55 pembuatan lembar kerja peserta didik dengan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
PEMBUATAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL DALAM SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STAD UNTUK MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN MATEMATIKA
Students Making Work Sheet Approach With Contextual Setting The Type Of
Cooperative Learning Stad To Overcome Difficulties In The Subject Of Math Students
Oktaviyanto Catur Fajar Mulyono 1)
Program Studi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Jember
email: [email protected]
1)
Abstrak
Keberadaan Bahan Ajar sangat di perlukan untuk menjembatani proses interaksi
pemahaman fakta, konsep, prinsip, dan prosedur antara guru dengan siswa. Namun bahan
ajar yang digunakan di sekolah khususnya bidang matematika kurang menarik minat siswa.
Beberapa siswa menyebutkan bahwa pada bahan ajar yang digunakan langsung diberikan
rumus-rumus tentang materi yang diberikan sehingga siswa hanya langsung menggunakan
rumus-rumus yang dicantumkan, atau sekedar menghafal sehingga membuat siswa kurang
bisa menghubungkan masalah-masalah yang ada pada bahan ajar dengan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsepkonsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana
mereka akan hidup dan bekerja. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Artikel ini akan
mengulas Pembuatan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai salah satu unsur bahan
ajar menggunakan pendekatan kontekstual dalam setting pembelajaran matematika
kooperatif tipe STAD sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan gairah belajar siswa,
sehingga siswa dapat belajar untuk memperoleh pengetahuan dan mengaitkannya dengan
kehidupan nyata di lingkungannya.
Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, Pendekatan Kontekstual, Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD)
Abstract
Teaching Material existence is needed to bridge the interaction process of understanding
the facts, concepts, principles and procedures between teachers and students. But the
teaching materials used in schools, especially mathematics less attract students. Some
students mentioned that the teaching materials are used directly given the formulas on the
material provided so students only directly using formulas listed, or just memorize that
makes students less able to connect the problems that exist on teaching materials with
problems in life daily. And they really need to be able to understand the concepts related to
the workplace and society in general in which they will live and work. To overcome these
problems, this article will review the manufacturing Worksheet Students (LKPD) as one of
the elements of teaching materials using a contextual approach in setting mathematics
learning STAD cooperative as an effort to excite student learning, so that students can
learn to acquire knowledge and relate it to the real-life environment.
Keywords: Cooperative Learning Type STAD, Contextual Approach, Student Worksheet
PENDAHULUAN
Beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah
pembelajaran selalu berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan
menggunakan metode ceramah sementara para siswa hanya mendengar dan mencatatnya
55
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
pada buku catatan. Proses pembelajaran semacam ini, dianggap berhasil apabila guru dapat
mengelola kelas sedemikian rupa sehingga para peserta didik tertib dan tenang mengikuti
pelajaran yang disampaikan guru.
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah menengah selama ini,
masih dirasakan terlalu teoretis. Manfaat nyata yang bisa dirasakan oleh peserta didik
belum tampak, sehingga banyak pendapat yang terdengar di masyarakat terkait dengan
diberikannya materi matematika di sekolah. Salah satu isu yang sering terdengar
dilontarkan oleh siswa adalah ―untuk apa belajar matematika, toh nanti ke pasar tidak akan
berbelanja dengan x rupiah‖. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pertanyaan semacam
itu perlu direnungkan.
Hal ini juga ditunjang oleh keberadaan bahan ajar (dalam hal ini, keberadaan
Lembar Kerja Peserta Didik sebagai pendamping Buku Paket) yng memang dirasa kurang
memberikan konstruksi pengetahuan ke siswa. LKPD yg ada hanya berisi ringkasan materi
dan latihan soal yang tidak disusun sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa, tidak
mengkonstruk ide, dan tidak disusun urut sesuai tingkat kesukaran yang berjenjang.
Ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan , guru cenderung untuk menjelaskan
materi terlebih dahulu, diikuti dengan memberikan contoh-contoh soal dan
pembahasannya, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal yang tetap dibimbing oleh guru.
Dalam menyampaikan materi pelajaran, guru cenderung mendominasi dengan metode
ceramah. model pembelajaran semacam ini cenderung membuat siswa pasif, enggan untuk
mengemukakan ide-idenya, kreativitas berpikirnya tidak berkembang, mereka cenderung
menerima apa yang diberikan oleh guru dan melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya.
Dampak penyelenggaraan pembelajaran seperti yang tersebut di atas adalah
kualitas hasil belajar siswa masih rendah. Pembelajaran, belum dikelola dengan baik.
Dalam mengikuti pembelajaran, motivasi belajar siswa masih kurang. Hal ini tampak
ketika mereka mengikuti pembelajaran, cenderung untuk bersikap pasif, dan hanya aktif
mencatat penjelasan-penjelasan guru, tanpa mau bertanya tentang konsep dari materi yang
dicatat.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan
mereka (Depdiknas, 2002). Proses pembelajaran dalam pendekatan ini berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil akhir. Semua
konsep yang terkandung dalam pendekatan kontekstual ini sangat cocok dengan konsep
KBK. Orientasi dari KBK adalah (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna dan (2) keberagaman
dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Puskur. 2002).
Pembelajaran melalui pendekatan kontekstual diharapkan mampu mengubah cara
belajar siswa yang selama ini lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke
pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan
menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan
hasil belajar siswa akan lebih baik. Begitu juga dengan guru. Kalau dalam mengajar sudah
ada komitmen akan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
56
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
Pembuatan Lembar Kerja Peserta didik dengan pendekatan kontekstual diperlukan
untuk menjembatani dan membimbing siswa memahami konsep, fakta, dan prinsip yang
ada dalam pembelajaran matematika dan mampu mengetahui terapannya dalam dunia
nyata. Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa LKS/LKPD yang berredar saat ini berisi
penjelasan yang sangat singkat, kurang mengkonstruk pemahaman siswa, bahkan ada soal
yang disajikan sebagai latihan dengan soal yang dicontohkan tidak sinkron. Tidak
memperhatikan perkembangan pemahaman siswa, dan belum memfasilitasi rasa ingin tahu
siswa tentang rumus – rumus, dalil, dan penerapannya dalam dunia nyata
Sesuai dengan latar belakang tersebut, Artikel ini akan mengulas tentang
pembuatan LKPD dengan pendekatan Kontekstual di dalam kelas heterogen yang disetting
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan Kontekstual
Ada beberapa teori ataupun faham yang menjadi acuan pembelajaran matematika yang
kontekstual. Konstruktivisme merupakan salah satu acuan pembelajaran yang kontekstual.
Menurut Slavin (1997 : 269) menyatakan bahwa menurut konstruktivisme, siswa sendiri
yang harus aktif menemukan dan mentransfer atau membangun pengetahuan yang akan
menjadi miliknya.
Dalam proses ini siswa membangun pengetahuan yang baru
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kostruktivisme beranggapan
bahwa mengajar bukan merupakan kegiatan memindahkan atau mentransfer pengetahuan
dari guru ke siswa, tetapi peran guru lebih ditekankan sebagai fasilitator, mediator dan
motivator dalam proses pembelajaran. Selanjutnya aliran Psikologi belajar kognitif
menjadi acuan pembelajaran matematika yang kontekstual, yang dikenal dengan teori
belajar bermakna. Ausubel (dalam Dahar
1989: 110-112 ) menyatakan bahwa belajar dapat dikategorikan dalam dua dimensi yaitu
berhubungan dengan cara pengetahuan disajikan kepada siswa dan cara mengaitkan
pengetahuan itu pada struktur kognitif siswa yang telah ada atau dimiliki
siswa.
Komponen Pembelajaran Kontekstual
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), adalah
membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna ini akan
memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan
kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat a.
Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful conections), adalah membuat
hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna ini akan memberi
alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata
siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat siswa merasakan
bahwa belajar penting untuk masa depannya.
b. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work),
adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai dengan standar kompetensi yang
diinginkan.
57
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat
individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan
yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari – hari.
d. Bekerja sama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau
berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk
memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesis data,
memahami suatu isu atau fakta dan pemecahan masalah.
f. Memelihara atau membina pribadi (nurturing the individual), adalah menjaga atau
mempertahankan
kemajuan individu. Hal ini menyangkut pembelajaran yang dapat
memotivasi, mendukung, menyemangati, dan memunculkan gairah belajar siswa. Guru
harus memberi stimuli yang baik terhadap motivasi belajar siswa dalam lingkungan
sekolah. Guru diharap mampu memberi pengaruh baik terhadap lingkungan belajar siswa.
Antara guru dan orang tua mempunyai peran yang sama dalam mempengaruhi kemampuan
siswa. Pencapaian perkembangan siswa tergantung pada lingkungan sekolah juga pada
kepedulian perhatian yang diterima siswa terhadap pembelajaran (termasuk orang tua).
Hubungan ini penting dan memberi makna pada pengalaman siswa nantinya didalam
kelompok dan dunia kerja.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan siswa
mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman.
Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud
jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, pengambil keputusan yang
bijaksana dan karyawan yang memuaskan di masa yang. Akan datang.
h. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), ditujukan pada motivasi siswa
untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada tujuan,
melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta pemikiran tingkat tinggi
yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para siswa dapat menunjukkan
penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalaman berpikir dari pengertian,
pemahaman, akal budi, kebijaksanaan dan kesepakatan.
Implementasi Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama CTL yakni : konstruktivisme, grup belajar, inquiri, questioning, modeling,
reflection, dan authentic assesmen.
Salah satu dari 7 model tersebut yang mudah dikembangkan adalah grup belajar.
Dalam hal ini pembelajaran kolaboratif yang memfasilitasi keberagaman siswa. Penulis
mengangkat tipe STAD (student Team Achievement Division) karena relatif mudah
digunakan. Bersama Lembar Kerja Siswa sebagai salah satu Bahan Ajar yang fleksibel dan
banyak digunakan siswa di mayoritas sekolah.
58
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja
sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua
model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model
pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur
penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah
hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman
dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif
yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan
empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan
suku.
Tahap – tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu :
1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
2. Penyajian Materi Pelajaran
3. Kegiatan kelompok
4. Evaluasi
5. Penghargaan individu dan kelompok
6. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai
skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat
bekerja dengan teman yang lain.
PEMBAHASAN
Penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik
Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa LKS/LKPD yang berredar saat ini
berisi penjelasan yang sangat singkat, kurang mengkonstruk pemahaman siswa, bahkan
ada soal yang disajikan sebagai latihan dengan soal yang dicontohkan tidak sinkron. Tidak
memperhatikan perkembangan pemahaman siswa, dan belum memfasilitasi rasa ingin tahu
siswa tentang rumus – rumus, dalil, dan penerapannya dalam dunia nyata. Kebanyakan
siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan
nyata. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena
pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajaran matematika di
kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, siswa kurang diberi
59
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
kesempatan untuk menemukan kembali, dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
LKS/LKPD adalah perangkat pembelajaran yang memang sering dipilih dalam penelitian
karena sifatnya yang praktis, dan dapat disusun sesuai dengan prinsip yang jelas sehingga
memudahkan siswa untuk belajar.
Dalam sebuah setting pembelajaran kooperatif. LKPD sebagai perangkat ajar dapat
sekaligus dengan alat peraga yang dibutuhkan.
Langkah – langkah Penulisan /penyusunan LKS
Ada beberapa langkah dalam penulisan LKS. Pertama, merumuskan kompetensi
dasar. Dalam hal ini, kita dapat melakukan rumusan langsung dari kurikulum yang berlaku,
yakni dari Kurikulum 2013. Kedua, menentukan alat penilaian. Pada bagian ini, sebaiknya
memilih alat penilaian yang sesuai dengan model pembelajaran dan sesuai dengan
pendekatan Penilaian Acuan Pokok (PAP) atau Criterion Referenced Assessment. Ketiga,
menyusun materi. Dalam penyusunan materi LKS, maka yang perlu diperhatikan adalah:
1) kompetensi dasar yang akan dicapai, 2) sumber materi, 3) pemilihan materi pendukung,
4) pemilihan kalimat yang jelas dan sesuai dengan Ejaan yang disempurnakan (EYD).
Keempat, memperhatikan struktur LKS. Struktur dalam LKS meliputi judul, petunjuk
belajar, kompetesi dasar yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan
langkah-langkah pengerjaan LKS, serta penilaian terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran. Langkah-langkah menyusun LKS tersebut dapat disajikan dalam diagram
alir berikut (Prastowo, 2011 : 2012) :
Analisis Kurikulum
Menyusun Peta Kebutuhan LKS/LKPD
Menentukan Judul LKPD
Merumuskan KD
Menentukan Alat Penilaian
Menyusun Materi
Memperhatikan Struktur Bahan Ajar
Menulis LKS/LKPD
1. Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum sangat penting dalam perencanaan pembuatan lembar kegiatan
siswa. Guru harus mampu memilih materi-materi yang akan dan tepat menggunakan bahan
ajar lembar kegiatan siswa (LKS). Hal-hal yang menyangkut kurikulum termasuk
perangkat pembelajaran harus diperhatikan terutama pada materi dan kompetensi yang
harus dicapai siswa.
2. Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Langkah dalam penyusunan peta kebutuhan LKS ini menentukan kuantitas atau
banyaknya LKS yang diperlukan. Pada tahap ini juga ditentukan urut-urutan LKS agar
60
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
dapat digunakan secara dengan baik runtut dan tidak menimbulkan kebingungan. Analisis
kurikulum pada langkah sebelumnya sangat berperan disini, jika analisis kurikulum sudah
dilakukan maka penyusunan peta kebutuhan LKS dapat lebih mudah dilakukan. Termasuk
juga didalam penyusunan peta kebutuhan lembar kerja siswa adalah analisis sumber belajar
yang akan digunakan dalam pembelajaran.
3. Menentukan Judul LKS
Judul LKS biasanya ditentukan dan disesuaikan dengan tiap kompetensi yang akan
dicapai. Jika terlalu besar maka dapat disesuaikan dengan tiap-tiap materi pokok yang
diajarkan. Dalam penentuan judul lembar kegiatan siswa (LKS) ini juga harus menentukan
komponen penunjang LKS lainnya seperti Kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai juga tujuan penggunaan LKS tersebut serta komponen lainnya.
4. Menulis LKS
Dalam menulis lembar kegiatan siswa (LKS) terdiri dari 4 langkah utama, yaitu:
1. Merumuskan kompetensi dasar. Kompeteensi dapat dirumuska dengan mengacu dari
kurikulum yang dipakai, guru langsung mencantumkan kompetensi yang ada pada
kurikulum dan perangkat pembelajaran ke dalam LKS
2. Menentukan alat penilaian. Penilaian perlu dilakukan dalam setiap pembelajaran, maka
sangat perlu dalam LKS dicantumkan alat penilaian yang digunakan. Penilaian
ditentukan sesuai kebutuhan serta bentuk dan tujuan dari penggunaan LKS. Perhatikan
juga apakah perlu adanya pre-test atau tidak jika ada tentu harus dicantumkan pada awal
pada struktur LKS tersebit nantinya.
3. Menyusun materi. Penyusunan materi jelas harus dilakukan dengan mengacu pada
materi dan hal-hal apa saja yang harus disampaikan. Materi ditulis diambil dari sumber
belajar yang telah ditentukan sebelumnya. Perlu diperhatikan juga seberapa dalam
materi harus dicantumkan dalam LKS, jika menggunakan sumber belajar lain seperti
buku teks pelajaran atau lainnya maka materi yang dicantumkan dalam LKS dapat
secara umum dan informasi tambahan yang tidak terdapat dalam sumber belajar lain
yang digunakan.
4. Menyusun Struktur LKS. Struktur bahan ajar lembar kegiatan siswa (LKS) harus sangat
diperhatikan, ini berkaitan dengan bagaimana kemudahan dalam menggunakan LKS
tersebut nantinya. LKS harus disusun secara baik, urut, dan tidak menimbulkan
kebingungan dalam penggunaannya. Struktur bahan ajar LKS harus disusus urut yang
setidaknya terdiri atas 6 komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi, informasi
pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.
Penyusunan lembar kerja peserta didik bisa dilakukan oleh guru sebagai pendidik
secara mandiri, atau melalui prosedur penelitian pengembangan. Untuk mendapatkan LKS
yang memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif maka terdapat hal-hal yang perlu
dilakukan. Menurut Prastowo (2011: 216-220), pengembangan LKS terbagi menjadi dua
langkah pokok, yakni : 1.) Menentukan desain pengembangan LKS, dan 2) Langkahlangkah pengembangan LKS. Dalam pengembangan LKS terdapat beberapa hal penting
yang berhubungan dengan bagaimana cara menentukan desain pengembangan LKS.
Dalam pengembangan LKS tersebut, maka berpedoman pada batasan-batasan yang telah
ditentukan. Oleh sebab itu perlu adanya langkah-langkah pengembangan LKS agar dapat
61
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
terlihat urutan dalam menentukan langkah yang harus dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan LKS berkriteria valid, praktis dan efektif.
Penyusunan LKS/LKPD dengan pendekatan kontekstual
LKS yang hendak dikembangkan hendaknya menyesuaikan dengan pembelajaran
yang dipilih, yakni berbasis pendekatan CTL. Melalui pembelajaran tersebut, LKS akan
lebih mudah untuk dikembangkan dan mencapai tujuan pengembangan LKS. Sesuai
dengan permasalahan yang dipaparkan sebelumnya, maka LKS dikembangkan dengan
pendekatan CTL akan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan
yang sudah dimilikinya dengan informasi baru yang penerapannya dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi
dunia nyata siswa khususnya dalam pembelajaran matematika. Komponen-komponen di
dalam LKS berbasis CTL harus memuat judul, langkah kegiatan penemuan, hasil kegiatan,
pertanyaan, kesimpulan dan soal penerapan. Hal yang ditekankan dalam LKS berbasis
CTL ini adalah isi LKS. LKS berbasis CTL ini memuat tujuh komponen dalam
pembelajaran CTL yang mampu membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan
melakukan kegiatan pembelajaran yang aktif dan bermakna melalui bahan ajar LKS
berbasis
CTL
yakni terdiri dari, konstruktivisme (Constructivisme), bertanya
(Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assesment).
Kerangka Pemikiran
Kondisi awal :
1. Bahan ajar belum mencapai tujuan pembelajaran
2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran
3. Kurangnya pemahaman siswa dalam mata pelajaran matematika materi tertentu
Lembar kerja berbasis Kontekstual membantu siswa menjadi lebih aktif dalam melakukan
kegiatan pembelajaran sesuai komponen
Mengembangkan Lembar Kerja matematika dengan model pengembangan R &D, salah
satunya adalah model 4D (Thiagarajan, semmel dan Semmel)
Diperoleh Lembar Kerja yang berkriteria Valid, Praktis, dan Efektif
Lembar Kerja diujicobakan ke siswa dan di analisis hasilnya
Dalam artikel ini, penulis berharap penggunaan LKS yang telah disusun oleh guru /
Tim Guru dengan berbasis Contextual Teaching and Learning dan dikembangkan sesuai
model tertentu sehdemikian hingga diperoleh perangkat yang Valid, Praktis, dan Efektif
dapat memberikan kesempatan kepada siswa melakukan kegiatan yang aktif. Dengan
62
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
demikian siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan dan dapat menyelesaikan masalah
yang relevan dengan pokokbahasan atau materi yang dijabarkan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang berpijak pada 7
langkah dasar atau komponen untuk mengembangkan keterampilan siswa : Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningful conections), Melakukan pekerjaan atau
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), Belajar yang diatur sendiri
(self regulated learning), Bekerja sama (collaborating, Berpikir kritis dan kreatif
(critical and creative thinking),Memelihara atau membina pribadi (nurturing the
individual), Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), Penilaian yang
sesungguhnya (authentic assesment).
2. Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
3. Langkah – langkah dalam menyusun LKPD adalah : 1) Analisis Kurikulum, 2)
Menyusun Peta Kebutuhan LKS, 3) Menentukan Judul LKS, dan 4) Menulis LKS
4. LKS yang dikembangkan dengan pendekatan CTL akan mendorong siswa untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan informasi baru
yang penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari.
5. Komponen – komponen yang harus ada dalam LKS berbasis kontekstual adalah judul,
langkah kegiatan penemuan, hasil kegiatan, pertanyaan, kesimpulan dan soal penerapan.
Saran
1. Terdapat 4 variabel yang harus dicermati sebelum LKS dapat dibagikan ke siswa dan
diterapkan untuk pembelajaran, yaitu: 1.) Kesesuaian desain dengan tujuan
pembelajaran. 2.) Kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran. 3) Kesesuaian elemen
atau unsur dengan tujuan pembelajaran, dan 4.) Kejelasan penyampaian. Keempat hal
ini harus dicermati oleh guru saat membuat atau mengembangkan sebuah perangkat ajar
berbentuk LKS/LKPD Jika 4 variabel tersebut dapat diperhatikan dan dipenuhi dengan
baik maka bahan ajar Lembar Kegiatan Siswa (LKS) telah sesuai dengan rencana
pembelajaran serta siap untuk digunakan dan diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar.
2. Jika LKS tersebut hendak digunakan juga untuk pembelajaran berikutnya, maka setiap
setelah pembelajaran harus dilakukan evaluasi terhadap LKS tersebut, juga sebelum
pembelajaran berikutnya harus dilakukan revisi agar jadi semakin lebih baik.
3. Penelitian – penelitian baik berupa PTK, maupun penelitian pengembangan di bidang
pendidikan diperlukan untuk penyempurnaan perangkat yang sudah ada. Pendekatan
kontekstual jika digali lebih dalam, ada banyak sekali metode atau strategi pembelajaran
yang bisa diterapkan agar pembelajaran lebih bermakna dan hasil belajar siswa bisa
lebih ditingkatkan.
63
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R. W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti, Depdikbud
Elaine B Johnson. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.
Imran, Syaiful. 2014. Macam – Macam Bentuk Lembar Kerja Siswa Sebagai Bahan Ajar,
(online)
(http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/bahan-ajar/Macam-MacamBentuk-Lembar-Kerja-Siswa Sebagai-Bahan-Ajar, diakses tanggal 2 maret 2016)
Imran, Syaiful. 2014. Variabel Kesesuaian Penggunaan Lembar Kerja Siswa, (online)(
http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/bahan-ajar/variabel-kesesuaianpenggunaan-lembar-kegiatan-siswa, diakses tanggal 5 maret 2016)
Khairunnisa, 2010. Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika di Mts.
(online) (http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id, diakses tanggal 2 maret 2016)
Leader,G. et al. 1995. Learning Mathematics in Context, (Ed) In J. Wakefield & L. Velardi
Melbourne: The Mathematical Association of Victoria
Novisa, Nunung, 2014. Pengembangan LKS berbasis Contextual Teaching And Learning
Pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial di SMP Negeri 1 Bengkulu. Skripsi tidak
diterbitkan, Bengkulu : FKIP Universitas Bengkulu
Rubiyanto,Eko.2013.PembelajaranKontekstual.(Online)(https://ekorubiyanto84.wordpress.
com/2013/01/18/pembelajaran-kontekstual, diakses tanggal 28 Februari 2016)
Slavin, Robert R. 1997). Educational Psychology-Theory and Practice: Fifth Edition.
Massachusetts: Allyn and Bacon
Tapan,
Imal,
2011.
Model
Pembelajaran
Kooperatif
(online)
(http://tulisansingkatkatimal.blogspot.com/2011/, diakses tanggal 1 maret 2016)
Wahyuni, Erna. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Matematika SMP Berbasis
Kontekstual Untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah.
Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Wardhani, Sri. 2004. Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP.(Disampaikan Dalam
Diklat Pengembang Matematika Tingkat Dasar Tingkat Nasional 10 s.d 23 Oktober
2004), Yogyakarta : Widyaswara PPPG Matematika Yogyakarta.
64
Download