LAPORAN KASUS Varicella dengan Komplikasi Glomerulonefritis Akut Imanuel Taba Parinding, Dian Rosiana Devi, Roy Indra Dokter Umum RSUD Kota Bekasi, Jawa Barat, Indonesia ABSTRAK Varicella merupakan penyakit yang umumnya self-limiting, jarang sekali mematikan. Komplikasi renal (glomerulonefritis) juga jarang ditemukan. Tulisan ini melaporkan kasus laki-laki 12 tahun dengan hipertensi, edema palpebra, eritema and vesikel di wajah, tubuh and ekstremitas bawah, dan efusi pleura, disertai hipoalbuminemia; ureum serum meningkat, peningkatan SGOT dan SGPT, hiperkolesterolemia, CRP reaktif, ASTO (-) disertai hematuria dan albuminuria. Respons terhadap pengobatan baik, tetapi albuminuria, hematuria, hipoalbuminemia, peningkatan ureum, dan hiperkolesterolemia menetap. Kata kunci: varicella, glomerulonefritis, komplikasi renal ABSTRACT Varicella is a self-limiting disease with rare life threatening complications. Renal complication (glomerulonephritis) is uncommon. A 12-year old male, presented with varicella and glomerulonephritis. Patient came to the hospital with hypertension, palpebral edema, erythema and vesicles on face, trunk and lower extremity and pleural effusion, accompanied with hypoalbuminemia; elevated serum ureum, elevated AST and ALT, hypercholesterolemia, CRP reactive, ASTO (-) and hematuria, and albuminuria. The patient showed good response to treatment, but still had albuminuria, and hematuria, with hypoalbuminemia, elevated serum ureum, and hypercholesterolemia. Imanuel Taba Parinding, Dian Rosiana Devi, Roy Indra. Varicella Complicated with Acute Glomerulonephritis. Key words: varicella, glomerulonephritis, renal complication PENDAHULUAN Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi umum yang biasanya terjadi pada anak-anak disebabkan infeksi primer virus Varicella Zoster. Gejala sistemik umumnya ringan dan dapat sembuh sendiri (Self Limiting Disease), tetapi pada penderita dengan imunitas rendah dapat terjadi komplikasi berat.1 Komplikasi yang jarang terjadi adalah glomerulonefritis; dari 2.534 kasus varicella hanya 0,12% didapatkan gejala Nefritis.2 Berikut ini disampaikan studi kasus tentang varicella dengan komplikasi glomerulonefritis akut. KASUS Anak laki-laki usia 12 tahun dengan berat badan 39 kg, datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan utama bengkak seluruh tubuh sejak 9 hari lalu. Menurut orangtuanya, sejak 2 minggu yang lalu pasien demam, nyeri tenggorokan dan terlihat lemas. Pasien kemudian dibawa ke puskesmas dan mendapat parasetamol. Pasien kemudian kembali sekolah, namun sekitar 9 hari yang Alamat korespondensi lalu mengalami bengkak di seluruh tubuh. Sejak 1 hari sebelum ke rumah sakit pasien mengeluh ada bercak-bercak kemerahan seluruh badan, bergelembung dan terasa gatal. Bercak kemerahan tersebut pertama muncul di wajah, kemudian turun ke seluruh tubuh. Keluhan juga disertai gejala pilek dan batuk. Satu hari setelah dirawat pasien mengaku kencingnya berwarna kemerahan, namun tidak nyeri. Selama kehamilan anak ini, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilan ke dokter dan bidan. Anak ini dilahirkan spontan pervaginam di rumah bersalin, ditolong dokter dan bidan, tidak ada faktor penyulit, langsung menangis, dengan berat badan lahir 3.500 gram dan panjang lahir 46 cm. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, tekanan darah 140/100 mmHg, frekuensi denyut jantung 100x/menit, frekuensi pernapasan 25x/menit, dan suhu 36,2°C. Terdapat edema kedua palpebra mata, sebaran eritema dan vesikel pada ekstremitas atas dan bawah, wajah serta tubuh. Pada pe- meriksaan laboratorium (4/3/12) didapatkan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit dalam batas normal, kadar albumin 1,6 g/dl; ureum 56; kreatinin 1,29; SGOT 115 dan SGPT 114. Urine berwarna merah, keruh dengan berat jenis 1,015, albumin (+++), darah samar (+++), nitrit (+), eritrosit >100, silinder (granula +), epitel (gepeng +), dan bakteri (+), serta kolesterol total 427 mg/dl. Diagnosis kerja adalah Varicella dengan komplikasi GNA (Glomerulonefritis Akut). Penatalaksanaan berupa captopril 2x25 mg, furosemide 20 mg/hari, salep acyclovir. Setelah diberi 50ml Albumin 20%, kadar Albumin serum 1,04 g/ dl dengan tekanan darah 140/100 mmHg, edema minimal pada kedua palpebra, Ro Thorax PA : Efusi Pleura Kiri. Tanggal 8/3/12 dilakukan pemeriksaan ureum 39, kreatinin 0,88, dengan balans cairan 1062 mL/24 jam. Pada tanggal 13/3/12, bengkak pada tubuh sudah tidak ada, dan vesikel sudah mengering di daerah lesi. Tekanan darah 100/70 mmHg, dan hasil lab : Leukosit 4700, Hb:10,6; Ht:29,8%; Trombosit : 299 ribu/mL. email: [email protected] CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012 833 LAPORAN KASUS Gambar 1 Foto pasien, didapatkan vesikel tersebar di daerah muka dan badan Gambar 2 Rontgen Thorax PA(Postero-anterior): effusi pleura paru kiri Urine : albumin (+++) darah samar (+++) dan leukosit (+), mikroskopis urine : eritrosit : 20-40, leukosit :5-10, dan bakteri (+). Pemeriksaan lab tanggal 16/3/12 : LED 50, protein total 4,47 g/ dl, albumin 1,3 g/dl, ureum 50, kreatinin 0,91, CRP reaktif, ASTO (-), kolesterol total 297 mg/ dl. Urine : albumin (+++), bakteri (+). Diberikan 100 ml albumin 20%; amoxicillin dan captopril diteruskan. Tanggal 19/3/12: pasien tampak sakit ringan, tekanan darah 110/90 mmHg, krustae mengering dan tidak gatal, tidak ada demam, tidak ada tanda edema. Urine: albumin (++), eritrosit >100, bakteri (+), keruh. Diagnosis akhir: Varicella dengan komplikasi GNAdan Sindrom Nefrotik. 834 TINJAUAN PUSTAKA VARICELLA Cacar air atau varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human Herpes Virus tipe 3 (Varicella Zoster Virus).1 Virus ini sangat menular, ditularkan melalui saluran pernapasan penderita varicella atau herpes zoster.3 Masa inkubasinya 14-16 hari, dimulai dengan demam ringan, malaise, ruam vesikel distribusi sentral, gatal, terbanyak di tubuh dan wajah. Vesikel varicella berdinding tipis, berukuran 2-3cm dengan kulit sekitar kemerahan, kemudian isi menjadi keruh, menjadi pustul, puncaknya runtuh membentuk ulkus yang akhirnya mengering dan menjadi krusta hitam. Yang khas adalah adanya semua bentuk tahapan vesikel pada Gambar 3 Urine tamping berwarna kemerahan (hematuria) satu daerah kulit. Demam tidak selalu ada, jika terjadi saat vesikel keluar dan normal kembali saat krusta mengelupas.4 Patogenesis Varicella Zoster Virus (VZV) masuk ke dalam mukosa napas atau orofaring. Pada 10-21 hari pertama periode inkubasi, virus bereplikasi di dalam jaringan lokal limfoid menyebabkan subclinical viremia (viremia pertama) saat virus menyebar ke sistem retikuloendotelial; setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua) menimbulkan demam dan malaise. Lesi kulit timbul pada viremia ke dua yang berlangsung 3-7 hari. Pada fase akhir periode inkubasi, VZV akan kembali ke mukosa saluran napas atas dan orofaring, CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012 LAPORAN KASUS dapat menyebabkan penularan 1-2 hari sebelum timbul lesi kulit. Pada anak dengan imunitas rendah, replikasi virus berlangsung terus yang akan menyebabkan penyebaran infeksi ke paru, hati, otak dan organ lainnya.5 Permulaan bentuk lesi kulit mungkin infeksi kapiler endothelial pada lapisan papil dermis yang menyebar ke sel epitel epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi crusta. Lesi jarang menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada di lapisan sel di bawah kulit, stratum korneum dan lusidum sebagai atap, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, kebanyakan mengandung inclusion body intranuclear type A. Virus dapat menetap dan laten pada sel saraf. Jika terjadi reaktivasi dapat terjadi herpes zoster.5 DIAGNOSIS Diagnosis varicella ditegakkan berdasarkan: 1. anamnesis, 2. klinis berupa vesikel-vesikel tersebar dalam berbagai fase/tingkatan, terbanyak di tubuh, 3. kultur virus dari cairan isi vesikel, 4. tes Tzanck dasar bula: terdapat selsel raksasa dengan multinuklei dan sel-sel akantolitik.6 TATA LAKSANA 1. Umum a. Istirahat cukup b. jika demam, dapat diberikan paracetamol 10mg/kgBB/dosis 4 kali sehari p.o c. jika ada infeksi sekunder dapat diberi antibiotik oral berupa dicloxacilline 12,5-50 mg/kgBB/hari p.o atau erythromycin stearat 250-500 mg 4 kali sehari p.o.6 2. Khusus Acyclovir sebaiknya diberikan sedini mungkin dalam 1-3 hari pertama dengan dosis 20mg/ kgBB/kali sampai 800 mg, 4 kali sehari selama 5 hari dan salep antibiotik (sodium fusidate) untuk lesi erosif.6 American Academy of Pediatrics tidak merekomendasikan pemberian rutin acyclovir untuk terapi varicella tanpa komplikasi pada CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012 anak sehat karena hanya sedikit keuntungan, harga obat dan risiko komplikasi kecil.5 3. Pencegahan Vaksin virus varicella (Oka strain) untuk anak umur lebih dari 12 bulan yang belum terkena infeksi primer VZV dapat melindungi selama 20 tahun.6 Komplikasi Komplikasi varicella lebih berat pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak.1 Komplikasi yang tersering menyerang anak kurang dari 5 tahun adalah infeksi kulit sekunder Staphylococcus atau Streptokokus.3 Komplikasi lain dapat menyerang sistem saraf pusat berupa meningitis aseptik, sindrom Guillain-Barre, mielitis transversa, ensefalitis, cerebral ataxia.1,3 Komplikasi pada sistem pernapasan dapat berupa pneumonia bakterial dan varicella pneumonitis. Komplikasi varicella yang jarang ditemui berupa keratitis, arthritis, hepatitis, orchitis, myocarditis dan glomerulonefritis.1 GLOMERULONEFRITIS AKUT PADA VARICELLA Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses imunologik.7-9 Glomerulonefritis akut (GNA) secara klinik bersifat temporer atau onset tiba-tiba, secara histopatologik didapatkan leukosit polimorfonuklear dalam glomerulus. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Hubungan antara nefritis dan varicella pertama kali ditemukan pada tahun 1884; Henoch meneliti empat kasus nefritis pada anak dengan cacar air. Varicella yang berhubungan dengan nefritis sangat jarang, pada studi yang panjang didapatkan hanya tiga kasus dari 2.534 pasien (0,12%) yang mengalami komplikasi nefritis.1,2 Patogenesis Glomerulonefritis proliferatif akut adalah suatu immune-complex hypocomplementaemic glomerulonephritis sebagai respon terhadap infeksi virus. Klinis pasien mengalami gejala nefritis atau sindrom nefritik. Gambaran histopatologi berupa kongesti, perdarahan glomerulus, hiperplasia endotel, dan berbagai derajat nekrosis tubular yang menggambarkan formasi kresentik glomerulus. Crescentic glomerulonephritis sebagai rapidly progressive renal failure adalah komplikasi varicella yang mengancam jiwa tetapi sangat jarang, sekitar 0,1%.1 Hubungan etiologi antara varicella dan komplikasinya masih presumtif atau dugaan. Beberapa literatur menjelaskan hubungan yang berbeda antara infeksi virus varicella-zooster dan glomerulonefritis. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan varicella secara umum menyerupai glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus kecuali stadium penyakitnya. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan varicella dimulai sebelum atau bersamaan dengan manifestasi klinis varicella itu sendiri; sedangkan pada glomerulonefritis akut pasca-streptokokus, gejala pertama glomerulonefrirtis timbul satu minggu pascainfeksi streptokokus.2 Mekanisme patogenesis belum dapat dipahami sepenuhnya. Mungkin glomerulonefritis diaktifkan oleh kompleks imun yang mengandung antigen varicella, atau infeksi varicella memprovokasi perubahan imunologi yang membuat ledakan kompleks imun yang mengandung antigen streptokokus.2 Pada pasien varicella terkadang terdapat infeksi sekunder stafilokokus atau streptokokus. Komplikasi kulit pada varicella yaitu vesikel hemoragi, bula varicela, necrosis fascia terutama disebabkan oleh streptokokus grup A.3 Komplikasi ginjal pada infeksi varicella dapat terjadi setelah infeksi tersebut.2 Gejala Klinis Gejala klinis biasanya berupa sindrom nefritik akut, terdiri atas sekumpulan gejala berupa gross hematuria, sembab periorbita, dan hipertensi dengan sel torak darah merah, proteinuria dan oligouria.7 Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria dan albuminuria. Urine tampak kemerahan atau seperti kopi kadang-kadang disertai edema ringan terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Edema terjadi berhubungan dengan 835 LAPORAN KASUS penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang menurunkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen, menyebabkan edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Pagi hari sering terjadi edema wajah terutama periorbita, meskipun edema paling nyata di bagian anggota tubuh bawah menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.8,9 Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila jaringan ginjal rusak, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak seberapa tinggi, dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare sering menyertai penderita GNA.8 Hipertensi selalu terjadi meskipun mungkin hanya sedang; belum jelas diketahui apakah akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme.8 Sesak napas bisa timbul akibat hipoalbuminemia yang menyebabkan akumulasi cairan di rongga pleura (efusi pleura). Gambaran Laboratorium Urinalisis Volume urine menjadi sangat berkurang, pekat dengan warna mulai dari kelabu berkabut sampai merah coklat akibat degradasi hemoglobin menjadi asam hematin. Proteinuria biasanya sesuai dengan tingkat hematuria dan berkisar sampai +2 (sampai 100 mg/dL). Ekskresi protein jarang melebihi 2 g/m2 luas permukaan tubuh per hari. Hematuria selalu ada. Torak eritrosit sebagai tanda adanya perdarahan glomerulus kadang-kadang terlihat pada pemeriksaan urinanalisis.7 Darah Anemia biasanya normokromik normositer akibat dilusi dan retensi cairan. Komponen 836 darah lainnya biasanya normal meskipun kadang-kadang terlihat kenaikan jumlah sel darah putih. Beberapa pasien menunjukkan hipoproteinemia dan hiperlipidemia (hiperkolesterolemia ringan).7 Khusus a. Acyclovir intravena b. Diuretik: furosemid 1 mg/kg/kali, 2-3 kali perhari, peroral atau iv, bila perlu c. Mengatasi hipertensi. Uji Fungsi Ginjal Sebagian pasien menunjukan gejala uremia, dengan asidosis metabolik dan hiperkalemia. Penurunan fungsi ginjal berkorelasi dengan parahnya jejas glomerulus. Profil elektrolit biasanya normal. Hiperkalemia dan asidosis metabolik hanya terjadi pada penurunan fungsi ginjal yang berat.7 Krisis Hipertensi: 1. Tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥120 mmHg, atau tekanan darah sistolik <180 mmHg dan atau diastolik <120 mmHg tetapi disertai komplikasi ensefalopati hipertensif, gagal jantung, atau edema papil. 2. Pada bayi atau anak kecil: kenaikan tekanan darah ≥50% normal berdasarkan umur dan jenis kelamin. • Nifedipin 0,1 mg/kg/kali oral dinaikkan 0,1 mg/kg/kali setiap 5 menit (maksimum 10 mg/ kali) sampai 30 menit pertama, lalu setiap 15 menit sampai 1 jam • Klonidin drip 0,002 mg/kg/8 jam dalam 100 ml dekstrosa 5%, dinaikkan bertahap sampai maksimal 0,006 mg/kg/8 jam • Natrium nitroprusid 0,5-8 mikrogram/ kg/menit intravena menggunakan infusion pump.11 Uji Imunologi Pada glomerulonefritis akut pada varicella harus tetap diperiksa ASTO antibody terhadap streptolisin-O. Hal ini penting karena infeksi virus varicella dan streptokokus dapat terjadi bersamaan.7 Kadar komplemen ketiga (C3) turun saat onset pada 80-90% pasien dan akan kembali normal dalam 8-10 minggu.7 Pencitraan Pada USG ginjal terlihat membesar. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut, atau berparut mungkin penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Echogenitas ginjal setara dengan parenkim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lain.7 Histologi Gambaran histopatologi dapat berupa kongesti, hemoragi glomerulus, hiperplasia endotel, dan berbagai derajat nekrosis tubular yang menggambarkan formasi kresentik glomerulus. Crescentic glomerulonerphritis sebagai rapidly progressive renal failure adalah komplikasi varicella yang mengancam jiwa dan sangat jarang, yaitu sekitar 0,1 % kasus.1 Penatalaksanaan Umum a. Penjelasan mengenai penyakit kepada pasien atau orang tuanya dan rencana tatalaksana. b. Tirah baring sampai hipertensi dan edema membaik, hematuria nyata menghilang c. Diet rendah garam (<1 g per hari) dan rendah protein 1 g/hari d. Balans cairan dan elektrolit (jumlah yang masuk sama dengan jumlah yang keluar).10 Ditambah: • Furosemid 1 mg/kg/kali, 2-3 kali sehari • Bila tekanan darah tidak turun, tambahkan kaptopril 0,3 mg/kg/kali peroral (maksimum 2mg/kg/kali), 2-3 kali per hari.11 Hipertensi non-krisis 1. Tekanan diastolik 90-100 mmHg: Diuretik (furosemid/hidroklorotiazid) 2. Tekanan diastolik 100-120 mmHg: Diuretik, Kaptopril 0,3 mg/kg/kali, 2-3 kali sehari. Jika tidak turun dapat ditambahkan antihipertensi betablocker atu golongan lain. d. Mengatasi komplikasi11 1. Mengatasi gagal ginjal akut, bila anuria berkepanjangan dilakukan dialisis. 2. Mengatasi komplikasi lain, seperti ensepalopati, gagal jantung, edema paru.10 Komplikasi 1. Oliguria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran klinis seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Oliguria atau anuria yang lama jarang pada anak, bila terjadi kadang-kadang memerlukan dialisis peritoneum. 2. Ensefalopati hipertensi : berupa gangguan CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012 LAPORAN KASUS penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, ronki basah, pembesaran jantung dan naiknya tekanan darah bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan miokardium. 4. Anemia karena hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.7,9 Prognosis Glomerulonefritis merupakan komplikasi kasus varicella yang serius dan dapat mengancam jiwa. Diagnosis dan manajemen harus dilakukan sejak awal.1-3 DISKUSI Hubungan antara nefritis dan varicella pertama kali ditemukan oleh Henoch pada tahun 1884 yang meneliti empat kasus nefritis pada anak dengan cacar air. Varicella yang berhubungan dengan nefritik sangat jarang, pada studi panjang didapatkan hanya tiga kasus dari 2534 pasien (0,12%).1,2 Pada pasien ini, diagnosis varicella ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis, yaitu bercak-bercak kemerahan seluruh badan, bergelembung dan gatal. Bercak kemerahan tersebut pertama muncul di wajah, kemudian ke seluruh tubuh. Keluhan juga disertai gejala pilek, batuk dan demam disertai lemas. Hal ini sesuai dengan laporan sebelumnya, yaitu demam ringan, malaise, ruam vesikel distribusi sentral, gatal, terbanyak pada tubuh dan wajah.4 Diagnosis glomerulonefritis ditegakkan dari adanya sindrom nefritik yaitu hipertensi, hematuria (secara makroskopik dan mikroskopik), dan edema. Juga terdapat gambaran sindrom nefrotik dengan albuminuria dan hipoalbuminemia.7 Pada kasus ini glomerulonefritis sangat mungkin terjadi akibat komplikasi murni varicella mengingat pemeriksaan titer ASTO negatif, walaupun dua minggu sebelumnya terdapat keluhan nyeri tenggorokan; umumnya ASTO akan positif 10-14 hari pascainfeksi streptokokus. CRP yang reaktif menggambarkan kemungkinan inflamasi sistemik.1,9,10 Selain itu gejala nefritis terjadi bersamaan dengan gejala varicella. Pemeriksaan kadar C3 tidak dilakukan karena keterbatasan biaya. Tata laksana berupa tata laksana umum dan tata laksana khusus. Tata laksana umum yaitu penjelasan kepada pasien atau orang tua mengenai penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan, tirah baring sampai hipertensi dan edema membaik, hematuria nyata menghilang, diet rendah garam (<1 g per hari) dan rendah protein 1 g/hari, keseimbangan cairan dan elektrolit. Tata laksana khusus nefritis berupa rejimen hipertensi non-krisis adalah furosemid 1 mg/ kg/kali, 2 kali perhari intravena, kaptopril 0,3 mg/kg/kali, 3 kali sehari. Pemberian albumin atas indikasi hipoalbuminemia (1,3 g/dl), namun setelah pemberian tetap terjadi penurunan (1,06 g/dl), berkaitan dengan masih berlangsungnya proteinuria.8-10 Setelah dirawat selama 14 hari, kondisi membaik, tidak ada demam, krusta mengering, tidak ada edema; hematuria makroskopik serta hasil laboratorium mendekati normal, pasien dipulangkan. SIMPULAN Komplikasi glomerulonefritis pada varicella serius dan dapat mengancam jiwa. Diagnosis dan manajemen pasien harus dilakukan sejak awal. DAFTAR PUSTAKA 1. Shah VB, Rupani AB, Kriplani P, Deokar MS, Kamat RN, Mody CJ. Rapidly progressive glomerulonefritis : an uncommon complication in varicella zoster infection. Bombay Hospital J. 2009; 51:266-8. 2. Kaltenis P, Rimante C, Augusta J. A case of glomerulonephritis in a child with varicella and tonsillopharyngitis. Acta Medica Lituanica 2003; 10 : 163-5. 3. Phuah HK, Chong CY, Lim KW, Cheng HK. Complicated varicella zoster infection in 8 paediatric patient and review of literature. Singapore Med. Assoc. J. 1996. 4. Ismoedijanto, et al. Infeksi Pediatrik Dalam Praktek Sehari-hari (Update on Infectious Disease in Children at Daily Practices). Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak:”Pediatric Infectious Diseases and Bleeding: Current Practices on Diagnosis and Management” 2011: 37-9. 5. Larussa PS, et al. Varicella-Zoster Virus Infections. Dalam Kliegman, Robert M, et al. Eds. Nelson Textbook of Pediatrics 19th ed. 2011; ch. 245. 6. Sawitri et al. Varicella. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU dr. Soetomo ed. 3. Surabaya: FK Universitas Airlangga 2005. p.53-58. 7. Noer MS. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, dkk, penyunting. Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI, 2011. p. 8. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Sastroasmoro S, penyunting. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta RSUP Cipto Mangunkusumo, 9. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. Dalam: Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. ed. 18. Philadelphia: Saunders Elsevier, 57-62. 2007.p. 219-20. 2007. p. 2173-5. 10. Hipertensi. Dalam: Sastroasmoro S, penyunting. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta RSUP Cipto Mangunkusumo, 2007. p. 231-233. CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012 837