Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 PEMBUATAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA Students Making Work Sheet Approach With Contextual Setting The Type Of Cooperative Learning Stad To Overcome Difficulties In The Subject Of Math Students Oktaviyanto Catur Fajar Mulyono 1) Program Studi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Jember email: [email protected] 1) Abstrak Keberadaan Bahan Ajar sangat di perlukan untuk menjembatani proses interaksi pemahaman fakta, konsep, prinsip, dan prosedur antara guru dengan siswa. Namun bahan ajar yang digunakan di sekolah khususnya bidang matematika kurang menarik minat siswa. Beberapa siswa menyebutkan bahwa pada bahan ajar yang digunakan langsung diberikan rumus-rumus tentang materi yang diberikan sehingga siswa hanya langsung menggunakan rumus-rumus yang dicantumkan, atau sekedar menghafal sehingga membuat siswa kurang bisa menghubungkan masalah-masalah yang ada pada bahan ajar dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsepkonsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Artikel ini akan mengulas Pembuatan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai salah satu unsur bahan ajar menggunakan pendekatan kontekstual dalam setting pembelajaran matematika kooperatif tipe STAD sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan gairah belajar siswa, sehingga siswa dapat belajar untuk memperoleh pengetahuan dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata di lingkungannya. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, Pendekatan Kontekstual, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Abstract Teaching Material existence is needed to bridge the interaction process of understanding the facts, concepts, principles and procedures between teachers and students. But the teaching materials used in schools, especially mathematics less attract students. Some students mentioned that the teaching materials are used directly given the formulas on the material provided so students only directly using formulas listed, or just memorize that makes students less able to connect the problems that exist on teaching materials with problems in life daily. And they really need to be able to understand the concepts related to the workplace and society in general in which they will live and work. To overcome these problems, this article will review the manufacturing Worksheet Students (LKPD) as one of the elements of teaching materials using a contextual approach in setting mathematics learning STAD cooperative as an effort to excite student learning, so that students can learn to acquire knowledge and relate it to the real-life environment. Keywords: Cooperative Learning Type STAD, Contextual Approach, Student Worksheet PENDAHULUAN Beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran selalu berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah sementara para siswa hanya mendengar dan mencatatnya 55 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 pada buku catatan. Proses pembelajaran semacam ini, dianggap berhasil apabila guru dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga para peserta didik tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah menengah selama ini, masih dirasakan terlalu teoretis. Manfaat nyata yang bisa dirasakan oleh peserta didik belum tampak, sehingga banyak pendapat yang terdengar di masyarakat terkait dengan diberikannya materi matematika di sekolah. Salah satu isu yang sering terdengar dilontarkan oleh siswa adalah ―untuk apa belajar matematika, toh nanti ke pasar tidak akan berbelanja dengan x rupiah‖. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pertanyaan semacam itu perlu direnungkan. Hal ini juga ditunjang oleh keberadaan bahan ajar (dalam hal ini, keberadaan Lembar Kerja Peserta Didik sebagai pendamping Buku Paket) yng memang dirasa kurang memberikan konstruksi pengetahuan ke siswa. LKPD yg ada hanya berisi ringkasan materi dan latihan soal yang tidak disusun sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa, tidak mengkonstruk ide, dan tidak disusun urut sesuai tingkat kesukaran yang berjenjang. Ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan , guru cenderung untuk menjelaskan materi terlebih dahulu, diikuti dengan memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal yang tetap dibimbing oleh guru. Dalam menyampaikan materi pelajaran, guru cenderung mendominasi dengan metode ceramah. model pembelajaran semacam ini cenderung membuat siswa pasif, enggan untuk mengemukakan ide-idenya, kreativitas berpikirnya tidak berkembang, mereka cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru dan melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya. Dampak penyelenggaraan pembelajaran seperti yang tersebut di atas adalah kualitas hasil belajar siswa masih rendah. Pembelajaran, belum dikelola dengan baik. Dalam mengikuti pembelajaran, motivasi belajar siswa masih kurang. Hal ini tampak ketika mereka mengikuti pembelajaran, cenderung untuk bersikap pasif, dan hanya aktif mencatat penjelasan-penjelasan guru, tanpa mau bertanya tentang konsep dari materi yang dicatat. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka (Depdiknas, 2002). Proses pembelajaran dalam pendekatan ini berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil akhir. Semua konsep yang terkandung dalam pendekatan kontekstual ini sangat cocok dengan konsep KBK. Orientasi dari KBK adalah (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna dan (2) keberagaman dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Puskur. 2002). Pembelajaran melalui pendekatan kontekstual diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan lebih baik. Begitu juga dengan guru. Kalau dalam mengajar sudah ada komitmen akan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. 56 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Pembuatan Lembar Kerja Peserta didik dengan pendekatan kontekstual diperlukan untuk menjembatani dan membimbing siswa memahami konsep, fakta, dan prinsip yang ada dalam pembelajaran matematika dan mampu mengetahui terapannya dalam dunia nyata. Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa LKS/LKPD yang berredar saat ini berisi penjelasan yang sangat singkat, kurang mengkonstruk pemahaman siswa, bahkan ada soal yang disajikan sebagai latihan dengan soal yang dicontohkan tidak sinkron. Tidak memperhatikan perkembangan pemahaman siswa, dan belum memfasilitasi rasa ingin tahu siswa tentang rumus – rumus, dalil, dan penerapannya dalam dunia nyata Sesuai dengan latar belakang tersebut, Artikel ini akan mengulas tentang pembuatan LKPD dengan pendekatan Kontekstual di dalam kelas heterogen yang disetting menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. KAJIAN PUSTAKA Pendekatan Kontekstual Ada beberapa teori ataupun faham yang menjadi acuan pembelajaran matematika yang kontekstual. Konstruktivisme merupakan salah satu acuan pembelajaran yang kontekstual. Menurut Slavin (1997 : 269) menyatakan bahwa menurut konstruktivisme, siswa sendiri yang harus aktif menemukan dan mentransfer atau membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya. Dalam proses ini siswa membangun pengetahuan yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kostruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukan merupakan kegiatan memindahkan atau mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi peran guru lebih ditekankan sebagai fasilitator, mediator dan motivator dalam proses pembelajaran. Selanjutnya aliran Psikologi belajar kognitif menjadi acuan pembelajaran matematika yang kontekstual, yang dikenal dengan teori belajar bermakna. Ausubel (dalam Dahar 1989: 110-112 ) menyatakan bahwa belajar dapat dikategorikan dalam dua dimensi yaitu berhubungan dengan cara pengetahuan disajikan kepada siswa dan cara mengaitkan pengetahuan itu pada struktur kognitif siswa yang telah ada atau dimiliki siswa. Komponen Pembelajaran Kontekstual a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), adalah membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna ini akan memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), adalah membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna ini akan memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat siswa merasakan bahwa belajar penting untuk masa depannya. b. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan. 57 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari – hari. d. Bekerja sama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya. e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesis data, memahami suatu isu atau fakta dan pemecahan masalah. f. Memelihara atau membina pribadi (nurturing the individual), adalah menjaga atau mempertahankan kemajuan individu. Hal ini menyangkut pembelajaran yang dapat memotivasi, mendukung, menyemangati, dan memunculkan gairah belajar siswa. Guru harus memberi stimuli yang baik terhadap motivasi belajar siswa dalam lingkungan sekolah. Guru diharap mampu memberi pengaruh baik terhadap lingkungan belajar siswa. Antara guru dan orang tua mempunyai peran yang sama dalam mempengaruhi kemampuan siswa. Pencapaian perkembangan siswa tergantung pada lingkungan sekolah juga pada kepedulian perhatian yang diterima siswa terhadap pembelajaran (termasuk orang tua). Hubungan ini penting dan memberi makna pada pengalaman siswa nantinya didalam kelompok dan dunia kerja. g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, pengambil keputusan yang bijaksana dan karyawan yang memuaskan di masa yang. Akan datang. h. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), ditujukan pada motivasi siswa untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta pemikiran tingkat tinggi yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para siswa dapat menunjukkan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalaman berpikir dari pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan dan kesepakatan. Implementasi Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni : konstruktivisme, grup belajar, inquiri, questioning, modeling, reflection, dan authentic assesmen. Salah satu dari 7 model tersebut yang mudah dikembangkan adalah grup belajar. Dalam hal ini pembelajaran kolaboratif yang memfasilitasi keberagaman siswa. Penulis mengangkat tipe STAD (student Team Achievement Division) karena relatif mudah digunakan. Bersama Lembar Kerja Siswa sebagai salah satu Bahan Ajar yang fleksibel dan banyak digunakan siswa di mayoritas sekolah. 58 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Tahap – tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu : 1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok. 2. Penyajian Materi Pelajaran 3. Kegiatan kelompok 4. Evaluasi 5. Penghargaan individu dan kelompok 6. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Satu periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain. PEMBAHASAN Penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa LKS/LKPD yang berredar saat ini berisi penjelasan yang sangat singkat, kurang mengkonstruk pemahaman siswa, bahkan ada soal yang disajikan sebagai latihan dengan soal yang dicontohkan tidak sinkron. Tidak memperhatikan perkembangan pemahaman siswa, dan belum memfasilitasi rasa ingin tahu siswa tentang rumus – rumus, dalil, dan penerapannya dalam dunia nyata. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajaran matematika di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, siswa kurang diberi 59 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 kesempatan untuk menemukan kembali, dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. LKS/LKPD adalah perangkat pembelajaran yang memang sering dipilih dalam penelitian karena sifatnya yang praktis, dan dapat disusun sesuai dengan prinsip yang jelas sehingga memudahkan siswa untuk belajar. Dalam sebuah setting pembelajaran kooperatif. LKPD sebagai perangkat ajar dapat sekaligus dengan alat peraga yang dibutuhkan. Langkah – langkah Penulisan /penyusunan LKS Ada beberapa langkah dalam penulisan LKS. Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Dalam hal ini, kita dapat melakukan rumusan langsung dari kurikulum yang berlaku, yakni dari Kurikulum 2013. Kedua, menentukan alat penilaian. Pada bagian ini, sebaiknya memilih alat penilaian yang sesuai dengan model pembelajaran dan sesuai dengan pendekatan Penilaian Acuan Pokok (PAP) atau Criterion Referenced Assessment. Ketiga, menyusun materi. Dalam penyusunan materi LKS, maka yang perlu diperhatikan adalah: 1) kompetensi dasar yang akan dicapai, 2) sumber materi, 3) pemilihan materi pendukung, 4) pemilihan kalimat yang jelas dan sesuai dengan Ejaan yang disempurnakan (EYD). Keempat, memperhatikan struktur LKS. Struktur dalam LKS meliputi judul, petunjuk belajar, kompetesi dasar yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah pengerjaan LKS, serta penilaian terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Langkah-langkah menyusun LKS tersebut dapat disajikan dalam diagram alir berikut (Prastowo, 2011 : 2012) : Analisis Kurikulum Menyusun Peta Kebutuhan LKS/LKPD Menentukan Judul LKPD Merumuskan KD Menentukan Alat Penilaian Menyusun Materi Memperhatikan Struktur Bahan Ajar Menulis LKS/LKPD 1. Analisis Kurikulum Analisis Kurikulum sangat penting dalam perencanaan pembuatan lembar kegiatan siswa. Guru harus mampu memilih materi-materi yang akan dan tepat menggunakan bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS). Hal-hal yang menyangkut kurikulum termasuk perangkat pembelajaran harus diperhatikan terutama pada materi dan kompetensi yang harus dicapai siswa. 2. Menyusun Peta Kebutuhan LKS Langkah dalam penyusunan peta kebutuhan LKS ini menentukan kuantitas atau banyaknya LKS yang diperlukan. Pada tahap ini juga ditentukan urut-urutan LKS agar 60 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 dapat digunakan secara dengan baik runtut dan tidak menimbulkan kebingungan. Analisis kurikulum pada langkah sebelumnya sangat berperan disini, jika analisis kurikulum sudah dilakukan maka penyusunan peta kebutuhan LKS dapat lebih mudah dilakukan. Termasuk juga didalam penyusunan peta kebutuhan lembar kerja siswa adalah analisis sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran. 3. Menentukan Judul LKS Judul LKS biasanya ditentukan dan disesuaikan dengan tiap kompetensi yang akan dicapai. Jika terlalu besar maka dapat disesuaikan dengan tiap-tiap materi pokok yang diajarkan. Dalam penentuan judul lembar kegiatan siswa (LKS) ini juga harus menentukan komponen penunjang LKS lainnya seperti Kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga tujuan penggunaan LKS tersebut serta komponen lainnya. 4. Menulis LKS Dalam menulis lembar kegiatan siswa (LKS) terdiri dari 4 langkah utama, yaitu: 1. Merumuskan kompetensi dasar. Kompeteensi dapat dirumuska dengan mengacu dari kurikulum yang dipakai, guru langsung mencantumkan kompetensi yang ada pada kurikulum dan perangkat pembelajaran ke dalam LKS 2. Menentukan alat penilaian. Penilaian perlu dilakukan dalam setiap pembelajaran, maka sangat perlu dalam LKS dicantumkan alat penilaian yang digunakan. Penilaian ditentukan sesuai kebutuhan serta bentuk dan tujuan dari penggunaan LKS. Perhatikan juga apakah perlu adanya pre-test atau tidak jika ada tentu harus dicantumkan pada awal pada struktur LKS tersebit nantinya. 3. Menyusun materi. Penyusunan materi jelas harus dilakukan dengan mengacu pada materi dan hal-hal apa saja yang harus disampaikan. Materi ditulis diambil dari sumber belajar yang telah ditentukan sebelumnya. Perlu diperhatikan juga seberapa dalam materi harus dicantumkan dalam LKS, jika menggunakan sumber belajar lain seperti buku teks pelajaran atau lainnya maka materi yang dicantumkan dalam LKS dapat secara umum dan informasi tambahan yang tidak terdapat dalam sumber belajar lain yang digunakan. 4. Menyusun Struktur LKS. Struktur bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) harus sangat diperhatikan, ini berkaitan dengan bagaimana kemudahan dalam menggunakan LKS tersebut nantinya. LKS harus disusun secara baik, urut, dan tidak menimbulkan kebingungan dalam penggunaannya. Struktur bahan ajar LKS harus disusus urut yang setidaknya terdiri atas 6 komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Penyusunan lembar kerja peserta didik bisa dilakukan oleh guru sebagai pendidik secara mandiri, atau melalui prosedur penelitian pengembangan. Untuk mendapatkan LKS yang memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif maka terdapat hal-hal yang perlu dilakukan. Menurut Prastowo (2011: 216-220), pengembangan LKS terbagi menjadi dua langkah pokok, yakni : 1.) Menentukan desain pengembangan LKS, dan 2) Langkahlangkah pengembangan LKS. Dalam pengembangan LKS terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan bagaimana cara menentukan desain pengembangan LKS. Dalam pengembangan LKS tersebut, maka berpedoman pada batasan-batasan yang telah ditentukan. Oleh sebab itu perlu adanya langkah-langkah pengembangan LKS agar dapat 61 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 terlihat urutan dalam menentukan langkah yang harus dilakukan bertujuan untuk mendapatkan LKS berkriteria valid, praktis dan efektif. Penyusunan LKS/LKPD dengan pendekatan kontekstual LKS yang hendak dikembangkan hendaknya menyesuaikan dengan pembelajaran yang dipilih, yakni berbasis pendekatan CTL. Melalui pembelajaran tersebut, LKS akan lebih mudah untuk dikembangkan dan mencapai tujuan pengembangan LKS. Sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan sebelumnya, maka LKS dikembangkan dengan pendekatan CTL akan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan informasi baru yang penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa khususnya dalam pembelajaran matematika. Komponen-komponen di dalam LKS berbasis CTL harus memuat judul, langkah kegiatan penemuan, hasil kegiatan, pertanyaan, kesimpulan dan soal penerapan. Hal yang ditekankan dalam LKS berbasis CTL ini adalah isi LKS. LKS berbasis CTL ini memuat tujuh komponen dalam pembelajaran CTL yang mampu membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang aktif dan bermakna melalui bahan ajar LKS berbasis CTL yakni terdiri dari, konstruktivisme (Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). Kerangka Pemikiran Kondisi awal : 1. Bahan ajar belum mencapai tujuan pembelajaran 2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran 3. Kurangnya pemahaman siswa dalam mata pelajaran matematika materi tertentu Lembar kerja berbasis Kontekstual membantu siswa menjadi lebih aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran sesuai komponen Mengembangkan Lembar Kerja matematika dengan model pengembangan R &D, salah satunya adalah model 4D (Thiagarajan, semmel dan Semmel) Diperoleh Lembar Kerja yang berkriteria Valid, Praktis, dan Efektif Lembar Kerja diujicobakan ke siswa dan di analisis hasilnya Dalam artikel ini, penulis berharap penggunaan LKS yang telah disusun oleh guru / Tim Guru dengan berbasis Contextual Teaching and Learning dan dikembangkan sesuai model tertentu sehdemikian hingga diperoleh perangkat yang Valid, Praktis, dan Efektif dapat memberikan kesempatan kepada siswa melakukan kegiatan yang aktif. Dengan 62 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 demikian siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan dan dapat menyelesaikan masalah yang relevan dengan pokokbahasan atau materi yang dijabarkan. PENUTUP Kesimpulan 1. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang berpijak pada 7 langkah dasar atau komponen untuk mengembangkan keterampilan siswa : Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), Bekerja sama (collaborating, Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking),Memelihara atau membina pribadi (nurturing the individual), Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment). 2. Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. 3. Langkah – langkah dalam menyusun LKPD adalah : 1) Analisis Kurikulum, 2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS, 3) Menentukan Judul LKS, dan 4) Menulis LKS 4. LKS yang dikembangkan dengan pendekatan CTL akan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan informasi baru yang penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. 5. Komponen – komponen yang harus ada dalam LKS berbasis kontekstual adalah judul, langkah kegiatan penemuan, hasil kegiatan, pertanyaan, kesimpulan dan soal penerapan. Saran 1. Terdapat 4 variabel yang harus dicermati sebelum LKS dapat dibagikan ke siswa dan diterapkan untuk pembelajaran, yaitu: 1.) Kesesuaian desain dengan tujuan pembelajaran. 2.) Kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran. 3) Kesesuaian elemen atau unsur dengan tujuan pembelajaran, dan 4.) Kejelasan penyampaian. Keempat hal ini harus dicermati oleh guru saat membuat atau mengembangkan sebuah perangkat ajar berbentuk LKS/LKPD Jika 4 variabel tersebut dapat diperhatikan dan dipenuhi dengan baik maka bahan ajar Lembar Kegiatan Siswa (LKS) telah sesuai dengan rencana pembelajaran serta siap untuk digunakan dan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Jika LKS tersebut hendak digunakan juga untuk pembelajaran berikutnya, maka setiap setelah pembelajaran harus dilakukan evaluasi terhadap LKS tersebut, juga sebelum pembelajaran berikutnya harus dilakukan revisi agar jadi semakin lebih baik. 3. Penelitian – penelitian baik berupa PTK, maupun penelitian pengembangan di bidang pendidikan diperlukan untuk penyempurnaan perangkat yang sudah ada. Pendekatan kontekstual jika digali lebih dalam, ada banyak sekali metode atau strategi pembelajaran yang bisa diterapkan agar pembelajaran lebih bermakna dan hasil belajar siswa bisa lebih ditingkatkan. 63 Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016 DAFTAR PUSTAKA Dahar, R. W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti, Depdikbud Elaine B Johnson. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Imran, Syaiful. 2014. Macam – Macam Bentuk Lembar Kerja Siswa Sebagai Bahan Ajar, (online) (http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/bahan-ajar/Macam-MacamBentuk-Lembar-Kerja-Siswa Sebagai-Bahan-Ajar, diakses tanggal 2 maret 2016) Imran, Syaiful. 2014. Variabel Kesesuaian Penggunaan Lembar Kerja Siswa, (online)( http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/bahan-ajar/variabel-kesesuaianpenggunaan-lembar-kegiatan-siswa, diakses tanggal 5 maret 2016) Khairunnisa, 2010. Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika di Mts. (online) (http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id, diakses tanggal 2 maret 2016) Leader,G. et al. 1995. Learning Mathematics in Context, (Ed) In J. Wakefield & L. Velardi Melbourne: The Mathematical Association of Victoria Novisa, Nunung, 2014. Pengembangan LKS berbasis Contextual Teaching And Learning Pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial di SMP Negeri 1 Bengkulu. Skripsi tidak diterbitkan, Bengkulu : FKIP Universitas Bengkulu Rubiyanto,Eko.2013.PembelajaranKontekstual.(Online)(https://ekorubiyanto84.wordpress. com/2013/01/18/pembelajaran-kontekstual, diakses tanggal 28 Februari 2016) Slavin, Robert R. 1997). Educational Psychology-Theory and Practice: Fifth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Tapan, Imal, 2011. Model Pembelajaran Kooperatif (online) (http://tulisansingkatkatimal.blogspot.com/2011/, diakses tanggal 1 maret 2016) Wahyuni, Erna. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Matematika SMP Berbasis Kontekstual Untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah. Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Wardhani, Sri. 2004. Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP.(Disampaikan Dalam Diklat Pengembang Matematika Tingkat Dasar Tingkat Nasional 10 s.d 23 Oktober 2004), Yogyakarta : Widyaswara PPPG Matematika Yogyakarta. 64