ANALISIS HUBUNGAN LATAR DAN REALITAS SOSIAL DALAM

advertisement
ANALISIS HUBUNGAN LATAR DAN REALITAS SOSIAL
DALAM KUMPULAN CERPEN PILIHAN KOMPAS 2010:
DODOLITDODOLITDODOLIBRET
Dilla Fadhillah
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
[email protected]
Abstrak
Cerpen merupakan bentuk prosa fiksi yang cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya fiksi yang lebih panjang seperti novel. Hal inilah yang membuat cerpen lebih
menarik minat pembaca karena ceritanya sederhana, ringkas dan mudah dicerna. Atas dasar
itulah dari tahun ke tahun penulisan cerita pendek terus berkembang. Tidak jarang cerita yang
diangkat oleh pengarang berkisah tentang masalah sosial. Tanpa disadari, terkadang unsur
pembangun sebuah cerpen memiliki persamaan dengan realitas kehidupan atau masalah-masalah
sosial yang sering muncul dalam pemberitaan di media massa. Salah satu unsur pembangun
cerpen yang memiliki kaitan dengan realitas adalah latar. Latar cerita dapat digunakan untuk
menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Latar
memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal inilah yang membuat latar memiliki
hubungan dengan realitas yang terjadi dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut,
peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana hubungan latar dan
realitas sosial masyarakat Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2010:
Dodolitdodolitdodolibret. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan latar dan realitas sosial
dalam cerpen Pilihan Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret. Hubungan tersebut berdasarkan
persamaan unsur latar dalam cerpen dengan realitas kehidupan sosial dalam masyarakat,
khususnya yang terjadi sepanjang tahun 2010. Latar yang ada dalam cerpen terdapat juga dalam
realitas sosial masyarakat Indonesia.
Kata kunci: cerpen, latar, dan realitas sosial
A. Pendahuluan
Salah satu genre sastra yang lahir dari proses kreatif pengarang adalah cerita pendek atau
lebih dikenal dengan sebutan cerpen. Cerpen adalah suatu bentuk prosa fiksi. Cerita pendek
cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih
panjang, seperti novel. Unsur-unsur pembangun sebuah cerpen, seperti tema, plot, penokohan,
dan latar, secara umum dapat dikatakan bersifat sederhana. Salah satu genre sastra yang lahir dari
proses kreatif pengarang adalah cerita pendek atau lebih dikenal dengan sebutan cerpen. Cerpen
adalah suatu bentuk prosa fiksi. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Unsur-unsur pembangun
sebuah cerpen, seperti tema, plot, penokohan, dan latar, secara umum dapat dikatakan bersifat
sederhana.
Menurut Rosidi (Tarigan, 1984:176) cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang pendek
dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen
adalah lengkap, bulat dan singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada suatu
kesatuan jiwa. Sedangkan menurut siswanto (2008:141) menyebutkan bahwa cerpen merupakan
bentuk prosa rekaan yang pendek. Pendek di sini masih mempersyaratkan adanya keutuhan
cerita, bukan asal sedikit halaman. Karena pendek, permasalahan yang digarap tidak begitu
kompleks. Biasanya menceritakan peristiwa atau kejadian sesaat. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita pendek merupakan salah satu karya sastra atau prosa
fiksi. Cerpen menyajikan keutuhan cerita yang menggambarkan suatu peristiwa yang sederhana,
padat dan singkat.
Dari tahun ke tahun penulisan cerita pendek terus berlanjut dan berkembang. Tidak
jarang cerita yang diangkat oleh pengarang berkisah tentang masalah sosial. Wacana seputar
permasalahan sosial sering kita jumpai di berbagai media massa, khususnya koran nasional.
Tanpa disadari, terkadang tema dan latar dalam sebuah cerpen merupakan cerminan dari realitas
kehidupan atau masalah-masalah sosial yang sering muncul dalam pemberitaan di media massa.
Cerita pendek yang berkembang saat ini memiliki kemiripan dengan penulisan jurnalistik, salah
satunya dari segi keaktualan yang menjadi syarat utama dalam penulisannya. Kisah yang
diangkat para penulis cerpen mempunyai hubungan yang erat dan tidak terputus dengan
peristiwa yang kerap terjadi di masyarakat. Maka, cerpen juga merupakan karya sastra yang
menggambarkan realitas sosial masyarakat.
Menurut Berger dan Luckmann (Bungin, 2008: 7) yang dimaksud realitas sosial adalah
pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep,
kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Sedangkan menurut
Poloma (2000: 281) realita sosial dipandang sebagai sesuatu yang berada diluar. Realitas yang
diinternalisir oleh individu lewat norma-norma sosial yang mencerminkan kebudayaan.
Selain itu, Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) realitas sosial adalah
kenyataan yang sebenarnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa realitas sosial adalah
kenyataan atau fakta-fakta yang sebenarnya mengenai kehidupan masyarakat atau hubungan
seseorang dengan individu lainnya dalam bermasyarakat. Hal ini berupa fakta atau kenyataan
yang menyangkut nilai, norma, dan masalah-masalah sosial yang kerap terjadi dalam
masyarakat. Pada dasarnya realitas adalah kenyataan. Dari uraian yang dikemukakan oleh
beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa realitas sosial adalah kenyataan atau fakta-fakta
yang berada di luar individu. Hal ini meliputi fakta atau kenyataan yang terjadi di masyarakat,
misalnya menyangkut nilai, norma, dan masalah-masalah sosial yang kerap terjadi dalam
masyarakat.
Menurut Abdulsyani (2002: 184) masalah sosial berkisar dari suatu keadaan
ketidakseimbangan antara unsur nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam masyarakat yang
relatif membahayakan atau menghambat anggota-anggota masyarakat dalam usahanya mencapai
tujuan. Ada beberapa masalah sosial utama yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat,
yaitu sebagai berikut:
a. Kriminalitas
Tumbuhnya kriminalitas disebabkan oleh adanya berbagai ketimpangan sosial, yaitu
adanya gejala-gejala kemasyarakatan, seperti krisis ekonomi, adanya keinginankeinginan yang tidak tersalur, tekanan-tekanan mental, dendam dan sebagainya.
Dengan pengertian lain yang lebih luas, bahwa timbulnya kriminalitas oleh karena
adanya perubahan masyarakat dan kebudayaan yang teramat dinamis dan cepat
(Abdulsyani, 2002: 188). Selain itu, Soekanto (2012: 322) mengemukakan bahwa
gejala lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah white-collar crime. White-collar
crime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha atau para pejabat di
dalam menjalankan peranan fungsinya. Keadaan keuangannya yang relatif kuat
memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang oleh hukum dan
masyarakat
umum
dikualifikasikan
sebagai
kejahatan.
Golongan
tersebut
menganggap dirinya kebal terhadap hukum dan sarana-sarana pengendalian sosial
lainnya karena kekuasaan dan keuangan yang dimilikinya dengan kuat.
b. Masalah Kependudukan
Pada dasarnya masalah kependudukan menurut Abdulsyani (2002: 190) merupakan
suatu sumber masalah sosial yang penting, oleh karena pertambahan penduduk dapat
menjadi
penghambat
dalam
pelaksanaan
pembangunan,
terutama
jika
pertambahannya tidak dapat terkontrol secara efektif. Akibat pertambahan penduduk
biasanya ditandai oleh kondisi yang serba tidak merata, terutama mengenai sumbersumber penghidupan masyarakat yang semakin terbatas. Menurut Soekanto (2012:
339) masalah-masalah kependudukan perlu ditanggulangi, karena pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus disertai dengan pengaturan
pertumbuhan jumlah penduduk, melalui program keluarga berencana atau
transmigrasi. Tujuam utama suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap
meningkatkan produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Usahausaha tersebut dapat mengalami gangguan, antara lain karena pertumbuhan penduduk
yang terlalu cepat yang disebutkan tingginya angka kelahiran.
c. Masalah kemiskinan
Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang, keluarga atau
anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya.
Menurut Salim (Abdulsyani, 2002: 190), bahwa kemiskinan lazimnya dilukiskan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Mereka dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti pangan, pakaian,
tempat tinggal, dan lain-lain. Selain itu, menurut Soekanto (2012: 320) kemiskinan
diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup lagi memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Menurut
sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah
sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilainilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan
ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat,
kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan
kedudukan ekonominya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya
kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan
kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas.
d. Pelacuran
Soekanto (2012: 329) menganggap bahwa pelacuran diartikan sebagai suatu
pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatanperbuatan seksual dengan mendapat upah. Pelacuran yang dijumpai di kota-kota besar
dikatakan bukan masalah sosial utama karena pengaruhnya terhadap ekonomi negara,
stabilitas politik, kebudayaan bangsa, atau kekuatan nasional kecil sekali. Akan tetapi,
pelacuran merupakan masalah yang penting karena mempunyai pengaruh besar
terhadap moral. Hal senada juga dikemukakan oleh Abdulsyani (2002: 193) yang
mengatakan bahwa pelacuran merupakan masalah sosial yang cukup besar
pengaruhnya bagi perkembangan moral. Banyak kekhawatiran yang timbul karena
adanya pelacuran ini, sebab ia tidak hanya dapat menciptakan masalah bagi keluarga
dan generasi muda saja, melainkan kekhawatiran akan semakin menjalarnya penyakit
kelamin, bahkan AIDS. Pelacuran akan menjadi masalah sosial yang semakin besar,
apabila berkembang menjadi suatu profesi, terutama jika nilai-nilai moral dan
keterlanjuran itu sudah semakin merasuk ke dalam jiwa para pelakunya. Lebih-lebih
jika kemudian tertanam pula anggapan bahwa pekerjaan itu lebih mudah dilakukan
dan tidak memerlukan keterampilan khusus.
e. Pencemaran lingkungan
Menurut Salim (Abdulsyani, 2002: 194), lingkungan hidup meliputi hal-hal yang
ditimbulkan oleh interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan. Dalam
lingkungan hidup ini manusia merupakan unsur yang paling dominan. Pengaruh
timbal balik antara manusia dengan lingkungan dapat menimbulkan masalahmasalah, baik itu lingkungan biologis, lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Desakan kebutuhan manusia, kurangnya kesadaran akan lingkungan hidup
menyebabkan terganggunya keserasian antara lingkungan hidup dengan perilaku
manusia, maka kualitas lingkungan hidup itu akan semakin rusak. Misalnya,
pencemaran air dengan zat-zat kimia yang mengandung racun, penebangan kayu di
hutan, pembuangan sampah tak teratur, membuang kotoran disembarang tempat,
kesemuanya itu akan mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup. Soekanto (2012:
342) berpendapat bahwa pencemaran akan terjadi apabila di dalam lingkungan hidup
manusia, baik yang bersifat fisik, biologis maupun sosial, terdapat suatu bahan yang
merugikan eksistensi manusia. Hal itu disebabkan karena bahan tersebut terdapat
dalam konsentrasi yang besar, yang pada umumnya merupakan hasil dari aktivitas
manusia sendiri. Masalah pencemaran biasanya dibedakan dalam bebrapa klasifikasi,
seperti, pencemaran udara, pencemaran air, serta pencemaran tanah.
Pesatnya perkembangan media massa khususnya koran dan majalah, berimbas pula pada
perkembangan cerita pendek Indonesia. Pengarang seolah diberi jalan untuk mempublikasikan
hasil karyanya kepada pembaca lewat media massa. Menurut Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra
Indonesia (2004: 158) cerita pendek mendapatkan tempat yang subur di dalam perkembangan
sastra Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hal ini ditunjang dengan berkembangnya majalahmajalah dan koran serta industri media cetak lainnya yang bersedia menampung karya-karya
cerita pendek.
Dari tahun ke tahun tradisi penulisan cerita pendek terus berlanjut dan berkembang. Segi
tematis dan stilistis menunjukkan keberagaman yang menarik. Mulai akhir tahun 1980-an, para
penulis karena berbagai faktor sosiologis dan psikologis lebih memilih koran sebagai sarana
pemublikasian karya-karya cerita pendek mereka. Perkembangan tersebut memunculkan suatu
perkembangan tersendiri yang kemudian dikenal sebagai cerita pendek koran (Dewan Redaksi
Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2004: 159).
Media massa khususnya koran dan majalah yang ada di Indonesia pada umumnya selalu
menyediakan rubrik khusus untuk memuat karya sastra yang lahir dari tangan-tangan kreatif
pengarang. Kehadiran rubrik sastra ini tak terkecuali turut pula disajikan dalam koran Kompas.
Karya sastra khususnya cerpen-cerpen yang dimuat dalam rubrik sastra, terbit pada koran
Kompas edisi Minggu.
Koran Kompas melakukan tradisi pemilihan cerita pendek terbaik. Dari cerpen-cerpen
yang telah diterbitkannya melalui terbitan Kompas Minggu, kemudian diterbitkan setiap
tahunnya dalam bentuk buku kumpulan cerita pendek (Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra
Indonesia, 2004: 159). Menurut Arcana (2011: vii) sejak tahun 1992, antologi cerpen pilihan
Kompas yang berjudul Kado Istimewa terbit, sampai tahun 2010 ini sudah ada 17 kumpulan
cerita pendek yang diterbitkan. Tentu saja rentang waktu 13 tahun bukan masa yang panjang,
jika dibandingkan perjalanan sastra (modern) Tanah Air, yang sudah mulai sejak abad ke- 19
silam dengan penerbitan novel-novel berbahasa Melayu Tionghoa.
Akan tetapi, seperti halnya motto koran Kompas yaitu “Amanat Hati Nurani Rakyat”,
cerita-cerita yang dimuat dalam kumpulan Cerpen Pilihan Kompas selalu bersinggungan dengan
masalah yang mendera rakyat Indonesia. Buku antologi cerpen Kompas cenderung
memperdengarkan isu-isu sosial aktual yang biasa tampil dirubrik berita dan opini di media
massa. Bukan rahasia lagi jika korupsi merupakan salah satu masalah terparah yang menjangkiti
rakyat Indonesia. Selain itu masalah kriminalitas, kemiskinan, kekerasan terhadap anak dan
perempuan merupakan permasalahan sosial yang hingga kini terus terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Hal-hal semacam itulah yang tergambar di dalam kumpulan Cerpen Pilihan Kompas
2010: Dodolitdodolitdodolibret. Cerita yang ada di dalam cerpen tersebut dipengaruhi oleh latar
belakang kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Masalah-masalah sosial yang kerap terjadi di
masyarakat dengan mudah dapat ditemukan dalam beberapa cerpen kumpulan Kompas 2010:
Dodolitdodolitdodolibret ini. Tujuan penelitian merupakan rumusan harapan yang ingin dicapai
dari penelitian. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan latar dan realitas sosial
dalam Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret dan rencana
pelaksanaan pembelajarannya di SMP.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan
metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan
apa adanya. Metode ini pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan
secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Hal tersebut
dirasa sangat sesuai dengan objek yang sedang diteliti. Dalam penelitian kali ini, peneliti
bertujuan untuk menggambarkan secara teliti dan mendalam tentang latar yang terdapat dalam
kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret. Peneliti berusaha
mengidentifikasi jenis-jenis latar yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut. Tentu saja latar
yang telah ditemukan harus disesuaikan dengan teori yang ada. Gambaran latar yang sudah dikaji
kemudian dihubungkan dengan realitas atau kenyataan sosial yang terjadi di sekitar masyarakat
secara jelas dan tersusun sistematis.
C. Pembahasan
1.1 Analisis Hubungan Latar dan Realitas Sosial dalam Cerpen “Sepasang Mata
Dinaya yang Terpenjara” Karya Ni Komang Ariani
a. Latar Tempat
Suaminya, Gusti Nyoman Ghana, tampaknya baru bangun. Dinaya mendengar
suara gayung menciduk air di kamar mandi. Ghana pasti sedang bersiap-siap untuk
berangkat kerja. Sebentar lagi, ia akan mengenakan seragam coklatnya dan berangkat
ke Denpasar (2011:69).
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Dalam cerpen “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara” karya Ni Komang Ariani,
latar tempat yang digunakan ialah Pulau Bali dan rumah. Tokoh dalan cerita menyebut Denpasar
sebagai tempat suaminya bekerja. Dari kutipan di atas, tampak gambaran kehidupan rumah
tangga yang dilakoni oleh sepasang suami istri yang sedang menjalankan aktivitas sehari-hari.
Tokoh suami yang bernama Gusti Nyoman Ghana tengah sibuk membersihkan diri di kamar
mandi, hal itu ditandai dengan gemericik suara gayung yang menciduk air. Ia bersiap-siap untuk
berangkat kerja yang bertempat di Denpasar. Seragam cokelat yang dikenakan oleh Gusti
Nyoman Ghana, mengisyaratkan bahwa ia adalah seorang pegawai negeri. Pada umumnya
pegawai negeri di Indonesia berseragam coklat dan bertugas di pusat kota. Dalam kutipan di atas,
kota yang digunakan adalah Denpasar. Nama tokoh dalam cerpen ini merupakan nama yang
biasa dipakai oleh orang Bali. Selain Gusti Nyoman Ghana, masih ada nama-nama atau sebutan
yang biasa dipergunakaan oleh masyarakat Bali. Seperti yang ada dalam kutipan berikut.
Biyang dan Aji sangat menginginkan gelar itu di belakang nama Dinaya, namun
mereka tidak ingin ia lebih pintar dari yang mereka kenal dahulu. Dinaya yang masih
bocah dan mengenakan seragam sekolah dasarnya. Pada saat itu Biyang dan Aji
sering memarahinya karena belum bisa menulis dan membaca. Mereka selalu
mengenang Dinaya sebagai anak mereka yang itu (2011: 71).
Kata Biyang dalam bahasa Indonesia berarti Ibu sedangkan Aji berarti Ayah adalah
istilah yang dipakai oleh orang Bali. Biasanya masyarakat Bali menyebut kedua orang tuanya
dengan panggilan Biyang dan Aji. dari kutipan di atas, telihat bahwa orang tua Dinaya
menginginkan gelar di belakang namanya hanya untuk meningkatkan status sosial mereka di
mata masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan bahwa kedua orang tuanya tidak ingin
Dinaya menjadi lebih pintar dan lebih berwawasan. Mereka ingin Dinaya tetap bodoh seperti
ketika ia duduk di bangku sekolah dasar, sehingga mereka memiliki alasan untuk memarahi dan
mengatur hidup Dinaya sesuka hati mereka. Nama Gusti Nyoman Gana serta sebutan Biyang dan
Aji semakin menegaskan bahwa latar tempat yang dipakai dalam cerpen “Sepasang Mata Dinaya
yang Terpenjara” adalah Bali, karena istilah-istilah tersebut hanya dipakai oleh masyarakat Bali.
Selain itu latar tempat yang digunakan dalam cerpen ini adalah rumah. Hanya saja, istilah rumah
tidak disebutkan secara langsung oleh pengarang. Rumah dalam cerpen ini digambarkan dengan
menyebutkan beberapa bagian rumah seperti dapur, kamar mandi, dan halaman rumah. Hal
tersebut nampak pada kutipan berikut
Hari-hari berikutnya Dinaya memusatkan perhatiannya pada setumpuk pekerjaan
rumah tangga yang harus dikerjakannya. Dinaya bangun subuh dan mulai
menyiapkan masakan di dapur dan menyapu halaman rumah yang penuh dengan
dedaunan layu (2011: 75).
Dari kutipan di atas, tergambar jelas bahwa tokoh Dinaya melakukan pekerjaan rumah
tangganya di dalam rumah. Bagian rumah yang disebutkan dalam kutipan di atas adalah dapur
dan halaman rumah. Dinaya harus memusatkan seluruh perhatiannya pada setumpuk pekerjaan
rumah tangga karena ia adalah seorang isteri yang dilarang untuk melakukan pekerjaan yang lain
selain mengerjakan urusan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan suaminya.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Dalam cerpen “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara”
karya Ni Komang Ariani latar waktu yang digunakan adalah subuh hingga malam hari.
Dinaya bangun subuh dan mulai menyiapkan masakan di dapur dan menyapu
halaman rumah yang penuh dengan dedaunan layu. Tepat jam tujuh pagi ia
menyiapkan kopi untuk suaminya (2011: 75).
Dari kutipan di atas, latar waktu yang digunakan dimulai dari subuh ketika tokoh Dinaya
mulai menyiapkan masakan, kemudian dilanjutkan pada jam tujuh pagi untuk menyiapkan kopi.
Secara keseluruhan, cerita dalam cerpen ini berlangsung dari pagi hingga malam hari. Seperti
yang ada dalam kutipan di bawah ini.
Namun, ia dipaksa berada di tempat yang tidak diinginkannya. Dan ia pun harus
menyediakan waktunya dari subuh hingga malam hari untuk mengosongkan seluruh
energi yang dimilikinya (2011: 76).
Aktivitas tokoh dalam cerita ini berlangsung terus menerus setiap hari dimulai dari subuh
hingga malam hari. Energi yang dimiliki tokoh dalam cerita ini hanya tercurah untuk mengurusi
pekerjaan rumah tangga saja. Ia merasa terpenjara di rumahnya sendiri, ia dipaksa melakukan
pekerjaan yang tidak diinginkannya. Sebagai manusia, tentu Dinaya menginginkan kebebasan
untuk bertindak dan berpikir sesuai dengan kata hatinya, bukan dipaksa untuk menjadi sorang
istri yang hanya berkewajiban mengurusi pekerjaan rumah tangga saja.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.
Melihat dari pengertian di atas, jika dikaitkan dengan cerpen “Sepasang mata Dinaya yang
Terpenjara”, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang ada dalam cerpen ini memiliki pandangan
bahwa tugas perempuan hanyalah bekerja di dapur, melayani kebutuhan suami dan mengurus
pekerjaan rumah tangga.
Dinaya tahu ini bukan kesalahan Biyang semata-mata. Barangkali seluruh
cakrawala pikiran Biyang dipenuhi oleh kepercayaan bahwa sumber kebahagiaan
perempuan adalah apabila ia memuaskan kebutuhan laki-laki. Biyang tidak ingin
putrinya gagal memenuhi kewajiban itu. Mungkin itulah satu-satunya yang
dimengerti Biyang mengenai peranan perempuan. Karena Biyang juga pernah
merasakan semua yang Dinaya rasakan.
Bukankah Biyang lahir dan dibesarkan dengan luka batin yang sama di lubuk
hatinya? Sebagai perempuan ia selalu dipandang sebagai barang, sebagai objek. Yang
menjadi berharga sejauh mana ia bisa memuaskan laki-laki. Hanya saja Biyang tidak
pernah menyadarinya. Ia terus saja menuntut Dinaya untuk mengamini nilai-nilai
yang dipercaya oleh Biyang. Hanya saja bagi Dinaya, ia tidak sudi mengamini nilainilai itu. sebagai manusia ia merasa berhak diperlakukan sama dengan laki-laki
(2011: 74).
Kutipan di atas, menggambarkan gejolak batin tokoh Dinaya yang merasa tersiksa karena
Biyang atau ibunya terus memaksa Dinaya untuk mengamini nilai-nilai yang menyatakan bahwa
perempuan akan menjadi berharga apabila berhasil memuaskan kebutuhan laki-laki. Hal tersebut
begitu menyiksa Dinaya, karena pada dasarnya ia memiliki cara pandang yang berbeda dengan
Biyangnya. Menurut Dinaya, sebagai manusia perempuan memiliki hak untuk diperlakukan
sama dengan laki-laki. Biyang yang seharusnya membela Dinaya, malah memojokkan dirinya
untuk mengikuti perilaku ibunya itu. Padahal rasa sakit yang dialami Dinaya saat ini, dirasakan
pula oleh Biyangnya. Hanya saja Biyang menganggap bahwa perlakuan yang ia terima dari
suaminya merupakan hak yang harus diterimanya sebagai seorang isteri. Biyang sangat percaya
akan hal itu dan menuntut Dinaya untuk mengamini cara pandang Biyangnya itu. Biyang tidak
sadar bahwa sebenarnya ia hanya dianggap sebagai objek atau barang yang berkewajiban
memuaskan kebutuhan laki-laki.
Tokoh Biyang dalam cerpen “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara” adalah simbol
dari masyarakat yang menganut kepercayaan bahwa kedudukan perempuan tidak lebih dari
perhiasan rumah tangga. Perempuan dipandang sebagai barang dan objek yang memiliki
kewajiban hanya untuk melayani laki-laki. Pandangan tersebut timbul karena tradisi dan
kebiasaan yang diterapkan secara turun-temurun. Seorang ibu mengalami perlakuan seperti itu
sehingga sang ibu meminta anaknya agar melakukan hal yang sama seperti dirinya. Tradisi
seperti itulah yang membuat perlakuan sebagian anggota masyarakat terhadap perempuan sulit
diubah.
1.2 Hubungan Latar dan Realitas Sosial dalam Cerpen “Sepasang Mata Dinya yang
Terpenjara” Karya Ni Komang Ariani
Cerita yang diangkat dalam cerpen tersebut adalah kisah perempuan yang dituntut untuk
membuang semua ilmu yang dimilikinya, pekerjaan yang dicintainya serta kebebasan untuk
berpikir dan bertindak sesuai keinginannya demi mengikuti pandangan yang dianut sebagian
masyarakat bahwa tugas perempuan adalah bekerja di dapur dan memuaskan laki-laki. Ia merasa
jiwa dan pikirannya terkurung dalam penjara yang disediakan untuk perempuan.
Perlakuan yang dialami oleh tokoh Dinaya dalam cerpen “Sepasang Mata Dinaya yang
Terpenjara” karya Ni Komang Ariani bisa dikategorikan sebagai kekerasan secara psikologi,
karena tokoh dalam cerpen ini merasa begitu tersiksa seluruh jiwa dan pikirannya akibat
perlakuan suami serta keluarganya yang merenggut kebebasannya sebagai individu.
Sesuai dengan latar tempat dalam cerpen tersebut yaitu Pulau Bali, menurut situs
(http://nasional.kompas.com/read/2010/11/21/15284929/637.kasus.penganiayaan.wanita.dan.ana
k, 16 September 2012, 16:59 WIB) menyatakan bahwa, menurut Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, pelaporan kasus kekerasan dalam rumah
tangga di Pulau Dewata cenderung meningkat, seiring dengan gencarnya sosialisasi yang
dilakukan badan tersebut. "Berdasarkan catatan sementara kami, kasus kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) tahun ini diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2009 yang jumlahnya 637
kasus," kata Sekretaris Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A)
Provinsi Bali Terry Saputra di Denpasar, Minggu (21/11/2010).
Dijelaskan, ada beragam bentuk kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat, antara lain
kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran. Terry mencontohkan, seperti kasus
kekerasan yang terjadi pada 2009 dari jumlah keseluruhan sebanyak 637, sekitar 307 diantaranya
adalah kasus kekerasan secara fisik. "Begitu juga yang terjadi tahun 2010, dari jumlah kasus
yang sementara terkumpul sebanyak 280 kasus, 138 di antaranya adalah kasus kekerasan secara
fisik,"
katanya.
Selain
berita
di
atas,
ada
juga
berita
(http://nasional.kompas.com/read/2010/01/07/08155250/Kekerasan.
Psikis.
dalam
Mendomin
situs
si.
KDRT, 19 September 2012, 09:46 WIB) yang menyatakan bahwa kasus kekerasan dalam rumah
tangga, terutama yang bersifat psikis, mendominasi kasus yang ditangani LBH Apik Jakarta
selama tahun 2009. Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah kasus yang diadukan masyarakat.
Hal ini disampaikan Estu Rakhmi Fanani Dewi Tjakrawinata, Direktur LBH APIK Jakarta, Rabu
(6/1/2010). Masih dalam berita yang sama, dikatakan bahwa di antara para korban KDRT,
sebanyak 337 pengadu mengaku mengalami kekerasan psikis dari pasangannya. Jumlah korban
yang mengadu dan mengaku mendapat kekerasan psikis 105 orang. Sisanya, selain mengalami
kekerasan psikis, juga mengalami kekerasan fisik, ekonomi (penelantaran ekonomi), dan
kekerasan seksual.
Dari beberapa berita yang dikemukakan di atas, terlihat adanya keterkaitan antara
kenyataan dan isi cerita dalam cerpen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa latar dalam
cerpen “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara” karya Ni Komang Ariani memiliki hubungan
dengan realitas sosial yang terjadi sepanjang tahun 2010. Khusunya latar tempat dan latar sosial
dalam cerpen tersebut berkaitan langsung dengan masalah kekerasan dalam rumah tangga berupa
kekerasan psikologi yang banyak menimpa kaum perempuan pada tahun 2010 sesuai data-data
yang telah disampaikan sebelumnya.
Berdasarkan analisis data yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa dalam
kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret terdapat hubungan anatara
latar dan realitas kehidupan sosial yang terjadi dalam masyarakat di Indonesia. Hubungan
tersebut berdasarkan persamaan unsur latar dalam cerpen dengan realitas kehidupan sosial dalam
masyarakat, khususnya yang terjadi sepanjang tahun 2010. Dalam cerpen “Sepasang Mata
Dinaya yang Terpenjara” karya Ni Komang Ariani, terlihat adanya persamaan antara latar tempat
dan latar sosial dengan realitas sosial, Latar tempat dalam cerpen tersebut adalah Denpasar, Bali
sedangkan latar sosial menyangkut masalah kekerasaan dalam rumah tangga berupa kekerasaan
secara psikologi.
D. Simpulan
Berdasarkan analisis hubungan latar dan realitas sosial dalam kumpulan Cerpen Pilihan
Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret yang dianalisis pada bab sebelumnya, penulis dapat
menyimpulkan bahwa ditinjau dari unsur-unsur latar yang terdapat dalam kumpulan Cerpen
Pilihan Kompas 2010: Dodolitdodolitdodolibret terdapat hubungan anatara latar dan realitas
kehidupan sosial yang terjadi dalam masyarakat di Indonesia. Hubungan tersebut berdasarkan
persamaan unsur latar dalam cerpen dengan realitas kehidupan sosial dalam masyarakat,
khususnya yang terjadi sepanjang tahun 2010. Latar yang ada dalam cerpen terdapat juga dalam
realitas sosial masyarakat Indonesia. Dari lima cerpen yang telah dianalisis, terdapat tiga cerpen
yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan realitas sosial. Tiga cerpen tersebut yaitu,
“Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara” karya Ni Komang Ariani, “Ada yang Menangis
Sepanjang Hari” karya Agus Noor, dan “Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap” karya Timbul
Nadeak. Latar tempat dan latar sosial dari tiga cerpen itu memiliki kesamaan dengan kenyataan
yang terjadi dalam masyarakat Indonesia sepanjang tahun 2010. Selain itu, Hasil analisis
hubungan latar dan realitas sosial dalam kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2010:
Dodolitdodolitdodolibret dapat dijadikan bahan rencana pelaksanaan pembelajaran sastra di
SMP kelas VII semester 2 pada kemampuan berbicara.
Daftar Pustaka
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Alwi, Adek. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arcana, Putu Fajar. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Ariani, Ni Komang. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam
Varian Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Damono, Sapardi Djoko. 2008. Cerpen Kompas Pilihan 2007 Cinta di Atas Perahu Cadik.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung:
Titian Ilmu.
Effendi, S. 2004. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Prasindo.
Herwan, FR. 2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang: Garage Budaya.
Kurniawansyah, Rudi. “Matinya Petani di Kebun Sendiri”. Media Indonesia, 12 Juni 2010. Hlm.
12.
Maryunita, Roza. 2012. “Profil Kemanusiaan dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas 2010”.
Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Muslich, Masnur. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nadeak, Timbul. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Noor, Agus. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Prasetyo, Arif Bagus. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Subana, M dan Sudrajat. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Susanto, Dwi. 2011. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Caps.
Suwarna, Dadan. 2012. Trik Menulis Puisi, Cerpen, Resensi Buku, Opini/Esai. Tangerang:
Jelajah Nusa.
Tarigan, Hendry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Hendry Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tranggono, Indra. 2011. Cerpen Pilihan Kompas 2010 Dodolitdodolitdodolibret. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Download