pound-Israel-with-over-100-rockets.
Ynet.
“7
injured
by
rocket
in
Eshkol”.
21
November
2012.
http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-4310064,00.html.
_______. “Gaza rocket fire persists; gov‟t okays IDF reserves call-up”. 15 November 2012.
http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-4305624,00.html.
Zitun, Yoav dan Kais, Roi. “IDF bombs Gaza; rockets fired at Beersheba” dalam 21
November
2012.
Ynet
News.
http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-
4309970,00.html.
Dokumen Lainnya
Cole, Juan. “Israel‟s bombardment of Gaza is not self-defence – it‟s a war crime.” 12 Januari
2009, Juan Cole. http://www.juancole.com/2009/01/this-letter-of-attorneys-andacademics.html.
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
ICJ Advisory Opinion concerning Legal Consequences of the Construction of A Wall in the
Occupied Palestinian Territory. ICJ Reports (2004).
_______. The Legality of Threat or Use of Nuclear Weapons 1996.
League of Nations. “Communiqué au Conseil et aux Membres de la Société: Mandat Pour La
Palestine”, 19 Agustus 1922.
_______. “Report to the Assembly by the First Committee, Records of the Twelfth Assembly
(1931)”. Meetings of Committees, Minutes of the First Committee.
Sekulow, Jay Alan. “Legal Memorandum in Support of Israel‟s Response to Ongoing
Palestinian Attacks from the Gaza Strip”. American Center for Law & Justice.
http://media.aclj.org/pdf/memorandum-supporting-israel.pdf.
United Nations General Assembly Resolution 3314 (XXIX) “Definition of Aggession”. 14
Desember 1974.
United Nations Security Council 6869th meeting records 21 November 2012, S/PV.6869.
_______. 6871st meeting records 27 November 012, S/PV.6871.
_______. 6894th meeting records 19 December 2012, S/PV.6894.
_______. Official communiqué of the 6863rd (closed) meeting of the
Security Council 14 November 2012, S/PV.6863.
_______. Resolution 1368 “Threats to international peace and security caused by terrorist
acts.”. 12 September 2001.
_______. Resolution 1373 “Threats to international peace and security caused by terrorist
acts”. 28 September 2001.
_______. Resolution S/3733 of 4 November 1956.
Wilmshurst, Elizabeth Susan. “Chatham House Principles of International Law on the Use of
Force in Self-Defence”. International and Comparative Law Quarterly Vol. 55
(Oktober 2006).
Hak bela..., Sheila Hillary Kandou, FH UI, 2014
Download