7 BAB II KAJIAN TEORI A. Investasi Abdul Halim (2005:4

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Investasi
Abdul Halim (2005:4) berpendapat bahwa investasi pada hakikatnya
merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk
memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Pada umumnya investasi
dibedakan menjadi dua yaitu pertama investasi pada aset- aset finansial
(financial assets) berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga
yang dilakukan di pasar uang dan investasi yang dilakukan di pasar modal,
misalnya saham, obligasi, waran, opsi. Kedua investasi pada aset- aset riil
(real assets) seperti pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan
pertambangan pembukaan perkebunan dan lainnya.
Proses investasi menunjukkan bagaimana seharusnya seorang investor
membuat keputusan investasi pada aset-aset yang dapat dipasarkan dan kapan
dilakukan, untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut (Abdul Halim,
2005:4) :
1.
Menentukan tujuan investasi
Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu: return yang
diharapkan (expected of return), risiko (risk), dan ketersediaan jumlah
dana yang akan diinvestasikan. Apabila dana cukup tersedia, maka
investor menginginkan return yang maksimal dengan risiko tertentu.
Umumnya hubungan antara risiko dengan return yang diharapkan
7
(expected return) bersifat linier, artinya semakin tinggi tingkat risiko,
maka semakin tinggi pula return yang diharapkan.
2.
Melakukan analisis
Tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu aset atau
sekelompok aset. Salah satu tujuan
penilaian ini adalah untuk
mengidentifikasi aset yang salah harga (mispriced), apakah harganya
terlalu tinggi atau terlalu rendah, ada dua pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Pendekatan Fundamental
Pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan
oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Karena kinerja
emiten dipengaruhi oleh kondisi sektor industri dimana perusahaan
tersebut berada dan perekonomian secara makro, maka untuk
memperkirakan prospek harga sahamnya di masa mendatang harus
dikaitkan dengan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhinya.
Jadi analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum,
selanjutnya ke sektor industrinya. Akhirnya dilakukan evaluasi
terhadap kinerjanya dan saham yang diterbitkannya.
b.
Pendekatan Teknikal
Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di
masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa
mendatang. Para analisis memperkirakan pergeseran penawaran
(supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek, serta
8
mereka berusaha untuk cenderung mengabaikan risiko dan
pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan
permintaan. Namun demikian, analisis ini lebih mudah dan cepat
dibanding analisis fundamental, karena dapat secara simultan
diterapkan pada beberapa saham. Analisis ini tidak menganggap
bahwa analisis fundamental tidak berguna, namun investor
menganggap bahwa analisis fundamental terlalu rumit dan terlalu
banyak mendasarkan pada laporan keuangan emiten. Oleh karena itu,
analisis teknikal mendasarkan diri pada premis bahwa harga saham
tergantung pada penawaran dan permintaan saham itu sendiri. Data
finansial historis yang tergambar pada diagram dipelajari untuk
mendapatkan suatu pola yang berarti, dan pola tersebut digunakan
untuk memprediksi harga di masa mendatang, serta untuk
memperkirakan pergeseran individual saham maupun pergerakan
indeks pasar (market index).
3.
Membentuk portofolio
Tahap ini dilakukan identifikasi terhadap aset-aset mana yang akan
dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masingmasing aset tersebut.
4. Mengevaluasi kinerja portofolio
Tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk,
baik terhadap return yang diharapkan maupun terhadap risiko yang
ditanggung. Sebagai tolak ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama,
9
pengukuran (measurement) adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar
aset yang telah ditanamkan dalam portofolio tersebut. Kedua,
perbandingan
(comparison)
yaitu
penilaian
berdasarkan
pada
perbandingan dua set portofolio dengan risiko yang sama.
5.
Merevisi portofolio
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio,
dari hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan revisi (perubahan)
terhadap aset- aset yang membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa
komposisi portofolio yang sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan
investasi. Revisi tersebut dapat dilakukan secara total yaitu dilakukan
likuidasi atas portofolio yang ada, kemudian dibentuk portofolio yang
baru, atau dilakukan secara terbatas, yaitu dilakukan perubahan atas
proporsi atau komposisi dana yang dialokasikan dalam masing-masing
aset yang membentuk portofolio tersebut.
B. Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau surat
kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan
terbatas. Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik saham tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkansurat
berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar
penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Tjiptono Darmadji,
2001:5).
10
C. Transaksi Saham
Sebelum melakukan jual beli saham, seperti layaknya membuka
rekening di bank maka terlebih dahulu harus membuka rekening disatu atau
beberapa perusahaan aset, maka secara resmi telah tercatat sebagai nasabah
dan data identitas tercatat dalam pembukuan perusahaan aset seperti nama,
alamat, nomor rekening bank dan data- data lainnya. Bersama dengan
pembukuan rekening ini, terdapat perjanjian harus ditandatangani dengan
perusahaan aset yang menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Pada dasarnya tidak ada batasan dana dan jumlah untuk jual beli
saham, jumlah yang diperjual-belikan adalah dalam satuan perdagangan yang
disebut lot, dalam bursa aset Indonesia satu lot berarti 100 saham, itulah batas
minimal pembelian saham. Dana yang dibutuhkan untuk bisnis saham
menjadi bervariasi karena beragamnya harga saham-saham yang tercatat di
bursa.
D. Jakarta Islamic Index
Jakarta Islamic Index (JII) adalah indeks saham yang didasarkan atas
prinsip syariah. Saham dalam JII terdiri atas 30 saham yang keanggotaannya
akan terus ditinjau secara berkala berdasarkan kinerja transaksi di
perdagangan bursa, rasio- rasio keuangannya, dan ketaatannya pada prinsipprinsip syariah sebagaimana termaktub dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
no 05/DSN-MU/IV/2000 tentang jual beli saham dan fatwa 40/DSNMUI/IX/2003 tentang pasar modal, serta pedoman umum penerapan prinsip
syariah di bidang pasar modal.
11
Saham- saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang
kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan
yang dilarang
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan
usaha asuransi konvensional
c. Usaha
yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan
makanan dan minuman yang tergolong haram
d. Usaha yang memproduksi mendistribusi dan atau menyediakan barangbarang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
Selain kriteria di atas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII,
Bursa Aset Jakarta melakukan tahap- tahap pemilihan yang juga
mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:
a. Kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali
termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b. Saham yang berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun
memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal 90%.
c. Enam puluh saham dari susunan saham berdasarkan urutan rata- rata
kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun
terakhir.
d. Tiga puluh saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata
nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir.
12
Evaluasi terhadap saham- saham yang masuk dalam perhitungan JII
dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan penentuan komponen index pada awal
bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan jenis usaha
emiten akan terus diawasi berdasarkan data- data publik yang tersedia.
Apabila saham- saham tersebut tidak lagi memenuhi prinsip- prinsip syariah,
otoritas akan mengeluarkannya dari JII dan kedudukannya digantikan saham
lain yang memenuhi prinsip- prinsip syariah (Muhamad Nafik, 2009:260).
Dilihat dari nilai kapitalisasinya maupun nilai indeksnya, sahamsaham yang tergabung dalam JII punya kinerja yang baik. Saham- saham JII
merupakan saham yang masuk kategori blue chips yaitu sekitar 80% , masuk
kategori LQ-45 sehigga pergerakan kapitalisasi dan indeks saham- saham JII
selalu mengikuti pergerakan pasar.
E. Teori Portofolio
Portofolio merupakan kombinasi atau gabungan atau sekumpulan aset,
baik berupa aset riil maupun aset finansial yang dimiliki investor (Abdul
Halim, 2005:54). Suatu portofolio dikatakan efisien apabila portofolio
tersebut ketika dibandingkan dengan portofolio lain memberikan nilai return
terbesar dengan risiko yang sama, atau memberikan nilai risiko terkecil
dengan return yang sama. Portofolio optimal adalah portofolio yang dipilih
oleh investor dari kumpulan portofolio efisien. Pemilihan portofolio tersebut
disesuaikan dengan preferensi investor yang bersangkutan terhadap return
maupun risiko pada portofolio yang dipiliih.
13
F. Return
Return merupakan keuntungan yang diperoleh dari investasi yang
dilakukan. Return dapat berupa realized return (return realisasi) yang sudah
terjadi atau expected return (return ekspektasi) yang belum terjadi tetapi yang
diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Realized return penting karena
digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja dari suatu perusahaan.
Realized return atau return historis juga digunakan dalam menghitung
expected return dan risiko di masa mendatang. Nilai realized return saham
ke-i , i = 1,2,...,n , periode ke-t ,t = 1,2,..., n, dilambangkan dengan
,
dihitung berdasarkan data historis dengan rumus sebagai berikut :
(2.1)
Keterangan :
= realized return saham ke-i pada periode ke- t
= harga saham pada periode ke-t
= harga saham pada periode t-1
Expected return adalah tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor di
masa mendatang, dihitung berdasarkan rata-rata yang berasal dari suatu
distribusi return sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) :
( )
∑
(2.2)
Keterangan :
( ) = expected return saham ke-i
n = banyaknya periode yang mungkin terjadi
14
Return yang dipersyaratkan (required return) atau return minimal
merupakan tingkat return minimal yang dikehendaki oleh investor atas
preferensi subyektif investor terhadap risiko. Return yang dipersyaratkan
diperoleh secara historis. Nilai return yang dipersyaratkan biasanya
merupakan nilai mean dari expected
return seluruh saham
yang
diinvestasikan.
Realized return portofolio adalah jumlah nilai return realisasi sahamsaham di dalam portofolio (Jogiyanto, 2010 : 312) sebagai berikut:
∑
(2.3)
Keterangan :
= realized return portofolio
= proporsi saham yang diinvestasikan
Expected return portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari expected
return masing- masing saham tunggal pada portofolio. Secara matematis,
return portofolio dapat ditulis sebagai berikut (Jogiyanto,2010 : 312) :
(
)
∑
(
( ))
(2.4)
Keterangan :
(
) = expected return portofolio
G. Risiko
Menurut Wardani (2010) risiko adalah kemungkinan penyimpangan
realized return dengan expected return. Semakin besar tingkat perbedaan
antara realized return dengan expected return semakin besar pula tingkat
risikonya. Apabila dikaitkan dengan preferensi investor terhadap risiko ,
15
maka preferensi investor terhadap risiko dibedakan menjadi tiga (Mohammad
Samsul, 2007:356), yaitu:
1.
Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)
Risk seeker merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua
pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian sama dengan
risiko yang berbeda, maka ia akan lebih memilih investasi dengan risiko
yang lebih besar. Biasanya investor ini bersikap agresif dan spekulatif
dalam mengambil keputusan investasi.
2.
Investor yang netral (risk neutrality)
Investor yang akan meminta kenaikan tingkat pengembalian yang sama
untuk setiap kenaikan risiko investor jenis ini umumnya cukup fleksibel
dan bersikap hati- hati dalam mengambil keputusan.
3.
Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang
memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang
berbeda, maka ia akanlebih suka mmilih investasi dengan risiko yang
lebih kecil. Biasanya investor bersikap matang dalam menentukan pilihan
investasi.
Risiko saham ke-i diukur dengan standard deviation sebagai berikut
(Jogiyanto, 2010: 229)
∑
√
(
Keterangan :
= risiko saham ke-i
16
(
))
(2.5)
Risiko portofolio dapat dihitung menggunakan varians dari
, dapat ditulis
sebagai berikut(Jogiyanto, 2010: 257):
(
(∑
)
(∑
.
)
(
)
( (
(
))
(
(
))
(
(
(
(
)
(
)
(
))
))
))(
(
))
(
(
))(
(
))
))(
(
))
))
)))
(
(
(
(
(
(
(
(
(
)
(
(
(
∑
))
((
(
(
)/
))
((
(
(
))
))
)
∑
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut:
,
-
[
[
17
]
]
(2.6)
Keterangan :
= varians portofolio
= kovarians saham ke-i dan ke- j
Setelah diketahui varians portofolio, dapat dihitung standard deviation yang
merupakan risiko portofolio (
) diperoleh dari akar kuadrat dari varians
portofolio.
H. Beta Saham
Beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu saham atau
return portofolio terhadap return pasar. Beta saham ke-i mengukur volatilitas
return saham ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas
return portofolio dengan return pasar, dengan demikian beta merupakan
pengukur
risiko
sistematik
(systematic
risk)
dari
suatu
saham
(Jogiyanto,2010:375). Beta portofolio dapat dihitung dengan mengetahui beta
masing – masing saham terlebih dahulu. Beta saham ke-i dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Jogiyanto, 2010; 383):
∑
(
(
∑
(
))(
(
(
))
))
(2.7)
Keterangan :
= beta saham ke-i
= return pasar periode ke- t
= return pasar
Beta portofolio (
) merupakan rata- rata tertimbang dari beta
masing- masing saham ( ), sebagai berikut :
18
∑
(2.8)
Keterangan:
= proporsi saham ke-i
= beta portofolio
Jika beta suatu saham sama dengan satu,
, berarti saham
tersebut memiliki risiko yang sama dengan risiko rata- rata pasar. Misalnya,
jika IHSG naik 5%, maka harga pasar saham tersebut cenderung meningkat
5%. Sementara itu, jika
, berarti saham tersebut memiliki risiko lebih
kecil dari risiko rata- rata pasar dan saham tersebut akan bergerak 0,5 kali
perubahan IHSG. Selanjutnya jika
, berarti saham tersebut memiliki
risiko lebih besar dari risiko rata- rata pasar dan saham tersebut akan bergerak
1,5 kali perubahan IHSG.
Oleh karena itu, semakin besar beta , maka akan semakin peka excess
return suatu saham terhadap perubahan excess return portofolio pasar,
sehingga saham itu akan semakin berisiko, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa tingkat pengembalian portofolio ditentukan oleh risiko sistematis atau
risiko pasar yang diukur dengan beta (
) dan tingkat pengembalian pasar.
Beta saham mengindikasikan tingkat kepekaan saham terhadap
kondisi pasar secara umum. Jika beta suatu saham lebih besar dari beta pasar
(
), berarti saham tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari risiko rata-
rata pasar, dan saham tersebut termasuk saham agresif. Sebaliknya, jika beta
suatu saham lebih kecil dari satu, berarti saham tersebut termasuk saham
defensif. Beta saham sangat berguna untuk mengukur seberapa tingkat
19
keberanian investor dalam menanggung risiko. Semakin berani seorang
investor menanggung risiko , dia akan memilih saham- saham agresif (Abdul
Halim, 2005:74).
I. Koefisien Variasi
Dua faktor harus dipertimbangkan bersama-sama dalam melakukan
analisis investasi, yaitu expected return dan risiko saham. Koefisien variasi
(coefficient of variation) dapat digunakan untuk mempertimbangkan dua
faktor tersebut bersamaan (Jogiyanto,2010:290).
merupakan notasi
koefisien variasi untuk saham ke-i. Rumus koefisien variasi adalah:
(
(2.9)
)
Rumus koefisien variasi dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai
semakin baik saham tersebut. Semakin kecil
menunjukkan semakin kecil
risiko saham dan semakin besar expected return.
J. Indeks Sharpe
Tujuan
penilaian kinerja portofolio adalah untuk mengetahui dan
menganalisis apakah portofolio yang dibentuk telah dapat meningkatkan
kemungkinan tercapainya tujuan
investasi sehingga dapat diketahui
portofolio mana yang memiliki kinerja yang lebih baik jika ditinjau dari
tingkat return dan risiko masing- masing. Metode yang digunakan dalam
penilaian kinerja portofolio umumnya adalah Indeks Sharpe, Indeks Treynor
dan Indeks Jensen. Sharpe menyatakan bahwa portofolio yang memiliki
kinerja terbaik adalah yang mempunyai Indeks Sharpe tertinggi. Indeks
Sharpe dihitung dengan rumus sebagai berikut (Rahadian, 2014: 5):
20
(2.10)
Keterangan:
= indeks sharpe
= return Portofolio
= risiko portofolio
K. Pemrograman Linier
Menurut Fredick S. Hiller dan Gerald J. Lieberman, program linier
merupakan suatu model matematis untuk menggambarkan masalah yang
dihadapi. Linier berarti bahwa semua fungsi matematis dalam model ini harus
merupakan fungsi – fungsi linier. Pemrogaman merupakan sinonim untuk
kata perencanaan, dengan demikian membuat rencana kegiatan- kegiatan
untuk memperoleh hasil yang optimal, ialah suatu hasil untuk mencapai
tujuan yang ditentukan dengan cara yang paling baik (sesuai dengan model
matematis) diantara semua alternatif yang mungkin (Andi Wijaya ,2013: 9).
Program linier dikenal dua macam fungsi, yaitu:
a. Fungsi tujuan , menggambarkan apa yang ingin dicapai perusahaan dengan
menggunakan sumber daya yang ada, fungsi tujuan digambarkan dalam
bentuk maksimasi ( misalnya untuk laba, penerimaan, produksi, dan lainlain atau minimasi (misalnya untuk biaya) yang dinyatakan dalam notasi
Z.
b. Fungsi kendala, menggambarkan kendala- kendala yang dihadapi
perusahaan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tersebut, misalnya
21
mesin, tenaga kerja, dan lain- lain, untuk kasus program linier, kendala
yang dihadapi berjumlah dari satu kendala.
1. Asumsi – Asumsi Dasar Pemrograman Linier
Asumsi – asumsi dasar pemrograman linier diuraikan agar
penggunaan teknik pemrograman linier dapat memuaskan untuk berbagai
masalah. Adapun asumsi – asumsi dasar pemrograman linier sebagai
berikut (Pangestu Subagyo,1995:14) :
a) Kesebandingan (Proportionality)
Asumsi ini mempunyai arti bahwa naik turunnya nilai fungsi tujuan
dan penggunaan sumber atau fasilitasyang tersedia akan berubah secara
sebanding (proportional ) dengan perubahan tingkat kegiatan.
b) Penambahan (Additivity)
Nilai fungsi tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi atau dalam
pemrograman linier dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan yang
diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa
mempengaruhi bagian nilai tujuan yang diperoleh dari kegiatan lain.
c) Dapat dibagi (Divisibility)
Asumsi inimenyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap
kegiatan dapat berupa jikangan pecahan. Demikian pula dengan nilai
tujuan yang dihasilkan.
d) Kepastian (Deterministic)
Semua parameter yang terdapat dalam model pemrograman linier dapat
diperkirakan dengan pasti.
22
2. Bentuk Umum Model Pemrograman Linier
Masalah pemrograman linier merupakan masalah optimasi
bersyarat yakni pencarian nilai maksimum atau pencarian nilai minimum
sesuatu fungsi tujuan berkenaan dengan keterbatasan – keterbatasan atas
kendala yang harus dipenuhi. Masalah- masalah tersebut secara umum
dapat dirumuskan sebagai berikut (Johannes Supranto, 1991: 44):
Fungsi tujuan
meminimalkan dinotasikan dengan Z dan relasi
dalam kendala berbentuk ( ) , dapat ditulis sebagai berikut:
Meminimalkan
dengan kendala,
, i = 1,2, ... , n
(2.11)
Fungsi tujuan memaksimalkan dinotasikan dengan Z dan relasi
dalam kendala berbentuk ( ) , dapat ditulis sebagai berikut:
Memaksimalkan
dengan kendala,
23
(2.12)
Keterangan :
: variabel keputusan ke-n
: suku tetap/ bahan mentah ke-m yang tersedia
: koefisien kendala
: koefisien ongkos ke-n
L. Metode Simpleks
Metode simpleks pertama kali diperkenalkan oleh George B. Dantzig
pada tahun 1947 dan telah diperbaiki oleh para ahli lain. Metode simpleks
adalah suatu prosedur bukan secara grafis maupun aljabar yang digunakan
untuk mencari nilai optimal dari fungsi tujuan
dalam masalah-masalah
optimisasi yang terkendala. Pencarian nilai optimum dengan menggunakan
metode simpleks dilakukan proses pengulangan (iterasi) dimulai dari
penyelesaian dasar awal yang layak (feasible) hingga penyelesaian dasar
akhir yang layak dimana nilai dari fungsi tujuan telah optimum. Dalam hal
ini proses pengulangan tidak dapat dilakukan lagi. Secara khusus prosedur
pengulangan mudah dipahami menggunakan operasi baris dari Gauss-Jordan.
Permasalahan model linear harus diubah kedalam bentuk kanonik sebelum
dilakukan penyelesaian menggunakan metode simpleks, perubahan tersebut
meliputi fungsi tujuan dan kendala (Josep, 2004: 199).
24
1. Fungsi kendala
Terdapat tiga persyaratan untuk merumuskan fungsi kendala masalah
pemrogaman linier dengan menggunakan metode simpleks, yaitu
a. Semua kendala pertidaksamaan harus dinyatakan sebagai persamaan
Sebelum penyelesaian dengan metode simpleks pertidaksamaan harus
diyatakan dalam persamaan linier. Perubahan tersebut dibedakan
menjadi tiga sesuai sifat persamaaan tersebut
1)
Tanda lebih kecil dari atau sama dengan (≤)
Kendala yang mempunyai tanda lebih kecil dari atau sama dengan
harus ditambahkan dengan variabel slack ( ) non negatif disisi kiri
kendala. Variabel ini untuk membuat ruas yang semula longgar
menjadi ketat sehingga sama nilainya dengan ruas yang lainnya
(B. Susanta, 1994: 69) . Contoh kendala
berubah
menjadi
2)
Tanda lebih besar dari atau sama dengan (≥)
Kendala yang mempunyai tanda lebih besar dari atau sama dengan
(≥) harus ditambahkan dengan variabel surplus (t) non negatif
disisi kanan kendala dan ditambahkan variabel buatan atau
artificial variabel (q) disisi kiri. Variabel surplus untuk membuat
ruas yang semula longgar menjadi ketat sehingga sama nilainya
dengan ruas yang lainnya. Variabel buatan memudahkan untuk
menyelesaikan masalah awal metode simpleks. Contoh kendala
berubah menjadi
25
3)
Tanda sama dengan (=)
Setiap kendala yang mempunyai tanda sama dengan (=), harus
ditambahkan dengan variabel buatan di sisi kiri kendala. Contoh
kendala
berubah menjadi
.
b. Sisi kanan dari suatu kendala persamaan tidak boleh negatif
Jika sebuah kendala bernilai negatif di sisi kanan, kendala tersebut
harus dikalikan -1 untuk membuat sisi kanan positif.Jika terdapat
pertidaksamaan yang sisi kanan bernilai negatif maka harus dikalikan -1
sehingga merubah tanda pertidaksamaanya juga. Contoh kendala
berubah menjadi
c. Semua variabel dibatasi nilai-nilai non negatif
Variabel-variabel yang bernilai negatif terdapat metode khusus dalam
penyelesaiannya akan tetapi tidak dibahas dalam tulisan ini. Contoh
kendala
2. Fungsi tujuan
Permasalahan model linear dapat dibedakan menjadi dua yaitu
meminimalkan atau memaksimalkan fungsi tujuan . Perubahan masingmasing fungsi tujuan
kedalam bentuk kanonik berbeda satu sama
lain,dapat dituliskan bentuk kanonik dari metode simpleks sebagai
berikut(Josep, 2012: 203):
26
a. Fungsi tujuan meminimalkan
Meminimalkan
dengan kendala
dengan
dan
untuk i=1,2,...,m; j=1,2,...,n
(2.13)
maka bentuk kanonik metode simpleks dapat dituliskan menjadi:
(2.14)
b. Fungsi tujuan memaksimalkan
Memaksimalkan
dengan kendala
(2.15)
27
dengan
dan
untuk i=1,2,...,m; j=1,2,...,n
maka bentuk kanonik metode simpleks dapat dituliskan menjadi:
(2.16)
dimana
adalah variabel slack non negatif.
Tabel awal simpleks dengan matriks yang diperbesar dengan
penambahan variabel basis dan
. Tabel awal simpleks dapat dilihat
seperti Tabel 2.1 Dumairy,2012:369).
Tabel 2. 1 Tabel Awal Simpleks Penyelesaian Program Linear
...
̅
0
0
...
̅
...
0
...
0
...
1
0
...
0
0
...
0
1
...
0
...
...
...
...
...
0
0
...
1
...
0
0
...
0
Z
...
0
0
...
0
Z
...
0
...
...
...
...
...
28
...
...
Keterangan :
= variabel fungsi tujuan
= koefisien teknis
= konstanta ruas kanan setiap kendala
= koefisien ongkos fungsi tujuan , untuk variabel slack dan
surplus bernilai nol sedangkan variabel artifisial bernilai –M
untuk polamemaksimalkan dan M untuk pola meminimumkan
̅
= variabel basis pada persamaan kanonik
̅
= koefisien untuk variabel dalam basis
, pada awal koefisien
ini bernilai nol.
= hasil kali
∑
, dengan kolom
= rasio terkecil untuk menentukan variabel keluar (baris pivot),
diperoleh dengan rumus
⁄
yang digunakan untuk
menentukan baris kunci yaitu dipilih dengan
Z
= nilai fungsi tujuan yang diperoleh dari ∑
terkecil dengan
̅
Penyelesaian metode simpleks dilakukan guna memperoleh kombinasi
yang optimal dari variabel-variabel pilihan. Langkah-langkah penyelesaian
metode simpleks sebagai berikut (Dumairy, 2012:370):
1. Rumuskan dan mengubah model menjadi bentuk kanonik.
2. Bentuk tabel pertama berdasarkan keterangan tabel simplek 2.1
3. Tentukan kolom pivot diantara kolom- kolom variabel yang ada, yaitu
29
kolom yang mengandung nilai (
) paling positif untuk kasus
maksimasi atau mengandung nilai (
) paling negatif jika kasusnya
minimasi.
4. Tentukan baris pivot diantara baris – baris variabel yang ada,yaitu baris
yang memiliki “rasio kuantitas” dengan nilai positif terkecil, baik masalah
maksimasi maupun minimasi.
5. Bentuk tabel berikutnya dengan memasukkan variabel yang masuk ke
kolom program dan mengeluarkan variabel yang keluar dari kolom
tersebut, serta lakukan transformasi baris- baris variabel.
6. Lakukan pengujian optimalitas. Ciri-ciri tabel simpleks yang sudah optimal
dibedakan menjadi
a. Pola memaksimumkan
Tabel sudah optimal jika (
)
untuk semua j
)
untuk semua j
b. Pola meminimumkan
Tabel sudah optimal jika (
Selanjutnya kembali ke langkah nomor 2 dan seterusnya hingga
diperoleh penyelesaian yang optimal.Berikut merupakan contoh penyelesaian
masalah program linear menggunakan metode simpleks agar mempermudah
pemahaman (Dumairy, 2012:371).
Contoh:
Maksimumkan
Dengan kendala :
30
Berdasarkan langkah- langkah penyelesaian pemrograman linier, masalah di
atas terlebih dahulu diubah menjadi bentuk kanonik, berikut model kanonik:
Maksimumkan
Dengan kendala,
Model yang sudah berbentuk kanonik ini dapat langsung diterjemahkan
menjadi tabel simpleks pertama, dengan menempatkan variabel- variabel
semu atau slack variable
sebagai variabel dasar. Langkah
awal disajikan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tabel simpleks I
25
15
0
0
0
0
3
3
1
0
0
24
8
0
2
4
0
1
0
20
10
0
3
0
0
0
1
21
7
0
0
0
0
0
0
25
15
0
0
0
0
̅
31
Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa tabel belum optimal karena masih
terdapat nilai positif pada baris
.Dipilih nilai
terbesar sehingga
kolom pivot pada tabel tersebut menjadi variabel yang masuk. Ternyata nilai
terbesar dimiliki oleh kolom
variabel basis
sehingga
, nilai
terkecil adalah 7 pada
keluar digantikan variabel
. Perpotongan
antara kolom pivot dan baris pivot menjadi elemen pivot yang menjadi acuan
perhitungan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk pengisian tabel simpleks
selanjutnya. Selanjutnya dilakukan dengan cara perhitungan terlebih dahulu
pada baris pivot, elemen pivot yang sebelumnya bernilai 3 diubah menjadi 1
dengan cara perhitungan baris pivot dikalikan 1/3 Sedangkan elemen di atas
elemen pivot (menjadi 0) diperoleh dengan cara, baris kedua dikurangi 2/3
dikalikan baris pivot. Sedangkan baris pertama dikurangi 1 dikalikan baris
pivot, sehingga tabel iterasi II seperti Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tabel simpleks iterasi II
25
15
0
0
0
0
0
3
1
0
-1
3
1
0
0
4
0
1
2/3
6
1,5
25
1
0
0
0
1/3
7
--
23
0
0
0
25/3
0
0
15
0
0
-25/3
̅
32
Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa nilai
optimal, karena masih ada nila
tersebut belum
yang bernilai positif, sehingga harus
ditentukan kolom pivot, baris pivot dan elemen pivot. Nilai
dimiliki oleh kolom
dan variabel
baris pivot adalah baris
terbesar
merupakan variabel masuk. Adapun
karena memiliki nilai
merupakan variabel yang keluar. Sehingga
terkecil dan basis
keluar digantikan variabel
.
Elemen pivot yang sebelumnya bernilai 3 diubah menjadi 1 dengan cara
perhitungan baris pivot dikalikan 1/3 Sedangkan elemen di bawah elemen
pivot (menjadi 0) diperoleh dengan cara, baris kedua dikurangi 4/3 dikalikan
baris pivot. Sedangkan baris ketiga dikurangi 0 dikalikan baris pivot,
sehingga tabel iterasi II seperti Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tabel Simpleks Iterasi Akhir
25
15
0
0
0
15
0
1
1/3
0
-1/3
1
-
0
0
0
-4/3
1
2/3
2
-
25
1
0
0
0
1/3
7
7
25
15
5
0
10/3
190
0
0
-5
0
-10/3
0
̅
Pada penyelesaian tahap ketiga ini terlihat tidak terdapat lagi unsur
positif pada baris
. Berarti penyelesaian sudah optimal, tabel III
33
merupakan tabel optimal. Dengan membaca tabel terakhir ini dapat
disimpulkan bahwa optimalitas tercapai pada kombinasi produksi 7 unit
dan 1 unit
(
dengan provit maksimum 190 dan tersisa 2 unit masukan
).
M. Goal Programming
Goal programming adalah salah satu metode yang digunakan dalam
pemecahan masalah program linier dengan multi-tujuan.
Model umum
program linier multi tujuan dapat dituliskan sebagai berikut (Mohammed &
Hordofa, 2016:3) :
Memaksimumkan
( )
∑
dengan kendala
∑
(2.17)
Keterangan:
= fungsi tujuan ke- i
= variabel keputusan
= koefisien
= jumlah sumber daya yang tersedia
Fungsi tujuan model goal programming selalu diekspresikan dalam
bentuk minimisasi yaitu meminimalkan penyimpangan dari nilai fungsifungsi tujuan. Langkah awal dalam membentuk model goal programming
34
adalah merumuskan variabel- variabel penyimpangan dari fungsi tujuan yaitu
, dituliskan sebagai berikut:
∑
(2.18)
dimana
dan
Fungsi tujuan goal programming adalah meminimalkan nilai varibel
–
variabel penyimpangan dari fungsi – fungsi tujuan dengan tambahan fungsi
kendala, yaitu :
∑
(
)
(2.19)
atau
∑
(2.20)
Sehingga model goal programming dari masalah (2.17) adalah (Hillier dan
Lieberman, 1980: 173):
Meminimalkan
∑
(
)
dengan kendala
∑
∑
)
Keterangan:
= penyimpangan ke- i
= penyimpangan bawah ke- i ( underachievement )
35
(2.21)
= penyimpangan atas ke- i (overachievement )
Notasi
adalah variabel penyimpangan yang merepresentasikan
tingkat pencapaian di bawah target ( underachievement ). Notasi
adalah
variabel penyimpangan yang merepresentasikan tingkat pencapaian di atas
target (overachievement ). Kedua variabel penyimpangan tersebut merupakan
sepasang
variabel
deviasional
yang
berfungsi
untuk
menampung
penyimpangan yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala
terhadap nilai ruas kanannya. Agar penyimpangan tersebut minimal, artinya
nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas
kanannya maka variabel deviasional itu harus diminimalkan di dalam fungsi
tujuan (Siswanto, 2007: 342). Berdasarkan tujuan dapat ditentukan variabel
deviasional yang akan diminimalkan dalam fungsi tujuan goal programming
pada Tabel 2.5 berikut (Orumie dan Ebong, 2014:61):
Tabel 2.5 Stuktur Umum Goal Programming
Tujuan
Variabel deviasional yang diminimalkan dalam Z
Fungsi tujuan pertama (baris pertama Tabel 2.5) menyatakan bahwa
tujuan yang hendak dicapai dituangkan ke dalam
dan tidak boleh
dilampaui. Oleh karena itu penyimpangan di atas nilai
harus diminimalkan
36
agar hasil tidak melebihi nilai
, maka dibutuhkan variabel deviasional
untuk diminimalkan. Fungsi tujuan kedua (baris kedua Tabel 2.5) menyatakan
bahwa penyimpangan diubah nilai
penyelesaian
paling
sedikit
sama
harus diminimalkan agar hasil
dengan
,
dengan
demikian
akan diminimumkan. Fungsi tujuan terakhir (baris ketiga Tabel 2.5 )
setiap penyimpangan atas dan bawah tidak boleh dilampaui, maka
dan
harus diminimumkan. Apabila kedua variabel deviasional yang
dimaksud di atas dapat diminimisasi, artinya: kedua variabel deviasional
bernilai nol, maka tujuan telah tercapai, begitu juga sebaliknya.
Pada beberapa kasus, tujuan satu akan lebih penting dengan tujuan
lainnya, maka pengambil keputusan harus menentukkan mana dari tujuan –
tujuan tersebut yang diprioritaskan. Misalkan tujuan yang paling penting
sebagai prioritas ke-1. Tujuan yang kurang begitu penting ditentukan sebagai
prioritas ke-2, demikian seterusnya. Pembagian prioritas tersebut dikatakan
sebagai
pengutamaan
(preemptive),
yaitu
mendahulukan
tercapainya
kepuasan pada sesuatu tujuan yang telah diberikan prioritas utama sebelum
menuju kepada tujuan-tujuan atau prioritas-prioritas berikutnya. Jadi tujuan
harus disusun dalam suatu urutan (ranking) menurut prioritasnya (Nasendi &
Affendi, 1985: 213). Model dengan memprioritaskan tujuan ini disebut
sebagai model lexicographic goal programming.
Notasi yang digunakan untuk menandai prioritas tujuan tersebut
adalah
(
). Faktor- faktor- faktor prioritas tersebut memiliki
hubungan sebagai berikut:
37
dimana >> berarti “jauh lebih penting daripada”. Berdasarkan Persamaan
(2.21) dengan memperhatikan prioritas setiap tujuan model lexicographic
goal programming dapat dituliskan sebagai berikut:
Meminimalkan
* (
)
(
)
(
)+
dengan kendala
∑
∑
(2.22)
Keterangan :
= Prioritas ke-i
Neelavathi
(2015)
memaparkan
langkah-
langkah
untuk
menyelesaikan model lexicographic goal programming, dapat diselesaikan
dengan tahapan sebagai berikut :
Diasumsikan setiap fungsi tujuan mempunyai nilai optimal, langkah pertama
adalah menyelesaikan prioritas pertama terlebih dahulu,
38
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
Kendala non-negatif
Nilai fungsi tujuan prioritas ke-1 akan ditambahkan pada fungsi kendala pada
prioritas ke-2. Misalkan nilai fungsi tujuan prioritas ke-1 adalah
, maka
model lexicographic goal programming prioritas ke-2 adalah
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
(
)
Kendal non-negatif
Misalkan nilai fungsi tujuan prioritas ke- 2 adalah
lexicographic goal programming prioritas ke- 3 adalah
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
(
Kendala non-negatif
39
)
, maka model
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
(
)
Kendala non-negatif
Solusi optimal prioritas ke- n menjadi solusi optimal dari masalah
lexicographic goal programming pada kasus ini.
Agar lebih mudah dipahami akan diberikan kasus permasalahan
lexicographic goal programming. Misalkan terdapat 4 variabel deviasional
yang akan diminimalkan, dua variabel deviasional pada prioritas ke- 1, satu
variabel deviasional prioritas ke- 2, dua variabel deviasional pada prioritas
ke- 3. Variabel deviasional berturut- turut adalah
. Penyelesaian
lexicographic goal programming prioritas ke- 1 adalah
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
Kendala non-negatif
Misalkan hasil optimal fungsi meminimalkan prioritas ke-1 yaitu
model lexicographic goal programming prioritas ke- 2 adalah
40
, maka
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
(
)
Kendala non-negatif
Misalkan hasil optimal fungsi meminimalkan prioritas ke- 2 yaitu
, maka
model lexicographic goal programming prioritas ke- 3 adalah
( )
Meminimalkan
dengan kendala: Persamaan Tujuan
Fungsi Kendala
(
)
Kendala non-negatif
Solusi optimal prioritas ke- 3 menjadi solusi optimal dari masalah
lexicographic goal programming pada kasus ini.
41
Download